Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan yang
berperan penting bagi perekonomian Indonesia sebagai salah satu penyumbang devisa
negara dari sektor non-migas (Pahan, 2007). Kelapa sawit mempunyai masa produktif
secara umum lebih kurang 25 tahun, lalu setelah itu tanaman sawit harus diremajakan.
Dari peremajaan akan dihasilkan sejumlah biomassa, tapi yang paling penting adalah
pelepah dan batang (Isroi, 2006).
Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit (Elaeis)
mempunyai peran yang cukup strategis. Hampir seluruh bagian tanaman kelapa sawit
dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung, mulai dari minyak sawit sampai kelimbahnya (Fauzi dkk., 2000). Pertama,
minyak sawit merupakan bahan utama minyak goreng, sehingga pasokan yang kontinu
ikut menjaga kestabilan harga minyak goreng. Ini penting, sebab minyak goreng
merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat sehingga
harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Kedua, sebagai salah satu
komoditas pertanian andalan ekspor non migas, komoditas ini memiliki prospek yang
baik sebagai sumber perolehan devisa maupun pajak. Ketiga, dalam proses produksi
maupun pengolahan juga mampu menciptakan kesempatan kerja dan sekaligus
meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Soetrisno dan Winahyu, 1991).
Satu lagi temuan pemanfaatan dari tanaman kelapa sawit, yaitu nira kelapa sawit
untuk diolah menjadi gula merah. Akan tetapi yang ditemukan ini bukan dari tanaman
hidup, melainkan dari tanaman yang sudah ditumbangkan untuk replanting. Caranya nira
diambil dari umbut atau pondoh pohon kelapa sawit. Proses penyadapan hingga
pembuatan gula sawit tidak jauh berbeda dengan gula aren, bahkan relatif lebih mudah,
karena tanpa proses pemukulan dan tanpa memanjat pohon. Cukup memilih pohon sawit
yang dianggap sehat lalu dibuka hingga menemukan pondoh (umbutnya). Setelah itu,

1
proses penyadapan dilakukan di pagi hari kemudian air niranya ditampung dengan
menggunakan jerigen/tong plastik bekas.
Limbah batang sawit masih belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan limbah
tersebut seringkali dibuang bahkan dibakar tanpa adanya pengolahan lebih lanjut. Limbah
batang sawit menjadi masalah karena sifatnya yang volumentris banyak memakan tempat
dan tidak mudah terdegradasi di areal perkebunan (Sunarko, 2009). Limbah batang
kelapa sawit dapat dimanfaatan menjadi bahan kayu lapis, pupuk kompos, bahan
bangunan, furnitur, dan pulp kertas. Inovasi pemanfaatan limbah batang kelapa sawit
terus diupayakan agar peluang pemanfaatan limbah batang kelapa sawit lebih
berdayaguna. Salah satu inovasi terbaru mengenai pemanfaatan batang kelapa sawit
adalah pemanfaatan nira kelapa sawit menjadi gula merah.
Dari 15 pohon sawit yang disadap mampu menghasilkan 60 liter air nira. Dari
jumlah tersebut, akan menghasilkan sebanyak 10 kg gula sawit dengan harga jual sebesar
Rp 10.000 per kg. Proses pencetakan gula harus setiap hari. Artinya, usai disadap, harus
langsung dicetak, sehingga untuk satu hari, biasanya dilakukan pencetakan sebanyak dua
kali. Hal ini untuk menghindari kegagalan pencetakan. Waktu memasaknya berkisar 5
sampai 6 jam (Chairulsp,2009).
Sejalan dengan temuan tersebut diatas, pengolahan gula kurang efektif karena
dalam proses pembuatan gula sawit membutuhkan waktu yang cukup lama. Nira diambil
ketika pohon kelapa sawit akan ditebang atau dilakukan replanting pada areal perkebunan
yang produktivitasnya telah menurun.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja bagian dari tanaman kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan?
2. Bagaimana proses pembuatan gula merah dari kelapa sawit?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui bagian dari tanaman kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan
2. Untuk mengetahui proses pembuatan gula merah dari kelapa sawit

