Anda di halaman 1dari 18

A.

Konsep Teori Kebutuhan


1. Definisi
Kenyamanan adalah suatu keadaan yang terpenuhi kebutuhan dasar klien
kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman dan kenyamanan. (kolcaba. 1992 )
Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Konsep keperawatan
memiliki karakteristik fisiologis, social, spiritual. Fisiologis kenyamanan sering
diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari nyeri. ( kolcoba. 1992 ).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya.Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai
pengertian nyeri.
1. Mc. Coffery ( 1979 ), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
memengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut
pernah mengalaminya.
2. Wolf Weifsel Feurst ( 1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bias menimbulkan
ketegangan.
3. Arthur C. curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme
produksi bagi tubuh, timbul ketika jatingan sedang dirusak, dan menyebabkan
individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
4. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak
dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional.
5. Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang
yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut
(Long,1996).
6. Secara umum, nyeri dapat didefinisikan sebagi perasaan tidak nyaman, baik ringan
maupun berat (Priharjo, 1992).
Menurut Asmadi (2008) Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan
berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan.
1. Nyeri berdasarkan tempatnya :
a. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit,
mukosa.
b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa dipermukaan tubuh yang lebih dalam atau pada
organ-organ tubuh visceral.
c. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur
dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh didaerah yang berbeda, bukan
daerah asal nyeri.
d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system saraf pusat,
spinal cord, batang otak, thalamus, dan dll.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya :
a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu hilang.
b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang
lama.
c. Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali.
Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu menghilang kemudian timbul
lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya :
a. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah
b. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
c. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitaas yang tinggi
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan (table 2.1) :
a. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir
kurang dari 6 bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri
mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit
arterioklerosis pada arteri coroner.
b. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan. Nyeri kronis ini polanya
beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ragam pola
tersebut ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari
nyeri lalu timbul kembali lagi nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula nyeri kronis
yang konstan artinya rasa nyeri tersebut terus menerus terasa makin lama makin
meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan. Misalnya, pada nyeri
karena neoplasma.
2. Anatomi dan Fisiologi Nyeri
Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri yang berasal dari luar
sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan nyeri yang berasal dari dalam
dinamakan nyeri neurogenik atau neuropatik. Nyeri dapat dirasakan ketika stimulus
yang berbahaya mencapai serabut-serabut saraf nyeri. Mekanisme proses terjadinya
nyeri terdiri dari empat proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.
Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan
aktifitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran
impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di
medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla
spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktifitas saraf melalui jalur-jaur saraf
desenden dari otak yang dapat memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla
spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau
meningkatkan aktifitas di reseptor nyeri aferen primer. Persepsi nyeri adalah
pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktifitas
transmisi nyeri oleh saraf. (Price and Wilson, 2006) Nosiseptor merupakan reseptor
nyeri, yang ada di akhiran saraf bebas pada setiap jaringan tubuh kecuali otak.
Stimulus suhu, mekanik, ataupun kimia dapat mengaktivasi nosiseptor. Jaringan yang
rusak akan mengeluarkan zat-zat kimia seperti prostaglandin, kinin, dan potassium
yang menstimulasi nosiseptor (Derrickson, 2012). Gambar 1. Mekanisme proses nyeri
Jalur nyeri di sistem saraf pusat terbagi dua menjadi, jalur asendens dan desendens.
Pada jalur asendens, serat saraf C dan A-δ aferen yang menyalurkan impuls nyeri
masuk ke medulla spinalis di akar saraf dorsal. Serat saraf C dan A-δ halus masing-
masing membawa nyeri akut-tajam dan kronik lambat, bersinaps di substansia tanduk
dorsal, memotong medulla spinalis, dan naik ke otak melalui cabang traktus
spinotalamikus. Terdapat dua jalur spinotalamikus sejajar yang menyalurkan impuls
ini ke otak ; traktus neospinotalamikus dan paleospinotalamikus. Traktus
neospinotalamikus membawa info mengenai nyeri cepat atau akut dari nosiseptor A-δ
ke daerah talamus dan bersinaps di nucleus ventroposterolateralis talamus. Neuron di
thalamus akan memproyeksikan akson-aksonnya untuk membawa impuls nyeri ke
korteks somatosensorik primer girus pascasentralis(Price dan Wilson, 2006). Jalur
nespinotalamikus memediasi aspek murni sensorik nyeri yaitu, lokasi, intensitas dan
kualitas (Harrison, 2008). Traktus paleospinotalamikus menyalurkan impuls dari
nosiseptor tipe C lambat-kronik, adalah suatu jalur difus yang membawa impuls ke
formasio retikularis batang otak sebelum berakhir di nucleus parafasikularis dan
nucleus intralaminar lain di thalamus, hipotalamus, nucleus sitem limbik, dan korteks
otak depan (Price dan Wilson, 2006). Jalur ini terkait dengan respon emosional.
Karena dimensi ini munculnya rasa takut yang mengiringi nyeri (Harrison, 2008).
Pengalaman nyeri dapat digambarkan dalam tiga komponen: 1) sensorik, 2)
emosional, dan 3) kognitif. Sensorik: Komponen sensorik dikendalikan oleh sistem
saraf kita. Jika ada stimulasi, maka sistem saraf yang mengirimkan pesan ke otak
akan diaktifkan. Otak kemudian akan menganalisis pesan-pesan ini dan memberitahu
kita mana yang sakit dan seberapa kuat intensitasnya. Ini merupakan sistem yang
biasanya diaktifkan pada saat cedera jaringan dan dimatikan ketika proses
penyembuhan jaringan. Namun, pada beberapa pasien dengan nyeri kronis, sistem ini
menyala dan tetap aktif bahkan jika kerusakan jaringan tidak ada. Dokter dapat
mengontrol komponen sensorik dengan obat-obatan, terapi fisik dan blok saraf
(Wallace,2012). Emosional: Ketika rasa sakit mengaktifkan sistem saraf sensorik,
sistem saraf sensorik akan mengaktifkan struktur jauh di dalam otak kita yang
mengendalikan emosi, denyut jantung, dan tekanan darah. Jika seorang anak
mengalami rasa sakit, reaksi langsung adalah untuk menangis. Hal ini karena anak-
anak memiliki kontrol yang minimal atas emosi mereka. Seorang psikolog dapat
mengajarkan teknik biofeedback kepada pasien untuk mengurangi respons emosional
(Wallace,2012). Kognitif: pengetahuan adalah aspek yang penting dalam dimensi
kognitif. Pengetahuan tentang nyeri dapat mempengaruhi respon dan penanganan
seseorang terhadap nyeri. Nyeri sendiri dapat dimodifikasi oleh seseorang
berdasarkan cara berpikir tentang nyeri yang dirasakannya, apa saja pengharapan atas
nyerinya, dan makna nyeri tersebut dalam kehidupannya (Ardinata, 2007).
3. Faktor Presdiposisi dan Presipitasi
Factor predisposisi
a. Trauma
b. Peradangan
c. Trauma psikologis
Factor presipitasi
a. Lingkungan
b. Suhu ekstrim
c. Kegiatan
d. emosi
4. Gangguan terkait rasa nyaman
a. Etiologi
Nyeri tidak hanya dihasilkan oleh satu stimulus. Nyeri biasanya dihubungkan dengan
beberapa proses patologis spesifik. Kelainan yang mengakibatkan rasa nyeri mencakup
infeksi, inflamasi, trauma, kelainan degenerasi, keadaan toksik metabolik atau
neoplasma. Nyeri dapat juga muncul karena distorsi mekanis ujung-ujung saraf misalnya
karena meningkatnya tekanan di dinding organ. Nyeri dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu umur, lingkungan, kelelahan, riwayat nyeri sebelumnya, dll.
Sebagian rasa nyeri hebat disebabkan oleh karena trauma, iskemia, atau inflamasi disertai
kerusakan jaringan yang menyebabkan terlepasnya zat kimia tertentu yang berperan
dalam merangsang ujung-ujung saraf perifer
a. Proses terjadinya
Nyeri terjadi apabila terdapat adanya rangsangan mekanikal, termal atau kimiawi
yangmelewati ambang rangsang tertentu. Rangsangan ini terdeteksi oleh nosiseptor yang
merupakan ujung-ujung saraf bebas.Rangsangan akan dibawa sebagai impuls saraf
melalui serabut A delta yang bermielin, berkecepatan hantar yang cepat dan bertanggung
jawab terhadap nyeri yang cepat, tajam, terlokalisasi serta serabut C yang tidak bermielin
berkecepatan hantar saraf lambat dan bertanggung jawab atas nyeri yang tumpul dan
tidak terlokalisasi dengan jelas.
Teori gate control merupakan teori yang digunakan untuk menjelaskan hubungan natra
nyeri dan emosi, dimana nyeri tidak hanya respon fisiologi tetapi juga dipengaruhi ole
faktor psikologis sperti perilaku dan emosi. Berdasarkan teori ini, stimulus nyeri dialirkan
melalui serabut syaraf tulang belakang (syaraf A Delta dan Serabut C). stimulus nyeri ini
berjalan menuju ujung dorsal syaraf tulang belakang yang disebut dengan subtansi
gelatiniosa. Sel-sel (Sel T) syaraf tulang belakang yang terdapat di substansi gelatinosa
dapat menghambat atau memfasilitasi proses transmisi stimulus nyeri ke otak. Saat
aktivitas sel T ini terhambat, maka gerbang akan tertutup dan stimulus nyeri dapat
ditransmisikan ke otak, sebaliknya jika gerbang ini terbuka, maka stimulus nyeri dapat
dihambat dan tidak sampai ke otak,. Mekanisme ini juga terjadi di talamus dan korteks
serebri yang mengatur tentang persepsi dan emosi termasuk kepercayaan dan keyakinan,
saat nyeri muncul persepsi dan emosi seseorang dapat dimodifikasi fenomena nyeri yang
muncul sehingga nyeri yang dirasakan akan sesuai dengan yang akan dipersepsikan.
Teori ini sangata membantu perawat untuk memahami nyeri secara kompresi yang
memungkinkan perawat melakukan tindakan non farmakologis untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri (Ignatavicius & Workman, 2010)
b. Manifestasi klinis
1. Gangguam tidur
2. Posisi menghindari nyeri
3. Gerakan meng hindari nyeri
4. Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
5. Perubahan nafsu makan
6. Tekanan darah meningkat
7. Nadi meningkat
8. Pernafasan meningkat
9. Depresi,frustasi
d. Komplikasi
Menurut Potter dan Perry (2006) efek nyeri pada klien/pasien ada tiga yaitu:
a. Efek fisiologis/fisik Apabila klien/pasien merasakan nyeri perawat harus mengkaji
tanda vital, melakukan pemeriksaan fisik dan mengobservasi 22 keterlibatan system
saraf otonom. Saat awitan nyeri akut maka denyut jantung, tekanan darah dan
frekuensi pernapasan meningkat (Potter & Perry, 2006). Respon fisik timbul akibat
impuls nyeri yang ditransmisikan oleh medula spinalis menuju batang otak dan
thalamus menyebabkan terstimulasinya sistem saraf otonom sehingga akan
menimbulkan respon yang serupa dengan respon tubuh terhadap stres (Tamsuri, 2007).
b. Efek perilaku Banyak klien/pasien tidak mampu mengungkapkan secara verbal
mengenai ketidaknyamanan, hal ini dikarenakan mereka tidak mampu
berkomunikasi. Merintih, mendengkur dan menangis merupakan contoh vokalisasi
yang digunakan untuk mengekspresikan nyeri. Sifat nyeri menyebabkan seseorang
merasa tidak nyaman, nyeri yang berat secara serius dapat menghambat perilaku atau
gaya hidup seseorang (Potter dan Perry, 2006). c. Respon psikologis Respon ini
berkaitan dengan pemahaman seseorang terhadap nyeri yang terjadi. Klien yang
mengartikan nyeri sebagai suatu yang negatif akan menimbulkan suasana hati sedih,
berduka, tidak berdaya, marah, dan frustasi. Hal ini berbalik dengan klien yang
menganggap nyeri sebagai pengalaman yang positif karena mereka akan menerima
rasa nyeri yang dialami (Tamsuri, 2007).

5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Smeltzer (2001), pengukuran nyeri dapat dilihat dari tanda-tanda
karakteristik yang ditimbulkan, yaitu:

1. Nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi


2. Nyeri sedang atau moderat memiliki karakteristik : Peningkatan frekuensi
pernafasan, Peningkatan tekanan darah, Peningkatan kekuatan otot, dilatasi pupil.
3. Nyeri berat memiliki karakteristik : Muka pucat, Otot mengeras, Penurunan frekuensi
nafas dan tekanan darah, Kelelahan dan keletihan.

Biasanya penderita rasa nyeri diminta untuk menyatakan dalam bentuk skala,
misalnya 0 – 10 dimana :
0 = tanpa nyeri,
1-3 = nyeri ringan,
4-6 = nyeri sedang,
7-8 = nyeri berat dan
9-10 = nyeri yang terasa paling hebat
Adapun skala nyeri yang diperlihatkan dalam bentuk gambar atau ekspresi wajah
dengan skala yang sama seperti gambar dibawah ini.

Gambar 2.1 Skala Nyeri

6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Nyeri Penatalaksanaan nyeri atau tindakan keperawatan untuk
mengurangi nyeri yaitu terdiri dari penatalaksanaan non – farmakologi dan farmakologi.
a. Penatalaksanaan non farmakologi Penatalaksanaan non farmakologi
menurut Bangun dan Nur’aeni (2013), merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat
dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lain dimana
dalam pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri.
Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai
satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun banyak aktifitas
keperawatan non farmakologi yang dapat membantu menghilangkan nyeri, metode
pereda nyeri nonfarmakologi memiliki resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan
tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2008). Salah satu
tanggung jawab perawat paling dasar adalah melindungi klien/pasien dari bahaya. Ada
sejumlah terapi nonfarmakologi yang mengurangi resepsi dan persepsi nyeri yang
dapat digunakan pada keadaan perawatan akut, perawatan tersier dan pada keadaan
perawatan restorasi (Potter d& Perry, 2006). Penatalaksanaan non farmakologi terdiri
dari intervensi perilaku kognitif yang meliputi tindakan distraksi, tehnik relaksasi,
imajinasi 19 terbimbing, hypnosis dan sentuhan terapeutik (massage) (Tamsuri, 2007).
Menurut Nursing Intervention and Classification/NIC (2013) peran perawat dalam
penatalaksanaan nyeri adalah: 1) Mengkaji nyeri seperti lokasi, karakteristik, durasi
nyeri, frekuensi nyeri, kualitas nyeri, intensitas nyeri dan faktor penyebab nyeri 2)
Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3) Menanyakan pengetahuan
pasien tentang nyeri 4) Mengkaji pengaruh nyeri yang dialami pasien pada tidur,
selera makan, aktivitas, perasaan, hubungan, peran pada pekerjaan dan pola
tanggungjawab 5) Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur 6)
Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan 7) Melakukan penanganan non-farmakologi seperti
relaksasi, terapi music, guided imagery, terapi akupresur, terapi aktivitas dan massage
8) Mengajarkan prinsip dari manajemen nyeri 9) Menggunakan teknik pengontrolan
nyeri/ antisipasi sebelum nyeri berubah menjadi berat 20 10) Melakukan penanganan
farmakologi yaitu pemberian analgesic Menurut Susanti (2012) perawat mengkaji
nyeri pasien untuk merencanakan tindakan apa yang harus diberikan selanjutnya
untuk pasien yaitu dengan menggunakan instrumen OPQRSTUV (onset, proviking,
quality, region, severity, treatment, understanding, value).
b. Penatalaksanaan Farmakologi Keputusan perawat dalam penggunaan obat-obatan dan
penatalaksanaan klien/pasien yang menerima terapi farmakologi membantu dalam
upaya memastikan penanganan nyeri yang mungkin dilakukan (Potter & Perry, 2006).
1) Analgesik Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.
Perawat harus mengetahui obat-obatan yang tersedia untuk menghilangkan nyeri
(Potter & Perry, 2006). Ada tiga jenis analgesik menurut Potter dan Perry (2006) yaitu:
a) Non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) Kebanyakan NSAID
bekerja pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi tranmisi dan resepsi stimulus
nyeri. NSAID non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan dan sedang seperti
nyeri yang terkait dengan artritis rheumatoid, 21 prosedur pengobatan gigi, prosedur
bedah minor dan episiotomi b) Analgesik narkotik atau opiat Analgesik narkotik atau
opiat umumnya diresepkan untuk nyeri sedang sampai berat, seperti nyeri pascaoperasi
dan nyeri maligna. Obat ini bekerja pada sistem saraf pusat c) Obat tambahan
(adjuvan) atau koanalgesik Adjuvan seperti sedatif, anticemas dan relaksan otot
meningkatkan control nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri
seperti depresi dan mual. Sedatif seringkali diresepkan untuk penderita nyeri kronik 2)
Analgesik Dikontrol Pasien (ADP) Sistem pemberian obat yang disebut ADP
merupakan metode yang aman untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri post operasi
dan nyeri traumatik. Klien/pasien menerima keuntungan apabila ia mampu mengontrol
nyeri (Potter & Perry, 2006).

