Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dari Ibnu Abbas ra berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda :


Luqman bukanlah seorang Nabi, tapi beliau adalah seorang hamba yang
banyak berfikir secara bersih dan penuh keyakinan sehingga ia mencintai Allah
dan Allah pun mencintainya, maka dilimpahkan kepadanya Al-Hikmah. (H.R. Al-
Qurthuby)

Luqmanul al-Hakim, selain dikenal sebagai seorang yang memiliki jiwa mulia, ia
juga terkenal dengan ucapan-ucapan hikmahnya. Beberapa diantaranya adalah
yang dikutip dalam al-Qur’an. Luqman al-Hakim (Ahli Hikmah) adalah orang
yang disebut dalam Al-Qur’an surah Luqman [32]:12-19 yang terkenal karena
nasihat-nasihatnya kepada anaknya. Ibnu Katsir berpendapat bahwa nama panjang
Luqman ialah Luqman bin Unaqa’ bin Sadun. Sedangkan asal-usul Luqman,
sebagian ulama berbeda pendapat. Ibnu Abbas menyatakan bahwa Luqman adalah
seorang tukang kayu dari Habsyi. Riwayat lain menyebutkan ia bertubuh pendek
dan berhidung mancung dari Nubah, dan ada yang berpendapat di berasal
dari Sudan. Dan ada pula yang berpendapat Luqman adalah seorang hakim di
zaman nabi Dawud.

Lukman Al-hakim adalah satu-satunya manusia yang bukan nabi, bukan pula
Rasul, namun kisah hidupnya diabadikan dalam Al-quran karena penuh hikmah.
Allah menjadikan Luqman Al-Hakim sebagai sosok orang tua panutan dan
mencantumkan kisahnya dalam Al-Qur’an. bahkan Allah mengabadikan namanya
menjadi sebuah nama surat dalam Al-Qur’an yaitu surat Luqman (surat ke 31).
2

B. Rumusan Masalah
Adapun Kata-kata Hikmah Lukmanul Hakim sangat Banyak sekali maka
Penulis membatasi hanya dua kata-kata hikamah saja. Maka yang menjadi
rumusan masalah dalam Makalah ini yaitu :
1. Apa Makna dari Kata-kata Hikmah Lukmanul Hakim ?
2. Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam Kata-kata Hikmah Luqmanul
Hakim?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk dapat memahami kata-kata hikmah Lukmanul Hakim
2. Untuk Dapat Menerapkan Kata-kata Hikmah Lukmanul Hakim
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Nasehat atau ( kata kata Hikmah ) lukmanul Hakim

Wasiat-wasiat Luqman lainnya: Selain dalam ayat al-Qur’an, Luqman juga


mempunyai banyak wasiat. Wahab bin Munabbih pernah menuturkan: “Saya
membaca hikmah Luqman yang jumlahnya lebih dari 10 ribu bab”. wasiat-wasiat
Luqman lainnya yang tidak tercantum dalam al-Qur’an, akan tetapi sangat luar
biasa kandungannya. Dalam bukunya Min Washaya al-Qur’an al-Karim (1/31-
33), Muhammad al-Anwar Ahmad Baltagi, mengutip sebuah riwayat dari Malik
bin Anas bahwasanya Luqman pernah menasehati putranya di bawah ini:

Jelaslah bahwa Luqman adalah seorang ahli hikmah, kata-katanya merupakan


pelajaran dan nasehat, diamnya adalah berpikir, dan isyarat-isyaratnya
merupakan peringatan. Dia bukan seorang Nabi melainkan seorang yang
bijaksana, yang Allah telah memberikan kebijaksanaan di dalam lisan dan hatinya,
dimana ia berbicara dan mengajarkan kebijaksanaan itu kepada manusia.
Banyak sekali perkataan Luqman yang dimuat sumber-sumber lain yang
sangat berpengaruh, perkataannya itu antara lain :

1. Jika kamu sedang shalat, maka jagalah hatimu, jika kamu sedang ma
kan, maka jagalah tenggorokanmu, jika kamu di rumah orang lain,
maka jagalah
pandanganmu, dan jika kamu berada diantara manusia, maka jagalah
lisanmu.
2. Ingatlah dua hal dan lupakanlah dua hal ; adapun dua hal yang perlu
kamu
ingat adalah Allah dan kematian, sedangkan dua hal yang perlu kam
u
lupakan adalah kebaikanmu kepada orang lain dan kejelekan orang la
in terhadapmu.
4

B. Anjuran Mengingat Kematian

Banyak hadits-hadits yang mengingatkan tentang kematian, agar manusia selalu


ingat bahwa hidup di dunia tidaklah kekal. Agar manusia bersiap siaga dengan
perbekalan yang dibutuhkannya saat perjalanannya yang panjang nanti. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ‫ت َي ْع ِني ْال َم ْوت‬


ِ ‫سله َم أَ ْك ِث ُروا ِذ ْك َر هَاذ ِِم اللهذها‬ ‫صلهى ه‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫َع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ قَا َل قَا َل َر‬
‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬

Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian. [HR Ibnu Majah,


no. 4.258; Tirmidzi; Nasai; Ahmad].

Dalam riwayat Ath Thabrani dan Al Hakim terdapat tambahan:

‫ي‬ ْ ِ‫ َوالَ ذَك ََرهُ ف‬, ‫ق ِمنَ ْالعَي ِْش إِاله َو هسعَهُ َعلَ ْي ِه‬ ِ ‫ فَإِنههُ لَ ْم يَذْ ُك ْرهُ أ َ َحدٌ فِ ْي‬, َ‫ ْال َم ْوت‬: ‫ت‬
ٍ ‫ض ْي‬ ِ ‫أ َ ْكثِ ُروا ِذ ْك َر هَاذ ِِم اللهذها‬
َ ‫سعَ ٍة إِاله‬
‫ضيه َق َها َعلَ ْي ِه‬ َ

Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian. Karena


sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya di waktu sempit kehidupannya,
kecuali (mengingat kematian) itu melonggarkan kesempitan hidup atas orang itu.
Dan tidaklah seseorang mengingatnya di waktu luas (kehidupannya), kecuali
(mengingat kematian) itu menyempitkan keluasan hidup atas orang itu. [Shahih
Al Jami’ush Shaghir, no. 1.222; Shahih At Targhib, no. 3.333].

Syumaith bin ‘Ajlan berkata:

‫ق الدُّ ْنيَا َوالَ بِ َسعَتِ َها‬ َ ِ‫ لَ ْم يُبَا ِل ب‬,‫ب َع ْي َن ْي ِه‬


ِ ‫ض ْي‬ ْ ُ‫َم ْن َجعَ َل ْال َم ْوتَ ن‬
َ ‫ص‬

Barangsiapa menjadikan maut di hadapan kedua matanya, dia tidak peduli dengan
kesempitan dunia atau keluasannya. [Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 483,
tahqiq Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi].

Orang yang banyak mengingat kematian dan mempersiapkannya dengan iman


yang shahih (benar), tauhid yang khalish (murni), amal yang shalih (sesuai dengan
tuntunan), dengan landasan niat yang ikhlas, itulah orang-orang yang paling
berakal.
5

ِ ‫سله َم َعلَى النهبِي‬ َ َ‫ار ف‬ ِ ‫ص‬ َ ‫سله َم فَ َجا َءهُ َر ُج ٌل ِم ْن ْاْل َ ْن‬ ‫صلهى ه‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬‫سو ِل ه‬ ُ ‫ع َم َر أَنههُ قَا َل ُك ْنتُ َم َع َر‬ ُ ‫َع ْن اب ِْن‬
ُ َ‫ي ْال ُمؤْ ِمنِينَ أَ ْكي‬
‫س قَا َل‬ ُّ َ ‫سنُ ُه ْم ُخلُقًا قَا َل فَأ‬
َ ْ‫ض ُل قَا َل أَح‬َ ‫ي ْال ُمؤْ ِمنِينَ أ َ ْف‬ُّ َ ‫َّللاِ أ‬
‫سو َل ه‬ُ ‫سله َم ث ُ هم قَا َل يَا َر‬ ‫صلهى ه‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ
ُ َ‫سنُ ُه ْم ِل َما بَ ْعدَهُ ا ْستِ ْعدَادًا أُولَئِكَ ْاْل َ ْكي‬
‫اس‬ ِ ‫أ َ ْكث َ ُر ُه ْم ِل ْل َم ْو‬
َ ْ‫ت ِذ ْك ًرا َوأَح‬

Dari Ibnu Umar, dia berkata: Aku bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada Beliau, kemudian
mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dia bertanya:
“Wahai, Rasulullah. Manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?”
Beliau menjawab,”Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.” Dia bertanya
lagi: “Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdik?” Beliau
menjawab,”Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang
paling bagus persiapannya setelah kematian. Mereka itu orang-orang yang
cerdik.” [HR Ibnu Majah, no. 4.259. Hadits hasan. Lihat Ash Shahihah, no.
1.384].