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat. Tetapi
ada sebagian berpendapat justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari kawasan
Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena spesies kelapa sawit banyak ditemukan di
daerah hutan Brazil dibandingkan Amerika. Pada kenyatannya tanaman kelapa sawit
hidup subur di luar daerah asalnya, seperti malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua
Nugini. Bahkan, mampu memberikan hasil produksi perhektar yang lebih tinggi (Fauzi et
al,. 2012).
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial
Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa
dari Maritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa
sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis
usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Haller, seorang
berkebangsaan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya
yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa
sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai
berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatra (Deli)
dan Aceh. Luas areal perkebunannya saat itu sebesar 5.123 ha. Indonesia mulai
mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa,
kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton (Fauzi et al,.
2012).
2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit
Klasifikasi tanaman kelapa sawit menurut Pahan (2012), sebagai berikut:
Divisi : Embryophyta Siphonagama
Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae

3
Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae)
Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
Morfologi tanaman Kelapa Sawit menurut PTPN VII (2006) dideskripsikan
sebagai berikut :
a. Akar
Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki
akar tunggang. Radikula (bakal akar) pada bibit terus tumbuh memanjang
ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya
mencapai 15 meter. Akar primer kelapa sawit terus berkembang.
Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh
vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini
akan bercabang menjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya,
cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu
seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8
meter hingga 16 meter secara vertikal.
b. Batang
Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak
bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi
pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia
(ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang,
terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan.
Pada batang tanaman kelapa sawit terdapat pangkal pelepah-
pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah
kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih
tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak
berwarna hitam beruas.
c. Daun
Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai
bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua

4
baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun
(foliage leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-
tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun.
d. Bunga dan buah
Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai
dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga
jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat.
Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross
pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh
bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau
serangga penyerbuk.
Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras
(epicarp), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan
mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung
yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna
putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo).
Lembaga (embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke
dua arah, yaitu:
1. Arah tegak lurus ke atas (fototropy), disebut dengan plumula yang
selanjutnya akan menjadi batang dan daun
2. Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut dengan radicula
yang selanjutnya akan menjadi akar.

Plumula tidak keluar sebelum radikulanya tumbuh sekitar 1 cm.


Akar-akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan
radikula-hipokotil dan seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum
daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu 3 bulan
untuk memantapkan dirinya sebagai organisme yang mampu melakukan
fotosintesis dan menyerap makanan dari dalam tanah.

Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua


warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning

5
muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (orange). Jika sudah
berwarna orange, buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles).

e. Biji
Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang
berbeda. Biji dura afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai
4 gam, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki
bobot 13 gam per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2
gam per biji.
Biji kelapa sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non-
aktif). Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan
keberhasilan sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih
cepat dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit
memerlukan pre-treatment.
2.1.2. Varietas Kelapa Sawit.
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman
monokotil yang tergolong dalam famili palmae. Tanaman kelapa sawit
digolongkan berdasarkan ketebalan tempurung (cangkang) dan warna buah
(Pahan, 2012).
Menurut Pahan (2012), berdasarkan ketebalan cangkang, tanaman kelapa
sawit dibagi menjadi tiga varietas, yaitu:
1. Varietas Dura, dengan ciri-ciri yaitu ketebalan cangkangnya 2-8 mm,
dibagian luar cangkang tidak terdapat lingkaran serabut, daging buahnya
relatif tipis, dan daging biji besar dengan kandungan minyak yang rendah.
Varietas ini biasanya digunakan sebagai induk betina oleh para pemulia
tanaman.
2. Varietas Pisifera, dengan ciri-ciri yaitu ketebalan cangkang yang sangat
tipis (bahkan hampir tidak ada). Daging buah pissifera tebal dan daging
biji sangat tipis. Pisifera tidak dapat digunakan sebagai bahan baku untuk
tanaman komersial, tetapi digunakan sebagai induk jantan oleh para
pemulia tanaman untuk menyerbuki bunga betina.

