Anda di halaman 1dari 7

THE OK TEDI COPPER MINE

I. LATAR BELAKANG

BHP didirikan pada tahun 1885 di Australia dan berkantor pusat di


Melbourne, Australia. Perusahaan ini bergerak dibidang sumber daya alam dan
terlibat dalam penemuan, pengembangan, produksi dan pemasaran produk bijih
besi, baja, batu bara, tembaga, minyak dan gas, berlian, perak, emas, timah,
seng dan sumber daya alam lainnya. Pada abad 20an, perusahaan ini
berkembang menjadi pemimpin pasar secara global di ketiga bisnis intinya yaitu:
mineral, minyak bumi dan baja. Pada tahun 2001, BHP melakukan merger
dengan Billiton, PLC dan menggunakan nama BHP Billiton sejak saat itu.
Papua Nugini, adalah sebuah negara yang berbatasan langsung dengan
Indonesia di sebelah barat dan Australia di sebelah selatan. Pada tahun 1975,
Papua Nugini mengumumkan kemerdekaannya dari Australia. Papua Nugini
merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam terutama kekayaan
mineralnya. Namun demikian, Papua Nugini tercatat sebagai salah satu negara
miskin meskipun bertumbuh secara cepat. Salah satu yang menopang
pertumbuhan Papua Nugini adalah sektor pertambangan yang menghasilkan
30% dari total GDP pada tahun 2013. Selain tingkat GDP yang tergolong rendah,
jumlah total penduduknya pun masih tergolong sedikit yaitu sebesar 7,1 juta jiwa
jika dibandingkan dengan total luas wilayah Papua Nugini yaitu 462.840km2.
Negara ini mempunyai kontur tanah yang kasar dan berbukit-bukit dan dipenuhi
sebagian besar hutan hujan tropis. Di Papua Nugini tinggal beberapa suku yang
masih mengandalkan mata pencahariannya pada hasil dari alam. Mereka
menggunakan sungai dan hutan sebagai tempat mereka mencari bahan
makanan maupun kebutuhan lainnya. Infrastruktur di Papua Nugini juga masih
sangat minim dalam jumlah maupun kualitas.
Pada tahun 1976, Pemerintah Papua Nugini menunjuk BHP untuk
mengembangkan tambang dan mengekploitasi cadangan tembaga yang sangat
besar yang telah ditemukan pada tahun 1963 di bagian barat Papua Nugini. .
Lokasi pertambangan berada di gunung Fubilan daerah Star Mountain dimana
terdapat hulu sungai The Ok Tedi. Sungai The Ok Tedi mengalir ke selatan dan
mengarah ke Sungai The Fly dan berakhir di teluk papua di laut Coral.
Pada tahun 1980 Pemerintah Papua Nugini mengizinkan berdirinya joint
venture dengan nama The Ok Tedi Mining Limited Company (OTML) yang
bertujuan untuk melaksanakan penambangan di area Ok Tedi. Di OTML BHP
memiliki 52% saham, 30% dimiliki oleh pemerintah Papua Nugini dan 18%
dimiliki oleh Inet Mining (Kanada). Penambangan dilakukan dengan teknik
penambangan open-pit. Pemerintah Papua Nugini mewajibkan pengendalian
lingkungan melalui pengunaan waduk (tailing) untuk menampung 80% limbah
penambangan.
Pembangunan fasilitas tailing dimulai pada tahun 1983, satu tahun
sebelum pertambangan dibuka, tetapi pada tahun 1984 longsor yang besar
menghancurkan fondasi dari waduk. OTML mengusulkan kepada pemerintah
untuk diizinkan secara temporer memulai penambangan tanpa fasiltas tailing
karena kalau tidak maka pembukaan penambangan akan tertunda. Pemerintah
akhirnya setuju untuk memulai beroperasinya penambangan tanpa fasilitas untuk
penyimpan sampah hasil penambangan. Pada tahun 1984, penambangan mulai
beroprasi dan OTML mulai membuang limbah penambangannya ke sungai The
Ok Tedi.
Pertambangan The Ok Tedi mempunyai dampak positif maupun negatif.
Dampak Negatif yang ditimbulkan oleh pelaksanaan pertambangan dengan
adanya sampah tambang ini antara lain:
1. Peningkatan sendimen 4x lebih tinggi dari sebelumnya;
2. Level air sungai meningkat menjadi 5-6 meter sehingga sering
menyebabkan banjir
3. Banjir yang sering terjadi menyebabkan tanah di hutan kekurangan
oksigen (dieback) dan membunuh pohon dan vegetasi lainnya
4. Daerah dieback meluas mulai 18 km2 (1992) menjadi 480 km2 (2000)
5. Air sungai terkontaminasi menyebabkan populasi ikan berkurang
6. Perahu penduduk sukar berjalan karena terjadi pendangkalan
Selain dampak negatif, pertambangan The Ok Tedi juga memberikan dampak
positif sebagai berikut:
1. Memberikan pemasukan ke pemerintah sebanyak $155 juta per tahun
berupa royalti dan pajak;
2. Adanya sekitar 3000 orang yang dipekerjakan di pertambangan
3. Terjadi kegiatan ekonomi di daerah pegunungan
4. Kegiatan CSR BHP menghasilkan:
− Penurunan tingkat kematian bayi dari 27% menjadi 2%
− Peningkatan harapan hidup masyarakat dari 30 thn menjadi 50 thn
− Pengaruh malaria thd anak menurun dari 70% menjadi kurang dari 15%
− Menyumbang $3 juta pertahun untuk pendidikan dan pembangunan
desa sekitar
Tahun 1989 beberapa penduduk disekitar sungai Ok Tedi dan Fly yang
sudah mengajukan petisi kepada pemerintah untuk mengambil aksi pencegahan
terhadap pembuangan limbah penambangan dan meminta kompensasi terhadap
kerugian yang mereka derita. Tahun 1992 lebih dari 30,000 penduduk bersama-
sama menuntut ke BHP, dan masalah ini dibawa ke pengadilan. Berdasarkan
keputusan pengadilan :
 Tahun 1996, BHP setuju untuk membayar $90 Juta secara tunai kepada
30,000 penduduk disekitar Ok Tedi dan Fly, $35 Juta akan dibayarkan
kepada penduduk dibawah Ok Tedi dan 10% seharga $375 Juta berupa
kepemilikan tambahan kepada pemerintah
 Setuju untuk melakukan study pencegahan kerusakan lebih lanjut. Study
meliputi engineering, lingkungan, sosial dan resiko untuk menangani
penambangan dan limbahnya dimulai pada tahun 1996
Dalam studi tersebut, dinyatakan bahwa dibutuhkan lebih dari 40 tahun untuk
mengembalikan kondisi sungai Ok Tedi, Fly beserta lingkungan sekitarnya

