Anda di halaman 1dari 7

MEKANISME KERJA.

Aktivitas antibakteri kotrimoksazol berdasarkan atas kerianya pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik
untuk membeintuk asam tetrahidrofolat. Sulfonamid menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekul
asam lolat dan trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrololat menjadi tetrahidrofolat.
Tetrahidrololat penting untuk reaksireaksi pemindahan satu atom C, seperti pembentukan basa purin (adenin,
guanin, dan timidin) dan beberapa asam amino (metionin, glisin). Sel-sel mamalia menggunakan lolat jadi yang
terdapat dalam makanan dan tidak mensintesis senyawa tersebut. Trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat
reduktase mikroba secara sangat selektif. Hal ini penting, karena enzim tersebut juga terdapat pada sel mamalia.
Untuk mendapatkan efek sinergi diperlukan perbandingan kadar yang optimal dari kedua obat. Untuk kebanyakan
kuman, rasio kadar sulfametoksazol : trimetroprim yang optimal ialah 20 : 1. Silat larmakokinetik sulfonamid yang
dipilih untuk kombinasi dengan trimetoprim sangat penting mengingat diperlukannya kadar yang relatif letap dari
kedua obat tersebut dalam tubuh. Trimetoprim pada umumnya 20-100 kali lebih poten daripada sulfametoksazol,
sehingga sediaan kombinasi diformulasikan untuk mendapatkan kadar sulfametoksazol in vivo 20 kali lebih besar
daripada trimetoprim.

RESISTENSI BAKTERI, Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol leblh rendah daripada terhadap
masing-masing obat, karena mikroba yang resisten terhadap salah satu komponen masih peka terhadap komponen
lainnya. Resistensi mikroba terhadap trimetoprim dapat terjadi karena mutasi. Resistensi yang terjadi pada bakteri
gram negatif disebabkan oleh adanya plasmid yang membawa silat menghambat kerja obat terhadap enzim
dihidrofolat reduktase. Resistensi S. aureus terhadap trimetoprim ditentukan oleh gen kromosom, bukan oleh
plasmid. Resistensi terhadap bentuk kombinasi juga terjadi in vivo. Prevalensi resistensi E. coli dan S. aureus
terhadap kotrimoksazol meningkat pada penderita yang diberi pengobatan dengan sediaan kombinasi tersebut.
Selama lima tahun penggunaan resistensi S. aureus meningkat dari 0,40h menjadi 12,60 . Dilaporkan pula terjadinya
resistensi pada beberapa jenis mikroba Gram negatil.

FARMAKOKINETIK , Rasio kadar sulfametoksazol dan trimetoprim yang ingin dicapai dalam darah ialah sekitar
20 : 1' Karena silatnya yang lipofilik, trimetoprim mempunyai volume distribusi yang lebih besar dari pada
sullametoksazol. Dengan memberikan sufametoksazol 800 mg dan trimetoprim 160 mg per oral (rasio
sulfametoksazol : trimetoprim - 5 : 1) dapat diperoleh rasio kadar kedua obat tersebut dalam darah kurang lebih 20 :
1. Trimetoprim cepat didistribusi ke dalam jaringan dan kira-kira 40 % terikat pada protein plasma dengan adanya
sulfametoksazol. Volume distribusi trimetoprim hampir 9 kali lebih besar daripada sulfametoksazol. Obat masuk ke
CSS dan saliva dengan mudah. Masing-masing komponen juga ditemukan dalam kadar tinggi di dalam empedu.
Kira-kira 65% sullametoksazol terikat pada protein plasma. Sampai 60% trimetoprim dan 25-50% sullametoksazol
diekskresi melalui urin dalam 24 iam setelah pemberian. Dua-pertiga dari sulfonamid tidak mengalami konjugasi.
Metabolit trimetoprim ditemukan juga di urin. Pada penderita uremia, kecepatan ekskresi dan kadar urin kedua obat
jelas menurun.
SEDIAAN DAN POSOLOGI

Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk tablet oral, mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim atau
800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim. Untuk anak tersedia iuga bentuk suspensi oral yang mengandung
200 mg sul' lametoksazol dan 40 mg trimetoprim/S ml, serta tablet pediatrik yang mengandung 100 mg
sullametoksazol dan 20 mg trimetoprim. Untuk pemberian intravena tersedia sediaan infus yang mengandung 400
mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim per 5 ml. Dosis dewasa pada umumnya ialah 80Q mg sulfa metoksazol
dan 160 mg trimetoprim setiap 12 jam. Pada infeksi yang berat diberikan dosis lebih besar. Pada penderita dengan
gagal ginjal' diberikan dosis biasa bila bersihan kreatinin lebih dari 30 mumenit; bila bersihan kreatinin 15-30
ml/menit, dosis 2 tablet diberikan setiap 24 iam dan bila bersihan kreatinin kurang dari 15 ml/menit, obat ini tidak
boleh diberikan.

Dosis yang dianjurkan pada anak ialah trime_ -toqrim 8 mg/kgBB/haridan sulfametoksazol 40 mg/ kgBB/hariyang
diberikan dalam 2 dosis. pemberian pada anak dibawah usia 2 tahun dan pada ibu hamil atau menyusui tidak
dianjurkan. Trimetoprim juga terdapat sebagai sediaan tunggal dalam bentuk tablet 100 dan 200 mg. EFEK
NONTERAPI Pada dosis yang dianjurkan tidak terbukti bah_ wa kotrimoksazol menimbulkan defisiensi folat pa_
da orang normal. Namun batas antara toksisitas untuk bakteri dan untuk manusia relatif sempit bila sel tubuh
mengalami defisiensi folat. Dalam keada_ an demikian obat ini mungkin menimbulkan megalo_ blastosis,
leukopenia, atau trombositopenia. Kira- kira.7.5% efek samping terjadi pada kulit, berupa reaksi yang khas
ditimbulkan oleh sulfonamid. Na_ mun demikian kombinasi trimetoprim_sulfametok_ sazol dilaporkan dapat
menimbuikan reaksi kulit sampai tiga kali lebih sering dibandingkan sulfisok_ sazol pada pemberian tunggal (5,9%
vs 1 ,7%). Der_ matitis eksfoliatif, sindrom Stevens-Johnron dun toxic epidermal necrolysis jarang terjadi. Gejala_
gejala saluran cerna terutama beruja mual dan muntah; diare jarang terjadi.

Glositis dan stomatitis relatif sering. lkterus lerutama terjadi pada pen_ le,rita V3nO sebelumnya telah menialami
hepatitis kolestatik alergik. Reaksi susunan slrut prsuiOuru_ pa sakit kepala, depresi dan halusinasi, disebabkan oleh
sulfonamid. Fleaksi hematologik iainnya ialah berbagai macam anemia (aplasti[, hemolitik oan makrositik),
gangguan koagulasi, granulositopenia, agranulositosis, purpura, purpura Henoch-S'chon_ lein dan
sulfhemoglobinemia. pemberian diuretik sebelumnya atau bersamaan dengan kotrimoksa_ zol dapat mempermudah
timbulnyl trombositope_ nia, terutama pada penderita usia lanjut dengan payah jantung; kematian dapat terjadi. eida
penderita AIDS (Acquired immuno- defiiiency syndrome) yang diberi pengobatan kotrimoksazol Lntuk infeksi ol.eh
Pneumocystis carinii, sering terjadi efek sam- ping demam, lemah, erupsi kulit, dun/at", pansitopenia.

PENGGUNAAN KLINIK INFEKSI SALURAN KEMIH.

Sulfonamid masih berguna untuk infeksiringan saluran kemih Uajian bawah. Tetapi timbulnya resistensi makin
mening_ kat terutama pada bakteri Gram negatif, sehingga sulfonamid tidak dapat diandalkan untuk pengobat an
infeksi yang lebih berat pada saluian kemih bagian atas. penting untuk membedakan infeksi pada ginjal dan infeksi
pada saluran kemih bagian bawah. Pada keadaan pielonefritis akut yang disertai demam hebat dan bila ada
kemungkinaniirOrt_ nya bakteremi dan syok, sebaiknyalangan diberi pengobatan dengan sulfonamid; tetapi
dianjurkan pemberian suatu antimikroba yang bakterisid seca_ ra.parenteral yang dipilih berdasarkan uji sen_
sitivitas mikroba dari hasil kultur urin. Sulfonamid digunakan untqk pengobatan sistitis akul maupun kronik, infeksi
kronik saluran kemih bagian atas dan bakteriuria yang asimtomatik. Sulfonamid efektif untuk sistitis akut tanpa
penyulit pada wanita. peng_ obatan infeksi ringan saluran kemih bagian bawah, dengan kotrimoksazol ternyata
sangat Lt"ttit, Ounkan untuk infeksi oleh mikroba yan! t"lun ,"ri.t"n terhadap sulfonamid sendiri. Dosis 160 mg
trimetoprim dan 800 mg sulfametoksazol setiap 12 jam selama 10 hari menyembuhkan sebagian besar penderita.
Efek terapi sediaan kombinasi lebih baik daripada masing_masing komponennya terutama bila mikroba
penyebabnya golongan enterobacteriaceae. pemberian dosis tunlgal (320 mg trim_etoprim dengan 1600
sulfametoksazol) selama 3 hari, juga efektif untuk pengobatan infeksi akut saluran kemih yang ringan. Sediaan
kombinasi initerutama efektif untuk infeksi kronik dan berulang saluran kemih. pada wanita, efektivitasnya mungkin
disebabkan oleh tercapainya kadar terapi dalam sekret vaginal. Jumlah mikroba di sekitar orificium urethrae
menurun sehingga kemungkinan ter_ jadinya infeksi ulang pada saluran ke-mih bagian bawah berkurang.
Trimetoprim juga ditemukan dalam kadar terapi pada sekret proslat dan efektif untuk pengobatan infeksi prostat.
Dosis kecil (200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim per hari alau 2-4 kali dosis tersebut yang diberikan satu
atau dua kali per minggu) efektif untuk mengurangi frekuensi kambuhnya infeksi saluran kemih pada wanita. Harus
diingat bahwa trimetoprim saja juga cukup efektif untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Dosis dewasa yang
umum digunakan ialah 100 mg setiap 1p jam. Untuk me;berikan pen_ gobatan dengan sediaan kombinasi tersebut
perlu dipertimbangkan hasil pemeriksaan sensitivitas mikroba. lnfeksi berulang saluran kemih lebih sukar di_
tanggulangi daripada infeksi akut; infeksi kronik ini.

pengobatan dengan sediaan kombinasi tersebut perlu dipertimbangkan hasil pemeriksaan sensitivitas mikroba.
lnleksi berulang saluran kemih lebih sukar ditanggulangi daripada inleksi akut; infeksi kronik ini mungkin
disebabkan inleksi ulang oleh mikroba lain alau karena persistensi mikroba yang sama. lnleksi ulang biasanya dapat
diatasi dengan antimikroba seperti sulfisoksazol, sedangkan kambuh oleh mikroba yang sama biasanya lebih sukar
diatasi dan menunjukkan adanya sumber infeksi yang persisten di saluran kemih bagian atas yang sukar dibasmi.

Sebab persistensi ini antara lain :

(1 ) obstruksi yang bersilat lungsional atau mekanik yang menghambat pengosongan kandung kemih;

(2) resistensi mikroba terhadap antibiotik yang biasa digunakan;

(3) gangguan daya tahan tubuh seperti pada penderita diabetes melitus;

(4) kombinasi dari ketiga hal di atas, Mikroba penyebabnya antara lain Escherichia, Enterobacter (Aerobacter),
Atcaligeneg K/ebsiella, Proteus, kokus qram positif (termasuk enterokokus) dan mikroba campuran. Laju
penyembuhan infeksi kronik saluran kemih relatil rendah, apapun antimikroba yang digunakan, dan terapi supresil
kronik atau pengobatan intermiten terhadap kambuhnya gejala merupakan tujuan pengobatan yang paling baik.
Pengobatan dengan antibiotik pada kasus demikian ternyata tidak memberikan hasil yang lebih baik dan pemberian
antibiotik jangka lama sering menimbulkan efek samping.
INFEKSI SALURAN NAFAS,

Kotrimoksazot tidak dianjurkan untuk mengobati laringitis akut oleh Str. pyogenes, karena tidak dapat membasmi
mikroba. Preparat kombinasi ini efektil untuk pengobatan bronkitis kronis dengan eksaserbasi akut. Preparat
kombinasi ini juga elektil untuk pengobatan otitis media akut pada anak dan sinusitis maksilaris akut pada orang
dewasa yang disebabkan oleh strain H. influenzae dan Str. pneumoniae yang masih sensitif. Beberapa galur
pneumokokus penyebab bakteremia dilaporkan telah resisten terhadap obat ini.

INFEKSI SALURAN CERNA. Sediaan kombinasi ini berguna untuk pengobatan shige//osis karena beberapa strain
mikroba penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin. Namun demikian akhir-akhir ini dilaporkan terjadinya
resistensi mikroba terhadap kotrimoksazol. Obat ini juga etektil untuk demam tiloid. Kloramlenikol tetap merupakan
obat terpilih unluk demam tifoid, karena prevalensi resistensi mikroba penyebabnya terhadap obat ini masih rendah.
Kotrimoksazol elektif untuk carier S. typhi dan Salmonella spesies lain. Dosis yang dianjurkan : 160 mg trimetoprim
- 800 mg sullametoksazol dua kali sehari selama 3 bulan, tetapi dengan dosis ini penyakit masih dapat kambuh.
Terjadinya penyakit kronik pada kandung empedu diduga karena kegagalan menghilangkan carrier sfafe ini. Diare
akut karena E. coli dapat dicegah atau diobati dengan pemberian trimetoprim tunggal atau kotrimoksazol.

INFEKSI OLEH PNEUMOCYSTIS CRANII.

Pengobatan dengan dosis tinggi (trimetoprim 2O mgl kgBB per hari dengan sulfametoksazol 100 mg/ kgBB per
hari, dalam 3-4 kali pemberian) elektif untuk penderita infeksi yang berat pada penderita AIDS. Beberapa hasil
penelitian telah memperlihatkan bahwa pengobatan dengan dosis kecil efektif untuk pencegahan inleksi
Pneumocystis carinii pada penderita neutropeni.

INFEKSI GENITALIA. Karena resistensi mikroba kotrimoksazol tidak dianjurkan lagi unluk pengobatan gonore.
Pemberian eritromisin 500 mg 4 kali sehari selama 10 hari atau 160 mg trimetoprim dan 800 mg sullametoksazol
per oral dua kali sehari selama 10 hari efektil untuk pengobatan chancroid.

INFEKSI LAINNYA. lnleksi oleh jamur nokardia dapat diobati dengan kombinasi ini. Banyak laporan
mengemukakan bahwa sulfametoksazol mungkin elektif unluk pengobatan bruselosis bahkan bila ada lesi lokal
seperti artritis, endokarditis atau epididimo-orkitis. Dosis yang diberikan berkisar antara 2 tablet (800 mg
sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim) tiga kali sehari selama 1 minggu diikuti dengan 2 tablet per hari selama 2
minggu sampai 4- 8 tablet per hari selama 2 bulan. Sebagian besar penderita sembuh terutama setelah pemberian
rangkaian dosis yang disebut terakhir, namun 4% penderila kambuh dengan rangkaian dosis tersebut. Pemberian
kotrimoksazol secara lV dengan karbenisilin ternyala efektil untuk pengobatan infeksi pada pen- . derita
neutropenia. Trimetoprim-sullametoksazol juga berguna untuk pengobatan berbagai penyakit inleksi berat pada
anak. Strain S. aureus yang telah resisten terhadap metisilin mungkin masih peka terhadap kotrimoksazol, tetapi
vankomisin masih tetap merupakan obat pilihan untuk inleksi berat yang disebabkan oleh S. aureus yang telah
resisten terhadap melisilin.
2. ANTISEPTIK SALURAN KEMIH

Beberapa obat antimikroba tidak dapat digu- nakan untuk mengobati infeksi sistemik yang bera asal dari saluran
kemih karena bioavailatilitasnya dalam plasma tidak mencukupi. Tetapi pada tubuli renalis, obat-obat ini akan
mengalami pemekatan dan berdilusi kembali ke parentim ginlat setringga be_rmanfaat untuk pengobatan inleisis
saluran ke mih. Oleh karena kadarnya hanya cukup tinggipada saluran kemih saja, maka antimikroba seperti ini
sering dianggap sebagai antiseptik lokal untuk infeksi saluran kemih. Untuk infeksi akut saluran kemih yang disertai
tanda-tanda sistemik seperti demam, menigigil, hi potensi dan lain-lain, obat antiseptit saluriri femin tidak dapat
digunakan karena pada keadaan ter- sebut diperlukan obat dengan kadar efektif dalam plasma. Pengobatan rasional
pada keadaan ini ha_ rus berdasarkan atas hasil biakan dan uji kepekaan kuman. Sementara menunggu hasil la-
boratorium, dapat diberikan obat golongan aminoglikosid misal nya gentamisin, atau sulfonamid, kotrimoksazol,
ampisllin, selalosporin, lluorokuinolon, dan lain_lain. Dengan pemberian selama 5-10 hari, biasanya in feksi akut
dapat diredakan dan selanlurnya jiberi kan antiseptik saluran kemih sebagai pengobatan prolilaksis atau supresif
lnfeksi saluran kemih yang sering kambuh pada pria usia lanjut seringkali diiebabk-an oleh ada_ nya prostatitis
kronis. Keadaan ini sulit diatasi kare na obat sulit mencapai kelenjar prostat. Semua penderita dengan inleksi saluran
kemih berulang harus diperiksa dengan teliti apakah disertai anatomis saluran kemih. Perlu diingat bahwa pada
gagal ginjal, hasil pengobatan seringkali tidak memuaJkan karena na_ nya sedikit sekali obat yang dapat
diekskresikan melalui ginjal. Selain itu beberapa obat mengalami kumulasi dalam badan sehinggapertu oiperpinjang
interval pemberiannya atau dikurangi dosisnya berdasarkan hasil pantauan kadar obaioalam . Bila belum tersedia
fasilitas untuk memantau , obat dalam plasma, bersihan kreatinin Obat yg akan sebagai pegangan. Antimikroba
untuk inleksi akut dan sistemik saluran kemih telah dikemukakan pada bagian iain dalam buku ini, sehingga
selanjutnya afaniiOatras tentang antiseptik saluran kemih saja,

2.1. METENAMIN KIMIA

Metenamin atau heksamin adalah heksametilentetramin. Dalam suasana asam, metenamin terurai dan
membebaskan formaldehid yang beker_ ja sebagai antiseptik saluran kemih. mematikan kuman dengan jalan
menimbulkan denaturasi protein. Reaksi ini berlangsung baik pada pH urin yang rendah. Pada pH lebih dari 7,4 obat
ini tidak efektif. EFEK ANTIMIKROBA. Metenamin aktif terhadap berbagai jenis mikroba. Kuman Gram negatif
umumnya dapat pula dihambat dengan metenamin, kecuali Proteus karena kuman ini d-apat menguOan urea
menjadi amonium hidroksid yang menaikkan pH sehingga menghambat peruOanan' metenamin menjadi
formaldehid. Karena tidak terjadi resistensi kuman terha_ dap lormaldehid, elektivitas metenamin tetap baik. EFEK
NONTERAPI DAN KONTRAINDIKASI. Metenamin dikontraindikasikan paOa gangguan fungsi hati karena dalam
lambung obat ini membebaskan amonia. lritasi lambung sering terjadi jika diberikan dosis tebih dari 500 mg pe, fiti.
' Dosis 4-8 g sehari selama teUifr Oari 3 minggu mungkin menimbulkan iritasi kandung kemih, proteinuria,
hematuria dan erupsi kulit. Oleh karena itu dosis harus segera diturunkan bila urin telah steril.
SEDIAAN DAN POSOLOG|. Metenamin dan metenamin mandelat tersedia dalam bentuk tablet 0,5 g, Dosis untuk
orang dewasa ialah 4 kali 1 gramlhari, diberikan setelah makan. Dosis untuk "nit furung dari 6 tahun ialah 50
mg/kgBB/hari yang dibagi dalam beberapa dosis. lND|KAS|. Obat ini digunakan untuk profilaksis terhadap infeksi
saluran kemih berulang, khususnya bila ada residu kemih. Metenamin tid-ak diindikasi kan untuk infeksi akut
saluran kemih.

2.2. ASAM NALIDIKSAT KlMlA.

Kristal asam nalidiksat berupa bubuk putih atau kuning muda. Kelarutan dalam air rendah sekali, tetapi mudah larut
dalam hidroksida alkali dan karbonat, Struktur molekulnya dapat dilihat pada Gambar 40-4. cooH Gambar 1O.4.
Struktur asam nalidiksat

SPEKTRUM ANTIMIKROBA.

Asam nalidiksat be. kerja dengan menghambat enzim DNA girase bakteri dan biasanya bersifat bakterisid terhadap
kebanyakan kuman patogen penyebab infeksi saluran kemih. Obat ini menghambal E. coli, Proteus spp., Klebsiella
spp. dan kuman-kuman koliform lainnya. Pseudomonas spp. biasanya resisten. Resistensi terhadap asam nalidiksat
lidak dF pindahkan melalui plasmid (faktor R), tetapi dengan mekanisme lain. Resistensi terhadap asam nalidiksat
telah menimbulkan masalah klinik. FARMAKOKINETIK. Pada pemberian per oral, 96% obat akan diserap.
Konsentrasinya dalam plasma kira-kira 20-50 pg/ml, tetapi 95% terikat dengan protein plasma. Dalam tubuh,
sebagian dari obat ini akan diubah menjadi asam hidroksinalidiksat yang juga mempunyai daya antimikroba,
Konyugasi terjadi sebagian besar dalam hepar. Masa paruh obat ini adalah 1 112-2 jam, tetapi dapat memanjang
sampai 20 jam pada gagal ginjal.

EFEK NONTERAPI DAN KONTRAINDIKASI. Pemberian asam nalidiksat per oral kadang-kadang menimbulkan
mual, muntah, ruam kulit dan urtikaria. Diare, demam, eosinolilia dan lotosensitivitas kadang-kadang timbul.
Anemia hemolitik dapat juga timbul, walaupun hal ini jarang terjadi dan diduga berdasarkan delisiensi enzim GcPD.
Gejala SSP dapat berupa sakit kepala, vertigo dan kantuk. Pada anak dan bayi yang mendapat asam nalidiksat dosis
tinggi, dapat timbul kejang yang mungkin disebabkan oleh peninggian tekanan intrakranial. Elek samping ini dapat
pula timbul bila obat diberikan kepada penderita parkinsonisme, epilepsi dan gangguan sirkulasi darah pada otak.
Asam nalidiksat tidak boleh diberikan pada bayi berumur kurang dari 3 bulan dan juga pada trimester pertama
kehamilan. Asam nalidiksat memberikan reaksi positil semu pada pemeriksaan reduksi urin m€nurut cara Benedict.
Pada penderita dengan gangguan faal hati atau ginjal, terjadi kumulasi dalam tubuh sehingga obat ini harus
diberikan hati-hati sekali. Daya antibaherinya akan berkurang bila diberikan bersama nitrofurantoin. Oleh karena itu
pemberian kombinasi asam nalidiksat dan nitrolurantoin dikontraindikasikan pada pengobatan infeksi saluran
kemih.

SEDIAAN DAN POSOLOGI. Asam nalidiksat tersedia dalam bentuk tablet 500 mg, Dosis untuk orang dewasa
ialah 4 kali 500 mg/hari. Obat ini dikontraindikasikan pada wanita hamil trimester pertama dan juga anak prapuber.
lNDlKASl. Asam nalidiksat digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih bawah tanpa penyulit (misalnya
sistitis akut). Obat ini tidak efektif untuk infeksi saluran kemih bagian atas, misalnya pielonefritis. Dengan
ditemukannya lluorokuinolon (siprofloksasin, olloksasin, dll.) yang mempunyai daya antibakteri dan sifat
larmakokinetik yang lebih baik, thmpaknya asam nalidiksat tidak akan banyak digunakan lagi di masa yang akan
datang. Asam pipemidal mempunyai indikasi klinik sama dengan asam nalidiksat. Dosisnya ialah 2 kali 400
mg/hari.

2.3. NITROFURANTOIN KIMIA DAN EFEK ANTIMIKROBA. N|ITOIUTANTO|N adalah antiseptik saluran
kemih derivat luran. Struktur molekulnya dapat dilihat pada Gambar 40-5. (lihat halaman berikut). I o 596 Farm

Anda mungkin juga menyukai