6
3. Varietas Tenera merupakan hasil persilangan antara dura dan pisifera.
Varietas ini memiliki ciri-ciri yaitu cangkang yang yang tipis dengan
ketebalan 1,5 – 4 mm, terdapat serabut melingkar disekeliling tempurung
dan daging buah yang sangat tebal. Varietas ini umumnya menghasilkan
banyak tandan buah.
Berdasarkan warna buah, tanaman kelapa sawit terbagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Nigescens , dengan ciri-ciri yaitu buah mudanya berwarna ungu kehitam-
hitaman, sedangkan buah yang telah masak berwarna jingga kehitam-
hitaman.
2. Virescens, dengan ciri-ciri yaitu buah mudanya berwarna hijau, sedangkan
buah yang telah masak berwarna jingga kemerah-merahan dengan ujung
buah tetap berwarna hijau.
3. Albescens, dengan ciri-ciri yaitu buah mudanya berwarna keputih-putihan,
sedangkan buah yang telah masak berwarna kekuning-kuningan dengan
ujung buah berwarna ungu kehitaman (Adi, 2011).

2.2 Nira Kelapa Sawit


Upaya untuk mendapatkan nira dari tanaman kelapa sawit telah diusahakan di
Ghana sejak tahun 1958 (Fauzy et al., 1991). Kemudian dalam pelayaran bangsa
Portugis, Belanda dan Inggris juga disebutkan pula adanya tuak dari kelapa sawit
(Soetrisno dan Winahyu, 1991).
Nira sawit dapat diperoleh dari dua genus kelapa sawit, yaitu: Elaeis dan raphia.
Sedangkan spesiesnya adalah Elaeis guineensis, Jacq., Elaeis hookeri dan Raphia
vinifera. Di Ghana, E. guineensis menjadi sumber nira sawit yang cukup penting. Di
daerah Krobo, petani-petani menyadap 100-200 pohon setiap musimnya. Anggur sawit
hasil proses desti-lasi dikenal dengan nama akpeteshie dan anggur ini digunakan sebagai
bahan baku untuk memproduksi ‘brands of gin’ seperti Ghana Gin dan Kantamanto Gin
(Ayernor dan Matthews, 1971).
Menurut Udom (1987), dari hasil percobaan yang dilakukan di Nigeria dari tahun
1984-1986 pada tanaman kelapa sawit yang ditanam tahun 1955 (berusia 29 tahun)
diperoleh nira sawit sebanyak 2147,01 /Ha/tahun. Selanjutnya dari hasil pengamatan

7
yang dilakukan di Aek Pancur pada bulan januari – pertengahan Maret 1991
menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit tahun 1987 (berusai 4 tahun) yang disadap
tangkai bunga jantannya menghasilkan nira sawit rata-rata 46 ml/tangkai/hari selama 32,5
hari. Panjang tangkai bunga 15,1, diamater tangkai 6,0 cm, dan jumlah pelepah sebanyak
47,8 pelepah/pohon (Fauzy et al., 1991).
Menurut Anonimous (1958), dari hasil penelitian di Ghana, nira sawit hanya bisa
disadap dari tangkai bunga jantan selama beberapa hari (4-10 hari) sebanyak 2 botol
bir/hari/tangkai. Pada musim hujan, nira yang diperoleh lebih banyak daripada musim
kemarau namun kandungan airnya lebih banyak. Di samping itu Tuley (1965) juga
mengemukakan bahwa nira sawit merupakan sumber vitamin B kompleks.
Penyadapan nira sawit mempengaruhi produksi tandan buah. Ukuran tandan lebih
kecil dan produksi bunga betina terhambat. Demikian pula bila penyadapan dilakukan
lebih dari satu bunga jantan/pohon. Hal ini dapat membuat pohon menjadi sakit dan lebih
jauh lagi dapat mematikan pohon (Anonimous, 1958).
Gula merah atau gula jawa biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang
dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga Arecaceae.
Tanaman yang selama ini menjadi sumber nira untuk pembuatan gula merah adalah
tanaman aren dan kelapa. Namun dengan adanya temuan terbaru yaitu gula merah yang
beraasal dari nira kelapa sawit, hal ini didasarkan karena kelapa sawit juga merupakan
tanaman dari keluarga Arecaceae, sehingga kelapa sawit juga bisa mengeluarkan nira
yang bisa dijadikan bahan dasar dalam pembuatan gula merah seperti aren dan kelapa.
Gula merah yang dihasilkan dari nira kelapa sawit juga memiliki komposisi kimia yang
tidak berbeda jauh dengan gula merah dari aren atau kelapa.
Tabel komposisi kimia nira kelapa :

