Anda di halaman 1dari 112

Thesis

Tan Malaka (10 Juni 1946)

Sumber: Penerbit Murba, Jakarta

Kontributor: Diketik oleh Abdul. Diedit oleh Ted Sprague (Juli 2011)

KATA PENGANTAR
Seorang nakhoda yang berpengalaman cukup, yang mengemudikan
kapal, yang kuat dan baru juga mesti menentukan keadaan pelayaran
lebih dahulu sebelum bertolak dari pelabuhan.

Topan yang mengancam di waktu depan, bisa menyebabkan kapal


itu menunda perjalanannya atau juga memukul kembali atau
membelokkan pelayarannya ke kiri-kanannya, bahkan juga memukul
kembali ataupun menenggelamkan kapal itu.

Syukurlah kalau nakhodanya berpengalaman lama serta mengetahui


karang dan gerakan udara di lautan yang ditempuh, kini ataupun di
hari depan.

Tetapi tiadalah dunia akan mendapat kemajuan seperti sekarang


kalau semua nakhoda tidak mau berangkat sebelum keadaan udara
laut dan cuaca sungguh diketahui lebih dahulu.

Colombus tidak akan sampai ke Amerika kalau ia bergantung pada


pengetahuan yang sudah pasti, yang sudah diuji kebenarannya saja.
Dia akan berbalik setengah pelayaran setelah menemui mara bahaya
kalau ia cuma bergantung kepada teorinya ahli bumi Toscanelli saja.
Semangat adventure, mencoba-coba sesuatu yang mengandung bahaya
mautpun mesti dilakukan. Berbahagialah suatu negara dan
masyarakatnya yang mempunyai semangat adventure itu.

Memang lebih dari 50% kemajuan masyarakat kita ditebus oleh jiwa
yang bersemangat adventure itu, dalam semua lapangan hidup, politik,
ekonomi, militer, bahkan semua cabang ilmu.

Dalam revolusi Indonesia sekarang banyak jalan yang belum kita


ketahui. Semua jalan ke depan masihasinglah buat kita. Berjalan ke
depan berarti adventure, percobaan yang mungkin membawa maut.
Perjalanan yang pasti cuma perjalanan ke belakang, yakni kembali ke
jalan yang kita jalani 350 tahun belakangan ini. Artinya ini kembali
mencari jalan penjajahan, kembali menjadi budak
jajahan…..berkhianat kepada turunan sekarang dan anak cucu. Inilah
saja sekarang jalan yang pasti terang.

Bahwasanya perjalanan masyarakat kita terutama berarti perjalanan


politik ekonomi sebagai garis besarnya. Garis besar dalam politik-
ekonomi kita sebagai haknya masyarakat Indonesia, dalam dunia
penuh pertentangan ini, mungkin bertentangan dengan garis besarnya
politik-ekonomi negara lain ialah negara kapitalis. Mungkin garis
besar kita terpaksa memutar dari garis besar politik-ekonominya
negara lain, mungkin mem-viaduci atau menyelundupi ke bawah satu
terowongan.

Bagaimanapun juga ahli politik ekonomilah yang berhak


menentukan garis besar dalam perjalanan politik-ekonomi masyarakat
Indonesia dalam revolusi sekarang ini.
Timbulnya satu golongan yang bangga menamai dirinya "akademisi"
di Indonesia ini sudah mulai memonopoli semua pengetahuan yang
berdasarkan ilmu. Di Philipina dan Hindustan, memang percobaan
memonopoli itu sudah memperlihatkan hasilnya. Di sana sudah masuk
betul paham di antara segolongan rakyat, bahwa umpamanya yang
memimpin politik itu harusnya satu Mr. dan memimpin ekonomi itu
mesti suatu Dr. dalam ekonomi.

Kalau kita ikuti logika semacam itu, jadinya seorang leek bukan
bertitel tidak boleh meraba-raba ilmu. Selanjutnya pula seorang Drs.
(yang baru 75% atau 75 1/2 % Dr.) dalam ekonomi mestinya takluk
pula pada seorang Profesor dalam ekonomi. Jadi menurut pikiran pasar
"The men on the street" dengan logika semacam ini kalau seorang Drs.
(ekonomi) umpamanya menulis 3 buku, maka seorang Dr. (ekonomi)
mesti sekurangnya menulis 4 buku dan satu Profesor jauh lebih banyak
dari yang di belakang ini. Dilaksanakan di Indonesia ini, kalau ahli
ekonomi kita yang sudah "diakui" itu ialah Drs. Moh. Hatta menulis
setengah lusin buku tentang ekonomi, maka Dr. Samsi mestinya
menulis sekurangnya 9 buku dan Prof. Sunario Kolopaking selusin
ataupun lebih.

Dalam hal politik para Mr.-lah yang mesti memimpin politik kita
sekarang, ialah menurut logika pasar tadi juga.

Tetapi apakah bukti yang kita lihat?

Sedangkan Drs. (75% atau 75 ½% Dr.) Moh. Hatta menulis lebih


setengah lusin, Dr. Samsi dan Prof. Sunario Kolopaking sedikit sekali
kelihatan buah penanya. Sedangkan di dunia politik Mr. Iwa Koesoema
Soemantri umpamanya sedikit terdengar suaranya dan cuma dalam
kalangan P.B.I-nya saja, tetapi warganegaranya sejawat kita Mr. Slamet,
sudah sampai suaranya ke "Sri" Ratu dan seluruh rakyat Nederland
serta dunia Imperialis lainnya.

Demikianlah kalau kita ikuti paham yang dimasukkan oleh


Imperialisme Barat. Menurut paham itu kalau diambil akibatnya, maka
yang bertitel itulah saja yang berhak merundingkan dan memimpin
perkara ini atau itu. Yang tidak mempunyai "cap" dari sekolah akademi
Barat itu menurut kehendak mereka janganlah dipercayai. Tidak ada
yang lebih dikenal oleh penyakit ke-akademiannya itu daripada ilmu
sosial, termasuk ilmu masyarakat itu pula.

Kita membenarkan sama sekali keperluan latihan akademi dalam


ilmu seperti kimia, listrik, dan teknik. Tetapi inipun tidak berarti bahwa
yang ulung dan berhak bersuara dalam ilmu semacam itu mestinya
hanya keluaran akademi saja. Cukuplah di sini disebutkan bahwa
pembikin beberapa teori yang amat berharga dalam hal listrik di jaman
listrik ini seperti Michael Faraday cuma keluaran sekolah sebenggol
(rendah) saja. Thomas Edison, penemu (inventor) listrik diusir oleh
gurunya dari kelas satu atau dua di sekolah rendah tadi pula
karena…..bodoh.

Penuh contoh lain-lain dalam ilmu seperti tersebut di atas: teknik,


kimia, matematika ataupun biologi. Banyak ilmu yang dijalani dan teori
penting yang dibentuk oleh hukum akademi. Sebaliknya banyak pula
contoh yang membuktikan bahwa akademisi itu cuma tukang hafal
saja, tukang "catut" ilmu orang lain saja. Semuanya membuktikan
bahwa "title" itu cuma satu surat "pas" saja dalam dunia kecerdasan,
bukanlah kecerdasan sendiri!

Apalagi dalam ilmu masyarakat, seperti politik dan ekonomi!


Dalam hal ini dua aliran yang bertentangan sudah nyata ialah aliran
politik-ekonominya Proletariat dan Borjuis. Aliran Proletariat
dipelopori oleh Karl Marx seorang Dr. Filsafat (bukan ekonomi) dan
pengikutnya, serta aliran borjuis oleh para profesor ekonomi di sekolah
tinggi seperti Rotterdam. Kedua aliran itu tidak bisa diperdamaikan
seperti klas Proletariat tidak bisa diperdamaikan dengan klas borjuis.
Hidupnya suatu klas di atas berarti matinya klas yang lain dan
sebaliknya. Begitulah pula teori masing-masing klas itu sehidup semati
dengan klasnya sendiri!

Kita akui penuh bahwa aliran yang kita pakai ialah aliran Marx,
yang berdasarkan pertentangan dalam hal sosial, politik dan ekonomi.
Dengan pisau analisanya yang bersifat pertentangan (dialektika) dua
klas dalam masyarakat (Proletariat melawan borjuasi) inilah kita
mencoba menaksir arahnya politik dunia bergerak menuju ke depan.

Dalam revolusi Indonesia mau tidak mau kita wajib menaksir


arahnya politik ekonomi dunia itu bergerak. Dalam topan
gelombangnya politik ekonomi dunia itulah kita dipaksa oleh keadaan
mengemudikan kapal negara kita yang berdasarkan politik ekonomi
pula. Bertolak atau tidaknya dari pelabuhan, membelok ke kiri atau ke
kanannya kita disebabkan topan gelombang politik ekonomi yang
menentang kita, serta timbul atau tenggelamnya kapal negera kita
dalam adventure dalam revolusi, ini sebagian tergantung dari taksiran
kita tadilah pula.

Tidak ada pengalaman yang sudah-sudah bagi kita di Indonesia


boleh dipakai, karena sifatnya revolusi memangnya satu percobaan
baru, lepas dari pengetahuan yang sudah-sudah dan pengalaman yang
lampau. Pengalaman di negara lain seperti di Perancis, dan Soviet Rusia
mesti kita perhatikan. Tetapi memperhatikan dan mempelajarinya
tiadalah meniru-niru saja. Yang kita kemukakan ialah cara berfikir,
ialah Materialisme Dialektika. Yang harus kita pelajari dari negara lain
bagaimana para pemimpin masyarakat di sana melaksanakan metode
berfikir tadi dalam keadaan suasana di negara lain itu, mengambil
contoh yang baik dan menyingkirkan kesalahan yang diperbuat di
negara asing.

Akan tetapi malangnya sampai sekarang kita tidak mendapatkan dan


tidak bisa mendapatkan bahan yang cukup buat dalam dan luar
Indonesia. Apalagi dalam keadaan tahanan sekarang, di mana kita
terputus dengan perhubungan luar rumah yang kita dipaksa
mendiami. Brosur ini terpaksa ditulis terhenti-henti disebabkan
keadaan kita dalam tiga bulan ini (pindah-pindah tempat atau
terganggu kesehatan).

Tetapi dengan memakai cara berfikir yang sudah jaya dipakai di lain
tempat dan bahan yang sudah kita terima, apa yang sudah kita taksir 3
bulan lampau sudah menjadi bukti pada masa brosur ini hampir ditulis
umpamanya saja pertentangan hebat antara dunia sosialis dan dunia
kapitalis berhubung dengan itu pula kemungkinan Perang Dunia Ke-3.

Bahan baru boleh jadi akan kita peroleh besok atau lusa. Kesimpulan
kita boleh jadi kelak terpaksa diubah di sana-sini. Tetapi sebab kita rasa
cukup memperhatikan garis besar dalam hal metode berpikir yang
dipakai dan politik ekonomi sekarang, maka kemungkinan perubahan
kesimpulan itu tidak akan merombak sama sekali kesimpulan politik
ekonomi kita tentang luar dan dalam Indonesia. Berhubungan dengan
itu tiadalah mungkin banyak perubahan (kalau perlu) yang mesti
diderita oleh  organisasi, program, taktik serta strategi yang kita
anjurkan kelak!
Bagaimanapun juga tiadalah kita perlu perlu selangkahpun juga
kembali ke ahli politik ekonominya kaum borjuis besar, tengah, kecil --
ke ahli politik ekonominya kaum akademisi di Indonesia atau lainnya.
Tiadalah kita perlu menempel-nempelkan ujar atau amanat professor
ini atau itu, akademis ini atau pun buat dijadikan "buku" dan
disampaikan ke sana-sini kepada Rakyat dan Proletariat Indonesia.

Kita sebaliknya akan melindungi Rakyat dan Proletariat Indonesia


dari segala percoabaan akademisi yang akan membawa kembali politik
ekonomi Indonesia ke bawah telapak kaki Imperialisme atau
menimbulkan pengharapan yang tidak-tidak di antara Rakyat dan
Proletariat Indonesia.

Cukup sudahlah pengalaman yang kita terima dari akademisi itu


umpamanya tentang Distribusi dan Koperasi yang digembar-
gemborkan dan di "praktekkan" di jaman Kempetai Jepang. Distribusi
dan Koperasi yang disajikan kepada kita sebagai puncak pendapatan
akademisi di masa Kempetai itu mungkin baik buat satu golongan kecil
di salah satu tempat, ialah buat tempat bersarangnya tukang catut.
Tetapi buat Rakyat Murba prakteknya ekonomi semacam itu semata-
mata satu kebohongan kapitalisme dan imperialisme belaka.

Buat kita politik itu tidak bisa dipisahkan daripada ekonomi dan
begitu juga ekonomi tidak bisa dipisahkan daripada politik. Sering kita
dengar di kalangan kita sendiri, bahwa politik adalah konsentrasi dan
pemusatan ekonomi. Di jaman Kempetai Jepang tidak akan kita
pikirkan membikin badan ekonomi ini ataupun itu, karena machtfactor
(perkara kekuasaan) untuk memeriksa dan menghukum yang bersalah,
umpamanya tukang catut tadi tidak ada pada kita.

Politik ekonomi yang bisa dan patut kita praktekkan dalam masa
berjuang ini, revolusi sekarang tidak lain dan tidak bukan melainkan
politik ekonomi berjuang dan organisasi politik ekonomi di jaman
Merdeka 100%.

Syahdan akhirnya, benar atau tidaknya sesuatu faham atau teori


sosial dalam satu masyarakat yang berdasarkan pertentangan Proletar
borjuis bukanlah diputuskan oleh "title", sebagai pengesahan borjuis
saja, tetapi terutama oleh golongan Proletariat yang menantang!

Lawu, 10 Juni, 1946

TAN MALAKA        

TENTANG DUNIA LUAR DAN DALAM INDONESIA

1. DUNIA LUAR.
1.A. PERTENTANGAN DUA SISTEM.
Dua sistem yang sangat bertentangan sifatnya sekarang berhadapan
muka satu sama lainnya di dunia ini. Sistem yang muda tetapi tumbuh
terus ialah sistem sosialisme, yang berlaku di Soviet Rusia. Sistem yang
sudah tua ialah sistem kapitalisme yang berpusat di Amerika Serikat
dan Inggris. Buntutnya sistem ini adalah imperialisme yang merayap-
rayap di Asia dan Afrika. Sistem Sosialisme berkuasa dalam daerah
kurang lebih 1/6 muka bumi yang berpenduduk kurang lebih 200 juta
manusia, ialah hampir 1/10 seluruh cacah jiwa bumi kita ini.
Pengaruhnya sistem Sosialisme di antara seluruhnya penduduk dunia
di luar Rusia teristimewa pula di tanah jajahan seperti Asia dan Afrika
amat besar sekali.
Imperialisme Amerika langsung menguasai Philipina dan sangat
besar sekali pengaruhnya pada Kanada, Amerika Tengah, dan Selatan,
yang jumlah luasnya hampir 1/3 daratan di seluruh dunia. Sebelum
dan sesudahnya perang dunia ke II, Kapitalisme Amerika sangat
mempengaruhi Tiongkok dan bagian Asia yang lain, juga Afrika,
Australia, Eropa termasuk juga Inggris. Imperialisme Inggris semakin
lama semakin renggang perhubungannya dengan Free State Irlandia,
dengan Afrika Selatan, Australia dan Kanada serta sekarang dalam
pertikaian hebat dengan tiang tempat berdirinya selama ini, yakni India
dan Mesir. Strategi baru berdasarkan Teknik Atom menambah
kemerdekaan tiap-tiap Dominion Inggris dan memperenggang antara
Inggris dan masing-masing Dominionnya.

Dalam masa 10 tahun permulaannya Soviet Rusia berdiri (1917-


1927), dia amat dimusuhi oleh Kapitalisme dan Imperialisme dunia.
Jepang membantu dengan tentara dan senjata kepada kaum kontra
revolusinya yaitu Rusia Putih di Siberia (1918), Inggris dan Perancis
mendaratkan tentaranya di Archangel (1919), Rumania dan Polandia
(1920) yang dibantu sepenuhnya oleh Inggris dan Perancis yang pula
dari Barat, semua serangan itu dapat ditangkis oleh Sosialis Soviet Rusia
dengan berhasil.

Demikian pula semua serangan dari pihak kontra revolusi di bawah


pimpinan bekas para jendral Tsar seperti Khochlak, Denikin, Wrangel
dan lain-lain dihancur-leburkan oleh senjata lahir dan batin (yang
paling utama adalah batin) Republik Sosialis yang muda remaja itu.

Sesudahnya semua percobaan menyerang dengan senjata


kemiliteran itu gagal, maka barulah dunia Kapitalisme mengakui Soviet
Rusia lahir dan batin serta mengajak para wakil Soviet berunding di
Genoa pada tahun 1922, ialah sesudahnya 5 tahun Sosialisme Rusia
berdiri. Pengakuan atas kekuatan Soviet Rusia itu adalah kekuatan de
fakto bukan de jure. Pengakuan dan perundingan atas dasar "duduk
sama rendah dan tegak sama tinggi" itu, tiadalah mengurangkan
kecurigaan dan kegelisahan dunia Imperialisme dengan jajahannya
terhadap Sosialisme di Rusia itu. Meskipun senjata militer tidak lagi
dilakukan terhadap Soviet Rusia tetapi tidak putus-putusnya dunia
Kapitalisme mencoba memfitnah dan membusukkan di mata dunia luar
Rusia dengan jalan anti propaganda yang serendah-rendahnya. Dari
tahun 1928 sampai perang dunia ke II ini, Kapitalisme dunia kaget,
kagum, dan gemetar melihat kemajuan pesat Sosialisme di Rusia,
disebabkan oleh pelaksanaan Rencana Ekonomi  berturut-turut.
Kemajuan semacam itu terutama dalam perkara teknik, pertanian dan
perindustrian serta yang berhubungan dengan itu dalam hal sosial dan
kebudayaan yang belum pernah dialami oleh bagian dunia lain dan di
tempat manapun juga.

Tetapi dunia Kapitalisme tetap curiga walaupun kagum tetapi benci,


meskipun maklum sungguh tentang kesanggupan Sosialisme dan
kegagalan Kapitalisme. Baru setelah Jerman Fasis menyerang Rusia
pada bulan Juni 1941 maka Kapitalisme Amerika dan Inggris
menghampiri dan mengadakan perserikatan melawan perserikatan
Fasis Jerman-Jepang-Italia.

Nyatanya sekarang bahwa perserikatan itu sama sekali tidak


berdasarkan atas persamaan sifat. Apabila musuh bersama itu telah
jatuh maka tegaklah kembali pertentangan sifat yang lama,
pertentangan sistem sosialisme dengan sistem kapitalisme.

1.B. DUA "BISUL" PEPERANGAN.


George Washington, Presiden Pertama Amerika Serikat,
memformulirkan, menetapkan, politik luar negeri dengan cara negatif,
cara meniadakan. Dia mengusulkan supaya Amerika Serikat menjauhi
"foreign entanglement", menjauhi supaya perkara luar negeri yang bisa
menyebabkan Amerika Serikat terlibat dalam peperangan. Inilah politik
"isolasi", politik menyingkirkan diri yang masyur itu. Memang Amerika
Serikat yang luasnya 3 ½ juta mil persegi dan penduduk baru beberapa
juta saja di masa itu belum berapa membutuhkan dunia luar berupa
pasar buat membeli bahan ataupun buat menjual barang pabriknya.
Amerika membutuhkan tenaga dan modal asing. Keduanya datang
bertimbun-timbun dari Eropa.

Paul Monroe sudah sampai ke tingkat sejarah Amerika Serikat


bilamana Amerika Serikat membutuhkan Amerika Tengah dan Selatan
sebagai pasar. Inilah artinya dasar politiknya "America for the
Americans" ialah Amerika buat orang Amerika. Dalam hakekatnya
pepatah ini berarti, bukan saja lagi Amerika di Utara perlu buat
pasarnya Amerika Serikat sendiri, tetapi juga seluruhnya Amerika
Utara, tengah dan Selatan hendaknya dimonopoli oleh kapital Amerika
Utara. Politik negatif George Washington kini menidak bolehkan
kapital asing bermarajalela di seluruhnya benua Amerika. Politik
meng-isolir, mengasingkan diri dari negara asing, yang dimajukan oleh
Monroe dan berbadan pada Partai Republik, sekarang dalam
hakekatnya meng-isolir kapital asing di kedua benua Amerika.

Presiden Wilson, bapak Volkbond, Serikat Bangsa, pemimpin Partai


Demokrat dengan mancampuri Perang Dunia ke I, akhrinya mengisolir
Amerika Serikat dari Serikat Bangsa yang dianjurkan oleh Presiden
Amerika sendiri itu, nyatalah sudah Amerika Serikat sudah sampai ke
tingkat imperialisme, yang memerlukan pasar buat bahan, hasil pabrik
dan penanaman modalnya. Cuma lembaga (tradisi) dan pertengkaran
antara dua partai terbesari itu menyebabkan Partai Demokrat masih
malu-malu kucing.

Perang Dunia ke II ini sekali lagi menarik Amerika Serikat, di bawah


pemerintah Partai Demokrat pula, ke jurang politik "foreign
entanglement". Memang almarhum Presiden Roosevelt dan
penggantinya Presiden Truman sudah terlibat betul dalam imperialisme
dunia. Kehendak Presiden Truman, supaya Amerika "tetap kuat, supaya
tetap memegang pimpinan dan melakukan pimpinan itu untuk
perdamaian dunia" adalah hasrat dan perkataan tepat-jitu seseorang
wakil imperialisme tulen. Usaha campur tangan "mendirikan Korea
yang demokratis", membantu anak angkat Tiongkok yang "merdeka dan
demokratis" dengan Y.M.C.A (Kumpulan Pemuda Kristen), modal dan
penasehat militer dsb., memproklamirkan "Commonwealth Filipina"
yang "berdaulat dan merdeka" penuh tetapi mendudukan tentara atau
armada Amerika di Filipina "berdaulat dan merdeka" itu pada tanggal 4
Juli tahun ini dan menduduki semua pulau yang penting buat siasat
perang di seluruh Lautan Teduh, memang semuanya perbuatan
imperialis 100%  yang diselimuti dengan perkataan "perdamaian
dunia" dsb., yang lazim dipakai oleh "Winston Churcill dan Tenno
Haika. Hilanglah ketakutan Amerika Serikat akan terlibatnya dalam
politik luar negeri sesudah Perang Dunia ke II ini. Lenyaplah
keinginannya hendak "menyingkirkan" diri dari diplomasi yang agresif.
Amerika Serikat sekarang sudah terikat oleh kapital yang ditanamnya
di seluruh dunia dan politik imperialisme yang dilakukan di seluruh
Asia Timur dan lautan teduh.

Pasar buat bahan, hasil pabrik dan tempat menanam modal Inggris,
jajahan dalam arti sebenarnya berada di Afrika, Asia Dekat dan Tengah.
Terhadap Afrika dan Asia, Inggris bersikap si penjajah tulen. Di Eropa
Barat dan Tengah Inggris mempunyai pasar pula buat menjual barang
pabriknya dan menanam modalnya. Buat menjaga pasarnya itu dia
menjalankan politik memecah dan mengadakan "block". Negara yang
besar dipecah atau dikepung. Nederland yang kuat di abad ke 17
dipecah menjadi Negara Belgia dan Belanda sekarang. Perancis yang
kuat di jaman Napoleon, dikepung dan diperangi oleh "block" beberapa
negara Eropa di bawah pimpinan Inggris. Jerman di bawah Leiser di
kepung dan diperangi oleh "block Negara" di bawah pimpinan Inggris
(1914-1918). Jerman di bawah Nazi dikepung dan diperangi oleh
"Block Negara" di bawah pimpinan Inggris (1939-1945). Sekarang
Negara Soviet-Rusialah yang terkuat di Eropa. Inggris sedang berusaha
keras mengadakan "block Negara" di Eropa Barat, di sekitar Lautan
Tengah dan di Asia Dekat dan Tengah. Jalan terpenting buat Inggris ke
Hindustan ialah Terusan Suez dan kedua Trans-Jordania-Irak. Sjahdan
Irak seperti juga Iran amat penting sekali buat imperialisme Inggris,
berhubung dengan minyak-tanah dan jalan darat dan udara pergi ke
India. Di sinilah Inggris sekarang berusaha mengadakan "Block Negara"
Turki-Arab di bawah pimpinannya menentang Soviet Rusia. Kabarnya
konon di Irak berada 200.000 serdadu Inggris.

Soviet Rusia tentulah insaf betul akan maksud Inggris terhadap


dirinya di masa ini. Soviet Rusia tentunya belum lupa akan sikap
Inggris terhadap dirinya dari waktu berdirinya pada tahun 1917
sampai pecahnya perang Jerman-Rusia tahun 1941. Soviet Rusia
membalas aksi ekonomi dari pihak Inggris dengan aksi ekonomi dan
aksi diplomasi dengan aksi diplomasi pula. Produksi minyak di
Rumania yang dahulu dikuasai Inggris sekarang jatuh ke tangan Rusia.
Di Iran rupanya Rusia bisa mendapatkan hak mendirikan kongsi
minyak dengan Iran. Dengan begtiu maka monopoli Inggris-Amerika
di Iran terancam oleh kongsi Rusia-Iran. Oleh musuh Rusia tindakan
Rusia semacam ini dikatakan tindakan imperialisme merah.
Terjemahan semacam itu memangnya gampang dimengerti dan
dipercayai oleh otak yang kurang kritis, apalagi oleh semangat yang
memang berat sebelah. Tetapi dalam suasana pergulatan hidup mati
antara yang mem-block dan yang diblock yang diperdalam pula oleh
pertentangan lama antara sistem sosialisme dan sistem kapitalisme,
susahlah dicari titik berhentinya politik Sosialisme yang
mempertahankan diri dan titik melangkahnya politik imperialisme-
merah atau putih dan akhirnya mana yang "sebab", mana pula yang
"akibat".

Teranglah sudah di sekitarnya negara Iran-Irak dan Turki berada


"bisul" peperangan yang sewaktu-waktu bisa meletus. Inilah bisul yang
pertama.

Di Asia Timur umumnya di Korea khususnya di mana Trusteeship


Rusia berdampingan dengan Trusteeship Amerika berada "bisul"
peperangan yang sewaktu-waktu pula bisa meletus.

Inilah bisul yang kedua.

3. Di sekitarnya Pertentangan.
Pertentangan yang mencolok mata dalam beberapa hal-ichwal
kehidupan manusia dalam masyarakat sosialisme di Rusia dan dalam
masyarakat kemodalan, seperti di Amerika, Inggris dll. ialah:

a. Dalam hal Politik.


Di Soviet Rusia. Pada permulaan revolusi di tahun 1917, maka
pemerintah negara berdasarkan Diktatornya Kaum Proletar, dalam arti
proletar mesin dan tanah di bawah pimpinan Partai Komunis, yang
beranggota beberapa puluh ribu orang saja, memaksakan kemauannya
atas seluruh penduduk Rusia, yang lebih kurang 150 juta itu. Dalam
pemilihan umum yang baru lalu Partai Komunis dengan anggota dan
calonnya sudah menjadi beberapa juta dan jumlah pemilih sudah
hampir 100 juta orang. Kekuasaan tetap di tangannya pekerja dalam
pabrik, tambang dan pertanian.

b. Di dunia kemodalan.
Dalam masyarakat, di mana kekuasaan (birokrasi), kekayaan dan
kebudayaan dipegang oleh kaum borjuis (bankir, pemilik pabrik,
pedagang dengan para pembantunya profesor, pembesar Negara,
Pangreh Praja, jurnalis, pendeta, dsb.), maka pemilihan umum itu cuma
berarti memindahkan kekuasaan negara dari tangannya satu golongan
kaum borjuis ke tangan golongan borjuis yang lain. Dengan perkakas
pemerintah yang berupa birokrasi, dibantu oleh alat propaganda yang
kuat, maka beberapa biji kaum kapitalis itu bisa memaksakan
kemauannya atas seluruh Rakyat. Dalam masyarakat kapitalis, maka
demokrasi itu adalah satu kedok buat menutupi muka kediktatoran
beberapa biji kapitalis atas seluruhnya rakyat.

c. Dalam hal bahan.


