Anda di halaman 1dari 3

Homo Sapiens didefinisikan sebagai makhluk yang berpikir.

Sejak manusia lahir


sampai ia mati, ia tidak pernah berhenti berpikir. Berpikir itulah yang mencirikan hakekat
manusia dan karena berpikirlah ia menjadi manusia. Pada dasarnya, berpikir adalah sebuah
proses yang membuahkan pengetahuan. Pengetahuan yang merupakan produk kegiatan
berpikir merupakan obor dan semen peradaban dimana manusia menemukan dirinya dan
menghayati hidup dengan lebih sempurna. Pada hakekatnya upaya manusia dalam
memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok, yakni : “Apakah yang ingin
kita ketahui?”, “Bagaimana cara kita memproleh pengetahuan?”, “Apakah nilai pengetahuan
tersebut bagi kita?”.

Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan
– pertanyaan ini. Untuk bisa menghargai ilmu sebagaimana mestinya, kita harus mengerti
hakekat ilmu yang sebenarnya. Mereka yang mendewa – dewakan ilmu sebagai satu –
satunya sumber kebenaran yang biasanya tidak mengetahui hekekat ilmu yang sebenarnya.
Ilmu memang memberikan kebenaran, namun kebenaran keilmuan bukanlah stu – satunya
kebenaran dalam hidup kita ini. Terdapat tempat masing – masing dalam kehidupan manusia
bagi falsafah, seni, agama dan sebagainya disamping ilmu. Einsten mengatakan bahwa “ilmu
tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”

Ilmu dan Falsafah


Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang memiliki ciri-ciri tertentu. Sedangkan
falsafah mempunyai banyak arti, namun untuk tujuan pembahasan kita, falsafah diartikan
sebagai suatu cara berpikir yang radikal dan menyeluruh. Tak ada satu hal sebagaimana
kecilnya terlepas dari pengamatan kefalsafahan. Menurut Socrates, tugas falsafah yang
sebenarnya bukanlah menjawab pertanyaan kita, namun mempersoalkan jawaban yang
diberikan. Setiap bentuk buah pemikiran manusia dapat dikembalikan pada dasar – dasar
ontologi, epistemologi dan axiologi dari pemikiran yang bersangkutan.

Dasar Ontologi Ilmu


Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, dan seberapa jauh kita ingin
tahu. Misalnya pengkajian tentang hal - hal yang ada diluar jangkauan pengalaman manusia,
yaitu apa yang terjadi sesudah manusia meninggal dunia. Sementara itu, pengkajian tentang
hal – hal yang dapat dijangkau oleh pengalaman manusia disebut empiris. Untuk
mendapatkan pengetahuan, ilmu membuat beberapa andaian (asumsi) mengenai obyek –
obyek empiris. Ilmu menganggap bahwa obyek – obyek empiris yang menjadi bidang
penelaahnya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat yang berulang dan semuanya
saling jalin – menjalin secara teratur.

Asumsi pertama, menganggap obyek – obyek empiris mempunyai kesamaan satu


sama lain, misalnya kesamaan struktur, bentuk, sifat, dan lain – lain. Asumsi kedua, suatu
benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Asumsi yang ketiga disebut
dengan determinisme yang menganggap bahwa setiap gejala bukanlah merupakan suatu
kejadian yang kebetulan. Tanpa statistika hakekat ilmu akan sangat berlainan.
Dasar Epistemologi Ilmu
Epistemologi atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses
yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Ditinjau dari pengetahuan ini,
ilmu lebih bersifat kegiatan daripada produk siap konsumsi. Kegiatan ilmu juga dinamis dan
tidak statis. Hakekat ilmu tidak berhubungan dengan titel, profesi ataupun kedudukan.
Hakekat ilmu ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan.
Ilmu ini bersifat terbuka, demokratis dan menjunjung kebenaran diatas segala – galanya.

Terdapat dua pola dalam memperoleh pengetahuan, yaitu berpikir secara rasional dan
empirisme yang mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing – masing. Namun cara
berpikir yang seperti ini menyebabkan kitaa terjatuh ke dalam “solipsisme” yakni
pengetahuan yang benar menurut anggapan kita masing – masing. Karena kedua belah pihak
menyadari bahwa berpikir secara rasionalisme dan empirisme mempunyai kelebihan dan
kekurangannya masing - masing, maka muncullah gagasan untuk menggabungkan keduanya
(rasional dan empiris), yaitu metode keilmuan.

Kelebihan dari metode keilmuan ini terletak pada pengetahuan yang tersusun secara
logis dan sistematis, serta telah diuji kebenarannya. Dan kegiatan keilmuan tidaklah
dilakukan secara misterius, melainkan semuanya bersifat terbuka dan jelas sehingga
memungkinkan semua pihak mengetahui keseluruhan proses yang telah dilakukan. Ilmuwan
yang kreatif mungkin menyarankan cara dan langkah yang lain, yang lebih dapat diandalkan
untuk sampai kepada suatu kesimpulan yang sama. Sedangkan ilmuwan yang skeptis akan
melakukan kembali seluruh atau sebagian dari suatu proses penemuan untuk menyaksikan
kejadian tersebut secara langsung. Namun, pada metode ini pasti mempunyai kekurangan
yang tak dapat dipungkiri. Kekurangan ini bersumber pada asumsi landasan epistemologis
ilmu, yang menyatakan bahwa kita mampu memperoleh pengetahuan yang bertumpu
persepsi, ingatan, dan penalaran.

Persepsi kita mengandalkan pancaindera yang jelas memiliki kelemahan dikarenakan


pancaindera manusia tidaklah sempurna dan dapat menyesatkan. Demikian juga dengan
ingatan yang kurang bisa dipercaya sebagai cara untuk menemukan suatu kebenaran. Apalagi
cara kita untuk menalar untuk sampai pada sebuah kesimpulan.

Proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dalam semua bidang ilmu adalah sama.
Metode yang dipergunakan adalah metode keilmuan yang sama. Memang terdapat perbedaan
mengenai obyek yang ditelaah dalam ilmu – ilmu alam dan ilmu – ilmu sosial, dan hal ini
menyebabkan pengembangan teknik – teknik yang berbeda sesuai dengan bidang yang
dihadapinya, namun teknik tersebut diperkembangkan dalam rangka melaksanakan metode
keilmuan yang sama.

Lalu terdapat statistika yang dapat membantu kita keluar dari kekacauan. Statistika ini
membantu kita dalam menarik kesimpulan umum yang dapat diandalkan. Tanpa adanya
statistika, sukar untuk membayangkan kesimpulannya. Statistika mempunyai peranan penting
lainnya bila dihubungkan dengan asumsi keilmuan mengenai hubungan sebab akibat.
Terdapat pula istilah deduksi dan induksi yang memiliki pengertian yang berlawanan.
Deduksi adalah sebuah proses untuk menarik kesimpulan yang bersifat individual dari
pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan, induksi adalah sebuah proses untuk menarik
kesimpulan umum dari kasus individual. Dalam proses deduksi inilah, logika memegang
peranan yang sangat penting.

Logika sebagai suatu metode penarikan kesimpulan telah bekembang secara pesat.
Seperti juga dengan semua faktor yang terlibat dalam kegiatan keilmuan, maka logika secara
terus menerus disempurnakan. Lambang – lambang dipergunakan dalam logika simbolis, dan
semakin lama logika bersifat matematis. Pada dasarnya hukum – hukum matematika adalah
pernyataan – pernyataan logika.

Metode keilmuan merupakan suatu cara berpikir dalam mencari pengetahuan.


Kegiatan keilmuan ini mengenal dua bentuk masalah. Bentuk pertama merupakan masalah
yang belum pernah diselidiki sebelumnya. Bentuk yang kedua adalah mempelajari masalah
yang berupa konsekwensi praktis dari pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya.

Dunia rasional dan dunia empiris membentuk sebuah dunia keilmuan yang merupakan
gabungan dari kedua dunia tersebut. Dunia rasional adalah koheren, logis dan sistematis
dengan logika deduktif sebagai sendi pengikatnya. Di pihak lain terdapat dunia empiris yang
obyektif dan berorientasi kepada fakta sebagaimana adanya.

Sedangkan, axiologi adalah teori tentang nilai. Terdapat kontroversi yang berlarut –
larut mengenai perbedaan antara ilmu – ilmu sosial dan ilmu – ilmu alam terutama mengenai
metode yang dipakainya. Terdapat perbedaan – perbedaan yang bersifat teknis dalam kedua
bidang keilmuan itu bila ditinjau dari hakekat obyek yang diselidikinya. Perbedaan –
perbedaan ini menyebabkan ciri – ciri yang spesifik dari kedua bidang keilmuan tersebut
yang disebabkan pengembangan teknik – teknik penyelidikan yang berbeda dalam
menerapkan metode keilmuan tersebut. Berbagai konsep dalam ilmu yakni klasifikasi,
perbandingan, kuantitatif dan peluang dibahas oleh Rudolf Carnap dalam karangannya yang
berjudul “Beberapa Konsep dan Ilmu”. Lalu terdapat John G. Kemeny dalam karangan yang
berjudul “Pengukuran” yang mengkaji aspek tersebut secara terperinci yang dihubungkan
dengan aspek – aspek kegiatan keilmuan.

Anda mungkin juga menyukai