Anda di halaman 1dari 7

Yayat Hendayana

RINDU

Hati adalah gudang kasih

tempat aman untuk menyimpan kenangan

tumbuhkan di sini kembang telang merah jambu

tanamkan hanjuang cinta

perawan manis elok tubuhmu rautan lidi

tumpahkan ke hati telaga

air yang biru riaknya yang merdu

pada burung yang rindu kicaumu

Kunantikan senja berlindung di pangkuan

Angin yang wangi rambutmu sandarkan di dadaku

Saat percakapan memasti susun rencana esok hari

Biarkan kesangsian jauh kita enyahkan

Mei 1964

Untuk mengapresiasi puisi ini, jawablah pertanyaan berikut:

1. ‘aku’ dalam puisi itu, apakah perempuan atau laki-laki ?


2. Apa yang isi (yang dimaksud) dalam bait pertama ?
3. Apa yang dimaksud dalam bait kedua ?
4. Apa yang dimaksud dalam bait akhir ?
5. Apa hubungan judul dengan (isi) bait pertama ?
6. Apakah secara makna memiliki hubungan antara judul dengan bait-bait selanjutnya ? Jika ada
hubungannya, coba jelaskan.
7. Bagaimana pendapatmu tentang puisi itu ?
Rendra

SAJAK BULAN MEI 1998 DI INDONESIA

Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja


Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal
Amarah merajalela tanpa alamat
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan
Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah

O, jaman edan !

O, malam kelam pikiran insan !

Koyak-moyak sudah keteduhan tanda kepercayaan.

Kitab undang-undang tergeletak di selokan

Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan

O, tatawarna fatamorgana kekuasaan !

O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja

Dari sejak jaman Ibrahim dan Musa

Allah selalu mengingatkan

bahwa hukum harus lebih tinggi

dari keinginan para politisi, raja-raja, dan tentara.

O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !


O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !
Berhentilah mencari Ratu Adil !
Ratu Adil itu tidak ada. Ratu Adil itu tipu daya !
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah hukum Adil.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi berkata:
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulah Rakyat,
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa,
lalu menjadi penjarah di pasar jalan raya.

Wahai, penguasa dunia yang fana !


Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta !
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati ?
Apakah masih akan menipu diri sendiri ?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu butakan !

Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi.

Air mata mengalir dari sajakku ini.

Jakarta, 17 Mei 1998

Tugas:

1. Cari/telusuri peristiwa bulan Mei 1998


Jawaban:
Pada tanggal 13 mei hingga 15 mei 1998, terjadi kerusuhan di jakarta yang dikenal dengan
kerusuhan mei 1998. penyebab pertama yang memicu terjadinya kerusuhan mei 1998 adalah
krisis finansial asia yang terjadi sejak tahun 1997.
2. Selanjutnya apresiasilah dengan cara menjawab pertanyaan seperti pada puisi Rindu
Jawaban:
1. “aku” dalam bait pertama adalah wujud perwakilan warga indonesia
2. Pada bait pertama, penyair mengawali puisinya dengan lirik /Aku tulis sajak ini di
bulan gelap raja-raja/, pada lirik ini penyair menggunakan kata kiasan /bulan
gelap raja-raja/ yang sebenarnya ditujukan kepada pemerintahan orde baru.
Pada bulan gelap raja-raja inilah terjadi pergolakan di masyarakat, dimana
korban-korban berjatuhan dan rasa amarah telah mendominasi hati dan pikiran
manusia. Pada lirik kedua /Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal
jalan/ mewakili para demonstran yang menginginkan Soeharto untuk lengser
dari jabatan presiden. Pada bait pertama ini pula, Penyair melukiskan bahwa
para demonstran tidak tahu harus kemana lagi mereka akan meluapkan segala
aspirasinya jika pemerintahan yang seharusnya menjadi tempat mengadu pun
sedang mengalami masalah besar. /Amarah merajalela tanpa alamat/
menggambarkan kebingungan masyarakat yang tengah kacau. Pada lirik /
Kelakuan muncul dari sampah kehidupan/ dan /Pikiran kusut membentur simpul-
simpul sejarah/ semakin mempertegas mengenai keadaan masyarakat saat itu
yang tengah berada di ambang batas kesabaran. Mereka telah sampai pada
kebuntuan dan menginginkan adanya perubahan untuk membenahi seluruh
tatanan yang ada, baik di pemerintahan maupun di dalam masyarakat itu sendiri.
3. Pada bait kedua ini, penyair cenderung menggunakan kata-kata yang sedikit kasar,
namun agaknya dia ingin menggambarkan keadaan yang sebenarnya pada saat itu.
Betapa kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat kepada pemerintahan orde baru,
ternyata hanya dijadikan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Mereka
justru mengabaikan rakyat, dan mengkhianati dengan melakukan hal-hal yang tidak
terpuji, seperti seakan tidak memegang kembali peraturan perundang-undangan, serta
hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Bahkan pada lirik /Kitab undang-
undang tergeletak di selokan/, penyair seakan mengatakan bahwa pada pemerintahan
orde baru, hukum di Indonesia saat itu memang tidak diperhitungkan, yang ada hanya
pemerintah yang berkuasa.
4. Pada bait terakhir, penyair mengungkapkan bagaimana perasaannya pada saat tragedi
bulan Mei 1998 melalui lirik terakhirnya /Air mata mengalir dari sajakku ini./ bahwa ia
sangat merasa sangat bersedih ketika menghadapi situasi dimana masyarakat tidak lagi
percaya kepada pemerintah. Karena memang pemerintah pada saat itu, tidak bisa
dipercaya.
5. Bulan terjadinya tragedi dan awal tragedi bermula. Puisi ini dibuat di Jakarta pada
tanggal 17 Mei 1998 dan dibacakan Rendra di DPR pada tanggal 18 Mei 1998.
Puisi yang bertemakan tentang protes kepada pemerintah ini tidak seperti puisi
pada umumnya yang terikat dengan berbagai aturan. Dalam puisi ini Rendra
menggunakan bahasa seperti berbicara langsung dengan kata kiasan sebagai
pemanis, tanpa sedikitpun mengurangi makna yang ingin disampaikan.
6. Pada bait pertama di atas, penyair mengawali puisinya dengan larik /Aku tulis
sajak ini di bulan gelap raja-raja/, pada larik ini Rendra menggunakan kata
kiasan /bulan gelap raja-raja/ yang sebenarnya ditujukan kepada pemerintahan
orde baru. Pada bulan gelap raja-raja inilah terjadi pergolakan di masyarakat,
dimana korban-korban berjatuhan dan rasa amarah telah mendominasi hati dan
pikiran manusia. Pada larik kedua /Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal
jalan/ mewakili para demonstran yang menginginkan Soeharto untuk lengser
dari jabatan presiden. Pada bait pertama ini pula, Rendra melukiskan bahwa
para demonstran tidak tahu harus kemana lagi mereka akan meluapkan segala
aspirasinya jika pemerintahan yang seharusnya menjadi tempat mengadu pun
sedang mengalami masalah besar. /Amarah merajalela tanpa alamat/
menggambarkan kebingungan masyarakat yang tengah kacau. Pada larik /
Kelakuan muncul dari sampah kehidupan/ dan /Pikiran kusut membentur simpul-
simpul sejarah/ semakin mempertegas mengenai keadaan masyarakat saat itu
yang tengah berada di ambang batas kesabaran. Mereka telah sampai pada
kebuntuan dan menginginkan adanya perubahan untuk membenahi seluruh
tatanan yang ada, baik di pemerintahan maupun di dalam masyarakat itu sendiri.
Pada bait kedua,
O, zaman edan!
O, malam kelam pikiran insan!
Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan
Pada bait ini, Rendra cenderung menggunakan kata-kata yang sedikit kasar,
namun agaknya dia ingin menggambarkan keadaan yang sebenarnya pada saat
itu. Betapa kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat kepada pemerintahan
orde baru, ternyata hanya dijadikan sebagai alat untuk melanggengkan
kekuasaan mereka. Mereka justru mengabaikan rakyat, dan mengkhianati
dengan melakukan hal-hal yang tidak terpuji, seperti seakan tidak memegang
kembali peraturan perundang-undangan, serta hukum yang tumpul ke atas
namun tajam ke bawah. Bahkan pada larik /Kitab undang-undang tergeletak di
selokan/, Rendra seakan mengatakan bahwa pada pemerintahan orde baru,
hukum di Indonesia saat itu memang tidak diperhitungkan, yang ada hanya
pemerintah yang berkuasa.
Pada bait ketiga,
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!
Dari sejak zaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara
Pada bait ini, larik /O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!/ menggambarkan
bahwa kekuasaan itu seperti candu yang telah menjermuskan banyak orang
demi mendapatkannya, terlena oleh nikmatnya yang sementara. Rendra
mengemukakan bahwa untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada
penguasa adalah dengan tidak berpihak atas hukum, /bahwa hukum harus lebih
tinggi dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara/. Kata mahkota pada
larik /O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!/ menjadi symbol kekuasaan dan
raja-raja sebagai pemegang kekuasaannya haruslah atas nama keadilan Tuhan.
Pada bait keempat,
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan!
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur!
Berhentilah mencari Ratu Adil!
Ratu Adil itu tidak ada. Ratu Adil itu tipu daya!
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara
Pada bait ini, Rendra berkali-kali menggunakan kata Ratu Adil yang
merupakan symbol keadilan yang juga tidak memihak. Pada larik /O, rasa putus
asa yang terbentur sangkur!/, adalah ungkapan yang menggambarkan kondisi
putus asa masyarakat dalam memperjuangkan keadilan yang merata. Pada masa
orde baru, perjuangan masyarakat selalu mendapat tindakan kekerasan dan
perilaku represif aparatur negara, yang seharusnya menjadi pelindung rakyat.
Masyarakat kebingungan melihat fakta bahwa negara yang sedang carut-marut
itu tidak diketahui ulah siapa dan mereka pun ketakutan karena pada saat itu
banyak wanita Tionghoa yang diperkosa, gedung-gedung dibakar massa.
Kerusuhan pada bulan Mei saat itu juga berhubungan dengan Tragedi Trisakti
yang menewaskan puluhan mahasiswa yang sedang berdemo. Di bait ini, Rendra
menegaskan bahwa yang seharusnya ditegakkan bersama adalah Hukum Adil,
yang merupakan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada bait kelima,
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata:
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya
Pada bait ini, Rendra menggambarkan situasi pada bulan Mei 1998, di mana
pada saat itu disinyalir bahwa ada sekelompok petugas (anggota militer) yang
memang ditugasi untuk menghasut rakyat agar menjarah pertokoan, atau
melakukan hal-hal yang anarkis. Pada saat itu pula, pemerintahan orde baru
yang sedang berkuasa selalu berusaha untuk menumbangkan siapapun dan
dengan cara apapun yang berusaha untuk menggulingkan kekuasaannya. Pada
larik /apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan/ Rendra
menggambarkan para aparat keamanan yang seharusnya membela rakyat
namun ternyata mereka adalah kaki tangan para penguasa.
Pada bait keenam,
Wahai, penguasa dunia yang fana!
Wahai, jiwa yang tertmenung sihir tahta!
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati?
Apakah masih akan menipu diri sendiri?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan!
Pada bait ini, Rendra seolah mengingatkan kepada para penguasa tentang
perlakuannya yang salah. Ia mengingatkan bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh
para penguasa adalah kekuasaan yang hanya sementara. Pada saat Soeharto
masih menjadi presiden, ia orang-orang yang mendukungnya selalu berusaha
agar kekuasaan mereka akan berlanjut. Pada saat itu, kasus Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme (KKN) sangat terpampang nyata. Hal inilah yang menyulut kemarahan
rakyat. Rendra mengingatkan lewat bait ini, agar para penguasa menyadari akan
kesalahan dan terbuka hati nuraninya.
Pada bait terakhir,
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Airmata mengalir dari sajakku ini.
Pada akhirnya Rendra mengungkapkan bagaimana perasaannya pada saat
tragedi bulan Mei 1998 melalui larik terakhirnya /Airmata mengalir dari sajakku
ini./ bahwa ia sangat merasa sangat bersedih ketika menghadapi situasi dimana
masyarakat tidak lagi percaya kepada pemerintah. Karena memang pemerintah
pada saat itu, tidak bisa dipercaya.
7. Perasaannya tersampaikan sekali, karena sindiran dan perasaan miris terhadap kejadian
pada bulan Mei 1998 yang menelan banyak korban ketika peristiwa itu terjadi.

Anda mungkin juga menyukai