Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

HIV/ AIDS

Disusun Oleh :

RIZKY HARYADI
NIM : 1114090069

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DARUL AZHAR BATULICIN
TANAH BUMBU
2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat
dan Hidayah-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan tugas kelompok II dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan HIV AIDS “
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak semester
ganjil STIKES Darul Azhar Batulicin 2011.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak atas
segala bantuannya sehingga makalah ini dapat tersusun, semoga bermanfaat bagi para pembaca
sekalian. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam dunia pengetahuan
khususnya ilmu keperawatan.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
segala kritik dan saran yang membangun sangatlah penyusun harapkan demi kesepurnaan makalah
ini.

Simpang Empat, 14 Desember 2011

Penyusun,

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR ii
BAB 1 : LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi 1
1.2 Etiologi 1
1.3 Patofisiologi 2
1.4 Pathway 3
1.5 Tanda Dan Gejala 3
1.6 Diagnosa 8
1.7 Komplikasi 9
1.8 Pemeriksaan Penunjang 11
1.9 Penatalaksanan 12
1.10 Pengobatan 13
1.11 Pencegahan 13
BAB 2 : ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS
2.1 Pengkajian 16
2.2 Riwayat Imunisasi 17
2.3 Diagnosa Keperawatan 17
2.4 Intervensi 18
BAB 3 : TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian 21
3.2 Pemeriksaan Fisik 28
3.3 Analisa Data 35
3.4 Diagnosa Keperawatan 38
BAB 4 : PENUTUP
4.1 Kesimpulan 39
4.2 Saran 39

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah
melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T).
(Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan
pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.
(Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang dapat
mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu yang
bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh retrovirus
(HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus.

1.2 Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki
limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain
dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi
HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke
dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).

1.3 Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis
dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan
dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran kritis
dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap
bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan
penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu
sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen;
penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau
disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat
menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit
CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir
virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan
menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin
mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus
yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak
organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi
virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering
simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi viral,
selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif,
dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif,
kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir,
dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait HIV,
dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenis vital,
pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode
inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada
infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun
sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia
dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV
dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk berespon
terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa
pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat
pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin
tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering
memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki
resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan
menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system
saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.

1.4 Pathway (Terlampir)


1.5 Tanda Dan Gejala
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak sering
mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit
oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko
CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar
pada awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan
obat ini beresiko dan bahkan pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat membingungkan
fungsi dan jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting untuk merujuk pada standar yang
ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila mungkin menggunakan parameter yang ditegakkan
dari observasi bayi tak terinfeksi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang diagnostic.
Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian definisi
mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati
generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak
bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare. Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan
infeksi HIV, sekitar 90% akan memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal
infeksi dicoba oleh studi the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Mereka menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala yang
tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi yang tidak
terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik antara bayi terinfeksi dan
tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis, limfadenopati persistem, hepatosplenomegali.
Otitis media, tinitis, deman yang tidak jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada
bayi yang terinfeksi daripada bayi yang tidak terinfeksi.

PUSAT UNTUK KLASIFIKASI CONTROL PENYAKIT INFEKSI HIV PADA


ANAK
Kelas P-O: infeksi intermediate
Bayi <15 bulan yang lahir dari ibu yang terinfeksi tetapi tanpa tanda infeksi HIV
Kelas P-1: infeksi asimtomatik
Anak yang terbukti terinfeksi, tetapi tampa gejala P-2; mungkin memiliki fungsi
imun normal (P-1A) atau abnormal (P-1B)
Kelas P-2: infeksi sitomatik
P-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari 2 bulan) gagal
berkembang, limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau diare rekuren atau
persistem yang tidak spesifik.
P-2B: penyakit neurologi yang progresif
P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid
P-2D: infeksi oportunistik menjelaskan AIDS, infeksi bakteri rekuren, kandidiasis
oral persisten, stomatitis herpes rekuren, atau zoster multidermatomal.
P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau limforma otak
P-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis, nefropati, gangguan
hematologi)

Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan berkembang menjadi
gangguan imun dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala aneumonia
Pneumocystis carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6 bulan, atau menderita infeksi bakteri serius lain.
Pada beberapa bayi, jumlah CD4 mungkin normal saat terjadinya PCP.
Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa derajat kegagalan
berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan perkembangan, adenopati persisten, atau
hepatosplemegali. Semua ini bukan keadaan kecacatan, dan konsisten dengan kelangsungan hidup
yang lama. Melebihi ulang tahun pertama, sekitar 8% bayi ini akan berkembang menjadi AIDS
terbatas CDC per tahun. Penunjukan “AIDS” merupakan kebergunaan yang sangat terbatas pada
prognosis atau pada nosologi deskriptif infeksi HIV, tetapi penyakit indicator AIDS berperang
sebagai tanda tingginya perkembangan penyakit dan sebagai catalog kondisi yang sering terlihat
dengan perkembangan penyakit. Masing-masing dibahas secara singkat dibawah:
Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP). PCP merupakan penyakit indicator AIDS paling
sering, yang terjadi pada sekitar sepertiga anak dan bayi yang terinfeksi. Usia rata untuk
munculnya penyakit adalah sekitar usia 9 bulan, meskipun puncaknya sampai usia 3 sampai 6
bulan diantara bayi-bayi yang berkembang sangat cepat. Tidak seperti reaksi PCP pada orang
dewasa, infeksi ini biasanya merupakan infeksi primer pada anak yang terinfeksi HIV, bergejala
subkutan atau mendadak dengan demam, batuk, takipnea, dan ronki. PCP sulit dibedakan dengan
infeksi paru lain atau usia ini, dan karena trimetoprim-sulfametoksasol dan kortikosteroid
intravena diberikan pada awal perjalanan penyakit menyebabkan perbaikan yang signifikan, lavese
bronkoalveolar diagnostic harus dipikirkan secara serius pada bayi beresiko dengan gambaran
klinis konsisten. PCP memberikan prognosis yang tidak baik pada awal penelitian dengan
kelangsungan hidup media 1 bulan setelah diagnosis. Saat ini dikenali bahwa penyakit yang lebih
ringan dapat terjadi dan konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama. Profilaksin PCP dengan
trimetoprim-sulfametoksasol oral efektif, dan merupakan indikasi untuk bayi dengan kehilangan
limfosit CD4 yang signifikan, sebelum PCP, dan pada beberapa bayi muda dengan perkembangan
gejala terkait HIV yang cepat.
Pneumolitis Interstisial Limfoid (LIP). Infiltrasi paru intersisial kronik telah ditentukan
pada orang dewasa yang terinfeksi HIV dalam jumlah kecil, tetapi terjadi pada sekitar 20% anak
yang terinfeksi HIV. Dianggap berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr. Kondisi ini
ditandai dengan perjalanan kronik eksa-serbasi intermiten (sering selama infeks respirasi yang
terjadi di antara infeksi atau selama infeksi. Infiltra dada kronik yang terlihat pada sinar-X sering
menunjukkan diagnosis, tetapi hanya biopsy paru terbuka yang dapat dipercaya untuk diagnosis
definitive. Hipoksia jaran parah sampai terbawa selama beberapa tahun, dan beberapa perbaikan
pada kostikosteroid. LIP sebagai gejala yang timbul pada infeksi HIV dapat disertai prognosis
yang lebih baik, dan sering terlihat pada kelompok gejala dengan hipergamaglobulinemia yang
nyata dan parotitis.
Infeksi Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi bakteri rekuren
adalah dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses internal, atau infeksi tulang
dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak dengan AIDS pediatric. Infeksi bakteri yang
lebih sedikit, seperti infeksi sinus rekuren atau kronik, otitis media, dan pioderma masih sering
terjadi. Streptococcus pneumonia merupakan isolate darah yang paling sering pada anak yang
terinfeksi HIV, meskipun stafilokokal gram-negatif, dan bahkan bakteremia pseudomonal terjadi
berlebihan. Penanganan episode demam pada anak yang terinfeksi HIV sama dengan penanganan
anak dengan kondisi yang menganggu imunitas lain. Gangguan kemampuan untuk menjaga
respons antibody yang efektif dan kurangnya pajanan membuat anak yang terinfeksi HIV rentang
terhadap penyakit bakteri yang lebih setius. Profilaksis dengan immunoglobulin intravena dapat
mengurangi frekuensi dan keparahan infeksi bakteri yang serius.
Penyakit Neurologi Progresif. Sampai 60% anak yang terinfeksi HIV dapat munculkan
tanda infeksi system saraf pusat. Pada sekitar seperempatnya, infeksi ini dalam bentuk ensefalopati
static yang biasanya bermanifestasi pada tahun pertaman dengan keterlambatan perkembangan.
Pada sekitar sepertiganyan, terjadi ensefalopati progresif, dengan kehilangan kejadian yang
penting sebelumnya dan deficit motorik dan kognitif yang berat. Pencitraan saraf dapat
memperlihatkan atrofi serebral, kelainan subtansi alba, atau klasifikasi ganglion basal, atau
kesemuanya, meskipun keparahan abnormalitas pencitraan sering tidak berkorelasi dengan
gambaran klinis. Zidovudin IV kontinu ditemukan menyebabkan perbaikan yang dramatic pada
beberapa anak dengan deficit perkembangan saraf; kostikosteroid juga menguntungkan pada
laporan terisolasi.
Wasting Syndrome. Kegagalan kronik untuk tumbuh pada infeksi HIV lanjut terjadi pada
sekitar 10% bayi dan anak dengan AIDS dan hamper selalu multifaktorial. Deficit system saraf
pusat dari latergi sampai kelemahan dalam mengunyah; abnormalitas neuroendokrin; malabsorpsi
dan diare akibat infeksi HIV primer, infeksi usus sekunder, atau terapi; dan katabolisme yang
diinduksi infeksi sering berperang pada masalah yang menjengkelkan ini.
Infeksi Oportunistik. Lebih dari satu lusin infeksi oportunistik spesifik memenuhi AIDS,
meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric adalah esofagistis kandida, terjadi pada
sekitar 10%, dan infeksi kompleks, Mycobakterium avium. Diantara virus-virus, infeksi CMV
diseminata dan lama pada saluran cerna, dan infeksi virus varisela zoster apitikal, rekuren dan
ekstensif sering terjadi. Walaupun daftar panjang pathogen yang menyebabkan penyakit berat dan
lama tidak lazim pada penjamu ini, virus respirasi yang lazim, mencakup virus sinsitial
respiratorius, jarang menyebabkan penyakit yang berkomplikasi.
Terkenanya organic lain. Terkenanya hepar padi infeksi HIV pediatric sering mengambil
bentuk organ yang membesar sedang sampai berat, transaminitis berfluktuasi. Yang jarang adalah
hepatitis kolestatik berat yang terjadi pada bayi yang terinfeksi pada tahun pertama, dengan
prognosis buruk. Kelainan hati dapat disebabkan oleh infeksi yang bersama dengan CMV, HCV,
atau HBV, oleh infeksi HIV itu sendiri, atau banyak agen infeksius lain. Penyakit ginjal yang
sering terjadi, paling sering bermanifestasi protenuria. Perubahan mesangial dan
glomerulokslerosis fokal telah diindentifikasi sebagai patologi yang paling sering terjadi pada anak
dengan AIDS. Kelainan jantung dapat diperhatikan pada separuh anak semua usia penyakit HIV,
meskipun insiden kardiomiopati simtomatik hanya 12 sampai 20%; efusi pericardial dan gangguan
fungsi ventrikel merupakan kelainan ekokardiografi yang paling sering ditemukan. Meskipun
frekuensi penyakit paru kronik pada pasien ini, terkenanya vertikel kiri beberapa kali lebih sering
daripada yang kanan. Tekanan HIV langsung, autoimunitas, malnutrisi dan infeksi bersama
dengan virus miotropik semuanya telah dihipotesis sebagai etiologi. Fenomena autoimun
mencakup anemia hemolitik positif-coombs dan trombositopenia. Sarcoma Kaposi dan kanker
sekunder lain jarang pada anak yang terinfeksi HIV.

