Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 60

PEDOMAN

PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT


2009
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

KATA PENGANTAR

Peran dokumen di dalam akreditasi sangatlah penting karena


merupakan bukti bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan
standar dan prosedur yang telah dibakukan secara tertulis.
Walaupun dokumen yang harus disiapkan sudah dijelaskan di dalam
standar, parameter, definisi operasioanl serta cara pembuktian
dokumen di dalam Instrumen Akreditasi, namun sampai saat ini
masih sering terjadi perbedaan persepsi dalam penyusunan
dokumen, baik menyangkut format, jenis dan macam dokumen.
Buku Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi ini diharapkan
dapat meminimalisasi perbedaan persepsi tersebut dan
memberikan acuan yang jelas tentang format, jenis dan macam
dokumen akreditasi. Dengan buku pedoman ini diharapkan dapat
membantu rumah sakit dalam mempersiapkan akreditasi khususnya
dalam penyusunan dokumen akreditasi

Buku Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi ini berisi acuan-


acuan untuk menyusun kebijakan, pedoman, prosedur, program dan
evaluasi kegiatan. Di dalam buku pedoman ini juga diberikan
contoh-contoh untuk memudahkan rumah sakit dalam menyusun
dokumen akreditasi.
Semoga Buku Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi ini dapat
bermanfaat bagi rumah sakit dan pihak-pihak lainnya yang terkait
dengan penyelenggraan akreditasi rumah sakit

Akhirnya saran dan koreksi demi perbaikan buku pedoman ini


sangat kami harapkan.

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
2
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Terima kasih.

Tim Penyusun

1. dr. H. Boedihartono,MHA
2. dr. Luwiharsih, MSc
3. dr. Syofyan Syahboedin, MHA

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
3
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

SAMBUTAN DIREKTUR EKSEKUTIF KOMISI


AKREDITASI RUMAH SAKIT.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena berkat rahmat dan ridho-Nya maka telah tersusun Buku
Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi ini. Buku pedoman ini
sangatlah penting karena dokumen akreditasi rumah sakit adalah
merupakan alat bukti pendukung penilaian akreditasi.

Agar pelaksanaan akreditasi rumah sakit lebih baik dan


terarah maka Komisi Akreditasi Rumah Sakit akan menyusun 4
(empat) pedoman-pedoman sebagai berikut :
1. Pedoman Akreditasi Rumah Sakit.
2. Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi Rumah Sakit.
3. Pedoman penetapan surveior dan pembimbing (credentialing)
4. Pedoman etika surveior dan pembimbing

Pada saat ini, pedoman point 1) dan 2) telah diselesaikan dan


diharapkan 2 (dua) pedoman lainnya dapat segera diselesaikan oleh
Komisi Akreditasi Rumah Sakit

Berdasarkan hal tersebut diatas maka, Buku Pedoman


Penyusunan Dokumen Akreditasi
ini merupakan salah satu dari rangkaian buku pedoman yang di
keluarkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit

Akhir kata, kepada Tim Penyusun saya mengucapkan terima


kasih atas jerih payah saudara dan selamat menggunakan buku
pedoman ini, semoga dengan diterbitkannya buku ini dapat
memberikan manfaat bagi rumah sakit, surveior, pembimbing dan
pihak-pihak lain yang terkait dengan akreditasi rumah sakit. Dan
seperti buku-buku pedoman lainnya evaluasi berkala terhadap buku
pedoman ini harus terus dilakukan sesuai perkembangan IPTEK dan
pengembangan program akreditasi rumah sakit.

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
4
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Terima kasih

KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

Dr. H. Boedihartono, MHA


(Direktur Eksekutif)

DAFTAR ISI :

KATA PENGANTAR 2

…………………………………………………………
SAMBUTAN DIREKTUR EKSEKUTIF KOMISI AKREDITASI 3

RUMAH SAKIT …………….


DAFTAR ISI 4

……………………………………………………………….
BAB I : PENDAHULUAN 5

…………………………………………..
BAB II : DOKUMENTASITASI AKREDITASI 7

……………………………
BAB III : KEBIJAKAN DAN PEDOMAN 11

………………………………..
BAB IV : PROSEDUR 15

………………………………………………
BAB V : PROGRAM 28

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
5
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

………………………………………………..
BAB VI : EVALUASI DAN TINDAK 36

LANJUT .......................................................
BAB VII : PENUTUP ........................................................ 35

................................

Lampir :

an
2. Contoh 39

SPO .................................................................

................
3. Contoh 43

PROGRAM .......................................................

................

BAB I
PENDAHULUAN

Akreditasi RS merupakan program peningkatan mutu yang


dilakukan dengan membangun sistem dan budaya mutu. Melalui
akreditasi RS akan ada perbaikan sistem di RS yang meliputi input,
proses dan output. Standar input RS yang terdiri dari fasilitas dan
sumber daya manusia harus dipenuhi oleh RS, sedangkan standar
proses yang terdiri dari tersedianya kebijakan, pedoman, prosedur

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
6
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

dan bukti terlaksananya kegiatan harus terDOKUMENtasi dengan


baik. Standar output yang merupakan kinerja RS yang diukur
dengan indikator mutu RS juga harus terDOKUMENtasi secara terus
menerus.
Selain itu, evaluasi harus dilakukan secara terus-menerus baik
evaluasi terhadap input, proses maupun output RS sehingga PDCA
cycle (Siklus Plan, Do, Check, Action) terus berjalan dan
dilaksanakan, yang pada akhirnya menjadi budaya mutu.
Di lain pihak, Akreditasi RS juga merupakan suatu proses penilaian
oleh peer secara teratur atau reguler, yang dimulai dengan self
assessment RS kemudian external peer review (survei akreditasi)
oleh Komisi Akreditasi RS dengan tujuan untuk menilai keakuratan
tingkat kinerja dihubungkan dengan standar, cara implementasi
peningkatan pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan
untuk menetapkan status akreditasi.
Survei akreditasi RS yang dilakukan oleh KARS meliputi :
 Melakukan evaluasi DOKUMEN yang disiapkan RS untuk
menunjukan pemenuhan standar
 Wawancara atau informasi verbal tentang pelaksanaan
standar atau contoh-contoh yang dapat ditunjukan tentang
implementasi standar
 On-site observasi pelayanan dan kegiatan
 Edukasi tentang pemenuhan standar dan performance
improvement.

Berdasarkan hal tersebut diatas, dalam rangka memenuhi standar


input, proses dan output serta persiapan pelaksanaan survei
akreditasi maka DOKUMEN akreditasi merupakan hal yang penting
yang harus disiapkan oleh RS, karena DOKUMEN akreditasi adalah
salah satu aspek cara pembuktian dalam survei akreditasi, selain
wawancara dan observasi. DOKUMEN juga merupakan bukti telah
dilakukan perbaikan sistem serta diterapkannya budaya mutu.
Mengingat pentingnya DOKUMEN akreditasi maka Komisi

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
7
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Akreditasi Rumah Sakit memandang perlu untuk membuat


Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi RS

Tujuan disusunnya Buku Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi


adalah agar penyusunan Dokumen akreditasi lebih terarah dan
secara khusus bertujuan :
a) Tersedianya panduan bagi RS dalam penyusunan dokumen
b) Tersedianya panduan bagi pembimbing dalam melakukan
bimbingan akreditasi
c) Tersedianya panduan untuk pelatihan surveior akreditasi
d) Tersedianya panduan untuk sosialisasi instrumen akreditasi
e) Tersedianya acuan untuk menyusun kebijakan, pedoman,
prosedur.

Sasaran dari Buku Pedoman ini adalah pimpinan rumah sakit,


pembimbing dan surveior dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
8
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

BAB II
DOKUMEN AKREDITASI

2.1. PENGERTIAN :
Yang dimaksud dokumen akreditasi adalah semua dokumen yang
harus disiapkan RS untuk memenuhi Instrumen Akreditasi RS.
Jenis dan macam dokumen mengacu pada pada standar dan
parameter, definisi operasional serta cara pembuktian dokumen
yang ada di dalam Instrumen Akreditasi.
Jenis dan macam dokumen dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
 Kebijakan
 Pedoman
 Prosedur
 PROGRAM
 Bukti tertulis kegiatan/rekam kegiatan
 DOKUMEN pendukung lainnya : mis Ijazah, sertifikat
pelatihan, serifikat perijinan, kalibrasi, dll

2.2. PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI


Walaupun pada intinya DOKUMEN akreditasi adalah “ TULIS YANG
DIKERJAKAN DAN KERJAKAN YANG DITULIS SERTA DAPAT
DIBUKTIKAN “, namun dalam menyusun DOKUMEN akreditasi
harus memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan DOKUMEN
akreditasi sebagai berikut :

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
9
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

2.2.a. Mengacu pada standar & paramater yang ada di dalam


instrumen akreditasi RS. Karena itu RS dalam menyusun
dokumen wajib mengetahui dan memahami apa yang
dipersyaratkan dalam standar dan parameter tersebut yaitu
dengan memperhatikan :
- Uraian yang mengikuti skor 1 sampai dengan 5
- Apa yang dijelaskan didalam definisi operasional (DO),
- Apa yang ditulis di dalam cara pembuktian (CP) dan
dokumen (D)

2.2.b. Menulis yang dikerjakan, mengerjakan yang ditulis dan


bisa dibuktikan. Karena itu semua kegiatan harus ditulis
(terdokumentasi), kebijakan dan prosedur yang telah ditulis
harus dilaksanakan dan pada waktu dilakukan evaluasi dapat
dibuktikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan sesuai
ketentuan

2.2.c. Memperhatikan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action).


Karena itu RS dalam memenuhi standar dan parameter
harus memperhatikan siklus PDCA yang pada umumnya ada
di skor = 5 di Instrumen Akreditasi. Sebagai contoh untuk
program, dokumen yang harus disiapkan adalah program
yang dilengkapi dengan kerangka acuan (Plan), bukti
pelaksanakan program/laporan pelaksanaan program (Do),
bukti telah dilakukan evaluasi terhadap program (Check),
dan bukti hasil evaluasi telah ditindaklanjuti (Action). Pada
waktu pelaksanaan survei disarankan agar dokumen disusun
sesuai alur PDCA, sehingga memudahkan surveior dalam
melakukan penilaian.

2.2.d. Bila pada parameter Instrumen akreditasi ada kata


ditetapkan/ketetapan maka agar dilengkapi dengan Surat
Keputusan Direktur RS

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
10
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

2.2.e. Dokumen yang harus sesuai dengan format adalah


PROSEDUR dan PROGRAM.

