DENGAN FRAKTUR
OLEH :
KELOMPOK 2
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1.5 Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya:
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi. (Doenges, 2000:629)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-
sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati Carpenito
(2000:50)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2387).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma
di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges,
2000:629).
Pengobatan operatif:
1. Reposisi.
2. Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction
Internal Fixation”)
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
- Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi
tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih
bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.
- Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus
di imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi
internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di
butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra
trokhanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15
minggu.
- Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
Manajemen medikasi
1. Tentukan obat yang Memberikan
ditentukan sesuai pengobatan akan
dengan order. menekan stimulasi
2. Monitor efeksivitas terhadap nyeri
pengobatan sehingga nyeri
3. Monitor tanda-tanda berkurang
toxisitas.
4. Jelaskan pada pasien
kerja dan efek obat.
5.Ajarkan pasien
memperhatikan
aturan pengobatan
2. Resiko Setelah dilakukan Penkes proses penyakit Menurunkan
terhadap tindakan keperawatan 1. Kaji tingkat ketegangan otot dan
cidera selama …. x 24 jam Pengetahuan pasien memfkuskan
cidera dapat dihindari tentang Fraktur kembali perhatian
dengan kriteria: 2. Jelaskan patofisiologi pasien
1. Status keselamatan fraktur
Injuri fisik 3. Jelaskan tanda, gejala
Client outcome : dan diskusikan terapi
2. Bebas dari cidera yang diberikan.
3. Pencegahan Cidera Manajemen Lingkungan
1. Batasi pengunjung
2.Pertahankan
4. kebersihan
tempat tidur.
3. Atur posisi paien yang
nyaman
Memberikan posisi yang
nyaman unuk Klien:
4. Berikan posisi yang
aman untuk pasien
dengan meningkatkan
obsevasi pasien, beri
pengaman tempat tidur
5. Periksa sirkulasi periper
dan status neurologi
6. Menilai ROM pasien
7. Menilai integritas kulit
pasien.
8. Libatkan banyak orang
dalam memidahkan
pasien, atur posisi
3. Kurang Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri Bantuan perawatan
perawatan diri. tindakan keperawatan 1. Monitor kemampuan diri dapat
selama ….x 24 jam pasien terhadap perawatan membantu klien
terjadi peningkatan self diri dalam beraktivitas
care dengan kriteria: 2. Monitor kebutuhan dan melatih pasien
akan personal hygiene, untuk beraktivitas
1. Perawatan diri : ADL
berpakaian, toileting dan kembali
Client outcome:
makan
2. Pasien dapat
3. Beri bantuan sampai
melakukan aktivitas
pasien mempunyai
3. Kebersihan diri pasien
kemapuan untuk merawat
terpenuhi
diri
1.
4. Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhannya.
5. Anjurkan pasien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai
kemampuannya
6. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara rutin
4. Resiko infeksi Setelah dilakukan Meminimalkan
Kontrol infeksi
tindakan keperawatan invasi
selama …. x 24 jam 1. Batasi penginjung mikroorganisme
infeksi dapat dicegah 2. Pertahankan kebersihan penyebab infeksi
dengan kriteria : lingkungan
Pencegahan infeksi
9. Monitor tanda infeksi Mencegah adanya
10. Monitor hasil Lab. infeksi lanjutan
11. Jelaskan pada
pasien cara pencegahan
infeks
Pendidikan kesehatan
12. Jelaskan pada
pasien pentingnya
ambulasi dini
Jelaskan pada pasien
tahap ambulasi
Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8, EGC, Jakarta