II. PERMASALAHAN

Penambangan The Ok Tedi menimbulkan dampak bagi lingkungan sekitar


baik secara ekologi maupun sosial. Secara ekologi, penambangan tersebut telah
merusak hutan dan ekosistem yang ada didalamya dengan digunakanya teknik
Open pit. Lebih lanjut kerusakan lingkungan juga ditimbulkan oleh pembuangan
limbah tambang. Di sisi lain, dampak sosial dari kerusakan akibat penambangan
dan pembuangan limbahnya yaitu hilangnya mata pencaharian penduduk sekitar
daerah penambangan. Kondisi ini diperburuk oleh pemberian kompensasi yang
kurang sesuai kepada penduduk sekitar. Dengan kondisi sekarang, apakah
penambangan di The Ok Tedi masih bisa dilanjutkan?

III. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Dalam kaitannya dengan permasalahan ekologi yang ditimbulkan oleh


aktivitas penambangan dan pembuangan limbah tambang oleh OTML dapat kita
tinjau dari sisi The ethics of Pollution Control. Lebih lanjut, Velasques dalam
bukunya mengemukakan ecological ethics yaitu pandangan etis dimana semua
hal selain manusia yang merupakan bagian dari lingkungan berhak untuk
dilindungi dan dilestarikan untuk kepentingan mereka sendiri, tanpa memandang
apakah hal tersebut menguntungkan bagi manusia. Hal ini didasari oleh
pandangan tentang sistem ekologi yang merupakan sistem hubungan antara
organisme dan lingkungan yang saling terkait dan bergantung satu sama lain.
Dalam masalah yang timbul di pertambangan The Ok Tedi, OTML telah
lalai untuk menjaga lingkungan dari kerusakan dan melanggar ecological ethics
dibuktikan dengan tidak dikelolanya limbah hasil dari penambangan dengan
seksama. Seharusnya OTML memberikan solusi pengolahan limbah terpadu
sehingga meminimalisir kerusakan lingkungan oleh limbah tersebut. Selanjutnya,
OTML juga harus melakukan rehabilitasi/reklamasi lahan pertambangan
sehingga dapat meminimalisir kerusakan lingkungan yang di timbulkan oleh
aktifitas penambangan.
Selain pendekatan ecological ethics, pendekatan environmental right
dimana manusia mempunyai hak untuk hidup di lingkungan yang layak. Di
sekitar Ok Tedi River dan Fly River terdapat 73,500 perkampungan yang
hidupnya masih sangat tradisionil dan tergantung pada alam (sungai dan hutan).
Sekitar 13.000 warga desa merasa dirugikan atas bencana lingkungan di sekitar
pertambangan karena ekosistemnya tercemar oleh pertambangan dan batuan
sisa dari pertambangan skala besar.
Dapat ditambahkan bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh
OTML atas izin dari pemerintah telah pula melanggar ethics of care yaitu etika
yang menekankan kepedulian terhadap segala seuatu yang berada di sekitar
kita. OTML tidak memperhatikan hak-hak penduduk sekitar untuk mendapatkan
kondisi lingkungan yang nyaman untuk tinggal dan melaksanakan mata
pencaharian mereka. Begitu juga Pemerintah Papua Nugini yang kurang
memperhatikan terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih lanjut dengan
mengijinkan OTML tidak menggunakan waduk (tailing) langsung ke sungai The
Ok Tedi dan Fly. Pemerintah Papua Nugini dan juga OTML seharusnya peduli
dengan kelangsungan kehidupan lingkungan baik alam maupun manusia dan
juga generasi yang akan datang.
Ditinjau dari sisi keadilan menurut Aristoteles, OTML menjalankan prinsip
keadilan kompensantoris yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi
pihak yang dirugikan. Meskipun OTML sudah membayar kompensasi kepada
penduduk lokal, namun itu saja tidaklah cukup untuk memperbaiki akibat yang
telah mereka timbulkan dari kegiatan penambangan. Jika dikaitkan dengan
pendekatan pasar dan kontrol sebagian (Markets and Partial Controls) maka ada
konsekwensi ketika suatu perusahaan mencemari lingkungan yaitu beban biaya
sosial yang lebih tinggi dibandingkan beban biaya pribadi. Dalam hal ini,
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan akan
memberikan biaya eksternal lebih besar dibandingkan dengan biaya pribadi.
OTML harus memasukkan (internalized) beban biaya sosial yang tinggi itu dalam
penentuan harga.
Sedangkan pada Prinsip distributive yaitu principle of equal liberty,
menyatakan bahwa kebebasan setiap warga negara haruslah dilindungi
dari gangguan orang lain dan haruslah sederajat antara yang satu dengan
yang lain. Pemerintah Papua Nugini seharusnya menjaga agar warganya
berkedudukan sama dengan warga asing yang bekerja di penambangan
dan berkewajiban menjaga keberlangsungan hidup warga negaranya.
Disini sebenarnya Pemerintah dan rakyat sama-sama mempunyai hak
sesuai dengan status sosialnya yang tidak boleh dilanggar oleh kedua belah
pihak. Pemerintah wajib menahan diri untuk tidak melanggar hak rakyat dan
rakyat sendiri wajib menaati pemerintah selama pemerintah berlaku adil, maka
hanya dengan inilah dapat diharapkan akan tercipta dan terjamin suatu tatanan
sosial yang harmonis. Keadilan berkaitan dengan prinsip ketidakberpihakan
(impartiality), yaitu prinsip perlakuan yang sama didepan hukum bagi setiap
anggota masyarakat.
Dari sisi tanggung jawab, Pemerintah dan OTML memiliki tanggung
jawab, pemerintah telah mengijinkan penambangan dan pembuangan limbah
tanpa pengolahan yang optimal dilakukan di Papua Nugini serta tidak
mempertimbangkan dampak yang terjadi. Sedangkan OTML sebagai
penambang memiliki tanggung jawab lebih terhadap kerusakan lingkungan yang
terjadi di daerah penambangan.
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa penambangan
yang dilakukan di Ok Tedi seharusnya dilakukan secara beretika terhadap
lingkungan baik alam maupun manusia yang berada di sekitarnya.
Penambangan bisa saja dilanjutkan dengan memperhatikan berbagai hal
diantaranya:
1. Harus adanya pengolahan limbah yang sesuai dan setidaknya tidak
memperparah kondisi yang ada;
2. Harus dilakukan pembaharuan lingkungan/reklamasi atas kerusakan yang
telah ada oleh Pemerintah Papua Nugini,
3. Pemberian sebagian besar revenue dari pertambangan tersebut untuk
perbaikan lingkungan.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Velasquez, Manuel G, BUssiness Ethics Concepts and Cases Seventh


Edition, New Jersey: Person Education Inc, 2012.

Anda mungkin juga menyukai