2.3. TATA HUBUNGAN DOKUMEN AKREDITASI


Mengacu kepada jenis dan macam DOKUMEN yang ada di butir
2.1. maka hirarki atau struktur dokumen akreditasi sebagai
berikut :
2.3.1. Kebijakan, pedoman, prosedur merupakan kelompok
dokumen peraturan atau regulasi atau acuan untuk
melaksanakan kegiatan, dimana kebijakan merupakan
kelompok peraturan/acuan yang tertinggi di RS, kemudian
diikuti dengan pedoman dan kemudian prosedur. Karena itu
untuk menyusun pedoman harus mengacu/memperhatikan
kebijakan-kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh RS,
sedangkan untuk menyusun prosedur harus
mengacu/memperhatikan kebijakan dan atau pedoman.
Namun tidak berarti semua dokumen di Instrumen Akreditasi
harus ada kebijakan, pedoman dan prosedurnya, hal
tersebut karena instrumen akreditasi RS adalah standar
minimal, sehingga dokumen yang di persyaratkan di dalam
instrumen akreditasi adalah dokumen yang minimal harus
tersedia di RS. Karena itu, bila kebijakan tersebut sudah jelas
dan dapat di terapkan maka tidak perlu dilengkapi dengan
pedoman dan atau prosedur. Demikian pula bila suatu
kegiatan sudah diuraikan di dalam pedoman dengan sangat
jelas maka prosedur tidak diperlukan lagi. Di lain pihak, bila
langkah-langkah suatu kegiatan perlu diatur dengan sangat
rinci maka dokumen yang diperlukan bisa berbentuk hanya
prosedur. Sebagai contoh, kebijakan larangan merokok di
kawasan RS. Kebijakan tersebut sudah jelas yaitu tidak boleh
ada yang merokok di kawasan rumah sakit, karena itu
pedoman dan atau prosedur tidak diperlukan lagi. Berbeda

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
11
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

dengan kebijakan pemeriksaan kesehatan berkala bagi


pegawai, kebijakan ini perlu dilengkapi dengan pedoman
pemeriksaan pegawai dan prosedur pemeriksaan untuk tiap-
tiap jenis pemeriksaan.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :

KEBIJAK + + + + - - -
AN
PEDOM + + - - + + -
AN
PROSE + - + - + - +
DUR

Dari tabel diatas ada beberapa alternatif sebagai berikut :


1. Kebijakan diikuti dengan pedoman dan prosedur
Contoh : Kebijakan pemeriksaan kesehatan pegawai,
yang kemudian diuraikan didalam Pedoman
Pemeriksaan Kesehatan dan SPO masing-masing
jenis pemeriksaan
2. Kebijakan hanya diikuti dengan pedoman
Contoh : Kebijakan pencatatan dan pelaporan data
pelayanan yang kemudian diuraikan di dalam
pedoman pelaporan internal dan eksternal
3. Kebijakan hanya diikuti dengan prosedur
Contoh : Kebijakan bahwa pengadaan barang dan jasa
berbahaya harus melampirkan MSDS, untuk
melaksanakan kebijakan tersebut diperlukan SPO
pengadaan barang dan jasa berbahaya
4. Kebijakan berdiri sendiri, tanpa pedoman dan prosedur
Contoh : Kebijakan larangan merokok di RS, kebiajkan ini
pada umumnya sudah jelas sehingga pedoman
maupun prosedur tidak diperlukan
5. Pedoman hanya berdiri sendiri tanpa kebijakan dan
prosedur

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
12
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Contoh : Pedoman sanitasi rumah sakit, hal ini karena di


dalam pedoman sanitasi telah diuraikan dengan
rinci apa dan bagaimana melakukan sanitasi
rumah sakit, sehingga prosedur sering tidak
diperlukan lagi.
6. Pedoman tanpa kebijakan dan hanya diikuti dengan
prosedur
Contoh : Pedoman penanggulangan kebakaran yang
kemudian dirinci dengan SPO Evakuasi pasien, dll

7. Prosedur berdiri sendiri tanpa ada kebijakan dan


pedoman.
Prosedur yang berdiri sendiri sering dikaitkan dengan
instruksi kerja atau manual pengoperasian alat.

2.3.2. Program dan bukti pelaksanaan kegiatan adalah kelompok


dokumen kegiatan, dimana program merupakan rencana
kegiatan, sedangkan bukti pelaksanaan kegiatan bisa berarti
pelaksanaan kegiatan program, pelaksanaan kegiatan
kebijakan, pedoman dan prosedur, pelaksanaan kegiatan
dari tugas dan fungsi organisasi serta pelaksanaan kegiatan
monitoring dan evaluasi serta tindak lanjutnya.
Walaupun antara kebijakan/pedoman/prosedur dan
program tidak didalam satu kelompok, namun diantaranya
masih mempunyai tata hubungan. Karena pelaksanaan
kegiatan tahunan untuk kebijakan/pedoman/prosedur
biasanya diterjemahkan kedalam program tahunan. Sebagai
contoh kebijakan/pedoman/prosedur pemeriksaan kesehatan
pegawai maka untuk pelaksanaan setiap tahunnya perlu
dibuat program pemeriksaan kesehatan pegawai.
Kebijakan/pedoman/prosedur merupakan regulasi tentang
pemeriksaan kesehatan pegawai sedangkan program

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
13
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

merupakan rencana pelaksanaan pemeriksaan pegawai


setiap tahunnya.
Namun, mengingat instrumen akreditasi adalah standar
minimal maka tidak semua kebijakan/pedoman/prosedur
harus dilengkapi program tahunan. program minimal yang
dibuat sesuai yang dipersyaratkan di instrumen akreditasi
saja.

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
14
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

BAB III
KEBIJAKAN DAN PEDOMAN

3.1. KEBIJAKAN
Kebijakan RS adalah keputusan-keputusan Direktur/Pimpinan RS
pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang mengikat
pegawai RS.
Bila kebijakan bersifat garis besar maka untuk penerapan
kebijakan tersebut perlu disusun pedoman dan atau prosedur
sehingga ada kejelasan langkah – langkah untuk melaksanakan
kebijakan tersebut.
Mengingat kebijakan adalah merupakan keputusan
Direktur/Pimpinan RS maka bentuk DOKUMEN kebijakan adalah
Surat Keputusan Direktur/Pimpinan RS, dimana kebijakan dapat
dituangkan dalam pasal-pasal di surat keputusan atau
merupakan lampiran dari surat keputusan. Oleh karena itu format
DOKUMEN untuk kebijakan adalah format Surat Keputusan
Direktur RS/Pimpinan RS sebagai berikut :
- Judul : Surat Keputusan Direktur RS
tentang .................................................
- No : sesuai nomer surat keputusan di RS
- Menimbang :
a. ..............
b. ..............
c. dst
Isi dari menimbang adalah justifikasi atau alasan mengapa
surat keputusan tersebut diperlukan
- Mengingat : isinya adalah peraturan-peraturan yang
mendasari kebijakan perl/dapat dikeluarkan. Peraturan-
praturan tersebut disusun berdasarkan hirarki peraturan
dan diberi penomoran 1, 2, dst. Hirarki peraturan diurutkan
sebagai berikut : Undang-unadang, Peraturan pemerintah,

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
15
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Peraturan Presiden, Surat Keputusan Menteri, Surat


Keputusan Direktur RS, dst
- Memperhatikan : Memperhatikan tidak selalu ada didalam
surat keputusan. Yang biasanya dicantumkan dalam
memperhatikan adalah memperhatikan surat
no......tanggal.........tentang............atau notulen
rapat........pada tanggal.............
- Memutuskan : yang ditulis biasanya sesuai dengan judul
surat keputusan
- Menetapkan :
 bisa berbentuk pasal-pasal, dimana materi kebijakan
dituangkan dalam bentuk pasal-pasal.
 Bisa berbentuk pertama, kedua, dst. Untuk bentuk ini
materi kebijakan biasanya ada di lampiran surat
keputusan.
- Tanda tangan Direktur/Pimpinan RS ada di kanan bawah,
bila kebijakan ada di lampiran surat keputusan maka di
halaman terakhir lampiran harus diberi tanda tangan
Direktur/Pimpinan RS
- Lampiran surat keputusan :
 Halaman pertama harus dicantumkan judul dan nomer
surat keputusan
 Halaman terakhir harus ditandatangani oleh
Direktur/Pimpinan RS

Contoh-contoh kebijakan :
- Kesehatan kerja : kebijakan pemeriksaan kesehatan pegawai
- Keselamatan pasien : kebijakan sistem pencatatan dan
pelaporan insiden, dll

3.2. PEDOMAN
Pedoman adalah acuan untuk melaksanakan kegiatan
secara garis besar. Karena acuan yang ditulis di dalam

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
16
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

pedoman hanya garis besar saja maka untuk melaksanakan


kegiatan kadamg-kadang perlu di rinci atau dilengkapi
dengan prosedur-prosedur. Namun hal ini tidaklah mutlak,
tergantung lengkap, rinci, jelas atau tidak pedoman tersebut.
Pedoman yang disusun dengan sangat lengkap dan rinci
tentunya tidak perlu dilengkapi dengan prosedur. Sebagai
contoh pedoman pemeriksaan kesehatan pegawai, pedoman
ini perlu dilengkapi dengan prosedur-prosedur untuk
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi yang
sifatnya sangat teknis. Yang perlu diperhatikan adalah : bila
pedoman dilengkapi dengan prosedur-prosedur maka yang
ditulis di dalam prosedur jangan merupakan ulangan
penulisan yang ada di dalam pedoman, namun harus
merupakan langkah-langkah kegiatan yang lebih rinci.
Mengingat sangat bervariasinya bentuk dan isi pedoman
maka sulit untuk dibuat standar sistematikanya atau format
bakunya karena itu RS dapat menyusun/membuat sistematika
buku pedoman sesuai kebutuhan. Namun, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan untuk dokumen pedoman ini yaitu :
 Setiap pedoman harus dilengkapi dengan Surat Keputusan
Direktur/Pimpinan RS untuk pemberlakukan pedoman
tersebut. Pedoman sebaiknya diberlakukan untuk 2- 3
tahun. Bila sebelun kurun waktu 2 – 3 tahun,
Direktur/Pimpinan RS diganti, Surat Keputusan
Direktur/Pimpinan RS untuk pemberlakuan pedoman tidak
perlu diganti. SK Direktur/pimpinan RS diganti bila masa
berlakunya pedoman telah berakhir.
 Setiap pedoman di evaluasi minimal setiap 2-3 tahun
sekali.
 Bila Departemen Kesehatan sudah menerbitkan pedoman
untuk suatu kegiatan/pelayanan tertentu maka RS dalam
membuat pedoman wajib mengacu pedoman yang
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan tersebut.

