Trauma Thermik
Trauma thermik yang terjadi baik pada suhu tinggi maupun pada
suhu rendah dapat menyebabkan kematian yang banyak dipengaruhi oleh
beberapa hal.
1. Hyperthemis
2. Hypothermis
Sejak zaman dahulu di dalam kehidupannya, manusia tidak dapat
dipisahkan dengan panas. Pada zaman modern ini banyak fasilitas yang
tercipta yang berhubungan dengan panas, tetapi sesuai kegunaannya pada
manusia tidak jarang pula terjadi efek samping negative sehingga terjadi
korban yang meninggal akibat luka bakar oleh panas.
1. Hyperthermis
b. Permukaan dada 9%
c. Permukaan punggung 9%
d. Permukaan perut 9%
e. Permukaan pinggang 9%
1. Kritis.
a. Anak-anak : - Luka bakar Tk. II > 15%
- Luka bakar Tk. III > 10%
c. Luka bakar Tk. III pada tangan, kaki, wajah, atau yang
memberi komplikasi pada tractus respiratorius ataupun
adanya Fraktura tulang.
2. Sedang.
a. Anak-anak : - Luka bakar Tk. II (10-15)%
3. Ringan.
a. Anak-anak : - Luka bakar Tk. II < 10%
Pada luka bakar yang dalam dan total seluruh tubuh, data-data
tersebut diatas mungkin agak sukar diperoleh :
Data yang diperoleh dapat diambil sesuai keadaan luka bakar pada
tubuh korban. Keadaan luka bakar tersebut dapat menunjukkan
penyebabnya.
Sesuai dengan penyebabnya, maka luka bakar dapat dibagi dalam 2 jenis
yaitu:
Cara kematian pada luka bakar biasanya akibat luka bakar, akan
tetapi bukan tidak mungkin ada unsur kesengajaan (pembunuhan) atau
bunuh diri. Sering kali pembakaran dilakukan untuk menutupi
kekerasan/jejas akibat tindakan fisik terhadap korban sebelum dibakar,
bahkan dapat pula korban telah terbunuh sebelum dibakar.
1.5 Autopsi pada korban yang meninggal karena luka bakar thermik
Pada kasus luka bakar yang berat, terjadi kelainan yang luas pada
tubuh dan sering kali tubuh menjadi hangus, sehingga dapat mempersulit
proses penyidikan. Pada kasus-kasus seperti ini, autopsi dapat memberikan
informasi yang penting.
a. Kulit
Perubahan-perubahan pada kulit sesuai dengan derajat luka
bakarnya, oleh karena itu, pada pemeriksaan luar perlu ditentukan :
1. Keadaan luka
2. Luas luka dan dalamnya
Pada pemeriksaan luka ini adanya tanda-tanda reaksi vital berupa
daerah yang berwarna merah pada perbatasan antara daerah yang
terbakar. Tanda reaksi vital ini penting untuk membedakan apakah
korban masih hidup atau sudah mati pada saat terbakar. Bila ada
pemeriksaan makroskopik kita tidak menemukan tanda-tanda reaksi
vital, maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik, untuk
menemukan daerah kongesti dengan perdarahan dan infiltrasi leukosit.
b. Heat Stiffening
Pada korban yang meninggal akibat luka bakar, dapat
ditemukan kekakuan postmortem pada otot-ototnya yang disebabkan
oleh karena terjadinya koagulasi protein-protein otot yang terkena
panas. Pada keadaan ini tidak terjadi rigor mortis dan keadaan ini
berlangsung sampai proses pembusukan terjadi. Pada tubuh yang
terbakar, akan terjadi fleksi pada siku, lutut, dan paha , sehingga posisi
korban dapat menyerupai orang yang tertinju yang disebut Pugillistic
Attitude.
c. Lebam Mayat
Pada kematian akibat luka bakar, lebam mayat yang terjadi
kadang-kadang sukar dilihat. Bila masih ada sebagian dari tubuh yang
tidak terbakar, maka lebam mayat masih dapat ditemukan pada daerah
tersebut.
Pemeriksaan dalam :
1. System pernapasan
Pada pemeriksaan mikroskopik, paru-paru menjadi lebih berat
dan mengalami kosnsolidasi. Kelainan yang sering ditemukan antara
lain :
a. Oedema laryngopharynx
b. Tracheochitis
c. Pneumonia
d. Kongesti Paru
e. Oedema paru interstitial
f. Ptechiae pada pleura
g. Adanya pigmen korban melekat pada mukosa saluran napas.
Adanya pigmen korban menunjukan bahwa korban telah
menghirup asap dan masih hidup saat terbakar
2. Jantung
Oedema interstitial dan fragmentasi miokardium dapat terjadi
pada penderita luka bakar termis, tetapi perubahan-perubahan ini tidak
khas dan dapat ditemukan pada keadaan-keadaan lain. Pada penderita
dengan septicaemia, ditemukan adanya metastase focus-fokus septik
pada miokardium dan endocardium. Perubahan lain berupa gambaran
pteciae pada pericardium dan endocardium.
3. Hati
Pada korban yang meninggal karena luka bakar superfisial,
ditemukan adanya perlemakan hati, bendungan, nekrosis dan
hepatomegali. Hal ini merupakan tanda yang non spesifik.
6. Saluran pencernaan
Pada penderita luka bakar dapat dijumpai curling’s ulcer, yang
kadang-kadang mengalami perforasi. Kelainan-kelainan ini dapat
sebagai ancaman bagi penderita luka bakar karena bisa terjadi
pendarahan profuse dan perforasi dari mukosa saluran pencernaan
yang biasanya berakibat fatal.
7. Kelenjar Endokrin
- Thyroid
Berat dan aktifitas kelenjar tiroid meningkat pada penderita dengan
luka bakar.
- Timus
Perubahan pada organ ini adalah terjadi infolusi yang diduga
disebabkan oleh hiperaktifitas kelenjar adrenal sebagai respon terhadap
stress yang non-spesifik.
- Adrenal
Kenaikan kadar steroid dalam darah dan urin pada penderita
luka bakar termik ialah penimbunan lemak dan bendungan sinusoid-
sinusoid pada korteks dan medulla. Perubahan-perubahan ini
bersamaan dengan autolysis da dapat menyebabkan perdarahan vocal
pada kelenjar.
9. Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot, tendon, dan tulang jarang sekali terpengaruh oleh
luka bakar termik, kecuali pada kebakaran luar. Perubahan yang dapat
terjadi adalah fraktur patologis, yaitu pada tulang kepala. Hal ini dapat
disebabkan oleh karena kenaikan tekanan intracranial yang mendadak,
sedangkan pada anggota gerak disebabkan oleh pemendekan otot-otot
yang berlebihan, sehingga terjadi tarikan yang berlebihan pada tendon
dan tulang.
2. Hipotermis
1. Berkurangnya absorbsi
2. Vasokonstriksi perifer sehingga meningkatkan aliran darah
pada organ dalam
Keadaan yang berlawanan pada keadaan diatas, yaitu oligouria,
terjadi pada paparan suhu dingin (sekitar 300C tubuh) pada waktu yang
lebih lama, terutama pada orang tua.