1.6 Diagnosis
Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan awal bayi yang
beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada perempuan hamil teridentifikasi,
terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan bayi secara cepat dengan terapi antiviral atau
preventif. Oleh karena itu uji dan konseling HIV harus menjadi bagian rutin pada perawatan
kehamilan.
Menetapnya antibody terhadap HIV yang didapat secara transplasenta pada bayi
merupakan komplikasi pemakaian uji antibody konversional dalam mendignosis infeksi HIV pada
masa bayi. Karena antibodi seperti ini dapat menetap dalam sirkulasi bayi yang tidak terinfeksi
selama 18 bulan, diagnosis infeksi pada bayi beresiko memerlukan biakan virus dari bayi (biakan
HIV), atau adanya antigen HIV (antigen p24) atau asam nuclear viral-[reaksi rantai polymerase
HIV (PCR)]. Uji virolegi dengan PCR atau biakan HIV darah perifer dapat diharapkan
menegakkan atau menyingkirkan (95% dapat dipercaya) diagnosis infeksi HIV pada usia 3 sampai
6 bulan. Uji-uji ini jika dilakukan dengan tepat mempunyai angka positivitas palsu rendah yang
dapat diterima dan dapt diandalkan untuk menegaskan infeksi pada semua usia. Sensitivitas pada
tiap-tiap tes lebih rendah pada priode parinatal, membuat diperlukannya tes serial. Untuk
memonitor secara prospektif bayi yang beresiko, uji firologi diagnostic dianjurkan sekurang-
kurangnya 2 kali dalam 6 bulan pertama. Sebagai orang tua diberitahukan bahwa anaknya
terinfeksi, konfirmasi dan tinjauan semua uji laboratorium dianjurkan.
Bila bayi atau anak tanpa factor resiko yang dikenali untuk infeksi HIV tampak dengan
gambaran atau tanda yang cocok dengan defisiensi imun, diagnosis HIV harus dijalankan bersama
defisiensi imun lain. Kenyataan bahwa infeksi HIV akhir-akhir ini merupakan penyebab utama
defisiensi imun pada anak yang lebih mudah membantu saat membersihkan konseling orang tua
berkenang dengan uji serologi.
Pada anak berusia 18 bulan sampai masa remaja, tes serologi yang positif yang
dikonfirmasi untuk antibody terhadap HIV (ELISA dan bekuan Western atau tes konfirmasi lain)
biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV. Beberapa persen bayi tidak terinfeksi
dari ibu yang terinfeksi HIV akan memiliki antibody yang berasal dari ibu yang dideteksi, sehingga
konfirmasi virologi diharapkan. Kesukaran lain yang jarang dalam diagnosi yang didasarkan pada
serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang tidak menghasilkan antibody spesifik HIV dan
keadaan yang tidak lazim pada bayi terinfeksi yang menjadi seronegatif setelah pencucian
antibody meternal sebelum menghasilkan antibody itu sendiri.

1.7 Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan,
keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga
mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda
dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum
(nyeri retrosternal).
2. Neurologik
• ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia
complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi,
konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup
gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan
yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan
kematian.
• Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk,
mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis
cairan serebospinal.
3. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit
AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis
selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap
tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
⮚Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi.
Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
⮚ Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
⮚ Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.

4. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri
dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang
disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan
sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan
pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum
merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis
sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta
wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan
kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
6. Sensorik
✔Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus berefek
kebutaan
✔Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang
berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini
meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex agglutination
dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus
dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes
antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi
dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
✔ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
✔Western blot (positif)
✔P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
✔ Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse
transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
✔LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
✔CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen)
✔Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
✔Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
✔Kadar immunoglobulin (meningkat)

1.9 Penatalaksanaan
1) Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
✔ Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan
terjadi infeksi
✔Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
✔ Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu
azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus,
sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
✔Mengatasi dampak psikososial
✔ Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang
dilakukan oleh tenaga medis
✔ Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan
perlindungan universal (universal precaution)

1.10 Pengobatan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan AIDS
dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan pengobatan yang
sesuai. Anak dikategorikan dengan menmggunakan tiga parameter : status kekebalan, status
infeksi dan status klinik dalam kategori imun : 1) tanpa tanda supresi, 2) tanda supresi sedang dan
3) tanda supresi berat. Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti
adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan pada jumlah CD$ atau
persentase CD4 yang tergantung usia anak (Betz dan Sowden, 2002).
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujuan terhadap mencegah
dan menangani infeksi oportunistik seperti Kandidiasis dan pneumonia interstisiel. Azidomitidin
( Zidovudin), videks dan Zalcitacin (DDC) adalah obat-obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah
CD4 rendah, Videks dan DDC kurang bermanfaat untuk oenyakit sistem saraf pusat. Trimetoprin
sulfametojsazol (Septra, Bactrim) dan Pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksi
pneumonia cariini setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak,
selain untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV,
sebagai pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin vorus polio yang tidak aktif
(IPV) (Betz dan Sowden, 2002).

1.11 Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan akan
memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang dapat diketahui.
Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV adalah target esensial untuk usaha
mengurangi perilaku resiko, terutama diantara remaja. Untuk dokter spesialis anak, kemampuan
member konsultasi pada pasien dan keluarga secara efektif mengenai praktik seksual dan
penggunaan obat adalah aliran utama usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan
tersedia dari The American Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics yang
dapat membantu dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi yang lebih besar pada
peran ini.
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat dengan
pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus menekan pada uji serologi HIV
bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini penting karena uji coba pengobatan mutakhir
menunjukkan bahwa protocol pengobatan bayi menggunakan obat yang sama selama beberapa
minggu secara signifikan mengurangi angka transmisi dari ibu ke bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 mengurangi penularan
HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan zidovudin (100 mg lima kali/24 jam) pada
wanita HIV-1 dalam 14 minggu kehamilan sampai kelahiran dan persalinan dan selama 6 minggu
pada neonatus (180 mg/m2 secara oral setiap jam) mengurangi penularan pada 26% resipien
palasebo sampai 8% pada resipien zidovudin, suatu perbedaan yang sangat bermakna. Pelayanan
kesehatan A.S. telah menghasilkan pedoman untuk penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-
1 positif untuk mencegah penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif, hamil dengan
masa kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4 + 200/mm atau lebih besar, dan
sekarang tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan menggunakan zidovudin. Zidovudin
intravena (dosis beban 1 jam 2 mg/kg/jam diikuti dengan infus terus menerus 1 mg/kg/jam sampai
persalinan) dianjurkan selama proses kelahiran. Pada semua keadaan dimana ibu mendapat
zidovudin untuk mencegah penularan HIV-1, bayi harus mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg setiap
6 jam selama usia 6 minggu pertama yang mulai dan8 jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-1 positif
dan tidak mendapatkan zidovudin, zidovudin harus dimulai pada bayi baru lahir sesegera mungkin
sesudah lahir, tidak ada bukti yang mendukung kemajuan obat dalam mencegah infeksi HIV-1
bayi baru lahir sesudah 24 jam. Ibu dan anak diobati dengan zidovudin harus diamati dengan ketak
untuk kejadian-kejadian yang merugikan dan didaftar pada PPP untuk menilai kemungkinan
kejadian yang merugikan jangka lama. Saat ini, hanya anemia ringan reversible yang telah
ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus
mendapatkan prenatal yang tepat, dan wanita hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1.
Penularan seksual. Pencegahan penularan seksual mencakup penghindaran pertukaran
cairan-cairan tubuh. Kondom merupakan bagian integral program yang mengurangi penyakit yang
ditularkan secara seksual. Seks tanpa perlindungan dengan mitra yang lebih tua atau dengan
banyak mitra adalah biasa pada remaja yang terinfeksi HIV-1.
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN HIV-AIDS

2.1 Pengkajian
1. Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif sekunder
akibat kardiomiopati karena HIV.
d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas pendek
waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang,
enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan
perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada
mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering,
pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.
j. Pengkajain Renal
k. Pengkajaian Muskuloskeletal
l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m. Pengkajian Hematologik
n. Pengkajian Endokrin

4. Kaji status nutrisi


a. Kaji adanya infeksi oportunistik
b. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

2.2 Dapatkan riwayat imunisasi


⮚Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anak-anak: exposure
in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah, khususnya anak dengan
hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi.
⮚ Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegali
⮚Infeksi bakteri berulang
⮚Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter interstisial limfositik,
dan hyperplasia limfoid paru).
⮚Diare kronis
⮚ Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai sebelumnya,
kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal
⮚Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.

2.3 Diagnosa Keperawatan


Menurut Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak dengan
HIV antara lain:
1) Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder terhadap
hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2) Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi
antigen dan antibody (Proses inflamasi)
3) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan
pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
4) Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus sekunder proses
inflamasi system pencernaan
5) Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers zoster
sekunder proses inflamasi system integumen
6) Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya organisme
infeksius dan imobilisasi
7) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare,
kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
8) Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan pembatasan fisik, hospitalisasi, stigma sosial
terhadap HIV
9) Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK sekunder proses penyakit (misal: ensefalopati,
pengobatan).
10) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit yang
mengancam hidup.

2.4 Intervensi Keperawatan


Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi diagnosa
keperawatan pada anak yang menderita HIV antara lain

(Rencana Keperawatan Terlampir)

Menurut Betz dan Sowden (2002) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh seorang
perawat terhadap anak dan ibu yang sudah menderita infeksi HIV antara lain :
1. Lindungi bayi, anak atau remaja dari kontak infeksius, meskipun kontak biasa dari orang ke orang
tidak menularkan HIV
2. Cegah penularan infeksi HIV dengan membersihkan bekas darah atau cairan tubuh lain dengan
larutan khusus, pakai sarung tangan lateks bila akan terpajan darah atau cairan tubuh, pakai masker
dengan pelindung mata jika ada kemungkinan terdapat aerosolisasi atau terkena percikan darah
atau cairan tubuh, cuci tangan setelah terpajan darah atau cairan tubuh dan sesudah lepasa sarung
tangan, sampah-sampah yang terrkontaminasi darah dimasukkan ke dalam kantong plastik limbah
khusus.
3. Lindungi anak dari kontak infeksius bila tingkat kekebalan anak rendah dengan cara lakukan
skrining infeksi, tempatkan anak bersama anak yang non infeksi dan batasi pengunjung dengan
penyakit infeksi.
4. Kaji pencapaian perkembangan anak sesuai usia dan pantau pertumbuhan (tinggi badan, berat
badan, lingkar kepala
5. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat kepatuhan terhadap
perencanaan pengobatan
6. Ajarkan pada anak dan keluarga untuk menghubungi tim kesehatan bila terdapat tanda-tanda dan
gejala infeksi, ajarkan pada anak dan keluarga memberitahu dokter tentang adanya efek samping
7. Ajarkan pada anak dan keluarga tentang penjadualan pemeriksaan tindak lanjut : nama dan nomor
telepon dokter serta anggota tim kesehatan lain yang sesuai, tanggal dan waktu serta tujuan
kunjungan pemeriksaan tindak lanjut

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada ibu dan anak yang belum terinfeksi HIV antara
lain :
1. Ibu jangan melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan tanpa kondom
2. Gunakan jarum suntik steril, dan tidak menggunakan jarum suntik secara bersama secara
bergantian atau tercemar darah mengandung HIV.
3. Tranfusi darah melalui proses pemeriksaan terhadap HIV terlebih dahulu.
4. Untuk Ibu HIV positif kepada bayinya saat hamil, proses melahirkan spontan/normal sebaiknya
tidak menyusui bayi dengan ASInya
5. HIV tidak menular melalui : bersentuhan, bersalaman dan berpelukan (kontak sosial), berciuman
(melalui air liur), keringat, batuk dan bersin, berbagi makanan atau menggunakan peralatan makan
bersama, gigitan nyamuk atau serangga lain, berenang bersama, dan memakai toilet bersama
sehingga tidak perlu takut dan khawatir tertular HIV.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN HIV-AIDS

3.1 PENGKAJIAN
I. Identitas Klien :
Nama/nama panggilan : An. A.
Tempat tanggal lahir/usia : Poasia, 27 Mei 2005/ 6 bulan 8 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14
Tanggal masuk : 18 Mei 2011
Tanggal pengkajian : 19 Mei 2011
Diagnosa Medik : HIV-AIDS
II. Identitas Orang Tua
1. Ayah
a. N a m a : Tn. T.L.
b. U m u r : 27 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Buruh Pabrik
e. A g a m a : Islam
f. Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14
2. Ibu
a. N a m a : Ny. R
b. U s i a : 25 tahun
c. Pendidikan : SMP
d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
e. A g a m a : Islam
f. Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14

3. Identitas Saudara Kandung


No. N a m a Usia Hubungan Status Kesehatan
1. - - - -

III. Keluhan Utama


Orangtua klien mengeluhkan bayinya mengalami diare disertai dengan
demam.

IV. Riwayat Kesehatan.


1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Diare dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Mula-mula intensitas BAB kurang, dan sejak 2 hari yang
lalu diare semakin parah diserta dengan demam, terdapat bercak-bercak terasa gatal pada kulit,
diare diikuti dengan batuk, sesak dan klien tidak mau menyusu. Dengan alasan tersebut orang tua
klien membawa klien ke RS untuk di periksa.
2. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)

1) Prenatal Care
✔Pemeriksaan kehamilan 3 kali
✔Keluhan selama hamil Ngidam, kadang-kadang demam dan lemas
✔Riwayat terkena sinar tidak ada
✔Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg
✔Imunisasi 2 kali
✔Golongan darah Ibu : lupa /golongan darah ayah : A

2) N a t a l
✔Tempat melahirkan di Puskesmas oleh bidan
✔Lama dan jenis persalinan : Spontan/normal
✔Penolong persalinan Dokter Kebidanan
✔ Tidak ada komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit perdarahan daerah
vagina).

