PENDAHULUAN
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
MEMBRAN TIMPANI
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang teling dan terlihat terlihat oblik terhdap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
pars flaksida (membrane Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikitserat elastin yang berjalan radier di bagian luar
dan sirkuler pada bagian dalam.
KAVUM TIMPANI
Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam.
Dinding posterior
Dinding anterior
Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari
lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang
tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf
timpani karotis superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf
simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri
karotis interna. Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba
eustachius.
4. Pleksus Timpanikus
Saraf Fasial
TUBA EUSTACHIUS
Tuba auditiva berfungsi untuk membuat seimbang tekanan udara dalam cavum
timpani dengan nasopharing.
PROSESUS MASTOIDEUS
ANTRUM MASTOID
I. DEFINISI
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Secara mudah, otitis media
terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (=otitis media serosa,
otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME, otitis media
mucoid). (2)
Adanya cairan di telinga tengah tanpa dengan membran timpani utuh tanpa
tanda-tanda infeksi disebut juga sebagai otitis media dengan efusi. Apabila efusi
tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem
disebut otitis media mukoid (glue ear). (2)
Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas dua jenis yaitu otitis media
serosa akut dan otitis media serosa kronis. Otitis media serosa akut adalah keadaan
terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan
fungsi tuba. Batasan antara otitis media serosa akut dan kronis hanya pada cara
terbentuknya sekret.
Pada otitis media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah
dengan disertai rasa nyeri pada telinga
, sedangkan pada keadaan kronik sekret terbentuknya secara bertahap tanpa
rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama (Blakleyp). (2)
II. EPIDEMIOLOGI
Infeksi telinga tengah merupakan diagnosa utama yang paling sering dijumpai
pada anak-anak usia kurang dari 15 tahun yang diperiksa di tempat praktek dokter.(3)
Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu
episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka
mengalaminya tiga kali atau lebih. (4)
Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum
usia 10 tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6
tahun.(4)
Pada tahun 1990, 12,8 juta kejadian otitis media terjadi pada anak-anak usia di
bawah 5 tahun. Anak-anak dengan usia di bawah 2 tahun, 17% memiliki peluang
untuk kambuh kembali. 30-45% anak-anak dengan OMA dapat menjadi OME setelah
30 hari dan 10% lainnya menjadi OME setelah 90 hari, sedikitnya 3,84 juta kasus
OME terjadi pada tahun tersebut; 1,28 juta kasus menetap setelah 3 bulan. (3)
Statistik menunjukkan 80-90% anak prasekolah pernah menderita OME.
Kasus OME berulang (OME rekuren) pun menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi
terutama pada anak usia prasekolah, sekitar 28-38%. (5,1)
Otitis media serosa kronis lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan
otitis media serosa akut lebih sering terjadi pada orang dewasa. Otitis media serosa
unilateral pada orang dewasa tanpa penyebab yang jelas harus dipikirkan
kemungkinan adanya karsinoma nasofaring. (2)
III. ETIOLOGI
Selain itu, otitis media serosa kronis dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari
otitis media akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna. (2) Terapi antibiotik yang
tidak adekuat pada OMA dapat menonaktifkan infeksi tetapi tidak dapat
menyebuhkan secara sempurna sehingga akan menyisakan infeksi dengan grade
rendah. Proses ini dapat merangsang mukosa untuk menghasilkan cairan dalam
jumlah banyak. Jumlah sel goblet dan mukus juga bertambah. (6)
V. PATOFISIOLOGI
Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut biasanya pendengaran
berkurang. Selain itu pasien juga dapat mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau
suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda, pada telinga yang sakit (diplacusis
binauralis). Kadang-kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga
pada saat posisi kepala berubah. Rasa sedikit nyeri di dalam telinga dapat terjadi pada
saat awal tuba terganggu, yang menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga
tengah. Tapi setelah sekret terbentuk, tekanan negatif ini perlahan-lahan menghilang.
Rasa nyeri dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya sekret ada virus
atau alergi. Tinitus, vertigo, atau pusing kadang-kadang ada dalam bentuk yang
ringan. Pada otoskopi tampak membrana timpani retraksi. Kadang-kadang tampak
gelembung udara atau permukaan cairan dalam cavum timpani. Tuli konduktif dapat
dibuktikan dengan garpu tala. (2).