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
17
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

 Walaupun format baku sitematika pedoman tidak ada,


namun ada sistematika yang lazim digunakan sebagai
berikut :
o SK Direktur/Pimpinan RS untuk pemberlakuan
pedoman
o Kata pengantar dari Tim penyusun atau dari kepala
unit kerja
o Kata Sambutan dari Direktur/Pimpinan RS
o Daftar isi
o Bab I : Pendahuluan : dapat berisi latar belakang
mengapa pedoman diperlukan, tujuan pedoman,
sasaran pedoman, ruang lingkup pedoman, dasar
hukum, dan lain sebagainya
o Bab II : Ketentuan-ketentuan umum , misalnya
pengertian, pengorganisasian, dll
o Bab III : Materi/isi pedoman
o Bab IV : Monitoring dan Evaluasi
o Bab V : Penutup.
o Lampiran-lampiran, misalnya SK Tim Penyusun,
contoh-contoh formulir dan lain sebagainya

Sistematika tersebut diatas bukan lah baku karena materi/isi


pedoman bisa saja lebih dari satu bab karena sangat terkait
dengan hal-hal yang akan dibuatkan acuannya
Sesuai dengan standar dan parameter yang ada di Instrumen
Akreditasi RS maka pedoman-pedoman yang harus dibuat
oleh RS, antara lain Buku Pedoman Penyelenggaraan Rekam
Medis, Pedoman pemeriksaan kesehatan Pegawai, Pedoman
Audit dan lain sebagainya.
Pedoman-pedoman yang ada di Instrumen Akreditasi adalah
pedoman minimal yang harus ada di rumah sakit, oleh karena
pedoman yang minimal harus ada di rumah sakit adalah
pedoman yang di persyaratkan di Instrumen Akreditasi,

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
18
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

namun rumah sakit dapat saja membuat pedoman-pedoman


lainnya, selain pedoman minimal tersebut sesuai dengan
kebutuhan masing-masing rumah sakit. Sebagai contoh di
dalam Instrumen Akreditasi tidak dipersyaratkan rumah sakit
harus mempunyai Pedoman untuk JAMKESMAS, namun karena
rumah sakit memerlukan pedoman tersebut sebagai acuan
pelayanan JAMKESMAS di rumah sakit tersebut maka rumah
sakit dapat menyusun pedoman tersebut.

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
19
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

BAB IV
PROSEDUR.

4.1. BEBERAPA ISTILAH PROSEDUR YANG SERING


DIGUNAKAN YAITU :
 Standard operating procedure (SOP), istilah ini lazim
digunakan namun bukan merupakan istilah baku di Indonesia.
 Standar prosedur oprasional (SPO), istilah ini digunakan di
Undang-undang no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
 Prosedur Tetap (Protap), istilah ini juga lazim digunakan di RS
 Prosedur kerja
 Prosedur tindakan
 Prosedur Penatalaksanaan
 Petunjuk teknis.
Walaupun banyak istilah, namun istilah yang paling sering
digunakan adalah SPO, oleh karena itu untuk selanjutnya istilah
yang digunakan di buku pedoman ini adalah SPO

4.2. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan SPO adalah :
4.2.1. Suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang
berurutan yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu
proses kerja rutin tertentu.
4.2.2. Suatu perangkat instruksi yang memberikan langkah-
langkah berurutan yang benar dan terbaik berdasarkan

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
20
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan


dan fungsi pelayanan.
4.2.3. Suatu perangkat instruksi yang memberikan langkah-
langkah berurutan yang sudah diuji dan disetujui dalam
melaksanakan berbagai kegiatan, sehingga membantu
mengurangi kesalahan dan pelayanan sub standar.

4.3. TUJUAN PENYUSUNAN SPO


UMUM :
Agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien,
efektif, konsisten/uniform dan aman, dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.

KHUSUS :
4.3.1. Sebagai acuan (check list) dalam melaksanaan kegiatan
tertentu bagi bagi tenaga administrasi dan tenga profesi
di RS.
4.3.2. Untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung
jawab dari petugas yang terkait
4.3.3. Untuk menjaga konsistensi tingkat penampilan kinerja
atau kondisi tertentu dan menjaga keamanan petugas
dan lingkungan dalam melaksanakan suatu
tugas/pekerjaan tertentu.
4.3.4. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan,
duplikasi serta pemborosan dalam proses pelaksanaan
kegiatan
4.3.5. Untuk lebih menjamin penggunaan tenaga dan sumber
daya lain secara efisien dan efektif
4.3.6. Sebagai dokumen yang akan menjelaskan dan menilai
pelaksanaan proses kerja bila terjadi suatu kesalahan
atau dugaan malpraktek dan kesalahan administratif
lainnya, sehingga sifatnya melindungi rumah sakit dan
petugas
4.3.7. Merupakan parameter untuk menilai mutu pelayanan

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
21
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

4.3.8. Sebagai DOKUMEN yang digunakan untuk pelatihan atau


orientasi pegawai

4.4. MANFAAT SPO


4.4.1. Memenuhi persyaratan standar pelayanan
RS/Akreditasi RS
4.4.2. Mendokumentasi alur kegiatan
4.4.3. Memastikan pegawai RS tahu pekerjaannnya
4.4.4. Meminimalisasi duplikasi wewenang dan tanggung
jawab
4.4.5. Memastikan tidak adanya daerah abu-abu/grey area
4.4.6. Memastikan overlapping dan undeerlapping
wewenang tidak ada
4.4.7. Merupakan bukti adanya manajemen mutu di RS

4.5. PRINSIP-PRINSIP SPO


4.5.1. SPO memuat segala indikasi dan syarat yang harus
dipenuhi pada setiap upaya dan tahapan yang harus
dilalui pada setiap kegiatan pelayanan
4.5.2. SPO memberikan arah kegiatan yang langsung atau
tidak langsung berhubungan dengan pasien.
4.5.3. SPO sebaiknya menggunakan bahasa sehari-hari,
harus memudahkan pemakaian (User friendly),
mempunyai urutan dan tidak bermakna ganda
4.5.4. SPO selalu berubah mengikuti perubahan standar
profesi serta perkembangan IPTEK kesehatan dan
kedokteran serta perubahan kebijakan dan peraturan
4.5.5. SPO harus selalu didokumentasikan
4.5.6. SPO agar dilakukan evaluasi paling lama 3 tahun
4.5.7. Penggantikan Direktur/Pimpinan RS tidak harus
mengganti SPO.

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
22
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

4.5.8. Kumpulan SPO di setiap unit kerja harus dibuatkan


Surat Keputusan Direktur/Pimpinan RS untuk
pemberlakuannnya.

4.6. JENIS SPO

a. SPO Profesi : SPO yang memuat proses kerja yang


bersifat keilmuan/teknis tertentu untuk diagnostik, terapi,
tindakan, asuhan profesi medis, keperawatan, dan profesi
lainnya.

Dapat berupa:

 SPO Profesi Tenaga Medis yaitu :

 SPO untuk menangani pasien dengan penyakit


tertentu sesuai standar pelayanan medis,
misalnya SPO Perdarahan Antepartum, SPO
Apendisitis Akut dsb.

 SPO untuk Diagnostik/Terapi, misalnya : SPO


Punksi Lumbal, SPO Pemberian Obat Kejang
Demam, dsb.

 SPO Profesi Keperawatan yaitu : SPO yang terkait


dengan asuhan keperawatan, contoh : SPO Persiapan
pasien operasi, dsb

 SPO Profesi lain meliputi Laboratorium, Radiologi,


Rehabilitasi Medis, Farmasi, dsb , contoh : SPO
Pemeriksaan (teknis) Laboratorium

b. SPO Pelayanan : memuat proses kerja yang bersifat


manajerial/administratif dalam pelayanan medik,
keperawatan dan penunjang medik yang berhubungan
dengan pelayanan langsung kepada pasien.

Contoh:

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
23
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

SPO Prosedur Dokter Jaga Ruangan, SPO Prosedur


Konsultasi Medis, SPO Prosedur Rujukan Keluar RS

c. SPO Administrasi: mengatur tata cara kegiatan dalam


organisasi termasuk hubungan antar unit kerja, dan
kegiatan-kegiatan; umumnya kegiatan non-medis.

Contoh:

SPO di bagian kepegawaian, keuangan, perencanaan, dll

4.7. FORMAT SPO

4.7.1. Format SPO sesuai dengan lampiran Surat Edaran


Direktur Pelayanan Medik Spesialistik nomer
YM.00.02.2.2.837 tertanggal 1 Juni 2001, perihal bentuk
SPO.

4.7.2. Format mulai diberlakukan 1 Januari 2002

4.7.3. Format merupakan format minimal, format ini dapat


diberi tambahan materi misalnya nama penyusun SPO,
unit yang memeriksa SPO, dll, namun tidak boleh
mengurangi item-item yang ada di SPO

4.7.4. Format SPO sebagai berikut :

NAMA RS JUDUL SPO


DAN
No. dokumen No. Revisi Halaman
LOGO

SPO Tanggal terbit Ditetapkan :

Direktur RS

PENGERTIAN

TUJUAN

KEBIJAKAN

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
24
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

PROSEDUR

UNIT TERKAIT

Penjelasan :

Penulisan SPO yang harus tetap di dalam tabel/kotak


adalah : nama RS dan logo, judul SPO, SPO, no dokumen,
no revisi, tanggal terbit dan tanda tangan Direktur RS,
sedangkan untuk pengertian, tujuan, kebijakan, prosedur
dan unit terkait boleh tidak diberi kotak/tabel

4.7. 5. Petunjuk Pengisian SPO


a. Kotak Heading: masing-masing kotak (Rumah Sakit, Judul
SPO, No. dokumen, No. Revisi, Halaman, Prosedur Tetap,
Tanggal terbit, Ditetapkan Direktur) diisi sbb:
1) Heading dan kotaknya dicetak pada setiap halaman. Pada
halaman pertama kotak heading harus lengkap, untuk
halaman-halaman berikutnya kotak heading dapat hanya
memuat : Kotak Naman RS, Judul SPO, No dokumen, no
revisi dan halaman.
2) Kotak RS diberi nama RS dan logo RS (bila RS sudah
mempunyai logo)
3) Judul SPO: diberi judul/nama SPO sesuai proses kerjanya,
misal: Konsultasi Medis, Biopsi Ginjal, Persiapan Pasien
Operasi, dsb
4) No. dokumen: diisi sesuai dengan ketentuan penomoran
yang berlaku di RS ybs. yang dibuat sistematis agar ada
keseragaman
5) No. Revisi: diisi dengan status revisi, dianjurkan
menggunakan huruf. Contoh: dokumen baru diberi huruf
A, dokumen revisi pertama diberi huruf B dst. Tetapi dapat

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
25
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

juga dengan angka, misalnya untuk dokumen baru dapat


diberi nomor 0, sedangkan dokumen revisi pertama diberi
nomor 1, dst.
6) Halaman: diisi nomor halaman dengan mencantumkan
juga total halaman untuk SPO tsb. Misalnya: halaman
pertama: 1/5, halaman kedua: 2/5, halaman terakhir : 5/5
7) Prosedur Tetap diberi penamaan sesuai ketentuan (istilah)
yang digunakan RS, misalnya: Prosedur, Prosedur Tetap,
Petunjuk Pelaksanaan, Prosedur Kerja dsb.
8) Tanggal terbit: diberi tanggal sesuai tanggal terbitnya
atau tanggal diberlakukannya SPO tersebut.
9) Ditetapkan Direktur: diberi tanda tangan Direktur dan
nama jelasnya.

b. Isi SPO :

1) Pengertian: berisi penjelasan dan atau definisi tentang


istilah yang mungkin sulit dipahami atau menyebabkan
salah pengertian.

2) Tujuan: berisi tujuan pelaksanaan SPO secara spesifik.


Kata kunci : ” Sebagai cuan penerapan langkah-langkah
untuk ......................................”

3) Kebijakan: berisi kebijakan (RS dan atau unit kerja) yang


menjadi dasar dan garis besar dibuatnya SPO tsb. Dapat
berisi (terkait dengan) beberapa kebijakan yang
mendasari SPO tsb. Dapat juga terjadi satu kebijakan
menjadi dasar beberapa SPO, sehingga tercantum dalam
beberapa SPO yang „dipayunginya“

4) Prosedur: bagian ini merupakan bagian utama yang


menguraikan langkah-langkah kegiatan untuk
menyelesaikan proses kerja tertentu, dan staf/petugas
yang berwenang. Didalamnya dapat dicantumkan
alat/formulir/fasilitas yang digunakan, waktu, frekuensi

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
26
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

dalam proses kerja tsb. Bila memungkinkan, diuraikan


secara lengkap unsur-unsur yang menyangkut: SIAPA,
APA, DIMANA, KAPAN dan BAGAIMANA (who, what,
where, when, how).

5) Unit terkait: berisi unit-unit yang terkait dan atau


prosedur terkait dalam proses kerja tsb.

4.8. TATA CARA PENGELOLAAN SPO

4.8.1. RS agar menetapkan siapa yang mengelola SPO, bisa


bagian sekretariat atau Tim akreditasi RS

4.8.2. Pengelola SPO harus mempunyai arsip seluruh SPO RS

4.8.3. Pengelola SPO agar membuat tata cara penyusunan,


penomoran, distribusi, penarikan, penyimpanan,
evaluasi dan revisi SPO

4.9. TATA CARA PENYUSUNAN SPO

4.9.1. Hal-hal yang perlu diingat :

o Siapa yang yang harus menulis atau menyusun


SPO

o Bagaimana merencanakan dan mengembangkan


SPO

o Bagaimana SPO dapat dikenali

o Bagaimana memperkenalkan prosedur kepada


pelaksana dan unit terkait.

o Bagaimana pengendalian SPO nya (nomor, revisi


dan distribusi)

4.9.2. Syarat penyusunan SPO

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
27
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

 Identifikasi kebutuhan yakni mengidentifikasi


apakah kegiatan yang dilakukan saat ini sudah
ada SPO belum dan bila sudah ada agar
diidentifikasi, apakah SPO masih efektik atau
tidak.

 Terkait dengan ad) 4.9.1. Siapa yang harus


menulis atau menyusun SPO maka perlu
ditekankan bahwa SPO harus ditulis oleh mereka
yang melakukan pekerjaan tersebut atau oleh unit
kerja tersebut, Tim atau panitia yang ditunjuk oleh
Direktur/Pimpinan RS hanya untuk menganggapi
dan mengkoreksi SPO tersebut. Hal tersebut
sangatlah penting, karena komitmen terhadap
pelaksanaan SPO hanya diperoleh dengan adanya
keterlibatan pesonel/unit kerja dalam penyusunan
SPO

 SPO harus merupakan flow charting dari suatu


kegiatan. Pelaksana atau unit kerja agar mencatat
proses kegiatan dan membuat alurnya kemudian
Tim/Panitia diminta memberikan tanggapan.

 Didalam SPO harus dapat dikenali dengan jelas


siapa melakukan apa, dimana, kapan dan
mengapa.

 SPO jangan menggunakan kalimat majemuk.


Subyek, predikat dan obyek harus jelas.

 SPO harus menggunakan bahasa yang dikenal


pemakai.

 SPO harus jelas ringkas dan mudah dilaksanakan.


Untuk SPO pelayanan pasien maka harus
memperhatikan aspek keselamatan, keamanan
dan kenyamanan pasien. Untuk SPO profesi harus

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
28
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

mengacu kepada standar profesi, standar


pelayanan, mengikuti perkembangan IPTEK dan
memperhatikan aspek keselamatan pasien.

4.9.3. Proses penyusunan SPO

o SPO disusun dengan menggunakan Format SPO


sesuai dengan lampiran Surat Edaran Direktur
Pelayanan Medik Spesialistik nomer
YM.00.02.2.2.837 tertanggal 1 Juni 2001, perihal
bentuk SPO.

o Penyusunan SPO dapat dikelola oleh


suatu Tim/panitia dengan mekanisme sebagai
berikut :

 Pelaksana atau unit kerja menyusun SPO


dengan melibatkan unit terkait.

 SPO yang telah disusun oleh pelaksana atau


unit kerja disampaikan ke Tim/Panitia SPO

 Fungsi Tim/Panitia SPO :

 Memberikan tanggapan, mengkoreksi dan


memperbaiki terhadap SPO yang telah
disusun oleh pelaksana/unit kerja baik dari
segi bahasa maupun penulisan.

 Sebagai koordinator dari SPO yang sudah


dibuat oleh masing-masing unit kerja
sehingga tidak terjadi duplikasi
SPO/tumpang tindih SPO antar unit.

 Melakukan cek ulang terhadap SPO-SPO


yang akan di tanda tanagni oleh Drektur RS

o Peyusunan SPO dilakukan dengan


mengidentifikasi kebutuhan SPO. Untuk SPO
pelayanan dan SPO admnistrasi, untuk melakukan

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
29
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

identifikasi kebutuhan SPO bisa dilakukan dengan


menggambarkan proses bisnis di unit kerja
tersebut atau alur kegiatan dari kerja yang
dilakukan di unit tersebut. Sedangkan untuk SPO
Profesi identifikasi kebutuhan dilakukan dengan
mengetahui pola penyakit yang sering ditangani di
unit kerja tersebut. Dari identifikasi kebutuhan
SPO maka di suatu unit kerja dapat diketahui
berapa banyak dan macam SPO yang harus
dibuat/disusun. Untuk melakukan identifikasi
kebutuhan SPO dapat pula dilakukan dengan
memperhatikan standar dan parameter yang ada
di Instrumen akreditasi, minimal SPO-SPO apa saja
yang harus ada. SPO yang dipersyaratkan di
Instrumen Akreditasi adalah SPO minimal yang
harus ada di rumah sakit. Sedangkan identifikasi
SPO dengan menggambarkan terlebih dahulu
proses bisnis di unit kerja adalah seluruh SPO
secara lengkap yang harus ada di unit kerja
tersebut.

o Mengingat SPO merupakan flow


charting dari proses kegiatan maka untuk
memperoleh pengertian yang jelas bagi subyek,
penulisan SPO adalah dimulai dengan membuat
flow chart dari kegiatan yang dilaksanakan.
Caranya adalah membuat diagram kotak
sederhana yang menggambarkan langkah penting
dari seluruh proses.

Contoh : diagram kotak untuk pembelian bahan


yang digunakan di RS

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
30
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

PEMILIHAN
PEMASOK

MENGKOMUNIKASIKAN
PERSYARATAN

PENERIMAAN
BARANG

PERIKSA
BARANG

MENEMPATKAN DI
GUDANG

Setelah dibuatkan diagram kotak maka diuraikan


kegiatan di masing-masing kotak dan dibuat
alurnya.
o Semua SPO harus ditandatangani oleh
Direktur/Pimpinan RS.

o Untuk SPO pelayanan dan SPO


administrasi, sebagian memerlukan uji coba

o Sumber materi SPO dapat diperoleh


dari pertemuaan ilmiah, pertemuan
perumahsakitan, studi banding ke RS lain,
literatur-literatur, peraturan dan perundang-
undangan yang mengatur tentang kesehatan.

o Agar SPO adapat dikenali oleh


pelaksana maka perlu dilakukan sosialisasi SPO-
SPO tersebut dan bila SPO tersebut rumit maka
untuk melaksanakan SPO tersebut perlu dilakukan
pelatihan. Sebagai contoh ada SPO Billing sistem
yang baru maka untuk penerapannya mungkin
diperlukan pelatihan billing sistem tersebut.

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
31
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

4.9.4. Yang mempengaruhi keberhasilan penyusunan


SPO

 Ada komitmen dari pimpinan RS yang terlihat


dengan adanya dukungan fasilitas dan sumber
daya lainnya

 Ada fasilitator/petugas yang mempunyai


kemampuan dan kemauan untuk menyusun SPO,
jadi ada aspek pekerjaan dan aspek psikologis.

 Ada target waktu yaitu ada target dan jadwal yang


disusun dan disepakati

 Adanya pemantauan dan pelaporan kemajuan


penyusunan SPO

4.10. TATA CARA PENOMORAN SPO

4.10.1. Semua SPO harus diberi nomor

4.10.2. RS agar membuat kebijakan tentang pemberian


nomor untuk SPO.

4.10.3. Pemberian nomor bisa mengikuti tata persuratan RS


atau ketentuan penomoran yang khusus untuk SPO (bisa
menggunakan garis miring atau dengan sistem digit).
Pemberian nomor sebaiknya secara sentral

4.10.4. Kode-kode yang dpergunakan untuk pemberian nomor


:

 Kode unit kerja : masing-masing unit kerja di RS


mempunyai kode sendri-sendiri, kode bisa
berbentuk angka bisa juga bebentuk huruf.
Sebagai contoh Instalasi gawat darurat
mempunyai kode 08 (bila kode berbentuk angka)
atau huruf : g (bila kode berbentuk huruf)

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
32
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

 Kode SPO : adalah didalam tata persuratan RS


yang diberikan untuk SPO, kode bisa berbentuk
angka atau huruf. Sebagai contoh : kode untuk
SPO adalah 03 (bila kode berbentuk angka) atau c
(bila kode berbentuk huruf)

 Nomer urut SPO adalah urutan nomer SPO di


dalam unit kerja.

 Contoh penomoran SPO di Instalasi Gawat Darurat


: 08.03.15 (artinya SPO dari Instalasi Gawat
Darurat dengan nomer urut SPO = 15) atau g.c.15
(bila penomoran dengan huruf)

4.11. TATA CARA PENYIMPANAN SPO

 Yang dimaksud penyimpanan adalah bagaimana SPO


tersebut disimpan.

 SPO asli agar disimpan di sekretariat Tim akreditasi RS


atau Bagian sekretariat RS, sesuai dengan kebijakan
yang berlaku di RS tersebut tentang tata cara
pengarsipan DOKUMEN. Penyimpanan SPO yang asli
harus rapi, sesuai metode pengarsipan DOKUMEN
sehingga mudah dicari kembai bila diperlukan.

 SPO foto copy ada di simpan di masing-masing unit


kerja dimana SPO tersebut dipergunakan. Bila SPO
tersebut sudah tidak berlaku lagi atau tidak
dipergunakan lagi karena di revisi atau hal lainnya
maka unit kerja wajib mengembalikan SPO yang sudah
tidak berlaku tersebut ke sekretariat Tim
Akreditasi/Bagian sekretariat RS sehingga di unit kerja
hanya ada SPO yang masih berlaku saja. Sekretariat
Tim Akreditasi/Bagian sekretariat RS dapat
memusnahkan foto copy SPO yang tidak berlaku
tersebut, namun untuk SPO nya yang asli agar tetap

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
33
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

disimpan, dengan lama penyimpanan sesuai ketentuan


dalam pengarsipan DOKUMEN di RS.

 SPO di unit kerja harus harus diletakkan ditempat yang


mudah dilihat, mudah diambil dan mudah dibaca oleh
pelaksana

4.12. TATA CARA PENDISTRIBSIAN SPO

 Yang dimaksud dengan distribusi adalah kegiatan atau


usaha menyampaikan SPO kepada unit kerja dan atau
pelaksana yang memerlukan SPO tersebut agar dapat
sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatannya.
Kegiatan ini dilakukan oleh Tim Akreditasi RS atau Bagian
sekretariat RS sesuai kebijakan RS dalam pengendaian
dokumen.

 Distribusi harus memakai buku ekspedisi dan atau


formulir tanda terima

 Distribusi SPO bisa hanya untuk unit kerja tertentu tetapi


bisa juga untuk seluruh unit kerja. Hal tersebut
tergantung jenis SPO tersebut, bila SPO tersebut
merupakan acuan untuk melakukan kegiatan di semua
unit kerja maka SPO ddistribusikan ke semua unit kerja.
Namun bila SPO tersebut hanya untuk unit kerja tertentu
maka distribusi SPO hanya untuk unit kerja tertentu
tersebut dan unit terkait yang tertulis di SPO tersebut.

4.13. TATA CARA EVALUASI

 Evaluasi SPO dilaksanakan sesuai kebutuhan dan maksimal


3 tahun sekali.

 Evaluasi SPO dilakukan oleh masing-masing unit kerja yang


dipimpin oleh kepala unit kerja

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
34
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

 Hasil evaluasi : SPO masih tetap bisa dipergunakan atau


SPO perlu diperbaiki/direvisi. Perbaikan/revisi bisa isi SPO
sebagaian atau seluruhnya.

 Perbaikan/revisi perlu dilakukan bila :

o Alur di SPO sudah tidak sesuai dengan keadaan


yang ada

o Adanya perkembagan IPTEK

o Adanya perubahan organisasi atau kebijakan baru.

o Adanya perubahan fasilitas

 Pergantian direktur/pimpinan RS, bila SPO memang masih


sesuai/dipergunakan maka tidak perlu di revisi.

4.14. INSTRUKSI KERJA

 Pada akreditasi RS tidak dikenal istilah instruksi kerja,


standar dan parameter di akreditasi RS tidak ada yang
mempersyaratkan RS harus membuat instruksi kerja. Pada
akreditasi RS instruksi kerja juga disebut sebagai SPO karena
instruksi kerja juga merupakan suatu perangkat instruksi
atau langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan
suatu proses kerja tertentu. Namun ada yang membedakan
antara SPO dan Instruksi kerja sebagai berikut :

o SPO merupakan penjelasan/uraian tentang suatu proses


pekerjaan/kegiatan yang terdiri dari
serangkaian/beberapa aktivitas dan melibatkan berbagai
fungsi dan pelaksana. Dalam melaksanakan SPO pada
umumnya ada unit-unit terkait yang teribat.

o Instruksi kerja : hanya menguraikan langkah-langkah


terinci dari satu aktivitas yang termuat di dalam prosedur
dan hanya melibatkan satu fungsi atau satu personel
saja. Instruksi kerja biasanya ditempatkan pada lokasi
dimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Sebagai

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
35
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

contoh : cara menghidupkan dan mematikan genset yang


ditempelkan di dekat genset, cara mengoperasikan suatu
alat yang ditempelkan/digantung didekat alat tersebut.
Didalam akreditasi untuk pelayanan K-3 RS, instruksi kerja
ini sering disebut sebagai maual untuk alat.

 Ketentuan-ketentuan di dalam instruksi kerja (IK) sebagai


berikut :

 IK dibuat oleh pelaksana dan di syahkan oleh


Direktur/Pimpinan RS

 Tidak semua aktivitas harus ada IK nya, aktivitas yang


perlu dibuat IK nya adalah :

 Kerumitan dan komplekstas dari aktivitas tersebut

 Kualifikasi personel pelaksana

 Sifat pekerjaan (kritis atau tidak baik dari faktor


keamanan maupun faktor-faktor lainnya.

 Struktur dan isi IK harus dibuat secara sederhana,


praktis dan mudah dipahami, hal ini karena IK ditujukan
bagi karyawan yang berada pada posisi pelaksana

 IK harus secara rinci menjelaskan tahap demi tahap dari


pelaksanaan suatu pekerjaan. Uraian tersebut dapat
meliputi : pentahapan pelaksanaan, alat yang
digunakan, standar atau parameter yang digunakan,
metode pengukuran, pengujian dan pemeriksaan yang
digunakan, sumberdaya pendukung lainnya.

 Format dan lay out untuk IK : tidak ada FORMAT


BAKUNYA. Format da lay out IK dapat dibuat dalam
berbagai bentuk, tidak hanya dalam bentuk uraian
kalimat saja, tetapi jga bisa dalam bentuk :

 Gambar, sebagai contoh adalah gambar larangan


merokok. Gambar tersebut merupakan IK bahwa

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
36
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

di tempat/ruangan tersebut tidak diperbolehkan


ada yang merokok.

 Diagram alir

 Kartu kerja.

BAB V

PROGRAM

5.1. PENGERTIAN PROGRAM

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
37
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Ada banyak pengertian tentang PROGRAM sebagai berikut :

5.1.1. Menurut Collins Cobuild English Language


Dictionary PROGRAM adalah:

o Rencana berskala besar dan terperinci yang dibuat


untuk suatu tujuan tertentu.

o Sebuah rencana kegiatan atau pekerjaan yang akan


dilaksanakan, termasuk waktu kapan setiap kegiatan
itu harus terjadi atau akan dilaksanakan
5.1.2. Menurut Longman PROGRAM adalah :

sebuah rencana yang baku tentang rangkaian kegiatan,


daftar tugas dan lain sebagainya.
5.1.3. Menurut American Heritage Dictionary PROGRAM
adalah :

sebuah prosedur untuk menyelesaiakan masalah


(problem solving), termasuk

pengumpulan data, memprosesnya dan presentasi


hasilnya

5.1.4. Menurut Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of


Current English , program adalah :

sebuah rencana tentang apa yang akan dikerjakan


5.1.5. Buku Panduan Perencanaan Strategis dan
pengukuran kinerja yang dikeluarkan oleh Kantor
Menteri Negara Riset dan Teknologi , yang
dimaksud program adalah :

penjabaran terperinci tentang strategi dan langkah-


langkah yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan lembaga
5.1.6. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas maka


dapat disimpulkan bahwa PROGRAM adalah : rencana

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
38
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

kegiatan yang akan dilaksanakan yang disusun secara


rinci yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
lembaga/unit kerja..

KETENTUAN PROGRAM DI DALAM STANDAR AKREDITASI RS


Pada akreditasi RS, program tidak boleh hanya berbentuk
rencana kegiatan atau jadwal kegiatan atau plan of action (POA)
saja tetapi harus diuraikan dalam bentuk KERANGKA
ACUAN PROGRAM (TERM OF REFERRENCE/TOR). Kerangka
acuan ini merupakan panduan dalam melaksanakan program
atau merupakan protokol dalam melaksanakan program.
Kerangka acuan tersebut harus di tanda tangani oleh Kepala
Unit Kerja dan Direktur RS. Sebagai contoh : program evaluasi
kepuasan pasien tidak boleh hanya berupa kuesiner dan hasil
analisa kuesioner, tetapi program tersebut harus DIURAIKAN
ke dalam kerangka acuan sehingga ada protokol yang jelas
dalam melakukan evaluasi kepuasan pasien. program diklat,
tidak boleh hanya berbentuk rencana diklat atau time table
pelaksanaan diklat tetapi program diklat tersebut harus
diuraikan ke dalam kerangka acuan sehingga tujuan, sasaran,
cara melaksanakan kegiatan diklat, dll ada protokol yang jelas.
Mengingat program kerja dan program aksi adalah termasuk
program maka program kerja dan program aksi harus pula
diuraikan ke dalam kerangka acuan.
Bagi rumah sakit pemerintah, program yang memerlukan
anggaran biasanya harus diusulkan satu tahun sebelumnya.
Dalam mengusulkan program tersebut harus pula dilengkapi
atau diuraikan di dalam kerangka acuan sehingga memudahkan
bagi pengambil keputusan untuk mengetahui layak tidaknya
program tersebut untuk dilaksanakan. Bila program tersebut
telah disetujui dan dapat dilaksanakan maka dalam
melaksanakan program tersebut tetap mengacu kepada
kerangka acuan yang dibuat sebelumnya, tidak perlu dibuat

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
39
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

kerangka acuan baru, kecuali ada perubahan dalam langkah-


langkah pelaksanaan kegiatan.

Master program atau program induk :


Master program atau program induk pada umumnya
dipergunakan di dalam perencanaan pentahapan pembangunan
rumah sakit. Master program atau program induk adalah
penjabaran atau uraian lebih spesifik dan rinci dari hasil studi
kelayakan. Mengacu kepada Panduan Perencanaan
Pembangunan dan Pengembangan RS Kabupaten yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal Pelayaan Medik tahun 1992,
tahapan perencanaan pembangunan atau pengembangan
rumah sakit sebagai berikut :
1. Penyusun Studi Kelayakan
2. Master Program atau Program Induk
3. Master Plan atau Rencana Induk
4. Detail design atau rancang bangun rinci
Master program ini biasanya dibuat untuk perencanaan jangka
menngah (1-10 tahun) atau perencanaan jangka panjang (0-25
tahun) dan memuat satu hal pokok yaitu program fungsi atau
juga disebut operasional policy. Program fungsi akan
memberikan penjelasan kepada perencana bangunan tentang
fungsi-fungsi rumah sakit, semua kegiatan dan prosedur
pelaksanaannya yang harus dikerjakan di rumah sakit.
Program fungsi ini menjadi muatan pokok dari master program.
Dari master program inilah akan diketahui tentang hal-hal
dibawah ini :
1. Proyeksi jumlah dan jenis pasien rawat jalan dan rawat
inap
2. Proyeksi kebutuhan tempat tidur dan alokasi per ruangan
3. Penetapan dan proyeksi Bed Occupancy Rate (BOR)
optimal
4. Penetapan jenis pelayanan yang disediakan

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
40
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

5. Proyeksi jumlah dan jenis unit/ruang layanan pokok dan


penunjang
6. Proyeksi jumlah dan jenis semua kategori tenaga
7. Indikasi kebutuhan peralatan
8. Indikasi pengembangan layanan di kemudian haris
9. Aspek keuangan, anggaran investasi/operasional,
asuransi, pajak dan sumber dana

Rencana strategis (Renstra):


Rentra adalah merupakan strategi binis 5 (lima) tahun
dari suatu institusi. Untuk melaksanakan strategi tersebut di
dalam renstra perlu diuraikan Strategi Action Plan (SAP) – nya
yang berbentuk program-program. Program yang ada di dalam
renstra biasanya hanya berupa judul program, sasaran dan
tahun pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan
program tersebut, program agar diuraikan di dalam kerangka
acuan. Sehingga ada kejelasan dalam melaksanakan program
tersebut.

5.2.1. KERANGKA ACUAN PROGRAM BERTUJUAN UNTUK :


Umum :
Sebagai panduan dalam melaksanakan program sehingga
tujuan program dapat tercapai.
Khusus :
1. Adanya kejelasan langkah-langkah dalam melaksanakan
program.
2. Adanya kejelasan siapa yang melaksanakan program
dan bagaimana melaksanakan program tersebut
sehingga tujuan dapat tercapai.
3. Adanya kejelasan sasaran, tujuan dan waktu
pelaksanaan program.

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
41
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

5.2.2. SISTEMATIKA/FORMAT KERANGKA ACUAN


PROGRAM
Sistematika atau format kerangka acuan program sebagai
berikut :
1. Pendahuluan
2. Latar belakang
3. Tujuan umum dan tujuan khusus
4. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
5. Cara melaksanakan legiatan
6. Sasaran
7. Skedul (Jadwal) pelaksanaan kegiatan
8. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
9. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan

Sistematika/format tersebut diatas adalah minimal, RS


dapat menambah sesuai kebutuhan, tetapi tidak
diperbolehkan mengurangi. Contoh penambahan :
ditambah point untuk pembiayaan/anggaran.

5.2.3. PETUNJUK PENULISAN


5.2.3.1. Judul :
Judul ditulis nama program ditambah dengan
kalimat kerangka acuan dan tahun pelaksanaan
program. Sebagai contoh :
 Nama program : Program peningkatan mutu
layanan RS X tahun 2009, maka di judul ditulis :
KERANGKA ACUAN PROGRAM PENINGKATAN
MUTU LAYANAN RS X TAHUN 2009;
 Nama program : program diklat RS A tahun 2009
- 2012, maka di judul ditulis : KERANGKA ACUAN
PROGRAM DIKLAT RS A TAHUN 2009 - 2012.

5.2.3.2. Pendahuluan

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
42
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Yang ditulis dalam pendahuluan adalah hal-hal yang


bersifat umum yang masih terkait dengan judul
kerangka acuan program. Sebagai contoh judul
program : Kerangka Acuan program Peningkatan
Mutu Layanan tahun 2009. Maka di pendahuluan
agar diuraikan hal-hal sekitar mutu layanan secara
umum

5.2.3.3. Latar belakang


Latar belakang adalah merupakan justifikasi atau
alasan mengapa program tersebut disusun.
Sebaiknya dilengkapi dengan data-data sehingga
alasan diperlukan program tersebut dapat lebih
kuat.

5.2.3.4. Tujuan umum dan tujuan khusus


Tujuan disini adalah merupakan tujuan program.
Tujuan umum adalah tujuan secara garis besarnya,
sedangkan tujuan khusus adalah tujuan secara
rinci.

5.2.3.5. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan


Kegiatan pokok dan rincian kegiatan adalah
langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan
sehingga tercapainya program tersebut. Karena itu
antara tujuan dan kegiatan harus berkaitan dan
sejalan.

5.2.3.6. Cara melaksanakan kegiatan


Cara melaksanakan kegiatan adalah metode
untuk melaksanakan kegiatan pokok dan rincian
kegiatan. Metode tersebut bisa antara bisa dengan

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
43
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

membentuk ti, melakukan rapat, melakukan audit,


dan lain-lain.

5.2.3.7. Sasaran
Sasaran program adalah target per tahun yang
spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan-tujuan
program

Sasaran program menunjukkan hasil antara yang


diperlukan untuk merealisir tujuan tertentu.
Penyusunan sasaran program perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :

Sasaran yang baik memenuhi “SMART” yaitu :

1. Specific : sasaran harus menggambarkan hasil


spesifik yang diinginkan, bukan cara
pencapaiannya. Sasaran harus memberikan
arah dan tolok ukur yang jelas sehingga dapat
dijadikan landasan untuk penyusunan strategi
dan kegiatan yang spesifik pula.

2. Measurable : sasaran harus terukur dan


dapat dipergunakan untuk memastikan apa
dan kapan pencapaiannya. Akuntabilitas harus
ditanamkan kedalam proses perencanaan. Oleh
karenanya metodologi untuk mengukur
pencapaian sasaran (keberhasilan program)
harus ditetapkan sebelum kegiatan yang terkait
dengan sasaran tersebut dilaksanakan.

3. Aggressive but Attainable : Apabila sasaran


harus dijadikan standard keberhasilan, maka
sasaran harus menantang, namun tidak boleh

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
44
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

mengandung target yang tidak layak.


Umpamanya kita bisa menetapkan sebagai
suatu sasaran “ pengurangan kematian
misalnya di IGD hanya sampai ketingkat
tertentu” namun “meniadakan kematian”
merupakan hal yang tidak dapat dipastikan
kelayakannya.

4. Result oriented : sedapat mungkin sasaran


harus menspesifikasikan hasil yang ingin
dicapai. Misalnya : mengurangi komplain
pasien sebesar 50 %

5. Time bound : sasaran sebaiknya dapat


dicapai dalam waktu yang relatif pendek, mulai
dari beberapa minggu sampai ke beberapa
bulan, sebaiknya kurang dari 1 tahun. Kalau
ada program 5 (lima) tahun dibuat sasaran
antara. Sasaran akan lebih mudah dikelola dan
dapat lebih serasi dengan proses anggaran
apabila dibuatnya sesuai dengan batas-batas
tahun anggaran di rumah sakit.

Contoh :
Sasaran yang tidak “SMART”
 Mengurangi kematian karena demam berdarah
(tidak spesifik, tidak terukur dan tidak time
bound)
 Meniadakan kematian di rumah sakit (terlalu luas
dan tidak realistik)

Sasaran yang “SMART”

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
45
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

 Pada tahun 2009 terjadi pengurangan kematian


demam berdarah sebesar 10%

Seni didalam penentuan sasaran adalah


menimbulkan tantangan yang dapat dicapai.
Sasaran yang terbaik adalah sasaran yang dapat
mendorong peningkatan kapasitas rumah sakit,
namun dalam batas-batas kelayakan. Sasaran yang
baik itu tidak hanya akan meningkatkan program
dan jasa pelayanan yang dihasilkan, namun juga
menumbuhkan kebanggaan Dan rasa percaya diri
pada para pelaksanya. Sebaliknya penerapan target
kinerja yang tidak mungkin dicapai akan
melemahkan motivasi, membunuh inisiatif dan
menghambat daya inovasi para karyawan.

5.2.3.8. Skedul (Jadwal) pelaksanaan kegiatan


Skedul atau jadwal adalah merupakan
perencanaan waktu melaksanakan langkah-langkah
kegiatan program. Lama waktu tergantung rencana
program tersebut dilaksanakan. Untuk program
tahunan maka jadwal yang dibuat adalah jadwal
untuk 1 tahun, sedangkan untuk program 5 tahun
maka jadwal yang harus dibuat adalah jadwal 5
tahun. Skedul (jadwal) dapat dibuat time tabel
sebagai berikut :

N KEGIATAN BULAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1
o
2
1 Pembentukan Tim x
.
2 Rapat Tim X x X X X X X X X X X X

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
46
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

.
3 Dst
.

5.2.3.9. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan


pelaporannya
Yang dimaksud dengan evaluasi pelaksanaan
kegiatan adalah evaluasi dari skedul (jadwal )
kegiatan. Skedul (jadwal) tersebut akan dievaluasi
setiap berapa bulan sekali (kurun waktu tertentu),
sehingga bila dari evaluasi diketahui ada
pergeseran jadwal atau penyimpangan jadwal maka
dapat segera diperbaiki sehingga tidak
mengganggu program secara keseluruhan. Karena
itu, yang ditulis dalam kerangka acuan adalah
kapan (setiap kurun waktu berapa lama) evaluasi
pelaksanaan kegiatan dilakukan dan siapa yang
melakukan. Contoh penulisan : Setiap bulan Tim
melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan
Yang dimaksud dengan pelaporannya adalah
bagaimana membuat laporan evaluasi pelaksanaan
kegiatan tersebut. Dan kapan laporan tersebut
harus dibuat. Jadi yang harus ditulis di dalam
kerangka acuan adalah cara atau bagaimana
membuat laporan evaluasi dan kapan laporan
tersebut harus dibuat dan ditujukan kepada siapa. .

5.2.3.10. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi


kegiatan
Pencatatan adalah catatan kegiatan, karena itu
yang ditulis di dalam kerangka acuan adalah
bagaimana melakukan pencatatan kegiatan atau
membuat dokumentasi kegiatan

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
47
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Pelaporan adalah bagaimana membuat laporan


program dan kurun waktu (kapan) laporan harus
diserahkan sera kepada siapa saja laporan tersebut
harus ditujukan..
Evaluasi kegiatan adalah evaluasi pelaksanaan
program secara menyeluruh. Jadi yang ditulis di
dalam krangka acuan bagaimana melakukan
evaluasi dan kapan evaluasi harus dilakukan.

BAB VI
EVALUASI DAN TINDAK LANJUT

6.1. EVALUASI
o Evaluasi adalah kegiatan yang berupa audit internal
dan atau management review
o Audit internal adalah kegiatan untuk menilai apakah
pelaksana telah melaksanakan kegiatan atau
memberikan pelayanan sesuai dengan standar,

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
48
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

pedoman dan prosedur serta apakah program telah


dilaksanakan sesuai kerangka acuan, yang dibuktikan
dengan adanya dokumen-dokumen audit. Untuk
melakukan audit perlu disusun check list atau
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan bidang/topik
yang akan di audit.
o Management review adalah kegiatan manajemen
dalam mengevaluasi hasil temuan audit internal dan
atau mengevaluasi kebijakan, standar, pedoman,
prosedur yang berlaku yang dibuktikan adanya risalah
rapat.
o Tujuan evaluasi adalah agar P-D-C-A (Plan Do Check
Action) siklus mutu menjadi budaya
o Evaluasi dapat dilakukan pada Struktur/Input, Proses
dan Output/outcome
o Evaluasi pada struktur/input antara lain adalah :
evaluasi struktur organisasi, evaluasi kebijakan, standar,
pedoman dan prosedur, evaluasi kerangka acuan
program, dan lain sebagainya
o Evaluasi proses antara lain adalah : evaluasi
pelaksanaan kebijakan, standar, pedoman dan prosedur,
evaluasi pelaksanaan kegiatan program, dan lain
sebagainya.
o Evaluasi output/outcome anatara lain adalah evaluasi
prosentase pencapaian program, evaluasi hasil
pemantauan indikator klinik atau indikator mutu, dan
lain sebagainya
o dokumen evaluasi tergantung metode evaluasi yang
dilakukan :
 Evaluasi yang dilakukan dengan metode audit
internal maka dokumen evaluasi berbentuk
laporan audit

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
49
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

 Evaluasi yang dilakukan dengan manajemen


review maka dokumen evaluasi dapat berbentuk
risalah rapat.
 Bentuk dokumen lainnya adalah laporan
akuntabilitas kinerja (LAKIP)
o Format baku untuk dokumen evaluasi tidak ada
termasuk format risalah rapat.

6.2. TINDAK LANJUT


o Tindak lanjut adalah kegiatan menyelesaikan
penyebab masalah-masalah (akar penyebab) yang
ditemukan pada evaluasi, dibuktikan dengan adanya
DOKUMEN tindak lanjut
o dokumen tindak lanjut : format baku tidak ada,
karena sangat tergantung dari hasil evaluasi. Sebagai
contoh : dari hasil evaluasi SPO perlu di revisi maka
dokumen tindak lanjut adalah hasil revisi SPO

6.3. CONTOH FORMAT


Diatas sudah dijelaskan tidak ada format baku untuk dokumen
evaluasi maupun tindak lanjut, untuk memudahkan RS dapat
menggunakan format laporan evaluasi dan tindak lanjut
seperti dibawah ini. Format ini dipergunakan setelah laporan
audit dan risalah rapat selesai dibuat dan untuk membuat
rangkuma kegiatan maka dapat menggunakan format
dibawah ini

CONTOH FORMAT : Laporan evaluasi dan Tindak lanjut

N STANDAR/PEDOM WAKTU HASIL REKOMEN TINDAK


o. AN/PROSEDUR/ EVALUASI EVALUASI DASI LANJUT

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
50
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

PROGRAM/KEGIAT
AN

BAB VII
PENUTUP

Pada prinsipnya dokumen akreditasi adalah TULIS YANG


DIKERJAKAN DAN KERJAKAN YANG DITULIS DAN BISA
DIBUKTIKAN, namun pada penerapannya tidaklah semudah
itu. Penyusunan kebijakan, pedoman, prosedur dan program
selain diperlukan komitmen Direktur/Pimpinan RS juga perlu
staf yang mampu dan mau menyusun dokumen akreditasi
tersebut. Dengan tersisusunnya Buku Pedoman Penyusunan
dokumen Akreditasi, diharapkan dapat membantu RS dalam
menyusun dokumen-dokumen yang terkait dengan akreditasi
RS.

*****kars 050309 ******

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
51
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Lampiran 1 : Contoh-contoh SPO


Contoh 1:

DOKTER JAGA RUANGAN


Rumah Sakit
No. dokumen No. Revisi Halaman
Sehat Total
02/M/33 A 1/1
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur,
SPO
27 April 2009
Dr. Sehat Walafiat, MM
Pengerti Dokter jaga ruangan adalah dokter yang bertugas
an melaksanakan pengelolaan pelayanan profesi kedokteran
terhadap pasien rawat inap, dalam rangka membantu
pengelolaan pasien oleh Dokter Spesialis ybs .
Tujuan Peningkatan mutu pelayanan medik kedokteran dan
terlaksanannya pelayanan secara cepat terhadap pasien di
ruangan rawat inap.
Kebijaka Pelayanan Dokter kepada pasien rawat inap dilakukan 24 jam
n

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
52
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Prosedur :

a. Visit semua pasien baru dan melaporkan pasien baru yang perlu
perhatian

b. Visit semua pasien post.op dan melaporkan pasien post.op yang


perlu perhatian

c. Melaporkan semua pasien yang berada di ICU, ICCU

d. Melaporkan pasien yang perlu perhatian di Perinatologi lt. 1

e. Pasien yang ada persoalan : keluhan, pulang paksa, meninggal


(penyebab, alasan pulang, dll)

f. Melaporkan pasien yang perlu perhatian (non bedah/bedah di


setiap lantai perawatan)

g. Pembagian tugas dokter jaga bangsal malam :

Pk. 21.00 s/d 21.15 : Serah terima


(Dokter jaga sore  dokter jaga malam + Sr. keliling)
Pk. 21.15 s/d 24.00
 Dokter jaga : Visit semua lantai perawatan
 Dokter jaga ICU : Stand by di ICU, ICCU
Pk. 24.15 s/d 03.00 : Visit ulang
Pk. 03.00 s/d 06.00 : Istirahat (kecuali pasien yang perlu
perhatian)
Pk. 06.00 s/d 08.00
- Menyiapkan laporan-laporan
- Visit Ulang dokter jaga bangsal
Pk. 08.00 s/d Selesai Laporan Pagi

Unit Terkait : Komite Medik, SMF Dokter Spesialis, SMF Dokter


Umum, Dokter Jaga, Instalasi Rawat Inap

Contoh 2:

KONSULTASI MEDIS di UGD


Rumah Sakit
No. DOKUMEN No. Revisi Halaman
Sehat Total
02/M/42 01 1/1
Ditetapkan
Tanggal terbit
Direktur,
SPO 15 September
2008
Dr. Sehat Walafiat, MM

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
53
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Pengertia 1. Konsultasi adalah permintaan pendapat, saran, dan


n instruski lebih lanjut yang dilakukan oleh dokter UGD /
dokter ahli kepada dokter ahli lain sehubungan dengan
keadaan sakit atau cedera yang diderita pasien yang
dirawatnya membutuhkan penanganan yang lebih khusus
oleh dokter ahli tertentu
2. Konsultasi dapat dilakukan oleh dokter UGD kepada dokter
ahli RS Sehat Total atau antar doker ahli RS Sehat Total
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah melakukan
konsultasi medis kepada dokter ahli RS Sehat Total, sehingga
pasien dapat mendapatkan penanganan yang segera dari
dokter ahli yang dibutuhkan
Kebijaka Pelayanan medis pasien di UGD dilakukan oleh Dokter Umum
n dan Dokter Spesialis sesuai kebutuhan

Prosedur 1. Pasien yang datang ke UGD dilayani oleh dokter jaga UGD
& perawat jaga UGD
2. Setelah selesai pemeriksaan dokter memberikan
pengobatan & tindakan sesuai dengan diagnosa
3. Apabila pasien membutuhkan konsultasi medis spesialis,
maka dokter yang memeriksa (dokter jaga UGD)
menghubungi segera dokter jaga spesialis on call yang
dibutuhkan melalui telpon
4. Apabila dokter jaga spesialis on call dalam waktu 15-30
menit tidak berhasil dihubungi, maka dokter jaga UGD
menghubungi doktger spesialis on call lain yang akan
bertugas minggu berikutnya
5. Pada kasus cito, dokter spesialis / konsultan harus datang
& memeriksa pasien di UGD
6. Dokter konsultan menuliskan hasil pemeriksaan serta
advisnya pada status pasien dengan mencantumkan tgl. &
jam konsultan dijawab
7. Pada kasus biasa, dokter konsultan dapat melihat pasien
dan atau memberikan advis melalui telephone
8. Dokter UGD / perawat UGD yang menerima jawaban
konsul mellaui telepon harus menuliskan jawaban konsul
tersebut pada lembar jawaban konsul dengan jelas & teliti
kemudian mencantumkan tanggal dan jam jawaban konsul
diterima
9. Dokter UGD/perawat UGD melaksanakan instruksi sesuai
yang telah diadviskan oleh dokter konsulen
10. Setelah dokter on call menerima konsultasi pasien ini,
maka semua perihal pasien ini adalah menjadi tanggung
jawab dokter tersebut
Unit Komite Medis, SMF Dokter Spesialis, SMF dokter umum,
Terkait Instalasi Gawat darurat.
:

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
54
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Contoh 3:

PENANGANAN MASALAH ETIKA KEDOKTERAN


Rumah Sakit
No. DOKUMEN No. Revisi Halaman
Sehat Total
02/M/51 C 1/1
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur,
SPO
8 Oktober 2008
Dr. Sehat Walafiat, MM

Pengerti Tata cara penerapan masalah etika kedokteran


an
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah dalam penanganan
masalah etika Kedokteran

Kebijaka Masalah etika kedokteran diproses melalui Direktur, Komite


n Medik dan Panitia Etik Kedokteran
Prosedur 1. Pengaduan dapat berasal dari keluarga, karyawan,
paramedis, sejawat lain dan kotak saran
2. Pengaduan diteruskan ke Direktur
3. Direktur menyampaikan ke Ketua Komite Medik untuk
ditindak lanjuti
4. Ketua Komite Medis menyerahkan ke Panitia Etika
Kedokteran untuk dipelajari
5. Panitia Etika Kedokteran meneliti
6. Panitia Etika Kedokteran membahas dengan SMF terkait,
kalau perlu mengundang Pakar dari luar melalui Komite
Medik
7. Panitia Etika Kedokteran memberikan usulan ke Ketua
Komite Medik untuk dibicarakan bersama
8. Komite Medik menyampaikan saran final ke Direktur
9. Bila setuju, Direktur akan mengeluarkan surat keputusan
10. Langkah-langkah proaktif yang dapat dijalankan adalah
a.l.:
 Ceramah/penyuluhan etika profesi kedokteran, etika RS
 Pemantauan penerapan standar pelayanan medik
Unit  Panitia Etika Kedokteran
terkait:  SNF
 Komite Medis
 Direktur

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
55
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

Contoh 4:
RUJUKAN DAN PINDAH RAWAT
Rumah Sakit
No. DOKUMEN No. Revisi Halaman
Sehat Total
02/M/63 C 1/1
Ditetapkan
Tanggal terbit
Direktur,
Prosedur Tetap 22 Oktober
2008
Dr. Sehat Walafiat, MM
Pengert Pasien dirujuk adalah pasien yang memerlukan
ian pemeriksaan, pengobatan atau fasilitas khusus yang
tidak tersedia di RS Sehat Total.
Pasien pindah Rawat adalah pasien yang dikirim ke
rumah sakit lain karena permintaan pasien atau
keluarganya, atau karena tempat rawat inap di RS ST
penuh

Indikasi :
1. Pengobatan dan atau tindakan tertentu yang
diperlukan tidak bisa dilakukan di RS ST
2. Fasilitas, baik peralatan maupun tenaga profesional
( ahli ) yang tidak dimiliki atau peralatan yang dimiliki
sedang dalam keadaan rusak
3. Ruang Rawat Inap penuh
4. Atas permintaan pasien dan atau keluarga untuk indah
rawat di rumah sakit yang dituju

Tujuan - Mengirim pasien yang dirujuk atau pindah rawat ke


rumah sakit lain secara cepat, cermat dan aman bagi
pasien.
- Menjalin kerjasama yang baik dan efisien dengan
rumah sakit-rumah sakit lain.
Kebijak Pelayanan pasien rujukan keluar RS dilakukan dalam
an kerjasama tim sesuai standar dan menjaga citra RS

Prosedu 1. Pasien yang akan dirujuk / pindah rawat harus dalam


r keadaan stabil
2. Atas salah satu atau lebih indikasi tersebut diatas,
dokter UGD yang memeriksa menginstruksikan untuk

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
56
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

merujuk pasien ke RS lain


3. Dokter menulis pada kartu Rekam Medik pasien bahwa
pasien dirujuk ke RS (Nama RS Rujukan) disertai
dengan alasan rujukan
4. Dokter dan atau perawat memberitahu dan
menjelaskan ke RS lain beserta alasan pasien dirujuk
5. Dokter membuat surat rujukan
6. Lengkapi persiapan pasien untuk dipindahkan, bila
perlu ambulans lengkap dengan peralatan penunjang
hidup dan peralatan lainnyua, obat dan bahan yang
diperlukan sesuai kebutuhan kondisi dan kasus pasien
7. Kalau memungkinlkan, dokter atau perawat dapat
menghubungi dokter atau perawat di RS rujukan
melalui telepon untuk penyampaian informasi dan
untuk mempersiapkan pasien
8. Pasien gawat (dalam keadaan stabil) harus ditemani
oleh dokter dan atau perawat yang telah menguasai
dan mampu melakukan teknik-teknik life saving seerta
bertanggung jawab dalam melakukan observasi dan
pemantauan kegawatan pasien sampai ke RS rujukan
9. Petugas yang mengantar melakukan serah terima
pasien kepada petugas pada RS rujukan
Unit Dokter jaga IGD, Perawat IGD, Supir Ambulance
Terkait :
Lampiran 2 : Contoh program

KERANGKA ACUAN
PROGRAM UPAYA MENINGKATKAN KEPUASAN PASIEN TAHUN
2009
RS X

PENDAHULUAN
Salah satu hal yang sangat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien
di rumah sakit adalah kemampuan maanjemen rumah sakit
mengatur agar pelayanan diberikan dengan cepat, tepat dan aman.
Dari sekian banyak contoh pelayanan di rumah sakit yang dapat
mempengaruhi tingkat kepuasan pasien, salah satunya adalah
pelayanan resep dari pasien rawat jalan

LATAR BELAKANG
Secara acak dapat ditangkap kesan bahwa pasien di unit rawat jalan
mengeluh tentang lamanya pelayanan untuk menukarkan resep.
Kesan ini diketahui pada waktu diadakan survei sederhana melalui
kuesioner yang disampaikan secara acak kepada pasien-pasien di
rawat jalan

Pada waktu ini Instalasi farmasi, melalui apotik rumah sakit, harus
melayanai rata-rata 150 resep setiap hari. Dan untuk setiap resep

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
57
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

obat dbutuhkan 15 sampai 25 menit untuk menyelesaikannya


sampai pada penyerahan obatnya. Melalui perhitungan kebutuhan
tenaga dengan dasar analisis beban kerja di apotik yang melayani
resep pasien rawat jalan diketahui bahwa sebenarnya dibutuhkan
tenaga 7 orang asisten apoteker untuk melayani resep rawat jalan,
sedangkan kondisi saat ini hanya ada 5 orang tenaga asisten
apoteker. Sarana fisik pendukung yang tersedia di unit rawat jalan
juga kurang membantu tenaga yang ada untuk melaksanakan
tugasnya dengan lebih cepat.

Masalah lain berkaitan dengan keluhan pasien ini adalah


kekhawatiran bahwa pasien akan membawa resepnya keluar rumah
sakit dan menukarkannya di apotik diluar rumah sakit. Ini
merupakan pengurangan pendapatan finansial rumah sakit dan
bertambah lama akan bertambah banyak krugiannya jika masalah
ini tidak dicarikan jalan keluarnya.
Pencitraan rumah sakit menjadi masalah lain terkait lamanya
pelayanan resep di rawat jalan ini. Oleh karena itu upaya
meningkatkan kepuasan pasien rawat jalan yang memerlukan
pelayanan resep juga harus diikuti dengan berbagai kegiatan dalam
satu kesatuan program. Sebuah tim harus dibentuk untuk
merencanakan mengatasi masalah ini.

TUJUAN
Umum : Meningkatnya kepuasan pasien
Khusus : Meningkatnya kesepatan pelayanan resep pasien rawat
jalan.

KEGIATAN POKOK
Evaluasi pelayanan resep di unit rawat jalan

RINCIAN KEGIATAN
1. Menetapkan tim evaluasi pelayanan resep di unit rawat jalan
2. Menambah tenaga asisten apoteker
3. Menetapkan standar prosedur opearsional (SPO) pelayanan resep
rawat jalan.

CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN

1. Menempatkan 3 (tiga) tenaga asisten baru di apotik


2. Melaksanakan SPO dan alur pelayanan resep pasien di rawat
jalan.

SASARAN

1. Pelayanan 1(satu) resp rawat jalan dalam wakt 10 (sepuluh)


menit dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
58
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

2. Ditempatkannya tambahan 3 (tiga) tenaga asisten apoteker


3. Meningkatnya kepuasan pasien rawat jalan
4. Tersedianya analisis hasil evaluasi tingkat kepuasan pasien.

SKEDUL PELAKSANAAN KEGIATAN

SKEDUL KEGIATAN
UPAYA PENINGKATAN KEPUASAN PASIEN TAHUN 2009

N KEGIATAN BULAN
o. 6 7 8 9 1 1 1 1
0 1 2

1. Membentuk/menetapkan tim X
evaluasi

2. Menempatan 3 tenaga X
asisten apoteker

3. Menetapkan SPO pelayanan X


resep rawat jalan

4. Menata ulang alur pelayanan X


resep rawat jalan

5. Menata ulang sarana X


pendukung fisik di rawat
jalan sesuai dengan alur
pelayanan resep rawat jalan

6. Menghitung kecepatan X
pelayanan 1 (satu) resep
rawat jalan

7. Evaluasi kepuasan pasien di X


rawat jalan

8. Analisa hasil evaluasi dan X


pelaporan

EVALUASI
Tim akan melakukan evaluasi terhadap :
a) Kepuasan pasien melalui kuesioner sederhana secara acak
b) Menghitung waktu yang dibutuhkan menyelesaikan setiap
resep rawat jalan
c) Efektivitas SPO dan alur pelayanan resep rawat jalan

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
59
PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

PENCATATAN DAN PELAPORAN


Tim evaluasi membuat analisis terhadap hasil evaluasi tingkat
kepuasan pasien, kecepatan pelayanan resep rawat jalan, efektifitas
SPO dan alur pelayanan resep rawat jalan rumah sakit. Hasil
evaluasi dilaporkan kepada pimpinan rumah sakit dan kepala
Instalasi Farmasi sesuai jadwal.

Pengelola Program

ttd

/conversion/tmp/scratch/440395932.doc
60

Anda mungkin juga menyukai