3) Post Natal
✔Kondisi Bayi : BB lahir 2 kg, PB 45 cm
✔Pada saat lahir kondisi anak baik
✔(untuk semua usia)
⮚Penyakit yang pernah dialami demam setelah imunisasi
⮚Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada
⮚Imunisasi belum lengkap
⮚Alergi belum nampak
⮚Perkembangan anak dibanding saudara-saudara : Anak pertama

VI. Riwayat Kesehatan Keluarga


Anggota keluarga : Ibu klien positif HIV
VII. Genogram

Keterangan :
Perempuan -------- = Serumah

Laki-laki = Meninggal

Klien = Garis keturunan

· Penjelasan :
· Generasi I = Kakek dan nenek klien meninggal bukan karena penyakit yang sama dengan klien
· Generasi II = Saudara laki-laki dari bapak klien meninggal karena kecelakaan tidak ada riwayat
penyakit yang sama dengan klien
· Generasi III = Klien anak pertama. Belum mempunyai saudara, klien saat ini di rasawat di RS
dengan diangnosa postif HIV.

VI. Riwayat Imunisasi


Waktu Reaksi setelah
No. Jenis Imunisasi Pemberian pemberian
1. BCG 1 bulan Demam
2. DPT Lupa Demam
3. Polio - -
4. Campak - -
5. Hepatitis lupa lupa

VII. Riwayat Tumbuh Kembang


a. Pertumbuhan Fisik
1. Berat Badan : BB lahir 2 kg, BB masuk RS : 5 kg.
2. Tinggi Badan : PB lahir 45 cm, PB masuk RS : 50 Cm
3. Waktu tumbuh gigi pertama : belum
b. Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat :
1. Berguling : 5 bulan
2. Duduk : belum
3. Merangkak : belum
4. Berdiri : belum
5. Berjalan : belum
6. Senyum kepada orang lain pertama kali : lupa
7. Bicara pertama kali : belum
8. Berpakaian tanpa bantuan : masih di bantu ibunya
secara penuh
VIII. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
1. Pertama kali di susui : satu jam setelah lahir
2. Cara Pemberian : Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
3. Lama Pemberin : 15-20 manit
4. Diberikan sampai usia : sampai saat ini

b. Pemberian Susu Formula : SGM


Tidak pernah diberikan susu formula hanya ASI
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini :
Us i a Jenis Nutrisi Lama Pemberian
1. 0 - saat ini Asi Masih berlangsung saat ini

IX. Riwayat Psiko Sosial


✔Anak tinggal di rumah sendiri
✔Lingkungan berada di tepi kota
✔Rumah tidak ada fasilitas lengkap
✔ Di Rumah tidak ada tangga yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, anak bebas
bermain di luar dengan teman-temannya
✔Hubungan antar anggota kelurga baik
✔Pengasuh anak adalah orang tua

X. Riwayat spiritual
1. Anggota Keluarga tidak taat melaksanakan ibadah
2. Kegiatan keagamaan : jarang mengikuti kegiatan keagamaan

XI. Reaksi Hospitalisasi


a. Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
1. Orang tua membawa anaknya ke RS karena khawatir dan cemas tentang keadaan anaknya yang
demam terus
2. Dokter menceritakan sebagaian kecil kondisi anaknya dan kelihatannya orang tua belum
mengerti hal ini dibuktikan dengan ekspresi wajah orang tua dan pertanyaan yang timbul sekitar
keadaan anaknya
3. Orang tua saat masuk di RS sangat merasa khwatir dengan keadaan anaknya dan selalu
menanyakan kondisi anaknya
4. Orang tua selalu menjaga anaknya bergantian antara ayah, ibu dan dan keluarga yang lain.
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
1. Anak belum mampu berbicara

XII. Aktivitas Sehari-hari


a. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat sakit
1. Keinginan Menyusu Baik Kurang
2. Frekwensi Menyusui 7 kali Tidak pernah

b. Cairan
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jenis minuman ASI Tidak ada
2. Frekwensi minum Setiap kali haus Sering
3. Kebutuhan cairan Tidak diketahui Tergantung
4. Cara pemberian ASI Infuse

c. Eliminasi (BAB & BAK)


Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Tempat pembuangan Kain sarung Popok
2. Frekwensi/waktu
BAK= sering BAB BAK = sering,
3. Konsistensi = 2 x sehari BAB = 4-6x sehari
4. Kesulitan Sering encer Encer
5. Obat pencahar Tidak ada Tidak ada
Tidak pernah
digunakan
d. Istirahat/Tidur
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jam tidur
- Siang 12.00 – 14.00 Jam 14.00-15.00
- Malam Jam 20.00- 06.00 Jam 21.00-7.30
2. Pola tidur Tidur dilaksanakan Tidur
pada siang dan malam dilaksanakan pada
3. Kebiasaan sebelum tidur hari siang dan malam
4. Kesulitan tidur Menyusu hari
Menyusu
Gelisah
Sering terbangun
karena popoknya
basah oleh feses.

e. Olahraga
Tidak dikaji
f. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Mandi
- Cara Dikerjakan oleh Tidak pernah
orang tua mandi hanya dilap
- frekwensi badan
- alat mandi 2 x sehari 1 x sehari/melap
2. Cuci rambut Sabun badan
- frekwensi Kadang-kadang Pake air hangat
- Cara Tidak menentu belum pernah
3. Gunting kuku dilakukan
- frekwensi Dikerjakan oleh
orang tua
- Cara
Setiap kali kuku belum pernah
4. Gosok gigi
terlihat panjang dilakukan
Di kerjakan oleh
- Frekwensi
orang tua
- Cara

Setiap kali mandi Belum pernah


Dikerjakan oleh dilakukan
orang tua

g. Aktifitas/mobilitas fisik
Tidak dikaji
h. Rekreasi
Tidak dikaji

3.2 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum klien : Lemah, gelisah dan batuk sesak
✔Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak bermain.
✔Berpakaian bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.

b. Tanda-tanda vital:
✔Suhu : 38,5 º C
✔Nadi : 120x/m
✔Pernafasan : 28x / m
✔TD : 95/60 mmHg
c. Antropometri
✔- Panjang badan : 50 cm
✔- Berat badan : 5 kg
✔- Lingkaran lengan atas : tidak dikaji
✔- lingkaran kepala : tidak dikaji
✔- lingkaran dada : tidak di kaji
✔- Lingkaran perut : tidak dikaji
✔- Skin fold : tidak dikaj

d. Head To Toe
⮚Kulit :
Pucat dan turgo kulit jelek dipenuhi dengan bercak-bercak dan gatal
⮚Kepal dan leher :
I: Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak ada
Peradangan.
P: Normal, tidak ada benjolan dikepala
P: -
A: -
⮚Kuku : Jari tabuh
⮚Mata / penglihatan :
Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
⮚Hidung :
Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip, dan fxungsi penciuman normal
⮚Telinga :
Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan
⮚Mulut dan gigi
Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan perdarahan pada gigi
,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien nampak kering dan bibir pecah-pecah
⮚Leher: Terjadi peradangan pada eksofagus.
⮚Dada :
I : Dada terlihat normal, Tidak ada kelainan gerakan dada
P: Terdapat nyeri tekan pada epigastrium, Tidak nampak adanya pembesaran hati
P: nada sonor
A: Tidak terdengar adanya bunyi nafas tambahan
Tidak ada retraksi dinding dada (+).
⮚Abdomen :
I : Nampak normal, simetris kiri kanan
P: Turgor jelek ,tidak ada massa, terdapat nyeri tekan pada bagian
kanan bawah
P : Bunyi timpany (+). Kembung (-)
A: terdengar bunyi peningkatan peristaltic/ bising usus dan tidak ada krepitasi abdomen.
⮚Perineum dan genitalia
Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
⮚ Ekstremitas : klien tidak mampu mengerakkan extremitas atas dan extremitas bawah tonus otot
lemah akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit
I: Bentuk kaki simetris, tidak terdapat gejala / tanda oedema. Jumlah
jari lengkap.terdapat keterbatasan gerak ekstremitas bawah
P: Akral hangat, terdapat keterbatasan gerak ekstremitas atas.
P: reflek tendon kurang
A: -

o Skala kekuatan otot 3 3


3 3
e. Sistem Pernafasan
✔Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
✔Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub mandibula.
✔D a d a :
o Bentuk dada : Normal
o Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal : 1 : 1
o Gerakan dada : simetris, tidak terdapat retraksi
o
Wh
Rh

Suara nafas : ronki

o Suara nafas tambahan : ronki


o Tidak ada clubbling finger

f. Sistem kardiovaskuler :
✔ Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler , tekanan vena
jugularis : tidak meninggi
✔Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran
✔Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
✔Capillary refilling time > 2 detik

g. Sistem pencernaan:
✔Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
✔ Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya virus yang menyerang
usus
✔Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal,
✔Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
h. Sistem indra
1. Mata : agak cekung
2. Hidung : Penciuman kurang baik,
3. Telinga
o Keadaan daun telinga : kanal auditorius kurang bersih akibat benyebaran penyakit
o Fungsi pendengaran kesan baik
i. Sistem Saraf
2. Fungsi serebral:
✔Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua
✔Bicara : -
✔Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak mengikuti perintah) = 6, verbal
(bicara normal) = 5
3. Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I – Nervus XII.
4. Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh orang tua
5. Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
6. Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan kesan normal
7. Refleks : bisip, trisep, patela dan babinski terkesan normal.

j. Sistem Muskulo Skeletal


1. Kepala : Betuk kurang baik, sedikit nyeri
2. Vertebrae: Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien malas
bergerak, aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.
3. Lutut : tidak bengkak, tidak kaku, gerakan aktif, kemampuan jalan baik
4. Tangan tidak bengkak, gerakan dan ROM aktif

k. Sistem integumen
✔ warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,
✔ suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time
memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.

