Anda di halaman 1dari 8

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Kejadian ISPA

Pada Anak Usia 6-24 Bulan di Puskesmas Plaju Palembang

Asmarani Ma’mun¹, Putri Rizki AB², Novita Indah Yanti³


¹Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Muhmmadiyah Palembang
²Dosen Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang
³Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

ABSTRAK
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) menjadi penyebab kematian tertinggi di kalangan anak-anak berusia kurang dari 5 tahun terutama di negara-
negara berkembang. Di seluruh dunia, mortalitas 20% di antara anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Lama pemberian ASI menjadi salah satu
faktor risiko untuk terjadinya ISPA pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lama pemberian ASI Eksklusif terhadap kejadian
ISPA pada anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Plaju Palembang. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain Cross Sectional.
Penelitian ini dilakukan di ruang MTBS atau Poli Anak Puskesmas Plaju Palembang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Consecutive
Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 81 orang. Data didapatkan melalui rekam medis dan wawancara dengan menggunakan kuisioner. Data
kemudian dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian didapatkan anak yang diberi ASI eksklusif sebanyak 19 orang (90,5%) mengalami
ISPA dan 2 orang (9,5%) tidak mengalami ISPA. Pada anak yang diberi ASI tidak eksklusif didapatkan sebanyak 37 orang (41,5%) mengalami ISPA
dan 25 orang (30,9%) yang tidak mengalami ISPA. Berdasarkan uji Chi Square diketahui nilai p-value sebesar 0,014 yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA.

Kata kunci: ASI, ISPA, Anak

ABSTRACT
ARI (Acute Respiratory Infection) become the highest cause of death among children less than 5 years of age, especially in developing countries. In
the worldwide, 20% mortality among children less than 5 years old. The duration of breastfeeding is one of the risk factors for the occurrence of ARI
in children. This study aims to determine the relationship between the duration of exclusive breastfeeding to the incidence of ARI in children aged 6-
24 months at Plaju Palembang Health Centre. This type of research is observational analytic with Cross Sectional design. This research was
conducted in the MTBS or Children's Clinic of Plaju Palembang Public Health Centre. Sampling was done by consecutive sampling technique with a
total sample of 81 people. Data obtained through medical records and interviews using questionnaires. Data were then analyzed by univariate and
bivariate. The results showed 19 children who were given exclusive breastfeeding (90.5%) had ARI and 2 people (9.5%) did not experience ARI. In
children who were given non-exclusive breastfeeding, 37 people (41.5%) experienced ARI and 25 people (30.9%) who did not experience ARI.
Based on the Chi Square test it is known that the p-value is 0.014 which indicates that there is a relationship between exclusive breastfeeding and the
incidence of ARI.

Keywords: Breastfeeding, ARI, child

PENDAHULUAN
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa
menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral).14 Dalam
Keputusan Menteri Kesehatan No. 450/MENKES/SK/VI/2004 menetapkan bahwa pemberian ASI eksklusif di
Indonesia selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai dengan anak berusia 2 tahun atau lebih dengan pemberian makanan
yang sesuai.9 ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh
dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada
bayi.. Pemberian ASI merupakan imunisasi pasif alamiah yang diberikan dari ibu ke anak.1 Di dalam ASI mengandung
berbagai komponen sistem imun, beberapa di antaranya berupa Enhancement Growth Factor untuk bakteri yang
diperlukan dalam usus atau faktor yang justru dapat menghambat tumbuhnya kuman tertentu (lisozim, laktoferin,
interferon, makrofag, sel T, sel B, granulosit).1
Analisis data dari berbagai negara menunjukkan bahwa di seluruh dunia kebanyakan bayi menerima ASI, dengan
95% bayi pernah menerima ASI. Namun, angka ini sangat bervariasi antara berpenghasilan rendah dan menengah, dan
negara-negara berpenghasilan tinggi.23 Di Indonesia persentase bayi 0-5 bulan yang masih mendapat ASI sebesar
54,0%, sedangkan bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam bulan adalah sebesar 29,5%.16
Sedangkan, cakupan pemberian ASI Eksklusif di Kota Palembang Tahun 2015 sebesar 72.91%. Cakupan ini masih di
bawah target pencapaian pemberian ASI Ekslusif Indonesia yaitu 80%. 15
Pemberian ASI terutama ASI eksklusif sangat bermanfaat bagi anak untuk mencegah penyakit infeksi karena
ASI memiliki zat protektif atau zat imun. Salah satu infeksi yang sering terjadi pada balita adalah Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA). 13 ISPA adalah infeksi pada saluran pernapasan baik saluran pernapasan atas atau bawah, dan
dapat menyebabkan berbagai spektrum penyakit dari infeksi ringan sampai berat dan mematikan, yang dipengaruhi oleh
patogen penyebab dan banyak faktor lainnya.24 ISPA dapat berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
ditentukan untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA
proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. 2 Gejalanya antara lain yaitu menggigil, demam, sakit kepala, batuk,
mengeluarkan dahak, dan sesak napas.8
ISPA adalah penyebab utama kematian di kalangan anak-anak berusia kurang dari 5 tahun terutama di negara-
negara berkembang. Di seluruh dunia, mortalitas 20% di antara anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun.20 Di
Indonesia prevalensi ISPA dengan karakteristik penduduk yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar
25,8%.18 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2012-2014, kasus ISPA tertinggi terjadi di
kota Palembang dengan kasus 234.885 kasus.16 Sedangkan kasus ISPA pada balita ditingkat puskesmas pada tahun
2015, Puskesmas Plaju Kota Palembang merupakan salah satu puskesmas dengan penemuan kasus ISPA pada balita
yang banyak yaitu sebesar 210 orang (70,10%), yang berjenis kelamin laki-laki 135 orang dan berjenis kelamin
perempun 75 orang.15
Dari beberapa penelitian, ASI terbukti memberikan efek protektif terhadap penyakit ISPA pada bayi yang
berusia 0-4 bulan. Dengan memberikan ASI secara optimal atau eksklusif dapat mengurangi penyakit ISPA. Bayi yang
tidak disusui akan lebih mungkin untuk menderita penyakit diare dan infeksi saluran pernafasan akut, dengan tingkat
kematian masing-masing 14 kali dan 4 kali lebih besar.3 Gangguan kesehatan berupa diare, panas, batuk, pilek lebih
banyak ditemukan pada bayi yang tidak mendapat ASI secara eksklusif dibanding yang mendapat ASI eksklusif,
sehingga bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif ternyata akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi
yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif.21
Berdasarkan besarnya pengaruh pemberian ASI Eksklusif terhadap kejadian ISPA dan berdasarkan penemuan
kasus ISPA pada balita di Puskesmas Plaju Palembang yang masih tinggi, maka saya tertarik untuk melakukan
penelitian ini. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik jenis kelamin dan usia anak yang
berobat di ruang MTBS Puskesmas Plaju Palembang, mengetahui pemberian ASI Eksklusif pada anak usia 6 – 24 bulan
di Puskesmas Plaju Palembang, mengetahui kejadian ISPA pada anak usia 6 – 24 bulan di Puskesmas Plaju Palembang,
dan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Eksklusif terhadap kejadian ISPA pada anak usia 6 – 24 bulan di
Puskesmas Plaju Palembang.

BAHAN DAN METODE


Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan desain penelitian cross
sectional yang dilakukan di ruang MTBS (Poli Anak) Puskesmas Plaju Palembang pada bulan Oktober sampai
Desember tahun 2018. Pengambilan data primer pada penelitian ini dengan mengobservasi melalui wawancara
menggunakan instrument berupa kuesioner dan untuk data sekunder didapatkan melalui diagnosis dokter. Sampel pada
penelitian adalah anak usia 6 – 24 bulan yang datang ke Puskesmas Plaju Palembang yang berjumlah 81 orang dan
diambil secara consecutive sampling. Kriteria inklusi pada penelitian adalah Anak usia 6 – 24 bulan di ruang MTBS
Puskesmas Plaju Palembang. Kriteria eksklusi pada penelitian antara lain adalah anak dengan faktor risiko ISPA lain
seperti status gizi yang buruk, BBLR, dan riwayat imunisasi yang belum lengkap, anak yang menderita ISPA lebih dari
14 hari, anak yang tidak mempunyai informasi lengkap untuk pengisian kuesioner. Analisis data pada penelitian ini
menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan chi square test dengan bantuan program SPSS
(Statistical Program for Social Science) versi 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada penelitian ini dilakukan analisis univariat, yang bertujuan untuk mendapatkan distribusi frekuensi dari
setiap variabel yang digunakan baik variabel dependen maupun varibael independen. Distribusi frekuensi meliputi jenis
kelamin anak, usia anak, pemberian ASI pada anak, dan ISPA pada anak.
1. Jenis Kelamin Anak
Pada penelitian ini, jenis kelamin anak digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu Laki-laki dan Perempuan. Distribusi
jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Frekuensi Anak berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 48 59,3
Perempuan 33 40,7
Total 81 100

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa dari jumlah sampel 81 orang yang berobat di ruang MTBS
Puskesmas Plaju yang paling banyak adalah anak yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 48 orang anak (59,3%), dan anak
yang berjenis kelamin perempuan adalah 33 orang anak (40,7%). Menurut teori, jenis kelamin juga merupakan salah
satu faktor yang berhubungan terhadap kejadian ISPA. Menurut penelitian yang dilakukan Lestari dkk (2014) di
Semarang tentang faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi dan balita yang menunjukkan
bahwa sebagian besar jenis kelamin responden adalah laki-laki yaitu sebesar (51,5%) dan jenis kelamin responden yang
lebih sedikit adalah perempuan yaitu sebesar (48,5%). 10
Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Sari (2017) yang menyatakan bahwa anak laki-laki memiliki
risiko lebih tinggi dari pada anak perempuan karena anak laki–laki lebih sering bermain di luar rumah sehingga terpapar
udara lebih banyak dari anak perempuan yang lebih dominan di dalam rumah. Selain itu, mengenai lingkungan fisik dan
faktor internal dengan kejadian ISPA, biasanya anak laki-laki lebih rentan terserang ISPA dikarenakan anak laki-laki
lebih aktif dalam beraktivitas sehingga mudah untuk kelelahan dan cenderung sistem kekebalan tubuhnya menurun
dibandingkan anak perempuan.19

2. Usia pada Anak


Pada penelitian ini, usia pada anak digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu usia 6-12 bulan, usia >12-18bulan
dan >18-24bulan. Distribusi usia anak dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Frekuensi Anak berdasarkan Usia

Usia Anak Frekuensi Persentase (%)


6-12 bulan 57 70,4
>12-18bulan 14 17,3
>18-24bulan 10 12,3
Total 81 100

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa dari jumlah sampel 81 orang yang berobat di ruang MTBS
Puskesmas Plaju yang paling banyak adalah anak berusia 6-12 bulan yaitu 57 orang (70,%), anak yang berusia >12-18
bulan yaitu 14 orang (17,3%), dan anak yang berusia >18-24 bulan yaitu 10 orang (12,3%). Berdasarkan teori untuk
cakupan kunjungan anak yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar paling sedikit 4 kali, yaitu satu kali pada
umur 1-3 bulan, satu kali pada umur 3-6 bulan, satu kali pada umur 6-9 bulan dan satu kali pada umur 9-12 bulan, di
sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas, posyandu, dan lain-lain.16
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil dari penelitian Lestari dkk (2014) tentang faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi dan balita, dari 66 responden yang diteliti sebagian besar umur
responden adalah pada umur 1-35 bulan sebesar (60,6%) dan umur responden paling sedikit adalah pada umur 1-29 hari
sebesar (4,5%).10

3. Pemberian ASI pada Anak


Pada penelitian ini, pemberian ASI pada anak digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu ASI tidak eksklusif dan
ASI eksklusif. Distribusi pemberian ASI dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Frekuensi Anak berdasarkan Pemberian ASI


Pemberian ASI Frekuensi Persentase (%)
Tidak Eksklusif 60 74,1
Eksklusif 21 25,9
Total 81 100

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa dari jumlah sampel 81 orang yang berobat di ruang MTBS
Puskesmas Plaju yang paling banyak adalah anak yang diberi ASI tidak eksklusif yaitu 60 orang (74,1%), dan anak
yang diberi ASI eksklusif yaitu 21 orang (25,9%). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Tromp (2017) yang
merupakan penelitian survei analitik dengan desain cross sectional study yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai
Mei 2017 dan sampel adalah total populasi 84 balita. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase terbesar
adalah pemberian ASI tidak eksklusif sebanyak 64 orang (76,2%).22
Hal tersebut juga didukung dengan hasil penelitian Nayulu dkk (2014) yang menggunakan metode korelasi
dengan pendekatan potong lintang yang dilaksanakan di desa Mopusi pada bulan September-Desember 2014 dengan
sampel berjumlah 90 orang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan jumlah bayi yang mendapat ASI ekslusif lebih
sedikit, yaitu sebesar 23 batita (25,6%) sedangkan bayi yang mendapatkan ASI tidak ekslusif yaitu sebesar 67 batita
(74,4%).12
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemberian ASI menjadi tidak eksklusif, seperti
pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu dan pemberian MP-ASI yang terlalu dini. Pada penelitian ini salah satu
faktor yang menyebabkan ASI menjadi tidak eksklusif adalah pemberian MP-ASI yang terlalu dini. Menurut teori, pada
umumnya MP-ASI diberikan pada saat bayi sudah berusia 6 bulan. Pemberian MP-ASI dini menyebabkan pemberian
ASI menjadi berkurang dan menjadi tidak eksklusif (Kemenkes 2014).7
Hal tersebut juga didukung dengan penelitian Heryanto (2017) bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan
pemberian ASI eksklusif oleh ibu. Faktor-faktor tersebut meliputi pengetahuan, kesehatan dan pekerjaan ibu, MP-ASI
dini, petugas kesehatan, budaya dan sosial ekonomi. Pengetahuan ibu yang masih kurang terhadap manfaat pemberian
ASI eksklusif sangat erat kaitannya dengan pemberian MP-ASI dini.5

4. Kejadian ISPA pada Anak


Pada penelitian ini, ISPA pada anak digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu anak yang didiagnosis ISPA dan
yang tidak didiagnosis ISPA. Distribusi dari ISPA dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Frekuensi Anak berdasarkan diagnosis ISPA


Kejadian ISPA Frekuensi Persentase (%)
ISPA 56 69,1
Tidak ISPA 25 30,9
Total 81 100

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa dari jumlah sampel 81 orang yang berobat di ruang MTBS
Puskesmas Plaju yang paling banyak adalah anak yang didiagnosis ISPA yaitu 56 orang (69,1%) dan anak yang tidak
didiagnosis ISPA yaitu 25 orang (30,9%). Sesuai dengan data yang ada bahwa Menurut Profil Kesehatan Sumsel
(2014), ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40-60%
kunjungan berobat di puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit
disebabkan oleh penyakit ISPA.16
Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 6-24 bulan dan yang menderita ISPA sebanyak (69,1%). Menurut
teori, umumnya ISPA dapat ditemukan pada anak berusia dibawah 5 tahun (70%) dan anak usia 5-12 tahun (30%). Di
negara berkembang, ISPA adalah penyebab utama dari empat penyebab terbanyak kematian anak, dengan kasus
kematian tebanyak pada usia kurang dari 1 tahun.17 Hal tersebut juga didukung dengan penelitian yang menyebutkan
bahwa ISPA sering terjadi pada bayi dan anak balita, hasil penelitian menunjukkan bahwa insiden ISPA paling tinggi
terjadi pada bayi di bawah satu tahun, dan insiden menurun dengan bertambahnya umur. Kondisi ini dimungkinkan
karena pada 10 tahun pertama kehidupan manusia, sistem pernafasan masih terus berkembang untuk mencapai fungsi
yang sempurna, terutama dalam perbentukan alveoli, selain itu hal tersebut menunjukkan usia yang lebih muda rentan
terkena infeksi.4
Selain itu juga dilakukan analisis bivariat yang bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara variabel
independent (Lama pemberian ASI) dan variabel dependent (ISPA). Hubungan antara kedua variabel dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
Lama
Pemberian ISPA Jumlah P
ASI
Ya Tidak
N % N % N %

ASI Tidak Eksklusif 37 61,7 23 38,3 60 100

ASI Eksklusif 19 90,5 2 9,5 21 100 0,014

Jumlah 56 69,1 25 30,9 81 100

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa pada anak yang diberi ASI eksklusif didapatkan sebanyak 19
orang (90,5%) mengalami ISPA dan 2 orang (9,5%) tidak mengalami ISPA. Pada anak yang diberi ASI tidak eksklusif
didapatkan sebanyak 37 orang (41,5%) mengalami ISPA dan 25 orang (30,9%) yang tidak mengalami ISPA.
Berdasarkan uji Chi Square diketahui nilai p-value sebesar 0,014 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif tehadap kejadian ISPA dengan nilai p-value
sebesar 0,019 (Mei, 2015).11
Berdasarkan teori, pemberian ASI eksklusif sangat berhubungan dengan kejadian ISPA. Hal ini dikarenakan
ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan
pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi
pada bayi.1 Pada penelitian ini didapatkan bahwa pada anak yang diberi ASI eksklusif didapatkan sebanyak 19 orang
(90,5%) mengalami ISPA dan 2 orang (9,5%) tidak mengalami ISPA, jadi kejadian ISPA pada anak yang diberi ASI
eksklusif masih lebih tinggi daripada yang tidak ISPA. Hal tersebut memiliki perbedaan hasil dengan penelitian
sebelumnya yang menyebutkan bahwa ASI terbukti memberikan efek protektif terhadap penyakit ISPA pada bayi yang
berusia 0-6 bulan. Dengan memberikan ASI secara optimal atau eksklusif dapat mengurangi penyakit ISPA. Bayi yang
tidak diberi ASI akan lebih mungkin untuk menderita penyakit diare dan infeksi saluran pernafasan akut.3
Pada penelitian ini juga didapatkan anak yang diberi ASI tidak eksklusif didapatkan sebanyak 37 orang
(41,5%) mengalami ISPA dan 25 orang (30,9%) yang tidak mengalami ISPA. Hal ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang menyebutkan bahwa pada balita dengan pneumonia (ISPA) yang diberi ASI tidak eksklusif mencakup
jauh lebih tinggi daripada kategori balita dengan pneumonia (ISPA) yang diberi ASI Eksklusif (Adalwiyah, 2016).
Selain itu, pada penelitian lain disebutkan bahwa pada bayi usia 0 – 11 bulan yang tidak optimal memperoleh ASI
eksklusif mempunyai risiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan bayi yang memperoleh ASI
eksklusif.6
Pada penelitian ini tingginya kejadian ISPA dikarenakan masih banyak anak yang belum menerima ASI
eksklusif yang mengakibatkan anak tidak memiliki respon imunitas yang baik sehingga belum menurunkan risiko
terjadinya ISPA. Hal tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan tentang efek jangka panjang
menyusui, salah satunya untuk stimulasi respon imun, transfer antibodi anti-idiotypic dan limfosit. Jadi durasi menyusui
selama 6 bulan atau lebih dapat dikaitkan dengan penurunan risiko infeksi saluran pernapasan bawah pada anak-anak.22
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa karakteristik anak yang berobat di ruang MTBS Puskesmas
Plaju yang paling banyak adalah anak yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 48 orang (59,3%) dan anak yang berusia 6-
12 bulan yaitu 57 orang (70,4%), pemberian ASI Eksklusif pada anak usia 6 – 24 bulan di Puskesmas Plaju Palembang
adalah sebanyak 21 orang (25,9%), kejadian ISPA pada anak usia 6 – 24 bulan di Puskesmas Plaju Palembang adalah
sebanyak 56 orang (69,1%), dan terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap Kejadian ISPA pada anak
6 – 24 bulan di Puskesmas Plaju Palembang dengan p-value sebesar 0,014.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah
menyetujui jurnal ini dan terima kasih kepada dr. Asmarani Ma’mun, M.Kes dan dr. Putri Rizki Amalia Badri selaku
dosen pembimbing untuk menyusun jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Baratawidjaja, K., G. & Rengganis, I. Imunisasi Pasif dalam Imunologi Dasar. Edisi 11 Cetakan ke-2. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. Hlm. 478-480.
2. Charter, E. & Marshall, S. Sistem Respiratori dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2014. Hlm. 527-528.
3. Elly, N., Yunida S., Sudarwati E. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu tahun 2011. Bengkulu:
Akademi Kesehatan Sapta Bakti Bengkulu; 2011.
4. Fibrila, F. Hubungan Usia Anak, Jenis Kelamin dan Berat Badan Lahir Anak Dengan Kejadian ISPA.
Lampung: Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai. 2015; 15(2).
5. Heryanto, Eko. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini. Jurnal
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan. 2017;11-13.
6. Kartasasmita, C. Pneumonia Pembunuh Balita. Kemenkes RI: Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3, ISSN
2087-1546 Pneumonia Balita; 2010.
7. Kemenkes RI. Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat;
2014.
8. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Kemenkes; 2016.
9. Keputusan Menteri Kesehatan No. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara
Eksklusif pada Bayi di Indonesia. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia
10. Lestari, N.P. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Bayi dan Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Purwoyoso Semarang. 2014;13(1).
11. Mei, S. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-12 Bulan. Medan:
Fakultas Kedokteram Universitas Sumatera Selatan; 2015.
12. Nayulu, N. Hubungan Antara Pemberian Asi Ekslusif Dengan Riwayat Penyakit Infeksi Pada Anak Umur
1- 3 Tahun Di Desa Mopusi Kecamatan L Olayan Kabupaten Bolaang Mongondow Induk. Manado:
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi; 2014.
13. Nirwana AB. ASI dan Susu Formula. Yogyakarta: Nuha Medika; 2014.
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif.
Jakarta: Presiden RI
15. Profil Kesehatan Kota Palembang; 2015.
16. Profil Kesehatan Sumatera Selatan; 2014.
17. Rahajoe, N., N., Supriyatno, B., Setyanto, D., B. Respirologi Anak. edisi 1. Jakarta: IDAI; 2008.
18. Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI; 2013.
19. Sari, N., I. Hubungan Umur dan Jenis Kelamin terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada Balita di Puskesmas Tembilahan Hulu. Jakarta; 2017:14(2).
20. Selvaraj, K., Chinnakali, P., Majumdar, A. Acute Respiratory Infection Among Under-5 Children in India:
Situational Analysis. Department of Preventive and Social Medicine, Jawaharlal Institute of Post Graduate
Medical Education and Research, Puducherry, India; 2014:12(1)
21. Sulistyoningsih, H. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu; 2011.
22. Tromp I., Jong J., Raat H., Jaddoe V., Franco O. Breastfeeding and the risk of respiratory tract infections after
infancy: The Generation R Study; 2017. (diakses 18 Agustus 2018). Tersedia dari:
http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0172763
23. UNICEF. Breastfeeding a mother’s gift for evey child. United Nations Children’s Fund; 2018.
24. WHO, Infection Prevention and Control of Epidemic- and Pandemic-prone Acute Respiratory Diseases in
Health Care. WHO Interim Guidelines; 2007.

Anda mungkin juga menyukai