Anda di halaman 1dari 30

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Jantung


Jantung merupakan organ muskular berbentuk piramid yang terletak
diatas diafragma. Jantung berada dalam rongga toraks diarea mediastinum
(ruang antar paru), letak jantung condong ke sisi kiri daripada kanan tubuh.
Apeks jantung terletak pada ruang interkosta ke-5 dan basal berada setinggi
iga-2. Ukuran jantung kira-kira sebesar tinju individu pemiliknya. Ukuran
jantung pada orang dewasa adalah panjang kira-kira 12 cm, lebar dibagian
yang paling lebar 6 cm,dan berat kira-kira 300 gram4.

Gambar 3.1 Anatomi jantung

Batas dan Katup Jantung


Jantung terdiri dari tiga batas yaitu pada bagian anterior dibatasi os
sternum, batas superior oleh columna vertebralis, dan batas lateral oleh
pulmo. Setiap ruang memiliki katup,katup jantung adalah pintu yang
membatasi antar ruang jantung,katup jantung berjumlah empat buah yaitu:
- Katup trikuspid: pintu antara atrium dan ventrikel kanan

17
18

- Katup mitra: pintu antara atrium dan ventrikel kiri


- Katup pulmonal: pintu antara vemtrikel kanan dan arteripulmonal
- Katup aorta: pintu antara ventrikel kiri dan aorta (sistemik)

Ruang Jantung
Jantung memiliki empat ruang. Ruang tersebut dibagi oleh septa
vertikal menjadi empat ruang, yaitu atrium dextra, atrium sinistra, ventrikel
dextra dan ventrikel sinistra. Atrium dextra terletak anterior terhadap atrium
sinistra dan ventrikel dextra anterior terhadap ventrikel sinistra. Dinding
jantung tersusun atas otot jantung, miokardium, yang di luar terbungkus oleh
perikardium serosum, yang disebut epikardium, dan di bagian dalam diliputi
oleh selapis endotel, disebut endokardium4.
- Atrium dextra terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil yang
disebut auricula. Pada permukaan jantung, pada tempat pertemuan
atrium kanan dan auricula kanan terdapat sebuah sulkus vertikal,
sulkus terminalis, yang pada permukaan dalamnya berbentuk rigi
disebut krista terminalis. Bagian atrium di anterior berdinding kasar
atau trabekulasi oleh karena tersusun atas berkas serabut-serabut otot
disebut musculi pectinati, yang berjalan dari crista terminalis ke
auricular dextra4.
- Ventrikel dextra terletak tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian
besar ventrikel dekstra berada di kanan depan ventrikel sinistra dan di
media atrium dextra. Katup trikuspid melindungi osteum
antrioventrikular, terdiri dari tiga cupis yang dibentuk oleh lipatan
endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa yang meliputi kupis
anterior , septalis dan inferior(posterior). Basis cupis melekat pada
cincin fibrosa rangka jantung sedangkan ujung bebas dan permukaan
ventrikelnya dilekatkan pada korda tendinae4.
- Atrium sinistrum terdiri atas rongga utama dan auricula sinistra.Atrium
sinistra terletak di belakang atrium dextra dan membentuk sebagian
besar basis atau facies posterior jantung.Di belakang atrium sinistra
terdapat sinus obliqus perikardii serosum dan perikardium fibrosum
19

memisahkannya dari esofagus.Bagian dalam atrium sinistra licin,


tetapi auricula sinistra mempunyai rigi – rigi otot seperti pada auricula
dextra4.
- Ventrikel sinistra berhubungan dengan atrium sinistra melalui ostium
attrioventriculare sinistra dan dengan aorta melalui ostium aortae.
Dinding ventrikel sinistra tiga kali lebih tebal dari pada dinding
ventrikel dextra. Pada penampang melintang, ventrikel sinistra
berbentuk sirkular. Terdapat trabecula carneae yang berkembang baik,
dua buah musculi papilares yang besar tetapi tidak terdapat ostium
aortae disebut vestibulum aortae4.
- Valva mitralis melindungi ostium atrioventriculare. Valva terdiri atas
dua cuspis, cuspis anterior dan cuspis posterior, yang strukturnya sama
dengan cuspis pada valva trikuspidalis. Cuspis anterior lebih besar dan
terletak antara ostium atrioventriculare dan ostium aortae. Perlekatan
korda tendinae ke cuspis dan musculi papillares sama seperti valva
trikuspidalis.Valva aortae melindungi ostium aortae dan mempunyai
struktur yang sama dengan struktur valva truncipulmonalis. Satu
cuspis terletak di anterior dan dua cuspis terletak di dinding posterior.
Di belakang setiap cuspis dinding aorta menonjol membentuk sinus
aortae4.

