Anda di halaman 1dari 4

Firah Alifiah Ningrum

18201244003

PBSI C 2018

Sajak sebatang lisong

Menghisap sebatang lisong


melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka

Pada bait pertama tepatnya pada baris “menghisap sebatang lisong” terdapat
majas metonimi menjelaskan tentang para pejabat yang sedang menghisap
tembakau sambil memperhatikan Indonesia dengan 130 juta rakyat “dilangit” di
artikan sebagai penguasa. Pada larik selanjutnya dua “tiga cukong
mengangkang,berak di atas kepala mereka” mengartikan bahwa pemerintah yang
merendahkan bawahannya

Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.

Paada bait kedua dapat diartikan dalam suasana pagi hari namun terlihat
banyak para generasi muda yang tidak memperoleh keadilan dalam hal
pendidikan

Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.

Lalu pada bait ketiga dapat diartikan sang penulis memiliki pertanyaan yang
menjadi kebingungannya namun pertanyaan-pertanyaan itu terhalang oleh
penguasa sedangkan para pendidik seperti tidak peduli dengan masalah realita
kehidupan

Delapan juta kanak-kanak


menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.

Bait ke empat dapat diartikan anak-anak atauu generasi Indonesia yang akan
menghadapi masa depan yang sulit. Larik ketiga diatikan tidak adanya kebebasan,
selanjutnya tidak adanya pertolongan dan masukan pendapat sehingga ppada larik
terakhir diartikan tanpa adanya masa depan yang jelas
…………………

Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.

Pada bait ke lima terdapat hiperboola pada baris “aku melihat sarjana-
sarjana menganggur berpeluh di jalan raya” Dapat dianalisis bahwa udara yang
dihirup pada masa itu sudah tercemar dan kenyataan yang diterima para sarjana
untuk mencari pekerjaan pada masa itu sangatlah sulit bahkan seorang ibu yang
hamilpun tidak luput dari susahnya menncari kehidupan pada masa itu.Apabila
dikaitkan dengan teori sosiologi maka pada bait kelima ini terfokuskan pada teori
kemiskinan yakni kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang
tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengantaraf kehidupan kelompok
dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam
kelompok tersebut ( Soekanto, 322: 2013 )

Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas,


bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

pada bait ke enam terdapat diksi teknokrat dapat diartiakan para petinggi
atau para penguasa yang cendekia. Kemudian pada baris selanjutnya “bahwa
bangsa kita adalah malas” yang dapat diartikan menyalahkan rakyat atas
kemalasan sehingga perlu dibangun namun tidak melihat realita atau penyebab
dari hal-hal tersebut

Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.

Larik pertamamenggunakan diksi gunung-gunung makna kekayaan yang


semakin menjadi, larik kedua langit pesta warna di dalam senjakala bermakna
pemegang tahta bersenang-senang di atas penderitaan, larik ketiga dan aku
melihat bermakna didalam masyarakat aku melihat, larik keempat protes-protes
yang terpendam bermakna angan-angan terbengkalai, larik kelima terhimpit di
bawah tilam bermakna tertanam di bawah kasur. Pada bait ketujuh jika dianalisis
menggunakan pendekatan sosiologi atau teori kemasyarakatan maka para
pemimpin dapat merasakan, meraut hasil, dan bersenang-senang padahal
masyarakat sedang mengalami kekacauan yang luarbiasa seperti kelaparan
sedangkan masyarakat tidak bisa melakukan sesuatu hal apapun mereka hanya
mampu memendam perasaan yang ada.

Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.

Pada bait ke tujuh terdapat repetisi dari pertanyaan retoris namun


pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh penulis tidak kunjung
mendapatkan jawaban. Yang didengar hanya kata-kata manis sedangkan
pertanyaannya tidak kunjung didengarkan. Selain itu ketidak adilan sedang
berlangsung, generasi muda tanpa pendidikan hanya duduk melihat kesuksesan
orang-orang kaya dan para penguasa

Bunga-bunga bangsa tahun depan


berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.
pada bait ke delapan

dari bait kesembilan ini terdapat personifikasi pada “bunga-bunga” dapat


kita artikan pada larik pertama yang berbunyi bunga-bunga bangsa tahun depan
bermakna generasi yang akan datang, larik kedua berkunang-kunang pandang
matanya bermakna tidak memiliki pandangan yang jelas, larik ketiga dibawah
iklan berlampu neon bermakna dikehidupan yang suram, larik keempat berjuta-
juta harapan ibu dan bapak yang bermakna berbagai harapan orang tua, larik
kelima menjadi gemalau suara yang kacau bermakna pupus, larik keenam menjadi
karang di bawah samodra bermakna terhempas ke angan-angan. Dari kumpulan
arti perlarik dapat kita analisi menggunakan teori sosiologi masalah sosial yaitu
pada masa itu generasi muda yang menjadi harapan keluarganya dikehidupan
yang suram itu sirna dan terhempas kembali keangan-angan kedua orang tuanya.

Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.


Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.

Pada bait ke sepuluh dapat diartikan kita seharusnya memiliki jati diri yang
di gali oleh bangsa sendiri tanpa bergantung pada oranglain, pada larik kedua
menjelaskan para pemimpin boleh memberikan cara untuk jalan keluar namun
kita sendirilah yang harus menemukan jalan keluar itu sendiri. Dan peka terhadap
persoalan yang menimpa negeri ini.

Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.

Pada bait kesebelas dapat diartikan inilah ungkapan atau kegelisahan dari
penulis pada masa kekacauan. Dan seni tidak memiliki arti jika terpisah dari
masalah kehidupan begitu pula pola pikir penulis mengkritik para seniman dan
para cendekiawan yang menutup mata oleh kejadian pada saat itu

19 Agustus 1977
ITB Bandung

Anda mungkin juga menyukai