Komposisi Kandungan (%)

Kadar Air 84.84

Kadar Karbohidrat 14.35

Kadar Protein 0.10

8
Kadar Abu 0.66

Kadar Lemak 0.17

2.3 Waktu Pengambilan Nira Kelapa Sawit


Gula sawit diperoleh dari proses penyadapan nira dari pohon kelapa sawit yang
kemudian dikurangi kadar airnya hingga menjadi padat. Dari penelitian yang telah
dilakukan bahwa satu pohon kelapa sawit yang sudah di replanting dapat menghasilkan
nira sebanyak 4 liter. Sehingga dari 15 pohon sawit yang disadap mampu menghasilkan
60 liter air nira. Dari jumlah tersebut, akan menghasilkan sebanyak 10 kg gula sawit
dengan harga jual sebesar Rp 10.000 per kg (Chairulsp,2009). Hal ini hanya dilakukan
pada pohon yang sudah di replanting, oleh karena itu waktu pengambilan nira kelapa
sawit harus dimmaksimalkan dengan penambahan periode pengambilan nira.
Proses pengambilan nira dilakukan pada pohon sawit yang berumur 20 tahun
keatas. Hal ini dikaerankan usia ekonomis kelapa sawit adalah 3-20 tahun, setelah 20
tahun keatas biasanya tanman kelapa sawit produksinya sangat menurunn atau tidak lagi
berproduksi bahkan bisa mati. Oleh karena itu untuk memaksimalkan nilai ekonomis
kelapa sawit dan memaksimalkan produksi gula sawit maka periode yang diambil yaitu
setelah tanaman berumur 20 tahun keatas. Sehingga hal ini tidak akan berpengaruh
terhadap produksi TBS kelapa sawit selama masa ekonomisnya.
Frekuensi pengambilan nira sendiri yaitu dua kali dalam setahun, yaitu pada
musim hujan atau antara April sampai Juni dan Oktober sampai Desember. Waktu
pengambilan nira tersebut dimaksudkan agar nira yang diperoleh menjadi maksimal,
karena kadar air yang diserap pada musim hujan oleh pohon kelapa sawit lebih banyak
dibandingkan pada musim kemarau, sehingga memicu pertambahan jumlah nira kelapa
sawit. Selain itu produksi gula sawit juga dapat meningkat, karena waktu pengambilan
nira bisa dilakukan ketika pohon kelapa sawit masih berproduksi, walaupun dalam
periode produksi yang menurun. Dengan pengambilan nira yang dilakukan hanya satu
kali yaitu pada saat pohon sawit akan ditebang atau replanting, ini akan menghasilkan

9
perbedaan yang signifikan dari segi produksi nira yang dikeluarkan oleh pohon sawit
tersebut.

