Anda di halaman 1dari 2

#Stopsitungkpu

Menurut saya pemilihan umum tahun ini sistem pengendalian penginputannya kurang
dan agak kacau. Hal ini terlihat dari hashtag yang digunakan masyarakat untuk
menghentikan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU. Kejadian ini
bermula ketika terjadi human error dalam proses penginputan suara di website KPU.
Berdasarkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno
kesalahan input terbesar terjadi di lima provinsi dengan total 73.715 kesalahan (15,4%)
yaitu Jawa Tengah mencapai 7.666 kesalahan input data, Jawa Timur (5.826),
Sumatera Utara (4.327), Sumatera Selatan (3.296), dan Sulawesi Selatan 3.219
(kesalahan memasukkan data). Human error ini menyebabkan hilangnya kepercayaan
sebagian masyarakat terhadap KPU. Selain itu, ada beberapa bukti dari warga berupa
video yang menunjukkan kertas suara salah satu paslon (01) sudah dicoblos duluan
dan keamanan untuk penjagaan kotak suara kurang.

Akibat dari beberapa faktor diatas, menggiring opini yang meragukan independensi
dan profesionalitas KPU. Muncul asumsi yang beranggapan bahwa KPU memihak
salah satu pihak dan human error tersebut disengaja. Saya juga beranggapan sama,
walaupun saya tidak tau kebenarannya, karena untuk bekerja di KPU perlu keahlian
profesi dan melakukan kesalahan yang sama tidak hanya sekali, itu sangat tidak wajar
dan juga dengan alasan yang selalu sama yaitu human error. Seharusnya orang yang
ditugaskan menginput pasti adalah orang yang ahli di bidangnya, tetapi kenapa bisa
sampai melakukan beberapa kali kesalahan yang sama, yang akhirnya tidak hanya
mencoreng profesinya tetapi juga nama baik KPU. Ada beberapa warga yang
menunjukkan bukti berupa foto hasil perhitungan di TPS dengan total suara yang di
input KPU jumlahnya berbeda. Sehingga makin menguatkan keraguan dan kehilangan
kepercayaan terhadap KPU.

Walaupun begitu KPU tetap ingin melanjutkan ‘Situng’ dengan alasan sebagai bentuk
transparansi terhadap publik, tetapi apakah informasi dengan kesalahan yang material
tersebut dapat diandalkan?. Jawabannya tidak, informasi yang diragukan kebenaran
dan keakuratannya tidak dapat diandalkan apalagi digunakan sebagai media
transparansi ke publik. Itu bukan transparansi tetapi hanya sekedar formalitas.

Anda mungkin juga menyukai