Anda di halaman 1dari 45

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN PROLANIS DIABETES


MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS PASANGKAYU
KABUPATEN PASANGKAYU TAHUN 2017

DISUSUN OLEH :
dr. Ike Widyawati Fongiman

PEMBIMBING:
dr. Aidah Shofiyah

Puskesmas Pasangkayu
Internship Dokter Indonesia Kabupaten Pasangkayu
Periode Juni 2017 – Juni 2018
HALAMAN PENGESAHAN

TOPIK: GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN PROLANIS


DIABETES MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS PASANGKAYU
KABUPATEN PASANGKAYU TAHUN 2017

Diajukan dalam rangka praktik klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian
dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas
Pasangkayu Kabupaten Pasangkayu

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 16 Desember 2017

Mengetahui,
Dokter Pendamping,

dr. Aidah Shofiyah


MINI PROJECT
INTERNSHIP DOKTER INDONESIA
KABUPATEN PASANGKAYU
Desember, 2017

dr. IKE WIDYAWATI FONGIMAN


dr. AIDAH SHOFIYAH
GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN PROLANIS DIABETES
MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS PASANGKAYU KABUPATEN
PASANGKAYU TAHUN 2017

ABSTRAK
Latar Belakang: Diabetes Melitus tipe II (DM tipe II) merupakan penyakit
degeneratif kronik dengan prevalensi yang terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar
penduduk dunia pada tahun 2013 menderita diabetes mellitus. Indonesia sendiri
menempati urutan ke-9 dalam estimasi epidemiologi DM dunia pada tahun 2010
dengan 7 juta kasus dan akan terus naik menjadi peringkat ke-5 pada tahun 2030
dengan 20 juta kasus.
Tujuan: Mengetahui informasi mengenai karakteristik pasien prolanis diabetes
mellitus tipe II di puskesmas pasangkayu kabupaten Pasangkayu tahun 2017
Metode Penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif dengan
menggunakan data sekunder dari rekam medik Puskesmas Pasangkayu yang
lengkap dan tercatat dalam rekam medik mengenai usia, jenis kelamin, domisili,
indeks massa tubuh (IMT), jenis komplikasi, lama pengobatan dan jenis
pengobatan
Hasil: Hasil dari penelitian ini yaitu jumlah pasien DM tipe II dengan jumlah
tertinggi berdasarkan usia yaitu usia middle age (45 – 59 tahun) sebanyak 24
kasus (48 %), jenis kelamin perempuan sebanyak 28 kasus (56 %), domisili di
daerah perkotaan sebanyak 39 kasus (78 %), IMT normal sebanyak 19 kasus (38
%), komplikasi kronik sebanyak 21 kasus (42 %), lama pasien menderita antara
satu sampai lima tahun sebanyak 39 kasus (78 %), jenis pengobatan oral sebanyak
42 kasus (84 %).
Kesimpulan: Karakteristik pasien diabetes meliitus tipe II di Puskesmas
Pasangkayu memiliki hubungan dengan karakteristik usia, jenis kelamin, domisili,
IMT, jenis komplikasi, lama pengobatan dan jenis pengobatan yang diperoleh
pasien.
Kata Kunci: DM tipe II, Karakteristik, Puskesmas Pasangkayu
Daftar Pustaka: 25 (1995-2015)
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Penyakit degeneratif semakin hari semakin meningkat karena semakin
meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat.1 World Health
Organization(WHO) menyatakan bahwa penyakit degeneratif adalah penyebab
utama kematian global.Pada tahun 2008,57 juta kematian yang terjadi secara
global diantaranya kanker (21%), paru-paru kronis (12%), dan diabetes mellitus
(3%).2
Salah satu penyakit degeneratif dengan sifat kronis adalah Diabetes
Melitus (DM) dengan prevalensi yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun.3 Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes Mellitus adalah
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Pada
dasarnya ada dua tipe penyakit diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (Insulin Dependent
Diabetes Melitus )dandiabetes tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus).4
World Health Organization (WHO) menyatakan pada tahun 2000 bahwa
prevalensi diabetes mellitus pada semua kelompok umur di seluruh dunia 2,8%
diperkirakan menjadi 4,4% pada tahun 2030.5,6 Selanjutnya, pada tahun 2003
WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia
berusia 20-79 tahun menderita diabetes mellitus dan pada tahun 2025 akan
meningkat menjadi 333 juta jiwa. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan penderita
diabetes mellitus menjadi 346 juta dan lebih dari 80% terdapat di negara
berkembang.7
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diabetes mellitus
menjadi penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan proporsi kematian yaitu
5,7% setelah stroke, TB paru, hipertensi, cedera dan perinatal.6 Indonesia sendiri
menempati urutan ke-9 dalam estimasi epidemiologi DM dunia pada tahun 2010
dengan 7 juta kasus dan akan terus naik menjadi peringkat ke-5 pada tahun 2030
dengan 20 juta kasus.7
Data diatas menujukkan bahwa jumlah penderita diabetes di Indonesia
sangat besar dan merupakan beban yang sangat besar untuk ditangani oleh tenaga
medis itu sendiri. Mengingat bahwa penyakit DM akan memberikan dampak
kualitas terhadap sumber daya manusia dan peningkatan jumlah biaya kesehatan
yang besar sehingga semua kalangan diharapkan dapat ikut berperan dalam
penanggulangan DM khususnya dalam pencegahan.7
Pada tahun 2013 berdasarkan data Badan Litbangkes Kemkes, Riskesdas
2013, provinsi Sulawesi Selatan termasuk dalam 10 besar provinsi dengan
prevalensi DM terbanyak di Indonesia (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan data
Dinkes kota Makassar tahun 2013, penyakit DM juga menempati urutan ke empat
pada 10 penyakit penyebab utama kematian di kota Makassar.8

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, terdapat


beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan pada penderita diabetes
mellitus, antara lain usia, jenis kelamin, domisili, status gizi (IMT), jenis
komplikasi, lama menderita diabetes mellitus dan jenis pengobatan.

Luasnya cakupan penderita diabetes mellitus dan adanya tendensi


peningkatan kasus penyakit ini dari tahun ke tahun membuat penulis tertarik
untuk meneliti: “Bagaimanakah gambaran karakteristik pasien prolanis diabetes
mellitus tipe II di Puskesmas Pasangkayu Kabupaten Pasangkayu tahun 2017?”

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui informasi mengenai karakteristik pasien prolanis diabetes


mellitus tipe II di Puskesmas Pasangkayu Kabupaten Pasangkayu tahun 2017.

I.3.2 Tujuan Khusus

I.3.2.1 Untuk mengetahui distribusi penderita diabetes mellitus berdasarkan usia


I.3.2.2 Untuk mengetahui distribusi penderita diabetes mellitus berdasarkan jenis
kelamin
I.3.2.3 Untuk mengetahui distribusi penderita diabetes mellitus berdasarkan
status gizi (IMT)
I.3.2.4 Untuk mengetahui distribusi penderita diabetes mellitus berdasarkan jenis
komplikasi
I.3.2.5 Untuk mengetahui distribusi penderita diabetes mellitus berdasarkan lama
menderita diabetes mellitus
I.3.2.6 Untuk mengetahui distribusi penderita diabetes mellitus berdasarkan jenis
pengobatan

I.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap agar sekiranya hasil penelitian ini dapat memberikan


kontribusi yang bermanfaat bagi beberapa pihak antara lain:
a. Masyarakat umum, untuk memberikan gambaran umum kepada
masyarakat tentang karakteristik penderita diabetes mellitus tipe II
sehingga dapat memperbaiki sikap dan pola pikir mereka terhadap diabetes
mellitus tipe II.
b. Puskesmas khususnya daerah Kabupaten Pasangkayu, diharapkan agar
hasil penelitian ini dapat memberi masukan yang berarti bagi penanganan
pasien diabetes mellitus tipe II.
c. Instansi kesehatan lainnya, sebagai suatu bahan masukan demi
meningkatkan mutu pelayanan serta perbaikan program penanganan pasien
diabetes mellitus tipe II.
d. Peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
bahan bacaan, acuan, ataupun perbandingan.
e. Bagi peneliti sendiri pada khususnya, semoga penelitian ini dapat menjadi
pembelajaran yang berharga, terutama untuk perkembangan keilmuan
peneliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah berkurangnya sekresi insulin oleh sel-sel β
langerhans yang disebabkan ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin
(resistensi insulin/DM tipe 2) dan/atau produksi insulin (DM tipe 1).9 Menurut
kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006,
seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa
>126 mg/dl dan pada tes sewaktu >200mg/dl. Kadar gula darah akan meningkat
setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.4

Dari pengertian diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa diabetes mellitus


tipe II adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh
menggunakan insulin atau memproduksi insulin. Seseorang dikatakan menderita
diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dl dan pada tes sewaktu
>200mg/dl.10
Insulin berperan penting pada berbagai proses biologis dalam tubuh
terutama menyangkut metabolisme karbohidrat. Hormon ini berfungsi dalam
proses utilasi glukosa pada hampir seluruh jaringan tubuh teruman otot, lemak dan
hepar. Insulin merupakan hormone yang tersisir dari rangkaian asam amino,
dihasilkan oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal bila ada rangsangan
pada sel beta, insulin disintesis kemudian disekresikan ke dalam darah.11
Apabila ada gangguan pada mekanisme kerja insulin, menimbulkan
hambatan dalam utilasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara
klinis gangguan tersebut dikenal sebagai diabetes mellitus.Khususnya pada
diabetes mellitus tipe 2, yaitu jenis diabetes yang paling sering ditemukan,
gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor yaitu tidak adekuatnya
sekresi insulin secara kuantitatif (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya
jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin).Sedangkan pada diabetes
mellitus tipe 1 gangguan tersebut mutlak hanya disebabkan defisensi insulin. Pada
DM tipe 2 gangguan berupa disfungi sel beta.11
II.2 Epidemiologi
Diabetes mellitus (DM) tipe 2 adalah suatu penyakit degeneratif yang
disebabkan oleh resistensi reseptor insulin di sel target insulin yang menyebabkan
hormon insulin tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal.Prevalensi DM
tipe 2 terus meningkat. Pada tahun 2020, jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan
akan mencapai 250 orang di seluruh dunia.4
Diabetes Mellitus telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization.Jumlah penderita
DM ini meningkat di setiap negara. Berdasarkan data dari WHO tahun 2006,
diperkirakan terdapat 171 juta orang di dunia menderita diabetes pada tahun 2000
dan diprediksi akan meningkat menjadi 366 juta penderita pada tahun 2030.
Sekitar 4,8 juta orang di dunia telah meninggal akibat DM. Setengah dari
penderita DM ini tidak terdiagnosis. Sepuluh besar negara dengan prevalensi DM
tertinggi di dunia pada tahun 2000 adalah India, Cina, Amerika, Indonesia,
Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan Bangladesh. Pada tahun 2030 India,
Cina, dan Amerika diprediksikan tetap menduduki posisi tiga teratas negara
dengan prevalensi DM tertinggi. Indonesia diprediksikan akan tetap berada dalam
sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi pada tahun.12
Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India, Cina, dan
Amerika dalam prevalensi DM. Pada tahun 2000 masyarakat Indonesia yang
menderita DM adalah sebesar 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat pada
tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian
DM tidak hanya tinggi di negara maju tetapi juga di negara berkembang, seperti
Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun
2007 menunjukkan bahwa secara nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis
oleh tenaga kesehatan dan adanya gejala adalah sebesar 1,1%. Sedangkan
prevalensi berdasarkan hasil pengukuran kadar gula darah pada penduduk umur
lebih dari lima belas tahun di daerah perkotaan adalah sebesar 5,7 %.13
II.3 Patofisiologi
II.3.1 Diabetes Mellitus Tipe 1

Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan pankreas untuk


memproduksi insulin karena sel-sel beta pankreas dihancurkan oleh proses
autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya saolah-olah sebagai jaringan asing. Proses ini mengakibatkan
gangguan fungsi sel beta pakreas dimana sel ini tidak dapat menghasilkan insulin
sebagai mana mestinya sehingga terjadi gangguan transpor glukosa ke seluruh
jaringan tubuh yang berujung pada kondisi hiperglikemia.14
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar.Akibatnya, glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik sebagai akibat
dari kehilangan cairan yang berlebihan pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).14
II.3.2 Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 atau nondependent-insulindiabetes mellitus


(NIDDM) ditandai oleh resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Diabetes
tipe 2 merupakan bentuk tersering. Penyakit ini biasanya timbul setelah usia 40
tahun dan tidak berkaitan dengan hilangnya seluruh kemampuan menyekresi
insulin. Sebagian besar penderitanya mengalami kegemukan, dan toleransi
glukosanya membaik apabila mereka menurunkan berat badan. Diabetes melitus
tipe 2 adalah kelompok DM akibat kurangnya sensitivitas jaringan sasaran (otot,
jaringan adiposa dan hepar) berespon terhadap insulin.Penurunan sensitivitas
respon jaringan otot, jaringan adiposa dan hepar terhadap insulin ini, selanjutnya
dikenal dengan resistensi insulin dengan atau tanpa hiperinsulinemia. Faktor yang
diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah
adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan
dan faktor makanan.9

Secara patofisiologi, DM tipe 2 ini bisa disebabkan karena dua hal yaitu
(1) penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin.Peristiwa tersebut
dinamakan resistensi insulin; dan (2) Penurunan kemampuan sel βpankreas untuk
mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa.Sebagian besar DM
tipe 2 diawali dengan kegemukan. Sebagai kompensasi, sel β pankreas merespon
dengan menyekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat
(hiperinsulinemia).15 Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor
insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan
menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini membawa dampak
pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya
resistensi insulin.Selain itu, kondisi hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan
desensitisasi reseptor insulin pada tahap post reseptor, yaitu penurunan aktivasi
reseptor kinase, translokasi pengangkut glukosa dan aktivasi glikogen sintase.
Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Dua kejadian tersebut
terjadi pada permulaan proses terjadinya DM tipe 2. Hal tersebut mengindikasikan
telah terjadi defek pada reseptor maupun post reseptor insulin. Pada resistensi
insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa
sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemik).16
Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena lemahnya kemampuan pankreas
dalam mensekresikan insulin yang dikombinasikan dengan lemahnya aksi insulin
sehingga menyebabkan penurunan sensitivitas insulin. Penurunan sensitivitas
insulin terjadi pada permukaan sel tubuh yang dinamakan reseptor insulin,
reseptor insulin akan memberikan sinyal pada pengangkut glukosa untuk
memungkinkan lewatnya glukosa yang dibawa oleh hormon insulin masuk ke
dalam sel. Di dalam mitokondria, glukosa tersebut akan digunakan untuk
menghasilkan energi yang diperlukan dalam pelaksanaan fungsi setiap sel tubuh.17
II.4 Klasifikasi Diabetes dan Intoleransi Glukosa
Tabel 2.1 Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA,2005)11

I. Diabetes mellitus tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi


insulin absolute)
a. Melalui proses imunologik
b. Idiopatik
II Diabetes mellitus tipe 2 (bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif yang predominan gangguan sekresi insulin
bersama resistensi insulin.
III Diabetes mellitus tipe lain
A. Defek genetik fungsi sel beta
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit eksokrin pankreas
D. Endokrinopati
E. Karena obat/zat kimia
F. Infeksi
G. Imunologi
H. Sindroma genetik lain
IV Diabetes dalam kehamilan

II.5 Gejala Klinis


permulaan DM tipe 2 terjadi peningkatan kadar glukosa dibanding normal tetapi
masih diiringi dengan sekresi insulin yang berlebihan (hiperinsulinemia). Hal
tersebut menyebabkan reseptor insulin harus mengalami adaptasi sehingga
responnya untuk menyekresi insulin menjadi kurang sensitif dan membawa akibat
pada defisiensi insulin. DM tipe 2 akhir telah terjadi penurunan kadar insulin
akibat penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin dan
diiringi dengan peningkatan kadar glukosa dibandingkan normal.16 Gejala diabetes
mellitus tipe 2 muncul secara perlahan-lahan sampai menjadi gangguan yang
jelas. Pada tahap permulaannya terdapat gejala-gejala berikut ini:
1. Cepat lelah dan kehilangan tenaga
2. Sering buang air kecil
3. Terus-menerus lapar dan haus
4. Kelelahan berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya
5. Mudah sakit berkepanjangan
6. Biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun.9

II.6 Kriteria Diagnosis


DiagnosisDM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
darah secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena.Penggunaan bahan darah
utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai dengan
pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunaka pemeriksaan glukosa darah perifer.17
Menurut American Diabetes Association, kriteria diagnostik untuk DM
sebagai berikut:18
• Gejala diabetes disertai kadar glukosa darah ad random≥ 11,1 mmol/L (200
mg/dL), atau
• Kadar glukosa darah puasa ≥ 7,0 mmol/L (126 mg/dL); atau
• Kadar glukosa darah dua jam pascaprandial≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) selama
tes toleransi glukosa oral

II.7 Penatalaksanaan
II.7.1 Pilar penatalaksanaan DM :
1.Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
a) Perjalanan penyakit DM
b) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c) Penyulit DM dan resikonya,
d) Intervensi farmakologis dan non farmakologis serta target perawatannya.
e) Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat hipoglikemik oral
atau insulin serta obat-obatan lain.
f) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri.
g) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau
hipoglikemia.
h) Pentingnya latihan jasmani secara teratur.
i) Masalah khusus yang dihadapi (misalnya hipoglikemi pada kehamilan)
j) Pentingnya perawatan diri.
k) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Edukasi dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan
perilaku memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan
dokumentasi.

2. Terapi gizi medis


a) Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total < 300 g/hari tidak dianjurkan. Makanan harus
mengandung lebih banyak karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Sukrosa
tidak boleh > 10% total asupan energi. Makan tiga kali sehari untuk
mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
b) Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh < 7%
kebutuhan kalori.Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya lemak tidak
jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans, antar lain : daging berlemak dan
susu penuh. Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
c) Protein
Dibutuhkan sebesar 15-20% total asupan energi. Seumber protein yang
baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu
rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe. Pada pasien dengan nefropati
perlu penurunan asupan protein menjadi 0,9 g/kg BB/hari atau 10% dari
kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
d) Anjuran asupan natrium untuk diabetisi sama dengan orang normal pada
umumnya yaitu tidak lebih dari 3000mg atau sama dengan 6-7 g/hari (1
sendok teh) garam dapur. Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama
dengan 6 g/hari garam dapur, terutama bagi mereka yang hipertensi.

e) Serat
Seperti halnya masyarakat umur, penyandang diabetes dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, sayuran serta sumber
karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat serta
bahan lain yang baik bagi kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25
g/hari, diutamakan serat larut.

f) Pemanis
Fruktosa tidak dianjurkan pada diabetisi karena efek samping pada lipid
plasma. Perhitungan jumlah kalori: Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh
status gizi, umur, ada tidaknya stress aktif, dan kegiatan jasmani. Penentuan
status gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.
Penentuan status gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat.
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT :
a. Berat badan kurang < 18,5
b. BB normal 18,5-22,9
c. BB lebih ≥ 23,0 dengan resiko 23-24,9
d. Obes I 25-29,9
e. Obes II ≥ 30. (Corwin,dkk.2009).
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1) Jenis kelamin, kebutuhan pada wanita lebih kecil daripada pria.
Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30
kal/kgBB.
2) Umur, untuk pasien diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% unutk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun
dan kurangi 20% untuk usia diatas 70 tahun.
3) Aktifitas fisik atau pekerjaan, kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai
dengan intensitas aktifitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan
basal diberikan pada keadaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktifitas
ringan, 30% dengan aktifitas sedang, dan 50% dengan aktifitas sangat
berat.
4) Berat badan, bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung pada
tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai kebutuhan
untuk meningkatkan berat badan. Unutk tujuan penurunan berat badan
jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk
wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas


dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore
(25%) serta 2-3 porsi makan ringan (10-15%) diantaranya. Untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan secara
bertahap sesuai dengan kebiasaan. Untuk diabetisi yang mengidap penyakit
lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakitnya. .(Trisnawati
Shara, dkk. 2013)

3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-sehari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit).Kegiatan sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan.

Latihan jasmani bertujuan untuk menjaga kebugaran, menurunkan berat


badan, dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga dapat memperbaiki
kadar gula darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerbik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang, disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.Hindari
kebiasaan yang kurang gerak dan malas-malasan. (Trisnawati Shara, dkk.
2013).

4. Intervensi farmakologis
1) Pemicu sekresi insulin
a) Sulfonilurea
Mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal atau kurang, namun masih boleh diberikan pada pasien dengan
berat badan berlebih.Untuk menghindari hipoglikemi, tidak dianjurkan
penggunaan sulfonylurea kerja panjang.
b) Glinid

2) Penambah sensitifitas terhadap insulin


a) Tiazolidindion
Dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV
karena dapat memperberat udem/retensi cairan dan juga pada gangguan
faal hati.Tidak digunakan sebagai sebagai obat tunggal.
b) Penghambat glukoneogenesis
Metformin, mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogensis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer.Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(kreatinin serum >1,5) dan hati, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan.

3) Penghambat glukosidase alfa (acarbose)


Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemi.Efek
samping yang paling sering adalah kembung dan flatulen. (Trisnawati
Shara, dkk. 2013)

5. Insulin
Insulin diperlukan dalam keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat
b) Hiperglikemi berat yang disertai ketosis
c) Ketoasidosis metabolic
d) Hiperglikemi hiperosmolar non ketotik
e) Hiperglikemi dengan asidosis laktat
f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
g) Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
h) Kehamilan dengan DM gestasional yang tidak terkendali
i) Gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat
Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO.(Trisnawati Shara, dkk. 2013)

II.8 Komplikasi

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan menahun.

II.8.1 Komplikasi Akut

II.8.1.a Ketoasidosis Diabetik (KAD)


KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan peningkatan hormone kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol
dan hormone pertmbuhan).Keadaan tersebut menyebabkan poduksi glukosa hati
meningkat dan utilasi glukosa oleh sel tubuh menurun, denga hasil akhir
hiperglikemia.Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan
berat ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan
menjadi 2 bagian yaitu :
 Akibat hiperglikemi
 Akibat ketosis
Walaupun sel tubuh tidak menggunakan glukosa, system homeostatis tubuh
terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga
terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisisensi insulin dan peningkatan kadar
hormone kontraregulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormone lipase
sensitive pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi
peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara
berlebihan.Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan
metabolik asidosis.Benda keton utama adalah asetoasetat dan tiga beta
hidroksibutirat (3HB). Dalam keadaan normal, kadar 3HB meliputi 75-85% dan
aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah
tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masi tetap lapar dan memproduksi
glukosa.

Hanya insulin yang dapat menginduksi transport glukosa ke daam sel,


member sinyal untuk prose glukosa ,enjadi glikogen, menghabat lipolisis pada sel
lemak (menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis
pada sel hati serrta mendorong proses oksidasi melalu siklus krebs dalam
mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut, akan dihasilkan ATP yang
merupakan sumber energi utama.(Price Sylvia A, dkk.1995)

Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi


insulin relatif.Meningkatnya hormone kontraregulator insulin, meningkatnya asam
lemak bebas, hiperglikemi, gangguan keseimbangan elektrolik dan asam basa
dapat mengganggu sensitifitas insulin.(Price Sylvia A, dkk.1995)

Gejala klinis pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul), berbagai derajat
dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai
hipovolemia sampai shock.Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah
tercium.Infeksi merupakan faktor pencetus tersering.(Price Sylvia A, dkk.1995).
Tabel 2.2 Kriteria diagnosis KAD (Price Sylvia A, dkk.1995)

Kadar glukosa > 250 mg%

pH <7,35

HCO3 rendah

Anion gas yang meninggi

Keton serum positif

Prinsip pengeloaan KAD adalah : 1) penggantian cairan dan garam yang


hilang, 2) menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesi sel hati
dengan pemberian insulin, 3) mengatasi stress sebagai pencetus KAD, 4)
mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan
serta penyesuaian pengobatan.(Price Sylvia A, dkk.1995)

II.8.1.bHiperosmolar non ketotik.

Sering ditemukan pada usia lanjut, yaitu usia lebih dari 60 tahun. Hampir
seluruh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa insulin, mempunyai
dasar lain (ditemukan 85% pasien mempunyai penyakit ginjal dan
kardiovaskular), sering disebabkan oleh obat-obatan (tiazid, furosemid, mannitol,
digitalis, reserpi, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin,
haloperidol), mempunyai faktor pencetus (infeksi, penyakit kardiovaskular,
perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pancreatitis, koma hepatic dan
operasi ). Penatalaksanaan meliputi 5 pendekatan : 1) Rehidrasi intravena agresif,
2) Penggantian elektrolit, 3) Pemberian insulin intravena, 4) Diagnosis dan
menejemen faktor pencetus dan penyakit penyerta, 5) Pencegahan.(Price Sylvia
A, dkk.1995).

II.8.1.c Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya glukosa darah hingga mencapai <60
mg/dL.Bila terdapat penurunan kesadaran pada diabetisi harus selalu dipikirkan
terjadinya hipoglikemi.Hipoglikemi paling sering diseabkan oleh penggunaan
sulfonylurea dan insulin.Hipoglikemia akibat sulfonylurea dapat berlangsung
lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat
habis.Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72
jam atau lebih, terutama pada diabetisi dengan gagal ginjal kronik). Hipogikemia
pada usia lanjut merupakan suatu hal ya g harus dihindari, mengingat dampaknya
yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada diabetisi. Perbaikan
kesadaran pada usia lanjut sering lebih lambat dan pengawasan lebih lama. Gejala
hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, bayak keringat, gemetar,
rasa lapar) dan gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun
sampai koma).Hipoglikemi harus segera mendapatkan pengelolaan yang
memadai.Diberikan makanan yang mengandung karohidrat atau minuman yang
mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 gram melalui intravena.Perlu
dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah setiap 15 menit setelah pemberian
glukosa.Glucagon diberikan pada diabetisi dengan hipoglikemia berat.Untuk
diabetisi yang tidak sadar sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena
terlebih dahulu sebagai tindakan darurat sebelum dapat dipastikan penyebab
menurunnya kesadaran. (Price Sylvia A, dkk.1995)

II.8.2 Komplikasi Kronik

II.8.2.a Makroangiopati
Makroangiopati yang melibatkan :
a. Pembuluh darah jantung
b. Pembuluh darah tepi, penyakit arteri perifer sering terjadi pada diaebetisi.
Biasanya terjadi gejala tipikal intemiten claudicatio, meskipun sering tanpa
gejala. Tenang ulkus iskemik kaki merupakan kelaian yang pertama muncul.
c. Pembuluh darah otak.

II.8.2.b Mikrongiopati :
a. Retinopati diabetik : kontrol glukosa darah yang baik akan mengurangi resiko
dan memberatnya retinopati. Terapi asetosal tidak mencegah timbulnya
retiopati.
b. Nefropati diabetik : kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi resiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg
BB) juga akan mengurangi resiko terjadinya nefropati.(Gustaviani, Reno,
2007)

II.8.2.c Neuropati

Yang tersering dan yang paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal.Adanya neuropati beresiko untuk terjadinya uluks kaki
dan amputasi. Gejala lain yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan lebih terasa nyeri di malam hari. Setelah diagnosis DM
ditegakkan, pada setiap diabetisi perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi
adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan sederhana. Dilakukan setidaknya
setiap tahun apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang
memadai akan menurunkan resiko amputasi. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat
diberikan antara lain duloxetine, antidepresan, trisiklik atau gabapentin. Semua
diabetisi yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki
untuk mengurangi resiko ulkus.(Trisnawati Shara, dkk. 2013)
kurang sensitifnya
jaringan tubuh
terhadap insulin Penatalaksanaan
 Edukasi
 Nutrisi Pencegahan:
Gejala Klasik  Olahraga
 Polidipsi primer
 Farmakologi  kampanye
Resistensi Insulin  Poliuri
makanan sehat,
 polifagi
atur pola makan
seimbangmenja
ga berat badan
normal
Faktor Resiko sekunder
 Umur Diabetes  penyuluhan
 Jenis kelamin Mellitus tipe 2 hidup sehat,
 Obesitas peningkatan
 RiwayatDM pelayanan
keluarga kesehatan
primer,
Komplikasi
 Akut tertier

GDS= >200 mg/dl o Ketoasodosis


GDP= >126 mg/dl diabetic  sangat
TTGO = >200 mg/dl o Hyperosmolar dibutuhkan
Produksi Insulin HbA1c = > 6,5% nonketotik untuk
Menurun o hipoglikemia meningkatkan
 Kronik motivasi pasien
o retinopati diabetic untuk
mengendalikan
o nefropati diabetic
diabetesnya.
tidak adekuatnya o neuropati
sekresi insulin o penyakit jantung
secara kuantitatif koroner

Gambar 2.1Kerangka teori


BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

III.1 Dasar Pemikiran

Berdasarkan literatur yang ada, serta sesuai dengan tujuan khusus dari

penelitian yang dilakukan, maka penulis mendeskripsikan dasar pemikiran dari

variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,

domisili, status gizi (IMT), jenis komplikasi, lama menderita DM dan jenis

pengobatan.

III.2 Bagan Kerangka Konsep

III.3 Definisi Operasional

III.3.1 Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II

Definisi : Pasien prolanis yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan
berobat jalan di Puskesmas Pasangkayu tahun 2017.
Cara Ukur : Dengan mengumpulkan data melalui rekam medik kemudian
menyaring yang mana merupakan penyakit diabetes mellitus tipe 2 sesuai
dengan variabel
III.3.2 Usia

Definisi: Usia adalah lamanya penderita hidup sejak dilahirkan sampai umur
terakhir penderita saat pertama kali berobat yang tercatat pada rekam medis
penderita

Alat Ukur: Rekam Medis

Cara Ukur: Mencatat usia penderita

Hasil Ukur: Kriteria objektif yakni data numerik berupa pengelompokan umur
lanjut usia (lansia) berdasarkan WHO sebagai berikut:
a. Usia muda (< 45 tahun)
b. Middle age/usia pertengahan (45 – 59 tahun)
c. Elderly/lanjut usia (60 – 74 tahun)
d. Old/lanjut usia tua (75 – 90 tahun)
e. Very old/sangat tua (> 90 tahun)
Skala: Ordinal
III.3.3 Jenis Kelamin

Definisi: Jenis kelamin adalah pembagian manusia sesuai dengan sifat


biologis atau anatomi tubuh manusia sesuai dengan yang tercantum dalam
status atau rekam medis penderita

Alat Ukur: Rekam Medis

Cara Ukur: Mencatat jenis kelamin penderita

Hasil Ukur: Kriteria objektifnya antara lain :

a. Laki-laki
b. Perempuan

Skala Ukur: Nominal

III.3.4 Status Gizi


Definisi : Status gizi berdasarkan IMT penderita diabetes mellitus yang
tercatat di rekam medic Puskesmas Pasangkayu
Cara ukur : dengan mencatat status gizi sesuai yang tercantum pada rekam
medik.
Hasil ukur :
a. Gizi kurang
b. Normal
c. Overweight
d. Obesitas I
e. Obesitas II
Skala Ukur: Ordinal

III.3.5 Jenis Komplikasi


Definisi : Komplikasi atau penyakit lain yang menyertai ketika pasien datang
ke puskesmas.
Cara ukur : dengan mencatat variabel jenis komplikasi sesuai yg tercantum
pada rekam medik.
Hasil ukur :
a. Komplikasi Akut
b. Komplikasi Kronik
c. Komplikasi Akut dan Kronik
Skala ukur: Nominal

III.3.6 Lama Menderita


Definisi : Lamanya pasien menderita DM sampai dirawat di RSUD,
Pasangkayu
Cara ukur : dengan mencatat variabel lamanya menderita DM sesuai yang
tercantum pada rekam medik.
Hasil ukur :
a. < 1 tahun
b. 1-5 tahun
c. > 5 tahun
Skala ukur: Nominal
III.3.7 Jenis Pengobatan
Definisi :Jenis pengobatan yang diberikan oleh dokter yang merawat untuk
mengobati DM pasien
Cara Ukur : Dengan mencatat variabel jenis pengobatan sesuai rekam medik.
Kriteria Objektif :
a. Modifikasi Gaya Hidup
b. OHO
c. Suntik Insulin
d. OHO + Insulin
Skala ukur: Nominal
BAB IV
METODE PENELITIAN

IV.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode
pendekatan potong lintang (cross sectional) yaitu metode penelitian yang
bertujuan untuk menggambarkan masalah penelitian yang terjadi berdasarkan
karakteristik data sekunder.Data sekunder yaitu semua variabel diteliti (usia, jenis
kelamin, domisili, status gizi (IMT), jenis komplikasi, lama menderita DM dan
jenis pengobatan) dalam waktu yang bersamaan berdasarkan fakta yang telah
terjadi tanpa adanya intervensi dalam kejadiannya yang terdapat dalam rekam
medis penderita.

IV.2 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 04 Desember 2017 – 10 Desember 2017 di
Puskesmas Pasangkayu

IV.3 Populasi dan Sampel


IV.3.1 Populasi Target
Populasi target adalah pasien prolanis Diabetes Mellitus Tipe II yang
berobat jalan di Puskesmas Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu
IV.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah pasien prolanis Diabetes Mellitus Tipe II yang
berobat jalan di Puskesmas Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu.Penarikan
sampel dilakukan secara exhausted sampling.

IV.3.3 Kriteria Sampel


a. Kriteria Inklusi:
Memiliki rekam medis
b. Kriteria Eksklusi:
Terdapat data yang tidak lengkap dari salah satu data berikut yakni usia, jenis
kelamin, domisili, status gizi (IMT), jenis komplikasi, lama menderita DM
dan jenis pengobatan.

IV.4. Jenis Data dan Instrumen Penelitian


1) Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Pengumpulan data dilakukan
setelah meminta perizinan dari Kepala Puskesmas Pasangkayu. Data pasien DM
tipe 2 kemudian dikelompokkan dan dilakukan pengamatan dan pencatatan
langsung kedalam daftar tilik yang diperoleh melalui rekam medik subjek
penelitian.
2) Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang dipergunakan dalam
penelitian ini terdiri dari daftar rekam medik di Puskesmas Pasangkayu. Microsoft
Word dan Microsoft Excel sebagai tempat untuk mengolah hasil penelitian.

IV.5 Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan dalam beberapa proses yaitu :
1. Editing
Dalam penelitian ini digunakan data sekunder di mana data diperoleh dari
rekam medik responden. Memeriksa data dengan cara melihat kembali hasil
pengumpulan data untuk menghindari kesalahan data.
2. Entry
Proses pemasukan data dalam suatu program komputer.
3. Tabulating
Menyusun data dengan mengorganisir data sesuai variabel yang diteliti

IV.6. Etika Penelitian


Hal – hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah :
1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah
setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.
2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam
medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas
penelitian yang dilakukan.
3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak
yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan
sebelumnya.
BAB V
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pasangkayu dengan menggunakan


data sekunder yang diperoleh dari rekam medis.Populasi penelitian adalah pasien
prolanis diabetes mellitus tipe II yang berobat jalan di Puskesmas Pasangkayu.
Sampel diambil dengan cara pemilihan exhausted sampling. Jumlah sampel yang
didapatkan adalah 50 sampel.

Pengumpulan data berlangsung selama 1 pekan, yaitu tanggal 04


Desember 2017 – 10 Desember 2017.Data yang diperoleh kemudian diolah
dengan komputer menggunakan program analisis data statistik.Hasil pengolahan
data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dengan penjelasan sebagai berikut.
V.1 Distribusi Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Usia

Tabel 5.1 Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II rawat jalan


berdasarkan kelompok usia

Frekuensi
No. Kelompok Usia Persentasi (%)
(orang)
1. < 45 tahun 3 6
2. 45 - 59 tahun 24 48
3. 60 - 74 tahun 20 40
4. 75 - 90 tahun 3 6
5. > 90 tahun -
Series 1
60

50

40

30
Series 1

20

10

0
< 45 Tahun 45 - 59 Tahun 60 - 74 Tahun 75 - 90 Tahun > 90 Tahun

Gambar 5.1. Presentasi penderita diabetes mellitus tipe II menurut


kelompok usia

Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II menurut kelompok usia


menunjukkan hasil sebagai berikut:Peneliti menemukan kasus pada kelompok
usia kurang dari 45 tahun sebanyak 3 pasien (6 %), ditemukan 24 kasus (48 %)
pada kelompok usia 45 – 59 tahun, 20 kasus (40%) pada kelompok usia 60 – 74
tahun, 3 kasus (6 %) pada kelompok usia 75 – 90 tahun dan tidak didapatkan
kasus pada kelompok usia diatas 90 tahun.

V.2 Distribusi Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Jenis


Kelamin
Tabel 5.2 Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II rawat jalan
berdasarkan jenis kelamin
Frekuensi
Jenis Kelamin Presentasi (%)
(orang)
Laki – Laki 22 44
Perempuan 28 56
Jenis Kelamin

Laki - Laki
Perempuan

Gambar 5.2. Presentasi penderita diabetes mellitus tipe II menurut jenis


kelamin

Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II menurut jenis kelamin


menunjukkan hasil sebagai berikut.Hasilnya didapatkan 22 kasus (44 %) pada
kelompok laki-laki dan 28 kasus (56 %) pada kelompok perempuan.

V.3 Distribusi Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Indeks


Massa Tubuh (IMT)
Tabel 5.3. Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II rawat jalan
berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)
IMT Frekuensi Persentasi
Kurang 2 4
Normal 19 38
Overweight 13 26
Obesitas 1 12 24
Obesitas 2 4 8
IMT
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Kurang Normal Overweight Obesitas 1 Obesitas 2

Gambar 5.3. Presentasi penderita diabetes mellitus tipe II berdasarkan


indeks massa tubuh (IMT)
Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II berdasarkan indeks massa
tubuh (IMT) menunjukkan hasil sebagai berikut. Hasilnya adalah ditemukan 2
kasus (4 %) dengan status IMT kurang,19 kasus (38%) yang memiliki status IMT
normal, 13 kasus (26%) yang memiliki status IMT overweight, 12 kasus (24%)
dengan status IMT obesitas tingkat 1, 4 kasus (8,33 %) dengan status IMT
obesitas tingkat 2.
V.4 Distribusi Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Jenis
Komplikasi
Tabel 5.4. Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II rawat jalan
berdasarkan jenis komplikasi
Komplikasi Frekuensi Persentasi
Tanpa Komplikasi 26 52
Komplikasi Akut 2 4
Komplikasi Kronik 21 42
Komplikasi Akut & Kronik 1 2
Komplikasi
60

50

40

30

20

10

0
Tanpa Komplikasi Akut Komplikasi Komplikasi Akut
Komplikasi Kronik & Kronik

Gambar 5.4.Presentasi penderita diabetes mellitus tipe II berdasarkan jenis


komplikasi.
Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II berdasarkan komplikasi yang
pernah dialami oleh pasien menunjukkan hasil sebagai berikut. Hasilnya adalah
ditemukan 26 kasus (52 %) tidak pernah mengalami komplikasi,2 kasus (4%)
pernah mengalami komplikasi akut, 21 kasus (42%) pernah mengalami
komplikasi kronik, 1 kasus (2%) pernah mengalami komplikasi kronik dan akut.
V.5 Distribusi Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Lama
Pengobatan
Tabel 5.5. Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II rawat jalan
berdasarkan lama pengobatan
Lama Menderita Frekuensi Persentasi
< 1 tahun 0 0
1 - 5 tahun 39 78
> 5 tahun 11 22
Lama Menderita

1 - 5 tahun

> 5 tahun

Gambar 5.5. Presentasi penderita diabetes mellitus tipe II berdasarkan lama


pengobatan
Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II berdasarkan lama pasien
menderita diabetes mellitus tipe II menunjukkan hasil sebagai berikut. Hasilnya
adalah tidak ditemukankasus yang menderita diabetes mellitus tipe II selama
kurang dari 1 tahun,39 kasus (78%) menderita diabetes mellitus tipe II selama
antara satu sampai lima tahun, 11 kasus (22%) menderita diabetes mellitus tipe II
lebih dari lima tahun.
V.6 Distribusi Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Jenis
Pengobatan
Tabel 5.6. Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II rawat jalan
berdasarkan jenis pengobatan
Jenis Pengobatan Frekuensi Persentasi
Modifikasi Gaya Hidup 0 0
Oral 42 84
Injeksi 3 6
Oral + Injeksi 5 10

Jenis Terapi
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Modifikasi Gaya Oral injeksi Oral + Injeksi
Hidup

Gambar 5.6. Presentasi penderita diabetes mellitus tipe II berdasarkan jenis


pengobatan
Distribusi penderita diabetes mellitus tipe II berdasarkan jenis pengobatan
yang diperoleh pasien menunjukkan hasil sebagai berikut. Hasilnya adalah Tidak
ditemukan kasus dengan terapi anjuran modifikasi gaya hidup. Ditemukan 42
kasus (84 %) mendapatkan pengobatan secara oral, 3 kasus (6 %) mendapatkan
pengobatan secara injeksi, 5 kasus (10 %) mendapatkan pengobatan kombinasi
oral dan injeksi.
BAB VI
PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui distribusi penderita


diabetes mellitus tipe II berdasarkan usia, jenis kelamin, domisili, status gizi
(IMT), jenis komplikasi, lama menderita DM dan jenis pengobatan pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Pasangkayu Kabupaten Pasangkayu. Penelitian ini
dilakukan mulai tanggal 04 Desember 2017 – 10 Desember 2017 dengansampel
yang diteliti berjumlah 50 sampel.

VI.1 Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Usia

Tabel 5.1 dapat dilihat dari 50 orang pasien diabetes mellitus rawat jalan
yang menjadi sampel dalam penelitian ini menunjukkan hasil bahwa didapatkan 3
kasus (6 %) pada kelompok usia kurang dari 45 tahun, 24 kasus (48 %) pada
kelompok usia 45 – 59 tahun, 20 kasus (40 %) pada kelompok usia 60 – 74 tahun,
3 kasus (6 %) pada kelompok usia 75 – 90 tahun dan tidak didapatkan kasus pada
kelompok usia diatas 90 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Ramadhan dan Nelly Marissa


menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kejadian DM sangaterat kaitannya
dengan peningkatanumur karena lebih dari 50% penderitaDM terjadi pada
kelompok umur lebihdari 60 tahun.Hal ini dapat dilihatdari hasil penelitiannya
yangmenunjukkan bahwa mayoritaspenderita DM merupakan lansia (46-65
tahun).Semakin meningkatnya umur, fungsi organ tubuh semakinmenurun,
mengakibatkan menurunnyafungsi endokrin pankreas untukmemproduksi insulin.
Hasil penelitian jugamenunjukkan pada kelompok lansiadengan HbA1c ≥ 6.5%
jugamendominasi yaitu sebanyak 61 orang.19

VI.2 Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Jenis


Kelamin

Tabel 5.2 menunjukkan distribusi penderita diabetes mellitus tipe II


menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah kasus pada perempuan
sebanyak 28 kasus (56 %) dibandingkan dengan kelompok laki-laki sebanyak 22
kasus (44 %).Hasil ini sejalan dengan banyak penelitian sebelumnya. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Nur Ichfa Dwi Utami(2014) yang dilaksanakan di
RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka bahwa karakteristik pasien DM tipe II
berdasarkan jenis kelamin tertinggiterdapat pada kelompok perempuan (61,8%)
dan terendah pada kelompok laki-laki (38,2%). Hal ini mungkin disebabkan
karena perempuan memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh lebih besar
dibandingkan laki-laki sebagai salah satu faktor resiko diabetes melitus. Hal ini
sesuai dengan data yang diambil dari Riskesdas 2013 dimana jumlah persentase
obesitas pada perempuan lebih besar dari laki-laki.20

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Intan Kurniawati dengan nilai P
= 0,029 menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kadar
gula darah pasien rawat inap diabetes mellitus di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul. Perempuan yang sudah mengalami menopause kadar gula darah tidak
terkontrol karena terjadi penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron
yang dapat mempengaruhi sel tubuh dalam merespon insulin.21

VI.3 Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Status


Gizi (IMT)

Tabel 5.4 menunjukkan distribusi penderita diabetes mellitus tipe II


berdasarkan indeks massatubuh (IMT). Hasilnya ditemukan 2 kasus (4 %) dengan
status IMT kurang, 19 kasus (38 %) yang memiliki status IMT normal, 13 kasus
(26 %) yang memiliki status IMT overweight, 12 kasus (24 %) dengan status IMT
obesitas tingkat 1, 4 kasus (8 %) dengan status IMT obesitas tingkat 2. Sebagian
besar pasien DM tipe II di Puskesmas Pasangkayu memiliki IMT yang normal.
Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Made Geria
Jelantik dan Erna Haryati dengan nilai P = 0,001 yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara kegemukan dengan kejadian diabetes
mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Mataram tahun 2012. Sebagian besar
kasus yang diperoleh dari penelitian iniadalah pasien yang tergolong bertubuh
gemuk (kegemukan) yaitu sebanyak 36 orang (72,0 %) dan yang tidak bertubuh
gemuk (kurus dan normal) sebanyak 14 orang (28,0 %), sedangkan pada
kelompok kontrol sebagian besar tergolong tidak gemuk (normal dan kurus
sebanyak 34 orang (68,0 %) dan yang bertubuh gemuk (kegemukan) terdapat
sebanyak 16 orang (32,0%).23

VI.4 Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Jenis


Komplikasi

Tabel 5.4 menunjukkan distribusi penderita diabetes mellitus tipe II


berdasarkan komplikasi yang pernah dialami. Hasilnya adalah ditemukan 26 kasus
(52 %) tidak pernah mengalami komplikasi, 2 kasus (4 %) pernah mengalami
komplikasi akut, 21 kasus (42 %) pernah mengalami komplikasi kronik, 1 kasus
(2 %) pernah mengalami komplikasi kronik dan akut. Jenis komplikasi terbanyak
adalah komplikasi kronik. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Merlyn
Sinaga et. al. di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar, Sumatera Utara
menemukan bahwa proporsi tertinggi penderita DM dengan komplikasi
berdasarkan kategori komplikasi adalah komplikasi kronik 89,4%, kemudian
komplikasi akut 5,7% dan komplikasi akut dan kronik 4,9%.24
Menurut Perkeni (2011) dari seluruh penderita DM yang menjalani
pengobatan hanya sepertiga yang terkontrol dengan baik.Bukti-bukti
menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah dengan kontrol glikemik
yang optimal.Kontrol glikemik yang optimal dapat dilakukan melalui
pemeriksaan HbA1C.Sebaliknya, diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat
menimbulkan komplikasi akut dan kronik. Penelitian tersebut menunjukkan
proporsi tertinggi berdasarkan komplikasi adalah penderita DM yang mengalami
komplikasi kronik (88,6%) yang kemungkinan telah mengidap DM dalam waktu
yang lama.24

VI.5 Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Lama


Menderita DM

Tabel 5.6 menunjukkan distribusi penderita diabetes mellitus tipe II


berdasarkan lama pasien menderita diabetes mellitus tipe II. Hasilnya adalah tidak
ditemukan kasus yang menderita diabetes mellitus tipe II selama kurang dari 1
tahun, 39 kasus (78 %) menderita diabetes mellitus tipe II selama antara satu
sampai lima tahun, 11 kasus (22 %) menderita diabetes mellitus tipe II lebih dari
lima tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ronny MA di RSUP Kariadi
Semarang rata-rata lama menderita DM adalah 5,1 ± 4,3 tahun.25

VI.6 Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Jenis


Pengobatan

Tabel 5.7 distribusi penderita diabetes mellitus tipe II berdasarkan jenis


pengobatan yang diperoleh. Hasilnya adalah tidak ditemukan kasus dengan terapi
anjuran modifikasi gaya hidup. Ditemukan 42 kasus (84 %) mendapatkan
pengobatan secara oral, 3 kasus (6 %) mendapatkan pengobatan secara injeksi, 5
kasus (10 %) mendapatkan pengobatan kombinasi oral dan injeksi. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan sebagian besar terapi DM tipe II yang diberikan
adalah obat secara oral.Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Merlyn
Sinaga et. al. menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita DM tipe II dengan
komplikasi berdasarkan pengobatan adalah Obat Hipoglikemik Oral (OHO) 63,4
%, kemudian OHO + suntik insulin 35,8% dan suntik insulin 0,8%. Tingginya
pengobatan dengan menggunakan OHO berkaitan dengan penderita yang dirawat
inap di RS tempat penelitian hampir seluruhnya (99,2%) adalah penderita DM tipe
2. Penderita yang mendapat suntik insulin adalah penderita DM tipe 1 (0,8%).24
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian pada penderita diabetes mellitus tipe II


yang rawat jalan di Puskesmas Pasangkayu kabupaten Pasaangkayu, Propinsi
Sulawessi Barat, dapat disimpulkan bahwa:
1. Karakteristik pasien diabetes mellitus tipe II berdasarkan kategori usia yang
tertinggi adalah pasien DM dengan usia middle age (45 – 59 tahun), yaitu
dengan 24 kasus (48 %).
2. Karakteristik pasien diabetes mellitus tipe II berdasarkan kategori jenis
kelamin yang tertinggi adalah pasien DM dengan jenis kelamin perempuan,
yaitu sebanyak 28 kasus (56 %).
3. Karakteristik pasien diabetes mellitus tipe II berdasarkan kategori indeks
massa tubuh (IMT) yang tertinggi adalah pasien DM dengan IMT normal,
yaitu sebanyak 19 kasus (38 %).
4. Karakteristik pasien diabetes mellitus tipe II berdasarkan kategori jenis
komplikasi yang tertinggi adalah pasien DM dengan jenis komplikasi kronik,
yaitu sebanyak 21 kasus (42 %).
5. Karakteristik pasien diabetes mellitus tipe II berdasarkan kategori lama pasien
menderita DM yang tertinggi adalah pasien DM dengan lama pasien
menderita 1 sampai 5 tahun, yaitu sebanyak 39 kasus (78 %).
6. Karakteristik pasien diabetes mellitus tipe II berdasarkan kategori jenis
pengobatan adalah pasien DM dengan jenis pengobatan oral, yaitu sebanyak
42 kasus (84 %).

VII.2 Saran
1. Bagi pihak Puskesmas Pasangkayu diharapkan agar meningkatkan

pengawasan terhadap sistem pendataan rekam medik ataupun bagian registrasi

pasien agar melengkapi semua data yang ada pada form data pasien. Hal ini

sangat penting sebagai sumber informasi bagi pihak puskesmas, petugas

kesehatan dan untuk penelitian selanjutnya dibidang epidemiologi.

2. Sebaiknya petugas kesehatan di pusat-pusat pelayanan kesehatan diharapkan

dapat memberikan edukasi terhadap penderita dan keluarganya tentang

penyakit DM terutama faktor-faktor predisposisi dari DM agar pasien serta

keluarganya dapat menjalani pola hidup yang sesuai, dapat mengontrol gula

darah secara rutin dan mengkonsumsi obat secara teratur agar gula darah dapat

terkontrol. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan

penelitian lanjutan mengenai DM dengan jumlah sampel lebih besar dengan

dilengkapi data sampel yang akurat.


DAFTAR PUSTAKA

1. Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2


Rineka Cipta. Jakarta.
2. WHO, 2010. Global Status Report on NCDs. http://whqlibdoc.who.int/
publications/2011/9789240686458_eng.pdf
3. Soegondo, S.,dkk, 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai
Penerbit FK UI, Jakarta.
4. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2011. Konsensus
Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011.
Jakarta
5. Depkes R.I.,2008. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit
Metabolik. Jakarta.
6. Depkes R.I., 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta
7. Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Global Estimates of The Prevalence of
Diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research And Clinical Practice; 2010;
87, pp.4-14. Diakses tanggal 1 Maret 2012
8. Kementerian Kesehatan R.I., 2015. Data dan Informasi Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan. Badan Litbangkes, Jakarta.
9. Ganong, W. F. 2003. Buku AjarFisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 22,
Jakarta: EGC
10. American Diabetes Association: Standards of medical care in diabetes –
2008 (Position statement). Diabetes Care 2008;31 (Suppl.1):S12-54.
11. Gustaviani, Reno, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
12. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. 2004. Global Prevalence of
Diabetes: Estimates for The Year 2000 and Projection for 2030. Diabetes
Care Volume 27: 1043-1053.
13. Depkes RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Nasional 2007.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
14. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 1995. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, ed.4. Jakarta : EGC
15. Augusta L. Arifin. Panduan Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 Terkini. Bandung
16. Agung Endro Nugroho. (2006). Hewan Percobaan Diabetes Mellitus :
Patologi Dan Mekanisme Aksi Diabetogenik, Biodiversitas. 7 (4).
Yogyakarta: Laboratorium Farmakologi Dan Toksikologi, Bagian
Farmakologi Dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah
Mada.
17. Perkumpulan endokrinologi Indonesia, 2006. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus tipe II di Indonesia. Jakarta : PB Perkeni.
18. Powers, A.C. 2010. Diabetes Mellitus. In: Jameson J.L. Harrison
Endocrinology Ed 2. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 2152-2179.
19. R. Nur dan N Marissa. 2015. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe
2 Berdasarkan Kadar Hba1c Di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh. SEL
Vol. 2 No. 2 November 2015: 49-56
20. Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Nasional 2013.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
21. K Nur Intan. 2013. Analisis Karakteristik Pasien Rawat Inap Diabetes
Mellitus Berdasarkan Kadar Gula Darahnya di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah. Yogyakarta
22. SW, Senoaji.Karakteristik Pasien Diabetes Mellitus Tipe II yang Berobat
Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar Periode
Agustus – Oktober 2015. Universitas Hasanuddin. Makassar
23. MGJ, I Gusti dan Erna Haryati. 2014. Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis
Kelamin, Kegemukan dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Mellitus
Tipe Ii di Wilayah Kerja Puskesmas Mataram.Media Bina Ilmiah39. ISSN
No. 1978-3787
24. S. Merlyn, Hiswani, Jemadi. 2011. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus
dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani
Pematangsiantar Tahun 2011. Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Medan.
25. MA, Ronny. 2012.Ciri-Ciri Karakteristik Penderita Diabetes Melitus dengan
Obesitas di Poliklinik Endokrin RSUP Dr Kariadi Semarang. Universitas
Diponegoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai