PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2016).
dimulai dengan otot wajah dan berakhir pada otot kaki. Tindakan ini
biasanya memerlukan waktu 15-30 menit dan dapat disertai dengan instruksi
1
Otot yang kaku akan menyebabkan tubuh tidak menjadi rileks sehingga
batasan untuk kategori lansia berdasarkan tingkat usia menurut WHO yaitu :
usia pertengahan (middleage) 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) 60-74 tahun,
usia lanjut usia (old) 75-90 tahun dan sangat tua (very old) lebih dari 90
tahun. Jumlah lanjut usia (diatas 60 tahun) di dunia pada tahun 2012 adalah
11% dari seluruh jumlah penduduk dunia (605 juta) (World Health
Nugroho (2012).
Asia And The pacific (UNESCAP) tahun 2014 menyebutkan bahwa jumlah
penduduk lanjut usia (lansia) di kawasan Asia mencapai 4,22 miliar jiwa
atau 60% dari penduduk dunia. Saat ini, populasi lansia di Jepang dan Korea
Amerika Serikat.
Pada tahun 2014 di Indonesia terdapat 13.729.992 jiwa (8,5%) dan pada
diperkirakan akan meningkat menjadi 9,8% pada tahun 2020. Menurut data
2
245.166 jiwa dan jumlah lansia di Kota Manado tahun 2017 berjumlah
14.860 jiwa.
Metode relaksasi terdiri dari beberapa macam, yaitu: (1) relaksasi otot, (2)
untuk dilakukan, serta dapat membuat tubuh dan fikiran terasa tenang,
rileks, dan lebih mudah untuk tidur (Davis dalam Ari, 2010).
Gejala insomnia sering terjadi pada orang lanjut usia (lansia), bahkan
3
mengatakan sulit memulai dan mempertahankan tidur, sering terbangun
pada malam hari dan bangun dini hari serta mengantuk disiang hari.
B. Rumusan Masalah
masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh terapi relaksasi
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Manado.
2. Tujuan khusus
gerakan relaksasi.
4
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
2. Bagi Institusi
3. Bagi Masyarakat
yang terkait dengan penelitian agar bisa menjadi acuan dalam menjalani
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang
Kushariyadi, 2011). Terapi relaksasi otot progresif yaitu terapi dengan cara
Relaksasi juga salah satu teknik dalam terapi perilaku untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan, pada saat tubuh dan pikiran rileks, secara
2010).
Setyoadi dan Kushariyadi (2011) bahwa tujuan dari teknik ini adalah:
6
b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.
diri sendiri.
relaks.
e. Melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian bagian kiri
dua kali.
7
4. Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif
a. Persiapan
sepatu;
4. Longgarkan ikatan dasi, Ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya
mengikat ketat.
b. Prosedur
terjadi.
d. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien
8
e. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
menegang.
9
6. Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang
maupun belakang.
b. Punggung dilengkungkan.
kemudian relaks.
10
d. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil
sebanyak- banyaknya.
dilepaskan bebas.
11
Terapi relaksasi otot progresif, penting menjadi catatan untuk diakhiri
agar dapat dirasakan perbedaan antara rasa tegang dan rileks. Terapi ini
positif. Maka dari itu, latihan ini perlu diulang untuk memberikan
B. Konsep Insomnia
1. Pengertian insomnia
yang berperan, juga pada kebiasaan yang buruk. (Potter & Perry,2010)
12
2. Faktor-faktor penyebab insomnia
aspek-aspek tersebut.
tentang hal-hal yang membuat kita tidak tenang sehingga tidak dapat
depresi.
13
e. Kelainan-kelainan kronis, kelainan tidur seperti tidur apnea,
3. Jenis-jenis insomnia
Menurut Poter & Perry (2010), Insomnia dibagi dalam tiga golongan
besar, yaitu :
a. Transient insomnia
dikarenakan suatu stress atau suatu situassi yang penuh stress yang
dalam pekerjaan.
b. Short-term insomnia
14
yang mengalami stress situasional (kehilangan kematian orang yang
dengan cara yang tersedia kini yaitu dengan teknik tertentu untuk tidur
berikut :
a. Awal. Kesulitan untuk tidur, ini adalah gejala yang paling umum
15
4. Tanda dan Gejala Insomnia
f. Pemarah
i. Masalah berkonsentrasi
5. Tingkat Insomnia
yaitu:
16
a. Insomnia akut/ringan
b. Insomnia sedang
c. Insomnia berat/kronik
hari.
c. Sakit kepala
Sakit kepala yang terjadi pada malam hari atau dini hari mungkin
17
d. Penyakit jantung
e. Kecelakaan
f. Kematian dini
badan.
18
hingga terlelap bisa berarti semakin tinggi pula risiko hipertensi atau
keras dan mati-matian saat mau tidur saja. Begitu jatuh tertidur,
berbagai gangguan perilaku saat tidur bisa muncul sebagai akibat dari
seks tanpa sadar sambil tidur atau dikenal dengan istilah seksomnia.
j. Gangguan pendengaran
Memang tidak banyak orang yang jadi tuli hanya karena insomnia
atau susah tidur. Namun baagi yang memiliki riwayat tinnitus atau
memperburuk kondisi itu dan jika tidak diatasi bukan mungkin bisa
19
C. Konsep Tidur
1. Definisi Tidur
Menurut teori tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan untuk periode
membantu pikiran dan tubuh untuk pulih dan mengembalikan energi yang
digunakan sehari-hari.
Saat tidur kita memasuki suatu keadaan istirahat periodik dan pada
saat itu kesadaran kita terhadap alam menjadi terhenti, sehingga tubuh
pusat tidur” yang mengatur siklus tidur dan terjaga. Pada saat yang sama,
darah akan membuat kita mengantuk. Jika proses ini diubah oleh stress,
2. Tujuan Tidur.
tentang kegunaan tidur adalah tubuh menyimpan energi selama tidur. Otot
20
menyimpan energi kimia untuk proses seluler. Penurunan laju metabolik
rendah yang dalam (NREM) nonrapid eye movement tahap IV, tubuh
memperbaharui sel epitel dan sel khusus seperti sel otak. Sintesa protein
dan pembagian sel untuk pembaharuan jaringan seperti pada kulit, sumsum
(Potter&Perry, 2010).
Pada tidur (REM) rapid eye movement terjadi perubahan dalam aliran
koqnitif. Tidur memang sangat penting bagi tubuh manusia untuk jaringan
tenaga dan berpengaruh terhadap metabolisme tubuh. Selain itu juga bisa
21
3. Tahapan Tidur
Budi dan galuh 2009 mengatakan tubuh memiliki tahapan tidur yang
berbeda, mulai dari tidur ringan hingga nyenyak. Tahapan tidur terbagi
a. Fase I: Saat tidur, anda memasuki tidur ringan dan otak tetap
stimulus
beristirahat sepenuhnya.
d. Fase IV: Tidur nyenyak adalah tahap tidur yang paling kuat,
mental.
4. Fisiologis Tidur
lebih atau kurang. Tidur normal dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya
usia. Seseorang yang berusia muda cenderung tidur lebih banyak bila
22
dengan faktor ketuaan. Fisiologi tidur dapat dilihat melalui gambaran
polisomnografi sering dilakukan saat tidur malam hari. Alat tersebut dapat
movement (REM) dan tidur non-rapid eye movement (NREM). (Potter &
Perry 2010).
paradoks karena EEG aktif selama fase ini. Tidur NREM disebut juga tidur
ortodoks atau tidur gelombang lambat atau tidur S .Kedua ini bergantian
dalam satu siklus yang berlangsung antara 70-120 menit. Secara umum
ada 4-6 siklus REM yang terjadi setiap malam. Periode tidur REM makin
panjang tidur NREM terdiri dari empat stadium yaitu stadium 1,2,3,4.
(Suci, 2014).
a. Stadium 0:
mata menutup. Fase ini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat,
8-12 siklus per detik. Tonus otot meningkat. Aktivitas alfa menurun
23
b. Stadium 1:
menduduki sekitar 5% dari total waktu tidur. Pada fase ini terjadi
tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata
c. Stadium 2:
lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500
detik. Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun.
d. Stadium 3:
2 siklus per detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus
24
e. Stadium 4:
EEG berupa delta. Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat
atau tidur malam. Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur
total. Tidur ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah
tidur. Tidur REM ditandai dengan rekaman EEG yang hamper sama
dengan tidur stadium 1. Pada stadium ini terdapat letupan periodik gerakan
Tidur REM dan NREM berbeda dalam hal dimensi psikologik dan
NREM dengan pikiran abstrak. Fungsi otonom bervariasi pada tidur REM
tetapi lambat atau menetap pada tidur NREM. Jadi, tidur dimulai pada
Durasi periode REM meningkat menjelang pagi. (Potter & Perry 2010).
menyerang 66% orang yang berusia a60 tahun atau lebih yang tinggal
dirumah dan 34% orang yang tinggal difasilitas perawatan jangka panjang.
25
Gangguan tidur memperngaruhi kualitas hidup dan berhubungan dengan
angka moralitas yang lebih tinggi. Selama penuaan, pola tidur mengalami
tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur siang.
Jumlah waktu yang dihabiskan untuk tidur yang lebih dalam juga
tidur dengan jumlah totyal waktu yang dihabiskan untuk terjaga di malam
D. Konsep Lansia
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari.
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
26
yaitu perasaan positif, penampilan dan gambaran jasmani, perasaan
berbeda-beda, hal iyu benar diketahui, tetapi ada yang menyatakan itu
sebagai semacam penyakit hal itu tidak benar karena menua bukanlah
dalam menghadapi rangsangan dari luar maupun dari dalam tubuh. Pada
sistem tubuh dan juga pada mental maupun psikologis (Nugroho, 2010).
tinggi adalah keluhan yang merupakan efek dari penyakit kronis seperti
asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes. Sedangkan
Lanjut Usia Senja Cerah Kota Manado keluhan kesehatan yang sering
27
terjadi pada lansia diantaranya diare, gatal-gatal, batuk dan pilek,
hipertensi, pusing.
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh
(Nugroho W. 2010).
penghasilan berkurang.
b. Perubahan pada organ tubuh. Dimana pada sistem organ pada lansia
28
a. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pernafasan, antara lain
29
BAB III
A. Kerangka Konsep
B. Hipotesis
Cerah Manado.
Cerah Manado.
30
C. Definisi Operasional
Ukur
Insomnia
Sangat
Berat:4
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
(Hidayat, 2009).
1. Waktu Penelitian
2. Tempat Penelitian
1. Populasi
ini adalah seluruh lansia yang berjumlah 53 responden Dengan usia 60-
32
74 Tahun di Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah
Kota Manado.
2. Sampel
a. Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi merupakan karakteristik umum subjek dari suatu populasi target
b. Kriteria Eksklusi
33
E. Instrument Penelitian
1. Sumber Data
Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber
tanda dan gejala. Kursioner ini menggunakan skala ordinal yaitu jawaban
berikut: tidak ada keluhan insomnia: bila skor 11-19, insomnia ringan: bila
skor 20-27, insomnia berat: bila skor 28-36, dan insomnia sangat berat: bila
sebagai berikut :
34
b. Pelaksanaan latihan relaksasi otot progresif
3. Tahap persiapan
dan pinggang.
4. Tahap pelaksanaan
35
F. Pengolahan Data
1. Editing
2. Coding
kuesioner dan lembar observasi. Pemberian kode ini sangat penting bila
3. Entry
4. Cleaning
5. Tabulating
data dari jawaban kuesioner dan lembar observasi responden yang sudah
36
G. Analisa Data
1. Analisa Univariat
2. Analisa Bivariat
H. Etika Penelitian
2. Anonymity
37
3. Confidentially
penelitian.
38
BAB V
Senja Cerah Manado awal berdiri pada tahun 1976 dengan nama
balai ini berubah nama dari Balai Sasana Tresna Werdha Senja
Cerah menjadi Panti Sosial Tresna Werdha senja Cerah, dan pada
39
a. Ruangan Wisma Ratulangi
e. Ruangan Wisma 45
40
B. Hasil Penelitian
orang dengan usia 60-74 tahun. Jenis penelitian ini dirancang dalam bentuk
penelitian Pre Experiment dengan desain penelitian berupa One group Pre-Test
and Post-Test
1. Karakteristik Responden
Total 53 100
Total 53 100
berumur 60-65 tahun dan sebanyak 14 (34,4%) orang yang berumur 66-74 tahun
41
2. Analisa Univariat
Berat 35 70,0
Total 53 100
Tabel 4.3
Ringan 38 66,7
Total 53 100
relaksasi otot progresif pada lansia yang tidak mengalami keluhan insomnia /
orang (33,0%).
42
3. Analisa Bivariat
Tabel 4.4
terapi relaksasi otot progresif pada lansia yang mengalami insomnia yang paling
tinggi adalah 39 dan terendah 27 dengan mean 32,45. Sedangkan skor insomnia
setelah terapi relaksasi otot progresif yang paling tinggi adalah 21 dan terendah 12
43
apakah data penelitian terdistribusi normal pada data sebelum dan sesudah diberi
intervensi terapi relaksasi otot progresif, maka uji pada penelitian ini
pengamatan yang berpasangan dari data apakah berbeda atau tidak, data bertipe
interval atau ratio, dan datanya berdistribusi normal. Sehingga uji perbandingan
tingkat insomnia pre test dan post test yang digunakan adalah Uji Paired T-Test.
Tabel 4.5
Pre-Test Post-Test
Mean SD Mean SD
Berdasarkan tabel 4.5 dengan uji statistik dengan Paired T-Test pada pre
test dan post-test didapatkan p = 0,000 atau p < 0,05 berarti terdapat pengaruh
yang bermakna tingkat insomnia sebelum dan sesudah terapi relaksasi otot
progresif.
C. Pembahasan
44
otot progresif yang dilaksanakan selama kurang lebih 15-30 menit, satu kali sehari
secara teratur selama satu minggu. Hal ini terbukti dari adanya penurunan skor
insomnia pada lansia tersebut, yaitu sesudah di berikan intervensi latihan terapi
relaksasi otot progresif terjadi penurunan jumlah lansia pada tingkat insomnia 20
lansia. Tingkat insomnia berat dan sangat berat menjadi tidak sama sekali, dan
Hal tersebut di atas sesuai dengan teori yang dikemukakan (Irma Finiura
dilaksanakan 20-30 menit. Satu kali sehari secara teratur selama seminggu cukup
(01) disebut pre test, dan wawancara sesudah eksperimen (02) disebut post test.
Pretest dan pos test dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah
pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap perubahan tingkat insomnia pada
lansia.
45
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 minggu dimana pada hari pertama
relaksasi otot progresif selama selama 7 hari berturut-turut, terapi relaksasi otot
progresif dilaksanakan pada sore hari (sekitaran jam 3). Setelah perlakuan untuk
Pada awal penelitian ini telah didapatkan data awal dengan jumlah lansia
gangguan tidur, rata- rata mereka mengeluh sulit memulai tidur, sering terbangun
di malam hari dan susah untuk memulai tidur kembali, dengan jumlah jam tidur
±6 jam setiap hari. Setelah itu peneliti melakukan penentuan responden yang
memengaruhi hasil akhir penelitian. Untuk itu, sebelum memulai penelitian ini,
46
diantaranya: lansia berusia 60-74 tahun, dapat mendengar dan melihat, mengalami
sampai dengan tahap akhir. Sedangkan untuk kriteria ekslusinya sendiri adalah
jiwa, dan mengalami penyakit penyerta lainnya seperti , reumatik, asam urat.
adalah apa saja yang membuat otot dan pikiran kita menjadi rileks. Meregangkan
ini, anda akan meregangkan setiap kelompok otot selama lima detik dan
memusatkan perhatian pada sensasi ini. Hal ini diikuti dengan bernapas dalam-
dalam lalu melepaskan tegangan sehingga otot menjadi benar-benar lemas, Bruce
Goldberg (2013).
1. Karakteristik Responden
responden (34,4%) responden dalam rentang umur 65-74 tahun. Menurut Luce
dan Segal dalam Nugroho (2012) mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan
faktor terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. Keluhan kualitas tidur
seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini di dukung juga oleh Martono &
47
Pranarka (2011), bahwa pada usia lanjut ekskresi cortisol dan GH (Growth
jenis kelamin ini tidak dikatakan sebagai penyebab insomnia tetapi hanya
dan laki-laki.
insomnia ringan sebanyak 38 orang (66,7%), berat 35 orang (70,0%), dan sangat
berat 18 orang (30,0%). Sebelum diberikan relaksasi otot progresif pada lansia
maka dilakukan pre test terlebih dahulu. Pada hasil pre test terhadap parameter
kualitas tidur diperoleh hasil yaitu mean total dari skor pemenuhan kebutuhan
tidur lansia, yaitu 32,45 (SD=3,421). Hal ini sesuai dengan pemberian relaksasi
terbangun tengah malam, merasa ngantuk di siang hari, kurang puas dengan tidur,
gelisah saat tidur, dan badan terasa lemah kurang tenaga setelah tidur. Dari hasil
wawancara responden juga mengatakan bahwa mereka sulit memulai tidur dan
sering terbangun dimalam hari dan sulit untuk tidur kembali, meskipun tertidur
kembali harus menunggu beberapa menit atau beberapa jam. Menurut Martono
48
dan Pranarka (2011) Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkardian
tidur normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nugroho (2012) yang menyatakan Lansia
menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur untuk memulai tidur, frekuensi
mengantuk, penurunan efisiensi tidur dan mudah jatuh tidur pada siang hari.
Pendapat lain juga didukung oleh Winanto (2009) bahwa lansia perlu
jumlah, tetapi bergantung pada pemenuhan kebutuhan tubuh untuk tidur. Lamanya
waktu tidur tergantung dari individunya sendiri dan yang menjadi salah satu
bangun tidur. Seseorang yang segar artinya kebutuhan tidurnya sudah tercukupi.
kecemasan, kondisi fisik dan gaya hidup. Ketika individu mengalami ketegangan
dan kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf simpatis, sedangakan pada saat
rileks yang bekerja adalah sistem saraf parasimpatis. Jadi relaksasi otot progresif
dapat mengurangi rasa tegang dan cemas. Ramdhani (2011). Begitupun penelitian
yang dilakukan oleh Praptini, K.D. (2014) tentang pemberian relaksasi otot
Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Viska Suci (2014) tentang
49
Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah Manado di dapatkan Hasil penelitian
yang dilakukan terhadap 53 orang lansia tahun 2014, dapat disimpulkan sebagai
berikut : Lebih dari separuh responden mengalami stress sedang yaitu sebanyak
47 orang (78,3 %), lebih dari separuh responden mengalami insomnia ringan yaitu
sebanyak 49 orang (81,7 %), ada hubungan yang bermakna antara stres dengan
orang (66,7%), berat 35 orang (70,0 %), dan sangat berat 18 orang (30,0%)
Setelah dilakukan terapi relaksasi otot progresif pada lansia, yang tidak
insomnia ringan sebanyak 38 orang (66,7%). Hasil yang didapatkan dari mean
total skor pemenuhan kebutuhan tidur mengalami peningkatan yaitu Mean 18,53
(SD=3,876)
Medicine (2010) menyebutkan efek dari relaksasi otot progresif membantu lansia
50
meningkatkan pemenuhan kebutuhan tidur dapat dilakukan dengan melakukan
teknik relaksasi yaitu relaksasi otot progresif sehingga dapat memenuhi kebutuhan
efek rileks yang melibatkan saraf parasimpatis dalam sistem saraf pusat. Fungsi
salah satu saraf parasimpatis adalah menurunkan produksi hormone adrenalis atau
ketegangan sehingga menjadi lebih rileks. Asumsi dasar lain pemilihan terapi
relaksasi otot progresif selain mempengaruhi kerja sistem saraf simpatis dan saraf
parasimpatis adalah terapi ini bertujuan untuk memberikan rasa nyaman pada
otot-otot ketika terjadi stres maka otot-otot pada beberapa bagian tubuh menjadi
menegang seperti otot leher, punggug, dan lengan. Ketika individu mengalami
dapat merasa rileks. Ketika kondisi fisiologisnya sudah rileks, maka kondisi
ketegangan dan individu yang dalam kondisi rileks secara otomatis dapat
memudahkan proses terjadinya pengubahan pola pikirnya yang tidak logika atau
keyakinan yang rasional menjadi pola pikir yang rasional atau keyakinan yang
Hal tersebut sesuai dengan teori Triyanto (2014) bahwa teknik relaksasi
51
mengatasi insomnia dan asma. Hal itu juga sesuai dengan teori yang dikemukakan
dilakukan sebanyak 3 kali latihan. Begitupun penelitian yang dilakukan oleh Erna
Erliana (2013) Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia Sebelum Dan Sesudah Latihan
Cerah Manado di dapatkan bahwa Setiap lansia di BPSLUT Senja Cerah Manado
merasakan manfaat latihan relaksasi otot progresif. Sebelum latihan relaksasi otot
progresif, sebagian besar lansia mengalami tingkat insomnia ringan dan sebagian
kecil mengalami tingkat insomnia berat dan sangat berat. Sesudah latihan
relaksasi otot progresif sebagian besar lansia berada pada tingkat tidak ada
sebelum dan sesudah latihan relaksasi otot progresif. Berdasarkan uji statistik
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat insomnia lansia sebelum dan
sesudah latihan relaksasi otot progresif di BPSLUT Senja Cerah Manado pada
taraf signifikansi 5%
Meregangkan otot agar menjadi rileks adalah sebuah paradoks yang jitu.
Ketika kita stres atau marah, otot-otot kita bersiap untuk “bertarung atau mundur”
52
relaksasi, pendekatannya sangat sederhana. Selama bertahun-tahun dikembangkan
teknik relaksasi otot progresif, tidak jarang teknik itu digabungkan dengan
Keadaan rileks adalah keadaan saat seorang atlet berada dalam kondisi
emosi yang tenang, yaitu tidak bergelora atau tegang. Keadaan tidak bergelora
tidak berarti merendahnya gairah untuk bermain, melainkan dapat diatur atau
melalui berbagai prosedur, baik aktif maupun pasif.. Prosedur aktif artinya
kegiatan dilakukan sendiri secara aktif. Sementara itu prosedur pasif berarti
seseorang yang sedang berada dalam keadaan sepenuhnya rileks tidak akan
tahun 1938, Jacobsen merancang suatu teknik relaksasi yang kemudian menjadi
cikal bakal munculnya apa yang disebut sebagai Latihan Relaksasi Progresif
bahwa seseorang dapat diubah menjadi rileks pada otot-ototnya. Sekaligus juga
latihan ini mengurangi reaksi emosi yang bergelora, baik pada sistem saraf pusat
maupun pada sistem saraf otonom. Latihan ini dapat meningkatkan perasaan segar
53
Relaksasi progresif adalah cara yang efektif untuk relaksasi dan
mengurangi kecemasan. Jacobson yakin, jika kita bisa belajar tepat, maka hal ini
akan diikuti dengan relaksasi mental atau pikiran. Teknik yang digunakan
(2012).
bermakna terhadap tingkat insomnia sebelum dan sesudah terapi relaksasi otot
insomnia (66,7%) dan insomnia ringan sebanyak 20 orang (33,3%) serta tidak ada
lansia yang mengalami insomnia berat maupun sangat berat. Hasil penelitian skor
insomnia sebelum terapi relaksasi otot progresif menunjukkan bahwa yang paling
tinggi adalah 39 dengan mean 32,45. Sedangkan skor sesudah terapi relaksasoi
54
Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan tingkat insomnia sebelum dan
setelah terapi relaksasi otot progresif, dilakukan dengan menggunakan uji statistik
dengan Paired T-Test karena data pre test dan post-test berdistribusi normal
dengan niali yang didapatkan p = 0,000 atau p < 0,005 maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan bermakna tingkat insomnia pada pre test
dengan post test. Perbedaan bermakna yang dimaksud adalah lansia yang
responden (33,3%) tidak lagi mengalami keluhan insomnia dan sebanyak 20 orang
(66,7%) mengalami penurunan insomnia dari berat, sangat berat turun menjadi
ringan. Sehingga terapi relaksasi ini efektif digunakan untuk mengatasi insomnia.
didapatkan sebelum terapi relaksasi otot progresif dan setelah terapi relaksasi otot
progresif dimana p = 0,000 atau p < 0,05 artinya terdapat perbedaan insomnia
sebelum dan setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada lansia di Balai
Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah Manado. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumiarsih dan Widad (2013) tentang
tidur pada lansia di Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah
55
Manado, mengemukakan bahwa relaksasi progresif adalah cara yang efektif untuk
kita melalui suatu cara yang tepat, maka hal ini akan diikuti dengan relaksasi
mental atau pikiran. Dari hasil penelitiannya bahwa relaksasi otot progresif
tidur pada lansia. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Maryam Saeedi
efek menguntungkan dari relaksasi otot progresif, metode ini bisa diajarkan
sebagai metode yang berguna untuk meningkatkan kualitas tidur pasien di bangsal
hemodialisis.
yang sedang tidak dirawat. Dengan menggunakan model pre test - pos ttes yang
signifikan dari waktu tidur, penurunan frekuensi terbangun dimalam hari, tidur
lebih tenang, perasaan lebih segar saat terbangun, dan merasa lebih puas dengan
56
untuk tidur ringan selama 3 jam pertama dari waktu tidur, dan lebih banyak waktu
tidur dengan gelombang lambat selama 3 jam pertama dari waktu tidur.
Tidur tak hanya sekedar rutinitas bagi manusia, melainkan juga merupakan
kebutuhan bagi tubuh dan pikiran. Secara umum manusia dewasa membutuhkan
waktu 7-9 jam sehari untuk tidur, lain halnya dengan lansia yang mengalami
penurunan waktu tidur yaitu sekitar 6-7 jam sehari. Selain kuantitas, kualitas tidur
juga perlu diperhatikan. Tidur haruslah nyenyak agar kita bisa merasakan
manfaatnya secara optimal. Pada umumnya manusia berakivitas pada siang hari,
dan istirahat pada malam harinya. Ini seperti sebuah pola alamiah. Pada malam
hari tentunya kualitas tidur kita akan jauh lebih baik daripada siang hari. Alasan
lain mengapa tidur malam hari itu penting dan lebih baik adalah cahaya. Perlu
anda ketahui bahwa tubuh memproduksi hormon melatonin dalam keadaan tanpa
cahaya (gelap), yaitu mulai pukul 21.00 (jam 9 malam). Hormon ini memiliki
pertumbuhan sel tumor dan kanker sehingga dapat melindungi tubuh dari kanker
kortisol yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah. Kinerja jantung akan lebih
baik dan jantung akan lebih sehat bila kita cukup tidur pada malam hari.
Meningkatkan daya tahan tubuh pada malam hari hingga menjelang subuh adalah
waktu yang tepat untuk memproduksi hormon melatonin. Hormon ini merupakan
antioksidan yang kuat di dalam tubuh. Melatonin akan melawan bibit penyakit
maupun radikal bebas. Dengan adanya melatonin berarti kita punya senjata untuk
57
melawan toksin, sehingga daya tahan tubuh meningkat. Ingat, melatonin hanya
akan diproduksi jika anda tidur dengan mematikan lampu. Selain melatonin, tubuh
juga akan memproduksi kortisol dalam jumlah normal. Kortisol akan berfungsi
mengatur sistem kekebalan tubuh dan tekanan darah. Jadi, cukup tidur adalah cara
Tidur merupakan waktu yang sangat tepat dan dibutuhkan oleh tubuh kita
untuk membuang racun. Proses pembuangan racun tersebut akan lebih optimal
pada saat malam hari. Namun perlu diketahui bahwa proses pembuangan racun
waktu. Oleh karena itu, tidak disarankan untuk tidur terlalu malam atau bangun
terlalu siang agar proses pembuangan racun tubuh tidak terganggu (Tortora dalam
lambung dan organ lainnya. Ini karena gerak peristaltik dan getah pencernaan
tidur. Secara alami asam lambung meningkat saat tidur. Jika lambung penuh
makanan maka asam lambung akan semakin banyak dan mengakibatkan sakit
diberikan oleh malam adalah kekuatan fokus. Fokus merupakan salah satu kunci
58
yang diberikan malam. Introspeksi adalah cara untuk menghisap diri sendiri,
sendiri, agar dengannya diri ini tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama, atau
minggu secara teratur ini membuktikan bahwa terapi relaksasi otot progresif ini
mempunyai hasil yang signifikan untuk menurunkan tingkat insomnia pada lansia.
tidur, dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah
responden yang mengalami insomnia pada tiap-tiap skor setelah penerapan terapi
relaksasi otot progresif serta berdasarkan uji stastistik menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah terapi
relaksasi otot progresif. Adanya perbedaan ini disebabkan terapi relaksasi otot
progresif merupakan salah satu terapi yang membantu lansia dalam mengatasi
insomnia. Selain itu dengan terapi relaksasi otot progresif pada lansia ini, dapat
lansia mengubah pola hidup yang dapat mengganggu kualitas dan kuantitas tidur
lansia.
59
Senjah Cerah Manado dan penerapan terapi relaksasi otot progresif ini merupakan
salah satu terapi non medis yang dapat menurunkan tingkat insomnia pada lansia.
D. Keterbatasan Penelitian
sama antara responden yang satu dengan responden yang lainnya karena
baik, ada juga psikososial yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya,tetapi
60
BAB VI
A. Kesimpulan
Berat
B. Saran
1. Bagi Peneliti
produktivitas dan usia harapan hidup lansia di BPLU Senja Cerah Manado.
2. Bagi Institusi
61
3.Bagi Masyarakat
terkait dengan penelitian agar bisa menjadi acuan dalam menjalani pola hidup
62
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, Budi Tri drh dan Akoso, Galuh H.E (2009). Med Express Seri
penyembuhan alami bebas Insomnia. Yogyakarta : KANSIUS
Ari, D. 2010. Pengaruh relaksasi Progresif terhadap tingkat kecemasan pada
pasien di rumah sakit jiwa daerah Surakarta. Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Azizah, M. (2011). Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bruce Goldberg, (2013). Self Hypnosis. Penerbit B-First
Dewi, PA. (2013) Angka Kejadian Serta Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Gangguan tidur (Insomnia) pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Wana Seraya Denpasar Bali. Diakses pada tanggal 11 Maret 2019.
Efendi, Ferry & Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika,2009.
Erliana, Erna, dkk. (2013) Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia Sebelum dan
Sesudah Latihan Relaksasi Otot Progresif (Progressive Muscle
Relaxation) Di BPSTW Ciparay Bandung. Diakses pada tanggal 11
Maret 2019.
Ernawati dan Agus, S. (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Terjadinya Insomnia pada Lanjut Usia Didesa Gayam Kecamatan
Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. Diakses pada tanggal 20 Maret
2019.
Gemilang, J, (2013). Buku Pintar Manajemen Stres dan Emosi. Yogyakarta :
Salemba Medika.
Hidayat, A. A. 2009. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data.
Jakarta; Salemba Medika
Iwan. Skala Nominal (KSPBJ Insomnia Rating Scale). 2009. Diakses pada
tanggal 20 Maret 2019.
Irma Finuria Mustikawati (2015). Efek Terapi Otot Progresif Dalam Menurunkan
Tingkat Stres Kerja Pada Perawat Panti Werdha Elim Di Semarang.
Diakses pada tanggal 11 Juli 2019.
Kadar, K. S. (2013). Agein in Indonesia Health status & Challengs for the Future.
Agein International, 261-270.
63
Martono, H. H & Pranarka, K. (2012). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4 cetakan keMaheswari, S. K., TakL, G.
S., & KUA Manpreet. (2016). Effectivenes of Progresive Muscle
Relaxation Techique on Anxiety Among Elderly. International Journal
of Therapeutic Applications. Vol.32 hal 48-54.
Mustika, ER, dkk. Pengaruh membaca terhadap Kualitas Tidur Lansia di
Posyandu Lansia Matahari Senja Kelurahan Kedungdora Surabaya.
2014. Diakses pada Tanggal 25 Maret 2019.
Marks, I. Tracey. (2011). Master Your Sleep, Proven Methode Simplied. USA :
Bascom Hills Publish Group.
Maas, M. L. et al. (2011). Asuhan Keperawatan Geriatrik: Diagnosis NANDA,
Kriteria Hasil NOC & Intervensi NIC (Renata Komalasari, Ana
Lusyana, Yuyun Yuningsih, penerjemah). Jakarta: EGC. Maas, M. L.
et al. (2011). Asuhan Keperawatan Geriatrik: Diagnosis NANDA,
Kriteria Hasil NOC & Intervensi NIC (Renata Komalasari, Ana
Lusyana, Yuyun Yuningsih, penerjemah). Jakarta: EGC.
Mashudi. (2012). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap kadar
Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Diakses Tanggal 10 juli 2019
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasinya. Jakarta :
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S.2012. Promosi Kesehatan dan perilaku Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan., Jakarta: EGC.
Rineka.
Nugroho. (2010). Keperawatan Gerontik edisi: 2. Jakarta :EGC
Padila. (2013). Buku ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nusa Medika.
Pranata, AE (2013). Dampak Relaksasi progresif pada klien yang mengalami
kecemasan dan masalah tidur sebelum pelaksanaan operasi kolostomi
diruang 19 dan 17 RSU.DR.Saiful Anwar Malang. Jurnal Kesehatan
DR.Soebandi. Vol.1 No.2
Potter, P.A & Perry, (2010). Fundamental Keperawatan. Edisi 7.Vol 2, Jakarta :
Salemba Medika.
Potter, A.P., & Perry, G.A. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses dan Praktik. Ed 4. Jakarta:EGC.
Ramaita, (2010). Jurnal Fakultas Kedokteran UNAND Hubungan Stres dengan
Kejadian insomnia pada Lansia. Diakses pada tanggal 27 Maret 2019.
64
Ramdhani, n., Putra, A.A. (2009). Pengembangan Multimedia Relaksasi. Diakses
pada tanggal 27 juni 2019.
Ramdhani, N. dan Putra, A.A. (2011). Studi pendahuluan multimedia interaktif
terapi relaksasi “laporan penelitian (tidak dilampirkan).
Saedi, M., Ashktorab, Tahereh., Saatchi, Kiarash., Zayeri, Farid., Amir, Sadighe.,
& Akbari, Ali. (2012). The Effect Of Progressive Muscle Journal Of
Critical Care Nursing. Vol.5 No.1
Setyoadi, Kushariyadi, (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Jiwa Pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta : Salemba Medika.
Viska, Suci, Ramadhani (2014). Hubungan stress dengan kejadian Insomnia pada
lansia di panti sosial tresna werdha kasih sayang ibu Batusangkar.
Skripsi Universitas Muhammadiah Sumatera Barat. Diakses pada
tanggal 20 Maret 2019.
65
Lampiran 1
Kepada Yth
Calon Responden
Di-
Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu
Nim : 1514201338
pertanyaan yang kami berikan dan mengikuti prosedur yang kami tetapkan.
kerahasiaannya, sehingga tidak akan merugikan Lansia. Jika Lansia tidak bersedia
Peneliti
(Leysi Kantohe)
66
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(Inform Concent)
Insomnia Pada Lansia” Saya berharap penelitian ini tidak akan mempunyai
dampak negatif serta merugikan bagi saya dan keluarga saya, sehingga pertanyaan
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sukarela tanpa paksaan dari
Responden
67
Lampiran 3
A. Identitas Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pekerjaan :
a. Petani
b. Swasta
c. PNS
d. IRT
5. Pendidikan terakhir :
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Perguruan Tinggi
B. Kuesioner Insomnia
1. Apakah anda kesulitan untuk memulai tidur ?
1.Tidak pernah 3 Kadang-kadang
2.Sering 4. selalu
2. Apakah anda tiba-tiba terbangun pada malam hari ?
1.Tidak pernah 3.Kadang-kadang
2.Sering 4.selalu
3. Apakah anda bisa terbangun lebih awal/dini hari?
1. Tidak pernah 3.Kadang-kadang
2. Sering 4.selalu
68
4. Apakah anda merasa ngantuk disiang hari?
1.Tidak pernah 3.Kadang-kadang
2. Sering 4.selalu
5. Apakah anda merasa sakit kepala di siang hari?
1. Tidak pernah 3.Kadang-kadang
2. Sering 4.selalu
6. Apakah anda merasa kurang puas dengan tidur Anda?
1. Tidak pernah 3.Kadang-kadang
2. Sering 4.selalu
7. Apakah anda merasa kurang nyaman atau gelisah disaat tidur?
1.Tidak pernah 3.Kadang-kadang
2. Sering 4.selalu
8. Apakah anda mendapat mimpi buruk disaat tidur?
1.Tidak pernah 3.Kadang-kadang
2. Sering 4.selalu
9. Apakah anda merasa badan terasa lemah, letih, kurang tenaga, dan susah tidur?
1.Tidak pernah 3.Kadang-kadang
2. Sering 4.selalu
10. Apakah anda jadwal jam tidur sampai bangun tidur anda tidak beraturan?
1. Tidak pernah 3.Kadang-kadang
2. Sering 4.selalu
11. Apakah anda tidur selama 6 jam dalam semalam ?
1. Tidak pernah 3.Kadang-kadang
2. Sering 4.selalu
KETERANGAN
1. Skor 1:11-19= tidak ada keluhan insomnia
2. Skor 2:20-27= insomnia ringan
3. Skor 3:28-36= insomnia berat
4. Skor 4:37-44= insomnia sangat berat
69
Lampiran 4
LEMBAR OBSERVASI
Inisiasi Subjek :
Tanggal/Waktu Penelitian :
Intervensi yang dilakukan :
Petunjuk : Jawaban akan di isi oleh peneliti berdasarkan
hasil observasi
yang telah dilakukan peneliti
Laki-laki
Perempuan
b. Usia :
c. Pekerjaan :
Pegawai negeri
70
Petani/buruh
Lain-lain
Pendidikan tinggi
SMA
SMP
SD
Tidak Sekolah
71
OBSERVASI SKALA INSOMNIA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
72
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
73
Gambar 2.1 Standar Oprasional Prosedur
NO PROSEDUR
1.
Gerakan 1 dan 2
2.
74
Gerakan 3
Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan. Kemudian membawa
kedua kepalan ke
3.
Gerakan 4
75
Gerakan 5,6,7, dan 8
5.
76
udara sebanyak-banyaknya. Ditahan selama beberapa saat, sambil
merasakan ketegangan di bagian dada sampai turun ke perut,
kemudian dilepas. Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal
dengan lega. Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan
antara kondisi tegang dan relaks.
6.
77
Lampiran 5
MASTER TABEL
1 AW 1 1 7 5 3 1
2 DS 2 2 8 6 3 2
3 CV 1 1 8 5 4 2
4 FD 2 2 7 6 3 1
5 FG 1 1 8 5 3 2
6 DE 1 2 7 5 3 1
7 DF 2 2 8 6 4 1
8 DA 1 1 7 5 3 2
9 VC 2 1 7 5 4 1
10 DS 1 2 8 6 3 1
11 CV 2 1 7 5 4 2
12 SA 1 2 8 5 3 2
13 DS 2 1 7 5 4 1
14 AS 1 1 7 5 3 1
15 AS 2 2 7 6 3 2
16 DS 2 1 8 5 4 1
17 SA 1 1 7 5 3 2
18 SD 2 2 8 6 3 1
19 AW 1 1 7 5 3 2
20 AE 2 1 8 6 4 2
21 DR 2 2 7 5 4 1
22 DG 2 1 7 6 4 1
23 DF 1 1 7 5 4 2
24 FV 1 1 8 6 3 2
25 CV 2 2 7 6 3 1
26 BV 1 1 7 6 3 1
27 NB 2 2 8 6 4 2
28 GR 1 1 7 5 3 1
29 FD 2 1 7 6 3 2
30 FG 2 2 8 5 3 2
31 VF 2 1 7 5 4 1
32 UQ 1 1 7 6 3 1
33 IW 1 2 7 5 3 2
34 SF 2 1 8 5 3 2
78
35 DA 1 1 8 6 3 1
36 SD 2 2 7 5 4 1
37 CA 1 1 7 5 3 2
38 AS 2 2 7 6 4 1
39 AS 2 2 8 5 3 2
40 WR 2 1 7 6 4 1
41 WO 1 2 7 5 3 2
42 RT 2 2 7 6 4 1
43 DR 1 1 8 5 3 1
44 ER 2 2 7 6 4 2
45 KL 2 1 7 6 3 2
46 LY 1 2 7 5 4 2
47 TF 2 2 7 5 3 1
48 BG 1 1 7 6 4 2
49 DR 2 2 8 6 3 2
50 ES 1 1 8 5 3 2
51 BN 2 2 7 5 3 1
52 MO 2 1 8 5 4 2
53 YG 1 2 8 6 3 2
Keterangan :
Umur : Jenis Kelamin: Tingkat Insomnia :1
60-65 = 1 Laki-laki = 1 Tidak Insomnia :2
66-74 = 2 Perempuan = 2 Insomnia Berat :3
Insomnia sangat Berat :4
79
Lampiran 6 Hasil Uji Statistika
Statistics
JENIS
UMUR KELAMIN
N Valid 30 30
Frequency Table
UMUR
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
JENIS KELAMIN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
80
Statistics
insomniasangat
Insomniaringan insomniaberat berat
N Valid 53 53 53
Missing 2 2 2
N Mean Sum of
Rank Ranks
Test Statisticsa
posttesttin
gkatinsom
niapadalan
sia -
pretestting
katinsomni
apadalansi
a
Z -6.442b
Asymp. Sig. (2- .000
tailed)
81
Tingkatinsomniapretest
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tingkatinsomniaposttest
Frequen Valid Cumulative
cy Percent Percent Percent
Valid tidak ada
15 32,3 33,3 33,3
insomnia
insomnia ringan 38 64,5 66,7 100,0
Total 53 96,8 100,0
Missing System 2 3,2
Total 55 100,0
Cases
Descriptives
Statistic Std. Error
Mean 32,45 777
95% Confidence Interval for Lower Bound 31,65
Mean Upper Bound 35,44
5% Trimmed Mean 33,21
Skor Median 34,00
insomn Variance 12,754
ia pre Std. Deviation 3,421
test Minimum 27
Maximum 39
Range 12
Interquartile Range 5
82
Skewness -372 ,597
Kurtosis -401 1,154
Mean 18,53 ,10078
95% Confidence Interval for Lower Bound 15,90
Mean Upper Bound 19,17
5% Trimmed Mean 16,55
Skor Media n 15,00
insomni Variance 8,695
a post
Std. Deviation 2,876
test
Minimum 12
Maximum 21
Range 8
Interquartile Range 5
Skewness 232 ,597
Kurtosis -3,543 1,154
Pair 1 Skor
insomnia
pre test 32,45 30 3,421 .777
Skor
insomnia 18,53 30 2,876 ,10078
post test
N Correlation Sig.
83
Paired Samples Test
Paired Differences
84
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
85
.
86