B. Tinjauan Teori Askep Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien yang terdiri dari, Nama, Umur, Jenis kelamin, status perkawinan,
suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomer telepon, nomer register
dan tanggal masuk rumah sakit.
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama masuk rumah sakit
Keluhan yang membuat pasien datang untuk memeriksakan kesehatannya ke
rumah sakit.Misalnya, saat masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri di bagian
femur saat kecelakaan.
b) Keluhan utama saat pengkajian
Keluhan yang disampaikan oleh pasien pada saat dilakukan
pengkajian.Misalnya, klien mengeluh nyeri, badannya merasa lemas, klien
merasa cemas karena nyeri yang dirasakan tidak berkurang dan merasa tidak
nyaman dengan kondisinya.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pengakjian dapat dilakukan dengan cara PQRST :
- P (Provocing) : Faktor gawat atau ringannya nyeri
- Q (Quality) :Kualitas nyeri seperti tersayat/ tertusuk.
- R (Region) : Daerah perjalanan nyeri
- S (severity) : keparahan atau intensitas nyeri
- T (time) : Lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri
d) Riwayat penyakit sebelumnya
Kaji tentang riwayat kesehatan yang pernah dialami klien.Apakah klien pernah
mengalami nyeri sebelumnya.Bagaimana penanggulangannya jika terjadi nyeri.
e) Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat kesehatan keluarga.Apakah ada keluarga yang menderita penyakit
seperti klien.

c. Pola Kebiasaan
a) Gerak dan aktivitas
Kaji kemampuan gerak dan aktivitas klien.Aktivitas klien terbatas akibat nyeri yang
dirasakan.
b) Istirahat dan tidur
Kaji pola istirahat dan tidur klien, klien dengan keluhan nyeri biasanya susah untuk
beristirahat ataupun tidur akibat nyeri yang dirasakan
c) Rasa nyaman
Kaji kenyamanan klien. Adanya nyeri yang dirasakan klien akan mengganggu
kenyamanan klien
d) Rasa aman
Kaji rasa aman klien, Klien merasa cemas, gelisah akibat nyeri yang dirasakan
d. Pemeriksaan Fisik
Meliputi :- inspeksi, palpasi, perkus, dan auskultasi.
- TTV
- Prilaku
- Ekspresi wajah
e. Data Fokus
1) Data Subjektif
Data yang berasal dari ungakapan pasien ataupun keluarga pasien seperti :
a) Pasien mengeluh nyeri, tidak bisa tidur.
b) Pasien cemas karena nyerinya tidak berkurang.
c) Pasien mengatakan merasa tidak nyaman dengan kondisinya
2) Data Objektif
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
a) Observasi perilaku :
Pasien tampak gelisah, menangis keras, berteriak.
b) Observasi perubahan musculoskeletal :
Pasien tampak mengalami kekakuan otot seperti mengatupkan tangan,
menggertakan gigi, mengkontraksikan tungkai, kekakuan tubuh.
c) Observasi perubahan kulit :
kemerahan,
d) Observasi jantung dan pernafasan :
Denyut jantung meningkat, tekanan darah, pernafasan meningkat.
e) Perubahan sensoris :
Peka terhadap rangsangan
f) Perubahan proses berfikir :
Merasa bersalah, menganggap penyakitnya sebagai suatu hukuman
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (mis., biologis, zat kimia, fisik, psisikolog
) ditandai dengan :
1) Perubahan selera makan
2) Perubahan tekanan darah
3) Perubahan frekuensi jantung
4) Perubahan frekuensi pernafasan
5) Laporan isyarat
6) Diaphoresis
7) Perilaku distraksi ( mis., berjalan mobar-mandir, mencari orang lain dan / atau
aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
8) Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek, menangis, waspada,
iritabilitas, mendesah)
9) Masker wajah (mis., mata kurang bercahaya, gerakan mata terpancar atau tetap
pada satu focus, meringis)
10) Sikap melindungi
11) Focus menyempit (mis., gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berfikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
12) Indikasi nyeri yang dapat diamati
13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
14) Sikap tubuh melindungi
15) Dilatasi pupil
16) Melaporkan nyeri secara verbal
17) Focus pada diri sendiri
18) Gangguan tidur

b. Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis (misalnya,
kanker metastasis, cedera neurologis dan atritis) ditandai dengan :
1) Hambatan kemampuan meneruskan aktivitas sebelumnya
2) Annoreksia
3) Atropi kelompok otot yang terserang
4) Perubahan pola tidur
5) Skala keluhan (mis., penggunaan skala nyeri)
6) Depresi
7) Masker wajah (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpancar atau tetap, meringis)
8) Letih
9) Takut terjadi cedera berulang
10) Sikap melindungi area nyeri
11) Iritabilitas
12) Prilaku protektif yang dapat diamati
13) Penurunan interaksi dengan orang lain
14) Keluhan nyeri
15) Gelisah
16) Berfokus pada diri
17) Respon yang di perantarai saraf simpatis (mis., suhu dingin, perubahan posisi
tubuh, hipersensitivitas.
3. Perencanaan
No Tujuan dan Intervensi Rasional
DX Kriteria Hasil
1 Tujuan dan Bangun rasa saling percaya dengan klien Menumbuhkan
kriteria hasil : kepercayaan klien
- Rasa nyeri
pasien
berkurang Kaji tingkat nyeri dengan teknik PQRST Untuk mengetahui
- Pasien tingkat nyeri dan berguna
mampu dalam pengawasan
beraktivitas keefektifan obat serta
sehari-hari kemajuan kesembuhan
tanpa
keluhan
nyeri.
- TTV : Observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
TD :110/70 keadaan umum pasien
- 120/80
mmHg
N : 75-
istirahat dapat
120x/menit Pertahankan tirah baring selama fase
mengurangi rasa nyeri
RR : 30- nyeri
pasien
60x/menit
S: 360-370C
Tindakan ini dapat
Beri teknik distraksi dan teknik relaksasi
menurunkan tekanan
vaskuler serebral dan
yang memperlambat atau
memblok respon simpatis
efektif dalam
menghilangkan nyeri
Delegatif pemberian analgesic sesuai Menurunkan dan
indikasi mengontrol nyeri serta
menurunkan rangsang
system saraf simpatis

4. Pelaksanaan
Implementasi adalah langkah keempat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan pada rencana
keperwatana. Tindakan keperawatan mencakup tindakan independent (mandiri) dan
kolaborasi. Tindakan yang dilakukan seperti :
a. Mengkaji ulang tingkat nyeri
b. Mengobservasi TTV setiap 5 jam
c. Mempertahankan tirah baring selama fase nyeri
d. Memberi teknik distraksi dan relaksasi
e. Delegatif memberikan obat analgesic
Tindakan-tindakan tersebut diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan klien.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai
keberhasilan dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, maka hasil yang
diharapkan sesuai dengan rencana tujuan:
a. Nyeri klien teratasi
b. Pasien mampu beraktifitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri
c. TTV dalam batas normal :
TD : 110/70 – 120/80 mmHg
N : 75-120x/menit
RR : 30-60x/menit
S : 360-37,00C
WOC KDM

Mekanik ;Benda tajam

Kerusakan integritas kulit Traumatik jaringan


DAFTAR PUSTAKA

Asmadi.2008.Konsep danAplikasiKebutuhanDasarKlien.Jakarta:SalembaMedika

Carpenito, L. J. 2007. DiagnosaKeperawatan.Edisisepuluh.Jakarta : EGC


Depkes RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 danPedomanPenetapan.
IndikatorProvensisehatdanKabupaten/Kota Sehat.Jakarta

Doenges, M.E. 2000. RencanaAsuhanKeperawatan. Edisiketiga.Jakarta : EGC

JuniArtikaWati, Ni Putu. 2013. AsuhanKeperawatanPasien DMT denganObservasiFraktur


Costae VI – VII Dextra di Ruang A (Bedah) RSUD Klungkung. Bali : STIKES BALI

Muttaqin, Arif.2008.Asuhan KeperawatanKlienGangguanSistemMuskuloskeletal. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai