TINJAUAN PUSTAKA
17
18
Ruang Jantung
Jantung memiliki empat ruang. Ruang tersebut dibagi oleh septa
vertikal menjadi empat ruang, yaitu atrium dextra, atrium sinistra, ventrikel
dextra dan ventrikel sinistra. Atrium dextra terletak anterior terhadap atrium
sinistra dan ventrikel dextra anterior terhadap ventrikel sinistra. Dinding
jantung tersusun atas otot jantung, miokardium, yang di luar terbungkus oleh
perikardium serosum, yang disebut epikardium, dan di bagian dalam diliputi
oleh selapis endotel, disebut endokardium4.
- Atrium dextra terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil yang
disebut auricula. Pada permukaan jantung, pada tempat pertemuan
atrium kanan dan auricula kanan terdapat sebuah sulkus vertikal,
sulkus terminalis, yang pada permukaan dalamnya berbentuk rigi
disebut krista terminalis. Bagian atrium di anterior berdinding kasar
atau trabekulasi oleh karena tersusun atas berkas serabut-serabut otot
disebut musculi pectinati, yang berjalan dari crista terminalis ke
auricular dextra4.
- Ventrikel dextra terletak tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian
besar ventrikel dekstra berada di kanan depan ventrikel sinistra dan di
media atrium dextra. Katup trikuspid melindungi osteum
antrioventrikular, terdiri dari tiga cupis yang dibentuk oleh lipatan
endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa yang meliputi kupis
anterior , septalis dan inferior(posterior). Basis cupis melekat pada
cincin fibrosa rangka jantung sedangkan ujung bebas dan permukaan
ventrikelnya dilekatkan pada korda tendinae4.
- Atrium sinistrum terdiri atas rongga utama dan auricula sinistra.Atrium
sinistra terletak di belakang atrium dextra dan membentuk sebagian
besar basis atau facies posterior jantung.Di belakang atrium sinistra
terdapat sinus obliqus perikardii serosum dan perikardium fibrosum
19
Vaskularisasi jantung
Jantung mendapat vaskularisasi dari arterie coronaria dextra dan
sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat diatas valva aortae. Arteri
coronaria dan percabangan utama terdapat dipermukaan jantung, terletak di
dalam jaringan ikat subepicardial. Arteria coronaria dextra berasal dari sinus
anterior aorta dan berjalan ke depan di antara trunkus pulmonalis dan
auricula dextra. Arteri ini berjalan turun hampir ventrikel di dalam sulcus
atrio-ventrikulare dextra.
vibrasi yang bergaung akibat gerakan darah yang berjalan bolak-balik antara
dinding arteri dan daun katup,dan antara daun katup dan dinding ventrikel.
Vibrasi ini kemudian menjalar di sepanjang dinding arteri pulmonalis dan
aorta. Sewaktu vibrasi dari pembuluh darah atau ventrikel mencapai dinding
yang dapat berbunyi (sounding wall), seperti dinding dada, timbullah bunyi
yang dapat didengar ditempat tersebut1.
3.3.2 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan fungsional New York Heart
Association (NYHA) adaah sebagai berikut:
- Kelas I
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik
sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak napas.
- Kelas II
Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, paplpitai, atau
sesak napas.
- Kelas III
Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi,
atau sesak napas.
- Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala
saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas.
3.3.3 Epidemiologi
Di Eropa kejadian gagal jantung kongestif berkisar 0,4% - 2% dan
meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun.
Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan
500 ribu kasus baru per tahunnya. Prevalensi gagal jantung di Indonesia
sebesar 0,13%. Prevalensi tertinggi di DI Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa
Timur (0,19%) dan Jawa Tengah (0,18%). Di Sumatera Selatan, prevalensi
gagal jantung adalah 0,07%3.
Prevalensi gagal jantung kongestif meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65-74 tahun, menurun sedikit pada
umur ≥75 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Prevalensi gagal jantung lebih tinggi
pada masyarakat dengan pendidikan rendah. Gagal jantung terjadi lebih
tinggi di perkotaan3.
Di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data Rumah Sakit
di Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak,
kemudian disusul penyakit jantung koroner dan katup sebagai penyebab
terbanyak selanjutnya3.
3.3.4 Etiologi
Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu.
Yang paling sering menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah
kerusakan atau berkurangnya otot jantung, iskemik akut atau kronik,
meningkatnya resistensi vaskuler dengan hipertensi, atau adanya
takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner adalah
27
3.3.5 Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan
satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon
28
hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan
patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik
yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure)
dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa
mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah,
volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot
jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi
tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi
system saraf adrenergik.
Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung
yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan
volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohurmoral. Vasokontriksi dan retensi air untuk sementara
waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload
akan meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum Starling. Apabila
keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi disertai
dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal
jantung yang tidak terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal jantung
adalah dengan vasodilator untuk menurunkan afterload venodilator dan
diuretik untuk menurunkan preload, sedangkan motorik untuk meningkatkan
kontraktilitas miokard.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa
(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function).
Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara
klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang
ringan.
Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah
29
3.3.6 Diagnosa
Penegakkan diagnosa gagal jantung didasarkan oleh anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
A. Gejala dan Tanda Klinis
Manifestasi klinisi dari gagal jantung adalah akibat dari gangguan
cardiac output dan atau peningkatan tekanan vena serta berhubungan
dengan ventrikel yang terkena. Tanda dan gejala klinis gagal jantung
tercantum pada tabel 3.3 di bawah ini.
31
- kardiomegali
- S3 gallop
- Peninggian tekanan vena jugularis
- Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
- Edema ekstremitas
- Batuk malam hari
- Dyspnea d’effort
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
- Takikardi
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua
pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada
semua gagal jantung seperti tercantum pada tabel 3.4. abnormalitas
EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal
jantung. Jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan
disfungsi sistolik sangat kecil (<10%).
Tabel 3.4 Abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
Penilaian klinis
Gagal jantung dekompensasi,
Sinus takikardia Pemeriksaan
anemia, demam, hipertiroidisme
laboratorium
Evaluasi terapi obat
Sinus Obat penyekat beta, antiaritmia,
Pemeriksaan
bradikardia hipotiroidisme, sindroma sinus sakit
laboratorium
Hipertiroidisme, infeksi, gagal Perlambat konduksi
Atrial takikardia
jantung dekompensasi, infark AV, konversi medik,
/ fluter / fibrilasi
miokard elektroversi, ablasi
33
kateter, antikoagulasi
Pemeriksaan
laboratorium, tes
Iskemia, infark, kardiomiopati,
Aritmia latihan beban,
miokarditis, hipokalemia,
ventrikel pemeriksaan perfusi,
hipomagnesemia, overdosis digitalis
angiografi koroner,
ICD
Ekokardiografi,
troponin,
Iskemia / infark Penyakit jantung koroner
angiografiikoroner,
revaskularisasi
Infark, kardiomiopati, hipertrofi, Ekokardiografi,
Gelombang Q
LBBB, preexitasi angiografi koroner
Hipertrofi Hipertensi, penyakit katup aorta, Ekokardiografi,
ventrikel kiri kardiomiopati hipertrofi doppler
Infark miokard, intoksikasi obat, Evaluasi penggunaan
Blok
miokarditis, sarkoidosis, penyakit obat, pacu jantung,
atrioventrikular
Lyme penyakit sistemik.
Obesitas, emfisema, efusi perikard, Ekokardiograf,
Mikrovoltase
amiloidosis rontgen toraks
Durasi QRS >
0,12 detik
Ekokardiograf, CRT-
dengan Disinkroni elektrik dan mekanik
P, CRT-D
morfologi
LBBB
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure, 2008.
2. Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis awal gagal
jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru,
efusi pleura, dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang
menyebabkan atau memperberat sesak napas seperti tercantum pada
34
tabel 3.5. kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut
dan kronik.
Tabel 3.5 Abnormalitas foto toraks yang umum ditemukan pada gagal
jantung
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel Ekokardiograf,
Kardiomegali
kanan, atria, efusi perikard doppler
Hipertrofi Hipertensi, stenosis aorta, Ekokardiograf,
ventrikel kardiomiopati hipertrofi doppler
Tampak paru
Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
normal
Mendukung
Kongesti vena Peningkatan tekanan pengisian
diagnosis gagal
paru ventrikel kiri
jantung kiri
Mendukung
Edema Peningkatan tekanan pengisian
diagnosis gagal
interstisial ventrikel kiri
jantung kiri
Gagal jantung dengan peningkatan Pikirkan etiologi non
Efusi pleura tekanan pengisian jika efusi bilateral, kardiak (jika efusi
infeksi paru, pasca beda/keganasan banyak)
Mitral stenosis atau
Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik
gagal jantung kronik
Pemeriksaan CT,
Area paru
Emboli paru atau emfisema spirometri,
hiperlusen
ekokardiograf
Tatalaksana kedua
Pneumonia sekunder akibat kongesti penyakit: gagal
Infeksi paru
paru jantung dan infeksi
paru
Pemeriksaan
Infiltrat paru Penyakit sistemik
diagnostik lanjutan
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure, 2008.
35
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalah darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit),
elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi
hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai
tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna
jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang
belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia
dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien
dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin
Converting Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker),
atau antagonis aldosterone.
4. Peptida Natriuretik
Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar
plasma peptidanatriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan
merawat atau memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien
pasien yang berisiko mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida
natriuretik yang normal sebelum pasien diobati mempunyai nilai
prediktif negatif yang tinggi dan membuat kemungkinan gagal jantung
sebagai penyebab gejala-gejala yang dikeluhkan pasien menjadi sangat
kecil. Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi walaupun terapi
optimal mengindikasikan prognosis buruk. Kadar peptida natriuretik
meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding ventrikel.
Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan
tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung menurunkan kadar
peptida natriuretik.
38
5. Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung
jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung
berat atau selama periode dekompensasi gagal jantung pada penderita
tanpa iskemia miokard.
6. Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan
ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler,
colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi
diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan
pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran
fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik
dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi
ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).
3.3.7 Tatalaksana
1. Tatalaksana Non-Farmakologi
Manajemen Perawatan Mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam
keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi
dampak bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas
fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen
perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan
yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari
perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala
awal perburukan gagal jantung.
- Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas
dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 -
39
2. Tatalaksana Farmakologi
- Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤
40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas
rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang
menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI
hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan
kadar kalium normal.
Indikasi pemberian ACEI yaitu fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤
40 %, dengan atau tanpa gejala. Kontraindikasi pemberian ACEI
adalah riwayat angioedema, stenosis renal bilateral, kadar kalium
serum > 5,0 mmol/L, serum kreatinin > 2,5 mg/dL, dan stenosis
aorta berat.
- Penyekat Beta
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada
semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan
hidup.
Indikasi pemberian penyekat β adalah fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40%, gejala ringan sampai berat (kelas fungsional
II - IV NYHA), ACEI/ARB (dan antagonis aldosteron jika
indikasi) sudah diberikan, pasien stabil secara klinis (tidak ada
perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan
tidak ada tanda retensi cairan berat). Kontraindikasi pemberian
penyekat β adalah asma dan blok AV (atrioventrikular) derajat 2
41
- Antagonis Aldosterone
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis
aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien
dengan fraksi ejeksi ≤ 35% dan gagal jantung simtomatik berat
(kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan
gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron adalah fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤ 40%, gejala sedang sampai berat (kelas
fungsional III- IV NYHA), dosis optimal penyekat β dan ACEI
atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB). Kontraindikasi
pemberian antagonis aldosteron adalah bila konsentrasi serum
kalium > 5,0 mmol/L, serum kreatinin> 2,5 mg/dL, bersamaan
dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium, serta
kombinasi ACEI dan ARB. Efek tidak menguntungkan yang
dapat timbul akibat pemberian spironolakton adalah
hiperkalemia, perburukan fungsi ginjal, dan nyeri dan/atau
pembesaran payudara.
Tabel 3.8 Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung
Dosis awal (mg) Dosis target (mg)
ACEI
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 – 100 (3 x/hari)
Enalapril 2,5 (2 x/hari) 10 – 20 (2 x/hari)
Lisinopril 2,5 – 5 (1 x/hari) 20 – 40 (1 x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2 x/hari)
Perindopril 2 (1 x/hari) 8 (1 x/hari)
ARB
Candesartan 4/8 (1 x/hari) 32 (1 x/hari)
Valsartan 40 (2 x/hari) 160 (2 x/hari)
Antagonis aldosteron
Eplerenon 25 (1 x/hari) 50 (1 x/hari)
Spironolakton 25 (1 x/hari) 25 – 50 (1 x/hari)
Penyekat β
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 – 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 (1 x/hari)
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and
Chronic Heart Failure, 2012.
- Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin
dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat,
walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan.
Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri
≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala,
menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka
kelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
44
- Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan tanda klinis atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I,
tingkatan bukit B).Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk
mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis
yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan
pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
45
Tabel 3.10 Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal
jantung
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis target (mg)
Diuretik Loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0,5 – 1.0 1–5
Torasemide 5 – 10 10 – 20
Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12,5 – 100
Metolazone 2,5 2,5 – 10
Indapamide 2,5 2,5 - 5
Diuretik hemat kalium
(+ACEI/ARB) 12,5-25 (+ACEI/ARB) 50
Spironolakton
(-ACEI/ARB) 50 (-ACEI/ARB) 100-200
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and
Chronic Heart Failure, 2012.
3.3.8 Komplikasi
- Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena
(thrombosis vena dalam atau deep venous thrombosis dan
emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada
CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
- Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi
pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan
pemberian warfarin).
- Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan
diuretik dengan dosis ditinggikan.
- Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop
atau sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada
pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan
vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.
46
3.3.9 Prognosis
Menentukan prognosis pada gagal jantung sangat kompleks.
Beragam etiologi, usia, komorbiditas, variasi dalam perkembangan
individu harus dipertimbangkan. Beberapa kondisi yang
berhubungan dengan prognosis buruk pada gagal jantung tercantum
pada tabel 3.10.