Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan ujung tombak pembangunan suatu bangsa.
Peran pendidikan adalah menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang
unggul dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan secara nasional dan
internasional dalam upaya menghadapi persaingan global. Pendidikan
merupakan serangkaian proses belajar-mengajar yang didalamnya terjadi
interaksi langsung antara pendidik dan peserta didik, dengan demikian tidak
dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pendidikan tidak dapat terlepas dari
perilaku pendidik dan perilaku peserta didik. Dengan demikian posisi
pendidik dan peserta didik memiliki posisi strategis dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai
tujuan pendidikandibutuhkan suatu proses pembelajaran yang dapat
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Sekolah merupakan satu-satunya jalan mencapai tujuan pendidikan
atau lembaga yang bertugas untuk menghantarkan peserta didik
mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Dalam pembelajaran di
sekolah, terdapat banyak unsur yang saling berkaitan dan menentukan
keberhasilan dalam proses pembelajaran. Unsur-unsur tersebut adalah:
pendidik, peserta didik, kurikulum, pengajaran, lingkungan dan ketersediaan
sumber-sumber belajar (buku-buku pelajaran).
Pada setiap kegiatan pembelajaran di sekolah dalam upaya guru
untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) umumnya tidak
terlepas dari penggunaan buku-buku pelajaran yang disediakan di sekolah. Di
dalam buku pelajaran terdapat materi pelajaran yang harus dipelajari peserta
didik untuk mencapai kompetensi. Agar dapat menuntun peserta didik belajar
mandiri maka guru dituntut untuk mengembangkan bahan ajarnya yang
disesuaikan dengan karakteristik sekolahnya Bahan ajar atau materi
pembelajaran (instructional materials), secara garis besar terdiri dari
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari oleh peserta didik,
dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara
terperinci jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta,
konsep dan prosedur), ketrampilan, dan sikap atau nilai (Toharudin., dkk. 2011).
Dalam upaya menyusun atau menulis bahan ajar berupa Modul,
maka perlunya guru yang kreatif dalam mendesain inovasi pembelajaran agar
menarik bagi peserta didiknya dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Menurut Mustami (2015), pembelajaran inovatif adalah
pembelajaran yang bertujuan meningkatkan perilaku kreatif, menggerakkan
potensi kreativitas pebelajar seperti berpikir kreatif dan menimbulkan berbagai
getaran penemuan terhadap hal-hal yang sebelumnya belum diketahui; belum
dikenal atau belum difahaminya. Sebagai pengalaman belajar yang
menyenangkan, pada pembelajaran inovatif pebelajar erlibat secara aktif
mendalami bahan yang dipe lajari dengan menggunakan proses berpikir
kreatif.
Guru dalam upayanya untuk mengantarkan peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan maka perlu adanya inovasi
pembelajaran. Inovasi pembelajaran dimaksud adalah penggunaan Modul
pembelajaran biologi yang dikembangkan guru yang sesuai dengan karakteristik
sekolah dan peserta didik dalam upaya peningkatan prestasi belajar peserta
didik. Namun dalam kenyataannya pada SMAN 6 Palopo guru belum
memaksimalkan kemampuannya dalam hal pengembangan Modul pembelajaran
untuk memacu kemandirian peserta didik belajar dalam upaya meningkatkan
prestasi belajar. Hal ini digambarkan berdasarkan pengamatan dan observasi
sesuai pengalaman selama mengajar pada SMAN 6 Palopo. Umumnya guru
mengajar dengan menggunakan metode konvensional (ceramah, diskusi, dan
tanya-jawab) karena metode inilah yang paling cocok digunakan dengan alasan
peserta didik tidak memliki buku paket, dan jika peserta didik memiliki buku
tetapi berbeda dengan buku pegangan yang dimiliki guru, maka peserta didik
tidak lagi membawa bukunya ke sekolah.
Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan
di sekolah. Melalui bahan ajar yang dikembangkan oleh guru maka akan lebih
mudah dalam membantu melaksanakan pembelajaran dan peserta didik akan
lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Bahan ajar dimaksud adalah Modul
pembelajaran berbasis Multiple inteligences, bahan ajar dapat dibuat dalam
berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik materi ajar yang akan
disajikan. Modul berbasis Multiple inteligences dimaksud adalah aktivitas-
aktivitas yang dilakukan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran berciri khas
Multiple inteligences.
Modul pembelajaran beraktivitas Multiple inteligences adalah bahan
yang disusun secara sistematis dan menarik yang mencakup isi materi,
metode dan evaluasi yang digunakan secara mandiri untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan. Menurut Wijaya (dalam Suriyati, 2017), Modul
pembelajaran sebagai sejenis satuan kegiatan belajar yang terencana, didesain
guna membantu peserta didik menyelesaikan tujuantujuan tertent u. Modul
adalah semacam paket program untuk keperluan belajar.
Modul berbasis kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences)
merupakan Modul yang didesain dengan menyesuaikan jenis kecerdasan yang
dimiliki siswa. Menurut Gardner dan Thomas, setiap individu memiliki
sembilan jenis kecerdasan dalam dirinya, terdiri atas (1) kecerdasan verbal-
linguistik, (2) kecerdasan logis-matematis, (3) kecerdasan visual-spasial, (4)
kecerdasan beriramamusik, (5) kecerdasan interpersonal, (6) kecerdasan
intrapersonal, (7) kecerdasan naturalis, (8) kecerdasan jasmaniah-kinestetik,
dan (9) kecerdasan eksistensial spiritual. Setiap siswa memiliki kesembilan
kecerdasan tersebut, namun hanya beberapa jenis kecerdasan yang
mendominasi. Modul yang dikembangkan mengacu pada kecerdasan dominan
yang dimiliki siswa yang diperoleh dari hasil tes identifikasi kecerdasan
dominan siswa.
Modul berbasis multiple intelligences sangat baik digunakan sebagai
bahan ajar. Kegiatan pembelajaran dalam Modul ini akan menuntun siswa
untuk melakukan sebuah pengamatan atau eksperimen, diskusi, tugas
individu maupun kelompok. Siswa juga dapat melakukan kegiatan yang ada
sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Modul ini juga menggunakan
bahasa yang sederhana, lebih banyak ilustrasi dari pada kata-kata. Inti
pengajaran dari Modul berbasis multiple intelligence adalah memberdayakan
peserta didik agar belajar dengan menggunakan berbagai cara/strategi yang
sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengembangkan Modul
berbasis Multiple Intelligences pada materi Perubahan Lingkungan, Limbah dan
Daur ulang kelas XI MIA SMA Negeri 6 Palopo.”

1.2 Rumusan Masalah


Sehubungan dengan latar belakang masalah di atas, maka penulis
merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana mengembangkan Modul pembelajaran biologi berbasis
Multiple inteligences pada materi Perubahan Lingkungan, Limbah dan Daur
ulang kelas XI SMA?
2. Bagaimanakah kualitas produk Modul pembelajaran biologi berbasis
Multiple inteligences pada materi Perubahan Lingkungan, Limbah dan Daur
ulang dalam hal kevalidan, kepraktisan dan keefektifan kelas XI SMA?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan pada rumusan penelitian di
atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengembangkan Modul pembelajaran biologi berbasis Multiple
inteligences pada materi Perubahan Lingkungan, Limbah dan Daur
ulangkelas XI SMA.
2. Untuk mengetahui kualitas produk Modul pembelajaran biologi berbasis
Multiple inteligences pada materi Perubahan Lingkungan, Limbah dan Daur
ulang dalam hal kevalidan, kepraktisan dan keefektifan kelas XI SMA?