l. Sistem endokrin
✔ Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
✔ Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal,
✔ Tidak ada riwayat diabetes

m. Sistem Perkemihan
✔Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi berkurang.
✔Tidak ditemukan odema
✔Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu
n. Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis dan orificium uretra eksterna merah dan gatal

o. Sistem Imun
✔Klien tidak ada riwayat alergi
✔Imunisasi lengkap
✔Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
✔Riwayat transfusi darah tidak ada

XIII. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan


1. 6 tahun ke atas
a. Perkembangan kognitif : Klien mampu bekerja sama dengan orang lain hal ini dibuktikan dengan
klien sering bermain bola bersama teman-temannya waktu sebelum sakit.
b. Perkembangan motorik : klien mampu menggunakan sepeda dengan sendirinya

XIV. Terapi Saat ini :


✔Infus RL 20 tts/m
✔ Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin poliovirus
(OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV)
Keperawatan :
✔ Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan
terjadi infeksi
✔Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
✔ Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu
azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus,
sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
✔Mengatasi dampak psikososial
✔ Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang
dilakukan oleh tenaga medis
✔Hasil Laboratorium tanggal 28 Maret 2011: Tidak dikaji
XV. Klasifikasi Data
Data Subjektif
✔Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
✔Keluarga klien mangatakan anaknya demam terus-menerus
✔Keluarga klien mengatakan muncul bercak-bercak di tubuh anaknya
✔Keluarga klien mengatakan, klien tidak mau makan/malas makan
✔Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan akibat luka-luka pada mulutnya
✔Keluarga klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
✔Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu anaknya di bawa
ke RS.

Data Objektif
✔Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
✔Klien nampak teraba panas dengan suhu 39 0C, Nadi : 120x/m, P : 28x /m dan TD : 95/60 mmHg
✔Nampak terlihat bercak-bercak dan klien selalu menangis menggaruk badannya yang gatal.
✔Klien nampak cengeng bila ingin disusui, berat badan klien turun dari 5 kg menjdi 4 kg.
✔Klien nampak selalu mengeluh ingin BAB dan diRS terhitung 4-5/hari
✔Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
✔Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.

XVI. Analisa Data
No Data Etilogi Masalah
1 DS : Bersihan jalan
o Ibu klien mengatakan nafas tidak efektif
Kandidiasis
anaknya batuk-batuk dan
sesak
DO :
Menginfeksi
bronkus
o Klien selama di RS nampak
batuk terus dan gelisah Aktivitas bronkus
nampak sesak sesak berkurang
o Tanda-tanda vital:
✔Suhu : 38,5 º C
✔Nadi : 120x/m
✔Pernafasan : 28x / m
Penumpukan sekret
✔TD : 95/60 mmHg

Batuk inefektif
2 DS : Hipertermi
o Ibu klien mangatakan Kuman
anaknya demam terus- mengeluarkan
menerus endotoksin
DO :
o Klien nampak teraba panas
dengan suhu 38,5 Merangsang
0
C, Nadi : 120x/m, pengeluaran zat

P : 28x / m dn TD : 95/60 pirogen oleh

mmHg leukosit pada


jaringan yg
meradang

Melepas zat IL-1,

prostaglandin E2
(pirogen leukosi &
pirogen endokrin
Mencapai
hipotalamus (set
point)
3 DS : Perubahan nutrisi
kandidiasis
o ibu klien mengatakan, klien kurang dari
tidak mau makan/malas kebutuhan tubuh
makan
Lesi oral
o Ibu klien mengatakan
anaknya susah menelan
akibat luka-luka pada
mulutnya
Ketidakmampuan
DO :
menyusu
o Klien nampak cengeng bila
inbin diberi makan dan
porsi makannya tidak
habis serta BB turun
menjadi 20 kg dari Perubahan indra

25kg.Inter pengecap

Menurunkan
keinginan menyusu
5 DS : Kerusakan
Timbul jamur dan
o Ibu klien mengatakan integritas kulit
bintik-bintik
muncul bercak-bercak di
tubuh anaknya
DO :
Lesi kulit
o Nampak terlihat bercak-
bercak dan klien selalu
menangis menggaruk
badannya yang gatal
Dermatitis
6 DS : Cemas
o Keluarga klien mengatakan
AIDS
sangat khawatir dengan
kondisi anaknya, maka
dari itu anaknya di bawa
Gelisah
ke RS.
DO :
o Keluarga klien nampak
gelisah dan selalu
menanyakan kondisi Merasa ketakutan
anaknya. akan penyakit
anaknya

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi
antigen dan antibody
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare,
kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers zoster
sekunder proses inflamasi system integument
5. Kecemas berhubungan dengan perubahan kesehatan yang diderita klien
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan
pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.
(Carolyn, M.H.1996:601)
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan imunologis
normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak sering mendahului gejala-
gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor
unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8
memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada
awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang diagnostic. Gejala
HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian definisi
mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati
generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak
bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
.
4.2 Saran
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan disamping pengarahan dan bimbingan
yang senantiasa diberikan sehingga keberhasilan dalam tugas dapat dicapai

DAFTAR PUSTAKA

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B.
Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby
Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC,
Jakarta

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai