Pedoman Teknis Sarana Penyelamatan Jiwa Pada Bangunan RS-1 PDF
Pedoman Teknis Sarana Penyelamatan Jiwa Pada Bangunan RS-1 PDF
KATA PENGANTAR
Peningkatan kualitas rumah sakit, ditentukan oleh 2 (dua) faktor utama, yaitu “Pelayanan”
oleh petugas rumah sakit, dan bangunan serta prasarana dari rumah sakit itu sendiri.
Banyak masyarakat Indonesia khususnya di daerah perbatasan dengan negara tetangga
lebih menyukai untuk berobat di negara tetangga tersebut. Hal ini bukan disebabkan karena
kualitas layanan petugas medik kita rendah, akan tetapi lebih disebabkan bangunan dan
prasarana rumah sakit kita masih sangat minim atau boleh dikatakan memprihatinkan,
sehingga kepercayaan masyarakat untuk berobat di rumah sakit di negara kita sendiri sangat
berkurang.
Dengan telah diterbitkannya Undang-Undang R.I. No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
merupakan payung hukum untuk seluruh pihak mendukung dibangunnya rumah sakit yang
minimal memenuhi persyaratan.
Karena rumah sakit merupakan bentuk “bangunan”, maka dalam ketentuan
pembangunannya, rumah sakit harus mengikuti persyaratan teknis yang tertuang dalam
Undang-Undang R.I No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Persyaratan tersebut meliputi 2 (dua) faktor utama, yaitu :
(1) Persyaratan Tata Bangunan;
(2) Persyaratan Keandalan Bangunan.
Di dalam Persyaratan Keandalan bangunan gedung, ada 4 (empat) faktor yang harus
diperhatikan, yaitu : keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Faktor Keselamatan bangunan gedung meliputi :
(1) Faktor kekuatan struktur bangunan.
(2) Faktor proteksi bangunan terhadap sambaran petir, dan sengatan listrik.
(3) Faktor Proteksi bangunan terhadap kebakaran.
Undang-Undang R.I. No. 44 tentang rumah sakit, pada Pasal 11 ayat (1).g, mengamanatkan
faktor yang harus diperhatikan pada prasarana rumah sakit adalah adanya “petunjuk,
standar dan sarana evakuasi saat terjadinya keadaan darurat”.
Pada Undang-Undang R.I No. 28 tahun 2002, “sarana evakuasi saat terjadinya keadaan
darurat” masuk dalam kelompok “Sistem proteksi Kebakaran”, sehingga persyaratan-
persyaratan teknis yang ada padanya harus diterapkan di dalam Peraturan Menteri
Kesehatan tentang Persyaratan teknis Prasarana Rumah Sakit.
Sebagai petunjuk pelaksanaan dari Persyaratan Menteri tersebut, maka perlu diterbitkan
Pedoman teknis ini.
Pedoman Teknis ini, terdiri dari 2 (dua) buku, meliputi :
(1) Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Sarana Keselamatan Jiwa
(2) Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang Aman terhadap bencana dan situasi
darurat.
Untuk pemenuhan pedoman teknis ini disesuaikan dengan kemampuan daerah masing-
masing.
i
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
Kepustakaan............................................................................................................. 27
Apendiks .................................................................................................................. A-1
ii
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
KETENTUAN UMUM
1. Pendahuluan.
Menyusun pedoman sebagai sarana akreditasi bangunan dan prasarana rumah sakit dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara pilihan.
Cara pertama, disusun berdasarkan hasil penelitian dimana sebelum diterbitkan, terlebih
dahulu dipublikasikan kepada masyarakat terkait, untuk dimintai pendapat dan
keberatannya. Cara ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak kecil.
Cara kedua, disusun berdasarkan adopsi dari standar akreditasi yang dilakukan oleh negara
lain dan telah digunakan di banyak negara sebagai sarana akreditasi bangunan dan
prasarana rumah sakit.
Pada pedoman teknis sarana keselamatan jiwa bangunan rumah sakit ini memilih standar
akreditasi yang dikeluarkan oleh JCI (Joint Commission International), sebagai acuan adopsi
dari pedoman teknis ini.
Standar JCI telah digunakan untuk mengakreditasi beberapa rumah sakit di Indonesia, baik
rumah sakit pemerintah maupun swasta, dengan maksud agar kualitas bangunan dan
prasarana rumah sakitnya setara dengan standar internasional.
JCI, dalam penyusunannya banyak mengacu pada standar NFPA (National Fire Protection
Association), dimana standar ini telah digunakan juga sebagai Standard Nasional Indonesia
(SNI), dan yang telah diterbitkan sebagai SNI juga telah diwajibkan pula penggunaannya
oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/Tahun 2008.
Untuk penyesuaian dengan pedoman teknis ini, tidaklah mudah, mengingat telah banyak
rumah sakit yang dibangun di Indonesia saat ini dari tingkat kota Metropolitan, Kota Besar
dan Kabupaten belum banyak yang memenuhi syarat.
Untuk itu, perlu ada suatu kebijakan dari Pemerintah Pusat (Kementerian Kesehatan) dan
Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten dan Kota), untuk menerapkannya secara bertahap,
sesuai kemampuan daerahnya masing-masing.
Dalam penerapannya, untuk konsultasi lebih lanjut, Pemerintah Daerah dapat menghubungi
Kementerian Kesehatan R.I, Sub Dit Sarana dan Prasarana Kesehatan, Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.
1
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
3. Pengertian.
3.1 Akses eksit
bagian dari sarana jalan ke luar yang menuju ke sebuah eksit.
3.5 Eksit
bagian dari sebuah sarana jalan ke luar yang dipisahkan dari tempat lainnya dalam
bangunan gedung oleh konstruksi atau peralatan sesuai butir 4.1.2 untuk menyediakan
lintasan jalan yang diproteksi menuju eksit pelepasan.
2
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
3
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
3.10 Ram
suatu jalan yang memiliki kemiringan lebih curam dari 1 : 20.
4. Ruang Lingkup.
Lingkup materi Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Bangunan dan Prasarana
Rumah Sakit ini adalah sebagai berikut :
(1) Ketentuan Umum.
memberikan gambaran umum yang meliputi latar belakang, maksud dan tujuan,
serta ;lingkup materi pedoman.
(2) Bab I : Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah
Sakit.
(3) Bab II : Persyaratan Teknis Bangunan (Sarana) Instalasi Bedah.
(4) Bab III : Persyaratan Teknis Prasarana (Utilitas) Instalasi Bedah.
(5) Bab IV : Penutup.
4
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
BAB – I
PEDOMAN TEKNIS SARANA KESELAMATAN JIWA PADA
BANGUNAN RUMAH SAKIT.
5
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
(3) Rumah sakit memiliki “kebijakan tertulis tindakan keselamatan jiwa sementara (ILSM =
Interim Life Safety Measure) yang mencakup situasi dimana sarana keselamatan jiwa
terdapat kekurangan yang tidak dapat secara langsung diperbaiki atau selama periode
konstruksi. Kebijakan termasuk evaluasi jika dan untuk perluasan apa dari rumah sakit
berikut langkah khusus untuk kompensasi dari peningkatan risiko keselamatan jiwa.
(Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3).
(4) Apabila rumah sakit teridentifikasi adanya kekurangan yang tidak dapat segera
diperbaiki atau selama jangka waktu konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai
berikut : memeriksa “Eksit” di daerah yang terkena dampak setiap hari, Kebutuhan
untuk pemeriksaan ini didasarkan pada kriteria langkah “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1
ayat 3).
(5) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan yang tidak dapat segera
diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai
berikut : Melengkapi sementara tetapi setara sistem deteksi dan alarm kebakaran
untuk digunakan jika sistem kebakaran terganggu. Kebutuhan untuk peralatan ini
didasarkan pada kriteria “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(6) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan-kekurangan yang tidak dapat
segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan
sebagai berikut : Melengkapi peralatan pemadam api tambahan. Kebutuhan untuk
peralatan ini didasarkan pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(7) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan yang tidak dapat segera
diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai
berikut : Penggunaan konstruksi partisi sementara tahan asap, atau dibuat tidak
mudah terbakar atau bahan mudah terbakarnya terbatas, yang tidak akan menambah
berkembangnya atau menjalarnya api. Kebutuhan partisi ini didasarkan pada kriteria
“ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(8) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan pada sarana keselamatan jiwa
yang tidak dapat dengan segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah
sakit perlu melakukan sebagai berikut : Meningkatkan pengawasan bangunan,
pekarangan, peralatan, memberikan perhatian khusus pada area konstruksi dan
gudang, penggalian dan kantor lapangan. Kebutuhan untuk meningkatkan
pengawasan didasarkan pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3).
(9) Apabila rumah sakit menemukan kekurangan sarana keselamatan jiwa yang tidak
dapat segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan
sebagai berikut : Menyediakan gudang konstruksi, kerumahtanggaan, dan secara
praktis membuang puing-puing yang dapat mengurangi bahan mudah terbakar pada
bangunan dan beban api yang mudah terbakar sampai tingkat serendah mungkin.
Kebutuhan penerapan ini didasarkan pada kriteria “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat
3)
(10) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan yang tidak dapat segera
diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai
berikut : Menyediakan latihan tambahan untuk mereka yang bekerja di rumah sakit
tentang penggunaan peralatan pemadam kebakaran. Kebutuhan akan pelatihan
tambahan didasarkan pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
6
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
(11) Apabila rumah sakit menemukan kekurangan sarana keselamatan jiwa yang tidak
dapat segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan
hal berikut : Melakukan satu latihan kebakaran tambahan per shif per kuartal.
Kebutuhan latihan tambahan didasarkan pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1
ayat 3)
(12) Apabila rumah sakit menemukan kekurangan sarana keselamatan jiwa yang tidak
dapat segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan
hal berikut : Memeriksa dan menguji sistem sementara setiap bulan. Tanggal
penyelesaian pengujian dicatat. Kebutuhan untuk pemeriksaan dan pengujian
berdasarkan kriteria “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(13) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran akan
kekurangan bangunan, bahaya konstruksi, dan langkah-langkah sementara,
diimplimentasikan untuk menjaga keselamatan terhadap bahaya kebakaran.
Kebutuhan pendidikan didasarkan pada “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(14) Rumah sakit melatih mereka yang bekerja di rumah sakit untuk mengkompensasi
gangguan struktural atau fitur kompartemen keselamatan kebakaran. Kebutuhan
pelatihan berdasarkan kriteria “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3).
Catatan :
Kompartemenisasi adalah konsep menggunakan berbagai komponen bangunan
(misalnya, dinding dan pintu tahan api, penghalang asap, plat lantai tahan api) untuk
mencegah penyebaran api dan produk pembakaran sehingga memberikan sarana
jalan ke luar yang aman yang disetujui. Kehadiran fitur ini bervariasi, tergantung pada
klasifikasi penghuni bangunan.
7
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
BAB – II
8
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
(6)* Pintu tahan api tidak perlu memiliki plat pelindung yang tidak disetujui, yang dipasang
lebih tinggi dari 16 inci di atas bagian bawah pintu.
Catatan : Pintu untuk ruang berbahaya mungkin mempunyai plat pelindung tidak tahan
api yang ditempatkan tidak lebih tinggi dari 48 inci dari bagian bawah pintu
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualian, mengacu NFPA 80-1999, 2-4.5 dan
NFPA 101-2000,19.3.2.1).
(7)* Pintu-pintu membutuhkan tingkat ketahanan api ¾ jam atau lebih lama, bebas dari
benda-benda pelapis, dekorasi, atau benda lainnya yang dilekatkan pada permukaan
pintu, kecuali tanda-tanda informasi.
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 80-1999, 1-3.5)
(8)* Ducting yang menembus dinding pemisah yang mempunyai tingkat ketahanan api 2
jam diproteksi dengan damper yang mempunyai tingkat ketahanan api 1½ jam
(Untuk kalimat penuh dan setiap pengecualiannya, mengacu NFPA 101-2000;
8.2.3.2.4.1 dan NFPA 90A-1999: 3-3.1).
(9)* Ruang sekitar pipa, konduit, busduct, kabel, kawat, saluran udara, atau tabung
pnumatik yang menembus dinding dan lantai tahan api diproteksi dengan material
tahan api yang disetujui.
Catatan :
Busa jenis Polyurethane tidak bisa diterima sebagai bahan tahan api.
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualian, mengacu NFPA 101-2000; 8.2.3.2.4.2)
(10)* Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan lain dari sarana keselamatan jiwa
berkaitan dengan Persyaratan umum. (NFPA 101-2000; 18/19.1)
9
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
Catatan :
Persyaratan Keselamatan Jiwa (Life Safety Code) membolehkan memilih pintu-pintu mana
yang dikunci apabila ada sebab-sebab klinis yang membatasi gerakan pasien.
Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :
(1)* Pintu-pintu dalam sarana jalan yang mengarah ke luar harus dalam keadaan tidak
terkunci
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.2.2.4)
(2)* Pada bangunan rumah sakit yang mempunyai ruangan dengan jumlah penghuninya 50
orang atau lebih, pintu-pintu dalam sarana jalan ke luar harus membuka ke arah luar
(Untuk uraian lengkap dan tiap pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.2.1.4.2)
(3)* Dinding-dinding yang menutupi eksit horisontal dengan tingkat ketahanan api 2 jam
atau lebih, memanjang dari pelat lantai paling bawah ke pelat lantai atau atap di
atasnya, dan membentang menerus dari dinding luar ke dinding luar. (Lihat pula
ketentuan dalam butir 2.1, ayat 4)
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.2.4.3.1 dan 8.2.2.2)
(4)* Tangga-tangga eksit luar dipisahkan dari bagian dalam bangunan dengan dinding-
dinding yang memiliki tingkat ketahanan api yang sama dengan yang diperlukan untuk
tangga-tangga yang dilindungi.