Gambar 3.2 Ruang Jantung


20

Vaskularisasi jantung
Jantung mendapat vaskularisasi dari arterie coronaria dextra dan
sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat diatas valva aortae. Arteri
coronaria dan percabangan utama terdapat dipermukaan jantung, terletak di
dalam jaringan ikat subepicardial. Arteria coronaria dextra berasal dari sinus
anterior aorta dan berjalan ke depan di antara trunkus pulmonalis dan
auricula dextra. Arteri ini berjalan turun hampir ventrikel di dalam sulcus
atrio-ventrikulare dextra.

Gambar 3.3 Vaskularisasi pada tubuh

Percabangannya adalah sebagai berikut:


- Ramus coni arteriosis, mendarahi facies anterior konus pulmonalis
(infundibulum ventrikulare dexter) dan bagian atas dinding anterior
ventrikel dextra.
21

- Ramus ventriculare anteriores, mendarahi fasies anterior ventrikel


dextra Ramus marginalis dexter adalah cabang yang terbesar dan
berjalan sepanjang pinggir bawah fasies kostalis untuk mencapai apex
cordis.
- Ramus ventrikulare posterior mendarahi facies diaphragmatica
ventrikulus dexter.
- Ramus Interventrikulare posterior(desendens), berjalan menuju apeks
pada sulkus interventrikulare posterior. Memberikan cabang-cabang ke
ventrikel dextra dan sinistra termasuk dinding inferiornya.
Memberikan percabangan untuk bagian posterior septum ventrikulare
tetapi tidak untuk bagian apeks yang menerima pendarahan dari ramus
inventrikulus anterior arteria coronaria sinistra. Sebuah cabang yang
besar mendarahi nodus atrioventrikularis.
- Ramus atrialis, beberapa cabang mendarahi permukaan anterior dan
lateral atrium dextra. Atria nodus sinuatrialis mendarahi nodus dan
atrium dextra dan sinistra.

Gambar 3.4 Distribusi aorta ascendens

Arteria coronaria sinistra, lebih besar dibandingkan dengan arteria


coronaria dextra, mendarahi sebagian besar jantung, termasuk sebagian
besar atrium sinistra, ventrikel sinistra dan septum ventrikular. Arteri
ini berasal dari posterior kiri sinus aorta ascendens dan berjalan ke
22

depan di antara trunkus pulmonalis dan aurikula sinistra. Kemudian


pembuluh ini berjalan di sulcus atrioventrikularis dan bercabang dua
menjadi ramus interventrikular anterior dan ramus circumflexus.
- Ramus interventrikularis (descendens) anterior, berjalan ke bawah di
dalam sulcus interventrikularis anterior menuju apex kordis. Pada
kebanyakan orang pembuluh ini kemudian berjalan di sekitar apeks
cordis untuk masuk ke sulkus interventrikular posterior darn
beranastosis dengan cabang – cabang terminal arteria coronaria dextra.
- Ramus circumflexus, pembuluh ini melingkari pinggir kiri jantung di
dalam sulkus atrioventrikular. Ramus marginalis merupakan cabang
yang terbesar mendarahi batas kiri ventrikel sinistra dan turun sampai
apeks kordis.

3.2 Fisiologi Jantung


Organ jantung berfungsi sebagai pompa yang menglirkan darah
keseluruh tubuh. Sesungguhnya jantung merupakan dua buah pompa yang
menempel menjadi satu,yang dimana jantung kiri yang memopa darah yang
akan CO2 yang berasal dari vena cava superior yang membawa darah balik
dari ekstremitas atas dan kepala kemudian vena cava inferior yang
membawa darah balik dari tubuh serta ekstremitas bawah. Yang mana
semua darah ini akan masuk kedalam atrium kanan kemudian dipompa ke
ventrikel kanan melalui katup trikuspid selanjutnya ventrikel kanan melalui
katup pulmonal memompa darah tersebut ke dalam trunkus pulmonalis yang
bercabang dua menjari arteri pulmonalis kanan yang masuk ke paru-paru
kanan dan pulmonalis kiri yang masuk ke paru-paru kiri. Di paru-paru, CO2
yang banyak dikeluarkan dan diganti dengan O2. Darah yang kaya O2 ini
kemudian dikembalikan ke jantung melalui vena pulmonalis masuk ke
atrium kanan kemudian dipompakan ke dalam ventrikel kanan melalui katup
mitral. Selanjutnya melalui katup aorta ventrikel kiri memompakan darah
tersebut ke aorta secara sistemik1.
Bunyi jantung pertama adalah kontraksi ventrikel yang menyebabkan
aliran darah berbalik secara tiba-tiba. Aliran darah yang berbalik ini
23

menumbuk katup A-V sehingga katu A-V menonjol ke atrium.Kemudian


korda tendinea mendadak menarik daun katup sehingga penonjolan daun
katup A-V tersebut terhenti dengan tiba-tiba.Daya elastisitas daun katup
yang kaku menyebabkan darah berbalik arah dengan cepat ke arah ventrikel
dan bertumbukan pula dengan dinding ventrikel. Semua peristiwa di atas,
menyebabkan darah, dinding ventrikel,dan daun katup bergetar (bervibrasi),
serta menyebabkan vibrasi turbulensi pada darah1.

Gambar 3.5 Sirkulasi Jantung

Vibrasi ini kemudian menjalar ke jaringan dinding dada di sekitarnya


sehingga dapat didengar melalui stetoskop ditempat tersebut sebagai bunyi
jantung.Bunyi jantung kedua adalah akibat penutupn katup semilunar (katup
aorta dan katup pulmonal) secara tiba-tiba. Begitu katup semilunar
tertutup,daun-daun katup ini akan menonjol kearah ventrikel karena
dorongan darah yang berbalik arah. Regangan elastis daun katup
menyebabkan darah berbalik lagi kearah arteri sehingga menimbulkan
24

vibrasi yang bergaung akibat gerakan darah yang berjalan bolak-balik antara
dinding arteri dan daun katup,dan antara daun katup dan dinding ventrikel.
Vibrasi ini kemudian menjalar di sepanjang dinding arteri pulmonalis dan
aorta. Sewaktu vibrasi dari pembuluh darah atau ventrikel mencapai dinding
yang dapat berbunyi (sounding wall), seperti dinding dada, timbullah bunyi
yang dapat didengar ditempat tersebut1.

3.3 Congestive Heart Failure (Gagal Jantung Kongestif)


3.3.1 Definisi
Congestive Heart Failure atau gagal jantung kongestif merupakan
kumpulan gejala (sindroma) yang kompleks dimana seorang pasien harus
memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung (napas pendek yang tipikal
saat istirahat atau saat melakukan aktivitas disertai/tidak kelelahan); tanda
retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.

Tabel 3.1 Tanda dan gejala gagal jantung kongestif


Definisi gagal jantung: gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien
dengan tampilan seperti:
Gejala khas gagal jantung: sesak napas saat istirahat atau aktivitas, kelelahan,
edema tungkai.
DAN
Tanda khas gagal jantung: takikardia, takipneu, ronki paru, efusi pleura,
peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.
DAN
Tanda objektif gangguan struktur atau fungsional jantung saat istirahat,
kardiomegali, suara jantung ketiga, murmur jantung, abnormalitas dalam
gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptida natiuretik.
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosi and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure 20086.
25

3.3.2 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan fungsional New York Heart
Association (NYHA) adaah sebagai berikut:
- Kelas I
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik
sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak napas.
- Kelas II
Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, paplpitai, atau
sesak napas.
- Kelas III
Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi,
atau sesak napas.
- Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala
saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas.

Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi


gagal jantung akut dan gagal jantung kronik, yaitu sebagai berikut:
- Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau
tanpa adanya penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat
berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang
abnormal, atau ketidakseimbangan preload dan afterload dan
memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa
serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau
dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.
- Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang
kompleks yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah,
baik dalam keadaan istirahat atau aktivitas, edema serta tanda objektif
adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
26

- Gagal jantung sering juga diklasifikasikan sebagai gagal jantung denga


penurunan fungsi sistolik (fraksi ejeksi) atau dengan gangguan fungsi
diastolik (fungsi sistolik atau fraksi ejeksi normal), yang selanjutnya
akan disebut sebagai heart failure with preserved ejection fraction
(HFPEF). Selain itu, myocardial remodelling juga akan berlanjut dan
menimbulkan sindroma klinis gagal jantung5.

3.3.3 Epidemiologi
Di Eropa kejadian gagal jantung kongestif berkisar 0,4% - 2% dan
meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun.
Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan
500 ribu kasus baru per tahunnya. Prevalensi gagal jantung di Indonesia
sebesar 0,13%. Prevalensi tertinggi di DI Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa
Timur (0,19%) dan Jawa Tengah (0,18%). Di Sumatera Selatan, prevalensi
gagal jantung adalah 0,07%3.
Prevalensi gagal jantung kongestif meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65-74 tahun, menurun sedikit pada
umur ≥75 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Prevalensi gagal jantung lebih tinggi
pada masyarakat dengan pendidikan rendah. Gagal jantung terjadi lebih
tinggi di perkotaan3.
Di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data Rumah Sakit
di Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak,
kemudian disusul penyakit jantung koroner dan katup sebagai penyebab
terbanyak selanjutnya3.

3.3.4 Etiologi
Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu.
Yang paling sering menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah
kerusakan atau berkurangnya otot jantung, iskemik akut atau kronik,
meningkatnya resistensi vaskuler dengan hipertensi, atau adanya
takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner adalah
27

yang paling sering menyebabkan penyakit miokard, dan 70% akan


berkembang menjadi gagal jantung. Masing -masing 10% dari penyakit
jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung juga.

Tabel 3.2 Etiologi gagal jantung kongestif


Penyebab paling sering pada gagal jantung disebabkan oleh penyakit myocardial.
Penyakit jantung koroner
Memiliki banyak manifestasi
Hipertensi
Biasanya berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri dan fraksi ejeksi yang
dipertahankan.
Kardiomiopati
Familial/gentik atau non-familial/non-genetik (termasuk yang didapat seperti
myokarditis), hipertrofi (HCM), dilatasi (DCM), restriktif (RCM), ventrikel
kanan aritmogenik (ARVC), tidak diklasifikasikan.
Obat-obatan
Beta bloker, kalsium antagonis, antiaritmia, agen sitotoksik
Toksin
Alkohol, medikasi, kokain, merkuri, kobalt, arsenik
Endokrin
Diabetes mellitus, hipo/hipertiroidisme, cushing syndrome, insufisiensi adrenal,
kelebihan hormon pertumbuhan.
Nutrisional
Defisiensi tiamin, selenium, carnitin, obesitas, cachexia
Infiltratif
Sarcoidosis, amyloidosis, haemochromatosis, penyakit jaringan ikat
Lain-lain
Chagas disease, HIV, peripartum kardiomiopati, end stage renal disease.

3.3.5 Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan
satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon
28

hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan
patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik
yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure)
dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa
mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah,
volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot
jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi
tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi
system saraf adrenergik.
Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung
yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan
volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohurmoral. Vasokontriksi dan retensi air untuk sementara
waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload
akan meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum Starling. Apabila
keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi disertai
dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal
jantung yang tidak terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal jantung
adalah dengan vasodilator untuk menurunkan afterload venodilator dan
diuretik untuk menurunkan preload, sedangkan motorik untuk meningkatkan
kontraktilitas miokard.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa
(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function).
Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara
klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang
ringan.
Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah
29

yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan


curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif.

Gambar 3.6 Patofisiologi gagal jantung

Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.


Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan
tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
30

kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak


segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi
dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal
jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi
sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis
(hukum Laplace).
Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner)
selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu kekakuan
ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel.14 Pada gagal
jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari
trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan
penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan
aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan
komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.
Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik
menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karena
frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.

3.3.6 Diagnosa
Penegakkan diagnosa gagal jantung didasarkan oleh anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
A. Gejala dan Tanda Klinis
Manifestasi klinisi dari gagal jantung adalah akibat dari gangguan
cardiac output dan atau peningkatan tekanan vena serta berhubungan
dengan ventrikel yang terkena. Tanda dan gejala klinis gagal jantung
tercantum pada tabel 3.3 di bawah ini.
31

Tabel 3.3 Manifestasi klinis gagal jantung


Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
- Sesak napas - Peningkatan JVP
- Ortopneu - Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe - Suara jantung S3 (Gallop)
- Toleransi aktivitas yang berkurang - Apex jantung bergeser ke
- Cepat lelah lateral
- Bengkak di pergelangan kaki - Bising jantung
Kurang tipikal
- Batuk di malam hari/dini hari
Kurang tipikal
- Mengi
- Edema perifer
- Berat badan bertambah > 2
- Krepitasi pulmonal
kg/minggu
- Suara pekak di basal paru pada
- Berat badan turun (gagal jantung
perkusi
stadium lanjut)
- Takikardia
- Perasaan kembung/begah
- Nadi ireguler
- Nafsu makan menurun
- Napas cepat
- Perasaan bingung (terutama pasian
- Hepatomegali
usia lanjut)
- Asites
- Depresi
- kaheksia
- Berdebar
- Pingsan
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure, 2012.

Berdasarkan kriteria Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif


membutuhkan adanya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dengan
tambahan 2 kriteria minor bersamaan. Kriteria tersebut adalah sebagai
berikut:
Kriteria Mayor
- paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND)
- distensi vena leher
- ronki paru
32

- kardiomegali
- S3 gallop
- Peninggian tekanan vena jugularis
- Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
- Edema ekstremitas
- Batuk malam hari
- Dyspnea d’effort
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
- Takikardi

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua
pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada
semua gagal jantung seperti tercantum pada tabel 3.4. abnormalitas
EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal
jantung. Jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan
disfungsi sistolik sangat kecil (<10%).

Tabel 3.4 Abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
Penilaian klinis
Gagal jantung dekompensasi,
Sinus takikardia Pemeriksaan
anemia, demam, hipertiroidisme
laboratorium
Evaluasi terapi obat
Sinus Obat penyekat beta, antiaritmia,
Pemeriksaan
bradikardia hipotiroidisme, sindroma sinus sakit
laboratorium
Hipertiroidisme, infeksi, gagal Perlambat konduksi
Atrial takikardia
jantung dekompensasi, infark AV, konversi medik,
/ fluter / fibrilasi
miokard elektroversi, ablasi
33

kateter, antikoagulasi
Pemeriksaan
laboratorium, tes
Iskemia, infark, kardiomiopati,
Aritmia latihan beban,
miokarditis, hipokalemia,
ventrikel pemeriksaan perfusi,
hipomagnesemia, overdosis digitalis
angiografi koroner,
ICD
Ekokardiografi,
troponin,
Iskemia / infark Penyakit jantung koroner
angiografiikoroner,
revaskularisasi
Infark, kardiomiopati, hipertrofi, Ekokardiografi,
Gelombang Q
LBBB, preexitasi angiografi koroner
Hipertrofi Hipertensi, penyakit katup aorta, Ekokardiografi,
ventrikel kiri kardiomiopati hipertrofi doppler
Infark miokard, intoksikasi obat, Evaluasi penggunaan
Blok
miokarditis, sarkoidosis, penyakit obat, pacu jantung,
atrioventrikular
Lyme penyakit sistemik.
Obesitas, emfisema, efusi perikard, Ekokardiograf,
Mikrovoltase
amiloidosis rontgen toraks
Durasi QRS >
0,12 detik
Ekokardiograf, CRT-
dengan Disinkroni elektrik dan mekanik
P, CRT-D
morfologi
LBBB
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure, 2008.

2. Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis awal gagal
jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru,
efusi pleura, dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang
menyebabkan atau memperberat sesak napas seperti tercantum pada
34

tabel 3.5. kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut
dan kronik.

Tabel 3.5 Abnormalitas foto toraks yang umum ditemukan pada gagal
jantung
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel Ekokardiograf,
Kardiomegali
kanan, atria, efusi perikard doppler
Hipertrofi Hipertensi, stenosis aorta, Ekokardiograf,
ventrikel kardiomiopati hipertrofi doppler
Tampak paru
Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
normal
Mendukung
Kongesti vena Peningkatan tekanan pengisian
diagnosis gagal
paru ventrikel kiri
jantung kiri
Mendukung
Edema Peningkatan tekanan pengisian
diagnosis gagal
interstisial ventrikel kiri
jantung kiri
Gagal jantung dengan peningkatan Pikirkan etiologi non
Efusi pleura tekanan pengisian jika efusi bilateral, kardiak (jika efusi
infeksi paru, pasca beda/keganasan banyak)
Mitral stenosis atau
Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik
gagal jantung kronik
Pemeriksaan CT,
Area paru
Emboli paru atau emfisema spirometri,
hiperlusen
ekokardiograf
Tatalaksana kedua
Pneumonia sekunder akibat kongesti penyakit: gagal
Infeksi paru
paru jantung dan infeksi
paru
Pemeriksaan
Infiltrat paru Penyakit sistemik
diagnostik lanjutan
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure, 2008.
35

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalah darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit),
elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi
hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai
tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna
jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang
belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia
dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien
dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin
Converting Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker),
atau antagonis aldosterone.

Tabel 3.6 Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering dijumpai


pada gagal jantung.
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
Hitung GFR,
pertimbangkan
Peningkatan mengurangi dosis
Penyakit ginjal, ACEI, ARB,
kreatinin serum ACEI/ARB/antagonis
antagonis aldosteron
(> 150 μ mol/L) aldosteron, periksa
kadar kalium dan
BUN
Anemia (Hb <
Gagal jantung kronik, gagal ginjal,
13 g/dl pada
hemodilusi, kehilangan zat besi atau Telusuri penyebab,
laki-laki, <12
penggunaan zat besi terganggu, pertimbangkan terapi
g/dl pada
penyakit kronik
perempuan)
Pertimbangkan
Gagal jantung kronik, hemodilusi, restriksi cairan,
Hiponatremia
pelepasan AVP (Arginine kurangi dosis
(<135 mmol/L)
Vasopresin), diuretik diuretik, ultrafiltrasi,
antagonis vasopresin
36

Hipernatremia Nilai asupan cairan,


Hiperglikemia, dehidrasi
(>150 mmol/L) telusuri penyebab
Risiko aritmia,
pertimnbangkan
Hipokalemia Diuretik, hiperaldosteronisme
suplemen kalium,
(<3,5 mmol/L) sekunder
ACEI/ARB,
antagonis aldosteron
Stop obat-obat hemat
kalium (ARB/ACEI.
Gagal ginjal, suplemen kalium,
Hiperkalemia Antagonis
penyekat sistem renin-angiotensin-
(>200 mmol/L) aldosterone), nilai
aldosteron
fungsi ginjal dan pH,
risiko bradikardia
Evaluasi hidrasi,
Hiperglikemia
Diabetes, resistensi insulin terapi intoleransi
(>200 mg/dl)
glukosa
Hiperurisemia Allopurinol, kurangi
Terapi diuretik, gout, keganasan
(>500 μmol/L) dosis diuretik
BNP < 100 Evaluasi ulang
pg/ml, NT diagnosis, bukan
Tekanan dinding ventrikel normal
proBNP < 400 gagal jantung jika
pg/ml terapi tidak berhasil
BNP >400
pg/ml, NT Sangat mungkin
Tekanan dinding ventrikel meningkat
proBNP >2000 gagal jantung
pg/ml
Kadar albumin
Dehidrasi, mieloma Rehidrasi
tinggi (>45 g/dl)
Kadar albumin Nutrisi buruk, kehilangan albumin
Cari penyebab
rendah (<30g/dl) melalui ginjal
Cari penyebab,
Peningkatan Disfungsi hati, gagal jantung kanan, kongesti liver,
transaminase toksisitas obat pertimbangkan
kembali terapi
Peningkatan Nekrosis miosit, iskemia Evaluasi pada
37

troponin berkepanjangan, gagal jantung berat, peningkatan,


miokarditis, sepsis, gagal ginjal, angiografi koroner,
emboli paru evaluasi
kemungkinan
revaskularisasi
Tes tiroid Terapi abnormlitas
Hiper/hipotiroidisme, amiodaron
abnormal tiroid
Singkirkan
Urinalisis Proteinuria, glikosuria, bakteriuria
kemungkinan infeksi
Evaluasi dosis
Overdosis antikoagulan, kongesti
INR >2,5 antikoagulan, nilai
hati
fungsi hati
CRP > 10 mg/L,
Leukositosis, Infeksi, inflamasi Cari penyebab
neutrofilik
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure, 2008.

4. Peptida Natriuretik
Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar
plasma peptidanatriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan
merawat atau memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien
pasien yang berisiko mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida
natriuretik yang normal sebelum pasien diobati mempunyai nilai
prediktif negatif yang tinggi dan membuat kemungkinan gagal jantung
sebagai penyebab gejala-gejala yang dikeluhkan pasien menjadi sangat
kecil. Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi walaupun terapi
optimal mengindikasikan prognosis buruk. Kadar peptida natriuretik
meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding ventrikel.
Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan
tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung menurunkan kadar
peptida natriuretik.
38

5. Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung
jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung
berat atau selama periode dekompensasi gagal jantung pada penderita
tanpa iskemia miokard.

6. Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan
ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler,
colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi
diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan
pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran
fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik
dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi
ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).

3.3.7 Tatalaksana
1. Tatalaksana Non-Farmakologi
Manajemen Perawatan Mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam
keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi
dampak bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas
fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen
perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan
yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari
perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala
awal perburukan gagal jantung.
- Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas
dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 -
39

60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-


farmakologi
- Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika
terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien
harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter (kelas
rekomendasi I, tingkatan bukti C)
- Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama
pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.
Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan
sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas
rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)
- Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2)
dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah
perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa,
tingkatan bukti C)
- Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal
jantung berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan
prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6
bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil
sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan
sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan
hati-hati (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
- Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal
jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek
yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah
(kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A)
40

2. Tatalaksana Farmakologi
- Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤
40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas
rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang
menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI
hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan
kadar kalium normal.
Indikasi pemberian ACEI yaitu fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤
40 %, dengan atau tanpa gejala. Kontraindikasi pemberian ACEI
adalah riwayat angioedema, stenosis renal bilateral, kadar kalium
serum > 5,0 mmol/L, serum kreatinin > 2,5 mg/dL, dan stenosis
aorta berat.

- Penyekat Beta
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada
semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan
hidup.
Indikasi pemberian penyekat β adalah fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40%, gejala ringan sampai berat (kelas fungsional
II - IV NYHA), ACEI/ARB (dan antagonis aldosteron jika
indikasi) sudah diberikan, pasien stabil secara klinis (tidak ada
perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan
tidak ada tanda retensi cairan berat). Kontraindikasi pemberian
penyekat β adalah asma dan blok AV (atrioventrikular) derajat 2
41

dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung permanen), sinus


bradikardia (nadi < 50x/menit). Efek tidak mengutungkan yang
dapat timbul akibat pemberian penyekat β adalah hipotensi
simtomatik, perburukan gagal jantung, dan bradikardia

- Antagonis Aldosterone
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis
aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien
dengan fraksi ejeksi ≤ 35% dan gagal jantung simtomatik berat
(kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan
gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron adalah fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤ 40%, gejala sedang sampai berat (kelas
fungsional III- IV NYHA), dosis optimal penyekat β dan ACEI
atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB). Kontraindikasi
pemberian antagonis aldosteron adalah bila konsentrasi serum
kalium > 5,0 mmol/L, serum kreatinin> 2,5 mg/dL, bersamaan
dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium, serta
kombinasi ACEI dan ARB. Efek tidak menguntungkan yang
dapat timbul akibat pemberian spironolakton adalah
hiperkalemia, perburukan fungsi ginjal, dan nyeri dan/atau
pembesaran payudara.

- Angiotensin Receptor Blockers (ARB)


Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada
pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan
penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit
42

karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai


alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB
mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB adalah bila fraksi ejeksi ventrikel
kiri ≤ 40, sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala
ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA) yang
intoleran ACEI, ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi
ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi simtomatik sama sepert
ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk. Kontraindikasi
pemberian ARB sama seperti ACEI, kecuali angioedema. Pasien
yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan, monitor
fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI. Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul
akibat pemberian ARB sama sepertiACEI, kecuali ARB tidak
menyebabkan batuk.

- Hydralazine dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)


Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri
≤40%, kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika
pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa,
tingkatan bukti B). Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
adalah pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat
ditoleransi dan sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau
antagonis aldosteron tidak dapat ditoleransi. Jika gejala pasien
menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI, penyekat β dan
ARB atau antagonis aldosteron. Kontraindikasi pemberian
kombinasi H-ISDN adalah hipotensi simtomatik, sindroma lupus,
dan gagal ginjal berat. Efek tidak mengutungkan yang dapat
timbul akibat pemberian kombinasi H-ISDN yaitu hipotensi
simtomatik dan nyeri sendi atau nyeri otot.
43

Tabel 3.8 Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung
Dosis awal (mg) Dosis target (mg)
ACEI
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 – 100 (3 x/hari)
Enalapril 2,5 (2 x/hari) 10 – 20 (2 x/hari)
Lisinopril 2,5 – 5 (1 x/hari) 20 – 40 (1 x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2 x/hari)
Perindopril 2 (1 x/hari) 8 (1 x/hari)
ARB
Candesartan 4/8 (1 x/hari) 32 (1 x/hari)
Valsartan 40 (2 x/hari) 160 (2 x/hari)
Antagonis aldosteron
Eplerenon 25 (1 x/hari) 50 (1 x/hari)
Spironolakton 25 (1 x/hari) 25 – 50 (1 x/hari)
Penyekat β
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 – 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 (1 x/hari)
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and
Chronic Heart Failure, 2012.

- Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin
dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat,
walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan.
Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri
≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala,
menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka
kelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
44

Tabel 3.9 Indikasi dan kontraindikasi pemberian digoksin


Indikasi
Fibrilasi atrial
- Dengan irama ventrikular saat istirahat >80 x/menit atau saat
aktivitas >110-120 x/menit.
Irama sinus
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri <40%
- Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
- Dosis optimal ACEI dan/atau ARB, penyekat beta, dan
antagonis aldosteron jika ada indikasi.
Kontraindikasi
- Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap), hati-hati
jika pasien diduga sindroma sinus sakit.
- Sindroma pre-eksitasi
- Riwayat intoleransi digoksin
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and
Chronic Heart Failure, 2008.

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat


pemberian digoksin adalah blok sinoatrial dan blok AV, aritmia
atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hipokalemia, dan
tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia, serta
gangguan melihat warna.

- Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan tanda klinis atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I,
tingkatan bukit B).Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk
mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis
yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan
pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
45

Tabel 3.10 Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal
jantung
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis target (mg)
Diuretik Loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0,5 – 1.0 1–5
Torasemide 5 – 10 10 – 20
Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12,5 – 100
Metolazone 2,5 2,5 – 10
Indapamide 2,5 2,5 - 5
Diuretik hemat kalium
(+ACEI/ARB) 12,5-25 (+ACEI/ARB) 50
Spironolakton
(-ACEI/ARB) 50 (-ACEI/ARB) 100-200
Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and
Chronic Heart Failure, 2012.

3.3.8 Komplikasi
- Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena
(thrombosis vena dalam atau deep venous thrombosis dan
emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada
CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
- Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi
pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan
pemberian warfarin).
- Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan
diuretik dengan dosis ditinggikan.
- Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop
atau sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada
pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan
vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.
46

3.3.9 Prognosis
Menentukan prognosis pada gagal jantung sangat kompleks.
Beragam etiologi, usia, komorbiditas, variasi dalam perkembangan
individu harus dipertimbangkan. Beberapa kondisi yang
berhubungan dengan prognosis buruk pada gagal jantung tercantum
pada tabel 3.10.

Tabel 3.10 Kondisi yang berhubungan dengan prognosis buruk pada


gagal jantung
Kondisi yang berhubungan dengan prognosis buruk pada gagal jantung
Demografi
Usia lanjut, iskemik, ketidakpatuhan, disfungsi renal, diabetes, anemia,
PPOK, depresi.
Klinis
Hipertensi, NYHA kelas III-IV, sebelumnya dirawat karena gagal
jantung, takikardi, ronkhi basah basal, stenosis aorta, IMT rendah,
gangguan napas yang berhubungan dengan tidur
Elektrofisiologi
Takikardi, Q-wave. QRS lebar, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia
ventrikular kompleks, heart rate rendah, atrial fibrilasi, T-wave
alternans
Fungsional
Aktivitas berkurang, low peak VO2, kelelahan berjalan 6 menit
Laboratorium
Peningkatan natriuretik peptide, hiponatremia, peningkatan troponin,
peningkatan biomarker neurohormonal, peningkatan kreatinin,
peningkatan bilirubin, anemia, peningkatan asam urat
Imaging
LVEF rendah, meningkatnya volume ventrikel kiri, cardiac index
rendah, meningkatnya tekanan pengisian ventrikel kiri, restriktif mitral,
hipertensi pulmonal, gangguan fungsi ventrikel kanan.

Anda mungkin juga menyukai