(Skripsi)
Oleh
ERIKA SEMPANA BR GINTING
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
Oleh
i
ABSTRACT
BY
The investigation of effect NaOH for extracting nanosilika from pumice has been
carried out. The aim of research is to study the effect of variation NaOH against
the amount and chemical compositions of nanosilica extract results, knowing the
phase of nanosilika formed and knowing the size of the nanosilika formed. The
extraction process is carried out with NaOH, H2SO4 and HCl. Variations of NaOH
used is 2,0 M, 2,5 M, 3,0 M, 3,5 M and 4,0 M. Pumice powder was calcined at
500ºC fot 4 hours and nanosilica powder was calcined at 800ºC for 5,5 hours.
Nanosilica was characterized by X-Ray Flouresence (XRF), X-Ray
Diffractometer (XRD) and Transmission Electron Microscopy (TEM). The results
of extraction increases with increasing concentration of NaOH. XRF analysis
shows that the highest amorphous nanosilica was obtained in nanosilica NaOH 3,0
M. Difractogram XRD shows that pumice powder formed anorthite and albite phase,
nanosilica NaOH 4,0 M and 3,5 M have amorphous phase and indicates the phase
of thenardite, and nanosilika 3,0 M NaOH have amorphous phase. Based on TEM
result, the particle size of amorphous nanosilica NaOH 3,0 M is in the range of 8,8-
19,5 nm and the average of particle size is (14,8 ± 3,07) nm.
ii
PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA EKSTRAK NANOSILIKA
BERBASIS BATU APUNG
Oleh
ERIKA SEMPANA BR GINTING
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Ekstrak
Nanosilika Berbasis Batu Apung
Jurusan : Fisika
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
iv
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Penguji
Bukan Pembimbing : Drs. Ediman Ginting, M.Si. ....................
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah dilakukan orang lain dan sepengetahuan saya tidak ada karya atau
pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka. Selain itu,
saya menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.
Apabila ada peryataan saya yang tidak benar, maka saya bersedia dikenai sanksi
Materai 6000
vi
RIWAYAT HIDUP
Juni 1995 di Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Alm. Bapak Minpin Ginting dan Ibu
Kenangan br Purba. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis adalah Sekolah
Dasar Negeri 040460 Berastagi pada Tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama
Penulis diterima di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung pada tahun 2014
Dasar Fisika pada tahun 2015/2016, dan asisten praktikum Fisika Eksperimen
pada tahun 2016/2017. Pada Tahun 2017, penulis menyelesaikan Praktek Kerja
sebagai anggota magang Bidang Minat dan Bakat HIMAFI FMIPA Unila (2014-
vii
2015), Anggota Minat dan Bakat HIMAFI FMIPA Unila (2015-2017), Sekretaris
viii
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, kupersembahkan karya kecil ini
kepada
ix
MOTTO
“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah
didengar oleh telinga dan yang tidak pernah timbul di dalam hati
manusia: semua disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi
DIA”
(1 Korintus 2:9)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
Berbasis Batu Apung” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains (S.Si) pada bidang Material Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Skripsi ini membahas tentang pengekstrakan silika berskala nano dari batu apung
Tanggamus. Pada skripsi ini dilakukan analisis serbuk batu apung beserta silika
yang diekstrak dari batu apung dengan menggunakan XRF, XRD dan TEM.
Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya agar lebih
xiii
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
Berbasis Batu Apung”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis
1. Prof. Posman Manurung, M.Si. Ph.D. selaku pembimbing pertama yang telah
2. Agus Riyanto, S.Si. M.Sc. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan
3. Drs. Ediman Ginting, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan koreksi
4. Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng. selaku ketua jurusan Fisika FMIPA
Universitas Lampung
5. Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D., selaku dekan FMIPA Universitas Lampung
7. Kak Resa Flanika br Ginting, Erik Estrada Ginting dan bang Ricky Bermana
xii
8. Lusi Vusfita Sari dan Riska Trisna Nuraini sebagai tim seperjuangan dalam
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini yang
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ v
PERNYATAAN.............................................................................................. vi
PERSEMBAHAN........................................................................................... x
MOTTO .......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI................................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
D. Batasan Masalah ............................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
xiv
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nanoteknologi................................................................................... 5
B. Nanosilika ......................................................................................... 7
C. Batu Apung....................................................................................... 10
D. XRD.................................................................................................. 12
E. TEM.................................................................................................. 16
F. XRF .................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Pendekatan top-down dan bottom-up ........................................ 6
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Sifat fisis dan kimia nanosilika ..................................................... 8
xvii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
oleh para ilmuan dunia. Istilah nanoteknologi diturunkan dari istilah nanometer
dan pertama kali digunakan pada tahun 1974 oleh Nario Taniguchi yang mengacu
pada toleransi yang tepat dan akurat untuk bahan dan bidang permesinan. Nano
berasal dari kata Yunani untuk dwarf yang berarti kurcaci atau kerdil (Ashby et al.
2009). Nano biasanya digunakan untuk menyebut unit dengan ukuran sangat kecil
yang setara dengan sepersemiliar meter. Ukuran untuk teknologi skala nano
2012). Terciptanya nanoteknologi tidak lepas dari adanya material berukuran nano
yang lebih spesifik dibandingkan material lainnya yang berukuran lebih besar,
permukaan (Jong et al., 2010). Nanomaterial menarik minat para ilmuwan untuk
2
material maju (seperti SiC, Si3N3, unsur Si dan Mg2Si) dan juga digunakan pada
yang sangat melimpah di alam dengan unsur utama silikon. Silikon (Si)
merupakan unsur utama yang terdapat di kerak bumi dengan bentuk senyawa
nanosilika (silicon dioxide) dengan rumus molekul SiO2. Nanosilika di alam dapat
diperoleh dari mineral dan nabati. Nanosilika mineral bisa didapatkan dari batu
apung (Mourhly et al., 2015), pasir kuarsa (Saleh et al., 2015) dan nanosilika yang
berasal dari bahan nabati bisa didapatkan dari sekam padi (Shen, 2017), tongkol
jagung, dan ampas tebu (Wardhani, 2017). Selain pasir kuarsa, batu apung
merupakan salah satu mineral yang memiliki kandungan nanosilika tinggi hingga
Batu apung disebut juga pumice merupakan salah satu batu endapan vulkanik
yang banyak ditemukan di Indonesia. Indonesia salah satu negara yang terkenal
mempunyai gunung api aktif terbanyak di dunia, yaitu sekitar 30% gunung aktif
provinsi di Indonesia yang memiliki gunung aktif yang pernah meletus pada tahun
1883 (Simkin and Fiske, 1983). Letusan tersebut mengakibatkan adanya endapan
3
vulkanik yang tersebar di kawasan yang terkena dampak letusan. Beberapa daerah
Selatan (Putra dan Yulianto, 2017) dan tersebar ke beberapa daerah di Lampung
ataupun tsunami yang terjadi (Putra dan Yulianto, 2016). Letusan tersebut
mengakibatkan ada banyak batu apung hasil letusan gunung krakatau yang tersebar.
Sebagai pemanfaatan dari batu apung yang cukup melimpah di Lampung, maka
dilakukanlah penelitian untuk mensintesis nanosilika dari batu apung yang diketahui
Pada dasarnya, kelarutan nanosilika di air akan semakin tinggi bila temperatur
naik, pH semakin tinggi, serta alkalinitas semakin tinggi. Menurut Kalapaty et al.
(2000), senyawa nanosilika mudah larut pada suasana basa dan akan mengendap
pada suasana asam. Nanosilika dapat larut dengan basa kuat seperti hidroksida
alkalin pada pH di atas 9. Menurut Mourhly et al. (2015), NaOH merupakan salah
satu basa kuat yang dapat digunakan untuk mengekstraksi nanosilika dengan
berbasis batu apung dengan mengamati pengaruh variasi NaOH pada hasil ekstraksi
nanosilika berbasis batu apung. Variasi NaOH yang digunakan yaitu 2,0
M, 2,5 M, 3,0 M, 3,5 M dan 4,0 M, serta menggunakan batu apung yang berasal
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Batasan Masalah
3. Variasi NaOH yang digunakan adalah 2,0 M, 2,5 M, 3,0 M, 3,5 M dan 4,0 M.
E. Manfaat
A. Nanoteknologi
Taniguchi (1974) dari Tokyo Science University dalam makalahnya yang berjudul
pendekatan dalam menyintesis material ukuran nano yaitu pendekatan top-down dan
sintesis yang dimulai dari atom-atom dan molekul-molekul atau klaster- klaster
Gambar 2.2. Gambaran urutan tingkat skala (Ashby et al., 2009). Nanoteknologi
yang relatif sederhana terhadap teknologi yang ada dan memiliki potensi untuk
Nanoteknologi tumbuh dengan sangat pesat sebagai ilmu dan aplikasi nanomaterial.
transportasi melalui membran dapat diubah saat material berukuran nano yang
umumnya berbeda dari material yang sama dengan ukuran partikel yang lebih
besar. Teknologi ini memiliki aplikasi yang luas (Armarego, 2017), seperti pada
ilmu teknik sipil, nanoteknologi diperlukan dalam proses desain dan kontruksi yang
menguntungkan dari sisi struktur yang lebih ringan dan komposisi struktur yang
lebih kuat misalkan untuk pembangunan jembatan dan gedung tinggi, contohnya
yaitu penggunaan semen nano sebagai bahan konstruksi dalam pembuatan beton.
Penambahan material nano dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan beton
yang reaktif. Aplikasi lain dari nanoteknologi adalah nano komposit (material
padat multi fase), lapisan nano (nano coating), nano baja, dan lain sebagainya
B. Nanosilika
Silikon berlimpah di kerak bumi dalam berbagai senyawa (Tilli and Haapalinna,
2010), yang sebagian besar ditemukan dalam bentuk mineral nanosilikat kristalin.
Nanosilika bebas salah satu istilah yang digunakan untuk silikon dioksida (SiO2)
yang tidak digabungkan dengan unsur lain dalam mineral nanosilikat namun sebagai
oksida murni (Seaton et al., 1987). Nanosilika bahan amorf, yang terdiri dari atom
silikon dan oksigen yang terhubung dalam jaringan ikatan Si-O-Si yang
8
tidak beraturan dengan kelompok silanol (Si-OH) yang ada di dalam dan di
penting dalam industri mineral seperti dalam produksi keramik (Fauzan dkk.,
2013). Sifat fisis dan kimia nanosilika dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sifat fisis dan kimia nanosilika (National Center for Biotecnology
Information, 2005).
No. Keterangan
1. Nama IUPAC Silicon Dioxide
2. Nama lain Nanosilika; Kuarsa; Cristobalite; Dioxosilane
3. Rumus kimia SiO2
4. Struktur 2D
Nanosilika dapat diperoleh dari nanosilika sintesis, mineral, dan nabati. Secara
apung, pasir kuarsa, lempung dan juga abu terbang batu bara, sedangkan
nanosilika nabati dapat diekstraksi dari sekam padi, bonggol jagung, dan ampas tebu
dan diasapi (fumed). Nanosilika yang diendapkan dibuat dengan reaksi natrium
nanosilikat dan asam sulfat dalam kondisi basa, sedangkan nanosilika yang diasapi
dibuat dengan oksidasi uap silikon tetraklorida pada suhu diatas 1000ºC. Sifat fisik
kedua nilai nanosilika amorf ini ditentukan oleh cara produksi dan parameter reaksi
(Miloskovska, 2013).
9
Ekstraksi unsur nanosilika yang berasal dari nanosilika anorganik memiliki sifat
terlebih dahulu dengan zat pelarut dan kemudian dilanjutkan dengan proses
pada transformasi fasa material uji. Kalsinasi merupakan pemanasan serbuk pada
temperatur tinggi tetapi masih berada di bawah titik leleh. Kalsinasi nanosilika yang
dilakukan pada temperatur 1000ºC dan 1200ºC membentuk fase tridymite dan fase
dengan lebar puncak yang lebih kecil dibanding dengan nanosilika amorf yang tidak
dikalsinasi (Latif dkk., 2014). Nanosilika amorf memiliki sifatnya yang lebih reaktif
1961). Pada penelitian Hilmi dan Handoko (2011) dijelaskan bahwa nanosilika
amorf merupakan jenis nanosilika yang paling baik digunakan dalam pembuatan
bentuk amorf agar dapat bereaksi dengan bahan pembuat semen lainnya seperti
C. Batu Apung
Batu apung atau disebut juga pumice merupakan amorf, batuan vulkanik berpori
yang sebagian besar komposisinya adalah SiO2 (Ersoy et al., 2010). Batu apung
adalah jenis batuan yang berwarna terang, mengandung buih yang terbuat dari
gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas
volkanik nanosilikat. Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan
(Setiawan, 2012).
Batu apung merupakan jenis bebatuan yang berongga serta memiliki dinding tipis
yang memisahkan rongga yang satu dengan yang lain seperti yang ditampilkan pada
Gambar 2.3. Titik berongga-rongga yang tersebar secara tidak merata pada batu
apung terjadi karena material erupsi gunung api membeku ketika didalamnya masih
terdapat udara sehingga batu apung memiliki massa jenis kurang dari 1 gram/cm3
yang mengakibatkan batu apung dapat mengapung di air dikarenakan batu apung
Tabel 2.2. Kandungan kimia batu apung (Muralitharan and Ramasamy, 2015)
No. Komposisi Persentase oksida (%)
1. Bahan yang hilang pada saat pengapian 4,40
2. Silika (SiO2) 68,56
3. Aluminium (Al2O3) 21,93
4. Besi (Fe2O3) 0,96
5. Magnesium (MgO) 2,31
6. Sodium (Na2O) 1,01
7. Potasium (K2O) 0,83
Pada penelitian yang dilakukan oleh Muralitharan and Ramasamy (2015), dijelaskan
bahwa tingginya persentase SiO2 meningkatkan kualitas abrasif pada batu apung,
sedangkan kandungan Al2O3 membuat batu apung sangat tahan terhadap panas.