Marilah kita renungkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia :

ُ‫احدٌ َيتْ َبعُهُ أ َ ْهلُهُ َو َمالُهُ َو َع َملُهُ فَ َي ْر ِج ُع أَ ْهلُهُ َو َمالُهُ َو َي ْبقَى َع َملُه‬ ٌ ‫َيتْ َب ُع ْال َم ِيتَ ث َ ََل‬
ِ ‫ث فَ َي ْر ِج ُع اثْن‬
ِ ‫َان َو َي ْبقَى َو‬

Mayit akan diikuti oleh tiga perkara (menuju kuburnya), dua akan kembali, satu
akan tetap. Mayit akan diikuti oleh keluarganya, hartanya, dan amalnya.
Keluarganya dan hartanya akan kembali, sedangkan amalnya akan tetap. [HR
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa-i]

1. Penyesalan Orang Kafir Saat Kematian

Janganlah seseorang menolak keimanan dan meremehkan amal shalih, karena


suatu saat pasti akan menyesalinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫صا ِل ًحا فِي َما ت ََر ْكتُ كَآل إِ هن َها َك ِل َمةٌ ه َُو‬ َ ‫} َلعَ ِلي أ َ ْع َم ُل‬99{ ‫ون‬
ِ ُ‫ار ِجع‬
ْ ‫ب‬ِ ‫َحتهى إِذَا َجآ َء أ َ َحدَ ُه ُم ْال َم ْوتَ قَا َل َر‬
َ‫قَآئِلُ َها َو ِمن َو َرآئِ ِهم بَ ْرزَ ٌخ ِإلَى يَ ْو ِم يُ ْب َعثُون‬

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian


kepada seorang dari mereka, dia berkata: “Ya, Rabbku. Kembalikanlah aku (ke
dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan”.
6

Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di
hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitan. [Al Mukminun :99-
100].

2. Segera Beramal Sebelum Datang Kematian

Janganlah seseorang selalu menunda dalam berbuat amal shalih karena kesibukan
duniawinya. Karena, selama manusia masih hidup, ia tidak akan lepas dari
kesibukan. Orang yang berakal akan mengutamakan urusan akhirat yang pasti
datang, dan mengalahkan urusan dunia yang pasti ditinggalkan. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:

‫يَاأَيُّ َها الهذِينَ َءا َمنُوا الَ ت ُ ْل ِه ُك ْم أ َ ْم َوالُ ُك ْم َوآل أ َ ْوالَد ُ ُك ْم َعن ِذ ْك ِر هللاِ َو َمن يَ ْفعَ ْل ذَلِكَ فَأ ُ ْولَئِكَ ُه ُم ْالخَا ِس ُرونَ َوأَن ِفقُوا ِمن‬
َ‫صدهقَ َوأَ ُكن مِن‬‫ب فَأ َ ه‬ٍ ‫ب لَ ْو آل أ َ هخ ْرتَنِي إِلَى أ َ َج ٍل قَ ِري‬ ِ ‫ي أ َ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوتُ فَيَقُو َل َر‬ ْ
َ ِ‫هما َرزَ ْقنَا ُكم ِمن قَ ْب ِل أَن يَأت‬
ٌ ِ‫سا إِذَا َجآ َء أَ َجلُ َها َوهللاُ َخب‬
َ‫ير بِ َما تَ ْع َملُون‬ ً ‫صا ِل ِحينَ َولَن ي َُؤ ِخ َر هللاُ نَ ْف‬
‫ال ه‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu


melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang melakukan demikian,
maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa
yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah
seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya, Rabbku. Mengapa Engkau tidak
menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku
dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih”. Dan Allah sekali-
kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu
kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan. [Al
Munafiqun: 9-11].

Oleh karena itu, seseorang hendaklah memanfaatkan hidupnya dengan sebaik-


baiknya, mengisinya dengan amal shalih sebelum datang kematian. Imam Bukhari
meriwayatkan:

‫سله َم بِ َم ْن ِكبِي فَقَا َل ُك ْن فِي الدُّ ْنيَا‬ ‫صلهى ه‬


َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َّللاُ َع ْن ُه َما قَا َل أ َ َخذَ َر‬
‫ي ه‬ َ ‫ض‬
ِ ‫ع َم َر َر‬ ‫َع ْن َع ْب ِد ه‬
ُ ‫َّللاِ ب ِْن‬
ْ َ‫صبَا َح َو ِإذَا أ‬
‫صبَحْ تَ فَ ََل تَ ْنت َِظ ْر‬ َ ‫ع َم َر يَقُو ُل ِإذَا أ َ ْم‬
‫سيْتَ َف ََل ت َ ْنت َِظ ْر ال ه‬ ُ ُ‫س ِبي ٍل َو َكانَ ا ْبن‬ َ ‫َكأَنهكَ غ َِريبٌ أ َ ْو َعا ِب ُر‬
َ‫ضكَ َو ِم ْن َح َياتِكَ ِل َم ْوتِك‬
ِ ‫ص هحتِكَ ِل َم َر‬ َ ‫ْال َم‬
ِ ‫سا َء َو ُخذْ ِم ْن‬
7

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata: Rasululloh


Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundakku, lalu bersabda,”Jadilah engkau
di dunia ini seolah-olah seorang yang asing, atau seorang musafir.” Dan Ibnu
Umar mengatakan: “Jika engkau masuk waktu Subuh, maka janganlah engkau
menanti sore. Jika engkau masuk waktu sore, maka janganlah engkau menanti
Subuh. Ambillah dari kesehatanmu untuk sakitmu. Dan ambillah dari hidupmu
untuk matimu.” [HR Bukhari, no. 5.937].

Hendaklah setiap orang waspada terhadap angan-angan panjang umur, sehingga


menangguhkan amal shalih. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫طو ُل ْالعُ ُم ِر‬


ُ ‫َان حُبُّ ْال َما ِل َو‬
ِ ‫يَ ْكبَ ُر ا ْبنُ آدَ َم َويَ ْكبَ ُر َم َعهُ اثْن‬

Anak Adam semakin tua, dan dua perkara semakin besar juga bersamanya: cinta
harta dan panjang umur. [HR Bukhari, no. 5.942, dari Anas bin Malik].

Sesungguhnya, masa 60 tahun bagi seseorang sudah merupakan waktu yang


panjang hidup di dunia ini, cukup bagi seseorang merenungkan tujuan hidup,
sehingga tidak ada udzur bagi orang yang telah mencapai umur tersebut.

ً‫سنَة‬
َ َ‫ئ أ َ هخ َر أ َ َجلَهُ َحتهى بَلهغَهُ ِستِين‬ ‫سله َم قَا َل أ َ ْعذَ َر ه‬
ٍ ‫َّللاُ إِلَى ا ْم ِر‬ ‫صلهى ه‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫َع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ َع ْن النهبِي‬

Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda:
“Allah meniadakan alasan seseorang yang Dia telah menunda ajalnya sehingga
mencapai 60 tahun. [HR Bukhari, no. 5.940].

C. Mengingat Nikmat Dengan Syukur

Mampukah kita menghitung nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang telah kita dapat
hingga saat ini? Tentulah, TIDAK! Menghitung jumlah nikmat dalam sedetik saja
kita tidak mampu, terlebih sehari bahkan selama hidup kita di dunia ini. Tidur,
bernafas, makan, minum, bisa berjalan, melihat, mendengar, dan berbicara, semua
itu adalah nikmat dari Allah Ta’ala, bahkan bersin pun adalah sebuah nikmat. Jika
dirupiahkan sudah berapa rupiah nikmat Allah itu? Mampukah kalkulator
menghitungnya? Tentulah, TIDAK! Sudah berapa oksigen yang kita hirup?
8

Berapa kali mata kita bisa melihat atau sekedar berkedip? Sampai kapan pun kita
tidak akan bisa menghitungnya. Sebagaiman Allah Ta’ala berfirman,

ٌ ُ‫َّللاَ لَغَف‬
‫ور َر ِحي ٌم‬ ‫َو ِإ ْن تَعُدُّوا نِ ْع َمةَ ه‬
ُ ْ‫َّللاِ َال تُح‬
‫صوهَا ِإ هن ه‬

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (Qs. An Nahl: 18)

Lalu, apakah yang harus kita lakukan setelah kita mendapatkan semua nikmat itu?
Bersyukur atau kufur? Jika memang bersyukur, apakah diri ini sudah tergolong
hamba yang mensyukuri nikmat-nikmat itu?

Karena itu, kita Perlu mengetahui bagaimana cara bersyukur kepada Allah Ta’ala
dan bagaimana tata cara merealisasikan syukur itu sendiri. Ketahuilah
bahwasannnya Allah mencintai orang-orang yang bersyukur. Hamba yang
bersyukur merupakan hamba yang dicintai oleh Allah Ta’ala. Seorang hamba
dapat dikatakan bersyukur apabila memenuhi tiga hal:

Pertama,

Hatinya mengakui dan meyakini bahwa segala nikmat yang diperoleh itu
berasal dari Allah Ta’ala semata, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

‫َو َما بِ ُك ْم ِم ْن نِ ْع َم ٍة فَ ِمنَ ه‬


ِ‫َّللا‬

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”.
(Qs. An Nahl: 53)

Orang yang menisbatkan bahwa nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah Ta’ala,
ia adalah hamba yang bersyukur. Selain mengakui dan meyakini bahwa nikmat-
nikmat itu berasal dari Allah Ta’ala hendaklah ia mencintai nikmat-nikmat yang
ia peroleh.
9

Kedua,

Lisannya senantiasa mengucapkan kalimat Thayyibbah sebagai bentuk


pujian terhadap Allah Ta’ala

Hamba yang bersyukur kepada Allah Ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan
lisannya. Allah sangat senang apabila dipuji oleh hamba-Nya. Allah cinta kepada
hamba-hamba-Nya yang senantiasa memuji Allah Ta’ala.

ْ ‫َوأَ هما ِب ِن ْع َم ِة َر ِبكَ فَ َح ِد‬


‫ث‬

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya


(dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha: 11)

Seorang hamba yang setelah makan mengucapkan rasa syukurnya dengan berdoa,
maka ia telah bersyukur. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam, dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ َ ‫طعَا ًما فَقَا َل ْال َح ْمد ُ ِ هَلِلِ الهذِى أ‬


ُ . ٍ‫طعَ َمنِى َهذَا َو َرزَ قَنِي ِه ِم ْن َغي ِْر َح ْو ٍل ِمنِى َوالَ قُ هوة‬
‫غ ِف َر لَهُ َما تَقَد َهم‬ َ ‫َم ْن أَ َك َل‬
‫ِم ْن ذَ ْنبِ ِه‬

“Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan:


“Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin
minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan
ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni
dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi no. 3458. Tirmidzi berkata, hadits ini
adalah hadits hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Terdapat pula dalam hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫ش ْربَةَ فَيَحْ َمدَهُ َعلَ ْي َها‬ َ ‫ع ِن ْالعَ ْب ِد أ َ ْن يَأ ْ ُك َل اْل َ ْكلَةَ فَيَحْ َمدَهُ َعلَ ْي َها أَ ْو يَ ْش َر‬
‫ب ال ه‬ َ ‫َّللاَ لَيَ ْر‬
َ ‫ضى‬ ‫ِإ هن ه‬

“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan


tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim no. 2734).
10

Bahkan ketika tertimpa musibah atau melihat sesuatu yang tidak menyenangkan,
maka sebaiknya tetaplah kita memuji Allah.

ُّ‫صلى هللا عليه وسلم – ِإذَا َرأَى َما ي ُِحب‬- ِ‫َّللا‬ ْ َ‫شةَ قَال‬
ُ ‫ت َكانَ َر‬
‫سو ُل ه‬ َ ِ‫َع ْن َعائ‬

‫ َو ِإذَا َرأَى َما يَ ْك َرهُ قَا َل « ْال َح ْمد ُ ِ هَلِلِ َعلَى ُك ِل َحا ٍل‬.» ُ‫صا ِل َحات‬
‫« قَا َل « ْال َح ْمد ُ ِ هَلِلِ الهذِى ِبنِ ْع َمتِ ِه تَتِ ُّم ال ه‬.

Dari Aisyah, kebiasaan Rasulullah jika menyaksikan hal-hal yang beliau sukai
adalah mengucapkan “Alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat”.
Sedangkan jika beliau menyaksikan hal-hal yang tidak menyenangkan beliau
mengucapkan “Alhamdulillah ‘ala kulli hal.” (HR Ibnu Majah no 3803 dinilai
hasan oleh al Albani)

Ketiga,

Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk beramal shalih

Sesungguhnya orang yang bersyukur kepada Allah Ta’ala akan menggunakan


nikmat Allah untuk beramal shalih, tidak digunakan untuk bermaksiat kepada
Allah. Ia gunakan matanya untuk melihat hal yang baik, lisannya tidak untuk
berkata kecuali yang baik, dan anggota badannya ia gunakan untuk beribadah
kepada Allah Ta’ala.

Ketiga hal tersebut adalah kategori seorang hamba yang bersyukur yakni
bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati,
lisan dan anggota badan. (Minhajul Qosidin, hal. 305). Syukur dari hati dalam
bentuk rasa cinta dan taubat yang disertai ketaatan. Adapun di lisan, syukur itu
akan tampak dalam bentuk pujian dan sanjungan. Dan syukur juga akan muncul
dalam bentuk ketaatan dan pengabdian oleh segenap anggota badan.” (Al
Fawa’id, hal. 124-125)
11

D. Nilai-nilai Pendidikan dalam kisah Lukman

Dalam Tafsir an-Nuur Hasby Ash-Shiddieqy menafsirkan bahwa kedudukan


(fungsi) ayah adalah memberi pelajaran kepada anak-anaknya dan menunjuki
mereka kepada kebenaran dan menjauhkan mereka dari kebinasaan. Sebab
seorang ayah bertanggung jawab dalamkehidupan anaknya.
Luqman menasehati anaknya agar tidak mempersekutukan Allah, karena hal
tersebut merupakan kezaliman (dosa) yang besar. Terladang tanpa disadari,
kemusyrikan telah ada ditengah-tengah kita. konon lagi pada era yang telah
canggih, esensi kemusyrikan kian gencarmeronrong umat islam, tanpa ampun
segenap muslim dari berbagai jenjang usia terlena dalam buain indah yang
terbungkus dengan keniikmatan semu. Metode Luqman al hakim dengan anaknya
di misbatkan oleh ulama ilmu jiwa modern dengan "Metode Pendidikan dan
Nasehat". Metode ini harus diiringi dengan metode "pendidikan dengan
teladan".Keteladanan yang baik merupakan satu-satunya sarana untuk
mewujudkan tujuan nasehat yang dimaksud. Jika seandainya Luqman tidak
mempunyai teladan yang baik, maka nasehat tidak akan berbekas pada anaknya
dalam jangka waktu yang lama. Hendaknya orang tua menjadi teladan yang
baik dalam kehidupan anaknya. Hidupkan nilai-nilai agama pada diri, keluarga
dan lingkungan tempat anak dibesarkan. Jangan hanya menyuruh anak sholat,
sedangkan orang tuanya asyik dengan pekerjaan. Bahkan tak jarang orang tua
secara tidak sengaja telah mengajarkan kebohongan kepada anaknya.

Sedangkan panggilan Luqman kepada anaknya "hai anakku" mencirikan


ungkapan yang indah dan lulus dari seorang ayah kepada si buah hatinya.
Sebagaimana pula yang telah dianjurkan dalam agama Islam yang menjadikan
kewajiban bagi orang tua untuk memberikan nama (panggilan) yang indah kepada
anaknya, karena nama itu juga sebagai do'a dan akan terus melekat pada diri anak.
Oleh karena itu hendaknya orang dapat mendidik anaknya sesuai dengan konsep
pendidikan ke Islaman, yang setidaknya apa yang ditawarkan dalam penafsiran
Al-Qur'an surah Luqman, sebagai berikut :
12

1. menanamkan nilai ketauhidan (keesaan) Allah yang benar kepada sang


anak

2. memanggil anak dengan panggilan yang indah dan penuh kasih sayang
3. mengedepankan konsep musyawarah dalam setiap suruhan atau larangan
dan menggunakan argumen yang logis dan tepat
4. menjadi panutan berakhlakul karimah kepada anak
5. bersabar, tidak sombong, sederhana dalam berjalan dan berbicara

Nilai-nilai pendidikan tersebut bermuatan akhlakul karimah yang merupakan


puncak beragama, sebagaimana yang disebutkan dalam Tafsir al-Misbah
menyebutkan bahwa ketinggian akhlak dan sopan santun terhadap anak itu tidak
terlepas dari seorang ayah. Pastilah sang ayah telah menenamkan dalam hati dan
benak anaknya tentang keesaan Allah dan sifat-sifat-Nya. Sikap dan ucapan sang
anak yang direkam oleh ayat ini adalah buah dari pendidikan tersebut.

Begitu juga sebaliknya nilai-nilai pendidikan kisah Luqman al-Hakim dalam Al-
Qur'an, seorang anak sejatinya membalas budi baik orang tua yang telah
melahirkan dan mengasuhnya sehingga beranjak dewasa. Meskipun kasih dan
sayang orang tua tak sanggup di balas dengan apapun tetapi setidaknya tak pernah
menyakiti perasaannya.
Sosok Lukman al-Hakim adalah suatu kebijaksanaan ilahi bahwa satu pribadi
besar tidak diketahui secara pasti dari mana asal keturunannya. Hal itu sebagai
suatu pelajaran/pendidikan yang mengisyaratkan pengertian bahwa kemulian
tidaklah harus berdasar pada keturunan atau kaum tetapi pada ketakwaan dan
kehalusan budi pekerti. Luqman adalah sosok yang takwa dan berakhlak luhur,
bijaksana dalam menentukan jalan hidup, sehingga ia dijadikan teladan di dalam
al-Qur'an.
13

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulannya
a. Luqman disebut sebanyak dua kali, yaitu pada surah Luqman ayat ayat 12,13.
Sementara kisah Luqman al-Hakim ditemukan dalam surah Luqman 12-19.
Mengenai asal usul Luqman, banyak yang mengatakanbahwa dia berasal dari
bangsa Negro, atau Habsy, yang warna kulitnya hitam.

b. Penafsiran para Ulama tentang Kisah Lukmanul Hakin dalam Al-Qur'an. Yaitu
memaknai hikmah dengan akal (kecerdasan), fikih (pemahaman agama), dan
ucapan yang benar, selain kenabian.). Bersyukur kepada Allah (Q.S. Luqman:12);
Mempersekutuan Allah adalah kesalahan besar (Q.S. Luqman:16); Kesabaran itu
suatu hal yang berat dan penting (Q.S. Luqman:17); Jangan bersikap sombong
dan angkuh (Q.S. Luqman: 18); Sederhana dalam berjalan dan berbicara (Q.S.
Luqman: 19)

c. Nilai-Nilai Pendidikan dalam kisah Lukmanul Hakim, yaitu menanamkan nilai


ketauhidan (keesaan) Allah SWT yang benar kepada sang anak; memanggil anaka
dengan panggilan yang indah dan penuh kasih sayang; mengedepankan kosep
musyawarah dalam setiap suruhan atau larangan dan menggunakan argumen yang
logis dan tepat serta menjadi panutuan/teladan kepada anak.
14

DAFTAR PUSTAKA

Kitab 8 Arab Melayu


Athas, Ali bin Hasan, Nasihat Luqman Hakim untuk Generasi Muda, Yogyakarta:
Aditya Media, 1993.
Zuhaili, Wahbah, Tafsir Al-Munir Juz XXI, Beirut: Darul Fikri, 1991.
Tjandrasa, Jakarta: Erlangga, 1991.
Hall, Calvin S, Pengantar Kedalaman Ilmu Jiwa Sigmund Freud, penerjemah: S.
Tasref , Yogyakarta: Pembangunan, 1991.
HAMKA, Tafsir al-Azhar Juz XXI, Surabaya: Yayasan Latimojong, 1991.
__________, Tafsir al-Azhar Juz 1, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991.
Mulyana, Rohmat, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta,
2004.
Quthb, Muhammad, Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun, Bandung: al-
Ma’arif, 1988.
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press, 1995.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001.
https://muslimah.or.id/4607-mengingat-nikmat-dengan-syukur.html

Anda mungkin juga menyukai