Soviet Rusia berbahagia mempunyai hampir semuanya macam
bahan kodrat seperti arang, minyak tanah dan listrik, hampir semuanya
bahan logam, seperti besi, mas, perak, platina, dll., hampir semuanya
bahan pemakaian, seperti kapas, wol, kayu, kecuali getah, tetapi bisa
diganti; dan akhirnya makanan yang melimpah, karena tanahnya luas
dan subur, Soviet Rusia tak begitu membutuhkan bahan dari luar.

Inggris cuma kecukupan arang saja. Minyak didatangkan dari


semua pelosok dunia. Besi tak cukup; mesti didatangkan dari luar.
Timah dari Malaya. Hampir semua logam yang lain-lain tak terdapat di
Inggris. Kapas kurang halus dari Hindustan. Yang halus dari Sudan
(Mesir). Getah dari Malaya. Cuma +40% barang makanan bisa
dihasilkan di Negara Inggris sendiri. Sebagian besar dari daging atau
gandum mesti didatangkan dari luar (Argentina, Australia, Hindustan,
dll.).

Amerika Serikat berbahagia pula memiliki alam yang mengandung


hampir semuanya jenis bahan. Timah dan getah yang tidak ada di
Amerika Serikat bisa diperoleh di Amerika Selatan. Cuma boleh jadi
sekali minyak tanah sudah hampir kering dipompa dari kandungan
bumi Amerika Serikat. Kapitalis Amerika sudah lama insyaf akan hal
ini. Sebab itulah maka Standard Oil Co. mempertajam hidungnya
mencium-cium di mana ada minyak dan sudah lama mempererat
cengkramannya pada kebanyakan sumber minyak di luar Amerika.
Getah dan Timahpun adalah persoalan terpenting buat perindustrian
terpenting di Amerika Serikat ialah perindustrian oto dan pesawat
terbang.

d. Dalam hal perburuhan.


Dengan hancurnya beberapa biji kapitalis serta jatuhnya alat
produksi di tangan masyarakat buat masyarakat, dengan lenyapnya
"hasrat mencari untung", lenyapnya "dasar produksi yang anarkis" dan
lenyapnya "kebiasaan berlomba-lomba menghasilkan dan menjual
murah" seperti di dunia kapitalis, maka kedudukan Rakyat di Soviet
Rusia tidak lagi bertinggi berendah kedudukan buruh dan majikan,
melainkan kedudukan mereka sesama pekerja.

Perbedaan tentulah tak akan lenyap begitu saja, karena terbawa oleh
pengaruh lama dan pengaruh kapitalisme di sekitar Soviet Rusia.
Perbedaan terbawa pula oleh perbedaan pekerjaan, tetapi perbedaan
itu makin lama makin berkurang, selama penghisapan tenaga kaum
buruh oleh majikan tiada berlaku, selama produksi bukan dilakukan
buat mencari untung oleh beberapa biji kapitalis yang berlomba-
lomba, melainkan buat keperluan masyarakat seluruhnya menurut satu
perhitungan, selamanya itulah pula krisis dan pengangguran tetap
(permanent unemployment) tak akan dikenal di Rusia sosialis.

Sekaya-kayanya Amerika (dan Inggris) dan selama penghasilan


cuma buat memburu untung sebesar-besarnya oleh beberapa biji
kapitalis dengan jalan berlomba-lomba mempertinggi teknik,
mengurangkan gaji buruh dan mengurangkan banyaknya buruh
dipakai maka kedudukan Rakyat dalam garis besarnya adalah
kedudukan majikan dan buruh, bertinggi berendah dan kedudukan
yang mengancam dan terancam.

Kaum buruh ialah bagian penduduk yang terbesar dalam


masyarakat itu, selalu terancam oleh pengangguran. Adapun
pengangguran itu adalah suatu penyakit yang tetap terkandung oleh
masyarakat kapitalisme. Penyakit pengangguran itu bisa lenyap kalau
kapitalisme dan kaum kapitalis sendiri lenyap dari muka bumi
Amerika, Inggris & Co.

Sebelum perang dunia kedua ini, maka pengangguran tetap di


Amerika Serikat kurang lebih 11 juta orang dan Inggris kurang lebih 2
juta orang.

e. Dalam hal pertanian.


Dengan lenyapnya Latifudian (tuan tanah ningrat) yang memiliki
tanah ratusan kilometer persegi luasnya dan lenyapnya kasta kaum
Ningrat di Rusia, maka lenyaplah pula tindasan dan isapan kaum
Ningrat atas tenaganya buruh tanah dan lenyaplah pula akhirnya
proletar tanah dalam arti lama. Dengan kemajuan kolektivisme (kerja
bersama) dan mekanisasi (pemakaian mesin) maka timbullah kaum
pekerja tanah di samping pekerja pabrik dan tambang.
Kedudukan buruh terhadap majikan (tani terhadap tuan tanah)
bertukar menjadi kedudukan pekerja terhadap pekerja: sama rata.

Di Amerika dan Inggris penghisapan dan penindasan farmers (tuan


tanah) besar dan menengah terhadap jutaan buruh tanah, ialah mereka
yang hidup dengan gaji semata-mata, masih marajalela. Seperti buruh
mesin maka buruh tanah di Amerika, Inggris dll., masih menderita
tindasan dan penghisapan dan masih terancam oleh pengangguran
yang mengenai jutaan manusia pada waktu yang tetap pasti datangnya.

f. Dalam hal kebangsaan.


Di Soviet Rusia perbedaan bentuk badan, besar tubuh, warna kulit
dan perbedaan bahasa dan kebudayaan satu golongan manusia dengan
golongan manusia lainnya tiada lagi menimbulkan pertentangan,
kebencian dan permusuhan. Soviet Rusia sanggup memusatkan semua
persamaan di antara satu golongan manusia dengan golongan manusia
yang lain, umpamanya dalam keperluan hidup (politik dan ekonomi).
Sanggup pula memberi kelonggaran pada perbedaan, umpamanya
tentangan bahasa dan kebudayaan. Dengan memakai bahasa Rusia
sebagai bahasa pengantar buat seluruhnya Soviet Rusia dan
membiarkan bangsa kulit putih, Turki, Mongolia memakai dan
memajukan bahasanya sendiri dalam satu "federasi" besar atas sistem
sosialisme, maka pertentangan kebangsaan hilang lenyap.

Pertentangan kebangsaan hilang lenyap. Pertentangan majikan dan


buruh yang melekat pada sistem kapitalisme memperdalam perbedaan
bangsa dan bangsa, dalam sesuatu masyarakat kapitalisme. Dalam
negara Amerika Serikat yang membanggakan "demokrasi" dan
"kemerdekaan" itu, ada tempat dalam kereta api umpamanya, yang
tiada bisa dimasuki oleh bangsa Niger (orang hitam). Bangsa yang
malang ini acap kali menderita serangan kejam, yang termashur di
dunia dengan perkataan "lynch", ialah "pukulan sampai mati", kalau
ada orang hitam yang melanggar atau disangka melanggar
kehormatannya (perempuan) bangsa kulit putih. Orang berwarna di
Afrika Selatan amat dipisahkan tempatnya dengan orang kulit putih
baik dalam ekonomi, politik ataupun pergaulan hari-hari saja. Dalam
kereta kendaraan sering tertulis "for white men only", cuma buat orang
putih saja.

Masih segar dalam peringatan kita tulisan di Shanghai di kebun


umum, "Chinese and dogs are not allowed", Tionghoa dan anjing
dilarang masuk.

4. Kemungkinan pertentangan.
Sejarah masyarakat kita yang mengandung pertentangan sosialisme
itu, logisnya, bisa menimbulkan 4 kemungkinan. 1) Kapitalisme
menang dan sosialisme lenyap; 2) Keduanya sosialisme dan kapitalisme
bersama-sama masyarakat manusia hilang lenyap; 3) Kapitalisme dan
sosialisme berkompromi; 4) sosialisme menang sempurna.

Bahwa kapitalisme akan menang sempurna dan sosialisme akan


lenyap sama sekali, tidaklah mungkin. Sekarangpun di negara kapitalis
yang sekuat-kuatnya, sosialisme adalah satu faktor, satu kekuatan yang
tiada bisa dibatalkan. Di Amerika atau Inggris ada "undang-undang
perburuhan" yang menjamin penghidupan (walaupun sederhana)
kaum proletar. Hak kaum buruh mendirikan perkumpulan dan surat
kabar dan mengirimkan wakilnya ke Dewan Perwakilan sudah lama
diakui dan dijalankan di Amerika, Inggris dll.

Bahwa sosialisme dan kapitalisme keduanya bersama masyarakat


manusia kita akan lenyap dari muka bumi, tiadalah perlu banyak
diperundingkan. Kemungkinan itu memang ada, umpamanya kalau
negara sosialis dan serikatnya berperang habis-habisan dengan negara
kapitalis dan serikatnya memakai senjata yang tiada lagi
mengindahkan perikemanusiaan. Tetapi kemungkinan ini beralasan
pula atas kemungkinan bahwa manusia itu sudah tak berakal dan
berkemanusiaan lagi. Dengan perkataan lain: manusia itu bukan
manusia lagi.

Lebih mungkin hal 3, bahwa kapitalisme dan sosialisme akan


berkompromi, atau dengan jalan ambil mengambil, atau sebagai dua
sistem yang bertentangan, tetapi hidup sebagai dua tetangga yang
berdamai atas dasar hormat-menghormat.

Kemungkinan ini bisa berlaku, kalau beberapa syarat bisa pula


berlaku.

PERTAMA: pada satu pihak dunia Sosialis cukup mempunyai "bahan"


buat per-industriannya buat menjamin penghidupan yang cukup
tinggi buat penduduknya dan teknik yang cukup kuat buat pertahanan
masyarakatnya terhadap serangan Dunia Kapitalis yang mungkin
terjadi. Pada lain pihak Dunia Kapitalis mesti tetap punya pasar buat
membeli bahan pabrik, pasar buat menjual hasil pabrik dan daerah
buat menanam modalnya. Karena modalya dan pabriknya kaum
kapitalis senantiasa bertambah besar itu adalah syarat hidupnya
kapitalisme pada satu pihak, tetapi pada pihak lain jajahan dan pasar
sekarang saja sudah amat sempit buat seluruhnya kapitalisme di dunia,
maka susahlah kalau tidak mustahil, yang dunia kapitalisme bisa terus
hidupnya. Atau dunia kapitalisme akan terpaksa bertempur dengan
dunia Sosialis atau akan meletus kegembungan diri sendiri.

Tiap-tiap krisis, pengangguran dan pemogokan umum di dunia


kapitalis di waktu damaipun akan menambah simpati kaum proletar di
negara kapitalis tehradap negara sosialis yang tak mengenal penyakit
krisis, pengangguran dan pemogokan umum semacam itu.
Sebaliknya pula kebusukan negara kapitalis itu akan menambah
cemburu, kecurigaan dan kebencian kaum kapitalis di negara kapitalis
terhadap kemakmuran dan ketenraman negara sosialis itu. Pada lagi di
waktu revolusi dalam salah satu negara kapitalis atau di masa
peperangan imperialis, sudahlah buat Negara Sosialis dan Negara
Kapitalis buat menjauhi peperangan satu sama lainnya.

KEDUA: pembagian hasil di antara kaum kapitalis dan kaum buruh,


yang berupa untung dll. (termasuk bunga uang gaji dan pensiun) buat
kaum borjuis serta upah buat kaum proletar, haruslah semakin lama
semakin mendekati sama rata dengan tidak melalui jalan revolusi.
Tetapi kesulitan penyelesaian itu dengan damai amat susah sekali
diperoleh, kalau tidak mustahil. Karena memperbesar upah buat kelas-
buruh berarti memperkecil untung buat kaum borjuis. Kalau
untungnya kecil, maka bunga uang buat meminjam modal itu
sendirinya naik. Sendirinya pula harga barang pemakaian sehari-hari
naik. Sendirinya pula, akhirnya, upah yang diperbesar tadi dibatalkan
oleh harga-harga keperluan buruh sehari-hari naik itu. Kenaikan upah
itu tak berguna. Kaum buruh perlu berusaha kembali menaikan
upahnya dengan jalan pemogokan. Lain pula kalau upah buruh amat
tinggi, maka kaum borjuis mencoba mendapatkan dan memakai mesin
baru yang lebih cepat dan kuat (mekanisasi). Dengan begini maka
terpaksa pula sebagian kaum buruh dilepas, sebab mesin baru yang
cepat-kuat tadi membutuhkan sedikit orang saja. Dengan begitu maka
timbullah pula pengganguran. Semua percobaan buat menaikkan upah
dengan jalan pemogokan dari pihak kaum pekerja dan jalan
mengurangi banyak pekerja (pengangguran) dengan jalan mekanisasi
dari pihak kaum kapitalis ialah bunga api yang sewaktu-waktu bisa
membakar minyak tanah revolusi dalam masyarakat kapitalisme.
KETIGA: Kedudukan Negara Penjajah dan Negara Terjajah (seperti
Inggris dan Hindustan) mesti dengan secara damai pula mendekati
keadaan dua Negara Merdeka. Tetapi buat Negara Penjajah ini berarti
kehilangan pasar buat membeli bahan yang murah, kehilangan pasar
tempat menjual hasil pabriknya dengan harga tetap mahal dan
kehilangan daerah yang tetap aman buat menanam modal yang tetap
besar untungnya. Karena kemerdekaan tulen buat Negara Terjajah itu
berarti mengendalikan harga bahannya dan di mana bisa memakai
bahannya itu untuk pabriknya sendiri. Selainnya dari pada itu
memakai pasar dalam negaranya sendiri buat menjual hasil pabriknya
sendiri dan kalau perlu dengan menolak sama sekali masuknya atau
mempajaki barang pabrik Negara Asing yang bisa menjadi saingan
buat hasil pabriknya sendiri. Akhirnya di mana ada kesempatan negara
dulunya terjajah, tetapi sekarang Merdeka tulen, andaikan secara
kapitalis itu tentulah akan memakai daerahnya sendiri buat menanam
modalnya sendiri. Pada tingkat permulaan mungkin sesuatu Negara
baru Merdeka itu mau dan perlu memakai modal asing, tetapi dalam
tempo sedikit saja modal asing itu akan takut dan ngeri sendiri melihat
kemajuan dan persaingan hebat dari Negara baru itu. Umumnya Asia
dan Afrika mempunyai banyak bahan dan tenaga yang murah
harganya. Membangunkan kapitalisme Asia seluruhnya berarti buat
kapitalisme Eropa dan Amerika membangunkan saingan perdagangan
yang kalau diperbandingkan dengan perdagangan Jepang sebelum
perang Dunia ke II, adalah seperti perbandingan gajah dengan lalat.

KEEMPAT: Ketiganya Almarhum Negara Fasis, yakni Jerman, Italia


dan Jepang tetap bisa dikangkangi dan diinjak lehernya. Ini
membutuhkan kekuatan dan persatuan kokoh antara Bekas Sekutu,
ialah Inggris, Amerika dan Rusia. Sedikit saja kekuatan atau persatuan
mengangkangi dan menekan ketiga negara yang berjumlah penduduk
+ 200 juta itu longgar, maka akan bangunlah kembali negara bekas
fasisyang akan mendapatkan bermacam-macam jalan buat
menimbulkan kembali perlawanan membalas dendam. Sekarang belum
lagi negara menang berunding dengan negara kalah buat menentukan
nasib negara-kalah itu, sudah timbul percekcokan hebat antara 3
negara menang, yakni Inggris, Amerika dan Rusia.

Boleh jadi sekali kalau perundingan sudah dimulai akan timbul


pertentangan, malah permusuhan yang hebat, yang tak bisa
dipadamkan. Sekarang pun sudah terdengar kabar, bahwa masing-
masing negara menang akan mengurus perdamaian dengan bagian
negara kalah yang didudukinya saja. Dengan begitu, maka negara
kalah akan berupa terbagi-bagi. Tetapi begitu pula negara menang.
Jikalau negara menang itu terbagi-bagi, maka akan terbukalah jalan
buat mereka negara kalah dengan jalan tertutup, setengah terbuka dan
akhirnya terang-terangan bersatu-diri dan mengadakan perlawanan
seperti dilakukan di Jerman sesudah Perang Dunia ke-I. Apakah jalan
persatuan dan imperialisme Jerman itu kelak akan dipimpin oleh partai
fasis pula atau oleh bentuk lain, bolehlah diserahkan kepada sejarah
saja. Tetapi sudahlah beberapa kali sejarah Jerman membuktikan,
bahwa bangsa Jerman tak bisa dikangkangi, dikendalikan oleh negara
asing ataupun dibagi-bagi kedaulatan, kemerdekaan, daerah atau
administrasinya, buat selama-lamanya.

Mengingat kesulitan 4 perkara ini sebagai syarat buat negara sosialis


dan negara kapitalis mengadakan kompromi, maka keadaan
berkompromi itu adalah seolah-olah surga yang mesti didapat setelah
melalui jembatan rambut menyeberangi api neraka.

Kemungkinan terakhir, 4) ialah: Kemenangan sempurna pada pihak


sosialisme atas kapitalisme. Ini tiada akan berarti bahwa kapitalisme
akan lenyap sama sekali. Sebab hasilnya (positive-result) yang dibawa
oleh kapitalisme ialah teknik, administrasi dan kerja bersama dalam
sesuatu perindustrian, akan dibawa terus, bahkan dimajukan oleh
sosialisme. Kemenangan sosialisme yang sempurna berarti, bahwa
sosialismelah sistem yang akan diakui dan dijalankan di seluruh dunia.
Dalam garis besarnya ini berarti: usaha mencocokkan produksi dan
distribusi dengan cara teratur (rational), kerja bersama (cooperation),
dan tergabung (coordination), untuk kemakmuran tiap-tiap anggota
masyarakat yang bekerja di seluruh dunia. Akan lenyaplah cara
menghasilkan menurut kehendak dan keperluan seseorang kapitalis,
buat mencari untung seseorang diri. Akan hilanglah perlombaan
menjual murah dan mencari untung besar dan berhubung dengan itu,
hilanglah pengangguran, krisis, imperialisme, peperangan dan
penjajahan.

Alasan buat kepastian kemenangan sosialisme atas kapitalisme


adalah bermacam-macam, di antaranya adalah:

PERTAMA: dalam hal politik.

Dalam masyarakat kapitalis, maka beberapa biji kapitalis dengan


hartanya membikin birokrasi dan menyewa kaki-tangannya buat
menindas dan menghisap golongan terbesar dalam masyarakat, ialah
pekerja otak. Dalam masyarakat sosialis, maka harta perseorangan buat
kemakmuran tiap-tiap anggota masyarakat. Dalam masyarakat
semacam ini kekuasaan politik tiada lagi dimonopoli oleh beberapa biji
kapitalis buat kepentingan dirinya sendiri, melainkan oleh semua yang
bekerja.

KEDUA: Dalam hal ekonomi.


Dalam masyarakat kapitalis pendapat baru (teknik) dipakai buat
memukul perusahaan saingan. Mesin baru bisa mengadakan barang
yang lebih banyak, lebih bagus dan lebih murah. Tetapi sebaliknya
sering pula mesin baru dibeli oleh satu monopoli, terus dibuang atau
dipendam karena takut kalau mesin baru menimbulkan terlampau
banyak pengangguran, jadinya mengguncangkan pasar pula. Kalau
pengangguran tiba-tiba terjadi, maka sebagian besar kaum buruh
kehilangan upah. Jadinya mereka tidak sanggup membeli apa-apa
walaupun mesin baru bisa mengadakan barang yang bagus dan murah.
Kalau barang tak laku, pabrik terpaksa pula ditutup. Masyarakat
sosialis, yang tidak berdasarkan concurrentie itu, melainkan
berdasarkan perhitungan atas apa dan berapa keperluannya
masyarakat itu, akan bergembira kalau seseorang anggotanya
mendapatkan mesin baru buat memperbanyak, mempercepat dan
memperbagus hasilnya. Syahdan keperluan dan keinginan manusia itu
tak ada hingganya. Sesudah keperluan makan tertutup, orang mau
pakaian. Seusudah keduanya tertutup, orang mau kendaraan.
Seterusnya orang mau bunyi-bunyian dll. Makan dan minumanpun
adalah bermacam-macam tingkatnya, dari yang perlu buat hidup
seperti nasi, sampai ke goreng ayam, sate perkedel, dll. Pakaian: dari
celana karung sampai mori, palmbeach dsbnya. Kendaraan: dari kuda
dan kereta angin sampai ke oto dan pesawat terbang. Bunyi-bunyian
dari biola sampai radio. Demikianlah seterusnya, dari yang perlu
sampai ke setengah mewah dan mewah. Berhubung dengan tak ada
batasnya keinginan manusia itu maka tak pula ada batasnya buat
kemajuan teknik dan temannya itu ilmu. Produksi bisa membumbung
setinggi-tingginya.

Seperti sudah dibayangkan lebih dahulu, maka dalam masyarakat


kapitalis tak ada kecocokan antara produksi dan distribusi. Barang itu
dihasilkan oleh beberapa biji kapitalis, dengan tak merembukan banyak
dan sifat barangnya satu sama lainnya, menurut rancangan. Kemajuan
barang tadi dijual di pasar dan dibeli oleh yang mampu saja. Mungkin
barang itu kurang, kalau kemampuan melebihi. Mungkin pula barang
itu kelebihan, kalau kemampuan si pembeli kekurangan. Celakanya
kalau barang itu kekurangan, maka harganya naik, dan untungnya
besar. Dalam hal ini beberapa biji kapitalis yang sama-sama
menghasilkan barang yang kurang tadi, dengan tidak berembuk satu
sama lainnya memperbanyak barang sekuat-kuatnya. Tiba-tiba barang
itu melimpah. Harganya merosot. Untung kecil, hilang berganti
menjadi kerugian. Parbik terus ditutup dan pengangguran timbul.

Dalam masyarakat sosialis, maka banyak dan sifatnya barang yang


akan dihasilkan dihitung lebih dahulu oleh satu badan yang dibentuk
oleh masyarakat itu sendiri. Banyak dan sifatnya hasil semua (pabrik,
tambang, kebun) yang sudah dimiliki oleh masyarakat itu, dicocokkan
lebih dahulu dengan keperluan dan haknya anggota masyarakat yang
bekerja. Banyak hasil dan pemakaian hasil tiadalah diombang-
ambingkan oleh kekuatan membeli seseorang anggota masyarakat lagi,
melainkan didasarkan atas perhitungan yang nyata, ialah keperluan
masing-masing anggota yang bekerja. Dalam masyarakat yang sosialis
perhitungan itu masih berdasarkan upah orang yang bekerja, atau
sebagian atas upah dan sebagian atas keperluan masusia umumnya.
Dalam masyarakat komunisme penghasilan (produksi) berdasarkan:
tiap-tiap orang kerja menurut kesanggupannya. Pembagian hasil
berdasarkan: tiap-tiap orang mengambil hasil menurut keperluannya.

KETIGA: Dalam hal diplomasi.

Dalam masyarakat dunia kapitalis maka Negara yang kapitalis yang


kaya dan kuat dalam kemiliteran dan teknik bisa memaksa
kemauannya sendiri atas negara yang lemah buat dijadikan jajahan:
ialah pasar tetap buat membeli bahan, menjual hasil pabrik dan
mengembangkan modalnya. Pemaksaan itu (Imperialisme)
menimbulkan peperangan dengan Negara lemah tadi atau dengan
negara lain karena ingin pula mempunyai jajahan seperti itu atau
lantaran takut kalau negara perampas bermula akan bertambah kuat
dan bertambah berbahaya buat dirinya sendiri.

Dalam masyarakat dunia sosialis, semua bahan dunia bisa di hitung


dan dikumpulkan oleh satu badan yang dibentuk oleh masyarakat
dunia itu. Barang bahan itu bisa diperoleh diri sesuatu negara yang
punya, dengan penukaran dengan hasil pabrik atau uangnya negara
yang membutuhkan barang bahan itu. Dengan hilangnya rebut-
merebut pasar buat membeli bahan dan menjual barang-pabrik
dengan lenyapnya usaha mencari untung dan bunga uang, maka
hilanglah pula alasan dan dasar yang terpenting buat peperangan.

Keuntungan masyarakat sosialis dalam hal sosial, kebudayaan dll.,


amat terlampau banyak. Tetapi kelebihan kekokohan masyarkaat
sosialis dalam hal politik, ekonomi, dan diplomasi seperti diuraikan di
atas tadi sudah cukup memberi jaminan bahwa masyarakat sosialis
mesti menang. Sejarah masyarakat sudah membuktikan bahwa
masyarakat sosialis mesti menang. Sejarah masyarkaat sudah
membuktikan bahwa masyarakat yang lebih kokoh ekonomi, teknik
dan politiknya menggantikan yang lebih lemah, masyarakat feodal
menggantikan masyarakat budak, dan masyarakat kapitalis
menggantikan masyarakat feodal. Sekaranglah jamannya buat
maysarakat sosialis menggulingkan masyarakat kapitalis. Atau dunia
kita terpaksa kembali menjunjung "undang-undang rimba" (the law of
the jungle) dalam pergaluan satu negara dengan lain. Dengan
bertambah cepatnya maju teknik perang (bom-atom) maka bertambah
cepatlah pula masyarakat kapitalis itu didorong oleh "undang-undang
rimba" itu ke perang dunia ke II sampai hancur lebur semuanya
masyarakat kita manusia.

5. UNO sebagai PENDAMAI.

Buat menegakkan perdamaian dunia belumlah cukup kalau League


of Nations (Serikat Bangsa) ditukar saja dengan United Nations
Organitation (UNO). Tidak saja namanya, tetapi juga "sikapnya" mesti
ditukar.

League of Nations, lebih dikenal di jaman penjajahan Belanda


dengan nama Volkenbond, cukup penting dan mulia maksudnya, ialah:
menyelesaikan perselisihan Negara dan Negara dengan jalan
perundingan. Cukup kuat pula "sanction"nya, ialah hukuman atas
negara bersalah sebagai jaminan sesuatu putusan bersama dalam
League itu. Kalau nyata sesuatu negara bersalah karena membahayakan
perdamaian dunia, maka negara itu harus diboikot. Tetapi Jepang yang
sudah nyata salahnya, karena terang bersikap ceroboh (aggressive) di
Mancuria terhadap Tiongkok (1931) tiada diboikot. Sebabnya itu ialah
lantaran pemboikotan terhadap Jepang itu dianggap pembukaan
peperangan dunia. Jadi orang takut akibatnya menjalankan putusan
League of Nations tadi, putusan bulat dari semua negara anggota,
kecuali Siam. Ketakutan League of Nations kepada akibatnya
memboikot Jepang, menimbukan akibat yang lebih menakutkan lagi.
Kecerobohan Fasis Italia terhadap Abessinia dan kecongkakan Musolini
terhadap League segera dibuntuti dengan kecerobohan Nazi Jerman
terhadap Polandia, Norwegia dll. Di Eropa dan kecongkakan Hitler
terhadap League. Akhirnya maka "sikap" lemah, takut akibat-kecil tadi
berujung pada Perang Dunia ke II, akibat sebesar-besarnya.
Kalau UNO dari mulanya akan bersikap lemah pula seperti Badan
yang diwarisinya maka UNO pun akan mewarisi nasibnya League of
Nations. Tidak saja UNO harus mempunyai wujud yang nyata,
organisasi yang teguh, serta "sanction" yang terang tertulis, tetapi
terutama pula UNO mesti berani menanggung akibatnya menjalankan
sesuatu putusan yang sah.

Seperti League of Nations, maka UNO bermaksud penting mulia


menegakkan perdamaian dunia dengan jalan menyelesaikan pertikaian
negara dan negara. Sanctionnya UNO lebih tegas, pasti dan kuat dari
sanction-nya League of Nations.

Kalau sesuatu negara terang ceroboh, maka menurut undang-


undang UNO, tidak saja harus diboikot dalam arti ekonomi atau
perhubungan, tetapi juga boleh digempur.

Sifatnya sesuatu kecerobohan itu terang pula termaktub dengan


Anggaran Dasarnya UNO Kecerobohan itu dalam hakekatnya
didasarkan atas pelanggaran dua hak sesuatu bangsa, yakni pertama
menentukan pemerintahnya sendiri (right of self determination) dan
kedua mempertahanakan Kemerdekaan Negaranya (right of self
defence).

Pelanggaran itu berlaku, kalau salah satu dari lima perkara yang
ditentukan pada salah atu konferensi dunia berlaku, ialah: 1) kalau
sesuatu negara mengumumkan perang pada negara lain (sudah tentu
yang bukan menyerang!); 2) mengerahkan tentara daratnya buat
menyerang; 3) mengerahkan armadanya dan pesawat terbangnya; 4)
mempersenjatai sesuatu golongan dalam negara lain yang menyerang
negara lain itu; 5) mengepung ekonominya negara lain (blokade
ekonomi).
Yang akan menjadi ujian buat UNO kelak terutama sekali adalah
dua persoalan:

1. Bagaimana sikap UNO terhadap bangsa yang melepaskan dirinya


dari salah satu bentuk penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan
yang diperolehnya terhadap serangan luar.

2. Bagaimana sikap UNO terhadap negara yang maju dengan


perminataan mempunyai pasar-tetap, baik berupa protection
(perlindungan), commonwealth ataupun free state (persoalan "the
haves and the haves not").

PERSOALAN I

Berhubung dengan persoalan 1) apakah UNO akan menganggap


sesuatu negara yang "menyerang" satu bangsa yang memerdekakan
dirinya dan mempertahankan kemerdekaannya itu adalah satu negara
"ceroboh"? Apakah UNO dalam hal ini akan memboikot atau
mengempur negara ceroboh itu?

Dalam arti yang tegas-hidup buat Indonesia sekarang pertanyaan itu


kita boleh susun, sebagai berikut:

Apakah si Licik-Pendusta Diplomasi Inggris dengan bonekanya si


Congkak-Cacah-Camar-Ceroboh tetapi pengecut Belanda, yang
memakai tentara darat, laut dan udara, mengadakan pengepungan
ekonomi, mempersenjatai dan mengerahkan Jepang dan Bangsa
Indonesia yang bodoh-goblok menyerang bangsa Indonesia yang
memerdekakan dirinya dan mempertahankan kemerdekaannya selama
8 bulan ini, bukan satu kecerobohan?

Kalau belum terang, apakah UNO tak patut mengirimkan satu


komisi yang terdiri dari beberapa Negara, termasuk juga negara yang
tiada berkepentingan minyak tanah, getah atau timah di Indonesia ini?
apakah sikap Inggris dan bonekanya Belanda dibenarkan, apakah ini
tidak akan berarti membenarkan "penjajahan" dan membatalkan "hak
kemerdekaan sesuatu bangsa" (right of self-determination) dan "hak
mempertahankan diri" (right of self-defence) ialah dua tiang tempat
berdirinya UNO?

Kalau seandainya Inggris dan bonekanya Belanda memang


melanggar kemerdekaan Indonesia dan memang ceroboh, tiadakah
perlu Inggris Belanda diboikot dan digempur? apakah sikap sikap
lemah seperti terhadap Jepang pada tahun 1931 pula yang akan
diambil?

Satu pepatah yang masyur sekali berhubung dengan sikap yang


mesti dipakai oleh para hakim dalam satu perkara di salah satu Negara
demokratis yang kuno di Indonesia di jaman lampau berbunyi: "Tiba di
mata dipicingkan dan tiba di perut dikempiskan". Artinya itu kalau
yang bersalah itu adalah berdekatan dengan para hakim maka perkara
itu ditutup saja. Menurut dasar negara itu juga patutlah: "Tinggi kayu
aru dilangkahi dan rendah bilang-bilang diseluduki". Artinya,
walaupun yang kiranya bersalah itu berkedudukan tinggi, maka para
hakim mesti berani melangkahi, berani melakukan hukuman, ialah
kalau perlu. Jika yang diperiksa itu rendah kedudukannya dalam
masyarakat, maka para hakim harus lebih merendah (hati) lagi: lebih
objektif dan lebih ramah-tamah.

Tetapi apakah negara kecil-kecil dan negara besar-ponakan Inggris,


apakah (our cousin) Amerika Serikat akan bisa, berani mau sampai hati
mengambil tindakan terhadap Inggris? Teranglah Amerika Serikat
sampai hati "me-atomi" satu negara Asia, seperti Jepang, tetapi apakah
Amerika Serikat akan berani, mau dan sampai hati menegor,
memboikot atau menggempur Inggris, Nica kalau terang bersalah?
Apakah dalam hal ini berlaku pepatah kuno di atas: "Tiba di mata
dipicingkan, tiba di perut dikempiskan?

Kalau tidak sanggup, maka cuma satu jalan yang patut dipilih oleh
Amerika Serikat. "Tinggalkan" UNO seperti dulu Amerika
meninggalkan League. Kalau Amerika Serikat tetap tinggal duduk
dalam UNO maka dia ikut tanggung akibat yang lebih besar:
kecerobohan bebas dari hukuman terus-menerus, bahkan dapat
sanction, ialah "cap" pula dari UNO sampai ……ke Perang Dunia 3.

PERSOALAN II.

Karena rapatnya perhubungan persoalan pertama di atas dengan


persoalan kedua, maka dalam pemecahannya persoalan pertama sudah
termasuk pula pemecahan persoalan kedua ini: yaknim boleh atau
tidakkah dibenarkan oleh UNO permintaan baru untuk mempunyai
pasar tetap, berupa commonwealth atau free state?

Seandainya kelak sesudah beberapa tahun salah satu negara Jerman,


Italia, Jepang atau ketiganya serentak bangun kembali atau negara baru
seperti Tiongkok atau Brazil, dll., memajukan permintaan di atas,
apakah UNO akan menolak saja permintaan semacam itu? Tegasnya,
permintaan semacam itu berhubungan rapat dengan persoalan "the
haves and the haves not", yang punya tak punya jajahan atau pasar
tetap.

Dalam hal ini apakah alasan "imperialisme licik, bohong, jahanam


Inggris" dan bonekanya Belanda-Perancis buat menolak permintaan
negara kapitalis baru, yang memang butuh pula dengan pasar itu?

Kalau Inggris menolak buat orang lain dan membenarkan buat


dirinya sendiri seperti terhadap Jerman, Italia, Jepang di jaman League,
maka akibatnya penolakan itu akan diwarisi pula oleh UNO
Kebangunan Jerman, Italia, Jepang ditambah negara kapitalis baru
……..akhirnya perang dunia ke 3, dan bubarnya UNO karena "tak
jujur" , munafiknya sendiri.

Kalau Inggris membenarkan negara kalah ditambah beberapa


negara baru berjajahan, sedangkan semua jajahan sudah dibagi-bagi di
antara Inggris dan bonekanya, maka ini buat kapitalisme imperialisme
Inggris dan para bonekanya "berhara-kiri" ialah membunuh diri
sendiri.

6. INDONESIA, SERBA-SERBI

Penyakit "ist" dan "isme"

"Ist" ialah akhiran kata, beralasan bahasa asing seperti juga "isme".
"Ist" mengartikan seseorang, sebagai pengikut orang yang berarti,
umumnya dalam dunia berpikir. Jadi Marxist, ialah pengikutnya Marx.
"Isme" ialah paham, sebagai buah pikiran seseorang ahli pikir.
Budhisme umpamanya, ialah buah pikiran ahli pikir Hindustan di masa
dahulu, bernama Budha. "Sosialisme" banyak coraknya, tetapi yang
dinamai "scientific-sosialisme", atau sosialisme menurut ilmu pasti
dibentuk oleh Marx dan teman pembentuknya Engels.

Sesuatu "isme" itu tentulah dibentuk pada "satu masa", dalam


"suasana dan keadaan tertentu" dengan memakai "cara berpikir yang
tertentu" serta "wujud dan penjuru penilik yang pasti" pula. Budhisme
di atas dibentuk oleh Gautama Budha + 2500 tahun lampau dalam
masyarakat pertanian dan pertukangan yang sederhana dan agak
tentram dengan cara berpikir logika berdasarkan idealisme dengan
wujud melenyapkan kasta Hindu buat sama-rata di antara Rakyat di
masa itu.
Sosialisme, bentukan Marx-Engels, timbul + 100 tahun lampau
dalam masyarakat kapitalisme muda, tetapi bergelora dengan cara
berpikir dialektis berdasarkan kebendaan (materialisme) dengan wujud
melenyapkan kelas borjuis menuju masyarakat sama-rata di antara
kaum pekerja seluruh dunia.

Banyak sekali bahayanya mengakui diri "ist" yang sebenarnya dan


mengandung "isme" tulen, sambil menuduh orang lain sebagai "ist"
palsu dan pengikut " isme" lancung. Apalagi kalau masa revolusi dalam
iklim yang termasyur panas dalam segala-gala dan dalam masyarakat
yang mengandung 93% buta huruf kita ini.

Banyak orang yang tak bisa membedakan "cara berfikir" (metode)


dan buah (hasil) berpikir. Seorang guru yang mengajarkan "cara"
menjelaskan satu persoalan (perhitungan) mungkin salah
perhitungannya sedangkan muridnya mungkin benar. Mungkin si
Guru tadi "silap", karena terburu-buru, salah baca dll, sedangkan "cara"
(metode) menghitungnya sudah tentu benar. Demikian pula tak akan
mustahil kalau sekiranya "perhitungan" Marx sendiri -- yang manusia
juga -- dalam politik, ekonomi dll. silap, karena belum nyata semua
bukti politik, ekonomi dll. di masa hidupnya itu. Meskipun begitu Marx
tetap "guru" dalam sebenarnya dalam "cara" berpikir "dialektika-
materialistis" itu. Dalam hal banding-membanding perhitungan politik,
ekonomi dll. Di Indonesia dengan paham Marx 100 tahun yang
lampau orang mesti berlaku awas sekali. Janganlah dilupakan, bahwa
suasana dan keadaan politik, ekonomi dan kebudayaan masyarakat
Eropa dahulu dan sekarang berlainan dengan keadaan di Indonesia
sekarang. Lagi pula kalau membawa-bawa Kautyskisme, Leninisme,
Stalinisme, Trotskyisme ke Indonesia ini, janganlah ditelan paham,
perhitungan atau sikap mereka itu bulat mentah begitu saja.
Karena paham perhitungan atau sikap mereka itu adalah hasil
perhitungan politik, ekonomi, kebudayaan yang bersejarah berlainan
dari pada Indonesia kita di alam panas ini. Akhirnya kalau meraba-
raba pertikaian di antara salah satu "isme" di atas dengan salah satu
lainnya, janganlah lupa mengemukakan suasana persoalan mereka itu
dalam arti seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Kalau tidak begitu,
maka kekacauan yang akan ditimbulkan oleh pengertian setengah-
setengah itu lebih besar dari pada tiada memajukan isme dan
pertikaian isme itu sama sekali. Jarang orang bisa menduga korban
bisikan palsu saja dalam masyarkat yang mengandung 93% buta huruf
ini. Yang beruntung tentulah musuh!.

Lebih baik pakai saja "metode" berpikirnya Marx serta syarat penting
dalam sosialisme, buat dilaksanakan atas bahan politik, ekonomi,
kebudayaan, sejarah dan jiwa revolusioner Rakyat Indonesia sekarang
ini menentang imperlialisme, buat mewujudkan masyarkat yang cocok
dengan kekuatan lahir batin Rakyat Indonesia dalam suasana
internasional yang bergelora ini. Kalau hasil perhitungan kita itu
disetujui dan dijalankan oleh Rakyat Indonesia, maka hal itu adalah
bukti yang senyata-nyatanya, bahwa perhitungan tiada salah tak
berapa salahnya. "The proof of the pudding is in the eating",
pengalaman itulah guru yang sebaik-baiknya.

Ekonomi

Di lain tempat sudah dilakukan kupasan tentang watak dan daerah


kapital internasional di Indonesia sebelum Belanda menyerah kepada
Jepang di bulan Maret 1942. Sepintas lalu perlu dituliskan di sini
beberapa hal yang berhubungan dengan hal yang tersebut sebagai
"gelang penyambung" saja dalam "rantai karangan" kami ini.
Perusahaan Indonesia di jaman Belanda ialah perindustrian dan
pertanian bahan mentah dan barang mewah. Bahan mentah dan bahan
mewah itu tiadalah diadakan buat Rakyat Indonesia melainkan buat
diperdagangkan oleh Belanda dengan negara yang membutuhi. Barang
mewah, seperti teh, kopi, gula tembakau dll. sebagian besar dipakai
oleh Belanda sendiri di Negeri Belanda, sebagian kecil oleh Rakyat
Indonesia, tetapi sebagian besar untuk diperdagangkan ke semua
penjuru dunia. Barang bahan seperti kapok, getah, kopra, sisal, palm-
alie dll. sebagian besar pula buat diperdagangkan. Hasil tambang
seperti minyak tanah, arang, timah, bauxite, emas, dan intan sebagian
kecil sekali diperdagangkan oleh Belanda ke luar negeri.

Hampir semua mesin buat pabrik gula, teh, kopi, padi, kina, kopra
dll., mesin buat tambang minyak, arang, timah, emas dll., adalah barang
yang bukan dibikin oleh Belanda baik di Indonesia ataupun di negeri
Belanda, melainkan barang yang dibeli oleh pedagang Belanda dari
Inggris, Jerman dll. Seperti negeri Belanda sendiri, maka Indonesia
bukanlah negeri tempatnya perindustrian berat, ialah tempatnya
"mesin pembikin mesin" atau tempatnya "mesin ibu". Bukan karena tak
ada bahan buat membikin mesin, seperti besi dan campurannya
bauxite, allumunium dll, atau bukan pula karena tak ada modal, tenaga
ataupun pasar dalam negeri, tetapi pertama sekali berhubungan
dengan kecakapan dan semangatnya si penjajah Belanda, sebagian
penduduk negara pertanian dan pedagang. Kedua berhubungan
dengan terikatnya Belanda dalam hal ekonomi, politik, dan diplomasi
kepada Inggris, tuan besarnya, dengan menimbulkan persaingan
membikin berbagai-bagai mesin di Indonesia ini. Apalagi kalau
Belanda itu mendapat perintah halus (pas op hoor!) dari Inggris
"majikannya" supaya jangan sekali-kali berlaku demikian.
Kapital Internasional di Indonesia ini berpusat pada Anglo-Dutch,
Inggris-Belanda. Dalam perusahaan "mengerok" minyak bumi dari
pangkuan bumi kita, seperti BPM yang termasyur itu, Inggris
menanamkan modal 40% dan Belanda 60%. Ini belum berapa hebat
eratnya ikatan Inggris ke lehernya kapitalis Belanda di Indonesia yang
oleh dunia luar dikenal sebagai "Dustch-Est-Indies (Hindia Belanda).
Kalau dikaji pula dalam-dalam artinya "perjanjian" Anglo-Dutch
tentang "getah dan timah" di Malaya dan "getah dan timah" di Indonesia
buat mengendalikan pasar di dunia dan artinya Singapura buat ekspor
dan impor keluar dan ke dalam Indonesia ini, maka di belakang tanda
nama (naambord) "Dutch-Indies" itu sebenarnya tertulis "Anglo-
Dutch-Indies".

Di sekitarnya kapital "Anglo-Dutch" itulah terdapat kapital Amerika,


Tiongkok, Perancis, Jepang dan sebagainya.

Sudah diketahui bahwa "untung" modal Belanda di Indonesia


dipukul rata F 500.000.000 (uang lama) setahun. Sedangkan
begrooting (anggaran-uang) negara pukul ratanya belum lagi F
400.000.000. Dalam hal ini sudah termasuk pula pensiun pegawai
Belanda. Untung F 500.000.000 ditambah sebagian dari F 400.000.000
terus mengalir ke negeri Belanda. Uang itu ditabungkan atau
dibungakan dengan jalan memindahkannya ke Amerika, Jerman atau
lain tempat. Sisanya uang tadi dipakai buat spekulasi di pasar (beurs) di
Amsterdam dan di Rotterdam. Kalau sebagian saja uang F 500.000.000
itu dipakai buat "industrialisasi" di Indonesia, sudah lama Indonesia
mempunyai industri enteng dan berat cukup buat kemakmuran dan
pertahanan Indonesia setinggi-tingginya dan sehebat-hebatnya. Tetapi
kemakmuran Indonesia itu harus cukup digambarkan oleh
Departemen Ekonomi dengan hasil perhitungan Huender. Menurut
perhitungan itu, maka pencarian si "inlander" cuma sebenggol sehari. Si
Belanda lain memutar-mutar "kecelakaan" "si "inlander" ini menjadi
"kebahagiaan" dengan mengatakan bahwa si "inlander" bisa hidup
dengan sebenggol sehari.

Perkara pertahanan Indonesia, maka pintu gerbang kita, yang


anehnya pula kebetulan dijaga oleh Jenderal Ten Poorten (di pintu
gerbang), dengan "batuknya" Jepang sudah dibukakan dengan
tergopoh-gopoh.

Kebanggaan Belanda terhadap dunia luar atas kerendahannya


keperluan si "inlander" yang "dilindunginya" itu, ditambah pula dengan
penghinaan atau kecerdasan bangsa Indonesia. Si Belanda selalu
dengungkan dengan lisan dan tulisan ajaran pada murid-inlander,
bahwa semua tambang, pabrik, kereta, kapal, kebun dan kantor yang
dibangunkan oleh Belanda itu memberi penghidupan dan menjamin
keamanan bangsa Indonesia. Bukan sebaliknya, bahwa semuanya itu
adalah alat-perkakas pemeras tenaganya si "inlander" buat
kemakmuran dan memewahkan hidupnya si Belanda.

Didikan sekolah Belanda, propaganda surat kabar dan buku


kesusastraannya akhirnya, tetapi tak kurang pentingnya di beberapa
pulah tahun belakangan ini "Kristening Politik" yang dijalankan
imperialisme Belanda, menghasilkan satu golongan bangsa Indonesia,
yang karena kurang perkataan yang lebih tepat kami sebutkan saja
dengan nama baru ialah "inlanders-alat". Di antara jenis sejawatnya,
"inlanders-alat" kita ini tak ada taranya di seluruh dunia ini, baikpun di
jajahan ataupun di negara merdeka. "Inlanders-alat" ini terdapat dalam
Badan pemerintah, kepolisian dan kemiliteran imperialisme Belanda.
Reserve besar dari "inlanders-alat" ini terdapat pada golongan
intelligensia, ber- atau tak bertitel.
Titel ini buat mereka "inlanders-alat" cuma memberi jaminan
kecerdasan dalam hal yang berhubungan dengan teknik dan ilmu yang
tak bersangkutan dengan ilmu masyarakat saja. Dalam semua ilmu
yang berhubungan dengan masyarakat, teristimewa politik, ekonomi
mereka menunjukan sifat mereka yang teristimewa pula sebagai
"inlanders-alat". Tidak ada di seluruh dunia ini yang lebih gampang
dipakai oleh imperialisme asing buat melakukan kemajuannya dari
pada "inlanders-alat" ini, ialah hasil pendidikan sekolah Belanda dan
sekolah zending yang dibantunya dengan segala tipu-dustanya.

Sebagai alat pemerintah, maka "inlanders-alat" mendapatkan tempat


paling cocok seperti "kandang bernaung". Seolah-olah tak ada lagi
kandang yang lebih bagus buat dirinya dari pada kandang yang
dibikinkan oleh tuannya. Seakan-akan tak ada lagi nasi dan tulang
yang lebih enak dari pada nasi dan tulang yang dilemparkan tuannya
kepadanya. Telinganya siap-sedia mendengarkan perintah tuannya.
Matanya tajam buat menerkam mangsa dan bangsanya sendiri, kalau
perintah datang dari "atas" ialah dari mereka yang menurut ilmu dan
pahamnya yang memberi pelajaran penghidupan dan perlindungan
pada diri dan bangsanya. Begitu setianya pada tuannya, sehingga
pukulan yang diberikan kepadanya, dianggap sebagai hukuman adil
terhadap dirinya. Tak ada yang berat hukuman itu buat dirinya. Kalau
kadang-kadang hukuman dan pukulan itu menghilangkan
kesabarannya bukanlah karena rasa keadilan, kebangsaan, kehormatan
atas diri sendiri dan kemerdekaan sebagai manusia atau bangsa.
Melainkan karena agak lama ia menunggu kesempatan, bilamana
dengan ekor di antara kaki belakangnya ia diberi izin boleh kembali
menjilat-jilat kaki tuannya dan menjalankan perintah tuannya itu
dengan lebih cepat dan menjalankan perintah tuannya itu dengan lebih
cepat dan kalau lebih perlu lebih kejam dan bengis terhadap bangsanya
sendiri, semata-mata buat kesenangan tuan "ndoro"nya itu.

Imperialisme Jepang mendapatkan alat yang baik sekali dari


"inlanders-alat" ini, yang memang berada dalam keadaan budak yang
kehilangan tuan. Manusia yang bisa menerima perintah semacam ini
sudahlah tentu menderita kesengsaraan dan membutuhkan "tuan".
Sedikit saja lagi usaha yang perlu dilakukan oleh tuan baru, yang
menggelari dirinya "saudara-tua". Beri makan secukupnya pada
"inlanders-alat" yang ditinggalkan tuannya tadi dan tukar saja
perkataan "bevel" (perintah) dengan kata "merei", sendirinya jawab
"inlanders-alat" yang dulu berbunyi "ja-meneer" bertukar "hai", semua
pekerjaan sebagai alatnya imperialisme asing akan berjalan terus.

Jepang tak mempunyai sumber minyak di negerinya. Perlu minyak


dari Indonesia. Tak mempunyai besi cukup. Sudah lama besi itu
didatangkan dari Malaya dan Tiongkok. Jepang tahu pula bahwa
Borneo, Sulawesi, dan Sumatera banyak mengandung logam besi.
Jepang tak mempunyai timah, bauxite, getah, makanan dll. Semuanya
ada di Indonesia. Ringkasnya Jepang paling miskin tentangan bahan
buat makanan dan industri-berat, tetapi sebaliknya paling kaya
tentangan nafsu mengangkangi seluruh dunia dan menempeleng serta
membagero-kan siapa yang tak setuju dengan maksudnya.

Saudara tua kita juga amat insyaf, bahwa kalau Indonesia diangkat
menjadi negara industri-berat, lambat laun, kekuasaan akan pindah
dari negara Jepang, yang miskin itu ke Indonesia, apalagi kalau
Indonesia dimerdekakan! Barang bahan penting buat industri-berat
mesti diangkat ke Jepang 5000 km jauhnya dari Indonesia. Di Jepang
mesti terpusat industri berat. Sendirinya di Jepang akan terpusat
kepandaian buat teknik, kimia dan ilmu lainnya. Indonesia mesti terus
ditekan sebagai negara perusahaan bahan mentah dan pertanian buat
makanan. Sedikit saja Indonesia meningkat ke industri berat, Jepang
mesti kalah oleh Indonesia, karena semua bahan berada di Indonesia.
Jadi Indonesia mesti tetap ditekan, tinggal tetap negara bahan mentah
dan pertanian. Politik pendidikan dan kebudayaan Indonesia mesti
dicocokkan dengan kedudukannya sebagai "negara-alat" dalam "Asia-
Timur-Raya", ialah alat pula buat mengangkangi seluruh Asia dan
akhirnya seluruh dunia menurut Rencana Tanaka.

Sudah siap "inlanders-alat" para peminpin rakyat dan intelligensia


sebagai reserve, buat menjalankan administrasi, perindustrian,
pertanian Indonesia, warisan dari Imperialisme Belanda, buat dipakai
oleh imperialisme Jepang menegakkan "Asia-Timur-Raya" tadi. Pamong
Pradja, Tyuuo-Sngi-In, Para Kakka made in Japan, Pemimpin Besar,
Tengah dan Kecil atas "Panca Darma", semuanya "Kirei" berdiri
mendengar "Komando" dari Tenno-Heika di Tokyo.

Puluan ribu pemuda dilatih sebagi Heiho, pembantu serdadu Jepang,


dikirimkan ke semua pulau di Indonesia, bahkan juga ke Birma dan
Siam buat "orang suci" di Asia Timur Raya. Para "Kakka" Indonesia
memihak kepada Jepang, bukan karena persoalan kalah-menang,
melainkan karena Jepang berada pada "kebenaran, keadilan, dan
kesucian"………katanya.

Diketahui sekarang, bahwa 3 atau 4 juta "romusha" mati karena


memang kekurangan pakaian, tempat tinggal, obat-obatan dan
makanan. Mereka (biasanya diculik) dikerahkan buat meninggalkan
desa, pekerjaan dan anak isteri, menggali lubang pertahanan militer,
lapangan terbang dll. Keperluan militer di mana-mana.

Buat membalas "jasa" Jepang menetapkan Indonesia negara


pertanian, dan perusahaan bahan semata-mata, dengan memeras
keringat, dan darah putera-puteri (pelayan Indonesia) maka ada pula
kakka yang setuju dengan penyerahan Eklatan dan Pahang kepada
Siam, dan Semenangjung Melayu, Borneo Utara dan ……….Shonanto,
Yakni pusat strategi seluruhnya Indonesia bersama Birma, Siam Annam
dan Filipina …………..kepada militerisme Jepang.

"Inlanders-alat" tetapi konsekuen dengan watak dan sejarahnya


sebagai alat imperialisme asing.

INDONESIA KELUAR

Beberapa persoalan yang terpenting yang mengenai dunia luar


umumnya dalam garis besarnya tentulah pula mengenai Indonesia.
Indonesia tiadalah bisa lepas dari pada persoalan yang berhubungan
dengan pertentangan sosialisme dengan kapitalisme, pertentangan si
Penjajah (the haves) dan Yang-Ingin-Menjajah (the haves not),
pertentangan si Penjajah dan si Terjajah, serta akhirnya pertanyaan
"Hari Depannya" UNO. Tetapi beberapa persamaan dunia Indonesia
dengan dunia luar itu tiadalah boleh menyesatkan kita ke daerah cara
berpikir yang sering disebut dengan cara "mekanis", ialah cara jalannya
mesin yang tak berotak itu. Karena persoalan ini atau itu dipecahkan di
luar Indonesia dengan hasil demikian, maka persoalan itu mesti
dipecahkan di Indonesia dengan hasil serupa itu pula, dengan tiada
mengindahkan beberapa perbedaan. Yang terpenting ialah membentuk
persoalan itu di Indonesia ini (het stellen van het probleem) dan cara
(metode) yang dipakai buat memecahkan persoalan itu. Bukanlah hasil
pemecahan itu yang terpenting. Tidak saja persamaan dalam garis
besarnya yang mesti diperhatikan, tetapi juga beberapa perbedaan,
walaupun kecil rupanya. Tiadalah boleh dilupakan, bahwa beberapa
perbedaan kecil itu kalau dikumpulkan bisa menjadi perbedaan besar
(kuantitas menjadi kualitas, perbedaan banyak bertukar menjadi
perbedaan sifat). Buat membentuk persoalan dan memecahkan
persoalan itu di Indonesia ini perlulah pula kemerdekaan berpikir dan
keberanian. Keberanian dan kemerdekaan berpikir dalam hal
membentuk persoalan dan memecahkan persoalan itulah yang
membawa Lenin kepada sistem baru kepada hasil perhitungan dalam
hal organisasi dan taktik strategi. Kalau Lenin meng-aminkan saja apa
yang dimajukan oleh Karl Kautsky, pendeta Internasional II, dalam hal
taktik strategi, dan menghapalkan saja pendapat Kautsky & Co di Eropa
Barat dengan tiada memperhatikan perbedaan Rusia dengan Eropa
Barat, maka Rusia tak akan sampai meningkat ke masa Diktator
Proletariat, ke Rencana 5 tahun, pertanian kolektif, dll. Lenin dan para
kawannya tak akan bisa lebih jauh berpikir dan bertindak dari kaum
Mensheviki atau Sosial-Revolusioner. Dengan memakai cara berpikir
Dialektis Materialisme dan memperhatikan dasar komunisme dalam
garis besarnya, mungkin sekali Indonesia akan mendapatkan sistem
yang berlain rupa dengan Negara Luar, meskipun tiada berlainan sifat,
ialah dalam hal Organisasi, Taktik dan Strategi.

Bagaimanapun juga karena banyak persamaan tadi dengan Dunia


Luar, seperti tersebut pada permulaan fasal in, maka uraian yang
bersangkutan boleh diperpendek saja.

DIPLOMASI DAN DIPLOMAT

Diplomasi Indonesia semenjak hampir 10 bulan ini sudah sangat


terlibat dalam "perhitungan" banwa imperialisme Inggris itu bisa
dipisahkan (di-isolir) dari pada imperialisme Belanda dan
ditumbukkan kepada imperialisme Belanda. Berdasarkan perhitungan
ini, maka dianggap amat untunglah si Diplomat kita, yang berikhtiar
mengadu-dombakan Inggris dengan Belanda. Dengan demikian
diharapkan paling sedikitnya si Inggris akan memusuhi si Belanda dan
Indonesia mendapatkan kesempatan buat mempersiapkan diri. Tetapi
nyatalah sekarang, bahwa sudah berbulan-bulan berdiplomasi hasil
yang sebenarnya dari pada "perhitungan" ini ialah: pada satu pihak
Inggris menyerahkan Surabaya, Semarang, Bandung, dll. kepada
Belanda yang dikeluarkannya dari kantongnya dan memintakan
daerah antara Ci Sedane dan Ci Tarum buat dipakai si Belanda sebagai
batu-peloncat buat menjajah Indonesia kembali, permintaan mana
katanya dikabulkan oleh para pembesar Indonesia. Pada lain pihak
pergerakan revolusioner ditindas keras (Kongres "Persatuan
Perjuangan" 17 Maret di Madiun) serta badan pemerintahan dan
ketentaraan hendak dipindahkan kepada kaum-jinak (moderat).
Pengharapan palsu masuk ke dalam kalbu segolongan bangsa
Indonesia. Hal ini berakibat melemahkan semangat Rakyat di samping
Belanda mempersiapkan diri. Seandainya si Diplomat kita berpikir dan
berlaku jujur, maka di sinilah kita mendapat contoh yang tepat, yang
menggambarkan perbedaan antara memahamkan sesuatu teori dengan
mengapalkan saja teori itu. Pula mengambarkan perbedaan
melaksanakan teori itu dengan mempelajari sungguh-sungguh
keadaan di tempat melaksanakannya dengan meniru-niru saja
pelaksanaan teori tadi di lain tempat dan di lain tempo: perbedaan
pelaksanaan secara dialektis dengan pelaksanaan secara mekanis
seperti mesin.

Teori devide-et-empire, mengadu-dombakan bangsa kontra bangsa


ataupun golongan melawan golongan memangnya dalam dipahamkan
serta jitu dilaksanakan oleh Kerajaan Romawi di jaman kuno dan oleh
Inggris dan Belanda lebih dari 300 tahun di belakangan ini. Tetapi
janganlah dilupakan "machtsfaktor" (faktor kekuasaan) yang dipakai
dengan perhitungan di sampingnya atau di belakangnya pelaksanaan
politik mengadu-dombakan itu. Dan apakah faktor kekuasaan yang
ada lahir dan batin di Indonesia cukup dikenal, disusun, dan dipakai
oleh si Diplomat Indonesia?

Adakah gerakan tentara atau gerakan Murba yang diatur dan


dipakai dengan "perhitungan" membantu gerakan "lidah" si diplomat?

Ataukah semua diplomasi dipusatkan kepada gerakan lidahnya si


Diplomat itu saja? Hal yang terpenting pula apakah "perhitungan"
bahwa imperialisme Inggris itu bisa dipisahkan dan diadu-dombakan
dengan imperialisme Belanda? Di atas tadi sudah dikemukakan, bahwa
Dutch Indies itu dalam arti ekonomi ialah Anglo-Dutch-Indies. Hasil
terpenting buat kemakmuran dan pertahanan Indonesia seperti minyak
tanah dan karet, sudah dikendali oleh kongsi minyak kepunyaan
Anglo-Dutch dan kebun getah Inggris yang ada di Indonesia ini.
Singapura, simpang jalan dunia terletak di tengah-tengah kepulauan
Indonesia sudah mengendalikan perdagangan keluar dan masuk
Indonesia. Perjanjian Anglo-Dutch tentang penghasilan penjualan
getah dan timah yang dibikin tiap-tiap tahun, yang mengenai harga
ratusan juta rupiah sudah mengekang jalannya ekonomi Indonesia.
Ringkasnya dalam hal ekonomi imperialisme Inggris dengan sempurna
dan efektif mengekang imperialisme Belanda. Kalau Sir Hendrik
Deterding diberi gelar Sir oleh Inggris, maka ini bukan berarti
keulungan si Hendrik ini tentangan lain hal daripada keulungan
menjadi kaki-tangannya imperialisme Inggris. Titel itu diberikan oleh
Inggris di mana ia mendapatakan kaki-tangannya yang patuh, buat
mengekang ekonomi dan politik negara yang mau dijadikan atau sudah
dijadikan mangsanya. Di Hongkong diberikan kepada Tionghoa Sir
Robert Ho Tung buat mengapusin seluruhnya Tiongkok. Di Hindustan
titel itu dihamburkan kepada beberapa biji orang Hindu yang ikhlas
menjalankan peran sebagai kaki-tangan imperialisme Inggris lahir
ataupun batin, seperti seseorang menghamburkan tulang-tulang
kepada anjing yang disukainya. Malaya pun tiada kelupaan. Hartawan
Besar Sultan Johor di tempat strategi dunia yang terpenting "beruntung"
pula mendapat titel Sir itu. Sepintas lalu hal ini kelihatan perkara kecil
saja. Tetapi kalau kepentingan Malaka dan Singapura dalam hal
ekonomi dan strategi dipelajari dalam-dalam, maka kalung "Sir" yang
dianugerahkan oleh Raja Inggris kepada Ibrahim, Sultan Hartawan
Johor itu besar sekali maknanya. Sir Ibrahim sudah memberi kekuasaan
besar dalam perekonomian kerajaan Johor kepada kapital Inggris, Sir
Ibrahim salah seorang otokrat terkaya di Asia, menaruh simpanan
besar di Bank Inggris. Sir Ibrahim akhirnya adalah turunan pula dari
pada keluarga Sultan Johor yang hidup di masa Stamford Raffles, lebih
dari 100 tahun lampau. Salah seorang putra Sultan Johor tadi berhak
mewarisi Singapura, tetapi karena gila ditolak oleh Rakyat Johor
sebagai Raja dan sebagai ahli-waris pulau Singapura. Ahli-waris yang
gila ini d culik dan diajak berunding oleh Raffles di Singapura. Hasil
perundingan ini pada suatu pihak Putra gila yang ditolak oleh Rakyat
Johor tadi beruntung diakui oleh Raffles. Pada lain pihak Raffles
beruntung dapat membeli Singapura dengan harga $60.000 (enam
puluh ribu dollar). Kecerdasan Raffles ialah satu dari pada pujaan
dunia imperialisme Inggris – tiadalah terletak pada ketangkasan
matanya melihat kepentingan Singapura buat ekonomi dan strategi.
1500 tahun lampau kearajaan Sriwijaya sudah insyaf akan hal ini. 500
tahun lampau kerajaan Majapahit penuh insyaf akan keinsyafan
seluruhnya di Sriwijaya tadi. Rafles sebagai ahli sejarah Indonesia
tentulah lebih insyaf dari pada siapapun juga, akan hal, bahwa
bukanlah dia Raffles yang pertama sekali menampak kepentingannya
Singapura dipandang dari sudut perdagangan dan strategi. Tetapi dia
cukup cerdas buat menaksir, bahwa kalau ia berhubungan dengan
orang Indonesia yang sedikit saja cerdas ia tak akan mendapat
Singapura dengan harga $60.000. Ia perlu berunding dengan orang
gila, buat membeli Singapura dengan harga gila.

Kemarin bandit, perampok, sekarang sesudah menjadi raja, berlagak


dermawan. Hal ini lazim di dunia feodal. Kemarin tukang catut atau
tukang smokkel, dan sesudah kaya-raya berlagak menjadi dermawan.
Hal ini masih lazim di dunia kapitalisme. Kemarin merampok negara
merdeka, sekarang berlagak menjadi pelindung ataupun "Ratu Adil".
Inipun lazim di dunia imperialisme. Tangan kanan membacok tangan
kiri mengobati supaya si mangsa bisa dipakai sebagai budak.
Sesudahnya Inggris mencatut Singapura dan merampok Malaka, maka
dia berlagak sebagai pelindung. Demikian para Sultan dilambuk,
dikenyangkan dan di-Sir, supaya mereka merampas dan memeras
Rakyatnya buat kepentingan karet dan timah kapitalis Inggris di
Malaka. Dengan memakai para Sultan di Semenanjung Tanah Malaka
umumnya dan "Sir" Ibrahim khususnya di samping Sir Hendry
Deterding sebagai kaki-tangannya di Indonesia, maka dalam
hakekatnya imperialisme Inggris sudah menguasai seluruhnya
Indonesia, termasuk Malaka dan Borneo Utara dalam hal politik dan
ekonomi.

Dalam hal strategi kepentingan Singapura lebih nyata lagi. Ambillah


jangka dan bikin satu lingkaran dengan radius 150 mil. Dalam
lingkaran itu terletak Birma, Siam, Annam, Filipina, seluruhnya
Republik Indonesia dan Australia. Inilah yang kita pernah namai Aslia
(Asia-Australia). Menurut ahli Barat penduduk di Aslia itu termasuk ke
dalam satu bangsa. Sepintas lalu kelihatan bahwa bagian bumi ini
dikuasai oleh iklim yang sama dan musim yang sama (monsun). Jadi
watak ekonominya pun mempunyai banyak persamaan. Berhubung
dengan itu membutuhkan satu koordinasi perekonomian. Tetapi yang
kita terutama mau kemukakan di sini ialah kepentingan lingkaran ini
dipandang dari penjuru strategi. Dengan Singapura sebagai pusat,
maka menurut kekuatannya pesawat terbang Perang Dunia ke II, Aslia
terletak dalam "flying radius" (lingkaran terbang). Lingkaran teknik
atom yang berada di Australia (?) tiada akan mengecilkan arti
Singapura dan Aslia.

Menurut U.P dalam surat kabar Hindustan The Bharat Yuoti, 5 Mei,
1946 ini, maka dalam konferensi commonwealth Inggris pada tanggal
3 Mei di London yang diketuai oleh Perdana Menteri Attlee, maka
pemerintah Inggris mengusulkan supaya Australia berunding dengan
Belanda buat memperoleh Bandung dan beberapa pelabuhan penting
buat melindungi Kerajaan (Empire) Inggris di bagian Selatan dan Barat
Daya-nya Pasifik. Australia dengan tegas menolak usulan ini karena
tiada menghendaki akibatnya diplomasi imperialis semacam itu.
Australia tiada ingin memusuhi Republik Indonesia. Bahkan sebaliknya
Australia mengharap adanya Pemerintah Rakyat (popular government)
di Indonesia dengan siapa Australia ingin hendak mengadakan Alliance
(persekutuan), sekali lagi kelihatan politik mulus jahanamnya Inggris
terhadap Indonesia. Walaupun gagal Indonesia mesti selalu berlaku
awas selama imperialisme Inggris masih berada di sekitarnya Aslia ini,
dan belum dibongkar sampai ke akar-akarnya.

Nyatalah di sini, bahwa Inggris menganggap Aslia dalam hal strategi


sebagai satu unit kesatuan. Jepang tentu tidak ketinggalan. Ini hari
Singapura direbut Jepang pada tanggal 13 Februari 1942, besoknya
Singapura ditukar namanya menjadi Shonanto (Kota Gemilang).
Seluruh Aslia dinamainya Selatan. Sriwijaya dan Majapahit sudah
cukup mengerti akan persatuan daerah Aslia itu dalam segala-gala.
Gerakan politik, diplomasi dan strategi Sriwijaya dan Majapahit juga
dengan segala keinsyafan ditujukan ke arah kesatuan daerah Aslia itu.
Oleh orang Tionghoa pun semuanya itu dinamai Huana (bahasa
Hokkian). Sekarang kalau kita, Rakyat Indonesia revolusioner, ingin
mengadakan rencana yang praktis, yang penting buat kemakmuran
dan terutama pula buat keamanan Republik Indonesia sekarang dan di
hari depan, maka tiadalah boleh kita ketinggalan oleh paham 500
tahun lampau (Majapahit) apalagi oleh paham yang sudah masak 1500
tahun lampau (Sriwijaya). Berbahaya selalu keadaan Republik
Indonesia dalam ekonomi dan strategi kalau kita tidak insyaf akan
artinya politik dan strategi Rafles dan Yamasita. Walaupun ada Federasi
Perancis dan Filipina Merdeka, tetapi dengan adanya Hongkong
(Inggris) maka praktisnya Aslia adalah efektif dikuasai oleh Armada
Inggris. Di tangan imperialisme Inggrislah sebenarnya terletak
kekuasaan ekonomi dan militer buat mengangkangi seluruh Aslia.
Imperialisme Inggris dan Belanda dan Perancis sebagai boneka para
Sultan atau Raja dan sebagian intelligensia sebagai kaki tangan maka di
masa damai dia mengendalikan politik-ekonomi Aslia. Dengan
Singapura sebagai Dasar Armada dan Pesawat, serta Australia Putih
dan Ceylon sebagai garis kedua (teknik atom?), maka imperialisme
Inggris di waktu perang berniat menguasai seluruhnya Aslia (Asia-
Australia). Mau tidak mau, dalam prakteknya Republik Indonesia,
Merdeka 100% mesti bertentangan dengan Imperialisme Inggris. Di
waktu damai kepentingan ekonomi Indonesia Merdeka 100% mesti
bertentangan dengan kepentingan ekonomi penjajahan Inggris. Dalam
masa perang Singapura akan mengancam Indonesia Merdeka, yang
tiada mau dibonekakan oleh Imperialisme Inggris. Real-politik, politik
sebenarnya, (bukan impian) memaksa Indonesia pada satu pihak
berhadapan muka dengan imperialisme Inggris. Maka real politiklah
pula pada lain pihak yang akan memaksa Indonesia Merdeka
mengumpulkan semua tenaga revolusioner dalam lingkaran Aslia,
flying-radius, buat ditumbukkan kepada imperialisme Inggris.

Kita percaya bahwa taktik-strategi yang cerdas, organisasi yang


elastis (seperti karet) dengan usaha yang penuh kesabaran ketetapan 
hati, kita sanggup berhadapan muka dengan imperialisme Inggris
Singa Ompong itu.

Maka berhubungan dengan semua di atas pula, semua percobaan


"diplomat ulung" di Indonesia ini berusaha memisahkan Belanda dan
Inggris dan mengadu-dombakan Inggris dengan Belanda adalah
seorang "cerdik" yang mencoba memisahkan dan mengadu-dombakan
kepala buaya dengan ekornya. Semujur-mujurnya si Diplomat ulung
tadi ia cuma bisa menghindarkan dirinya dari pukulan ekor buaya itu.
Tetapi semalang-malangnya si Cerdik itu dia pasti akan masuk lebih
dalam di rangkungan buaya tadi.

Adalah tiga syarat yang terutama kalau seorang ingin hendak


menjalankan diplomasi bersandar kepada Devide et empera itu dalam
keadaan revolusioner sekarang. Pertama sekali, kekuatan diri sendiri
dan kepercayaan atas diri sendiri mestinya ada cukup. Kedua,
diplomasi itu mesti bersifat revolusioner yang ada dalam negeri. Ketiga,
diplomasi devide-et-empera yang revolusioner itu mesti ditujukan
kepada bangunan-musuh yang mengandung pertentangan
sesungguhnya, ialah pertentangan keperluan (ekonomi). Kalau
seseorang diplomat Indonesia yang revolusioner mengemukakan
pertentangan-tajam dalam hal keperluan penting antara Inggris dan
Amerika, bahkan dengan Australia (commonwealth-Inggris), dan
pertentangan itu terus akan berlaku selama Indonesia itu masih berada
dalam ruangan kemerdekaan nasional, kita tak akan menyangkal
(membantah), memangnya diplomasi-bambu-runcing dengan program
minimum berlaku dalam suasana pertentangan hebat di antara
gabungan Kapitalisme dan Imperialisme Asing, yang berada di
Indonesia di jaman Belanda.

Si Pengelamun, Si-Tukang-Berpangku-Tangan, Si-Serba-Tak-Bisa


tetapi nasionalis dan percaya saja kepada siapa saja kecuali pada diri
sendiri, Si-Pengharap Pertolongan-Luar, dalam waktu damai boleh
menertawakan atau mengecilkan artinya Aslia, tetapi sebagai gabungan
revolusioner dalam lingkaran-terbang (flying-sphere) dengan
Singapura sebagai pusat. Mereka boleh bermimpi-mimpi
mengharapkan pertolongan jatuh dari langit, sambil menyeburkan
isme ini atau itu ke kiri ke kanan. Mereka boleh terus berpangku
tangan sambil bermimpi melayang ke langit sampai .........revolusi atau
peperangan akan melemparkan mereka kembali ke dunia nyata,
kembali ke tanah yang keras itu. Sesudah hampir sepuluh bulan si
Tukang-Maki dan mengejek sering dengan memakai kedok
internasionalis tetapi nasionalis yang bisa dipakai Nica, Jepang ataupun
Sibar dalam prakteknya mestinya sudah insyaf, bahwa dalam revolusi
atau peperangan, maka Rakyat Indonesia dalam suasana dan keadaan
internasional seperti sekarang terpaksa berdiri atas kaki sendiri, pada
organisasi sendiri, bersandar pada otak, hati dan jantung sendiri, pada
kecerdasan, keberanian dan ketabahan hati sendiri. Teristimewa pula
mesti berdiri atas alat hidup sendiri dan senjata sendiri, walaupun
hanya bambu runcing saja. Di samping kepercayaan dan tindakan
berdasarkan kekuatan diri sendiri yang sebenarnya, haruslah kita
berusaha meluaskan lapangan perjuangan ke daerah yang memberi
kemungkinan memberi hasil (Aslia). Baru bertindak begitu rupa,
supaya dapat merebut simpati dan pertolongan tak langsung dari opini
publik di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. Semata-mata menyandarkan
paham, organisasi dan aksi atas kekuatan yang tiada bisa dipakai
sekarang, karena jauh atau belum bisa keluar, ataupun kalau keluar
belum tentu bisa dipakai menurut kehendak atau kepentingan kita,
sama juga dengan sikap seseorang yang ingin menamai diri seorang
revolusioner, tetapi takut kepada revolusi. Dalam perjuangan yang
sebenarnya ini memang nyata, siapa yang revolusioner di waktu
revolusi dan siapa yang revolusioner di waktu damai: Si Pembelalang di
dalam gelap, Si-penggertak dari sebalik gunung.

Persatuan Perjuangan yang didirikan pada tanggal 5 Januari 1946


tahun ini, cukup memperhatikan kekuatan kawan dan lawan, cukup
memperhatikan sifat dan susunannya semua golongan yang ada dalam
Indonesia (social-structure), sifat dan tingkatnya revolusi Indonesia,
kepentingan dan pertentangan dalam kapitalisme dan imperialisme
Asing. Persatuan yang diikat oleh Minimum-Program yang
revolusioner terasa perlunya setelah di saat itu nyata kelemahan
perjuangan, disebabkan oleh banyaknya partai dan banyaknya laskar.
Pada beberapa tempat seperti Surabaya, Tegal, Pekalongan, dan Ciamis
sudah timbul sengketa di antara laskar dan laskar, serta partai dan
partai. Kalau Persatuan Pejuangan tak tampil ke muka, mungkin
sengketa tadi akan lebih mendalam dan berakhir pada perang saudara,
yang menguntungkan musuh.

Belum lagi 2 (dua) bulan Persatuan Perjuangan, yang sanggup


mengikat 141 organisasi politik, sosial, ekonomi, dan militer, berjalan
maka datanglah undangan dari pihak pemerintah Republik buat
bersama membentuk Kabinet Baru, sesudahnya kabinet lama, Kabinet
Soetan Sjahrir meletakkan jabatannya. Persatuan Perjuangan menolak
campur membentuk Kabinet Baru, bukan karena tiada sanggup
menerima "tanggung-jawab" seperti dibisikkan oleh satu pihak ke sana
sini, melainkan karena ada hakekatnya Presiden menghendaki supaya
yang "terpentingnya" dalam Minimum-Program dibatalkan!
Sebenarnya susah sekali mengetahui berapa luasnya dan di mana
batasnya kekuasaan "Presiden" Republik Indonesia di masa revolusi ini.
Undang-undang Dasar yang memusatkan kekuasaan dan tanggung
jawab pada Presiden dan praktek memerintah sekarang yang
memusatkan kekuasan dan tanggung jawab pada Perdana Menteri
cuma membingungkan yang mempelajari saja. Si Pelajar akan lebih
bingung lagi kalau diketahui bahwa Presiden berdiam di Yogyakarta
sedangkan Perdana Menterinya di kota Nica Jakarta, yang sudah
dicelupnya kembali dengan nama "Batavia". Sebenarnya Persatuan
Perjuangan sudah siap sedia dengan para calon yang sanggup
menerima pangkat menteri dengan atau tiada dengan Tan Malaka.
Tetapi setelah ditentukan "disiplin" terhadap mereka yang akan
menerima pangkat menteri yang akan membatalkan Minimum-
Program, maka tiadalah seorang juga di antara para calon tersebut
yang masuk ke dalam kabinet Sjahrir yang ke-2. Sebenarnya patut
dipuji sikap para calon yang lebih mementingkan dasar, prinsip
daripada pangkat.

Bukankah Rakyat dan Pemuda bertempur mengorbankan jiwanya


buat dasar, prinsip yang nyata dan sah? Janganlah disalahkan para
calon Persatuan Perjuangan yang memegang teguh dasar, haluan
Revolusi Indonesia sekarang!

Semenjak terbentuknya minimum-program ialah 4 atau 5 bulan


sampai sekarang, maka belumlah ada kelihatan cacatnya salah satu
dari 7 pasal yang dikemukakan. Malah sebaliknya, kalau salah satu
daripada 7 pasal itu dilanggar, dilemahkan atau dibelokkan, maka
nyata sekali sikap dan tindakan rakyat terhadap tindakan semacam itu.
Pelucutan Jepang yang bermula hampir dilakukan yang berlainan
dengan tulisan dan lisan pasal 4, mengadakan perlawanan sekeras-
kerasnya dari pihak rakyat di daerah Surakarta.

Sebab itulah rupanya tak jadi diadakan Markas Sekutu, seperti di


Solo, ialah menurut pengumuman yang bermula diterima rakyat Solo.
Tetapi apakah sudah cukup jaminan supaya tentara Jepang dari Pulau
Galang kelak betul-betul akan dikirim ke Jepang dan bukan ke salah
satu pulau di Indonesia, itu tiadalah bisa dipastikan.

Tulisan dan lisan pasal 4 itu memang bermaksud supaya seperti


yang sudah-sudah terjadi di mana-mana tempat tentara Jepang jangan
dipakai lagi buat merobohkan Republik Indonesia. Yang amat penting
pula tentulah pasal 1 berhubungan dengan "perundingan" Minimum-
Program menuntut supaya perundingan itu berdasar atas pengakuan
kemerdekaan 100%. Artinya kemerdekaan 100% mesti lebih dahulu
diakui. Perundingan yang akan dilakukan ialah buat menetapkan
pengakuan itu dan membuat perjanjian yang berdasarkan
kemerdekaan 100% itu. Dengan perkataan lain, perundingan itu
adalah perundingan dua negara merdeka. Bahwa dalam keadaan
perang sekarang kemerdekaan 100% bisa dicapai dengan "goyangan
lidah" itu adalah berlawanan dengan pikiran sehat, dengan sejarah
manusia dan berlawanan dengan "sifatnya" sesuatu "perundingan".
Bukankah berunding itu berarti tawar-menawar, memberi dan
menerima, tolak angsur? Dimanakah lagi letaknya "tawar-menawar"
kalau satu pihak mau mendapatkan 100% yang sebelum berunding
dibantah keras oleh lain pihak? Mungkin mendapatkan 90% ataupun
dalam teori 99%, tetapi perundingan yang tiada berdasarkan atas
pengakuan kemerdekaan 100% tidak akan mendapatkan yang 100%
itu. Seandainya tercapai kemerdekaan 99%, bahkan 100% pun, tetapi
kalau pasal 6 dan 7 dibatalkan, dilemahkan atau dibelokkan, maka
lambat laun kemerdekaan 99% atau 100% tadi akan turun sampai 50%
atau 10%. Kalau kapitalisme asing kembali bermarajalela seperti
sebelum Jepang masuk, maka Parlemen Pemerintah Pusat, Daerah, kota
dan desa Indonesia akan segera "dikebiri", kalau tidak dibeli sama sekali
oleh kapital asing yang kuat dan teguh itu. Jadinya pasal 6 dan 7 yang
ingin menyita perindustrian dan perkebunan "musuh" itu adalah satu
jaminan. Pertama supaya kemerdekaan di atas tetap 100%. Kedua
supaya revolusi anti-imperialisme ini cukup memberi jaminan
kekuasan dan kemakmuran kepada proletar mesin dan tanah. Ketiga
supaya proletar mesin dan tanah kelak sesudah Indonesia merdeka
100%, dengan menjalankan "Rencana Ekonomi", segera bisa meningkat
ke negara berdasarkan sosialisme yang mempunyai cukup alat
mempertahankan kemakmuran dan kemerdekaannya, karena sudah
mempunyai industri berat berdasarkan bahan dan tenaga yang ada di
Indonesia ini. Syukurlah pula pasal menyita dari Minimum Program tu
sudah disetujui bahkan dijalankan oleh proletar mesin dan tanah, di
mana ada pabrik, tambang dan kebun musuh berada.

Cocok dengan kehendak dan tindakan Inggris mendudukkan


kembali Imperialisme Belanda di Indonesia dan bersama dengan kaum
"moderate" (jinak) Indonesia memberantas kaum "extremist", maka
sesudah Kongres Persatuan Perjuangan di Madiun pada bulan Maret
tanggal 17, para pemimpin seperti Abikusno, Mr. Gatot, Sayuti Melik,
Mr. Jamin, Chairoel Saleh, Soekarni dan Tan Malaka ditangkap
setengah resmi, setengah tidak dengan tak ada tuduhan apa-apa.

Sampai dua setengah bulan (2 Mei 1946) ketika bagian brosur ini
ditulis belum juga diperiksa perkaranya. Rupanya radio Hilversum-lah
yang pertama tahu akan terjadinya penangkapan dan Belandalah yang
amat bergembira lantaran penangkapan ini.