Batuan vulkanik ada di mana-mana, sehingga kegunaan alami sumber daya alam ini
banyak dikembangkan, mulai dari bahan baku senjata dan alat-alat untuk bahan
bangunan. Batuan vulkanik banyak dicari karena sifat fisiknya dapat digunakan
Bahan vulkanik memiliki seperangkat sifat fisik yang unik dan sangat ideal untuk
berbagai kegunaan. Proses alami membuat bahan vulkanik relatif murah dan ideal
untuk konstruksi dan manufaktur. Misalnya, batu apung memiliki kekuatan yang
relatif tinggi, namun dalam beberapa kasus kerapatan cukup rendah untuk
sangat baik. Letusan eksplosif menghasilkan batu apung dan menyebar ke area yang
luas. Batuan vulkanik ada hampir di seluruh bagian bumi yang setiap tahunnya 6-8
80% dari itu adalah partikel dari aliran piroklastik, puing-puing reruntuhan, dan abu.
Semua material hasil letusan tersebut cukup untuk meliput 1600 lapangan sepak
D. XRD
XRD merupakan singkatan dari X-Ray Difraction yag secara harfiah berarti
difraksi sinar-X. XRD adalah metode analisis yang memanfaatkan interaksi antara
sinar-X dengan atom yang tersusun dalam sebuah sistem kristal untuk mengetahui
fasa kristal dari suatu sampel. Gambar 2.4 menunjukkan bentuk dan bagian-
1. Goniometer, merupakan alat untuk mengukur sudut atau membuat suatu objek
(dalam hal ini adalah detektor) berotasi dalam posisi sudut yang tepat.
13
difraksi.
5. Detektor, merupakan bagian dari mesin XRD yang berfungsi untuk mendeteksi
menganalisis hasil uji XRD dapat dipisahkan menjadi dua jenis, yang pertama
adalah perangkat lunak yang berfungsi untuk menterjemahkan rekaman pada pita
menjadi nilai sudut 2θ yang kemudian diubah menjadi pola difraktogram sesuai
dengan intensitasnya yang terdeteksi oleh detektor. Jenis yang kedua adalah
parameter kisi serta jarak antar kisi (d spacing) sehingga dapat diketahui
Kristal merupakan susunan atom-atom yang teratur dan berulang di dalam ruang
yang dipengaruhi oleh ikatan atom yang berarah. Gambar 2.5 menunjukkan
14
ilustrasi dari struktur atom kristal dan struktur atom nanosilika amorf yang tidak
beraturan. Pada XRD, pola difraksi dinyatakan dengan besar sudut-sudut yang
terbentuk sebagai hasil dari difraksi berkas cahaya oleh kristal pada material. Nilai
cahaya. Sedangkan nilai 2θ merupakan besar sudut datang dengan sudut difraksi
Gambar. 2.5. Ilustrasi skema dua dimensi atom (a) kristal, dan (b) kaca SiO2
(Yamane and Ashara, 2000).
sudut difraksi merupakan dua variabel yang dapat divariasikan untuk menghasilkan
pola difraksi. Nilai jarak antar bidang (��) tidak dapat divariasikan karena
merupakan rusuk yang menghubungkan antara bidang kristal dan bernilai tetap
bagi suatu system kristal tertentu, kecuali jika struktur kristalnya mngalami
komposit).
Metode difraksi dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni berdasarkan perubahan
panjang gelombang sinar-X dibuat berubah. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengubah-ubah plat logam yang menjadi sasaran tembak pada tabung sinar-X.
Meskipun berkas cahaya datang dari sudut yang sama, namun jika panjang
Kelemahan metode ini adalah kurang praktis karena harus mengubah-ubah plat
logam pada tabung sumber sinar-X. Oleh karena itu, dikembangkan metode yang
lebih baru oleh Debye-Scherrer, yakni metode serbuk dimana sudut θ yang
berupa PDF, Power Diffraction File. Pada hasil XRD dilakukan analisis kehadiran
fasa dalam sampel uji menggunakan metode pencocokan (search match analysis)
E. TEM
sampai tingkat yang jauh lebih baik dari pada mikroskop optik konvensional. Pada
dengan spesimen saat melewati. Ketika elektron dipercepat sampai tingkat energi
tinggi (beberapa ratus keV) dan terfokus pada material, alat ini dapat
menyebarkan atau memutar balik secara elastis atau inelastis, atau menghasilkan
banyak interaksi, sumber sinyal yang berbeda seperti sinar-X, elektron atau
cahaya Auger. Beberapa diantaranya digunakan dalam TEM. Citra terbentuk dari
lapisan film fotografi, atau yang akan dideteksi oleh sensor seperti kamera.
TEM bekerja seperti proyektor dan slide yang ditampilkan. Sebuah proyektor
menyinari seberkas cahaya yang mentransmisikan melalui slide. Pola yang dilukis
slide, membentuk gambar slide yang diperbesar saat jatuh di layar. TEM bekerja
dengan cara yang sama kecuali bahwa mereka menyinari seberkas elektron
(seperti cahaya di proyektor slide) melalui spesimen (seperti slide), namun pada
TEM, transmisi berkas elektron sangat bergantung pada sifat material yang sedang
kerapatan tidak seragam dapat diperiksa dengan teknik ini. Bagian yang
yang kemudian melalui dua lensa kondensor yang berguna untuk menguatkan
diterima oleh spesimen yang tipis dan berinteraksi. Spesimen yang tipis
Lensa objektif merupakan lensa utama dari TEM karena batas penyimpangannya
membatasi dasi redolusi mikroskop. Lensa tengah sebagai penguat lensa objektif
dan lensa proyektor untuk menggambarkan pada layar yang ditangkap film fotografi
Pada uji TEM, sampel yang akan diujikan harus memiliki ukuran setipis mungkin
dengan ketebalan kurang dari 100 nm. Sampel dengan ukuran sangat tipis ini
meletakkan sampel di alat TEM. Pada sampel serbuk, preparasi dilakukan dengan
18
cara mencampurkan serbuk pada bahan pelarut organik di dalam suatu wadah
kaca yang kemudian dimasukkan ke dalam sonikcleaner yang sudah di isi air.
setlah bahan tercampur akan terbentuk semacam suspense. Sampel yang berupa
sebelum kemudian dilakukan proses uji (Carr, 1985). Hasil uji TEM pada sampel
serbuk yang berupa gambar yang sudah memiliki skala kemudian dapat diketahui
F. XRF
Fluorensi sinar-X atau x-ray fluorescence (XRF) adalah metode analisis untuk
menentukan komposisi kimia dari semua jenis bahan. Teknik ini dapat digunakan
jumlah sinar-X yang dipancarkan kembali setelah suatu material ditembaki sinar-
X berenergi tinggi. Bahan uji dapat dalam bentuk padat, cair, bubuk, hasil
penyaringan atau bentuk lainnya. XRF terkadang juga bisa digunakan untuk
mencakup industri logam, semen, minyak, polimer, plastik dan makanan, begitupun
sebagai bahan limbah. XRF juga merupakan teknik analisis yang sangat berguna
gelombang tertentu atau sebagai berkas foton dengan energi tertentu. Gelombang
19
XRF, sinar-X yang dihasilkan oleh sumber menyinari sampel. Sumber elektron
dapat melalui tabung sinar-X, namun dapat pula berupa sinkrotron atau bahan
energi diskrit (setara dengan warna dalam cahaya optik) yang merupakan
terbentuk warna (energi) yang dapat diukur. Warna yang berbeda menghasilkan
energi yang berbeda pula dan digunakan untuk menentukan elemen apa saja yang
ada pada sampel. Langkah ini disebut analisis kualitatif. Dengan mengukur
berapa banyak setiap elemen hadir dalam sampel. Langkah ini disebut analisis
a. Sampel diiradiasi sinar-X energi tinggi dari tabung sinar-X dan dikontrol.
b. Ketika sebuah atom dalam sampel ditumbuk sinar-X dengan energi yang cukup
(lebih besar dari energi pengikatan atom K atau L), sebuah elektron dari salah
orbital bagian dalam dengan sebuah elektron dari salah satu atom energi tinggi
Energi sinar-X ini sama dengan perbedaan spesifik energi antara dua keadaan
XRF dapat dibagikan ke dalam dua kelompok, yaitu energy dispersive systems
1. EDXRF
destruktif yang digunakan untuk memperoleh informasi unsur dari berbagai jenis
bahan. Produk ini digunakan pada banyak industri dan aplikasi termasuk
produksi semen, produksi kaca, pertambangan, benefisiasi mineral, besi, baja dan
logam non-ferrous, minyak bumi dan petrokimia, polimer dan industri terkait,
Konsep dasar semua spektrometer adalah sumber radiasi, sampel dan sistem
langsung, dan fluoresensi yang berasal dari sampel diukur dengan detector
radiasi yang datang langsung. dari sampel. Detektor dapat memisahkan radiasi
dari sampel ke dalam radiasi dari berbagai elemen yang ada dalam sampel.
2. WDXRF
panjang gelombang radiasi sinar-X, dapat disimpulkan dari mana asal suatu
untuk setiap garis diukur dan dihitung dari ilmu tentang parameter kristal dan
λ= h c / E (1)
Energy-dispersive-Xray-fluorescence.htm).
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Agustus 2018 di Laboratorium
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu apung (pumice) dari
Kabupaten Tanggamus, NaOH 99% Merck, H2SO4 95-97% Merck, HCl 37%
Merck, kertas pH meter, dan air destilasi (aquades dan aquabidest). Sedangkan alat-
alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah magnetic stirrer serta batang
magnet, timbangan digital, oven, tungku pemanas, kertas saring Whatman no. 41,
pipet mikro, gelas ukur, refluks kondensor, corong, spatula kaca, mortal serta
pastel biasa, mortal serta pastel Agate. Karakterisasi dilakukan menggunakan alat
C. Prosedur Penelitian
Prosedur yang akan dilakukan pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Mourhly et al. (2015) yang terdiri dari beberapa proses yaitu
proses preparasi untuk mendapatkan serbuk batu apung, proses ekstraksi, setelah itu
Negeri Padang dengan alat XRF merk PANalytical Epsilon 3. Uji XRD
dilakukan di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang dengan alat XRD
2θ sebesar 0,026º dari 10º sampai 100º, arus dan tegangan yang digunakan sebesar
Gadjah Mada Yogyakarta menggunakan alat TEM merk JEOL/EO JEM-1400 versi
1.0.
Proses preparasi serbuk batu apung dimulai dengan mencuci batu apung
menghasikan serbuk batu apung yang masih dalam keadaan kasar. Kemudian
keruh. Setelah mencuci serbuk batu apung selanjutnya dikeringkan dengan suhu
pemanasan 500ºC selama 5,5 jam. Setelah proses pemanasan, terakhir adalah
menimbang serbuk halus batu apung sebanyak 250 gram sebagai sampel yang
akan diekstraksi.
nanosilika batu apung dengan variasi bahan penelitian seperti pada Tabel 3.1.
25
Proses ini diawali dengan menyiapkan 150 mL NaOH dengan variasi 2,0 M,
2,5 M, 3,0 M, 3,5 M dan 4,0 M. Setelah larutan selesai disiapkan, selanjutnya
selama 24 jam sambil diaduk dan dipanaskan pada suhu 100ºC untuk
41. Filtrat hasil penyaringan kemudian dititrasi tetes demi tetes dengan
didiamkan selama 24 jam. Gel selanjutnya disaring dengan whatman no. 41 dan
dengan mortar.
larutan HCl 1,0 M sebanyak 150 mL dan kemudian direfluks selama 4 jam
sambil diaduk dengan kuat pada suhu 110oC. Tahap ini bertujuan untuk
selanjutnya dikalsinasi pada suhu 800ºC selama 5,5 jam dan dihasilkan
3. Karakterisasi
dan kimia dari sampel uji. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi pada
sampel serbuk batu apung sebelum dan sesudah ekstraksi. Karakterisasi yang
digunakan pada penelitian ini adalah XRF, XRD, dan TEM. XRF dilakukan
terbentuk dari hasil ekstraksi batu apung, dan TEM digunakan untuk
a. Karakterisasi XRF
air.
2,5 cm.
27
yang terbaca.
4. Pressed Powder
ii. Agen pengikat seperti lilin atau selulosa dapat digunakan untuk
memperkuat sampel.
Fused Beads.
ii. Sample dicmpur dengan flux. Digesti fluxing selalu penting bila
b. Karakterisasi XRD
sampel serbuk yang telah dibuat pada tempat cuplikan dan diratakan.
c. Karakterisasi TEM
mata pisau mikrotom terbuat dari berlian karena berlian tersusun dari
atom karbon yang padat. Oleh karena itu, sayatan yang terbentuk lebih
untuk diamati.
dan timbal.
29
Diagram alir penelitian ini meliputi proses preparasi sampel dan ekstraksi
Diagram alir proses preparasi serbuk batu apung dapat dilihat dari Gambar
3.1.
Batu apung
Proses ekstraksi nanosilika batu apung dapat diamati pada diagram alir
Filtrat
Nanosilika kering
Analisis data
A. Kesimpulan
berikut:
1. Pengaruh NaOH terhadap hasil ekstrak nanosilika NaOH 2,0 M, 2,5 M, 3,0
M, 3,5 M dan 4,0 M secara berturut-turut sebagai berikut 1,147 gram, 1,316
gram, 1,450 gram, 1,605 gram, dan 2,124 gram yang menunjukkan bahwa
tertinggi terjadi pada variasi NaOH 3,0 M dengan persentase 96,3% dan
sebesar 86,8%.
3. Batu apung yang semula memiliki fasa anorthite dan albite, kemudian
dan 3,5 M membentuk fasa amorf namun terindikasi fasa thenardite, dan
4. Ukuran partikel terkecil pada nanosilika NaOH 3,0 M adalah 8,8 nm dan
ukuran terbesar yaitu 19,5 nm, sedangkan rata-rata ukuran partikel nanosilika
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan ini, diharapkan untuk penelitian selanjutnya
setelah titrasi (H2SO4) dengan air destilasi panas agar garam sulfat tidak lagi
Aman dan Utama, P. S. 2013. Pengaruh Suhu dan Waktu pada Ekstraksi Silika
dari Abu Terbang (Fly Ash) Batu Bara. Prosiding SNTK TOPI 2013. ISSN.
1907-0500.
Axelevitch, A., Gorenstein, B., and Golan, G. 2014. Application of Gold Nano-
Particles for Silicon Solar Cells Efficiency Increase. Applied Surface
Science. Vol. 315. No. 1. p. 523-526.
Barik, T. K., Sahu, B., and Swain, V. 2008. Nanosilica-from Medicine to Pest
Control. Parasitol Res. Springer Verlag. No. 103. p. 253-258.
Dahman, Y., Kamil, A., and Baena, D. 2017. Nanotechnology and Functional
Materials for Engineers. Elvesier. Canada. p. 47-66.
Dehn, J., and McNutt, S. R., 2015. The Encyclopedia of Volcanoes. Elvesier.
Canada. p. 1285-1294.
Ersoy, B., Sariisik, A., Dikmen, S., and Sariisik, G. 2010. Characterization of Acidic
Pumice and Determination of Its Electrokinetic Properties in Water. Powder
Technology. Vol. 197. No. 1-2. p. 129-135
Farhana, M., and Meera, V. 2016. Synthesis of Nanosilver Coated Sand Using
Plant Extracts. Procedia Technology. Vol. 24. p. 188-195.
Fauzan, A., Adziimaa, Risanti, D. D., dan Mawarni, J. 2013. Sintesis Natrium
Nanosilikat dari Lumpur Lapindo sebagai Inhibitor Korosi. Jurnal Teknik
POMITS. Vol. 2. No. 1. Hal. 1-6.
Http://www.panalytical.com/Technology-background/ Energy-dispersive-Xray-
fluorescence.htm. Diakses pada 15 Maret 2018 pukul 01.30 WIB.
Http://www.panalytical.com/Technology-background/Wavelength-dispersiveXray
fluorescence.htm. Diakses pada 15 Maret 2018 pukul 01.15 WIB.
Joley, G. H. 1961. The Kinetics of The Reaction of Silica with Group I Hydroxides.
Canadian Journal of Chemistry. Vol. 39. p. 1221-1230.
Jong, W. D., Bridges, J., Dawson, K., Jung, T., and Proykova, A., 2010. Scientific
Basis for the Definition of The Term “Nanomaterial”. European Commission.
Belgia. p. 6-9.
Kalapathy, U., Proctor, A., and Shultz, J. 2000. A Simple Method for Production
of Pure Silica from Rice Hull Ash. Bioresource Technology. Vol. 73. No. 3.
P. 257-262.
Kanchanawong, P., and Waterman, C. M., 2012. Advances in Light-Based
Imaging of Three-Dimensional Cellular Ultrastructure. Current Opinion in
Cell Biology. Vol. 24. No.1. p. 125-133.
Kosasih, A. N., & Zainuri, M. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Sifat Magnetik
Serbuk Barium M-Heksaferrit dengan Doping Ion Zn pada Variasi
Temperatur Rendah. Sains dan Seni ITS. Vol. 1. No. 1. Hal. 52–54.
Latif, C., Triwikantoro, & Munasir. 2014. Pengaruh Variasi Temperatur Kalsinasi
pada Struktur Nanosilika. Jurnal Sains dan Seni POMITS. Vol. 3. No. 1.
Hal. 4–7.
Macwan, D. P., Balasubramanian, C., Dave, P. N., and Chaturvedi, S., 2014.
Thermal Plasma Synthesis of Nanotitania and Its Characterization. Journal
of Saudi Chemical Society. Vol. 18. No. 3. p. 234-244.
McMurdie, H. F., Morris, .C., Evans, E. H., Paretzkin, B. Wong-ng, W., and
Ettlinger, L. 1986. Standard X-Ray Diffraction Powder Pattern from The
JCPDS Reasearch Associateship. Powder diffraction. Vo. 1 No. 2.
Mourhly, A., Khachani, M., Hamidi, A. E., Kacimi, M., Halim, M., and Arsalane,
S. 2015. The Synthesis and Characterization of Low-Cost Mesoporous
Silica SiO2 from Local Pumice Rock. Nanomaterials and Nanotechnology.
Vol. 5. No. 35. p. 1-7.
Paul, A. and Zaman, M. S. 1978. The Relative Influences of Al2O3 and Fe2O3 on
The Chemical Durability of Silicate Glasses at different pH Values. Journal
of Material Science. Vol. 13. p 1499-1502.
Pratomo, I. 2006. Klasifikasi Gunung Api Aktif Indonesia, Studi Kasus dari
Beberapa Letusan Gunung Api dalam Sejarah. Jurnal Geologi Indonesia. Vol.
1. No. 4. Hal. 209-227.
Putra, P. S., dan Yulianto, E. 2016. Stratigrafi Endapan Tsunami Krakatau 1883 di
Daerah Limus, Pantai Barat Teluk Semangko, Lampung. Jurnal Lingkungan
Dan Bencana Geologi (JLBG). Vol. 7. No. 1. Hal. 35–44.
Retnosari, A. 2013. Ekstraksi dan Penentuan Kadar Silika (SiO2) Hasil Ekstraksi
dari Abu Terbang (Fly Ash) Batu Bara. Skripsi. Universitas Jember.
Jember.
Sarikaya, M., Depci, T., Aydogmus, R., and Yucel, A. 2016. Production of Nano
Amorphous SiO 2 from Malatya Pyrophyllite. Earth and Environmental
Science. Vol. 44. p. 052004.
Sato, T., and Rourke, F. 1964. F-Region Enchancement in the Antartic. Journal of
Geophysical Research. Vol. 69. No. 21.
Seaton A., Addison J., Davis J. M. G., Hurley J. F., McGovern B., and Miller B.
G. 1987. Historical Research Report. Institute Of Occupational Medicine.
Edinburgh. p. 1-87.
Setiabudi, A., Hardian, R., & Muzakir, A. 2012. Karakterisasi Material; Prinsip
dan Aplikasinya Dalam Penelitian Kimia. Universitas Pendidikan Indonesia.
Bandung.
Shivaprasad, P., Singh, Prakash K., Saharan, V. K., and George, S. 2018.
Synthesis of Nano Alumina for Defluoridation of Drinking Water. Nano-
Structures and Nano-Objects. Vol. 13. p. 109-120.
Smith, D., Anderson, and Zolensky. 1979. ICDD Grant-in Aid. University Park.
Pennsylvania-USA.
Srivastava, K., Shringi, N., Devra, V., and Rani, A. 2013. Pure Silica Extraction
from Perlite:Its Characterization and Affecting Factors. International
Journal of Innovative Research on Sience, Engineering and Technology.
IJIRSET. Vol.2. no. 7.
Stewart, D. B., Walker, G. W., Wright, T. L., and Fahey, J. J. 1966. Physical Properti
of Calcic Labradorite from lake Country, Oregon. The American Minerologist.
Vol. 31 No 141.
Susilo, H., dan Putra, A. 2016. Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Sintesis
Nanonanosilika dari Sinter Nanosilika Mata Air Panas Sentral, Solok
Selatan, Sumatera Barat dengan Metode Kopresipitasi. Jurnal Fisika
Unand. Vol. 5. No. 4. Hal. 334-338.
Tilli, M., and Haapalinna, A. 2010. Handbook of Silicon Based MEMS Materials
and Technologies (Second Edition). Elsevier. Canada. p. 1-17
Zhai, Y., Hunting, E. R., Wouterse, M., Peijnenburg, W. J. G. M., and Vijver, M.
G. 2017. Importance of Exposure Dynamics of Metal-Based Nano-Zno, -Cu
And -Pb Governing The Metabolic Potential of Soil Bacterial Communities.
Ecotoxicology and Environmental Safety. Vol. 145. p. 349-358.