2.4 Proses Pembuatan Gula Merah Kelapa Sawit


Secara teknis pengambilan nira dan pembuatan gula kelapa sawit tidak jauh
berbeda dengan proses penagmbilan nira atau enau (Arrenga pinnata Merr) dan
pembuatan gula aren. Proses produksi dimulai dari penyadapan nira, pemasakan nira,
pengadukan dan pencetakan gula aren. Penyadapan nira aren biasanya dilakukan dua kali
sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sebelum penyadapan dilakukan, sebaiknya
menyiapkan cetakan gula terlebih dahulu. Cetakan gula biasanya adalah lodong atau
bambu penampung yang diberi sedikit air kapur pada dasarnya, tujuannya adalah untuk
mengurangi resiko rusaknya nira aren akibat pembiakan organisme mikro.
Nira hasil sadapan pagi disaring kemudian dituang di kuali dan dimasak hingga
matang agar menjadi gula cetak setengah jadi dan disimpan. Tujuan memasak nira
sebelum disimpan adalah untuk menjaga daya tahan, karena nira aren mentah hanya
tahan 3 jam. Nira yang disadap sore, kemudian dicampur dengan nira pagi yang sudah
dimasak untuk kemudian dimasak bersama. Dalam pemasakan nira ini, juga perlu
ditambahkan minyak goreng atau minyak kelapa sebanyak 10 gram untuk tiap 25 liter
nira. Pada proses memasak, sesekali dilakukan pengadukan.
Setelah memasuki fase jenuh yang ditandai dengan terbentuknya buih,
pengadukan dilakukan lebih sering hingga nira aren menjadi pekat. Pada fase ini juga
dilakukan pembersihan dari buih dan kotoran halus. Kemudian gula aren dicetak di dalam
cetakan dari kayu. Sebelum digunakan, cetakan tersebut terlebih dahulu dibersihkan
dengan menggunakan air kapur dan merendamnya dengan air bersih untuk memudahkan
pelepasan gula aren nantinya. Lama pemasakan nira aren hingga dicetak adalah 3-4 jam.

10
Bagan tahapan dalam proses pembuatan gula sawit
Nira segar

Penyaringan

Pemasakan

Nira pekat

Nira masak

Pencetakan

Gula cetak
kelasawitsawit

Gula sawit yang telah di cetak dapat langsung dikonsumsi atau dapat juga digunakan
sebagai bahan campuran dalam makanan dan minuman.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Untuk meningkatkan produksi gula sawit, pohon kelapa sawit pada masa produksi
berpotensi untuk diambil niranya dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Penyadapan
nira dilakukan pada musim hujan atau antara april sampai juni dan oktober sampai
desember. Selanjutnya nira kelapa sawit yang sudah disadap dapat diproses menjadi gula
merah cetak.

3.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian praktik secara mendalam oleh individu, badan atau
lembaga lainnya mengenai pembuatan gula sawit, agar mendapatkan hasil kajian
yang lebih baik, dikembangkan dan bermanfaat bagi masyarakat.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang pembuatan gula semut dari nira kelapa sawit,
pasalnya nira aren dan nira kelapa dapat dibuat menjadi gula semut dan tidak
menutup kemungkinan nira kelapa sawit juga dapat dibuat menjadi gula semut.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous.. 1958. Oil Palm Inflorescence Tapping. Ghana Pmr., 2 (4): 146.

Ayernor, G.K.S dan J.S. Matthews. 1971. The sap of the palm Elaeis guineensis, Jacq. As raw
material for alcoholic fermentation in Ghana. Trop. Sci., XIII (1): 71.

Fauzy, N., Maskuddin dan Subroto. 1991. Prospek Penyadapan Nira Sawit. Di dalam Berita
Penelitian Perkebunan 1 (2): 61.

Gula merah dari kelapa sawit. 2009. http://chairulgreen.blogspot.com.

Gula merah dari pohon sawit yang tumbang. 2010. http://www.metrotvnews.com.

Isroi. 2006. Pengomposan Limbah Padat Organik. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia. Bogor.
Jamhari, K., Hadi P., dan Bambang Wijayanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai
Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian.

Pahan, I. 2012. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu ke Hilir.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Proses pembuatan gula. 2008. http://www.linkpdf.com.

Setyamidjaja, Djoehana. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta.

Soetrisno, L. dan R. Winahyu. 1991. Kelapa Sawit – Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media,
Yogyakarta.

Sunarko. 2009. Budidaya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem Kemitraan.
Cetakan Pertama. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Tim Penulis PS. 2000. Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan Aspek
Pemasaran. Penebar Swadaya. Cimanggis, Depok.

13

Anda mungkin juga menyukai