Perasaan tuli pada otitis media serosa kronik lebih menonjol (40-45 dB), oleh
karena adanya sekret kental atau glue ear. Pada anak-anak yang berumur 5-8 tahun
keadaan ini sering diketahui secara kebetulan waktu dilakukan pemeriksaan THT atau
dilakukan uji pendengaran. (2)
VII. DIAGNOSIS
(2)
Impedance audiometry (tympanometry)
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur perubahan impedans
akustik sistem membran timpani telinga tengah melalui perubahan tekanan
udara di telinga luar. Timpanogram tipe A merupakan gambaran dimana
tekanan telinga tengah kurang lebih sama dengan tekanan atmosfer (contoh:
gambaran normal), timpanogram tipe B adalah gambaran datar tanpa
compliance (contoh: adanya efusi di telinga tengah), timpanogram tipe C
(contoh: adanya tekanan negatif pada telinga tengah). Pada otitis media efusi,
biasanya didapatkan timpanogram tipe B (5,4)
IX. TATALAKSANA
NON BEDAH
BEDAH
Sumber lain membagi pilihan terapi berdasarkan onset akut atau kronis.
Pada otitis media efusi akut, pengobatan medikal diberikan vasokonstriktor
lokal (tetes hidung), anti histamin, perasat valsava bila tidak ada tanda infeksi
jalan napas atas. Setelah satu atau dua minggu, bila gejala masih menetap,
dilakukan miringitomi, dan bila masih belum sembuh maka dilakukan
miringotomi serta pemasangan pipa ventilasi (Grommet). Pada otitis media
efusi kronis, pengobatan harus dilakukan miringotomi dan pemasangan pipa
ventilasi Grommet (2).
X. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada otitis media efusi (8):
Kurangnya pendengaran
Terganggunya proses bicara dan tumbuh kembang
Otitis media akut
XI. PROGNOSIS
Secara umum, prognosis pasien dengan otitis media efusi tergolong baik.
Kebanyakan kasus sembuh sendiri tanpa intervensi (8). Angka prevalensi otitis
media efusi juga menurun tajam pada anak usia 7 tahun, yang dikaitkan
dengan maturasi tuba eustachius dan fungsi imunitas (3)
XII. PENCEGAHAN
Suplai darah adenoid berasal dari arteri palatina asenden yaitu cabang
arteri fasialis, arteri faringeal asenden, cabang faringeal dari arteri
maxillaris interna, arteri canalis pterygoid, dan cabang cervical asenden
dari arteri trunkus thyrocervicalis. Drainase vena melalui plexus faring dan
plexus pterygoideus yang akan mengalirkan darah ke vena fasialis dan
jugularis interna. Persarafan yang
menginvervasi berasal dari nervus glossopharyngeal dan nervus vagus.7,8
B. ETIOLOGI
C. PATOGENESIS
D. DIAGNOSIS
a) Anamnesis
b) Pemeriksaan Fisik
c) Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos
Ukuran adenoid biasanya dideteksi dengan menggunakan foto polos
true lateral. Hal ini memiliki kekurangan karena hanya menggambarkan
ukuran nasofaring dan massa adenoid dua dimensi. Namun, Holmberg dan
Linder- Aronson (1979) menemukan hubungan yang signifikan antara
ukuran adenoid yang diukur pada foto kepala lateral dan adenoid yang
diukur secara klinis menggunakan nasofaringoskopi.3,4
Gambar 11. MRI dan CT scan nasofaring. A. potongan axial MRI T1 pada
nasofaring B. potongan sagittal CT scan yang menunjukkan soft tissue shadow
pada nasofaring
3. Endoskopi
Endoskopi cukup membantu dalam mendiagnosis hipertrofi adenoid,
infeksi adenoid, dan insufisiensi velopharyngeal (VPi), serta untuk
menyingkirkan penyebab lain dari obstruksi nasal. Adapun ukuran adenoid
diklasifikasikan menurut klasifikasi Clemens et al, yang mana adenoid grade I
adalah ketika jaringan adenoid mengisi sepertiga dari apertura nasal posterior
bagian vertikal (choanae), grade II ketika mengisi sepertiga hingga dua per
tiga dari koana, grade III ketika mengisi dua per tiga hingga obstruksi koana
yang hampir lengkap dan grade IV adalah obstruksi koana sempurna.21
E. PENATALAKSANAAN
F. KOMPLIKASI
G. PROGNOSIS