Guru Sejati
Guru Sejati
ANASIR ASING
Konsep tentang guru sejati sebagaimana ajaran Jawa, dapat ditelusuri melalui
konsep sedulur papat lima pancer, dalam konsep pewayangan yang makna dan
hakikatnya dapat dipelajari sebagaimana tokoh dalam Pendawa Lima (lihat dalam
tulisan Pusaka Kalimasadha). Namun demikian, dalam perjalanannya mengalami
pasang surut dan proses dialektika dengan anasir asing yakni; Hindu, Budha, Arab.
Leluhur bangsa kita memiliki karakter selalu positif thinking, toleransi tinggi, andap
asor. Sehingga nenek moyang kita, para leluhur yang masih peduli dengan kearifan
lokal, secara arif dan bijaksana mereka tampil sebagai penyelaras sekaligus cagar
kebudayaan Jawa. Setelah Islam masuk ke Nusantara, ajaran Kejawen mendapat
anasir Arab dan terjadi sinkretisme, sedulur papat keblat kemudian diartikan pula
sebagai empat macam nafsu manusia yakni nafsu lauwamah (biologis), amarah
(angkara murka), supiyah (kenikmatan/birahi/psikologis), dan mutmainah (kemurnian
dan kejujuran). Sedangkan ke lima yakni pancer diwujudkan dalam dimensi nafsu
mulhimah (sebagai pengendali utama atau tali suh atas keempat nafsu sebelumnya.
Konvergensi antara Kejawen dengan tradisi Arab disusunlah klasifikasi sifat-sifat nafsu
jasadiah di atas dengan diaplikasikan ke dalam lambang aslinya yakni tokoh wayang;
1. Lauwamah = Dosomuko, 2. Amarah = Kumbokarno, 3. Supiyah = Sarpo Kenoko, 4.
Mutma’inah = Gunawan Wibisono.
Tulisan ini saya persembahkan kepada seluruh pembaca yang budiman sebagai
penambah referensi dan informasi untuk generasi bangsa. Karena kita sadari sulitnya
mendapatkan referensi sehingga seringkali dalam beberapa pembahasan maknanya
menjadi salah kaprah. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi siapapun, walau
sedikit dan masih banyak kekurangan di sana-sini. Rahayu; sabdalangit