DISUSUN OLEH :
dr. Ike Widyawati Fongiman
PEMBIMBING:
dr. Aidah Shofiyah
Puskesmas Pasangkayu
Internship Dokter Indonesia Kabupaten Pasangkayu
Periode Juni 2017 – Juni 2018
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan dalam rangka praktik klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian
dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas
Pasangkayu Kabupaten Pasangkayu
Mengetahui,
Dokter Pendamping,
ABSTRAK
Latar Belakang: Diabetes Melitus tipe II (DM tipe II) merupakan penyakit
degeneratif kronik dengan prevalensi yang terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar
penduduk dunia pada tahun 2013 menderita diabetes mellitus. Indonesia sendiri
menempati urutan ke-9 dalam estimasi epidemiologi DM dunia pada tahun 2010
dengan 7 juta kasus dan akan terus naik menjadi peringkat ke-5 pada tahun 2030
dengan 20 juta kasus.
Tujuan: Mengetahui informasi mengenai karakteristik pasien prolanis diabetes
mellitus tipe II di puskesmas pasangkayu kabupaten Pasangkayu tahun 2017
Metode Penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif dengan
menggunakan data sekunder dari rekam medik Puskesmas Pasangkayu yang
lengkap dan tercatat dalam rekam medik mengenai usia, jenis kelamin, domisili,
indeks massa tubuh (IMT), jenis komplikasi, lama pengobatan dan jenis
pengobatan
Hasil: Hasil dari penelitian ini yaitu jumlah pasien DM tipe II dengan jumlah
tertinggi berdasarkan usia yaitu usia middle age (45 – 59 tahun) sebanyak 24
kasus (48 %), jenis kelamin perempuan sebanyak 28 kasus (56 %), domisili di
daerah perkotaan sebanyak 39 kasus (78 %), IMT normal sebanyak 19 kasus (38
%), komplikasi kronik sebanyak 21 kasus (42 %), lama pasien menderita antara
satu sampai lima tahun sebanyak 39 kasus (78 %), jenis pengobatan oral sebanyak
42 kasus (84 %).
Kesimpulan: Karakteristik pasien diabetes meliitus tipe II di Puskesmas
Pasangkayu memiliki hubungan dengan karakteristik usia, jenis kelamin, domisili,
IMT, jenis komplikasi, lama pengobatan dan jenis pengobatan yang diperoleh
pasien.
Kata Kunci: DM tipe II, Karakteristik, Puskesmas Pasangkayu
Daftar Pustaka: 25 (1995-2015)
BAB I
PENDAHULUAN
II.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah berkurangnya sekresi insulin oleh sel-sel β
langerhans yang disebabkan ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin
(resistensi insulin/DM tipe 2) dan/atau produksi insulin (DM tipe 1).9 Menurut
kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006,
seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa
>126 mg/dl dan pada tes sewaktu >200mg/dl. Kadar gula darah akan meningkat
setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.4
Secara patofisiologi, DM tipe 2 ini bisa disebabkan karena dua hal yaitu
(1) penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin.Peristiwa tersebut
dinamakan resistensi insulin; dan (2) Penurunan kemampuan sel βpankreas untuk
mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa.Sebagian besar DM
tipe 2 diawali dengan kegemukan. Sebagai kompensasi, sel β pankreas merespon
dengan menyekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat
(hiperinsulinemia).15 Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor
insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan
menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini membawa dampak
pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya
resistensi insulin.Selain itu, kondisi hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan
desensitisasi reseptor insulin pada tahap post reseptor, yaitu penurunan aktivasi
reseptor kinase, translokasi pengangkut glukosa dan aktivasi glikogen sintase.
Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Dua kejadian tersebut
terjadi pada permulaan proses terjadinya DM tipe 2. Hal tersebut mengindikasikan
telah terjadi defek pada reseptor maupun post reseptor insulin. Pada resistensi
insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa
sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemik).16
Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena lemahnya kemampuan pankreas
dalam mensekresikan insulin yang dikombinasikan dengan lemahnya aksi insulin
sehingga menyebabkan penurunan sensitivitas insulin. Penurunan sensitivitas
insulin terjadi pada permukaan sel tubuh yang dinamakan reseptor insulin,
reseptor insulin akan memberikan sinyal pada pengangkut glukosa untuk
memungkinkan lewatnya glukosa yang dibawa oleh hormon insulin masuk ke
dalam sel. Di dalam mitokondria, glukosa tersebut akan digunakan untuk
menghasilkan energi yang diperlukan dalam pelaksanaan fungsi setiap sel tubuh.17
II.4 Klasifikasi Diabetes dan Intoleransi Glukosa
Tabel 2.1 Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA,2005)11
II.7 Penatalaksanaan
II.7.1 Pilar penatalaksanaan DM :
1.Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
a) Perjalanan penyakit DM
b) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c) Penyulit DM dan resikonya,
d) Intervensi farmakologis dan non farmakologis serta target perawatannya.
e) Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat hipoglikemik oral
atau insulin serta obat-obatan lain.
f) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri.
g) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau
hipoglikemia.
h) Pentingnya latihan jasmani secara teratur.
i) Masalah khusus yang dihadapi (misalnya hipoglikemi pada kehamilan)
j) Pentingnya perawatan diri.
k) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Edukasi dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan
perilaku memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan
dokumentasi.
e) Serat
Seperti halnya masyarakat umur, penyandang diabetes dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, sayuran serta sumber
karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat serta
bahan lain yang baik bagi kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25
g/hari, diutamakan serat larut.
f) Pemanis
Fruktosa tidak dianjurkan pada diabetisi karena efek samping pada lipid
plasma. Perhitungan jumlah kalori: Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh
status gizi, umur, ada tidaknya stress aktif, dan kegiatan jasmani. Penentuan
status gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.
Penentuan status gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat.
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT :
a. Berat badan kurang < 18,5
b. BB normal 18,5-22,9
c. BB lebih ≥ 23,0 dengan resiko 23-24,9
d. Obes I 25-29,9
e. Obes II ≥ 30. (Corwin,dkk.2009).
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1) Jenis kelamin, kebutuhan pada wanita lebih kecil daripada pria.
Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30
kal/kgBB.
2) Umur, untuk pasien diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% unutk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun
dan kurangi 20% untuk usia diatas 70 tahun.
3) Aktifitas fisik atau pekerjaan, kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai
dengan intensitas aktifitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan
basal diberikan pada keadaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktifitas
ringan, 30% dengan aktifitas sedang, dan 50% dengan aktifitas sangat
berat.
4) Berat badan, bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung pada
tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai kebutuhan
untuk meningkatkan berat badan. Unutk tujuan penurunan berat badan
jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk
wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-sehari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit).Kegiatan sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan.
4. Intervensi farmakologis
1) Pemicu sekresi insulin
a) Sulfonilurea
Mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal atau kurang, namun masih boleh diberikan pada pasien dengan
berat badan berlebih.Untuk menghindari hipoglikemi, tidak dianjurkan
penggunaan sulfonylurea kerja panjang.
b) Glinid
5. Insulin
Insulin diperlukan dalam keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat
b) Hiperglikemi berat yang disertai ketosis
c) Ketoasidosis metabolic
d) Hiperglikemi hiperosmolar non ketotik
e) Hiperglikemi dengan asidosis laktat
f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
g) Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
h) Kehamilan dengan DM gestasional yang tidak terkendali
i) Gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat
Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO.(Trisnawati Shara, dkk. 2013)
II.8 Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan menahun.
Gejala klinis pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul), berbagai derajat
dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai
hipovolemia sampai shock.Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah
tercium.Infeksi merupakan faktor pencetus tersering.(Price Sylvia A, dkk.1995).
Tabel 2.2 Kriteria diagnosis KAD (Price Sylvia A, dkk.1995)
pH <7,35
HCO3 rendah
Sering ditemukan pada usia lanjut, yaitu usia lebih dari 60 tahun. Hampir
seluruh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa insulin, mempunyai
dasar lain (ditemukan 85% pasien mempunyai penyakit ginjal dan
kardiovaskular), sering disebabkan oleh obat-obatan (tiazid, furosemid, mannitol,
digitalis, reserpi, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin,
haloperidol), mempunyai faktor pencetus (infeksi, penyakit kardiovaskular,
perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pancreatitis, koma hepatic dan
operasi ). Penatalaksanaan meliputi 5 pendekatan : 1) Rehidrasi intravena agresif,
2) Penggantian elektrolit, 3) Pemberian insulin intravena, 4) Diagnosis dan
menejemen faktor pencetus dan penyakit penyerta, 5) Pencegahan.(Price Sylvia
A, dkk.1995).
II.8.1.c Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya glukosa darah hingga mencapai <60
mg/dL.Bila terdapat penurunan kesadaran pada diabetisi harus selalu dipikirkan
terjadinya hipoglikemi.Hipoglikemi paling sering diseabkan oleh penggunaan
sulfonylurea dan insulin.Hipoglikemia akibat sulfonylurea dapat berlangsung
lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat
habis.Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72
jam atau lebih, terutama pada diabetisi dengan gagal ginjal kronik). Hipogikemia
pada usia lanjut merupakan suatu hal ya g harus dihindari, mengingat dampaknya
yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada diabetisi. Perbaikan
kesadaran pada usia lanjut sering lebih lambat dan pengawasan lebih lama. Gejala
hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, bayak keringat, gemetar,
rasa lapar) dan gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun
sampai koma).Hipoglikemi harus segera mendapatkan pengelolaan yang
memadai.Diberikan makanan yang mengandung karohidrat atau minuman yang
mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 gram melalui intravena.Perlu
dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah setiap 15 menit setelah pemberian
glukosa.Glucagon diberikan pada diabetisi dengan hipoglikemia berat.Untuk
diabetisi yang tidak sadar sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena
terlebih dahulu sebagai tindakan darurat sebelum dapat dipastikan penyebab
menurunnya kesadaran. (Price Sylvia A, dkk.1995)
II.8.2.a Makroangiopati
Makroangiopati yang melibatkan :
a. Pembuluh darah jantung
b. Pembuluh darah tepi, penyakit arteri perifer sering terjadi pada diaebetisi.
Biasanya terjadi gejala tipikal intemiten claudicatio, meskipun sering tanpa
gejala. Tenang ulkus iskemik kaki merupakan kelaian yang pertama muncul.
c. Pembuluh darah otak.
II.8.2.b Mikrongiopati :
a. Retinopati diabetik : kontrol glukosa darah yang baik akan mengurangi resiko
dan memberatnya retinopati. Terapi asetosal tidak mencegah timbulnya
retiopati.
b. Nefropati diabetik : kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi resiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg
BB) juga akan mengurangi resiko terjadinya nefropati.(Gustaviani, Reno,
2007)
II.8.2.c Neuropati
Yang tersering dan yang paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal.Adanya neuropati beresiko untuk terjadinya uluks kaki
dan amputasi. Gejala lain yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan lebih terasa nyeri di malam hari. Setelah diagnosis DM
ditegakkan, pada setiap diabetisi perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi
adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan sederhana. Dilakukan setidaknya
setiap tahun apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang
memadai akan menurunkan resiko amputasi. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat
diberikan antara lain duloxetine, antidepresan, trisiklik atau gabapentin. Semua
diabetisi yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki
untuk mengurangi resiko ulkus.(Trisnawati Shara, dkk. 2013)
kurang sensitifnya
jaringan tubuh
terhadap insulin Penatalaksanaan
Edukasi
Nutrisi Pencegahan:
Gejala Klasik Olahraga
Polidipsi primer
Farmakologi kampanye
Resistensi Insulin Poliuri
makanan sehat,
polifagi
atur pola makan
seimbangmenja
ga berat badan
normal
Faktor Resiko sekunder
Umur Diabetes penyuluhan
Jenis kelamin Mellitus tipe 2 hidup sehat,
Obesitas peningkatan
RiwayatDM pelayanan
keluarga kesehatan
primer,
Komplikasi
Akut tertier
Berdasarkan literatur yang ada, serta sesuai dengan tujuan khusus dari
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,
domisili, status gizi (IMT), jenis komplikasi, lama menderita DM dan jenis
pengobatan.
Definisi : Pasien prolanis yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan
berobat jalan di Puskesmas Pasangkayu tahun 2017.
Cara Ukur : Dengan mengumpulkan data melalui rekam medik kemudian
menyaring yang mana merupakan penyakit diabetes mellitus tipe 2 sesuai
dengan variabel
III.3.2 Usia
Definisi: Usia adalah lamanya penderita hidup sejak dilahirkan sampai umur
terakhir penderita saat pertama kali berobat yang tercatat pada rekam medis
penderita
Hasil Ukur: Kriteria objektif yakni data numerik berupa pengelompokan umur
lanjut usia (lansia) berdasarkan WHO sebagai berikut:
a. Usia muda (< 45 tahun)
b. Middle age/usia pertengahan (45 – 59 tahun)
c. Elderly/lanjut usia (60 – 74 tahun)
d. Old/lanjut usia tua (75 – 90 tahun)
e. Very old/sangat tua (> 90 tahun)
Skala: Ordinal
III.3.3 Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Frekuensi
No. Kelompok Usia Persentasi (%)
(orang)
1. < 45 tahun 3 6
2. 45 - 59 tahun 24 48
3. 60 - 74 tahun 20 40
4. 75 - 90 tahun 3 6
5. > 90 tahun -
Series 1
60
50
40
30
Series 1
20
10
0
< 45 Tahun 45 - 59 Tahun 60 - 74 Tahun 75 - 90 Tahun > 90 Tahun
Laki - Laki
Perempuan
50
40
30
20
10
0
Tanpa Komplikasi Akut Komplikasi Komplikasi Akut
Komplikasi Kronik & Kronik
1 - 5 tahun
> 5 tahun
Jenis Terapi
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Modifikasi Gaya Oral injeksi Oral + Injeksi
Hidup
Tabel 5.1 dapat dilihat dari 50 orang pasien diabetes mellitus rawat jalan
yang menjadi sampel dalam penelitian ini menunjukkan hasil bahwa didapatkan 3
kasus (6 %) pada kelompok usia kurang dari 45 tahun, 24 kasus (48 %) pada
kelompok usia 45 – 59 tahun, 20 kasus (40 %) pada kelompok usia 60 – 74 tahun,
3 kasus (6 %) pada kelompok usia 75 – 90 tahun dan tidak didapatkan kasus pada
kelompok usia diatas 90 tahun.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Intan Kurniawati dengan nilai P
= 0,029 menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kadar
gula darah pasien rawat inap diabetes mellitus di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul. Perempuan yang sudah mengalami menopause kadar gula darah tidak
terkontrol karena terjadi penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron
yang dapat mempengaruhi sel tubuh dalam merespon insulin.21
VII.1 Kesimpulan
VII.2 Saran
1. Bagi pihak Puskesmas Pasangkayu diharapkan agar meningkatkan
pasien agar melengkapi semua data yang ada pada form data pasien. Hal ini
keluarganya dapat menjalani pola hidup yang sesuai, dapat mengontrol gula
darah secara rutin dan mengkonsumsi obat secara teratur agar gula darah dapat