Anda di halaman 1dari 3

Iren Laurensa

171710101027

THP A/ KEL.5

SOSIS

1. Alat

Alat yang digunakan yaitu timbangan analitis, food processor, kompor, panci,
pnetrometer, color reader, kamera.

2. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu daging giling (sapi; ayam; ikan) 100g, susu skim
bubuk 5; 10g, putih telur 20g, minyak goreng 20ml, tapioka 15g, gula 2g,
garam 2g, bawang merah 5g, bawang putih 2g, lada 0.5 g, stpp 0.5 g,
penyedap 1g, dan air es secukupnya.
3. Skema Kerja

Daging
sampel giling

Pencampuran
Bahan-bahan
sampai homogen
lain dan air es

Penambahan
Tapioka
perlahan

Pemasukan dalam
selongsong

Perebusan
(80-90° C, 30
menit)

Pengamatan

4. Fungsi Perlakuan

Pada praktikum pembuatan sosis terdapat beberapa tahapan. Tahap pertama dalam
yaitu mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, Kemudian daging
giling yang sudah disiapkan dicampurkan dengan bahan-bahan lain dan air es.
Pencampuran dilakukan agar adonan menjadi homogen. Proses ini bertujuan
untuk mengekstrak protein dari dalam daging. Lau adonan dilakukan penambahan
tepung tapioka dengan perlahan-lahan. Selanjutnya adonan dimasukkan ke dalam
selongsong sosis hingga tidak tersisa. Kemudian selongsong yang sudah terisi
dilakukan perebusan dengan air panas pada suhu 80-90°C selama 30 menit.
Perebusan ini bertujuan untuk mendapatkan sosis yang sudah masak. Perebusan
dilakukan secara bertahap agar tidak terjadi pemuaian yang terlalu cepat. Langkah
terakhir yaitu dilakukan pengamatan yang terdiri dari pengamatan warna dengan
menggunakan color reader, kenampakan, kenampakan permukaan irisan, tekstur
dengan menggunakan pnetrometer, dan cooking loss.

4. Reaksi yang Terjadi


a. Pemasakan

Pemasakan dalam pembuatan sosis memiliki tujuan agar daging sosis


menjadi matang, meningkatkan keempukan daging, meningkatkan
kekompakan struktur daging karena terjadi koagulasi protein dan dehidrasi
sebagian untuk memberikan rasa dan aroma tertentu, memberikan warna yang
lebih menarik karena denaturasi mioglobin pembentukan nitrosihemokrom,
pasteurisasi sosis dan oleh karenanya memperpanjang masa simpan produk
sosis.

b. Emulsifikasi

Emulsifikasi adalah suatu sistem tidak stabil secara termodinamik yang


mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu di
antaranya didispersikan sebagai globula-globula dalam fase cair lain. Fase
yang didispersikan disebut sebagai fase terdispersi dan fase yang
mendispersikan disebut sebagai fase kontinu (Martanti, 2004). Lemak
membentuk fase dispersi dari emulsi, sedangkan air yang mengandung protein
dan garam terlarut membentuk fase kontinu. Protein-protein yang terlarut
bertindak sebagai pengemulsi memiliki afinitas, baik terhadap air yaitu porsi
molekul hidrofilik, maupun terhadap lemak yaitu molekul hidrofobik (Forrest
et al., 1975). Kapasitas protein dan air mengikat globula atau partikel-partikel
lemak dalam suatu emulsi disebut kapasitas emulsi. Protein daging yang larut
dalam air, terutama adalah protein sarkoplasmik. Protein miofibrilar
merupakan agensia pengemulsi yang lebih efisien dan memiliki pengaruh
terhadap peningkatan srabilitas emulsi yang lebih besar dibandingkan dengan
protein daging lainnya, misalnya protein sarkoplasmik (Soeparno, 1992).

Anda mungkin juga menyukai