Kelompok 2
Nama :
1. Alwi Muarif Sembiring
2. Ananda Dwi Cahya
3. Alma Daniatun
4. Velly khairunnisa
T.A 2018/2019
1. HADIS TENTANG IMAN ISLAM, IHSAN, DAN AKHIRAT
Pada hakikatnya, pemisahan itu tidak pernah terjadi. Seperti apa yang
diungkapkan oleh Ibnu Qayyim, beliau mengatakan, “tidaklah dapat diterima akal
sehat iman seseorang yang mengetahui bahwa shalat itu wajib, dan dia mendengar
seruan Allah setiap hari dalam hidupnya, marilah shalat, akan tetapi tidak sekalipun ia
menyambut seruan itu sepanjang hidupnya”. Kita mengetahui bahwa Iman itu
merupakan tashdiq (pembenaran) yang disertai dengan amal. Kita juga telah
mengetahui bahwa tashdiq dengan amal itu dua hal yang tidak dapat terpisahkan.
Maka apabila terdapat tashdiq amalnya pun ada, begitu pun sebaliknya.
Iman seorang hamba akan bertambah dan meningkat bilamana ketaatan dan
ibadahnya bertambah dan meningkat, sebaliknya keimanannya akan menurun
bilamana kadar ketaatan dan ibadahnya menurun. Perbuatan maksiat sangat
berpengaruh kepada iman seseorang, apabila kemaksiatan tersebut dalam bentuk
syirik besar atau kekufuran, maka bisa mengikis keimanan sampai ke dasar-dasarnya.
Dalam ayat lain Allah berfirman: dan apabila diturunkan suatu surat, Maka di
antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapakah di antara kamu
yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?” Adapun orang-orang yang
beriman, Maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. (Q.S At
Taubah 124)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah
iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.(Q.S Al
Anfal 2)
Ayat tersebut menegaskan bahwa iman itu dapat bertambah dan dapat juga
berkurang. Sesungguhnya amal itu merupakan bagian dari iman. Dan iman itu
bertambah ketika kita melakukan hal-hal yang sesuai dengan ajaran dan undang-
undang yang berlaku berupa al Qur’an dan Hadis. Sedangkan iman itu berkurang
manakala ia melanggar dan keluar dari koridor ajaran agama yang berupa
kemaksiatan. Keimanan orang-orang yang beriman berbeda-beda, tidak sama satu
dengan yang lainnya. Bahkan ketika bertambahnya amal shalih dan keyakinan pada
diri seseorang, maka bertambahlah keimanannya dan menjadi lebih utama dibanding
dengan orang yang selainnya.
Iman dapat dikatakan sebagai kekuatan dan perisai untuk menangkis segala
kemungkaran, kemaksiat dan perbutan tercela lainnya. Ketika iman seseorang itu
dalam keadaan baik, maka orang itu akan mencerminkan sifat-sifat terpuji, baik itu
dalam sikap, perilaku maupun tutur katanya. Orang beriman itu pada hakikatnya
berusaha untuk tidak melakukan hal yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun
orang lain. Karena patut kita sadari bahwa iman itu tidak hanya berhenti pada aspek
i
teologi saja, namun termasuk di dalamnya aspek sosial sebagai upaya implementasi
dari keimanan tersebut. Ketika iman sudah menjadi pondasi kokoh dalam kehidupan
seseorang, tentu saja orang itu akan diiringi sikap-sikap terpuji sesuai dengan konsep
agama yang sudah termaktub dalam al Qur’an dan Hadits. Dan sudah dipastikan
perbuatan yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip agama akan menjauh dengan
sendirinya. Iman itu ibarat filter dan parameter yang mampu menyaring dan
mengukur kesadaran seseorang dalam menjalani ajaran-ajaran agama.
يسرق حين السارق واليسرق وهومؤمن يزني حين الزاني اليزني وسلم عليه هللا صلى هللا رسول قال قال هريرة ابي عن
)وغيرها ومسلم البخاري رواه( وهومؤمن يشربها حين الخمر واليشرب وهومؤمن
Hadits ini tidak memilki asbabul wurud yang pasti. Namun ketika mencermati
dari sisi teks semata, kita akan menemukan bahwasannya hadits tersebut
menerangkan prinsip orang beriman itu tidak akan melakukan hal-hal yang berbau
kemaksiatan. Logikanya, ketika seseorang melakukan kemaksiatan seperti yang telah
termaktub dalam hadits di atas, orang tersebut bukan lagi seorang mukmin. Karena
sejatinya setiap orang mukmin itu akan terus mendidik dan membina keperibadiannya
untuk selalu melakukan hal-hal yang baik dan menjauhkan diri dari hal-hal yang
tercela.
Sekarang ini manusia sedang berhadapan dengan perubahan zaman yang dapat
mengubah pola hidup mereka. Persoalan yang muncul dari perubahan tersebut berupa
krisis akhlaq. Hal itu terjadi akibat dari keindahan dunia yang dihiasi berbagai macam
sajian yang sangat menggiurkan. Lemahnya iman juga turut andil terhadap fenomena
tersebut. Akhirnya mereka tenggelam dalam kehidupan yang hanya merupakan
panggung sandiwara, mereka menyangka akan hidup kekal di dunia. Mereka lupa
akan kematian, yaumul hisab, surga dan neraka sehingga mereka terjerumus ke
lubang kemaksiatan. Menurut Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al Munawar M.A, sumber
timbulnya krisis akhlaq yaitu:
2. Pembinaan moral yang dilakukan orang tua, sekolah dan masyarakat sudah kurang efektif.
Sifat malu adalah akhlak terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran Islam.
Islam juga memandang sifat malu perlu dimiliki oleh seluruh umatnya. Dengan sifat
malu, seseorang akan malu kepda didi sendiri dan kepda orang lain untuk melakukan
perbuatan yang tidak baik.
Sabda rasulullah :
ُ َو ِستُ ْونَُ بِضْعُ أَ ُْو َو َسبْع ْونَُ بِضْعُ ََ اْ ِإل ْي َمان،ًضل َها ش ْعبَة
َ الَ قَ ْولُ فَأ َ ْف ُ ِ إ،طةُ َوأَدْنَاهَا هللا
ُ َالا إِل ُه َ ن اْألَذَى إِ َما
ُِ ع
َ ،ق ال ا
ِ ط ِر ْي
ََُ اْ ِإل ْي َمانُ ِمنَُ ش ْعبَةُ َو ْال َحيَاء.
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling
tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.”
Rasa malu adalah sumber utama kebaikan dan unsur kemuliaan dalam setiap
pekerjaan. Sifat malu dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
Ketika rasa malu tersebut harus ditumbuhkan dan dipelihara terus- menerus
oleh seorang muslim. Terutama malu kepada Allah, karena malu kepada Allah inilah
yang menjadi sumber dari 2 jenis malu lainnya. Malu kepada Allah adalah malu yang
bersumber dari iman, dari keyakinan bahwa Allah selalu melihat, mendengar , dan
mengawasi apa saja yang ia lakukan.
Malu adalah refleksi iman. Bahkan malu dan iman akan selalu hadir bersama-
sama. Apabila salah satu hilang yang lain juga akan hilang. Semakin kuat iman
seseorang, semakin tebal pula rsa malunya, demikian pula sebaliknya
Kedua, rasa malu yang ditimbulkan. Rasa malu ini bisa ditumbuhkembangkan
dalam jiwa seseorang. Karena rasa malu merupakan bagian dari akhlak, dan akhlak
adalah sesuatu yang bisa diupayakan dalam diri manusia. Ada satu langkah yang
utama dan pertama untuk menumbuhkan rasa malu yang terpuji, yaitu mengenal Allah
swt, untuk selanjutnya akan menumbuhkan rasa pengawasan-Nya. Mengenal Allah
swt kita bisa membaca dan merenungi Al-Qur’an untuk mengenal Allah swt.
Seorang muslim harus berhias dengan perilaku malu yang utama tersebut
sebab malu adalah kategori agama seluruhnya. Etika itu termasuk cabang keimanan
dan termasuk bagian dari Etika Islam. Setiap agama memilki etiaka dan sesungguhnya
etiaka Islam adalah malu.
Sifat malu termasuk kunci segala kebaikan, bila sifat malunya kuat, maka
kebaikan menjadi dominan dan keburukan menjadi melemah. Bila sifat malunya
lemah, maka kebaikan melemah dan perilaku buruk dominan, Karena malu adalah
penghalang antara seseorang dengan hal-hal yang dilarang.