1.4 Manfaat penulisan


Setelah melakukan penelitian terhadap pengembangan Modul berbasis
Multiple Intelligences diharapkan akan diperoleh manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan.
b. Manfaat praktis
Manfaat praktis penelitian ini sasarannya terbagi sebagai berikut:
1) Guru
Hasil penelitian berupa Modul berbasis Multiple Intelligences yang
dikembangkan diharapkan membantu guru dalam menyampaikan dan
memperjelas konsep-konsep Biologi khususnya pada pokok bahasan
Perubahan Lingkungan, Limbah dan Daur ulang.
2) Siswa
Hasil penelitian berupa Modul berbasis Multiple Intelligences yang
dikembangkan diharapkan mampu membantu siswa memahami materi
Perubahan Lingkungan, Limbah dan Daur ulang.
3) Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan
kepada peneliti lain tentang pengembangan Modul yang berbasis multiple
intelligences.
BAB II
TINJAUAN PUSTKA
2.1 Kajian teori
2.1.1 Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang
berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi
yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala
kompleksitasnya.
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
Pandangan lain dari ahli lainnya mengatakan bahwa bahan ajar adalah
seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak
tertulis, sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan peserta
didik untuk belajar.Selain itu, bahan ajar juga dikenal dengan istilah teaching
materials yang dipandang sebagai materi yang disediakan untuk kebutuhan
pembelajaran yang mencakup buku teks, video, audio tapes, software computer,
dan alat bantu visual.
Bahan ajar merupakan medium untuk mencapai tujuan pengajaran
yang dikonsumsi oleh peserta didik. Bahan ajar merupakan materi yang terus
berkembang secara dinamis seiring dengan kemajuan dan tuntutan
perkembangan masyarakat. Bahan ajar yang diterima oleh peserta didik harus
mampu merespons setiap perubahan dan mengantisipasi setiap perkembangan
yang akan terjadi dimasa depan. Bahan ajar merupakan komponen yang tidak bisa
diabaikan dalam pengajaran, sebab bahan ajar merupakan inti dalam proses
belajar mengajar. Penggunaan bahan ajar akan sangat membantu keefektifan
proses pembelajaran dan penyampaian pesan serta isi pelajaran. Bahan ajar juga
dapat membantu siswa untuk meningkatkan pemahaman, penyajian data yang
menarik dan terpercaya, bahkan diharapkan dapat meningkatkan efektivitas
pembelajaran.
Dari beberapa pandangan mengenai pengertian bahan ajar tersebut,
dapat dipahami bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi,
alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan
kompetensi yang akan dikuasai oleh peserta didik dan digunakan dalam
proses kegiatan pembelajaran. Bahan ajar yang dapat digunakan tidak hanya
bahan ajar audio atau bahan ajar elektronik, tetapi juga terdapat bahan ajar
cetak seperti, Modul, handout dan LKS. Penggunaan bahan ajar bagi guru
adalah untuk mengarahkan semua aktivitas guru dalam proses pembelajaran
sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada
siswa. Penggunaan bahan ajar bagi siswa akan menjadi pedoman dalam proses
pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang harus dipelajari.

Jadi, bahan ajar adalah seperangkat materi pembelajaran yang


didesain secara sistematis dan menarik untuk mempermudah peran guru dalam
menyampaikan materi pelajaran dan memudahkan siswa dalam mempelajari
materi pelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2.1.2 Modul
1. Pengertian Modul
Ada beberapa referensi yang menjelaskan tentang pengertian Modul
menurut Setiadi., dkk (2017):
a. Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari
secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga media
untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk
untuk belajar sendiri. Direktorat Jenderal Penjaminan Mutu Pendidikan
dan Tenaga Kependidikan (2008)
b. Modul ialah bahan belajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan
kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran
terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu
tertentu (Purwanto., dkk. 2007).
c. Modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian
pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis
untuk membantu peserta didik mencapai tujuan belajar (Mulyasa, 2003).
d. Modul merupakan sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis
dengan menggunakan bahasa yang dapat dengan mudah dipahami oleh
peserta didik serta dapat dipelajari secara mandiri tanpa membutuhkan
seorang fasilitator (Ditjen
PMPTK, 2008).
Menurut Hamdani (2010), ada beberapa pengertian yang menjelaskan tentang
Modul, antara lain sebagi berikut:
a. Modul adalah alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode,
batasan batasan materi pembelajaran, petunjuk kegiatan belajar, latihan,
dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dan dapat digunakan secara
mandiri.
b. Modul adalah alat pembelajaran yang disusun sesuai dengan kebutuhan
mata kuliah tertentu untuk keperluan proses pembelajaran tertentu; sebuah
kompetensi atau sub kompetensi yang dikemas dalam satu Modul secara utuh
( self containe), mampu membelajarkan diri sendiri atau dapat digunkan
untuk belajar secara mandiri (self instructional). Penggunaan Modul tidak
bergantung pada media lain, melainkan kesempatan mahasiswa untuk
beratih dan memberikan rangkuman, memberi kesempatan melakukan tes
sendiri (self test), dan mengakomudasi kesulitan mahasiswa dengan
memberi tindak lanjut dan umpan balik.

Berdasarkan pendapat-pendapat tentang pengertian Modul diatas, maka


dapat disimpulkan bahwa Modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk
tertulis atau cetak yang disusun secara sistematis, memuat materi pelajaran,
metode, tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator
pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan belajar mandiri (self instruksion),
dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menguji diri sendiri
melalui latihan yang disajikan dalam Modul tersebut. Modul memiliki sifat
self contained, artinya dikemas dalam satu kesatuan yang utuh untuk
mencapai kompetensi tertentu. Modul juga memiliki sifat membantu dan
mendorong pembaca untuk mampu membelajarkan diri sendiri (self
instruction) dan tidak bergantung pada media lain (self alone) dalam
penggunaannya.
Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar berupa bahan cetakan.
Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat
belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga Modul
berisi paling tidak tentang:

a. Petunjuk belajar (Petunjuk peserta didik/guru)


b. Kompetensi yang akan dicapai
c. Content atau isi materi
d. Informasi pendukung
e. Latihan-latihan
f. Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
g. Evaluasi
h. Balikan terhadap hasil evaluasi

Sebuah Modul akan bermakna kalau peserta didik dapat dengan


mudah menggunakannya. Pembelajaran dengan Modul memungkinkan seorang
peserta didik yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat
menyelesaikan satu atau lebih KD dibandingkan dengan peserta didik lainnya.
Dengan demikian maka Modul harus menggambarkan KD yang akan dicapai
oleh peserta didik, disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik,
menarik, dilengkapi dengan ilustrasi. Penggunaan Modul dalam memacu
kreaktivitas dan kemandirian peserta didik dalam belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan apabila Modul tersebut telah memenuhi kriteria
valid, praktis dan efektif.
2. Kevalidan, Kepraktisan dan Keefektifan Modul
Sebuah Modul dikatan valid apabila aspek isi materi Modul
penyusunannya mengacu pada tujuan pembelajaran dan uraian materinya sesuai
dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagaimana
yang dipersyaratkan untuk penyususn bahan ajar yang baik, Mustami, dkk.,
(2017). Perangkat dikatakan valid jika penilaian para ahli menujukan bahwa
pengembangan perangkat tersebut dilandasi oleh teori yang kuat dan memiliki
konsistensi internal yaitu ada keterkaitan komponen dalam perangkat.
Mustami, dkk., (2017) mengatakan penilaian suatu perangkat
pembelajaran dikatakan praktis jika, memenuhi dua kriteria, yaitu (1)
perangkat yang dikembangkan dapat ditetapkan menurut penilaian para ahli,
(2) perangkat yang dikembangkan dapat diterapkan secara rill dilapangan.
Praktisitas sebuah perangkat yang dikembangkan valid apabila hasil
pengamatan keterlaksanaan perangkat pembelajaran di kelas termasuk dalam
kategori tinggi atau sangat tinggi dan respon guru positif atau sangat positif.

Indikator yang digunakan untuk menentukan keefektifan perangkat


pembelajaran yaitu: hasil observasi kemampuan pengelolah pembelajaran, tes
hasil belajar, hasil angket respon peserta didik Mustami, dkk., (2017). Efektif
pencapaian hasil yang sesuai denga tujuan seperti yang ditetapkan
diindikator. Perangkat dikatakan efektif jika 3 dari 4 indikator, tetapi indikator
1 harus terpenuhi. Indikator tersebut (1) ketercapaian hasil belajar, (2) aktivitas
peserta didik, (3) respon peserta didik, (4) kemampuan guru dalam mengolah
pelajaran.

3. Tujuan penyusunan Modul


Adapun yang menjadi tujuan dalam penyusunan Modul adalah untuk
menyediakan Modul pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum
dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik yakni Modul pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik materi ajar dan karakteristik peserta didik, serta
setting atau latar belakang lingkungan sosialnya.
Menurut Sani (2015), tujuan pembelajaran dengan menggunakan
Modul adalah:

a. membuka kesempatan bagi peserta didik untuk belajar menurut


kecepatan masing-masing;
b. memberi kesempatan bagi peserta didik untuk belajar menurut cara
masing masing karena mereka mungkin menggunakan teknik yang
berbeda dalam memecahkan masalah tertentu berdasarkan latar belakang
pengetahuan dan kebiasaan masing-masing;
c. memberi pilihan dari sejumlah besar topik dalam suatu mata pelajaran,
mata kuliah, atau bidang studi jika dianggap bahwa peserta didik tidak
mempunyai pola minat yang sama atau motivasi yang sama untuk
mencapai tujuan yang sama;
d. memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengenal kelebihan
dan kekurangannya dan memperbaiki kelemahannya.
Sedangkan tujuan penyusunan Modul menurut Badan Diklat Keuangan
(2009)
adalah:
a. Sebagai medium referensi materi. Modul harus merupakan suatu paket
pembelajaran yang disusun secara sistematis, terarah dan lengkap sesuai
dengan standar kompetensi dan indikator pencapaian kompetensi
b. Sebagai medium referensi belajar. Modul harus dapat dipakai sebagai
referensi belajar atau pengganti tatap muka antara guru/tutor dan peserta
didik.
c. Sebagai medium referensi lanjutan belajar. Pendalaman lanjutan (jika di
perlukan) tentang suatu objek study tertentu dal am Modul disajikan juga
dalam bentuk catatan kaki atau kepustakaan.
d. Sebagai medium motivator. Modul digunakan untuk memperjelas dan
mempermudah penyajian materi agar tidak terlalu bersifat verbal.
e. Sebagai media pembelajaran yang fleksibel. Pembelajaran berModul
dapat mengatasi masalah keterbatasan waktu, ruang dan daya indera baik
peserta didik maupun guru/tutor.
f. Sebagai media evaluator. Modul digunakan oleh peserta didik untuk
mengukur
atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.
4. Manfaat penyusunan Modul
Adapun fungsi bahan ajar menurut Panduan Pengembangan bahan ajar
yang dikeluarkan oleh Depdiknas (2008), yaitu:
a. Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam
proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang
seharusnya diajarkan pada peserta didik.
b. Pedoman bagi peserta didik yang akan mengarahkan semua aktivitasnya
dalam proses pembelajaran, sehingga merupakan substansi kompetensi yang
seharusnya dipelajari atau dikuasai.
c. Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.

Menurut Hamdani (2010), bagi peserta didik Modul ini bermanfaat untuk;
(1) peserta didik melatih diri belajar secara mandiri; (2) belajar lebih m
enarik karena dapat dipelajari di luar kelas dan di luar jam pelajaran; (3)
berkesempatan mengekspresikan cara-cara belajar yang sesuai dengan
kemampuan minatnya; (4) mampu membelajarkan diri sendiri; berkesempatan
menguji kemampuan diri sendiri dengan mengerjakan latihan yang disajikan
dalam Modul; (5) mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajarnya. Sedangkan
bagi guru Modul bermanfaat karena: (1) mengurangi ketergantungan terhadap
ketergantungan buku teks; (2) memperluas wawasan karena disusun dengan
menggunakan berbagai referensi; (3) menambah khazanah pengetahuan dan
pengalaman dalam menulis bahan ajar; (4) membangun komunikasi yang efektif
antara dirinya dan peserta didik karena pembelajaran tida k harus berjalan secara
tatap muka; (5) menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan
diterbitkan.

2.1.3 Prosedur Pengembangan Modul


Menurut sofyan Amri dan Iif Khoiru (dalam Susana, 2017),
penyususunan bahan ajar cetak harus memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:

1. Susunan tampilan, menyangkut urutan yang mudah, judul yang singkat,


rangkuman dan tugas pembaca
2. Bahasa yang mudah, menyangkut mengalirnya kosa kata, jelas kalimatnya,
jelas hubungan kalimat, dan kalimat yang tidak terlalu panjang.
3. Menguji pemahaman, menyangkut menilai melalui orangnya dan chek-list
untuk faham.
4. Stimulant, enak tidaknya dilihat, tulisan mendorong pembaca untuk berfikir,
dan menguji stimulant.
5. Kemudahan dibaca, menyangkut keramahan pada mata, (huruf yang
digunakan tidak terlalu kecil dan enak dibaca).
6. Materi instruksional, menyangkut pemilihan teks, bahan kajian, dan lembar
kerja (work sheet).

2.1.4 Multiple intelligences


1. Pengertian multiple inteligences
Intelligence (kecerdasan) sering diartikan sebagai kemampuan mental
umum untuk belajar dan menerapkan pengetahuan dalam memanipulasi
lingkungan serta kemampuan berpikir abstrak. Definisi lain tentang kecerdasan
mencakup kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru atau perubahan
lingkungan saat ini, kemampuan untuk mengevaluasi dan menilai, kemampuan
untuk memahami ide-ide yang kompleks, kemampuan untuk berpikir
produktif, kemampuan untuk belajar dengan cepat, dan belajar dari
pengalaman dan bahkan kemampuan untuk memahami hubungan.
Wechsler menjelaskan bahwa, intelegensi adalah suatu kemampuan
secara global dalam individu untuk bersikap secara tepat, berpikir secara rasional,
dan dapat menghadapi lingkungan secara efektif. Pandangan lain dari ahli
lainnya mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan seseorang untuk
menyesuaikan diri, mempertimbangkan, mengerti, dan berpikir dengan baik.
Selain itu, intelligensi juga dianggap sebagai kemampuan menangani masalah
yang memiliki ciri-ciri: (1) mengandung kesulitan, (2) kompleks, (3) abstrak,
(4) ekonomis, (5) mengarah pada satu tujuan, dan (6) mempunyai nilai sosial.
Kecerdasan manusia seharusnya dilihat dari tiga komponen utama;
Pertama, kemampuan untuk mengarahkan pikiran dan tindakan (the ability
to direct thought and action). Kedua, kemampuan untuk mengubah arah
pikiran atau tindakan (the ability to change the direction of thought and
action). Ketiga, kemampuan untuk mengkritisi pikiran dan tindakan sendiri
(ability to critisize own thoughts and actions). Kemampuan manusia tidak
bisa dikaji dengan membuat suatu pengelompokan berdasarkan
kecenderungan, perubahan, dan mengoreksi pikiran dan tindakan, tetapi harus
dilihat dari kemampuan untuk beraktivitas dengan menggunakan gagasan-
gagasan dan simbol-simbol secara efektif (kemampuan abstrak), dan
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru (kemampuan
sosial).
Jadi, yang dimaksud dengan intelligence (kecerdasan) adalah
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru atau perubahan dalam
lingkungan, kemampuan berpikir abstrak dan memberi alasan, kemampuan
untuk mempelajari hal-hal baru, memahami, mengevaluasi dan menilai, serta
kemampuan memecahkan suatu masalah.
Multiple Intelligences, dalam bahasa Indonesia sering disebut
kecerdasan majemuk atau kecerdasan ganda, merupakan gambaran sifat
alami manusia dari sebuah perspektif kognitif, seperti bagaimana kita
merasakan dan menyadari keadaan sesuatu, terutama mengelola informasi baru
yang masuk ke dalam diri kita dan menggunakan kapasitas kita untuk
kehidupan sehari-hari.
Menurut Amir Tengku Ramly, kecerdasan majemuk adalah
kemampuan seseorang dalam berpikir, memecahkan masalah, bertindak dan
berperilaku sesuai dengan apa yang dihadapi. Berbeda dengan pendapat di atas,
Ahmad Thontowi menjelaskan bahwa kecerdasan majemuk sebagai kemampuan
untuk menyelesaikan masalah atau merekayasa produk yang menjadi
konsekuensi dari suasana budaya dan masyarakat tertentu.
Jadi, multiple intelligences (kecerdasan jamak) adalah berbagai
keterampilan dan bakat yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan
berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Jenis Multiple intelligences
Kecerdasan mejemuk terdiri atas sembilan jenis kecerdasan, yakni:
(1)kecerdasan verbal-linguistik, (2) kecerdasan logis-matematis, (3) kecerdasan
visualspasial, (4) kecerdasan interpersonal, (5) kecerdasan intrapersonal, (6)
kecerdasan musikal-berirama, (7) kecerdasan jasmaniah-kinestetik, (8)
kecerdasan naturalistik, dan (9) kecerdasan eksistensial-spiritual.

2.1.5 Pembelajaran berbasis Mutiple Intelligences


Pembelajaran berbasis multiple intelligences merupakan strategi
mengajar dalam proses pembelajaran yang menitikberatkan pada kecocokan
gaya mengajar guru dan gaya belajar siswa, sehingga tujuan pembelajaran
tercapai. Cara pembelajaran berbasis multiple intelligences adalah salah satu
strategi pembelajaran yang menghargai keunikan setiap siswa melalui
berbagai potensi atau kecerdasan yang dimiliki siswa, dan berbagai variasi cara
belajar siswa.
Berikut cara pembelajaran berbasis multiple intelligences pada proses
pembelajaran:
1. Kecerdasan Linguistik-Verbal
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan menggunakan kata-kata. Inti
kegiatan belajar melalui pendekatan kecerdasan linguistik menekankan pada
keterampilan menggunakan bahasa. Dalam bentuk kata/kalimat yang
diucapkan (lisan) dengan pola yang terstruktur, kemampuan mengolah kata.
Mengajar dengan pendekatan linguistik merupakan sebuah keterampilan
menggabungkan berbagai komponen bahasa, menulis, menyimak dan
berbicara untuk mengingat, berkomunikasi, menjelaskan, memengaruhi,
menyusun makna dan menggambarkan bahasa itu sendiri.
Menurut Samsinar, beberapa hal yang bisa dilakukan guru dalam
pembelajaran untuk jenis kecerdasan ini seperti: brainstorming (memberi
sumbang pendapat), storytelling (bercerita), atau menulis jurnal. Jadi, siswa
yang memiliki kecerdasan linguistik dapat diajar dengan memberi
kesempatan bagi siswa untuk menulis dan berpidato di kelas, menulis esai,
melakukan diskusi atau debat, membuat resume atau jurnal, dan lain sebagainya.
2. Kecerdasan Logis-Matematis
Cara mengajar yang berbasis pada kecerdasan logis-matematis
merupakan sebuah strategi yang digunakan guru dalam pembelajaran dengan
menekankan pada aspek pemecahan masalah, berpikir kritis, aktivitas
membuat kategorisasi serta melatih ketelitian siswa. Ada beberapa aktivitas
yang dapat dilakukan guru untuk jenis kecerdasan ini yaitu membuat latihan
bagi siswa untuk berpikir kritis, memberi pertanyaan socrates, dan problem
solving.
Siswa-siswa dengan kecenderungan kecerdasan numerik dapat diajar
menggunakan pendekatan matematis-logis. Dasar pendekatan matematis-logis
menekan pada kegiatan berpikir yang bersifat terukur, kuantitatif, dan analisis.
Dalam pembelajaran, pendekatan ini menekankan pada kemampuan pada
penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan
hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik, mencirikan
sesuatu berdasarkan sebab akibat, pengelompokan, melalui proses klasifikasi,
atau identifikasi.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang
memiliki kecerdasan logis-matematis sangat diuntungkan dengan proses
pembelajaran yang dirancang dalam bentuk perumusan analisis masalah,
pertanyaan dan eksperimen. Siswa diberi kesempatan untuk memecahkan
masalah, menampilkan hasil percobaan mereka, atau membuat prediksi
berdasarkan data-data matematis
3. Kecerdasan Spasial-Visual
Pembelajaran yang berbasis pada kecerdasan visual-spasial adalah salah
satucara mengajar dengan menampilkan gambar-gambar atau presentasi visual.
Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dalam proses pembelajaran ini
yaitu dengan memanfaatkan karu indeks, membuat sketsa, display class, dan
movie learning.
Komponen inti kecerdasan visual spasial adalah kepekaan pada garis,
warna,bentuk ruang, keseimbangan, bayangan harmoni, pola, dan hubungan
antar unsur tersebut. Komponen lainnya adalah kemampuan membayangkan,
mempresentasikan ide secara visual dan spasial, dan mengorientasikan secara
tepat. Komponen inti dari kecerdasan visual-spasial benar-benar bertumpu
pada ketajaman melihat dan ketelitian pengamatan.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa proses pembelajaran
yang baik untuk siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial adalah
dengan menyisipkan kegiatan menggambar baik berupa peta, diagram atau model
rancangan bangunan serta pembelajaran melalui alat peraga seperti video,
foto, bahkan objek nyata.
4. Kecerdasan Interpersonal
Proses pembelajarang yang menekankan pada kebutuhan siswa untuk
saling memiliki dan berhubungan dengan orang lain merupakan cara mengajar
untuk jenis kecerdesan interpersonal. Guru dapat mengajak siswa untuk belajar
bersama. Ketika guru memasang-masangkan siswa atau mengumpulkan siswa
dalam suatu kelompok dan memberikan tugas-tugas kerja sama yang tepat,
maka siswa dapat berinteraksi dengan teman-teman sebaya, mengajar dan
belajar dari teman sekelas, mendorong timbulnya ide baru, dan meningkatkan
komunikasi di ruang kelas.
Siswa dengan kecerdasan interpersonal salalu melihat berbagai
fenomena dari sudut pandang orang lain sehingga ia memahami bagaimana orang
lain melihat dan merasakannya. Kelas yang dipenuhi dengan siswa yang
dominan interpersonal, memungkinkan aktivitas pembelajaran dilakukan dengan
proses interaksi kerja sama dalam sebuah usaha kelompok belajar. Proses
belajar menggunakan skema kerja sama kelompok berkemampuan untuk
melakukan “sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin” dalam sebuah
usaha belajar. Inti dari pendekatan kecerdasan interpersonal adalah bekerja
sama untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin.
Siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal sangat diuntungkan dengan
proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk
bekerjasama dalam kelompok, menagadakan wawancara, survai dan kegiatan
kegiatan yang mengandalkan adanya interaksi dengan orang lain.
5. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal merujuk pada pemahaman terhadap diri
sendiri dalam menentukan minat dan tujuan ketika melakukan kegiatan. Anak
yang memiliki kecerdasan intrapersonal yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
anak tersebut malu dan cenderung menghindarkan diri dari pergaulan bersama
orang lain. Mereka sangat menyukai kesendirian, tetapi mereka mempunyai
kebijaksanaan, intuisi dan motivasi, serta kemauan yang kuat, keyakinan dan
pendapat. Mereka dapat diajarkan melalui studi independen dan introspeksi.
Menurut Samsinar, cara mengajar untuk jenis kecerdasan intrapersonal
yang dapat diterapkan guru dalam pembelajaran adalah dengan menekankan
pada kemandirian siswa dalam belajar. Hal ini bertujuan untuk membuat
siswa mampu menyadari keberadaan dirinya secara mendalam baik perasaan
terutama mengetahui kelebihan dan kekurangannya, ide-ide, dan tujuan hidupnya.
Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tugas
individual dan melakukan refleksi. Proses pembelajaran untuk jenis
kecerdasan ini adalah dengan memberikan waktu untuk menulis, menggambar
atau berpikir sendirian sebagai upaya pengendapan atas apa yang telah dipelajari.
6. Kecerdasan Musikal-Berirama
Peserta didik yang memiliki kecerasan musikal cenderung senang
sekali mendengarkan nada dan irama yang indah, baik itu senandung yang
dilagukan sendiri, atau dari radio maupun pertunjukan. Mereka juga lebih
mudah mengingat sesuatu dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila
dikaitkan dengan musik. Mereka sangat menikmati proses pembelajaran yang
dikemas dengan latar belakang musik.
Pembelajaran yang berbasis pada kecerdasan musikal dapat
dikombinasikan dengan jenis kinestetik. Kolaborasi ini akan menjadikan
pembelajaran efektif dan menjadi media yang baik bagi siswa untuk
berimajinasi dan berkreasi tanpa batas. Selain itu, penggunaan musik dalam
pembelajaran akan meningkatkan hasil pembelajaran karena musik menjadikan
suasana dalam pembelajaran menjadi rileks.
Proses pembelajaran yang baik untuk siswa dengan kecerdasan
musikal adalah dengan memberinya kesempatan untuk mengungkapkan
pengetahuannya melalui musik atau produk-produk ritmis lainnya,
memperdengarkan alunan musik yang tenang saat mereka mengerjakan tugas
saat proses pembelajaran.
7. Kecerdasan Jasmaniah-Kinestetik
Siswa dengan kecerdasan jasmaniah-kinestetik memiliki keseimbangan
tubuh yang baik sehingga mampu melakukan manuver fisik secara cerdik.
Mereka berinteraksi melalui ruang di sekelilingnya, dapat mengingat dan
memproses setiap informasi yang diterimanya dalam konteks belajar. Mereka
sangat menyukai aktivitas fisik dan aksi-aksi tertentu serta mengalami
perkembangan yang baik dalam keterampilan fisiknya.
Untuk mengajar siswa yang memiliki kecerdasan jasmaniah, dapat
dilakukan melalui proses pembelajaran yang memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengungkapkan pengetahuannya dalam bentuk akting, gerakan dan
pantomim. Kelas perlu dirancang agar siswa dapat mengkomunikasikan
kemampuannya melalui bahasa tubuh, dan mempelajari berbagai macam gerakan
tubuh.
8. Kecerdasan Naturalis
Komponen inti kecerdasan naturalistik adalah kepekaan terhadap alam
(flora, fauna, formasi awan, gunung-gunung), memetakan hubungan antara
beberapa spesies, baik secara formal maupun non formal. Memelihara alam
atau bahkan Menjadi bagian dari alam itu sendiri seperti mengunjungi tempat-
tempat yang banyak dihuni binatang, dan mampu mengetahui hubungan antara
lingkungan dan alam merupakan suatu kecerdasan yang tinggi mengingat
tidak semua orang dapat melakukannya dengan mudah.
Individu yang kuat dalam kecerdasan ini akan sangat optimal belajarnya
bila menggunakan alat peraga yang menghadirkan fenomena alam ke dalam
kelas. Adanya kegiatan seperti studi wisata akan sangat mendukung
kemampuan belajar mereka.
9. Kecerdasan Eksistensial-Spiritual
Pembelajaran berbasis kecerdasan eksistensial-spiritual adalah strategi
pembelajaran dengan mengarahkan siswa pada perbuatan baik dan segala
sesuatu dikaitkan dengan ketuhanan. Dalam proses pembelajaran, guru
senantiasa menyisipkan nasehat-nasehat, pelajaran akhlak, moral, dan
pengetahuan-pengetahuan keagamaan. Guru tidak memberikan peserta didik
wawasan hanya sebatas ilmu pengetahuan duniawi, tetapi setiap
pembelajaran senantiasa disandarkan kepada Si Pemberi Pengetahuan dan
Pemilik Ilmu.
Menurut Yaumi dan Nurdin, cara atau strategi pembelajaran yang
sesuai dengan kecerdasan eksistensial-spiritual adalah: (1) membuat respons
terhadap suatu peristiwa, (2) membuat panggung beraamal, (3) membaca puisi
romantik, (4) menulis esai reflektif, (5) berdiskusi tentang isu-isu sosial, (6)
menulis tentang persoalan sosial, dan (7) mewawancarai politisi.

2.2 Kerangka pikir


Yang menjadi dasar penelitian dan pengembangan pembuatan Modul
pembelajaran biologi berbasis Multiple inteligences ini adalah selama ini
pada SMAN 6 Palopo dalam proses pembelajarannya hampir selalu berpusat
pada guru (Teacher Centen) sehingga terkadang kurang menarik bagi peserta
didik, selain itu konsep biologi terbilang abstrak sehingga pengetahuan
dalam memahami konsepnya kurang dan dampaknya pada pencapaian hasil
belajar yang belum mencapai KKM. Oleh sebab itu, perlunya mendesain
Modul pembelajaran yang inovatif, praktis, dan efektif sehingga dapat memacuh
kemandirian peserta didik dalam belajar.

Potensi masalah

Pembelajaran berpusat pada guru

Pengetahuan memahami konsep kurang

KKM belum mencapai standar yang ditetapkan

Masih kurang perangkat pembelajaran yang memacu

kreaktivitas peserta didik belajar

Peserta didik mengalami kesulitan dalam


memahami materi perubahan lingkungan,
limbah dan daur ulang

Mengembangkan produk penelitian berupa modul berbasis


Multiple Intelligences kelas x, pada materi perubahan
lingkungan, limbah dan daur ulang

validasi Praktis Efektif

Gambar . Bagan kerangka pikir pengembangan modul berbasis Multiple


Intelligences
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan atau Research and
Development (R&D), yang mengacu pada model pengembangan 4D (Four
D) yaitu pendefenisian (define), perancangan (designe), pengembangan (develop),
dan penyebaran (dessiminate). Adapun produk yang akan dikembangkan
dalam penelitian ini adalah Modul pembelajaran biologi berbasis multiple
inteligences pada materi Perubahan Lingkungan, Limbah dan Daur ulangbagi
peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Palopo, Kecamatan Wara, Kota Palopo.

3.2 Batasan istilah


Batasan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Modul dalam penelitian ini adalah bahan ajar cetak pada materi Perubahan
Lingkungan, Limbah dan Daur ulang, yang dirancang untuk dapat dipelajari
secara mandiri oleh peserta pembelajaran karena di dalamnya telah
dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri agar peserta didik dapat
mengerjakan sendiri suatu kegiatan belajar melalui praktek atau mengejarkan
tugas dan latihan yang berkaitan dengan materi pada Modul untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
2. Multiple inteligences , disebut sebagai kecerdasan majemuk atau kecerdasan
ganda, merupakan gambaran sifat alami manusia dari sebuah perspektif
kognitif, seperti bagaimana kita merasakan dan menyadari keadaan sesuatu,
terutama mengelola informasi baru yang masuk ke dalam diri kita dan
menggunakan kapasitas kita untuk kehidupan sehari-hari.
3. Pembelajaran berbasis multiple intelligence merupakan strategi mengajar
dalam proses pembelajaran yang menitikberatkan pada kecocokan gaya
mengajar guru dan gaya belajar siswa, sehingga tujuan pembelajaran
tercapai. Cara pembelajaran berbasis multiple intelligences adalah salah satu
strategi pembelajaran yang menghargai keunikan setiap siswa melalui
berbagai potensi atau kecerdasan yang dimiliki siswa, dan berbagai variasi
cara belajar siswa
4. Kevalidan. Modul berbasis multiple intelligences dikatakan valid, jika
penilaian ahli menunjukkan bahwa pengembangan perangkat tersebut dilandasi
oleh teori yang kuat dan memiliki konsistensi internal, yaitu adanya kaitan
antara komponen dalam perangkat yang dikembangkan. Ahli dalam hal ini
berasal dari kalangan akademisi.
5. Kepraktisan Modul berbasis multiple intelligences dikatakan praktis, jika
memenuhi dua kriteria, yaitu (1) Modul yang dikembangkan dapat diterapkan
menurut penilaian para ahli; (2) Modul yang dikembangkan dapat diterapkan
secara riil di lapangan. Indikator kepraktisan tersebut adalah hasil pengamatan
keterlaksanaan pembelajaran di kelas termasuk dalam kategori minimal
terlaksana dengan baik.
6. Keefektifan. Modul berbasis multiple intelligences dikatakan efektif, jika
memenuhi 2 kriteria yaitu (1) respon positif peserta didik terhadap Modul dan
kegiatan pembelajaran, dimana lebih dari 50% peserta didik memberi respon
positif terhadap minimal 70% dari jumlah aspek yang ditanyakan, dan (2)
peserta didik berhasil dalam belajar jika ketuntasan belajar peserta didik secara
individual minimal 70 dan secara klasikal minimal 80% terhadap standar
ketuntasan minimal.
3.3 Lokasi penelitian
Uji coba Modul hasil pengembangan dilaksanakan di SMA Negeri 6
Palopo pada peserta didik kelas XI MIA4 semester genap tahun pelajaran
2019/2020.
3.4 Prosedur penelitian
Model pengembangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
model pengembangan 4D (Four D) merupakan model pengembangan
pembuatan jalur yang dikembangkan oleh S. Thiagarajan, Porothy S, Sammel dan
Melvin I. Sammel. Model pengembangan 4D terdiri dari empat tahap utama yaitu
(1) Define (defenisi), (2) Design (desain), (3) Development (pengembangan)
dan (4) Disseminate (penyebaran).
Kempat tahapan penelitian pengembanga menurut Thiagarajan dkk.,
(1974), adalah sebagai berikut:
1. Tahap pendefenisian (define).
Tahap ini adalah menetapkan dan mendefenisikan syarat-syarat
pembelajaran diawali dengan menganalisis tujuan dan batasan materi yang
dikembangkan. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok: (1) analisis ujung
depan (front-end analysis). Analisis ujung depan bertujuan untuk
memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam
pembelajaran, sehingga diperlukanlah suatu pengembangan bahan ajar. Dengan
analisis ini akan didapatkan gambaran fakta, harapan dan alternatif penyelesaian
masalah dasar, yang memudahkan dalam penentuan atau pemelihan bahan ajar
yang dikembangkan. (2) analisis peserta didik (learner analysis). Merupakan
telaah tentang karakteristik peserta didik yang sesuai dengan desain
pengembangan perangkat pembelajaran. Karakteristik peserta didik itu meliputi
latar belakang kemampuan akademik (pengetahuan), perkembangan kognetif,
serta ketrampilan-ketrampilan individu atau sosial yang berkaitan dengan topik
pembelajaran, media, format dan bahasa yang dipilih. Analisis peserta didik
dilakukan untuk mendapatkan gambaran karakteristik peserta didik, antara lain:
(a) tingkat kemampuan perkembangan intelektualnya, (b)
ketrampilanketrampilan individu atau sosial yang suda dimiliki dan dapat
dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. (3)
analisis tugas (task analysis). Analisis tugas bertujuan untuk mengidentifikasi
ketram pilanketrampilan utama yang akan dikaji oleh peneliti dan
menganalisisnya kedalam himpunan ketrampilan tambahan yang mungkin
diperlukan. Analisis ini memastikan ulasan yang menyeluruh tentang tugas
dalam materi pembelajaran. (4) analisis konsep (concept analysis). Analisis
ini dilakukan untuk mengidentifikasi konsep pokok yang akan diajarkan,
menyususnya dalam bentuk hirarki, dan merinci konsep-konsep individu kedalam
hal yang kritis yang tidak relevan. Analisis konsep diperlukan guna
mengidentifikasi pengetahuan-pengetahuan deklaratif atau prosedural pada
materi teori evolusi yang akan dikembangkan. Analisis konsep merupakan
satu langkah penting untuk memenuhi prinsip kecukupan dalam membangun
konsep atas materi yang digunakan sebagai sarana pencapaian kompetensi
dasar dan standar kompetensi. Analisis konsep ini meliputi: (a) analisis
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bertujuan untuk menentukan
jumlah dan jenis bahan ajar, (b) analisis sumber daya, yakni mengumpulkan dan
mengidentifikasi sumber -sumber mana yang mendukung penyususnan Modul
pembelajaran. (5) analisis tujuan pembelajaran (specifying instructional
objectives). Analisis ini bertujuan merangkum hasil dari analisis konsep dan
analisis tugas untuk menentukan prilaku objek penelitian. Kumpulan objek
tersebut menjadi dasar untuk menyusun tes dan merancang Modul pembelajaran
yang kemudi an diintegrasikan kedalam materi perangkat pembelajaran yang
akan digunakan oleh peneliti.
2. Tahap Perancangan (Design)
Tahap perencanaan (design). Pada tahap ini adalah mendesain bentuk
Modul pembelajaran biologi berbasis inquiri. Tahap ini terdiri dari 3 langkah
yaitu: (1) penyusunan tes hasil belajar yang didahului oleh penyusunan kisi-
kisi tes, (2) pemilihan format dalam hal ini format rencana pelaksanaan
pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan format rencana pelaksanaan
pembelajaran dalam K13, (3) Modul dilengkapi dengan petunjuk
penyelesaian soal dan masalah, kemudian diberi ruang atau tempat untuk
menuliskan jawaban peserta didik. Pemelihan format Modul yang
dikembangkan dalam penelitian pengembangan ini disusun sesuai komponen
Modul yang sesuai dengan pembelajaran dan dikembangkan sesuai
kebutuhan peserta didik dengan tujuan dapat mengembangkan kreaktifitas
peserta didik belajar tanpa ketergantungan guru.
3. Tahap Pengembangan
Tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan lembar kerja peserta
didik Modul berorientasi pendekatan multiple intelligences yang telah direvisi
berdasarkan masukan para ahli. Tahap ini meliputi: validasi Modul oleh para ahli
diikuti dengan revisi, stelah itu diuji cobakan.
a. Validasi ahli
Validasi ahli adalah penilaian lembar kerja peserta didik (modul) yang
telah dikembangkan peneliti oleh para ahli. Penilaian para ahli terhadap Modul
meliputi: format, bahasa, dan isi yang disesuaikan dengan taraf pemikiran peserta
didik tingkat sekolah menengah atas (SMA).
Untuk setiap indikator diatas dibagi menjadi sub-sub indikator sebagai
berikut:
1) Indikator format Modul terdiri atas: a) kejelasan pembagian materi, b)
penomoran, c) keseimbangan antara teks dan ilustrasi, d) jenis dan ukuran
huruf, dan e) pengaturan ruang.
2) Indikator bahasa terdiri atas: a) kebenaran tata bahasa, b) kejelasan definisi tiap
terminalogi, c) kesederhanaan struktur kalimat, dan d) kejelasan petunjuk dan
arahan dalam menyelesaikan soal.
3) Indikator isi terdiri atas: a) kebenaran isi, b) bagian-bagianya tersusun secara
logis, dan c) kesesuain dengan kurikulum 2013, d) memuat semua informasi
penting yang terkait, e) kesesuaian dengan pola pikir peserta didik, dan f)
memuat latihan yang berhubungan dengan konsep/ materi yang ditemukan.
Dalam hal ini validator menelaah lembar kerja peserta didik (Modul) yang
telah dihasilkan (draf I). Selanjutnya saran-saran dari validator digunakan sebagai
bahan pertimbangan untuk melakukan revisi. Setelah Modul draf I direvisi maka
diperoleh Modul draf II. Adapun rancangan Modul draf II hampir sama dengan
draf I namun apabila ada saran atau masukan dari para ahli itulah yang menjadi
bahan utuk merevisi MODUL selanjutnya.
b. Uji coba
Uji coba dilakukan hanya satu kali pada satu kelas. Tujuanya untuk
mendapatkan saran dari pengamat dan peserta didik dalam rangka revisi Modul
draf II. Rangkaian kegiatan uji coba terdiri atas dua tahap yaitu: 1) pelaksanaan
proses pembelajaran (uji coba Modul), dan 2) tes akhir setelah uji coba selesai.
Hasil uji coba dianalisis dan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
merevisi perangkat pembelajaran draf II. Perangkat pembelajaran yang didapat
pada revisi ini adalah perangkat pembelajaran yang disebut draf III atau draf
akhir.
4. Tahap Penyebaran (Disseminete)
Tahap penyebaran belum dapat dilakukan karena dalam penelitian ini
hanya uji coba terbatas yang dapat dilakukan. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan waktu, tenaga dan biaya sehingga penelitian tidak mengikuti secara
keseluruhan tahapan model pengembangan 4-D yaitu pada tahap penyebaran
(disseminate).
Tahapan pengembangan Modul berorientasi pendekatan multiple
intelligences menggunakan model 4-D yang direncanakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

Analisis Awal-Akhir

Pendefinisian
Analisis Materi

Analisis Tugas

Perumusan Tujuan Pembelajaran

Penyusunan Tes

Perancangan
Pemilihan Media

Pemilihan Format

Rancangan Awal

Draf I

Validasi Ahli

Pengembangan
Analisis Hasil

Ya Tidak
Sudah Revisi
Valid? Besarb
Perlu esar
Tidak Revisi Draf I
? Ya Tidak

Revisi Kecil
Praktis &
Efektif?
Draf II
Ya
Uji Coba Analisis
Draf III/ Draf Akhir

Keterangan: : Alur Utama : Hasil Kegiatan


: Proses Kegiatan : Syarat/ Kriteria Produk
: Siklus Tahapan bila diperlukan

Gambar 3.1: Prosedur Kegiatan Ujicoba Pengembangn modul Model Pengembangan


Thiagarajan.
3.5 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data-data
dalam penelitian adalah berupa: (1) lembar validasi bahan ajar Modul yang
dikembangkan, (2) Lembar validasi penilaian praktisi/guru, (3) lembar respon
peserta didik. Instrument penelitian yang telah divalidasi ini digunakan untuk
memperoleh informasi tentang komponen kualitas pengembangan yang
mencakup kevalidan, kepraktisan dan keefektivifan.

1. Lembar validasi Modul. Lembar validasi Modul yang digunakan untuk


memperoleh informasi tentang kualitas Modul yang dikembangkan
berdasarkan penilaian ahli (validator) dan praktisi. Teknik pengumpulan
data hasil validasi Modul dan instrument dilakukan dengan cara
memberikan Modul, instrument dan lembar validasi kepada ahli (validator)
selanjutnya divalidasi memberikan penilaian berdasarkan pertanyaan dan
pernyataan untuk masing-masing aspek penilaian yang tersedia. Beberapa
lembar validasi yang digunakan meliputi: (1) lembar validasi Modul, (2)
lembar validasi rencana pelaksanaan pembelajaran, (3) tes hasil belajar,
(4) lembar validasi quasioner tentang tanggapan praktisi/guru, dan (5)
lembar validasi quasioner tentang tanggapan peserta didik.
2. Lembar penilaian praktisi/guru. Lembar penilaian praktisi/guru terhadap
Modul pembelajaran digunakan untuk memperoleh informasi tentang
kesefahaman dua praktisi atau lebih. Teknik pengumpulan data hasil
kesefahaman Modul yang dikembangkan dilakukan dengan cara
memberikan Modul dan lembar penilaian kepada praktisi. Selanjutnya para
praktisi memberikan penilaian berdasarkan pertanyaan dan penilaian
untuk masing-masing aspek penilaian yang tersedia. Beberapa lembar
validasi penilaian yang digunakan meliputi: (1) lembar penilaian rencana
pelaksanaan pembelajaran, dan (2) lembar penilaian hasil belajar.
3. Lembar Respon Peserta Didik. Untuk memperoleh data tanggapan peserta
didik terhadap Modul yang digunakan maka digunakan angket responden
peserta didik yang telah direvisi berdasakan penilaian dan korelasi dari
para ahli. Angket responden peserta didik diberikan kepada seluruh
peserta didik yang menjadi subjek dalam penelitian. Pemberian angket
tersebut diberikan setelah berakhirnya proses pembelajaran. Angket ini
digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang respon peserta didik
terhadap kegiatan pembelajaran dengan Modul yang dikembangkan. Peserta
didik diminta untuk memberikan pendapat (sangat tidak setuju, tidak setuju,
ragu-ragu, setuju dan tidak setuju).

3.6 Teknik analisis data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu analisis kevalidan, analisis kepraktisan, dan analisis keefektifan dengan
mengunakan teknik analisis statistik deskriptif.
1. Analisis Data Kevalidan Modul
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam proses analisis data kevalidan
sebagaimana digunakan Nurdin (2007) adalah sebagai berikut;
a. Melakukan rekapitulasi hasil penilaian ahli dan praktisi ke dalam tabel yang
meliputi: aspek (Ai), kriteria (Ki), hasil penilaian validator (Vji).
b. Mencari rerata hasil penilaian ahli dan praktisi untuk setiap kriteria dengan
rumus:
n

_
V
j 1
ij

Ki 
n
Keterangan :
_
K i  rerata kriteria ke  i
V ij
 skor hasil penilaian terhadap kriteria ke  i oleh penilai ke  j
n  banyaknya penilai

c. Mencari rerata tiap aspek dengan rumus:

_
K
j 1
ij

Ai 
n
Keterangan :
_
Ai  rerata kriteria ke  i

K ij
 rerata untuk aspek ke-i kriteria ke-j
n  banyaknya kriteria dalam aspek ke  i

d. Mencari rerata total ( X ) dengan rumus :


n

A i

X  i 1

n
Keterangan:
X  rerata total

Ai  rerata aspek ke  i

n  banyaknya aspek

Validitas Modul akan ditentukan dengan mencocokkan rerata total


validitas seluruh butir penilaian dengan kriteria validitas berikut:
Tabel 3.1: Kategori Nilai Kevalidan Perangkat.

Interval Kategori
3,5 ≤ M ≤ 4 sangat valid (SV)
2,5 ≤ M < 3,5 valid (V)
1,5 ≤ M < 2,5 cukup valid (CV)
M < 1,5 tidak valid (TV)

Keterangan:
M = K i untuk mencari validitas setiap kriteria

M = Ai untuk mencari validitas setiap aspek

M = X untuk mencari validitas keseluruhan aspek


Kriteria yang digunakan untuk memutuskan bahwa MODUL berorientasi
pendekatan saintifik memiliki derajat validitas yang memadai adalah (1) nilai
rerata total untuk keseluruhan aspek minimal berada dalam kategori cukup
valid, dan (2) nilai untuk setiap spek minimal berada dalam kategori valid. Jika
tidak demikian, maka perlu dilakukan revisi berdasarkan saran dari para validator
atau dengan melihat kembali aspek-aspek yang nilainya kurang. Selanjutntnya
dilakukan validasi ulang lalu dianalisis kembali. Demikian seterusnya sampai
memenuhi nilai M minimal berada dalam kategori valid.
2. Analisis Data Kepraktisan Modul
Analisis data kepraktisan perangkat yang diperoleh dari data hasil
pengamatan keterlaksanaan Modul berorientasi pendekatan saintifik adalah
sebagai berikut:
a) Melakukan rekapitulasi hasil pengamatan keterlaksanaan perangkat
pembelajaran yang meliputi: (1) aspek (Ai), (2) kriteria (Ki);
b) Mencari rerata setiap aspek pengamatan setiap pertemuan dengan rumus:
n

_
K j 1
ij

Ami 
n
Ketrangan :
_
Ami  rerata aspek ke  i pertemuan ke  m

k  hasil pengamatan untuk aspek ke  i kriteria ke  j


i

n  banyaknya kriteria aspek dalam aspe ke  i


c) Mencari rerata tiap aspek pengamatan untuk t kali pertemuan dengan rumus:
t

_ A mi

Ai  m 1

Keterangan:
_
Ai  rerata aspek ke  i

A mi
 rerata untuk aspek ke  i pertemuan ke  m

t = banyaknya pertemuan

d) Mencari rerata total ( ) dengan rumus:


n

A i

X  i 1

n
Keterangan:
X  rerata total
_
Ai  rerata aspek ke  i

n = banyaknya kriteria

e) Menentukan kategori-kategori keterlaksanaan setiap aspek atau keseluruhan


aspek dengan mencocokkan rerata setiap aspek Ai atau rerata total X dengan
kategori yang telah ditetapkan.
f) Kategori keterlaksanaan setiap kriteria, setiap aspek atau keseluruhan aspek
ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 3.2: Kategori Nilai Kepraktisan Perangkat

Interval Kategori
3,5 ≤ M ≤ 4 sangat baik
2,5 ≤ M < 3,5 Baik
1,5 ≤ M < 2,5 cukup baik
M < 1,5 tidak terlaksana

Keterangan:
M = Ai untuk mencari keterlaksanaan setiap aspek

M = X untuk mencari keterlaksanaan keseluruhan aspek

Kriteria yang digunakan dalam menetapkan bahwa Modul berorientasi


pendekatan saintifik memiliki derajat keterlaksanaan yang memadai adalah nilai
X dan Ai minimal berada dalam kategori terlaksana cukup baik. Jika nilai M

berada di dalam kategori lainnya, maka perlu dilakukan revisi dengan melihat
kembali aspek-aspek yang nilainya kurang.
3. Analisis Data Respons Peserta Didik terhadap Modul.
Data tentang respon peserta didik diperoleh dari angket respon peserta
didik terhadap Modul selanjutnya dianalisis dengan analisis kualititatif
(persentase). Kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis data respon peserta
didik adalah menghitung banyaknya peserta didik yang memberi respon sesuai
dengan aspek yang ditanyakan pada angket respon peserta didik, kemudian
menghitung presentasenya.
Adapun analisis untuk menghitung presentase banyaknya peserta didik
yang memberikan respon pada setiap kategori yang ditanyakan dalam lembar
angket menggunakan rumus:

PRS= (Trianto, 2009: 243)

Keterangan:
PRS = persentase banyak peserta didik yang memberikan respon positif
terhadap kategori yang ditanyakan
∑A = banyaknya peserta didik yang memberikan respon positif terhadap
setiap kategori yang ditanyakan dalam angket
∑B = banyaknya peserta didik yang menjadi subjek uji coba
Perangkat dan proses pembelajaran dikatakan efektif jika sekurang-
kurangnya 75% dari semua peserta didik menjawab sangat setuju dan setuju atau
rata-rata akhir dari skor respon peserta didik minimal berada pada kategori setuju.
Sedangkan kriteria respon peserta didik di adaptasikan dari Nurdin (2007)
dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.3: Kategori Penilaian Respon Peserta Didik.

Interval Kategori
RS < 0,5 Sangat tidak positif
0,5 ≤ RS < 1,5 tidak positif
1,5 ≤ RS < 2,5 cukup positif
2,5 ≤ RS < 3,5 Positif

3,5 ≤ RS sangat positif

Respon peserta didik dikatakan memenuhi kriteria positif jika minimal


berada pada kategori positif, dan kelas merespon postif apabila lebih dari 50%
peserta didik memberikan respon positif. (Nurdin, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

Aisyifa Ainur Minati. 2018. “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Multiple


Intelligences Pada Mata Pelajaran Ipa Materi Bumi Dan Alam Semesta
Untuk Siswa Kelas Iii Mi Al-Hikmah Polaman Mijen Semarang”. Online.
diakses dari http://eprints.walisongo.ac.id/8856/1SKRIPSI%20FULL.Pdf.

Junarta Jhon L. 2018. “Pengembangan Modul Pembelajaran Biologi Berbasis


Inquiri Pada Materi Teori Evolusi Sma Kelas Xii Ipa Di Sma Negeri 1
Pulau-Pulau Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya” Online. diakses
dari http://eprints.walisongo.ac.id/8856/1SKRIPSI%20FULL.Pdf.

Widhi Chirstina H. 2017. “ Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik Berbasis


Multiple Intelligence Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik
Pada Mata Pelajaran Fisika Sma Kelas X. Online. diakses dari
http://eprints.uny.ac.id/48627/1SKRIPSI%20.Pdf.

Anda mungkin juga menyukai