Penangkapan itu dilakukan pada tanggal 17 Maret 1946. Sedangkan


radio Belanda di Jakarta dan Hilversum sudah mendengungkan berita
yang amat menggembirakan mereka itu ke seluruh dunia pada tanggal
16 Maret 1946. Menurut kabar radio baru ini maka Komisi van Poll
memandang penangkapan itu sebagai bukti "kekuatan lebihnya" PM
Sjahrir daripada Tan Malaka. Tetapi "kekuatan lebih" itu terbantah pula
oleh penyiaran radio Belanda juga tentangan laporan van Poll itu juga,
yang mengatakan bahwa penangkapan Tan Malaka amat menyukarkan
perundingan Belanda dengan "Nederlandsch-Indie" itu. Sebenarnya
"kekuatan lebih" itu baru kelak ternyata apabila rakyat menerima usul
si Belanda, yang rupanya sudah percaya benar akan kekuatan Sutan
Sjahrir itu. Kalau Rakyat tiada menerima usul Belanda itu, maka
penangkapan yang "tiada" berdasar undang-undang yang sudah
tercantum dan disahkan itu, melainkan karena perbedaan politik itu
saja bisa pula menimbulkan akibat yang tiada disangka-sangka dan
dikehendaki. Usul Belanda yang tiada selama lagi akan dimajukan oleh
van Mook, terutama dalam mengakui Indonesia seluruhnya dalam
status otonomi, walaupun katanya, nama Indonesia dalam
statussemacam itu boleh dinamakan Republik. Dengan begitu Belanda
sudah menginjak-injak kemerdekaan dan kedaulatan Rakyat Indonesia
yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Terhadap keluar,
negeri Indonesia tak bersuara sama sekali. Terhadap ke dalam Belanda
merobek-robek daerah (teritori), administrasi dan perekonomian
Indonesia. Belanda akan kembali mengatur pegawai Indonesia dan
kembali menduduki pabrik, tambang dan kebunnya serta memasukkan
kapital asing dengan tak ada batasnya. Disampingnya itu "Hindia
Belanda" yang "Autonoom" itu harus mengakui hutang "Hindia-
Belanda" sebelum Jepang masuk. Kalau semua usul itu kelak diterima,
maka kemerdekaan yang jauh kurang dari 100% dalam politik itu akan
diturunkan pula sekian persen oleh hutang Indonesia tadi dan oleh
kekuasaan pegawai-cap-Belanda serta oleh bermaharaja-lelanya
kapitalisme di pemerintahan pusat dan daerah. Kekuatan lebih yang
ditimpakan atas pemimpin-pemimpin Persatuan Perjuangan, yang
berdiri atas pengakuan 100% itu akan berupa kekuatan nol % terhadap
kapitalisme dan imperialisme asing. Bagaimana juga memutar lidah
dan pena, otonomi Indonesia di mana kapitalisme asing merajalela
akan membawa Indonesia kembali ke jurang perbudakan, mungkin
lebih dari sediakala.

Selama dua setengah bulan Persatuan Perjuangan berdiri, maka


persatuan yang berdasarkan perjuangan itu dikenalkan kepada seluruh
lapisan Rakyat, dari Sultan-Sunan sampai ke kaum jembel. Front anti
imperialis ini mengambil rakyat sebulat-bulatnya, sepenuh-penuhnya
buat mempertahankan kemerdekaan Republik 100%. Sebagai langkah
pertama siasat ini mesti diambil. Siasat semacam itu dicocokkan dengan
keadaan Indonesia dan dengan sejarah revolusi di mana-mana di
dunia. Pertarungan yang dua setengah bulan itu sudah memberi ujian
kepada semua lapisan tadi. Ternyata sudah setelah penangkapan
Madiun terjadi ujian tadi sudah membawa pembelaan kemerdekaan
Indonesia ke tingkat kedua. Kaum borjuis tengah, sebelah atas, ialah
sebagian kaum saudagar, Pamong Praja, dan intelligensia sudah
melempem dan berbalik muka. Mereka tidak tahan menjalankan ujian
itu, asyik memikirkan bagaimana menghentikan perjuangan ini dan
kembali menduduki kursi di sudut-sudut kantor yang dituan-besari
oleh Belanda. Sikap melempem di tengah revolusi itu bukanlah
monopolinya kaum tengah Indonesia saja. Memang itu sifatnya kaum
tengah, ialah maju-mundur lebih banyak mundur daripada maju dan
kalau terlampau berat lekas mundur, dan memilih pihak yang kiranya
menang. Borjuis tengah Indonesia, seperti saudagar tengah, Pamong-
Praja dan intelligensia memang tak bisa konsekuen baik dalam revolusi
nasional ataupun dalam revolusi sosial.

Sifat memilih dan membidik siapa yang kuat dan akan menang
dalam pergulatan itu memangnya terbawa oleh susunan ekonomi dan
sosial Indonesia. Kaum tengah Indonesia tak mempunyai tempat
bersandar maupun dalam ekonomi ataupun dalam politik. Saudagar
tengah Indonesia tak kenal sama saudagar importor sendiri, pabrikant
(pemilik pabrik) Indonesia sendiri atau pun bankir sendiri. Mereka
bersandar pada Importir asing, pabrik-asing dan bankir asing.
Demikian pula Pamong Praja dan reservenya, ialah kaum intelligensia
bersandar pada imperialisme asing. Tak ada Parlemen atau pemerintah
nasional yang bisa dijadikan tujuan dalam usaha mereka mencari
pangkat. Imperialisme Belanda dalam penjajahan 350 tahun itu jaya
menghasilkan satu golongan pamong-praja dan reservenya, golongan
intelligensia yang mempunyai semangat ingin memasuki kantor
gubernur di bawah perintah sep Belanda, "semangat inlander".
Semangat inlander ini amat tebal dan tak gampang diombang-
ambingkan oleh semangat revolusioner. Kalau sep-Belanda hilang
seperti pada penyerahan Belanda 8 Maret 1942, maka "para inlander"
merasa bahagia mendapatkan "sep-baru" dan mempelajari "jongkok"
baru, ialah jongkok ala Nippon. Apabila rakyat memproklamirkan
kemerdekaan pada tanggal 17 Agusuts 1945, maka "para-inlander"
dengan setengah percaya dan setengah tak percaya memasuki kantor
Republik, tetapi apabila "sep-lama" datang, maka gelisah lagi. Sekarang
dengan memuncaknya perjuangan, maka sudah banyak para inlanders
tadi yang mengenal kembali "his masters voice" itu (suara tuannya).
Mereka kembali bersedia menerima perintah tuan-lama buat
keperluan tuan lama itu, kalau perlu menentang kemauan bangsa
sendiri.

Kini mereka para inlanders menunggu saat bilamana mereka


dengan aman bisa melompat sambil berteriak-teriak: Tuan-besar sudah
kembali! Sifat kaum tengah memang tengah memang sangsi bolak-
balik di antara golongan atas dan bawah. Di mana ada kapital nasional
dan borjuis nasional yang kukuh kuat, maka dalam masa revolusi kaum
tengahnya sangsi bolak-balik di antara borjuis atas dan proletar
nasional. Akhirnya di tengah-tengah kesukaran perjuangan mereka
membelok kepada yang kiranya akan menang. Di Indonesia kapital dan
borjuis yang kuat-kukuh itu terdiri dari bangsa asing. Mungkin pada
permulaan perjuangan para inladers memihak kepada rakyat-murba.
Tetapi kalau perjuangan itu sedikit lama dan tampaknya sukar, maka
mereka akan mengabdi kepada kapital dan borjuis asing manapun
juga. Dalam dua setengah bulan Persatuan Perjuangan itu berdiri,
aliran "para-inlanders" terasa benar. Makin keras desakan Sekutu-
Inggris-Belanda dengan "moderate"nya, makin keras pula semangat
para inlanders dalam Persatuan Perjuangan membatalkan "minimum
program" yang memang revolusioner itu sama sekali, atau men-sabot,
membelokan, melemahkan artinya. Sesudah penangkapan Madiun
proses ini berlaku lebih cepat dan lebih nyata lagi. Tetapi dengan
melemahkan, membelokkan, bahkan seandainya dengan membatalkan
Minimum Program sama sekali ini tiada berarti rakyat Indonesia
dengan Pemudanya akan bisa dibelokkan dilemahkan ataupun
dipatahkan semangatnya membela kemerdekaan 100% dan menolak
kapitalisme asing.

Mungkin nama Persatuan Perjuangan dan Minimum Program akan


dijadikan barang "bisikan", bahkan mungkin bisa ditutup sama sekali,
tetapi selama rakyat dan pemudanya terus memperjuangkan
kemerdekaan 100% dan penolakan kapitalisme asing, maka selama
itulah pula Persatuan Perjuangan, yang berarti Persatuan mereka yang
berjuang, serta Minimum Programnya, akan berlaku. Nama kumpulan
atau program baru mungkin bisa menipu rakyat dan pemudanya,
sebagian atau seluruhnya buat sementara waktu, tetapi tidak buat
selama-lamanya.

Semenjak penangkapan Madiun dengan radio Hilversumnya,


nyatalah sudah bahwa Persatuan Perjuangan dan program minimum
sudah meningkat ke periode (musim) kedua dalam perjuangan anti-
imperialisme dan revolusi-nasional ini. Dalam periode kedua ini kaum
setengah ke sini setengah ke sana, setengah revolusioner dan setengah
kompromis itu mesti disingkirkan sama sekali. Karena mereka sudah
nyata, dan memegang terus mereka itu berarti melemahkan barisan
perjuangan. Persatuan Perjuangan bukanlah berarti kumpulan kaum
revolusioner dan kaum kompromis yang lengkap siap dengan 1001
perkataan buat menyelimuti politik kompromisnya. Sesudah
penangkapan Madiun maka perjuangan revolusi Indonesia mesti
dikembalikan ke tangan mereka yang tegas-tegas mengakui
kemerdekaan 100%, menolak perundingan yang tiada berdasarkan
perngakuan 100% itu dan tegas terang menolak kapitalisme asing
dengan siasat menyita perusahaan musuh. Pembersihan mesti
dilakukan.

Dan dalam masa pembersihan itu mesti dilakukan dengan cepat dan
kalau perlu dengan deras-tangkas. Kalau tidak maka kaum kompromis
akan jaya melembekkan semangat perjuangan, membelokkan atau
mematahkan perjuangan itu sama sekali dan mengembalikan Indonesia
ke status penjajahan dengan atau tidak-dengan nama "Republik".
Setengah kaum tengah bagian atas yang dipelopori oleh "ahli" politik
dan "ahli" diplomasi serta para pamong praja dan intelligensia sudah
terjerumus atau sengaja menerjunkan dirinya k etengah-tengah
barisan Nica. Kaum pembelok, yang sudah menjalankan rolnya dengan
terbuka, setengah tertutup atau sama sekali bersembunyi itu mesti di-
isolir, dipisahkan atau sama sekali diberantas dari perjuangan
revolusioner. Persatuan Perjuangan revolusioner mesti terdiri dari
kaum dan golongan revolusioner saja. Dalam periode kedua ini,
sesudah ujian dua setengah bulan ini, maka golongan yang tetap
revolusioner ialah: Pertama, golongan proletariat perindusterian, yakni
buruh pabrik, bengkel, tambang, pengangkutan, listrik, percetakan, PTT
dll.

Kedua, proletariat tani, ialah buruh kebun bersama dengan kaum


tani biasa, kaum tani menengah, sampai ke tani sederhana (kerja dan
cukup buat keluarga sendiri saja), terus ke setengah tani, setengah
buruh tani. Ketiga, kaum Marhaen ialah pedagang kecil, warga-kecil
seperti juru tulis, guru, dan intelligensia miskin di kota-kota. Semuanya
golongan ketiga ini menghendaki sungguh lenyapnya imperialisme
asing dan berdirinya terus Republik Indonesia, dan banyak sekali
memberikan pengorbanan harta dan jiwanya dalam semua garis
pertempuran. Ketiga golongan yang masih revolusioner dalam periode
kedua di masa revolusi nasional ini lebih kurang terikat oleh aliran
pula, yakni aliran ke-Islaman, kebangsaan, dan keproletaran
(sosialisme, komunisme ataupun anarkis-sindikalisme). Ketiga aliran
ini terus menerus mempengaruhi pergerakan anti-imperialisme di
Indonesia selama lebih 40 tahun di belakang ini. Dalam periode kedua
inipun ketiga aliran itu tiadalah bisa diabaikan.
PARI tiada akan melupakan tiga aliran yang terbuka atau tertutup
pada sanubari tiga golongan tersebut di atas. Ketiga aliran itu masing-
masingnya lebih kurang mempengaruhi masing-masingnya ketiga
golongan tadi. Tetapi boleh jadi sekali dan sepatutnyalah pula ke-
Islaman lebih tebal dari pada kaum tani, kebangsaan lebih tebal pada
kaum marhaen dan ke-proletaran pada golongan proletariat.

PARI mesti mencocokkan organisasi, prinsip, paham, taktik-strategi


dan slogannya dengan kekuatan-revolusioner dalam negeri dan teman
penyambutnya di luar negeri serta dengan keadaan dalam dan luar
Indonesia buat melakukan program minimum dan maksimumnya.
Pencocokan itu mesti senantiasa dilakukan dan diperoleh berhubung
dengan perubahan musim (periode) perjuangan dan peralihan pusat
kekuatan dari golongan ke golongan yang revolusioner. Buat periode
kedua ini cukuplah sudah Minimum Programnya Persatuan
Perjuangan, yang kalau dirasa perlu bisa ditambah di sana sini, dengan
tiada mengurangi semangatnya yang revolusioner. Setelah
kemerdekaan 100% tercapai, maka akan berlakulah program
maksimum, yang maksudnya menuju kepada Indonesia berdasarkan
sosialisme, bersandarkan kekuatan diri dan mengingat keadaan di
sekitar Indonesia. Pertama sekali amat tidak bijaksana mengumumkan
program maksimum pada musim revolusi-nasional demokratis ini.

HARI DAN TANGKISAN

Akan terlampau jauh ke muka kalau kita di sini menguraikan


program maksimum. Kita yang di tengah-tengah perjuangan yang
sungguh ini, di tengah-tengah dentuman bom, meriam, dan mortir,
wajib memusatkan semua pikiran, perhatian dan kemauan pada
barang yang nyata dan praktis saja. Sekejap kita melayangkan
meninggalkan daratan, sebegitulah pula kita melalaikan perjuangan
yang sebenarnya dan meringankan pekerjaan musuh memerangi kita.
Cukuplah sudah kalau diperingatkan saja bahwa setelah revolusi-
nasional-demokratis yang sempurna kelak sudah berlaku dan
kemerdekaan 100% tercapai, maka program maksimum yakni
sosialisme 100% akan segera dijalankan. Mungkin apa tidaknya
sosialisme 100% bisa dijalankan adalah sama sekali tergantung pada
kekuatan lahir-batin Indonesia sendiri dan keadaan di sekitar
Indonesia.

Memeriksa dan menguraikan kemungkinan di sektor Indonesia akan


memakan banyak waktu dan tempat. Tetapi semua kemungkinan bisa
dibulatkan seperti berikut: Pertama, Perang Dunia ke-3 timbul. Dalam
hal ini, tentulah sendirinya Indonesia akan berhadapan dengan
persoalan sosialisme dalam suasana peperangan. Kemungkinan
pertama ini membawa kemungkinan terlibat atau tidaknya Indonesia
dalam perang dunia ke-3 itu. Kedua, dunia akan mengalami
perdamaian beberapa lama sesudahnya kemerdekaan 100% tercapai.
Dalam hal ini persoalan sosialisme di Indonesia harus diselesaikan
dengan sifat dan cara berlainan dari pada di waktu peperangan.

Tuduhan Trotskyisme

Tuduhan yang berdasarkan kebenaran memang perlu dijalankan


buat membersihkan suasan yang keruh. Tetapi sesuatu tuduhan yang
jujur mesti berdasarkan bukti yang nyata.

Tuduhan berdasarkan kebohongan atau tuduhan lancang yang tiada


sengaja dilakukanpun bisa menikam diri sendiri. Salah satu sebab yang
langsung memusnahkan Partai Gerondine dalam Revolusi Perancis
(tahun 1789) ialah tuduhan lancang terhadap Partai Jacobin.
Sering pula "tuduhan lancang" dilakukan buat menyembunyikan diri
sendiri. Masuk golongan inilah tuduhan lancang seorang maling yang
sengaja berteriak-teriak: Tangkap maling. Perhatian ramai dipusatkan
kepada pihak lain dengan maksud melindungi maling yang
sebenarnya.

Dalam buku resmi "History of the Communist Party of the Soviet


Union (Bolsheviks)", disahkan oleh CC Partai Komunis Uni Soviet
(Bolsheviks) 1938, Moskow 1942, salah satu sifat "Trotskyisme" yang
terpenting dimajukan ialah seperti tercantum dalam muka 288-289
seperti berikut:

"First there were the "Left" shouters, political freaks like Lominadze,
Shatskin and others, who argued the NEP means a rennuciation of the
gains of the October Revolution, a return to capitalism ...

"Then there were the downright capitulators, like Trotsky, Radek,


Zinoviev, Sokolnikov, Kamenev, Shylapnikov, Bhukarin, Rykov, and
other who did not believe that Socialist development of our country was
possible, bowed before the "omnipotence" of capitalism and in their
endeavour to strengthen the position of capitalism in the Soviet country
demanded far-reaching concessions to private capital, both home and
foreign and the surrender of a number of key positions of the Soviet
power in the economic field to private capitalists, the latter to act either
as concessionaries or as partners of the State in mixed joint stock
companies."

"Both groups were alien to Marxism and Leninism."

Indonesianya:

"Pertama adalah "Kaum kiri" yang besar mulut, orang tak tetap dalam
politik seperti Lominadze Shatskin dll. yang memajukan bahwa NEP itu
(Politik Ekonomi Baru, 1922) ialah pembatalan kemenangan Revolusi
Oktober, pengembalian ke kapitalisme ...

"Kemudian ada lagi capitalors (penyerah) tulen, seperti Trotsky,


Radek, Zinoviev, Sokolnikov, Kamenev, Shlyapikov, Bhukarin, Rykov dll
mereka yang tak percaya akan kemungkinan kemajuan sosialisme di
dalam negeri kita, bertekuk lutut terhadap "kemahakuasanya"
kapitalisme dan dalam percobaan mereka memperkuat kedudukan
kapitalisme Soviet Rusia, menuntut pemberian konsesi (concession)
yang berakibat jauh sekali kepada kapital swasta, baik kapital dalam
ataupun di luar negeri, dan menuntut penyerahan beberapa kunci
kekuasaan pemerintah Soviet dalam lapangan ekonomi kepada para
kapitalis swasta, yang di belakang ini akan diterima sebagai
concessionaries (penyewa) atau sebagai rekan (partner) dari Negara
(Soviet) dalam Perseroan Campuran (Mixed Joint Stock Companies)."

"Kedua golongan di atas tak bersangkutan dengan Marxisme dan


Leninisme."

Halaman 262 kitab tersebut:

"They proposed that we should throw ourselves on the tender


mercies of the foreign capitalists, surrender to them, in the form of
concessions branches of industry that of vital necessity to the Soviet
State. They proposed that we pay the Tsarist government’s debts
annuled by the October Revolution. The Party stigmatized these
capitulatory proposals as treachery".

Indonesianya:

"Mereka (Trotsky CS) mengusulkan supaya kita menyerahkan diri


kita ke bawah belas kasihannya kaum kapitalis asing, menyerahkan
kepada mereka penyewaan (concessions) cabang industri yang penting
sekali buat negara Soviet. Mereka mengusulkan supaya kita membayar
hutangnya Tsar, yang sudah dibatalkan oleh Revolusi Oktober. Partai
Komunis Rusia men-cap usulan menyerah ini sebagai satu
Penghianatan." (spasi dari pencatat).

Teranglah sudah bahwa satu dua perkara yang penting dalam


perbedaan Stalinisme dan Trotskyisme, menurut buku yang baru saja
kami peroleh ini, ialah perkara sikap Soviet Rusia dan CP Rusia
terhadap 1.e Hutang pemerintah Tsar dan 2.e kapitalisme Asing di
Rusia. Kedua hal itu ditolak oleh pihak Stalin, dan diakui oleh pihak
Trotsky.

Bukankah pasal 6 dan 7 dalam program minimum itu menyita dan


menolak kapitalisme asing?

Tentang hutang "Hindia Belanda" menurut PARI sudahlah tentu pula


mesti dibayar oleh Belanda sendiri. Republik Indonesia berhak dan
wajib menolak hutang "Hindia Belanda" yang sudah lenyap itu, dan
gagah mempertahankan kapital asing dan Rakyat Indonesia di bawah
perlindungannya itu.

Buat pembaca yang arif bijaksana, jujur dan mau mengerti mestinya
cukup terang sikapnya seseorang Trotskyist terhadap "hutang dan
kapitalisme asing" di bawah pemerintah yang sudah dilenyapkan oleh
revolusi, yakni menurut buku yang resmi di Soviet Rusia yang dipimpin
oleh Stalin.

Memang perkara "hutang dan kapitalisme asing" itu keduanya amat


penting buat jalannya revolusi nasional dan revolusi-sosial Indonesia di
hari depan. PARI nyata memberi jawaban yang cocok dengan "sikap
resminya" Partai Komunis di Rusia di bawah pimpinan Joseph Stalin.
Mereka yang mengindahkan tuduhan "Trotskyist" terhadap PARI
atau pada siapa saja hendaknya dengan catatan di atas ini bisa
memeriksa benar-salahnya tuduhan itu. Seterusnya bisa pula
menentukan masuk golongan mana si Penuduh: 1) golongan penuduh
yang jujur dan berbukti cukupkah, atau 2) golongan penuduh yang
lancang berdasarkan kebohongan tetapi tiada dengan niat buruk atau
3) golongan penuduh yang lancang dan sengaja bohong, lantaran
dengki, chisist, khianat atau niat busuk yang lain-lain.

Atas catatan penting di atas sebagai batu ujian, maka seseorang


Penuduh mungkin bisa diputar menjadi si Tertuduh. Seseorang yang
ingin menyembunyikan maksudnya sendiri yang sebenarnya.
Umpamanya tentang "diplomasi"nya yang katanya berdasarkan
perhitungan, atau pada politiknya yang sudah pernah atau masih
terlibat dalam perkakas imperialisme: Hokokai, Nica atau Sibar.

Nama Partai tiadalah begitu penting. Mudah menukarnya. Asal saja


isinya tetap. Partai Komunis Rusia sendiri sampai 3 kali bertukar nama!
Yang penting ialah sifat (essence) revolusioner pada tiap-tiap tingkat
dan keadaan perjuangan. Jangan terlibat dalam aksi kontra revolusi,
provokasi atau oportunisme. Marxisme itu bukanlah satu dogma, satu
kaji hapalan. Melainkan satu pedoman perjuangan klas. Satu metode,
dialektis-materialistis yang mesti dilaksanakan cocok dengan tempo
dan tempat.

PARI semenjak hampir 20 tahun, berfilsafat Marxisme, yang dengan


siasat leninisme, menuju ke arah revolusi nasional, revolusi sosial, ke
masyarakat sosialis, sampai ke masyarakat komunis di seluruh dunia.

PERKARA KERIBUTAN TAHUN 1926


Banyak orang di Indonesia ini, terutama di antara "komunis" sendiri
yang menyalahkan saya dan menimpakan kegagalan percobaan
menggulingkan pemerintah Belanda di tahun itu pada bahu saya.
Apalagi pemuda sekarang yang pada masa itu baru atau belum lahir
selalu dikeruhkan kepalanya oleh satu golongan teristimewa anti Tan
Malaka. Golongan anti Tan malaka ini bekerja keras di jaman Belanda,
Jepang apalagi sekarang, di jaman Republik Sukarno-Hatta ini.

Perkara anti dan pro itu sudah tentu semestinyalah dalam satu
perjuangan politik. Sedangkan dalam perjuangan agama yang
semestinya suci itu dan perjuangan science, ilmu yang mestinya
objektif tenang itu golongan anti dan pro itu tiadalah sedikit
banyaknya. Sudahlah cukup disebut, bahwa Nabi Isa mengenal Yudas
dan para pendeta Yahudi ialah musuh yang mengirimnya ketiang
gantungan. Nabi Muhammad bermusuh mati-matian dengan Abu
Jahil. Lenin pernah dituduh sebagai spion Jerman oleh musuhnya.

Cuma lucunya dalam propaganda anti Tan malaka itu mereka yang
dikatakan berlawanan dengan saya itu adalah mereka yang saya sendiri
tiada sangka atau percaya begitu saja akan berlaku begitu. Sdr. Musso
yang katanya mengadakan anti propaganda terhadap saya, lebih
kurang 10 tahun sesudah kejadian tahun 1926 itu, belum sampai saya
kenal diri. Anehnya Sdr. Musso selalu saya kemukakan di luar
Indonesia, dalam surat di Manila, sebagai salah seorang pahlawan
Indonesia yang berjuang menentang imperialisme Belanda. Alimin
adalah tiga kali datang menjumpai saya di luar negeri, sebagai utusan
PKI dan atas anjuran saya sendiri. Alimin berada di samping saya di
Manila ketika putusan mengadakan revolusi itu dikirimkan kepada
saya. Sdr. Aliminlah yang membawa putusan saya sebagai thesis dan
Aliminlah yang menjadi utusan saya.
Mesti diperingatkan di sini, bahwa di masa itu keduanya Sdr. Alimin
dan Musso baru saja meninggalkan Serikat Islam di bawah pimpinan
Almarhum Cokroaminoto dan Haji Agoes Salim, dan memasuki PKI.
Para Komunis lama, yang dianggap tahu seluk-beluknya PKI seperti
Sdr. Semaoen, Darsono, Soebakat dan saya sendiri berada di luar
Indonesia serta Almarhum Soenono mati dalam bui. PKI berada di
bawah pimpinan kebanyakan orang muda atau baru dan kurang
pengalaman.

Berhubung dengan beberapa hal yang bisa menyinggung-


nyinggung aksi komunis di luar negeri dan karena saya sendiri
memang tak suka memperdulikan tuduhan yang saya tahu bohong, tak
beralasan dan semata-mata provokasinya musuh, maka selama ini
semua tuduhan itu saya biarkan saja. Saya percaya bahwa sejarah ada
di pihak saya. Dari semua pihak yang saya percayai, saya dengar,
bahwa sikap saya pada tahun 1926-27 itu 100% dibenarkan oleh
instansi (tingkat) yang tertinggi. Dengan mereka yang tak tahu seluk-
beluknya kedudukan satu Partai Komunis pada satu negara sebagai
seksi, cabang Komintern atau Internasional III, tuduhan yang
berhubungan dengan tahun 1926 itu, selamanya ini saya pikir baik
dibiarkan saja. Apalagi "resminya" Internasional III atau Komintern
sudah dibubarkan pada tahun 1943. Lagi pula selalu saya pikir, bahwa
tiadalah rasanya membikin lebih enak perasaan ratusan teman
seperjuangan saya sendiri, yang hampir 20 tahun menderita sengsara
hidup karena akibatnya keributan tahun 1926 itu di Digoel yang
sekarang kembali ke tempatnya masing-masing, kalau mereka insaf,
bahwa mereka adalah korban provokasi musuh! Kelak kalau mereka
perlu dibicarakan kembali, hal itu tak ada orang akan lebih bergembira
dari pada saya sendiri. Cuma perkara itu mesti dibicarakan oleh badan
yang kompeten, bevoegd, berhak membicarakannya dan tentulah
mestinya satu Hakim Komisi Internasional.

Tetapi sebab dalam revolusi Indonesia sekarang ini, Agen NICA dan
korbannya orang Indonesia bergiat mengadakan propaganda anti Tan
Malaka itu, maka saya perlu mengemukakan beberapa hal. Bukan
sebagai pleidoi, pembebasan yang sempurna, sebab si penuduh yang
sebenarnya, saksi yang sebenarnya tak ada apalagi Hakim yang berhak,
ialah yang ditetapkan oleh Komintern sendiri, melainkan sebagai
petunjuk, suggestion, kepada yang berkepentingan dan bisa berpikir
tenang-saksama. Perkara yang saya anggap intern, perkara dalam,
masih terpaksa ditunda sampai berhadapan dengan Hakim yang sah.
Dan rahasia saya itu pastilah hebat.

Putusan mengadakan pemberontakan itu diambil oleh 11 wakil PKI


pada 25 Desember tahun 1925, di Candi Prambanan, Yogyakarta buat
dilakukan pada tanggal 18 bulan Juni 1926. Keributan itu terjadi pada
12/13 November 1926, jadi hampir satu tahun di belakang putusan
Prambanan tadi. Putusan itu didesak oleh ancaman Belanda yang
berniat melarang PKI. Tidak boleh dikatakan semuanya atau sebagian
besar para pemimpin (cabang) diajak berembuk masak-masak lebih
dahulu sebelum putusan diambil.

Buat memendekan uraian ini putusan itu saya namai saja Putusan
Prambanan.

Beberapa suggestion saya akan kemukakan di bawah ini, ialah:

1. Perkara Serba-serbi.

Putusan Prambanan itu saya terima di Manila pada permulaan bulan


Maret. Saya diundang datang ke Singapura! Tetapi bukan buat
merundingkan siap apa tidaknya PKI buat memimpin revolusi pada
satu jajahan. Apa corak Politik-Ekonomi yang dituju. Juga bukan buat
merundingkan caranya memimpin pemberontakan pada jajahan
tersebut.

Saya diundang datang ke Singapura buat pergi ke Moskow bersama


Sdr. Musso untuk meminta bantuan (bantuan lahir semata-mata!) oleh
karena putusan semacam itu saya anggap terlanjur bertentangan
dengan aturan Komintern, dan saya sendiri masih memerlukan
perawatan dokter yang istimewa, serta akhirnya Sdr. Alimin patut
cukup dan menyanggupkan pergi ke Singapura sebagai wakil saya buat
sementara waktu maka perjalanan saya ditunda sampai keadaan
mengizinkan. Saya tiba di Singapura pada 6 Mei 1926. tetapi
malangnya, barusan saja Sdr. Alimin dan Musso berangkat ke Moskow.
Saya dapati Sdr. Subakat tak diajak berembuk, thesis dan usul saya tak
sampai pada Sdr. Musso dan Sdr. Soegono merasa sama sekali belum
siap untuk memimpin satu pemberontakan. Bahkan Sdr. Soegono
sendiri yang ingin berjumpa dengan saya, Soegono sendiri ketua VSTP
yakin, bahwa mogok umum pun masih susah buat diadakan di masa itu
(VSTP kumpulan Spoor dan tram personel), adalah salah satu
kumpulan yang mempunyai sejarah yang paling tua dan paling
gemilang di Indonesia. Kumpulan itu mulanya dipimpin oleh Sosial
Demokrat Belanda seperti Sneevliet, Baars, Dekker, Bergsma dan oleh
Sdr. Semaoen dan Kadarisman. VSTP mempunyai sejarah revolusioner
yang gemilang belum ada taranya tentangan organisasinya di Indonesia
kita ini. di bawah pimpinan lama pernah mempunyai anggota-
membayar-kontribusi sampai 17.000, mempunyai gedung buat kantor,
percetakan, propagandis dan surat kabar yang amat rapi aturannya.
Tetapi di bawah pimpinan Soegono tahun 1926 itu, disebabkan
sebagian besar oleh fraksi dan akhirnya karena memang krisis sudah
lalu maka anggota VSTP merosot sampai 4 atau 5.000 (yang aktif saja).
Ditinggalkan oleh Sdr. Alimin dan Musso, kami (Sdr. Subakat buruan
di Singapura, saya dan Sdr. Jamaludin Tamim yang baru datang dari
Jakarta buat menjalankan instruksi pimpinan PKI) melanjutkan
pekerjaan kami.

Kami berada di Singapura sampai sehabis keributan Bantan dan


Silungkang. Sdr. Alimin dan Musso kembali dari Moskow sehabisnya
keributan itulah pula!

2. Perkara Otoritas Instansi

Pada tahun 1923, saya oleh Komintern diberi surat kuasa


mengawasi pergerakan Komunis di semua negeri Selatan, Indonesia,
Filipina, Birma, Siam, Malaka dan Indo China. Oleh Provintern dan
dengan persetujuan Konferensi Canton, tahun 1924 buat memimpin
Secretariaat dan Majalah "The Dawn" untuk kaum pelaut seluruhnya
Pasifik termasuk Hindustan dan Jepang. Saya langsung bertanggung
jawab terhadap Komintern dalam gerakan Komunisme dan terhadap
Provintern dalam gerakan pelaut di tempat tersebut. Tak ada instansi
yang lebih rendah berada di Asia tempat saya bertanya. Ini dijelaskan
benar oleh wakil Komintern dan Provintern kepada saya dimestikan
mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab sendiri kepada
Komintern dan Provintern. Kepercayaan dan tanggung jawab sebesar
itu tentulah mengandung resiko yang besar pula, apalagi terhadap diri
saya sendiri. Banyak pemimpin lain yang lebih tua dan lebih
berpengalaman dari pada saya baik orang Eropa ataupun orang Asia di
masa itu. Hal ini tentulah menguntungkan pula. Tetapi buruk baik
pekerjaan sayalah yang menangung langsung ke Moskow! Kurang
pengalaman sendiri mengerjakan pekerjaan internasional di samping
mereka yang lebih berpengalaman memperteguh rasa tanggung jawab
terhadap kedua organisasi dunia tersebut.
Keduanya Komintern dan Provintern mempunyai Anggaran Dasar
tertentu. Aturan bekerja tertentu, Program tertentu, Taktik-Strategi
tertentu yang mesti dicocokkan pula dengan dua atau tiga Kongres di
Moskow di masa lampau dan akhirnya dengan garis besar yang sudah
dirancang oleh Marx-Engels. Mengawasi gerakan Partai Komunis dan
Vakbon di Indonesia, berarti menjaga supaya dijalankannya gerakan
itu jangan menyimpang dari garis besarnya seperti tersebut di atas.
Membiarkan Partai Komunis Indonesia, yang adalah ialah seksi cabang
dari Komintern, menyimpang dari aturan atau dasar Komintern artinya
saya sebagai pengawas bisa dipecat, di-Royeer oleh Komintern.
Tanggung jawab saya yang pertama sekali sebagai wakil dari
Komintern tentulah terhadap Komintern sendiri, bukan kepada PKI.
Dalam thesis ke-sekian (49?) yang diterima Kongres ke (3?) di
Moskow, ditetapkan bahwa wakil Komintern itu terhadap seksi
mempunyai hak mengusul, mengkritik, bahkan hak VETO (melarang
sesuatu putusan).

Nah! Sekarang memutuskan membikin revolusi enam bulan di


waktu depan itu oleh beberapa pemimpin saja, oleh satu Partai
Komunis sebagai seksi Komintern di tempat terpenting di dunia ini,
ialah Indonesia saya anggap bertentangan dengan kekuasaan
(autoritiet) PKI sebagai seksi dari Komintern. Pertama sekali saya pikir
bahwa hal penting yang mengenai seluruh dunia itu mesti diputuskan
di Moskow bersama Partai Komunis lainnya. Di Moskowlah mestinya
bersama-sama diperiksa apakah organisasi, class struggle (dalam
organisasi), kesiapan anggota PKI dalam hal Komunisme dan percobaan
klas, serta kesiapan partai Komunis lain buat menyambut dan
membantu revolusi Indonesia di bawah pimpinan PKI itu semuanya
sudah siap sedia. Perkara senjata adalah barang tersambil, tak
mengenai dasar serta organisasi dan taktik-strategi gerakan
komunisme. Senjata itu memang boleh dicari ke semua tempat dan di
segenap tempo. Tetapi senjata komunis yang sebenarnya ialah
rancangan politik, organisasi, semboyan dan propaganda-agitasi.
Senjata yang dipegang oleh balatentara imperialisme Belanda itu dalam
keadaan yang sungguh revolusioner mudah direbut dengan lidah, pena
dan tangan dan bambu-runcing. Bacalah "Semangat Muda" tentang hal
senjata itu. Sekarang nyata kebenarannya!

Seandainya pemberontakan Indonesia akan "diterbitkan" dan


dipimpin oleh satu partai nasionalis atau ke-islaman, maka PKI sebagai
seksi Komintern sudah tentu tak perlu bertanggung jawab terhadap
Komintern. Tetapi dalam hal ini PKI bisa juga membantu dengan
langsung atau tak langsung dengan tiada perlu langsung bertanggung
jawab terhadap Komintern.

Maka berhubung dengan kedudukan PKI sebagai seksi cabang dan


kedudukan saya sendiri sebagai wakil Komintern maka saya yakin
betul, bahwa saya wajib mengambil sikap yang tepat-cepat. Tetapi
sikap itu tiadalah sampai menjatuhkan Veto, ialah hak melarang.
Melainkan mengusulkan, supaya lebih dahulu sebelum pergi ke
Moskow, meminta bantuan itu, kita mengadakan konferensi di
Singapura, yang diwakili oleh semua cabang yang penting. Di sana
akan dibicarakan, sikap dan aksi apakah yang pantas diadakan buat
menyambut larangan terhadap PKI. Sikap dan aksi itu mesti
revolusioner, tetapi mesti cocok dengan kekuatan diri sendiri yang ada
dan tersembunyi dan cocok pula dengan kekuatan musuh yang ada
dan tersembunyi. (Lihatlah Menuju Republik Indonesia, Semangat
Muda, dan Aksi di Indonesia yang ditulis di masa itu). Larangan
Belanda semacam itu tak boleh menyebabkan putus asa atau mata
gelap seorang Marxist, Leninist.
Sekali-kali tak boleh memberi kesempatan pada percobaan
provokasi musuh. Partai Komunis Jerman dll, negeri Barat, bahkan
Rusia sendiri sering berhadapan dengan larangan ini dan itu. Tetapi
tiada perlu satu larangan itu dibalas dengan pemberontakan.

Berapa kali Partai Komunis Jerman atau Rusia terpaksa lari bekerja
ke bawah tanah, sampai tempo dan tempatnya buat keluar dan
menyerang datang. Itulah yang dinamai elastis dalam gerakan
komunis. Organisasi, taktik-strategi mesti dicocokkan dengan
pekerjaan terbuka atau tertutup. Kalau perlu maka HQ (Pusat
Pimpinan) bisa dipindahkan buat sementara tempo ke lain tempat. Saya
mengusul supaya di Singapura diadakan reserve HQ.

Jadi bukan maksud, sikap dan aksi saya pada tahun 1926, buat
melarang aksi revolusioner, melainkan menarik kembali sikap dan
tindakan yang saya rasa tidak tepat (Putusan Prambanan) ke sikap dan
tindakan yang tepat ialah cocok dengan dasar komunisme dan Putusan
Kongres yang sudah diambil beberapa kali di Moskow, dan cocok
dengan otoritas Komintern dalam gerakan yang mengenai dunia
Internasional.

Tetapi sebelumnya pergerakan PKI di bawah kembali ke jalan


komunisme (pengunduran teratur) haruslah lebih dahulu dicabut
kembali Putusan Prambanan yang saya anggap bukannya kekuasaan
otoritas PKI sebagai seksi cabang Komintern, semata-mata.

Pencabutan Putusan Prambanan itulah langkah pertama. Langkah


kedua ialah menentukan sikap yang komunistis, berdasarkan Massa
Aksi dengan tuntutan yang nyata-dirasa, yang kalau kekuatan, keadaan
organisasi mengizinkan, naik terus sampai dengan revolusi nasional
dan sosial. Sebelum Putusan Prambanan itu dicabut, maka kekacauan
sajalah yang akan menimpa pergerakan revolusioner Indonesia.
Sebagai wakil Komintern saya anggap saya berhak dan wajib
mengusulkan cabut-kembali, Putusan Prambanan, karena putusan itu
tiada diambil dengan persetujuan, bahkan tiada dengan pengetahuan
Komintern ataupun wakilnya lebih dahulu. Putusan Prambanan tiada
dicabut kembali. Akibatnya aksi yang dilakukan oleh PKI menurut
Putusan Prambanan dengan tiada persetujuan lebih dahulu dari
Komintern, ialah instansi yang saya anggap perlu diberitahukan lebih
dahulu dalam perkara sepenting itu, saya tolak seluruhnya kalau
ditimpakan kepada saya.

Kewajiban saya buat mengusulkan mencabut kembali putusan yang


tiada sah itu sudah saya jalankan. Juga cukup usul dari pihak saya dan
teman seperjuangan seperti Subakat dll. di luar dan di dalam Indonesia.
Buat membawa kembali PKI ke jalan Massa-Aksi dan komunisme.
Dalam hal ini saya rasa saya cuma menjalankan kewajiban dan
tanggung jawab saya terhadap Rakyat Indonesia, PKI, dan Komintern.

Mungkin ada yang berkhianat kepada PKI ataupun Komintern, atau


dengan sadar atau tidak menjerumuskan Rakyat Indonesia dan PKI ke
jurusan malapetaka. Saya katakan sekali lagi mungkin; saya tak tahu
orangnya. Tetapi saya sanggup mempertahankan sikap saya di hadapan
mahkamah Revolusioner Internasional yang sah, di tempat dan tempo
manapun juga di hari depan.

3. Perkara Cooperasi (kerja bersama) Internasional

Kaum buruh sedunia bersatulah!

Inilah seruan Manifesto Komunis lebih kurang 100 tahun lampau.


Komintern adalah Badan Proletar revolusioner sedunia yang menjadi
pelaksana seruan kaum buruh di bawah pimpinan Marx dan Enges
tadi. PKI sebagai Seksi Komintern wajib menterjemahkan dan
melaksanakan persatuan itu dalam suasana Indonesia dan dunia
sekitarnya pada tahun 1926.

Adakah pimpinan PKI cukup memperhatikan hal itu?

Seandainya PKI belum menggabungkan diri dalam sesuatu badan


Internasional sebagai Partai Komunis, sepatutnyalah dia lebih dahulu
menduga keadaan di dalam dan di luar Indonesia kalau mengambil
satu tindakan! Cara berpikir ialah Materialisme Dialektis. Menurut
filsafatnya Materialisme Dialektis maka kodrat revolusioner dari masa
murba itu turun naik dengan turun dan naiknya keadaan ekonomi. Di
waktu krisis hebat memuncak, maka hebat memuncaklah pula
keinsyafan, perasaan serta kemajuan kaum proletariat. Di masa ini
mungkin kapitalis Internasional bercakar-cakar, pecah belah atau
bermusuhan dan kekuatan proletariat dalam dan luar negeri lebih
mudah dipersatukan. Inilah masanya buat proletariat sesuatu negeri
buat mengadakan menurut kekuatan dalam dan luar! Sebaliknya di
masa Hoch Konjuktur, di masa makmur, di masa produksi memuncak,
di masa hampir semua kaum buruh mendapat pekerjaan, maka
kendorlah keinsyafan, perasaan dan kemauan revolusioner itu di
golongan proletariat sendiri kecuali pada sebagian kecil, ialah golongan
pelopornya. Di masa semacam ini kapitalis Internasional sedang
membagi-bagi untungnya dan proletariat di dalam dan di luar negeri
lebih susah dipersatukan dan dikerahkan buat menyerang musuh
bersama secara revolusioner. Bukahlah di masa makmur itu saat yang
paling baik buat mengadakan serangan revolusioner terhadap
kapitalisme. Aksi menambah gaji memanglah baik buat dijalankan.
Tetapi semua aksi revolusioner biasanya kandas, karena kelemahan
nafsu berkorban.
Bagaimanakah keadaan nasional dan internasional pada tahun
1926.

Kita ketahui bahwa krisis hebat mengamuk pada tahun 1918 sampai
1922. Pada tahun 1926 itu roda ekonomi sedang berputar menuju ke
puncak kemakmuran. Tahun 1929 krisis mengamuk kembali di
seluruh dunia. Hal ini tidak diharapkan pada tahun 1917-1922, tetapi
hal ini benar terjadi. Hal ini di Rusia dirasa amat penting sekali.
Berhubung dengan hal ini apakah revolusi dunia mesti didorong
ataukah Rusia baik membelok dahulu ke perusahaan membangun.
Inilah pertanyaan yang timbul dalam kepala tiap-tiap komunis di
mana-mana terutama di Rusia. Mendorong revolusi dunia artinya
mempersulit kedudukan Rusia di dunia Internasional dan
membangunkan kembali semangat kapital dunia memblokir dan
menyerang Soviet Rusia. Beginilah paham satu pihak di masa ini. kita
masih ingat bagaimana "Surat Zinoviev" dipakai oleh kaum reaksioner
Inggris buat memukul kaum kiri dalam pemilihan umum di Inggris.
Pada masa itu Zinoviev, yang katanya mengirimkan surat pada kaum
buruh Inggris, adalah ketua Komintern. Sekarang nyata pada kita,
bahwa Partai Komunis Rusia tiada mengambil tindakan yang
disangsikan hasilnya. Rusia membelok menukar ke lapangan
membangun, ialah menjalankan Rencana Ekonomi 5 tahun. Ini
dijalankan dengan jaya. Rencana Ekonomi 5 tahun sudah tentu
membutuhkan damai buat pertukaran barang dengan dunia kapitalis.
Rusia menjual minyak dan gandum dan membeli mesin dari negara
kapitalis. Tuduhan dunia kapitalis bahwa Komintern adalah alat
pemerintah Rusia selalu dijawab: bahwa Komintern adalah satu Badan
yang terpisah dari Pemerintah Soviet Rusia.

Adakah PKI memperhatikan keadaan Internasional di masa itu?


Saya tak mendengar hal itu diperundingkan di rapat manapun juga.
Juga tiada dikaji masak-masak ataupun diperundingkan keadaan
ekonomi di dalam negeri. Sudah diketahui sekarang bahwa hampir
semua pabrik gula pada tahun 1926 dibuka kembali. Kebon getah, teh,
kopi, kina, palm-olie (minyak sawit), tembakau dll, serta tambang emas,
intan, timah dan minyak sedang asyik bekerja mengeluarkan hasil
bertimbun-timbun. Kereta dan kapal sedang giat mengangkut hasil
kapitalis melimpah-limpah. Sebagian besar proletariat tanah dan mesin
bisa bekerja dengan upah yang menghidupkan mereka sebagai kuli.
Bukanlah pada masa ini memuncaknya keinsyafan, perasaan dan
kemauan proletariat buat diorganisir dan dikerahkan menyerang
kapitalisme Belanda yang pada saat itu tentulah siap buat dibantu oleh
kapital Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat di sekitar dunia.

Saya selalu mendapat laporan dari PKI di masa ini! Almarhum


Aliarcham, ketua PKI selambat-lambatnya seminggu sekali melaporkan
aktivitasnya, usahanya partai di mana saja saya berada. Demikian pula
saudara Sekretaris Partai di masa itu. Tetapi sebelumnya surat Putusan
Prambanan itu dikirimkan kepada saya, tiadalah ada satu patah
katapun diarahkan kepada perundingan buat memeriksa kemungkinan
sesuatu percobaan revolusi langsung di bawah bendera PKI sebagai
seksi Komintern. Tiba-tiba saya menerima Putusan Prambanan dan
undangan ke Moskow buat meminta bantuan. Malangnya pula
beberapa hari sebelumnya saya menerima surat "undangan" itu saya
menerima surat bahwa Almarhum Aliarcham sudah ditangkap dan
dibuang.

Almarhum Aliarcham di masa itu baru sedikit umurnya di atas 20


tahun. Dia ingin keluar berjumpa dengan saya. Laporannya kepada
saya membuktikan kecerdasan dan semangat revolusioner yang
menyala-nyala. Bukti pula menyatakan, bahwa sikap komunis ada
padanya, ialah berani mengakui kesalahan dan ikhlas pula mencabut
kembali langkah yang sudah terlanjur. Kehilangan Aliarcham buat
partai seperti juga kehilangan komunis-lama, seperti Soegono, di masa
itu dan sekarang pun saya anggap satu kehilangan yang sungguh
merugikan.

Ringkasnya kemungkinan jaya atau gagalnya satu revolusi yang


langsung dipimpin PKI yang sudah tentu membawa pusatnya ialah
Komintern, tiadalah diperundingkan dengan para teman yang
berkepentingan. Akibatnya aksi PKI sebagai cabang Komintern, yang
tentu akan membawa-bawa Rusia pula tiada diperundingkan. Juga
tiada perundingan bagaimana dan berapa jauhnya kaum revolusioner
di Filipina, Annam dll. dan partai komunis di Amerika, Perancis, dan
Inggris bisa memberi bantuan. Kalau hal ini diperundingkan di
Moskow lebih dahulu, sudahlah pasti putusan seperti di Prambanan tak
akan berlaku ataupun timbul.

Semua uraian kita di atas tiada berarti bahwa gerakan revolusioner


bahkan revolusi pun umpamanya revolusi yang bersifat anti-
imperialsme untuk nasional tidak mungkin. Ini memangnya mungkin.
Saya sendiri selalu memajukan kemungkinan itu baik di Moskow
ataupun di Asia ini. tetapi program, organisasi, taktik-strategi serta
semboyan pun mesti dicocokkan dengan keadaan dan kekuatan yang
nyata atau tersembunyi baik di dalam maupun di luar negeri Indonesia.

4. Perkara Organisasi

Banyak pekara yang berhubungan dengan organisasi yang sudah


saya uraikan dalam tiga BROSUR terdahulu di sekitarnya tahun 1926
itu. Uraian itu tak perlu diulang lagi.
Saya pikir, bahwa organisasi PKI tahun 1926 masih banyak
mengandung kekurangan. Maka kekurangan itu banyak pula
mempengaruhi PKI terdorong ke jurusan PUTCH, ialah aksi
bersandarkan semata-mata senjata kemiliteran. Bukannya bersandar
pada Massa-Aksi yang bersandar pada murba yang bergerak terus
menerus disebabkan terutama oleh keadaan politik-ekonomi, menuju
kepada tuntutan yang berjiwa hak politik-ekonomi pula.

Apakah motive-force, kodrat penggeraknya sesuatu partai komunis?

Hasrat sesuatu Partai Komunis, ialah mengubah masyarakat yang


berdasarkan produksi kapitalis, ialah penghasilan dengan cara
memeras (exploitation) tenaga buruh, untuk, dua tiga lusin kapitalis,
melalui jalan Massa-Aksi-Teratur, menjadi masyarakat sosialis, pada
tingkat permulaan, yakni mengadakan hasil secara rasional (terkendali)
buat seluruhnya masyarakat yang kerja menuju ke masyarakat
komunis. Di dunia sosialis isepan (exploitation) itu dilenyapkan. Di
dunia Komunis, maka Staat, Negara sebagai alat penindas kaum buruh
lenyaplah pula.

Golongan apakah yang lebih pantas lagi dalam masyarakat buat


menjalankan perubahan masyarakat kapitalis itu menjadi masyarakat
sosialis (nanti Komunis) selainnya dari pada golongan yang sehari-hari
diisap dan ditindas dalam pekerjaannya dalam semua perusahaan
kapitalis? Dalam perusahaan kapitalis, yang menghasilkan besar-
besaran dengan alat mesin modern dan administrasi secara modern
pulalah terdapat proletariat modern. Di sinilah proletariat diikatkan
pada mesin modern, diorganisir dan di-disiplin secara modern,
scientific menurut ilmu.

Di dalam perusahaan modern inilah sesuatu partai komunis


harusnya mencari calon buat motive-force, kodrat-penggerak revolusi
sosial. Tingkat pertama yang baiknya ditempuh oleh pekerja-murba
dalam dunia organisasi ialah serikat buruh. Sebagian (tak semuanya)
pekerja yang insyaf akan keadaan hidupnya mempersatukan diri buat
maksud yang pertama ialah memperbaiki nasib hidupnya (tambahan
gaji, kekurangan lama kerja, hak mogok dll). Dari serikat buruh sebagai
organisasi buruh tingkat pertama inilah partai komunis seharusnya
mencari calon buat anggotanya. Dari anggota serikat buruh-lah
disaring para anggota partai komunis, yakni pelopor, kodrat-
penggerak, motive-force dalam revolusi sosial. Tak pula perlu banyak
asal saja cerdas, jujur, aktif dan bisa memimpin atau mempengaruhi
seluruh serikat buruh tadi.

Syahdan dalam gerakan Rakyat berperang, maka kita lihat pertama


kader-opsir, yang memimpin tentara tetap. Di sekitarnya tentara tetap
di bawah pimpinan kader-opsir, itu kita lihat reserve dan seluruh
rakyat.

Tak berapa bedanya dengan itu maka kita wujudkan dalam gerakan
revolusi sosial partai komunis sebagai kader opsir yang memimpin
serikat buruh. serikat buruh itu seolah-olah tentara tetapdi atas tadi. Di
sekitarnya serikat buruh, yang memimpin oleh partai komunis kita
lihat pekerja seluruhnya dan Rakyat lainnya.

Memang para saudagar kecil bangsa Indonesia terdesak oleh


saudagar asing. Majikan perusahaan kecil Indonesia (perusahaan batik
umpamanya) terdesak majikan perusahaan asing. Semuanya pedagang
kecil, tukang warung kecil, sampai penjual sate dan gado-gado,
disampingnya warga-kota yang kecil seperti juru-tulis, tukang,
intelligensia-miskin, yang semuanya kita namai saja warga-miskin,
terdesak sungguh oleh kapital asing. Tetapi tiada langsung terdesaknya.
Mereka berada di luar kebun, tambang, pabrik, kereta, dan perkapalan
asing. Mereka tiada diikat oleh mesin, administrasi, organisasi dan
disiplin-nya kapital asing dalam satu perusahaan asing. Sebab itulah,
maka tak tepat kalau mereka dijadikan motive-force dalam gerakan
komunis. Setengah atau satu lusin di antara mereka yang cerdas, jujur,
dan berani yang terikat oleh filsafat materialisme dialektis dan rasa
tanggung jawab terhadap masyarakat tentulah patut diterima di dalam
partai komunis. Tetapi umumnya mereka warga-miskin ini berhasrat
dan berfilsafat hidup yang berlainan dari pada proletariat modern.
Memasukkan mereka terlampau banyak ke dalam partai komunis
niscaya akan memperlemah dasar tujuan partai komunis. Mayoritas,
lebih dari setengahnya banyak warga kecil dalam partai komunis
mudah membelokkan partai komunis ke lapangan anarkisme atau
oportunisme, putsch atau kontra-revolusi. Mayoritas sebagian besar
dari pada anggota sesuatu partai komunis buat menjaga kesehatannya
partai itu harus terdiri dari proletariat industri. Para pekerja industri
beratlah yang sepatutnya mendapat perhatian pertama buat dijadikan
anggota partai komunis.

Sebermula, maka harus diinsafkan lebih dahulu, oleh para


pemimpin Komunis Indonesia, bahwa Indonesia ini (pada tahun 1926
itu!) adalah satu jajahan. Kapitalisme di sini ialah kapitalisme
penjajahan dan penjajah yang amat terbelakang pula dalam per-
industrian berat di negaranya sendiri Belanda! Perusahaan Indonesia
sebagian besar terdiri dari perusahaan bahan, seperti getah, timah, dan
kina, perusahaan barang mewah seperti teh, gula, kopi, tembakau.
Memang ada perusahaan penting (vital) seperti minyak bumi dan
arang, di samping pengangkutan modern, seperti perkongsian kereta
api dan perkapalan. Tetapi perindustrian berat seperti tambang besi,
perusahaan baja dan mesin, perusahaan barang kimia dan listrik dan
akhirnya industri mesin bikin mesin, atau industri induk, belum lagi
muncul sama sekali, walaupun bahan serta tenaga melimpah di
kepulauan Indonesia ini. Lantaran semangat ahli-keju dan tukang
warung serta kedudukan perekonomian sebagai jongos Inggris, maka
pikiran dan perhatian Belanda tak sampai dan tak mungkin sampai
kepada industri induk tadi.

Indonesia belum sampai ke tingkat perindustrian berat dan baru


berada pada pemulaan industri enteng, seperti perusahaan kain, kertas,
tinta dan pena. Tetapi perkebunan, pertambangan, pengangkutan serta
perdagangan sudah dijalankan secara modern sekali dan mempunyai
sifat internasional. Pada perusahaan yang sudah sampai ke tingkat
tertinggi dalam perusahaan yang adalah seharusnya PKI
memperedarkan matanya. Kepada perusahaan yang paling modern
mesinnya, yang paling up-to-date (baru) administrasinya, yang paling
penting hasilnya buat dalam dan luar Indonesia dan akhirnya kepada
buruh yang paling banyak terpusat, paling tersusun terdisiplin, jadinya
mereka yang paling merasa pula isepan dan tindasannyalah perhatian
dan usaha yang pertama seharusnya ditujukan.

Dengan jalan terbuka kalau bisa dan jalan tertutup kalau terpaksa,
PKI seharusnya memusatkan semua perhatian usaha dan tenaganya
terutama sekali kepada buruh minyak di Cepu, Wonokromo,
Palembang, Deli, Balikpapan dan Tarakan. Di sinilah terkumpulnya
120.000 atau mungkin lebih proletariat tulen-modern-produktif,
menghasilkan barang penting buat dunia seharusnya. Di sini PKI baru
boleh dikatakan mendapat kemenangan tentangan pengaruh dan
organisasi kalau bisa mengikat separuh atau lebih proletariat otak dan
tangan. Setelah serikat buruh tertanam di semua sumber minyak
tersebut, dan setelah mendapatkan cukup calon buat didik dan disiplin
oleh PKI sebagai para anggotanya, barulah bisa PKI berkata, bahwa dia
sudah mempunyai pimpinan atas proletariat minyak. Kalau kelak
bendera PKI cabang Komintern dikibarkan di atas tambang dan pabrik
minyak tersebut, dan kapitalis Belanda-Inggris dan Amerika
mengirimkan kapal perang dan pesawat udaranya buat membela "harta
bendanya" di semua tempat tersebut dan pasti akan dibelanya maka
barulah boleh dikatakan ada jaminan, bahwa revolusi sosial (termasuk
nasional) di sana akan dibela, mati-matian secara Komunis, cocok
dengan Organisasi Program, Taktik-Strategi-nya, Otoritas dan
Namanya Komintern.

Sepadan dengan kepentingan perusahaan minyak tanah, maka


perusahaan lain-lainnya pun mesti mendapat perhatian sepenuhnya
pula. Perusahaan itu ialah perusahaan besi dan bengkel seperti Bengkel
Manggari di Jakarta, ACW di Bandung, Braat dan Nagel & Co di
Surabaya, 180 atau kurang pabrik gula di Jawa, tambang arang di
Sawah Lunto (+ 40.000 buruh kontrak dan rantai!) tambang timah di
Bangka dan Belitung, tambang emas di Bengkulu dan Minangkabau.
Haruslah pula dimasuki ratusan kebun modern dan pabrik kecil-kecil
di mana-mana. Setelah proletariat yang menghasilkan barang ini
tersusun dalam serikat buruh dan saringannya dilatih, diuji dan
akhirnya diterima sebagai anggota aktif dalam PKI maka dijalankan
pula atau disampingkan pula pekerjaan dalam perusahaan kereta-api,
perkapalan, kantor, sekolah dan polisi serta tentara.

Patut diperingatkan di sini bahwa bukannya Serikat Rakyat yang


mestinya dijadikan onderbouw, ialah lantai bawahnya PKI, melainkan
serikat buruh, menurut kepentingan buruhnya dalam dunia
perekonomian. Sebaliknya tidak pula Serikat Rakyat mesti dimatikan
otomatis, menurut salah satu putusan Kongres PKI di Yogya, Desember
1924! Ini juga bertentangan dengan putusan Komintern pada ketika
saya berada di Asia. Saya sendiri tidak mengetahui putusan mematikan
Serikat Rakyat, sebelumnya saya mengetahui putusan Komintern tadi.
Menurut pikiran saya Serikat Rakyat berhak dan patut berdiri di
samping PKI dan di bawah pimpinan semangat (spiritual leadership)
PKI seperti mudah dimaklumi warga-miskin adalah hasil imperialisme
dan kapitalisme juga, dan bermusuhan terus dengan kapital imperialis
sebelumnya Negara Nasional Indonesia didirikan. Memang semangat
ke-revolusioneran-nya turun naik menurut kemakmuran dan krisis
ekonomi di Indonesia: turun semangat memberontak sebagai golongan
dalam waktu kemakmuran, dan naik di waktu krisis. Ini adalah hal
biasa! Juga terjadi di antara golongan proletariat.

Dari Almarhum Aliarcham sendiri saya menerima laporan tentang


mematikan (sendirinya) Serikat Rakyat. Saya tentu tidak setuju, Saya
sedang berkirim-kiriman surat (dari Manila) membereskan persoalan
Serikat Rakyat itu. Tetapi malangnya pula Sdr. Aliarcham ditangkap
dan dibuang.

Di Moskow laporan saya tentang banyak anggota PKI pada tahun


1922 selalu mendapat gangguan saja kiri kanan "Bagaimana" tanya
para komunis dari beberapa negara dari yang muda remaja sampai
beruban, bagaimana bisa 40.000 banyaknya anggota PKI. Sedangkan
Amerika di masa itu baru mempunyai 2 atau 3000. Tiongkok paling
banyak 100 orang dan Hindustan cuma beberapa lusin saja? Apakah
industri yang ada di Ternate, yang beruntung mempunyai 1.300
anggota yang aktif dan taat itu tanya mereka itu pula.

Dari salah satu buku statistik (Yaarboek?) di Balai Pembacaan


Jakarta kita bisa baca berapa orang di antara mereka revolusioner di
Digul yang boleh dinamai proletariat yang dimaksudkan di Moskow
dan dunia Barat. Kalau saya tak silap cuma beberapa orang saja.
Sebagian besar adalah pedagang kecil dan guru sekolah dasar atau
langgar.

Kaum pemberontak di Silungkang anggota PKI terdiri dari para


saudagar yang masuk golongan kaya buat perdagangan Indonesia,
seperti para saudagar di Lawean (solo), di Kota Gede (Yogyakarta) dan
di Kudus. Di samping Silungkang terdapat tambang arang Sawah-
Lunto, perusahaan terbesar buat seluruhnya Indonesia, dengan +
40.000 buruh tambang yang paling terhina, terperas dan tertindas.
Tetapi PKI belum lagi bisa mengatasi kesulitan mengorganisir buruh
tambang itu. Asistent Residen di sana daya memperkosa percobaan
mendirikan serikat buruh.

Para pemberontak Silungkang tentulah tiada memakai materialiasme


dialektis sebagai obor pergerakan melainkan dalam hakekatnya
perasaan kebangsaan. Tiadalah mementingkan murba dan massa aksi
melainkan keberanian dan senjata. Tiadalah pula mementingkan
tuntutan politik-ekonomi yang nyata melainkan kebencian pada
pemerintah asing dan kapitalisme asing.

Para pemberontak Banten pula menjadi anggota PKI tentulah pula


dalam filsafat hidup dan perjuangannya tiada berdasarkan
Materialisme Dialektis, melainkan keteguhan kepercayaan pada Allah
(Jimat). Tiadalah mementingkan murba dan massa aksi teratur
melainkan iman dan ketabahan, bahkan tak memperdulikan senjata
"lahir" sama sekali atau taktik strategi berjuang sama sekali. Bukanlah
tuntutan Politik-Ekonomi yang nyata yang dituju, melainkan
Masyarakat berdasarkan ke Islaman.

Tak kurang memang tak perlu kurang artinya kaum saudagar dan
kaum Islam dalam masyarakat kita. Tak pula mestinya kurang
kejujuran, keberanian dan ketabahan mereka dalam perjuangan
kemerdekaan. Tetapi pencaharian hidup yang berlain-lain yang
menimbulkan wujud, muslihat dan minat berjuang berlain-lain pula.
Berhubungan dengan hal ini sepatutnyalah para saudagar, alim-ulama
dan umat Islam umumnya mempunyai Partai istimewa yang
bergandengan tangan dengan Partai Komunis, dalam satu gabungan
Nasional.

Pikiran saya, bahwa dalam Partai Komunis terlampau banyak


beranggota non-proletariat dan terlampau sedikit proletariat (mesin)
dan mungkin belum lagi 1% kaum proletariat mesin dan tanah, pabrik,
tambang dan kebun yang jumlahnya barang kali lebih kurang
3.000.000 di masa itu masuk ke dalam serikat buruh, amat disetujui
oleh Almarhum Aliarcham.

Sdr. Aliarcham memasuki pabrik gula di daerah Surabaya. Menurut


laporannya terakhir sudah mempunyai serikat buruh beranggota
200.000 orang. Tetapi ini berarti memasuki sarang macan. Laporan
inilah yang terakhir saya terima dari Sdr. Aliarcham. Ditangkap dan
dibuang. Semuanya menunjukkan bahwa PKI tidak mempunyai kader
yang proletaris tulen. Belum mempunyai reserve ialah serikat buruh
yang mengikat, umpamanya setengah saja dari proletariat mesin dan
tanah. Dengan begitu maka PKI mudah akan terdorong oleh non-
proletariat kelaparan putsch.

5. Saat menerkam dan kesimpulan

 Dalam "Naar de Republik Indonesia" (1924) dan Massa Aksi (1926)


sudah luas dalam saya uraikan siasat massa aksi. Di sini cuma sedikit
tambahan saja akan disampaikan.
Baik dalam perjuangan dua orang jago silat ataupun dua tim sepak
bola, apalagi dalam peperangan negara dan negara maka saat bila akan
menerkam itu amat penting sekali buat diperhatikan.

Saat itu pada instansi, tingkat terakhirnya, ialah ketika kita


mempunyai kekuatan sebesar-besarnya dan musuh sekecil-kecilnya.
Pada saat itulah bisa dilakukan pukulan terakhir (strategic-blow).

Maksud pukulan terakhir itu ialah dengan cepat, sekonyong-


konyong dan dengan kekuatan sebesar-besarnya menerkam rantai
terlemah tentara musuh dengan maksud memutuskan rantai
organisasinya serta akhirnya menghancur-leburkan seluruhnya
tentara musuh itu.

Saat menerkam itu teramat penting pula dalam perjuangan


revolusioner berdasarkan massa-aksi-teratur. Pukulan terakhir itulah
pula yang diwujudkan oleh massa aksi teratur itu.

Tetapi ada banyak perbedaan antara tentara perang dengan tentara


revolusi. Yang paling mencolok mata di antara perbedaan yang banyak
itu ialah: Pertama, Tentara Perang itu sudah lebih dahulu bisa dihitung
banyak prajuritnya, baikpun kader, Tentara tetap atau reservenya.
Tetapi tentara revolusi itu tak bisa ditetapkan Partai, Serikat buruh dan
lain-lain kumpulan serta rakyat revolusioner yang akan membantu
dengan pasti. Kedua, bahwa latihan tentara perang sudah bisa
dilakukan seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya di waktu damai.
Latihan partai, serikat buruh dan kumpulan Rakyat tiadalah bisa dilatih
betul kalau tidak ada krisis ekonomi atau politik. Ketiga, senjata tentara
perang sesuatu negara bisa ditentukan lebih dahulu, baik di waktu
damai ataupun tambahnya di waktu perang dengan jalan membeli atau
membikin sendiri. Tetapi tentara revolusi sudahlah tentu tentaranya
golongan orang miskin, pastilah pula amat sedikit di waktu damai,
tetapi mungkin amat banyak di musim reovlusi (contoh revolusi
Perancis, Rusia dan Indonesia sekarang).

Baik perkara banyak orang (massa), latihan berjuang ataupun


persenjataan satu golongan pemberontak, boleh dikatakan sama sekali
tergantung pada psychology , ialah jiwanya Rakyat murba pada sesuatu
negara.

Menurut filsafat berdasarkan Materialisme, kebendaan, maka jiwa


murba tadi terombang-ambing lantaran keadaan lahir, kebendaan,
ialah susah mudahnya mendapatkan makanan, pakaian, perumahan
dll. Dalam dunia kapitaisme keadan lahir ini berpusat pada susah-
mudahnya mendapatkan pekerjaan ialah jalan mendapatkan upah,
ialah jalan pula mendapatkan makanan, pakaian dan perumahan tadi.
Di musim rodanya kapitalisme berputar lancar, mudahlah
mendapatkan benda, matter, keperluan hidup itu. Karena mudahnya
itu, maka yang revolusioner-pun bisa menjadi lembek, lena, lalai. Di
musim rodanya kapitalisme berhenti berputar, atau krisis susahlah atau
mustahillah mendapatkan benda tadi buat keperluan hidup. Sesabar-
sabar dan sealimnya orang dia bisa menjadi mata gelap, merasa sendiri
dan melihat anak istri kelaparan, bertelanjang dan bergelandangan di
hujan panas. Kaum berpikir bisa menjadi revolusioner di masa krisis
seperti itu.

Menurut filsafat Materialisme yang bersandar pada Dialektisme,


pertentangan, maka pikiran revolusioner itu melantun
(terugkaatsenrebound) kembali kepada MATTER, kebendaan, seperti
penghidupan, produksi-distribusi, akhirnya kepada negara dan
produksi-distribusi (ekonomi) lama dan membangunkan yang baru.
Jiwa semacam ini dinamai revolusioner.
Ringkasnya di musim krisislah bisa diharapkan tentara revolusioner
yang besar, giat-berlatih secara massa-aksi seperti mogok-demonstrasi
yang mempunyai maksud yang pasti-terbatas disertai oleh tuntutan
pasti-terbatas pula (clear-cut-aim). Dalam latihan itu kelak bisa
ternyata berapa jauhnya murba yang beraksi itu bisa dipimpin dengan
selamat, ialah supaya pengorbanan bisa sekecil-kecilnya dan hasil yang
diperoleh adalah sebesar-besarnya. Kalau krisis memangnya
mendalam, berhubungan dengan itu jiwa Rakyat memangnya positive
revolusioner, maka jiwa Rakyat Murba Indonesia yang menyala-nyala
itu pastilah akan menjilat-jilat benteng pertahanan imperialisme
Belanda, dan memasuki sanubarinya serdadu yang bersenjata dalam
benteng itu. Senjata yang disimpan oleh serdadu yang berdiam dalam
benteng Cimahi, Magelang, dan Bandung itu, akan dikembalikan
kepada Rakyat revolusioner buat diganti menjadi prajurit revolusioner
dari penjual kepala bertukar menjadi pahlawan revolusi.

Bila saatnya menerkam, sampai bila pukulan terakhir bisa


dijatuhkan dan saatnya benteng imperialisme Belanda menyerah bulat-
bulat dengan serdadu dan senjatanya tergantung pada beberapa faktor:

1. Keadaan ekonomi (ada tidaknya krisis).

Di atas tadi sudah diterangkan bahwa tahun 1926, ialah musim


(cyclus) naiknya kapitalisme dunia (Hoch-Konjucktur). Getah, minyak,
timah, emas, intan, gula, kopi, teh, kina dll laku lagi. Kaum buruh
sebagian besar terisap lagi oleh perusahaan pabrik, tambang, kabun
dan pengangkutan. Semangat revolusioner buat seluruhnya Rakyat
terpukul oleh kemakmuran sementara itu. Dibanding dengan tahun
1945, sesudah perang dunia 5 ½ tahun dan Rakyat Indonesia diisap,
dirampoki mesin, emas-intan-berlian, padi dan gadisnya: ditindas,
ditampar dan dibunuh serdadu perampoknya Tenno Haika, maka
kemakmuran dan ketentaraman tahun 1926 kalau dibandingkan
dengan kemakmuran dan ketentraman tahun 1946 adalah benar-
benar seperti perbedaan bumi dengan langit. Jiwa Rakyat (semangat
revolusioner) perbandingannya cocok dengan perbandingan keadaan
lahir itu.

Walaupun demikian dalam tulisan saya (Naar de Repulik Indonesia,


Massa-Aksi dan Semangat Muda) saya akui penuh keadaan dan
semangat revolusioner di Indonesia. Lebih revolusioner daripada di
beberapa negara lain karena seperti saya tulis dalam "Naar de Republik
Indonesia" di Indonesia seluruhnya Rakyat tak akan kehilngan apa-apa
dalam revolusi, kecuali belenggunya. Lantaran di Indonesia lemah
sekali kaum tengah yang bisa menghambat gelombang revolusi
Indonesia, kalau betul-betul murbanya bersatu dan berdisiplin menuju
ke satu program yang sesuai dengan kekuatan dirinya sendiri.

2. Partai Berdisiplin.

Partai Komunis ialah pelopornya revolusi. Di negara merdeka,


demokratis-kapitalis, maka partai komunis itu terutama memimpin
proletariat meruntuhkan negara kapitalis itu, sambil me-netralisir
kaum tengah (menjaga jangan sampai sebagian kaum tengah dipakai
melawan proletariat, bahkan sebaliknya sebagian lagi bisa digerakkan
membantu proletariat).

Di negara setengah feodalis setengah kapitalis, maka partai komunis


memimpin revolusi pada tingkat pertama ke negara demokratis, dan
menurut keadaan dalam dan luar negeri seberapa bisa mendorong ke
revolusi sosial.

Di negara jajahan yang kapitalis, maka partai komunis pada tingkat


pertama memimpin revolusi anti imperialisme buat mendirikan negara
demokratis, serta selanjutnya menurut keadaan dalam dan luar negeri
mendorong ke revolusi sosial, ialah seberapa bisa pula.

Taktik strategi perjuangan di negara setengah feodalis dan setengah


kapitalis dan di negara jajahan itu amat kompleks, sulit dan
berhubungan dengan itu partai komunis, mestinya amat elastis:
sanggup menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan tingkatnya (phase)
revolusi dengan tiada boleh melupakan ke-revolusionerannya.
Bagaimana memimpin golongan yang sekarang revolusioner (borjuis
tengah dan bawah) dan besoknya sebelum atau sesudahnya mencapai
kemerdekaan demokratis bisa dengan sekejap mata membalik menjadi
kontra-revolusioner, inilah persoalan yang sukar dalam keadaan
begini.

Dalam perjuangan maju-mundur itu, dengan teman seperjuangan


(kaum borjuis atas, tengah dan bawah) yang sekarang kawan, besoknya
bisa menjadi lawan itu, maka disiplin partai komunis itu mestinya
tegap seperti baja. Putusan yang diambil dengan persetujuan suara
lebih dalam perundingan demokratis, serta masak-masak, mesti
dijalankan oleh seluruhnya partai, bahkan oleh suara kurang pun
(minoritas) ........... Perhatikan suara lebih dan perundingan demokratis!

Disiplin itu mudah dijalankan kalau memang sebagian besar


anggotanya sendiri terdiri dari proletariat industri modern yang sudah
paham benar atas Materialisme Dialektis. Susah atau mustahil
dijalankan kalau sebagian besar anggotanya terdiri dari bojuis tengah
(Silungkang dll.) serta Islam revolusioner (Banten, Minangkabau dll.).

Lebih mudah disuruh maju di waktu krisis, kalau terlampau banyak


beranggota warga miskin, yang umumnya condong kepada fasisme
atau anarkisme itu. Lebih mudah disuruh mundur di waktu
kemakmuran, kalau terlampau banyak ber-anggota warga miskin dan
tengah, karena mereka umumnya condong oportunisme.

3. Seluruhnya Rakyat di bawah pimpinan (disiplin partai komunis).

Hampir seluruhnya Rakyat Rusia Proletariat mesin dan tanah, serta


sebagian besar kaum tengahnya -- sesudah mendapat pengalaman
yang berharga dalam perjuangan yang lama yang mundur maju
semenjak dari tahun 1905 sampai tahun 1917 -- akhirnya di bulan
Nopember 1917 itu sudah sampai mengakui otoritasnya Partai
Komunis Rusia. Terkaman terakhir pada bulan Nopember tahun 1917
diadakan sesudah partai komunis mendapat kemenangan yang nyata
dalam pemogokan, demonstrasi, pemilihan kota, daerah dan nasional
dan akhirnya di kalangan tentara, ialah kaum buruh tani yang
bersenjata.

Seperti disebut di atas, maka disamping PKI yang sebagian besar dari
anggotanya itu bukanlah proletariat mesin dan tanah, cuma berada
beberapa serikat buruh yang mengikat paling banyaknya 1% saja dari
seluruhnya proletariat. Yang paling teguh organisasinya bukanlah pula
buruh produktif, mengadakan hasil, melainkan buruh pengangkutan
(VSTP). Buruh pabrik, tambang dan kebun masih cerai sahaja.

Pada tahun 1926, maka Serikat Islam masih berdiri terus dan belum
mendapat kecocokan dengan PKI. Serikat Budi Utomo, Pasundan,
Sumatera, Minahasa, dan Ambon masih berdiri sebagai benteng
propinsialisme

Dengan demikian, maka pertama PKI belum bisa secara


organisatoris, tersusun mengikat seluruhnya golongan proletariat
dengan perantaraan serikat buruh. Kedua belum pula bisa mengikat
warga miskin, yang banyak terdapat di bawah pimpinan atau
seluruhnya Serikat Islam, apalagi kaum tengah, seperti saudagar atasan,
Pamong Praja (BB) dan intelligensia miskin. Ketiga propinsialisme
belum lagi ditarik ke jurusan nasionalisme secara organisatoris.

Sedikit saja pemberontakan, kalau berlaku, mendapat perlawanan


dari imperialisme Belanda, maka semua golongan atas dan tengah yang
dipengaruhi Islamisme dan propinsialisme itu bisa disusun dan dipakai
oleh imperialisme Belanda menentang pemberontakan di bawah
pimpinan PKI.

Sekarang saja (May 1946) sudah Rakyat Indonesia 3 ½  tahun


lamanya menyaksikan dengan matanya sendiri kelemahan Belanda
terhadap Jepang, menyaksikan dengan matanya sendiri kerendahan
watak budi pekerti, bahkan moralnya Belanda ....bekas Tuan dan
Nyonya Besar serta Noni ...... dan mendirikan Republik merdeka pada
tanggal 17 Agustus 1945, masih bisa Belanda memakai agama dan
propinsialisme, bahkan nasionalisme dan sosialisme buat meruntuhkan
Republik Indonesia dan mengembalikan Indonesia ke Status
penjajahan.

Cuma partai komunis, beranggota sebagian besar proletariat mesin,


yang memimpin atau mempengaruhi serikat buruh dan Sarekat Rakyat
Miksin; Partai komunis, yang berfilsafat Materialisme Dialektis dan
menjalankan putusan yang diambil oleh Kongres Komintern-lah yang
mempunyai pengharapan buat memimpin gerakan revolusioner di
Indonesia sampai ke tingkat yang cocok dengan kekuatan dalam
dirinya sendiri dan bantuan diplomasi dan moril dari dunia luar.

Seluruhnya Rakyat baru boleh dikatakan berada di bawah pimpinan


Partai Komunis itu jikalau Rakyat seluruhnya bisa dimajukan -- kalau
saatnya tiba dan dimundurkan kalau terpaksa -- dengan tiada
mengurangi kepercayaan rakyat murba pada Partai Komunis itu. Takut
mencabut kembali sesuatu putusan yang sudah diambil beberapa
pemimpin, karena takut Rakyat akan marah berarti bahwa Rakyat itu
belum lagi di bawah pimpinannya Partai tadi.

4. Tuntutan yang nyata dan semboyan

Membentuk tuntutan politik dan ekonomi yang nyata dan dirasa


oleh Rakyat umumnya dan klas proletariat khususnya, adalah satu
perbuatan yang amat sulit. Cuma mereka yang sudah paham betul
tentangan dasarnya filsafat Materialisme Dialektis dan cukup paham
tentangan sejarah, kebudayaan, penghidupan dan jiwanya Rakyat
Indonesia-lah yang bisa membentuk tuntutan politik ekonomi serta
semboyan yang nyata dan terasa itu buat Rakyat Indonesia ini. tuntutan
yang nyata dan terasa itu yang bisa menggetarkan jiwa seluruhnya
murba berjuang itu, memperteguh imannya dan menimbulkan
keikhlasan berkorban.

Semboyan yang tepatlah yang menggetarkan jiwa Rakyat Perancis


dalam masa pemberontakan tahun 1789 terhadap feodalisme, yang
mendorong mereka berkorban menanam Kemerdekaan, Persamaan,
dan Persaudaraan (Liberte, Egalite, Fraternite) di seluruh benua Eropa.

Semboyan dan tuntutan yang konkrit, nyata terasa, yang dibentuk


oleh satu partai proletariat yang sudah lolos dalam beberapa ujian
Massa-Aksi, besar-kecil, politik dan ekonomi partai yang cakap
bijaksana mencocokkan semboyan dan tuntutan itu dengan jiwanya
proletariat mesin dan tani di Rusia pada tiap-tiap fase perjuangan
itulah pula perkara yang maha penting dalam revolusi di Rusia.

Tuntutan dan semboyan yang nyata terasa itu adalah tercantum pula
dalam salah satu putusan dalam salah satunya Kongres Komintern.
Apabila salah seorang dari kami menanyakan pada seorang
pemimpin PKI apakah semboyan dan tuntutan yang akan dimajukan
kalau kelak Putusan Prambanan dijalankan, maka dijawabnya: "Bunuh
Belanda".

Memangnya perang Jambi (1916) juga memajukan semboyan


semacam itu. Tetapi semboyan Komunis hendaknya lain dari itu.

Apabila salah seorang dari pada mereka yang hendak menjalankan


Putusan Prambanan itu ditanyai pula, apakah ujian buat seseorang,
yang sudah berjanji ikut menyerbu itu, maka dijawabnya: "Siapa berani
majulah ke depan! ".

Di Silungkang banyak kejadian aneh, setelah dentuman bedil


sebenarnya terdengar serta pasukan serdadu sebenarnya dilihat oleh
"would be" bakal pemeberontak itu!

5. Semangat Prajurit.

Salah seorang ahli jiwa memajukan tiga perkara yang umumnya


ditakuti oleh manusia yakni: 1. ular, 2. darah manusia mengalir, 3.
mayat. Tiap-tiap pembaca bisalah memeriksa kebenaran perkatannya
itu.

Tiadalah seorang pula bisa menyangkal kebenaran satu pepatah


yang bunyinya: Habis geli karena digelitik. Hilanglah geli telapak kaki
kalau selalu digelitik (raba) atau bergeseran dengan tanah. Hilanglah
pula ketakutan pada ular, darah atau mayat itu kalau selalu
melihatnya. Tukang potong sapi apalagi algojo tentu tak begitu takut
sama darah mengalir seperti seorang vegetarian (tak makan daging)
berasal dari Dravide (keling) umpamanya.

350 tahun bangsa Indonesia diperas, ditindas dan dilucuti senjata


serta dilemahkan semangat perangnya. Memang sebelumnya
imperialisme Belanda masuk, bangsa Indonesialah salah satu bangsa
pelaut yang paling berani di seluruh dunia ini. Darah pemberani itu
tidak hilang di jaman Belanda itu, tetapi terpendam, karena tidak ada
lagi latihan perang. Apalagi di kota-kota besar di mana si-inlander
menghamba sebagai juru-tulis, jongos dan kuli. Semangat keprajuritan
itu dan latihan bertempur itu boleh dikatan hilang sama sekali. Taktik
muslihat perang yang sangat dikenal dan digemari oleh nenek moyang
kita, silat dengan pisau atau kelewang tak berapa dikenal oleh sebagian
besar bangsa Indonesia.

Pada tahun 1926 itu sering saya dengar, memang bisa berjanji ini
atau itu sebelumnya musuh sebenarnya kelihatan, tetapi berapa orang
yang bisa menembak, kalau Moskow umpamanya besok mengirimkan
lebih banyak senjata dari yang ada di tangannya Belanda. Siapa yang
bisa terbang di antara orang PKI kalau Moskow seandainya
mengirimkan pesawat penggempur ataupun pengebom.

Jangan dilupakan, bahwa bangsa Perancis, tahun 1789, adalah satu


bangsa yang paling war-like, bersemangat perang di masa revolusi itu.
Bangsa Rusia seluruh lelaki yang kuat memanggul senapan dan sudah
berperang selama 3 ½ tahun ketika mengibarkan bendera merah pada
tahun 1917 itu.

Sekarang kita bisa membandingkan semangat keprajuritan bangsa


Indonesia 1926 dengan kaum revolusioner di Perancis dan Rusia itu,
bahkan lebih tepat dengan keprajuritan di masa sekarang tahun 1946.
Memang Jepang melatih, mungkin 2.000.000 pemuda (Keibodan,
Seinendan, Pelopor Heiho, Peta, Jibakutai) buat memperluas kerajaan
Dai Nippon. Tetapi memangnya pula perkataan Marx: Kapitalisme itu
menggali kuburnya sendiri.
Kalau tak ada latihan Jepang yang hebat, lebih hebat dan jitu dari
pada latihan Belanda, Inggris atau Amerika selama dua tiga tahun itu,
maka mustahil prajurit Indonesia dengan "bambu runcing" saja bisa
merebut bedil, tank, pesawat dan kapal perang seperti di Surabaya.
Masakan prajurit Indonesia bisa 7 bulan sampai sekarang menahan
serangan udara, laut dan darat di Surabaya dan Semarang itu. Masakan
prajurit Indonesia dengan senjata sedikit yang direbutnya itu sering
menghalaukan Nica, Inggris, Ghurka, bahkan gurunya sendiri ialah
yang paling berani dan cakap berperang di antara 4 bangsa itu: Jepang.
Masakan Krawang dan Bandung bisa dipertahankan sekuat-kuatnya!
Semuanya akan lebih nyata, kalau diplomasi ulung, yang berdasarkan
"perhitungan" itu tidak dijalankan, yakni menghentikan perang kalau
Inggris-Gurka-Nica terkepung, dan pasti menemui ajalnya kalau
diteruskan.

6. Pertentangan dalam Internasional Kapitalisme sendiri.

Soal pertentangan yang ada di antara beberapa negara kapitalis satu


dengan lainnya amat besar pula artinya buat Rusia dan sangat
diperhatikan oleh Partai Bolshevik. Apabila Rusia merobohkan Tsarisme
dan menyita harta benda kapital asing (Perancis, Inggris, Jerman) maka
mereka yang empunya pabrik dan tambang di Rusia, dan berpiutang
kepada Tsar itu satu sama lainnya tak saja bertentangan melainkan
sudah berperang. Inggris, Perancis dan Jerman tak bisa bersatu
menuntut pinjaman uang, pabrik, dan tambangnya, karena satu sama
lainnya lemah melemahkan dengan akibat melemahkan kedua pihak
yang berperang terhadap Revolusi Rusia. Rusia pada permulaan
revolusi mendapat banyak keuntungan dari pertentangan kapital
internasional tadi.
Imperialisme Inggris, Belanda, Perancis dan Amerika yang semuanya
tentu akan menentang habis-habisan satu revolusi Indonesia yang akan
dipimpin oleh PKI seksi Komintern pada tahun 1926 itu amat rapat
bersatu. Mereka sedang rapat bersatu menentang Komintern dan Rusia
yang masih dalam keadaan lemah dalam ekonomi dan teknik yang
belum lagi menjalankan rencana 5 tahunnya, belum lagi mempunyai
bomber penggempur dan armada itu. Mereka tak akan membiarkan
satu negara baru yang terang-terangan dipimpin oleh satu seksi
Komintern berdiri terus.

Mereka sekarang pun tak akan membiarkan begitu saja berdrinya


satu negara yang terang-terangan menegakkan Republik Komunis di
Indonesia, tetapi persatuan di antara empat imperialisme di atas tadi
tidak seperti di tahun 1926 lagi, dan Soviet Rusia bukan lagi bayi
melainkan Negara Komunis yang sudah akil-balig. Tegasnya
perbandingan kekuatan kawan-kawan di tahun 1926 jauh berlainan
dari pada di masa ini. Dahulu amat merugikan Indonesia.
Berhubungan dengan itu, maka program (minimum dan maksimum),
serta taktik-strateginya revolusi di tahun 1926 mesti dicocokkan betul
dengan perbandingan kekuatan lawan dan kawan itu, tersembunyi
ataupun terbuka.

Menjawab pertanyaan di atas, yaitu bilakah saat menerkam itu tiba,


maka berhubung dengan enam perkara yang dimajukan di atas, 1.
Tahun 1926 bukannya tahun krisis, 2 Partai belum cukup berdisiplin,
3. Belum lagi seluruhnya Rakyat berada di bawah pimpinan (disiplin)
PKI, 4. Tuntutan yang nyata dan semboyan tak dipikirkan, 5. Semangat
keprajuritan Rakyat Indonesia memangnya kendor sekali, dan 6.
Imperialisme Internasional bersatu menentang yang berbau
Komunisme, tentulah belum bisa dijawab begitu saja.
Baru bisa dijawab dalam pengalaman. Sesudah PKI di-proletarirkan,
serikat buruh dimajukan, warga-miskin disusun pula dalam sususan
istimewa, dan aksi ekonomi serta politik yang berjiwa pada tuntutan
yang nyata-terasa dijalankan baikpun secara terbuka atau tertutup,
maka barulah kelak bisa diketahui bila pukulan terakhir, ialah saat
menerkam dilakukan.

Syahdan saat menerkam dengan pukulan terakhir itu sama artinya


dengan saat mendapatkan suara terbanyak, dalam partai, kumpulan
Rakyat, serikat buruh dan seluruhnya Rakyat, termasuk serdadu.

Ini pasti tak bisa ditentukan 6 bulan lebih dahulu! Cuma Joyo Boyo
yang katanya bisa menentukan bulan dan tanggal kejadian di hari
depan itu. Pemimpin Komunis besar di Baratpun sering gagal mengenal
"psychological moment" saat-jiwa memuncak itu dalam massa aksi
yang teratur yang sudah ada. Apalagi mengenal 6 bulan di depan!
Perhitungan yang berdasarkan Materialisme Dialektis bukanlah
ramalan Pak Belalang.

Apalagi perkara "mengadakan" revolusi! Barangkali malaikat bisa


"mengadakan" revolusi itu tetapi kaum komunis cuma bisa
mempersiapkan diri dan menyambut datangnya revolusi, sebagai
"resultante" (hasil dan akibat) dari 1001 perkara. Yang bisa dicetak itu
ialah "putsch".

KESIMPULAN

Kedudukan PKI terhadap Komintern, tanggung jawab saya kepada


Komintern, Rakyat Indonesia dan semua anggota PKI sendiri, memaksa
saya mencocokkan Putusan Prambanan, ialah "mengadakan"
pemberontakan 6 bulan di hari depan itu (pecahnya hampir setahun di
belakang!) dengan dasar Komunisme umumnya dan dengan semua
putusan Kongres Komintern khususnya.

Pendapat saya tentang Putusan Prambanan.

1. Berhubung dengan otoritas dan kebiasaan maka tindakan itu


melanggar otoritas Komintern. Tindakan sepenting itu, karena
mengenai dunia internasional, wajib dirundingkan lebih dahulu
dengan Komintern. Sekurangnya dengan wakil Komintern di Asia ini,
ialah saya sendiri.

2. Berhubung dengan kerja bersama, cooperation, maka putusan


sepenting itu sebaiknyalah kalau diperundingkan dengan wakil
beberapa Partai Komunis yang bisa langsung atau tak langsung bisa
memberi usul, kritik atau bantuan seperti dengan partai komunis
Australia, Belanda, Inggris, Amerika dan Annam.

3. Berhubung dengan organisasi, maka saya anggap sosial-structure


(susunan golongan) dalam PKI jauh dari pada tepat. Keinsyafan atau
filsafatnya pertarungan kelas masih kurang, serta disiplin masih amat
lemah. Disampingnya itu kaum buruh industri, kaum warga-miskin
(aliran nasionalisme dan ke-Islaman) belum lagi terikat dalam
organisasi yang pantas.

4. Berhubung dengan taktik-strategi, maka dipengaruhi oleh aliran


anarkisme, oportunisme dan fanatisme. Taktik-strategi bersandarkan
massa aksi, program, tuntutan, serta semboyan yang nyata belum
cukup dipahamkan. Kekuatan lawan-kawan kurang diperhatikan, serta
kekuatan semuanya amat dipusatkan pada kekuatan senjata saja.

Maka berhubung dengan semua perkara di ataslah maka saya rasa


ada kewajiban saya mengusulkan adanya konferensi lengkap di
Singapura. Di sini akan dibicarakan perkara patut apa tidaknya dicabut
kembali putusan, yang saya pikir terlanjur dan di belakangnya amat
menggelisahkan dan mengacaukan beberapa cabang PKI yang heran
mendengarkan putusan tersebut. Sesudahnya itu baru dibicarakan
sikap dan tindakan yang mesti diambil yang cocok dengan keadaan,
kekuatan sendiri dan putusan Kongres Komintern. Salah satunya dari
pada usul saya itu ialah mendirikan pusat sebagai reserve di Singapura.

Usul saya yang dibawa oleh Sdr. Alimin disebabkan beberapa hal
(yang belum bisa disebutkan) tak sampai ke tangan yang sepatutnya.
Setiba saya di Singapura sebenarnya masih banyak tempo buat
memperbaiki yang kurang tetap dan mengembalikan PKI ke jalan
komunisme. Tetapi disebabkan banyak hal yang tak perlu dan belum
bisa dituliskan di sini, maka usaha Almarhum Subakat (Komunis tua
dan mati dalam bui), Djamaloedin Tamim (diperintahkan menjalankan
Putusan Prambanan di Sumatera), dan saya sendiri akan membawa PKI
ke jalan komunisme dan ke massa aksi itu cuma sebagian saja jaya.

PKI terdorong oleh satu organisasi baru disampingnya ialah DO


yang dipimpin oleh darah muda yang didorong oleh nafsu terbaru.
Beberapa teman di Banten yang sudah kembali dari Digul dengan
panjang lebar sekarang bisa menceritakan aksi yang memberi akibat
sedih semacam itu. Banyak pula hal yang belum bisa dituliskan
berhubung dengan aksi DO yang menyedihkan itu. Perlu disebutkan di
sini bahwa kecurangan hati, kalau ada sedikit sekali terdapat di antara
para anggota PKI dan DO umumnya mereka sangat jujur dan cukup
merasa tanggung jawab. Tetapi kesulitan berhubungan, darah panas,
belum cukup memahamkan arti Massa Aksi dan kerja tertutup, maka
provokasi Belanda, bisa menjerumuskan ribuan anggota kader revolusi
Indonesia ke rumah penjara di beberapa tempat dan ke Digul sarang
malaria itu. Pasti PKI akan membikin sejarah yang jauh lebih gemilang
kalautak mendapat tamparan sebesar itu dan mempunyai kebijakan
memimpin seluruhnya partai ke bawah tanah. Semua Partai Nasionalis
sesudah PKI ternyata kini cuma perkumpulan buat mempersiapkan diri
menerima bintang dan pertintah Tenno Haika saja.

PARI, Partai Republik Indonesia, didirikan lama sesudahnya


keributan tahun 1926 selesai. Alasan terutama ialah karena:

1. Hampir semua pemimpin PKI yang bertanggung jawab sesudah


dimasukkan ke bui atau dibuang ke Digul. Perhitungan tepat atau
tidaknya tindakan yang sudah diambil pada tahun 1926 seperti wajib
dan lazim dijalankan oleh Partai Komunis di Barat tak bisa kami
jalankan lagi.

Mengeritik tindakan yang lampau, mengakui kesalahan kalau perlu,


adalah satu sikap yang paling diutamakan oleh Partai Komunis Rusia.
Tetapi memakai terus nama PKI yang tiada mengemukakan kesalahan
di masa lampau kami rasa tidaklah akan menambah perbaikan
jalannya pergerakan revolusi Indonesia. Sesudah kesalahan diketahui
dan diakui barulah langkah baru bisa dijalankan! Begitulah pula sikap
kaum Komunis di Barat!

2. Habisnya anggota PKI yang kami kenal dari luar negeri dan
putusnya perhubungan memberi kemungkinan kelak ada mereka yang
akan meneruskan pekerjaan PKI lama dengan tersembunyi dan dengan
hati curang. Bahaya provokasi semacam ini kami anggap besar sekali.
Mungkin karena sengaja berniat jahat atau tidak berniat jahat begitu.
Tetapi lantaran kurang paham dan pengalaman maka mungkin PKI
karena popular namanya disesatkan kepada paham dan aksi yang
bertentangan dengan dasar komunisme umumnya dan Putusan
Kongres Komintern Khususnya.
Pengalaman Indonesia dengan PKI yang dikenalkan oleh V.d Plas PKI
di bawah pimpinan Jepang, PKI dengan Mr. Joesoef sebagai ketua, PKI
tahun 1936, PKI tahun 1941 dll. semua membuktikan berapa susahnya
memimpin satu Partai Komunis di sesuatu jajahan seperti Indonesia.
1001 kejadian yang menyedihkan dan menyeramkan yang
berhubungan dengan provokas Jepang terhadap PKI. Nama PKI yang
mempunyai sejarah baik dari tahun 1917 sampai tahun 1926 memang
bisa menarik murba dan menjerumuskan murba, cerdas dingin, serta
hati yang sabar-jujur penuh dengan rasa tanggung jawab terhadap
proletariat dan rakyat Indonesia, proletariat internasional dan dasar
Komunis sendiri.

3. Komunisme dan PKI karena populernya sudah sampai ke tingkat


menimbulkan fanatisme di antara Rakyat, terutama yang buta huruf.
Lebih tepat lagi kalau dikatakan sudah sampai dia mengganti fanatisme
terhadap Islam dan Turki dengan fanatik kepada Komunisme dan
Rusia. Pada tiap-tiap pemberontakan di Sumatera di masa lampau,
mesti diperhubungkan berita bohong bahwa kapal perang Turki sudah
berlabuh di pesisir buat membantu kaum muslimin. Pada
pemberontakan PKI di Jawa dan Sumatera kapal perang Rusialah yang
menjadi buah berita bohong itu. Jepang memakai tipu semacam itu
pula dan dapat memperangkap dan membunuh "komunis" yang kerja
tertutup kabarnya puluhan banyaknya.

Semangat berjuang yang didorong oleh fanatisme pun ada


tempatnya dalam lapangan revolusi. Tetapi Partai Komunis, seperti
Cabang Komintern, wajib dihindarkan daripada cara berpikir yang
tidak berdasarkan barang yang nyata.

Sembarang fanatisme sudah membawa seseorang pergerakan


revolusi ke jurang oportunisme, fasisme ataupun putsch.
4. Kekuasaan yang diberikan Komintern pada saya (tahun 1922) di
daerah yang meliputi beberapa negara, yang praktisnya boleh
dinamakan Aslia memberi suggestion, petunjuk kepada diri saya,
bahwa semua negara ini memangnya mesti digabung menjadi satu.
Teori bangsa (oleh Haddon, Smith, Bastian, CR Logan dll.) membuktikan
kesatuan bangsa di Aslia itu. Tanah dan iklim memperkuat pula
kesatuan itu. Sejarah Sriwijaya dan Majapahit sudah menuju tepat ke
situ. Jepang buat keperluan rampokan dan perampok serta bajak
lautnya sudah mempraktekkan kesatuan itu. Dahulu dalam
"perantauan" saya di Aslia itu saya sudah mendapat keyakinan bahwa
kesatuan bumi-iklim, kebangsaan, perekonomian, kejiwaan
(psychology) diperkuat oleh kesatuan musuh imperialis di bawah tali
pengendalinya imperialisme Inggris, dengan Singapura sebagai pusat
perdagangan dan strategi, bahwa kesatuan Aslia itu mesti dibentuk
dengan jalan revolusioner berdasarkan ekonomi dan proletariat
menuju ke internasional.

Bahwasanya atas empat dasar saya terutama di atas ini, maka barang
siapa yang tak menunggu emas jatuh dari langit, melainkan berjalan
dengan mata terbuka di atas tanah yang kesat (kasar) ini sekarang
sudah bisa menyaksikan kebenaran PARI dalam hampir semua garis
dasarnya.

Nama dan isi kata Republik itu sudah mempengaruhi dunia


intelligensia semenjak lebih dari 10 tahun lampau. Pengaruh itu
kelihatan memuncak di waktu republik hendak didirikan, 17 Agustus
1945. Di sekitarnya buku saya "Naar de Republik Indonesia" (tahun
1924), "Ke arah Indonesia Merdeka" (tahun 1932 oleh Drs. Moh.
Hatta), "Mencapai Indonesia Merdeka" (tahun 1932 oleh Ir. Soekarno)
adalah perhubungan erat yang kelak oleh ahli sejarah akan diuraikan
(Ktr. Moh Yamin). Komiter van Actie, bermarkas besar di Menteng 31,
bukanlah berasingan dengan PARI, walaupun kami sendiri tak kenal
mengenal di waktu itu (keterangan lanjut oleh Sdr. Soekarni!).

Nyatalah sudah bahwa Republik adalah satu nama yang tepat buat
Indonesia pada tingkat nasional dan internasional sekarang. Nama
Republik itu kelak gampang ditambah dengan perkataan seperti
Demokratis, Sosialis, ataupun Komunis, ialah menurut keadaan dan
kekuataan lawan dan kawan di dalam dan di luar negeri Indonesia dan
menurut sifatnya Republik itu sebagai hasil perjuangan yang
sebenarnya. Dalam salah satu surat kabar Inggris maka dalam
pidatonya Stalin (Ktr. Sajoeti Malik) dapat dibaca kalimat yang pendek,
tetapi tepat menyinggung keributan tahun 1926. Di sana disebut "the
Indonesian Communist Party wrongly aroused the Soviet power" atau
PKI salah mengemukakan kekuasaan Soviet. Memang begitu pendirian
Moskow yang saya dengar sesudah tahun 1926.

Saya baru sekarang mendengar keterangan Sdr. Sajoeti Melik yang


menambah kepastiannya itu. Tetapi pendirian itulah yang saya pegang
serta menambah mendorong saya mendirikan PARI, Partai Republik
Indonesia, (Juni 1927). Sedikit orang yang tahu dan mau tahu terutama
di Asia ini, bahwa kekuasaan Soviet itu adalah pelaksanaan Revolusi
Komunis, seterusnya Revolusi Komunis itu tiadalah bisa dilakukan pada
sembarang tempat dan sembarang tempo saja. Cukuplah sudah, bahkan
sudah lebih dari cukup kalau pada permulaan revolusi di sesuatu
jajahan seperti Indonesia ini, Revolusi itu dipimpin oleh satu partai
dengan nama apapun juga. Asal pimpinan itu berada dalam obor
Komunisme (Materialisme Dialektis). Pada salah satu daerah luas di
Asia saya kenal satu kumpulan besar yang mengikat seluruhnya Rakyat.
Kumpulan itu dinamai "The Road to Heaven " atau "Jalan ke Surga".
Kumpulan itu diakui oleh Komintern sebagai symphatizer, bersimpati.
Nama kumpulan itu bukanlah nama ejekan atau kedok! Memang
daerah itu dikuasai oleh pendeta Budha dan seluruh rakyat beragama
Budha. Tetapi sebab sifatnya memang revolusioner maka Komintern
yang bukannya gerombolan orang doktriner atau Fanatis, maka
kumpulan "Jalan ke Surga " pun boleh dianggap satu kekuatan
revolusioner.

Cuma mereka yang lebih mengindahkan nama dari pada isi, yang
fanatik sama nama dan tak mengindahkan isi saja yang lekas menuduh
berkhianat atau Trotskyist kalau seorang merasa bahwa nama itu buat
sementara baik ditukar!

Tetapi mereka terutama memperhatikan metode (cara) berpikir


revolusioner, untuk aksi revolusioner dalam massa revolusioner, lekas
bisa tahu siapa yang sungguh revolusioner dan siapa yang lidahnya
saja memberontak. Kita sekarang (Revolusi Solo 2 Juni) sudah sampai
ke tingkat kedua. Dimana kelihatan dua barisan bersenjata di tangan
sedang berhadapan satu dengan lainnya: Pihak buruh-Tani-Marhaen
Indonesia berhadapan dengan Nica, feodalisme dan Inlanders-alat-alat
Belanda.

Siapa yang bersandar pada kedua pihak akan kehilangan


kepercayaan dari kedua pihak itu dan akhirnya jatuh terlentang
sendirinya. Dan siapa yang mau diam berdiri di tengah-tengah akan
diam mati terjepit di antara dua pihak itu pula. Seperti kata pepatah:
Gajah berjuang sama gajah, pelanduk (sang kancil) mati di tengah!

Akhirulkalam:

Pertama sekali: Sikap saya pada tahun 1926, ialah menarik kembali
PKI ke jalan komunisme. Putusan Prambanan saya anggap
bertentangan dengan dasar organisasi, taktik, dan strategi Komintern
dan beberapa putusan dalam Kongres Komintern.

Menurut keterangan yang saya terima Putusan Prambanan itupun


tak dibenarkan Komintern. Para utusan PKI ke Moskow tak
mendapatkan yang dimaksud melainkan membawa (terlambat
datangnya) program yang cocok sekali dengan usul yang saya kirimkan
ke Moskow sebelumnya mereka berangkat.

Kalau sikap saya menuntut dicabut kembali putusan yang saya


anggap bertentangan dengan dasar komunisme dan putusan Kongres
Komintern, maka saya, sebagai wakil Komintern pada tahun 1926 itu
kalau dianggap pengkhianat terhadap proletariat dan rakyat Indonesia,
terhadap PKI dan Komintern dan akhirnya pada proletariat
Internasional maka saya akan berkhianat sekali lagi kalau berhadapan
dengan persoalan semacam itu pula.

Saya sanggup kelak berhadapan dengan hakim Internasional yang


sah dan Komunis buat memeriksa siapa yang sebenarnya bersalah dan
kalau perlu yang patut dihukum berhubung dengan keributan tahun
1926 dan semua akibatnya itu.

Kedua: Semenjak hampir 20 tahun PARI berdiri sudah terbukti


banyak kebenaran dalam garis besarnya. Juga di sini nyata
kebenarannya pepatah: The proof of the pudding is in the eating, atau
pengalaman itulah hakim yang sebenarnya.

Terbuktilah sudah bahwa dasarnya PARI banyak yang sudah


dilaksanakan dalam revolusi sekarang. Banyak anggota PARI yang
mengambil bagian dalam revolusi yang sebenarnya ini. Terbuktilah
pula benarnya taksiran PARI 20 tahun lampau, bahwa dalam
perjuangan akan datang boleh jadi sekali rakyat Indonesia akan
terpaksa bersandar pada kekuatan dirinya sendiri. PARI menang
bersandar pada dasar "zelf help" tolong diri sendiri.

Memangnya karena bermacam-macam hal terpaksa begitu. Sudah


sepuluh bulan rakyat serta pemuda Indonesia menentang perampok
Internasional (Inggris, Gurka, Jepang, Nica) dengan otak sendiri,
kepercayaan atas diri sendiri, dengan bambu runcing sebagai modal
senjata yang pertama!

Perjuangan sekarang dan di hari depan pastilah pula akan


melaksanakan dasar tujuan PARI yang ke arah "Aslia" – Asia australia.
Syahdan Semenanjung Malaka di benua Asia sudah seratus persen
berdiri di atas tuntutan Indonesia ialah: pergabungan dengan Republik
Indonesia yang merdeka 100%.

Australia menuju kecerdasan dan sikap yang jujur – konsekuen.


Baru ini di London Australia menolak sikap Inggris dan Belanda
menjajah Indonesia dan mempermalukan keinginannya sendiri
membikin persekutuan perang dengan Popular Government
(Pemerintahan Rakyat) dalam Indonesia merdeka 100%.

Dua tiga pasukan pun fanatis, doktriner, atau dogmatis tak akan bisa
menahan arus banjir ke jurusan Aslia itu selama undang-undang
politik ekonomi berlaku.

Ketahuilah bahwa kaum komunis yang membentuk Rusia sampai


menjadi negara seperti di masa ini, bukanlah kaum dogmatis
melainkan revolusioner, yang bisa mencocokkan teori komunisme
dengan keadaan: yang memakai Komunisme, bukan sebagai dogma,
kaji hapalan, melainkan sebagai guide, penunjuk jalan buat aksi.

Dengan hakim komunis internasional yang sah, saya juga sanggup


berhadapan buat membela berdirinya PARI. Perkara nama itu, kalau
memang kelak masanya sampai saya sendiri akan bergembira
mengembalikan nama yang sebenarnya, seperti saya bergembira bisa
melemparkan nama Hasan, Fuentes, Tan Ming Seng, Howard Low dan
sebagainya dan mendapat nama sekarang di masa berterang-terangan
ini.

Di samping PID Belanda memakai nama Tan Malaka palsu,


demikianlah dia mempropagandakan dengan s.k Menara Merah-nya
bahwa Tan Malaka yang sebenarnya sudah di-royeer (dipecat) oleh
Komintern.

Saya sendiri baru sekarang mendengar kabar yang mengherankan


itu! Tetapi sekarang sudah boleh saya umumkan bahwa tahun 1932
saya masih mendapat kepercayaan Komintern. Penangkapan di
Hongkong (10 Oktober 1932) menurut kabar Inggris, ialah ketika saya
dalam perjalanan ke Siam. Tetapi bukanlah Siam yang menjadi tujuan,
bahkan Hindustan, British India yang dikangkangi Inggris itu sendiri.

Saya lepas dari semua perangkap yang dipasang di masa dan


sesudahnya tangkapan itu tetapi semenjak tahun 1932 sampai 25
Agustus 1935, saya lepas pula dari semua perhubungan dengan teman
yang saya kenal di Indonesia, Asia dan Eropa. Saya terpaksa kerja
sendiri di mana saya berada.

Saya tahu Komintern belum pernah me-royeer seorang utusan atau


anggota yang pernah diberinya kepercayaan penuh sebelum bertemu
dengan orang itu sendiri dan terbukti kesalahannya. Saya yang pernah
menjadi wakil Komintern itu dan juga wakil Provintern (ini tak perlu
dirahasiakan lagi) tak mungkin akan di-royeer begitu saja sebelum
saya dipanggil dan diperiksa tuduhan kalau ada. Tak mungkin
Komintern akan bertindak atas hasutan atau tuduhan palsu saja,
zonder dikonfontirkan orang yang dianggapnya bersalah itu. Saya
sendiri tak pernah dikonfrontir oleh siapapun juga, dimanapun juga,
berhubung dengan tuduhan apapun juga. Bahkan menerima surat pun
tidak, karena seperti saya sebutkan di atas putus perhubungan tadi dan
hidup terumbang-ambing karena kemiskinan dan kesehatan amat
terganggu.

Kepada si penuduh yang bisa tahu tempat tinggal saya saja, di mana
saya di-royeer itu saya akan hadiahkan jamu urat syaraf yang paling
manjur sekali sebagai upah kecakapannya yang luar biasa itu dan obat
urat syarafnya yang rupanya amat terganggu itu.

Saya sendiri yakin, bahwa penyiar kabar royeeran itu tak tahu di
mana saya ketika itu. Tetapi saya yakin pula, bahwa mestinya dia tahu
di mana Tan Malaka palsu, di mana Tan Malaka sebenarnya diroyeer
itu!

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai