0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
2 tayangan7 halaman
Puisi ini menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia pada bulan Mei 1998 yang sedang dilanda krisis ekonomi dan politik. Penyair menggunakan bahasa yang emosional untuk menyampaikan kemarahan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru yang dianggap telah mengkhianati kepercayaan rakyat dan tidak memegang teguh hukum dan keadilan.
Puisi ini menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia pada bulan Mei 1998 yang sedang dilanda krisis ekonomi dan politik. Penyair menggunakan bahasa yang emosional untuk menyampaikan kemarahan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru yang dianggap telah mengkhianati kepercayaan rakyat dan tidak memegang teguh hukum dan keadilan.
Puisi ini menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia pada bulan Mei 1998 yang sedang dilanda krisis ekonomi dan politik. Penyair menggunakan bahasa yang emosional untuk menyampaikan kemarahan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru yang dianggap telah mengkhianati kepercayaan rakyat dan tidak memegang teguh hukum dan keadilan.
Untuk mengapresiasi puisi ini, jawablah pertanyaan berikut:
1. ‘aku’ dalam puisi itu, apakah perempuan atau laki-laki ?
2. Apa yang isi (yang dimaksud) dalam bait pertama ? 3. Apa yang dimaksud dalam bait kedua ? 4. Apa yang dimaksud dalam bait akhir ? 5. Apa hubungan judul dengan (isi) bait pertama ? 6. Apakah secara makna memiliki hubungan antara judul dengan bait-bait selanjutnya ? Jika ada hubungannya, coba jelaskan. 7. Bagaimana pendapatmu tentang puisi itu ? Rendra
SAJAK BULAN MEI 1998 DI INDONESIA
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal Amarah merajalela tanpa alamat Ketakutan muncul dari sampah kehidupan Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah
O, jaman edan !
O, malam kelam pikiran insan !
Koyak-moyak sudah keteduhan tanda kepercayaan.
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan !
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja
Dari sejak jaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari keinginan para politisi, raja-raja, dan tentara.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur ! Berhentilah mencari Ratu Adil ! Ratu Adil itu tidak ada. Ratu Adil itu tipu daya ! Apa yang harus kita tegakkan bersama adalah hukum Adil. Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara. Bau anyir darah yang kini memenuhi udara menjadi saksi berkata: Apabila pemerintah sudah menjarah Daulah Rakyat, apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa, maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa, lalu menjadi penjarah di pasar jalan raya.
Wahai, penguasa dunia yang fana !
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta ! Apakah masih buta dan tuli di dalam hati ? Apakah masih akan menipu diri sendiri ? Apabila saran akal sehat kamu remehkan berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap yang akan muncul dari sudut-sudut gelap telah kamu butakan !
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi.
Air mata mengalir dari sajakku ini.
Jakarta, 17 Mei 1998
Tugas:
1. Cari/telusuri peristiwa bulan Mei 1998
Jawaban: Pada tanggal 13 mei hingga 15 mei 1998, terjadi kerusuhan di jakarta yang dikenal dengan kerusuhan mei 1998. penyebab pertama yang memicu terjadinya kerusuhan mei 1998 adalah krisis finansial asia yang terjadi sejak tahun 1997. 2. Selanjutnya apresiasilah dengan cara menjawab pertanyaan seperti pada puisi Rindu Jawaban: 1. “aku” dalam bait pertama adalah wujud perwakilan warga indonesia 2. Pada bait pertama, penyair mengawali puisinya dengan lirik /Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja/, pada lirik ini penyair menggunakan kata kiasan /bulan gelap raja-raja/ yang sebenarnya ditujukan kepada pemerintahan orde baru. Pada bulan gelap raja-raja inilah terjadi pergolakan di masyarakat, dimana korban-korban berjatuhan dan rasa amarah telah mendominasi hati dan pikiran manusia. Pada lirik kedua /Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan/ mewakili para demonstran yang menginginkan Soeharto untuk lengser dari jabatan presiden. Pada bait pertama ini pula, Penyair melukiskan bahwa para demonstran tidak tahu harus kemana lagi mereka akan meluapkan segala aspirasinya jika pemerintahan yang seharusnya menjadi tempat mengadu pun sedang mengalami masalah besar. /Amarah merajalela tanpa alamat/ menggambarkan kebingungan masyarakat yang tengah kacau. Pada lirik / Kelakuan muncul dari sampah kehidupan/ dan /Pikiran kusut membentur simpul- simpul sejarah/ semakin mempertegas mengenai keadaan masyarakat saat itu yang tengah berada di ambang batas kesabaran. Mereka telah sampai pada kebuntuan dan menginginkan adanya perubahan untuk membenahi seluruh tatanan yang ada, baik di pemerintahan maupun di dalam masyarakat itu sendiri. 3. Pada bait kedua ini, penyair cenderung menggunakan kata-kata yang sedikit kasar, namun agaknya dia ingin menggambarkan keadaan yang sebenarnya pada saat itu. Betapa kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat kepada pemerintahan orde baru, ternyata hanya dijadikan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Mereka justru mengabaikan rakyat, dan mengkhianati dengan melakukan hal-hal yang tidak terpuji, seperti seakan tidak memegang kembali peraturan perundang-undangan, serta hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Bahkan pada lirik /Kitab undang- undang tergeletak di selokan/, penyair seakan mengatakan bahwa pada pemerintahan orde baru, hukum di Indonesia saat itu memang tidak diperhitungkan, yang ada hanya pemerintah yang berkuasa. 4. Pada bait terakhir, penyair mengungkapkan bagaimana perasaannya pada saat tragedi bulan Mei 1998 melalui lirik terakhirnya /Air mata mengalir dari sajakku ini./ bahwa ia sangat merasa sangat bersedih ketika menghadapi situasi dimana masyarakat tidak lagi percaya kepada pemerintah. Karena memang pemerintah pada saat itu, tidak bisa dipercaya. 5. Bulan terjadinya tragedi dan awal tragedi bermula. Puisi ini dibuat di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1998 dan dibacakan Rendra di DPR pada tanggal 18 Mei 1998. Puisi yang bertemakan tentang protes kepada pemerintah ini tidak seperti puisi pada umumnya yang terikat dengan berbagai aturan. Dalam puisi ini Rendra menggunakan bahasa seperti berbicara langsung dengan kata kiasan sebagai pemanis, tanpa sedikitpun mengurangi makna yang ingin disampaikan. 6. Pada bait pertama di atas, penyair mengawali puisinya dengan larik /Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja/, pada larik ini Rendra menggunakan kata kiasan /bulan gelap raja-raja/ yang sebenarnya ditujukan kepada pemerintahan orde baru. Pada bulan gelap raja-raja inilah terjadi pergolakan di masyarakat, dimana korban-korban berjatuhan dan rasa amarah telah mendominasi hati dan pikiran manusia. Pada larik kedua /Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan/ mewakili para demonstran yang menginginkan Soeharto untuk lengser dari jabatan presiden. Pada bait pertama ini pula, Rendra melukiskan bahwa para demonstran tidak tahu harus kemana lagi mereka akan meluapkan segala aspirasinya jika pemerintahan yang seharusnya menjadi tempat mengadu pun sedang mengalami masalah besar. /Amarah merajalela tanpa alamat/ menggambarkan kebingungan masyarakat yang tengah kacau. Pada larik / Kelakuan muncul dari sampah kehidupan/ dan /Pikiran kusut membentur simpul- simpul sejarah/ semakin mempertegas mengenai keadaan masyarakat saat itu yang tengah berada di ambang batas kesabaran. Mereka telah sampai pada kebuntuan dan menginginkan adanya perubahan untuk membenahi seluruh tatanan yang ada, baik di pemerintahan maupun di dalam masyarakat itu sendiri. Pada bait kedua, O, zaman edan! O, malam kelam pikiran insan! Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan Kitab undang-undang tergeletak di selokan Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan Pada bait ini, Rendra cenderung menggunakan kata-kata yang sedikit kasar, namun agaknya dia ingin menggambarkan keadaan yang sebenarnya pada saat itu. Betapa kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat kepada pemerintahan orde baru, ternyata hanya dijadikan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Mereka justru mengabaikan rakyat, dan mengkhianati dengan melakukan hal-hal yang tidak terpuji, seperti seakan tidak memegang kembali peraturan perundang-undangan, serta hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Bahkan pada larik /Kitab undang-undang tergeletak di selokan/, Rendra seakan mengatakan bahwa pada pemerintahan orde baru, hukum di Indonesia saat itu memang tidak diperhitungkan, yang ada hanya pemerintah yang berkuasa. Pada bait ketiga, O, tatawarna fatamorgana kekuasaan! O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja! Dari sejak zaman Ibrahim dan Musa Allah selalu mengingatkan bahwa hukum harus lebih tinggi dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara Pada bait ini, larik /O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!/ menggambarkan bahwa kekuasaan itu seperti candu yang telah menjermuskan banyak orang demi mendapatkannya, terlena oleh nikmatnya yang sementara. Rendra mengemukakan bahwa untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada penguasa adalah dengan tidak berpihak atas hukum, /bahwa hukum harus lebih tinggi dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara/. Kata mahkota pada larik /O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!/ menjadi symbol kekuasaan dan raja-raja sebagai pemegang kekuasaannya haruslah atas nama keadilan Tuhan. Pada bait keempat, O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan! O, rasa putus asa yang terbentur sangkur! Berhentilah mencari Ratu Adil! Ratu Adil itu tidak ada. Ratu Adil itu tipu daya! Apa yang harus kita tegakkan bersama adalah Hukum Adil Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara Pada bait ini, Rendra berkali-kali menggunakan kata Ratu Adil yang merupakan symbol keadilan yang juga tidak memihak. Pada larik /O, rasa putus asa yang terbentur sangkur!/, adalah ungkapan yang menggambarkan kondisi putus asa masyarakat dalam memperjuangkan keadilan yang merata. Pada masa orde baru, perjuangan masyarakat selalu mendapat tindakan kekerasan dan perilaku represif aparatur negara, yang seharusnya menjadi pelindung rakyat. Masyarakat kebingungan melihat fakta bahwa negara yang sedang carut-marut itu tidak diketahui ulah siapa dan mereka pun ketakutan karena pada saat itu banyak wanita Tionghoa yang diperkosa, gedung-gedung dibakar massa. Kerusuhan pada bulan Mei saat itu juga berhubungan dengan Tragedi Trisakti yang menewaskan puluhan mahasiswa yang sedang berdemo. Di bait ini, Rendra menegaskan bahwa yang seharusnya ditegakkan bersama adalah Hukum Adil, yang merupakan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada bait kelima, Bau anyir darah yang kini memenuhi udara menjadi saksi yang akan berkata: Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya Pada bait ini, Rendra menggambarkan situasi pada bulan Mei 1998, di mana pada saat itu disinyalir bahwa ada sekelompok petugas (anggota militer) yang memang ditugasi untuk menghasut rakyat agar menjarah pertokoan, atau melakukan hal-hal yang anarkis. Pada saat itu pula, pemerintahan orde baru yang sedang berkuasa selalu berusaha untuk menumbangkan siapapun dan dengan cara apapun yang berusaha untuk menggulingkan kekuasaannya. Pada larik /apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan/ Rendra menggambarkan para aparat keamanan yang seharusnya membela rakyat namun ternyata mereka adalah kaki tangan para penguasa. Pada bait keenam, Wahai, penguasa dunia yang fana! Wahai, jiwa yang tertmenung sihir tahta! Apakah masih buta dan tuli di dalam hati? Apakah masih akan menipu diri sendiri? Apabila saran akal sehat kamu remehkan berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap yang akan muncul dari sudut-sudut gelap telah kamu bukakan! Pada bait ini, Rendra seolah mengingatkan kepada para penguasa tentang perlakuannya yang salah. Ia mengingatkan bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh para penguasa adalah kekuasaan yang hanya sementara. Pada saat Soeharto masih menjadi presiden, ia orang-orang yang mendukungnya selalu berusaha agar kekuasaan mereka akan berlanjut. Pada saat itu, kasus Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) sangat terpampang nyata. Hal inilah yang menyulut kemarahan rakyat. Rendra mengingatkan lewat bait ini, agar para penguasa menyadari akan kesalahan dan terbuka hati nuraninya. Pada bait terakhir, Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi Airmata mengalir dari sajakku ini. Pada akhirnya Rendra mengungkapkan bagaimana perasaannya pada saat tragedi bulan Mei 1998 melalui larik terakhirnya /Airmata mengalir dari sajakku ini./ bahwa ia sangat merasa sangat bersedih ketika menghadapi situasi dimana masyarakat tidak lagi percaya kepada pemerintah. Karena memang pemerintah pada saat itu, tidak bisa dipercaya. 7. Perasaannya tersampaikan sekali, karena sindiran dan perasaan miris terhadap kejadian pada bulan Mei 1998 yang menelan banyak korban ketika peristiwa itu terjadi.