Dinding berdiri vertikal dari permukaan tanah ke ketinggian 3.0 m atau lebih di atas
tangga teratas atau garis atap (yang mana yang lebih rendah) dan memanjang
horisontal 3.0 m atau lebih
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.2.2.6.3)
(5)* Pintu-pintu di bangunan baru yang merupakan bagian dari eksit horisontal memiliki
kotak kaca penglihat yang disetujui dan dipasang tanpa menggunakan tiang jendela
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18.2.2.5.6)
(6)* Apabila dinding-dinding eksit horisontal di bangunan baru, berakhir di dinding-dinding
luar pada sudut kurang dari 180 derajat, dinding-dinding luar harus memiliki tingkat
ketahanan api 1 jam untuk jarak 3.0 m atau lebih. Bukaan-bukaan di dinding pada
setiap interval 3.0 m memiliki ketahanan api ¾ jam
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.2.4.3.2)
(7)* Tangga-tangga dan tangga dengan kemiringan (ramp) yang melayani sarana jalan ke
luar memiliki pegangan tangga dan dinding tangga pada kedua sisi untuk bangunan
baru dan sekurang-kurangnya satu sisi pada bangunan eksisting
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.2.2.4.2)
10
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
(8)* Eksit pelepasan ke halaman luar atau lewat jalur terusan eksit yang disetujui yang
menerus dan berhenti di jalanan umum atau pada eksit pelepasan di luar halaman
bangunan
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.7
(9)* Apabila pintu-pintu sarana jalan keluar di ruang tangga terbuka yang disebabkan oleh
peralatan pembuka otomatis maka inisiasi dari gerakan menutup pintu pada setiap
level maka akan menyebabkan semua pintu-pintu di semua level tangga akan
menutup.
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.2.2.7).
(10)* Pintu-pintu yang menuju ke boiler baru, ruang-ruang pemanas baru dan ruang-ruang
peralatan mekanikal baru yang terletak di sarana jalan ke luar tidak terbuka dengan
alat pelepas otomatik
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.2.2.6).
(11)* Pada bangunan baru atau eksisting, lebar koridor eksit berukuran sekurang-kurangnya
2.4 m.
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.3.3).
(12)* Lebar koridor tidak boleh dihalangi dengan tonjolan-tonjolan dinding
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.3.3).
Catatan* :
Bila lebar koridor bukan area yang dilewati pasien adalan 1.8 m atau lebih, Komisi
Bersama mengizinkan benda-benda tertentu menyembul di koridor, seperti alat
pencuci tangan atau meja komputer yang dapat ditarik atau dimasukkan kembali.
Obyek-obyek tersebut tidak boleh melebihi 110 cm lebarnya dan tidak boleh menonjol
lebih dari 15 cm ke dalam koridor. Benda-benda ini harus dipasang sekurang-
kurangnya berjarak 125 cm dan di atas tinggi pegangan tangga
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.3.3).
(13)* Jalur eksit, akses eksit dan eksit pelepasan kearah jalan publik harus bebas dari
penghalang atau rintangan, seperti adanya penumpukan barang (contoh peralatan,
kereta / kursi dorong, perabotan), bahan konstruksi
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.1.10.1).
(14)* Pintu-pintu akses eksit dan pintu-pintu eksit harus bebas atau bersih dari kaca-kaca
cermin, barang-barang tergantung, atau barang-barang tenun / kain yang bisa
menyembunyikan, mengaburkan atau membingungkan arah ke luar
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.5.2.2).
11
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
(15)* Lantai-lantai atau kompartemen-kompartemen dalam bangunan dua atau lebih eksit
yang disetujui yang diatur dan dibuat diletakkan berjauhan satu sama lain
(Untuk uraian selangkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.4.1).
(16)* Ruang-ruang tempat tidur pasien atau ruang tidur pasien utama (suites) berukuran
lebih besar dari 100 m2 harus dilengkapi sedikitnya 2 (dua) pintu akses eksit yang
lokasinya berjauhan satu sama lain
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.5.2).
(17)* Ruang-ruang atau ruang-ruang besar (yang tidak digunakan sebagai ruang tidur
pasien) berukuran lebih besar dari 230 m2 harus memiliki 2 (dua) pintu-pintu akses
eksit yang lokasinya berjauhan satu sama lain
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.5.3).
(18)* Ruang-ruang besar (suites) untuk tempat tidur pasien dibatasi sampai 460 m2, dan
ruang-ruang besar untuk keperluan lain dibatasi hingga 930 m2. Ruang-ruang besar
tersebut harus diatur sedemikian hingga tidak ada ruang-ruang antara yang
merupakan area berbahaya (Lihat pula LS.02.01.30, EP2).
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.5.7).
(19)* Dalam ruang-ruang besar untuk ruang tidur pasien, jarak tempuh ke pintu akses eksit
dari setiap titik dalam ruang besar adalah 30 m atau kurang
(Untuk uraian lengkap dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.5.8).
(20)* Dalam ruang-ruang besar yang tidak digunakan untuk tempat tidur pasien yang
memiliki 1 (satu) ruang antara, jarak tempuh ke pintu akses eksit dari setiap titik di
ruang besar adalah 30 m atau kurang, dan dalam ruang-ruang besar yang memiliki 2
(dua) ruang-ruang antara adalah 15 m atau kurang.
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.5.8)
(21)* Ruang-ruang tempat tidur pasien membuka langsung ke koridor eksit.
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.5.1)
(22)* Pintu-pintu yang mengarah ke ruang-ruang tidur pasien tidak dikunci.
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.2.2.2).
(23)* Jarak tempuh ke pintu ruangan dari setiap titik di ruang tidur pasien adalah 15 m atau
kurang
(Untuk uraian selengkapnya dan dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.6.2.3)
12
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
(24)* Pada bangunan eksisting, jarak tempuh, antara tiap pintu ruang ke eksit adalah 30 m
atau kurang (atau 45 m atau kurang apabila dipasang sistem sprinkler otomatis). Pada
bangunan baru, jarak tempuh antara tiap titik dalam ruangan dan ke eksit adalah 45 m
atau kurang
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.6.2.1)
(25)* Pada bangunan eksisting, jarak tempuh antara setiap titik dalam ruangan dan eksit
adalah 45 m atau kurang (atau 60 m atau kurang apabila dilengkapi dengan sistem
sprinkler otomatis). Pada bangunan baru, jarak tempuh antara tiap titik dalam ruangan
ke eksit adalah 60 m atau kurang
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19. 2.6.2.2).
(26)* Pada bangunan baru, tidak ada ujung buntu yang lebih panjang dari 9 m
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18.2.5.10).
(27)* Jalan ke luar diterangi dengan baik pada semua titik, termasuk sudut-sudut dan
simpangan koridor dan jalan-jalan terusan, jalur tangga, bordes tangga, pintu-pintu
eksit dan eksit pelepasan.
(Uraian lengkap dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.8)
(28)* Iluminasi di sarana jalan ke luar, termasuk di eksit pelepasan diatur sedemikian rupa,
sehingga bila terjadi kegagalan pada tiap satuan kelengkapan pencahayaan atau
tabung pencahayaan tidak menimbulkan kegelapan di area tersebut
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.8.1.4).
(29)* Tangga-tangga yang melayani 5 (lima) lantai atau lebih harus memiliki tanda di setiap
bordes di shaft tangga yang memberikan identifikasi lantai tersebut, shaft tangga,
bagian atas dan bawah, dan arah ke dan lantai pelepasan eksit. Tanda-tanda
ditempatkan 1.5 m di atas bordes dalam posisi yang dapat dengan mudah dilihat saat
pintu dibuka atau ditutup.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.2.2.5.4)
(30)* Tanda-tanda bertuliskan “BUKAN EKSIT” dipasang pada setiap pintu, jalan terusan,
atau jalur tangga yang bukan jalan ke luar atau akses ke jalan ke luar yang bisa
menimbulkan kekeliruan saat mencari pintu ke luar
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.10.8.1)
(31)* Tanda-tanda eksit harus mudah dilihat apabila jalur jalan ke eksit tidak langsung
terlihat jelas. Tanda-tanda tersebut harus mendapatkan pencahayaan yang cukup,
memiliki tulisan berukuran tinggi 10 cm atau lebih (atau tinggi 15 cm apabila
mendapatkan pencahayaan dari luar).
(Untuk uraian yang lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.10.1.2, 7.10.5, 7.10.6.1, dan 7.10.7.1).
(32)* Bangunan rumah sakit memenuhi semua persyaratan sarana jalan ke luar (NFPA 101-
2000 : 18/19.2)
13
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
14
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
(c) Ruang-ruang penyimpanan cairan mudah terbakar (Lihat NFPA 30-1996: 4-4.2.1
dan 4-4.4.2)
1) “Ruang tangki cairan mudah menyala” eksisting, yang dilindungi dengan
dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam
2) “Ruang tangki cairan mudah menyala” baru, dilindungi sistem sprinkler dan
memiliki dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam
(d) Laboratorium (Lihat NFPA 45-1996 untuk menentukan apakah laboratorium
termasuk area sangat berbahaya)
1) Laboratorium eksisting yang bukan area sangat berbahaya, yang memiliki
sistem sprinkler, mampu menahan penjalaran asap, dan memiliki pintu
yang dapat menutup sendiri atau diberi alat penutup pintu otomatis; atau
laboratorium tersebut memiliki dinding tahan api 1 jam dengan pintu tahan
api ¾ jam
2) Laboratorium baru yang bukan termasuk area sangat berbahaya, memiliki
sistem sprinkler, mampu menahan jalaran asap dan memiliki pintu yang
dapat menutup sendiri atau diberi alat pentutup pintu otomatis
3) Laboratorium eksisting yang termasuk area sangat berbahaya (Lihat NFPA
99-1999 : 10-3.1.1) yang memiliki dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan
api 1,5 jam. Apabila dilindungi dengan sistem sprinkler maka dinding cukup
bertahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam
4) Laboratorium baru yang termasuk area sangat berbahaya (Lihat NFPA 99-
1999 : 10-3.1.1) harus memiliki sistem sprinkler dan dinding tahan api 1
jam dan pintu tahan api ¾ jam.
5) “Ruang tangki penyimpan gas mudah menyala” eksisting di laboratorium
harus diproteksi dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam (Lihat
NFPA 99-1999 : 10-10.2.2)
6) “Ruang tangki penyimpan gas mudah menyala” baru di laboratorium harus
memiliki sistem sprinkler dan dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api
1,5 jam (Lihat NFPA 99-1999 : 10-10.2.2)
(e) Bengkel perawatan dan pemeliharaan
1) Bengkel perawatan dan pemeliharaan eksisting yang dilindungi sistem
sprinkler harus mampu menahan penjalaran asap, dan memiliki pintu yang
dapat menutup sendiri atau diberikan alat penutup pintu otomatis; atau
bengkel tersebut harus diproteksi dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan
api ¾ jam
2) Bengkel perawatan dan pemeliharaan yang baru yang diproteksi sistem
sprinkler harus memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.
(f) Ruang-ruang suplai tangki oksigen yang menggunakan pipa (Lihat NFPA 99-
1999 : 4-3.1.1.2)
1) Ruang suplai tangki oksigen eksisting harus diproteksi dinding tahan api 1
jam dan pintu tahan api ¾ jam
2) Ruang suplai tangki oksigen baru yang diproteksi system sprinkler harus
memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam
15
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
16
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
17
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
(9)* Pada bangunan-bangunan eksisting, semua pintu-pintu koridor dibuat dari panel kayu
padat atau yang setara setebal 4.4 cm atau lebih dan tidak memiliki lubang ventilasi
atau gril (dengan pengecualian pada kamar mandi, toilet dan bak benam yang tidak
mengandung bahan mudah terbakar atau menyala)
(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000
: 19.3.6.3.1 dan 19.3.6.4)
(10)* Pintu-pintu koridor yang tidak memiliki plat pelindung dipasang lebih tinggi dari 125 cm
di atas bagian bawah pintu
(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000
: 18/19.3.6.3.5)
(11)* Pintu-pintu koridor dilengkapi dengan alat pengunci positif, diatur untuk membatasi
gerakan asap, dan ber-engsel sehingga mampu berayun. Celah antara sisi pertemuan
pasangan pintu tidak lebih dari 0.3 cm, dan undercuts tidak lebih dari 2.5 cm. Pengunci
jenis gulung tidak diperkenankan.
Catatan :
Untuk pintu-pintu eksisting, disarankan untuk menggunakan suatu alat yang bisa
mempertahankan pintu tetap tertutup bila mendapatkan tekanan seberat 22 N pada sisi
pintu.
(Untuk uraian selengkapnya bisa mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.6.3.1 dan
7.2.1.4.1)
(12)* Bukaan-bukaan panel-panel atau pintu-pintu dengan kaca pengintai di dinding-dinding
koridor (di luar kompartemen-kompartemen asap yang membatasi ruangan tidur
pasien) dipasang pada atau di bawah setengah jarak dari lantai ke langit-langit.
Bukaan-bukaan ini tidak boleh lebih besar dari 520 cm2 pada bangunan baru atau lebih
besar dari 130 cm2 pada bangunan eksisting.
Catatan :
Bukaan bisa termasuk, tetapi tidak terbatas pada, ukuran celah surat dan jendela celah
seperti di laboratorium, farmasi dan tempat kasir
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu kepada NFPA 101-2000 :
18/19.3.6.5).
(13)* Koridor-koridor yang melayani ruang-ruang bersebelahan tidak boleh digunakan
sebagai bagian dari plenum suplai udara, udara balik atau udara buang.
Catatan :
Komisi gabungan menganggap peraturan mengijinkan gerakan udara antara ruang-
ruang dan koridor (seperti ruang-ruang isolasi) karena kebutuhan akan beda tekanan
di rumah sakit perawatan.
Pada kondisi semacam ini, arah aliran udara tidak menjadi fokus elemen kinerja.
Untuk tujuan proteksi kebakaran, transfer udara harus dibatasi pada jumlah yang
diperlukan untuk mempertahankan beda tekanan positif atau negatif
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu kepada NFPA 90A-1999 : 2-
3.11.1).
18
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
19
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
20
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
(c)* Sistem stasiun dengan supervisi dari pengelola seperti yang dijelaskan dalam
ketentuan yang berlaku atau suatu metoda yang disetujui “Komisi bersama”
untuk suatu sistem transmisi manual (NFPA 72 - 1999; 5.3).
(d)* Suatu stasiun sistem alarm kebakaran dengan supervisi jarak jauh seperti yang
diuraikan dalam ketentuan yang berlaku (NFPA 72 - 1999; 5.4).
(2)* Kontrol panel utama alarm kebakaran terletak pada daerah yang terproteksi (suatu
area yang tertutup dan berdinding tahan api selama 1 jam dengan pintu kebakaran
tahan api selama ¾ jam) yang setiap saat harus dijaga atau di dalam ruangan yang
dilengkapi dengan detektor asap. (Lihat juga butir 2.1.10, ayat 5).
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 9.6.4
dan NFPA 72 - 1999; 1.5.6 dan 3.8.41).
(3)* Panel pendukung yang dipasang pada jarak jauh yang mengeluarkan suara dan
pengumuman terletak di lokasi yang disetujui Otoritas Berwenang Setempat atau
setara dengannya.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 9.6.4).
(4) Rumah sakit harus memenuhi persyaratan deteksi, alarm kebakaran dan system
komunikasi sesuai persyaratan keselamatan jiwa (NFPA 101 - 2000; 18/19.3.4).
21
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
Dinding perimeter dan ketinggian rak boleh memanjang sampai ke langit-langit apabila
tidak terletak tepat di bawah kepala sprinkler.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 13 - 1999;
5.8.5.2.1).
(7)* Sistem sprinkler area terbatas yang memproteksi area terisolasi dan berbahaya harus
disambungkan ke sistem pemipaan air domestik mempunyai katup yang dapat ditutup
dan mempunyai titik kepala sprinkler tidak lebih dari 6 (enam) buah. Deteksi aliran air
harus terpasang pada instalasi baru apabila dua atau lebih sprinkler melayani satu
area.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000;
9.7.1.2).
(8)* Jarak tempuh terjauh untuk mencapai APAR (Alat Pemadam Api Ringan) terdekat
adalah 75 ft (23 m) atau kurang.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000;
18/19.3.5.6 dan NFPA 10 - 1998; 3.1.1).
(9)* APAR Kelas K diletakkan di dalam jarak 30 ft (9 m) dari suatu peralatan peralatan
dapur yang mengeluarkan cairan berminyak seperti penggorengan dengan tempat
minyak yang dalam, kompor, wajan atau alat pemanggang.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 -
2000;18/19.3.5.6 dan NFPA 10 - 1998; 2.3.2.).
(10)* Alat mengeluarkan cairan berminyak pada peralatan dapur seperti penggorengan
dengan tempat minyak yang dalam, kompor, wajan atau alat pemanggang harus
mempunyai kanopi atau tudung, sistem saluran udara udara buang (exhaust duct),
juga alat penangkap lemak tanpa saringan.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000;
18/19.3.5.6 dan NFPA 96 - 1998; 1.3.1).
(11)* Sistem pemadaman kebakaran otomatis untuk peralatan dapur yang mengeluarkan
cairan berminyak harus seperti berikut: Dapat mengaktifkan sistem alarm kebakaran
gedung.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000;
18/19.3.2.6, NFPA 96 - 1998; 7.1.1 dan 7.6.2).
(12)* Sistem pemadaman kebakaran otomatis untuk peralatan dapur yang mengeluarkan
cairan berminyak harus seperti berikut : Dapat mematikan aliran minyak/bahan bakar.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000;
18/19.3.2.6, 9.2.3, NFPA 96 - 1998; 7.1.1 dan 7.4.1).
(13)* Sistem pemadaman kebakaran otomatis untuk peralatan dapur yang mengeluarkan
cairan berminyak harus seperti berikut : Dapat mengontrol fan buang (exhaust fan)
sesuai desain.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/
19.3.2.6, NFPA 96 - 1998; 7.1.1 dan 8.1.5).
(14) Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan lainnya terkait dengan keselamatan
jiwa (NFPA 101 - 2000; 18/19.3.5).
22
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
23
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
(5)* Saf peluncur pembuangan sampah (refuse chute) harus dibuang menuju tempat
penampungan yang tidak digunakan untuk keperluan lain.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/
19.5.4.3).
(6)* Pada suatu bangunan rumah sakit yang baru, sampah linen dan kotak sampah harus
mempunyai bukaan vent melalui atap yang membuka langsung ke udara luar.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000;
18.5.4.1 dan NFPA 82 - 1999; 3.2.2.4).
(7)* Pada bangunan yang lebih dari dua tingkat, sistem sprinkler otomatis yang disetujui
harus dipasang di atas puncak bukaan-bukaan layanan pada saf buangan linen dan
sampah yang melayani seluruh tingkat bangunan.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/
19.5.3).
(8)* Pada bangunan eksisting, konstruksi pintu masuk yang melayani buangan sampan
linen dan saf sampah mempunyai tingkat ketahanan api ¾ jam (atau 1 jam bila
pintunya terbuka ke arah koridor). Pada bangunan baru, konstruksi pintu masuk saf
sampah harus mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam (atau 1 ½ jam pada tempat
peluncuran sampah bangunan empat tingkat atau lebih).
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/
19.5.4.1).
(9)* Semua saf peluncuran untuk sampah linen dan sampah serta bukaan pintu
mempunyai engsel positip yang dapat menutup sendiri.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/
19.5.4.1 dan 8.2.3.2.3.1 dan NFPA 82.1999; 3.2.2.9).
(10)* Semua saf peluncuran untuk sampah linen dan sampah serta bukaan pintu harus
mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/
19.5.4.1 dan 8.2.3.2.3.1).
(11)* Saf peluncuran sampah linen dan sampah yang menuju pada suatu ruangan
penampungan khusus harus dipisahkan dari koridor dengan tingkat ketahanan api
konstruksi dinding selama 1 jam.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/
19.5.4.1 dan 18/19.3.2.1; NFPA 82 - 1999; 3.2.6.1).
(12)* Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan operasi keselamatan jiwa (NFPA
101 - 2000; 18/19.5).
24
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
(2)* Tempat penyimpanan linen kotor dan sampah yang lebih besar dari 121,12 liter (32
gallon) (termasuk kontainer daur ulang) harus diletakkan dalam ruangan yang
terproteksi sebagai area yang berbahaya.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/
19.7.5.5).
(3)* Rumah sakit harus melarang alat pemanas portabel (ringan) di dalam kompartemen
asap yang berada dalam ruang perawatan dan ruang tindakan.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/
19.7.8).
(4) Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan lain mengenahi fitur operasi terkait
keselamatan jiwa (NFPA 101 - 2000; 18/19.7. Lihat juga butir 2.3.3. ayat 1).
25
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
BAB III :
PENUTUP
3.1 Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit ini
diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit,
penyedia jasa konstruksi, instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait
dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan
rumah sakit dalam pencegahan dan penanggulangan serta guna menjamin keamanan dan
keselamatan bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
3.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta
penyesuaian “Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Bangunan dan Prasarana rumah
sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di
daerah.
3.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis
terkait lainnya.
26
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
Kepustakaan
3 NFPA 25, 1999 Standard for the inspection, testing and maintenance of
water based fire protection systems.
5 NFPA 80, 1999 Standard for fire doors and other opening protectives.
6 NFPA 82, 1999 Standard on incenerators and waste and linen handling
systems and equipment.
7 NFPA 90A - 1999 Standard for the installation of Air conditioning and
ventilating systems.
27
Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit
APENDIKS
( Lihat lampiran )
28