Anda di halaman 1dari 88

Buku Panduan Guru

Kewirausahaan Sosial
Berbasis Sekolah

www.britishcouncil.or.id
Buku ini dikembangkan oleh:

Cliff Southcombe dari Social Enterprise Europe

Diadaptasi untuk keperluan British Council Indonesia oleh:

Rini Sudaryani

Mahardhika S. Sadjad

Kontributor

Ir. Azhar Qozazirin

Budi Purnawanto, ST, M.MPd

Iip Waripah.

Fajar Anugerah

Rubiyanto, S.Sos

Ir. Salamah

Setyawan, S.Pd

Siti Mugi Rahayu

Syaeful Alam, S.Pdi

Modul tersebut telah diujicobakan secara terbatas oleh para kontributor di Pondok Pesantren Al Ittifaq, pada tingkat SD/ MI, SMP/ MTs,

dan SMA/ MA. Modul ini dinilai memadai untuk keperluan sosialisasi pengembangan kewirausahaan sosial di sekolah, namun tidak tertu-

tup kemungkinan adanya pengembangan lebih lanjut di kemudian hari. Saran dan kritik atas isi dan format modul dapat disampaikan ke

information@britishcouncil.or.id

Hak Kekayaan Intelektual Modul Skills for Social Entrepreneurship dimiliki oleh British Council Indonesia dan Cliff Southcombe. Kami

memberikan izin kepada semua pihak untuk menggunakan modul tersebut untuk kepentingan non-komersil. Segala bentuk pengem-

bangan dan penggunaan modul harus mencantumkan nama British Council Indonesia dan Cliff Southcombe.

Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan modul, kami ucapkan banyak terima kasih.
Petunjuk Penggunaan

Modul ISSN

Modul ini dirancang untuk digunakan oleh para guru dalam mengajarkan materi Kewirausahaan
Sosial bagi siswa-siswi di tingkat pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama/Madrasah Tsanawiyah maupun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/Madrasah Aliyah.

Penyusunannya disesuaikan dengan memperhatikan konteks anak-anak muda yang dinamis, dan
di antara mereka kemungkinan telah memiliki potensi wirausaha namun memerlukan stimulasi dan
dukungan agar kemampuan mereka dapat berkembang.

Modul ini terdiri dari beberapa bab dan sub bab yang masing-masing berisi Pengantar dan Manual
Guru serta pada bagian akhir terdapat Lampiran.

• Pengantar merupakan penjelasan yang berkaitan dengan topik bab terkait serta pendekatan
teori

• Manual Guru terdiri dari :


1. Tujuan umum pembelajaran
Menjelaskan tentang maksud dari penyampaian materi

2. Tujuan khusus kegiatan


Menjelaskan tentang sasaran yang diharapkan dapat tercapai dalam pembelajaran

3. Durasi
Menjelaskan tentang jumlah waktu yang diperlukan untuk melakukan latihan atau tugas

4. Sasaran siswa
Menjelaskan tentang tingkat jenjang pendidikan yang disarankan

5. Persiapan
Menjelaskan tentang persiapan peralatan yang diperlukan
Petunjuk Penggunaan

6. Pengaturan Kelas
Menjelaskan tentang pengaturan tata ruang kelas agar tercipta suasana kelas yang mendu-
kung

7. Pengajaran
Merupakan rangkaian tahapan yang disarankan dalam memandu pelaksanaan latihan dan tu-
gas

8. Kesimpulan kegiatan
Merangkum tentang keterkaitan antara materi latihan dan tugas yang telah dilaksanakan de-
ngan konteks kewirausahan sosial

9. Evaluasi
Menjelaskan tentang capaian yang diharapkan setelah hasil pembelajaran

• Lampiran terdiri dari informasi maupun lembaran isian yang akan digunakan pada saat siswa
melaksanakan latihan.

Penggunaan materi dapat disesuaikan dengan kondisi maupun kurikulum sekolah masing-masing.
Jika modul tersebut tidak dapat digunakan dalam kelas sebagai bagian dari kurikulum, kami me-
nyarankan alternatif penggunaan modul sebagai materi kegiatan tambahan.

Aktivitas siswa melalui tugas dan latihan memerlukan tingkatan perencanan dan pengelolaan yang
berbeda-beda. Kami menyarankan agar siswa-siswi diberi kesempatan sebanyak mungkin dalam
persiapan pengorganisasian - mencari sumber informasi yang diperlukan secara bersama, keter-
libatan aktif dalam diskusi dan pemilihan ketua kelompok– ini semua adalah bagian dari bekerja
sama - dan kerjasama adalah prasyarat untuk membangun kewirausahaan sosial yang sukses.

Guru dapat menggunakan tugas-tugas dengan dinamis sehingga memungkinkan terciptanya sua-
sana kelas yang hangat, menarik dan kreatif.
Daftar Isi

Pengantar I : Kewirausahaan Sosial

• Pendahuluan 1

• Pengertian Kewirausahaan Sosial 3

• Model-model Kewirausahaan Sosial 5

Manual Guru 1-1 : Makhluk Apakah Kewirausahaan Sosial itu ? 12

Manual Guru 1-2.a : Apakah Kewirausahaan Sosial Itu ? 15

Manual Guru 1-2.b : Apakah Kewirausahaan Sosial Itu ? 18

Manual Guru 1-3 : Lembaga Kewirausahaan Sosial atau Perusahaan ? 23

Pengantar II : Memahami Komunitas 25

• Komunitas

Manual Guru 2-1 : Mengenali Komunitas 27

Manual Guru 2-2 : Mengidentifikasi Masalah 29

Manual Guru 2-3 : Alternatif Pemecahan Masalah 33

Manual Guru 2-4 : Pernyataan Tujuan 37

• Potensi Komunitas

Manual Guru 2-5 : Mengukur Potensi Ekonomi Komunitas 41

• Pemangku Kepentingan/Stake Holder

Manual Guru 2-6 : Memetakan Stake Holder 46

III. Merancang Usaha Sosial Anda

Manual Guru 3-1 : Kanvas Model Bisnis 53

IV. Pengantar Audit Sosial

Manual Guru 4-1 : Studi Banding ke Sekolah Lain 56

Lampiran 64
Pendahuluan

I. Kewirausahaan Sosial
PENDAHULUAN

Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia terdapat nilai-nilai sosial yang membentuk kearifan lokal
(local wisdom) dan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Misalnya, gotong royong, keke-
luargaan, musyawarah untuk mufakat, dan tepa selira (toleransi). Hadirnya kearifan lokal ini tak bisa
dilepaskan dari nilai-nilai religi yang dianut masyarakat Indonesia sehingga nilai-nilai kearifan lokal
ini makin melekat pada diri mereka. Tak mengherankan, nilai-nilai kearifan lokal ini dijalankan tak
semata-mata untuk menjaga keharmonisan hubungan antarmanusia, tetapi juga menjadi bentuk
pengabdian manusia kepada Sang Pencipta.

Kearifan lokal inilah yang mendorong manusia berkelompok dan membentuk entitas. Bagi
Francis Fukuyama, penulis buku Trust the Social Virtues and the Creation of Prosperity, kearifan
lokal merupakan modal sosial yang dipandang sebagai bumbu vital bagi perkembangan pember-
dayaan ekonomi masyarakat. Fukuyama menunjukkan hasil studi di berbagai negara bahwa modal
sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi karena adanya tingkat
rasa percaya yang tinggi, dan kerekatan hubungan dalam jaringan yang lebih luas tumbuh di antara
sesama pelaku ekonomi.

Dengan bahasa lain, modal sosial ini mampu ditingkatkan menjadi kewirausahaan sosial. Termoti-
vasi oleh permasalahan yang dihadapi masyarakat (social problem), muncullah inisiatif untuk men-
ciptakan manfaat sosial (social benefit) yang kemudian turut menumbuhkan manfaat ekonomi (eco-
nomic benefit) sehingga berdirilah Social Enterprise atau lembaga kewirausahaan sosial.

Dalam bangunan perekonomian Indonesia saat ini, tingkat pengangguran pemuda masih cukup
tinggi, sehingga akan mengakibatkan masalah sosial yang cukup tinggi pula apabila tidak mem-
peroleh perhatian yang serius. Beberapa masalah sosial yang dipengaruhi oleh tingginya pengang-
guran diantaranya kemiskinan, penyalahgunaan narkoba, kriminalitas, pergaulan bebas, preman-
isme, jual-beli manusia (human trafficking), dan lain sebagainya. Kondisi tersebut akan mengganggu
pembangunan di segala bidang dan stabilitas nasional. Oleh karena itu, yang dibutuhkan saat ini
adalah suatu solusi nyata yang dapat membantu mengatasi permasalahan di atas.

Salah satu solusi tersebut adalah dengan meningkatkan semangat kewirausahaan pada setiap indi-
vidu yang ada di masyarakat, terutama kaum muda sebagai tulang punggung bangsa, diantaranya
adalah melalui pengembangan kewirausahaan sosial berbasis sekolah.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 1


Pendahuluan

Kewirausahaan Sosial di Pondok Pesantren Al Ittifaq

Di wilayah dataran tinggi selatan Bandung terdapat se-


buah lembaga pendidikan Pondok Pesantren (Ponpes)
Al Ittifaq yang dipimpin oleh KH. Fuad Affandi, yang
dikenal dengan panggilan akrab Mang Haji. Ponpes Al
Ittifaq mengajarkan siswa tingkat TK, MI, MTs dan MA.

Selain menyediakan sarana pendidikan dan pembelajar-


an, Ponpes Al Ittifaq juga berperan sebagai penggerak agribisnis sayuran dataran tinggi. Bersama
lima gabungan kelompok tani (gapoktan) di sekitar ponpes, dan melibatkan santrinya dalam akti-
vitas agribisnis, Ponpes Al Ittifaq menyuplai 3-4 ton sayuran per hari ke gerai-gerai Hero (Giant),
Makro (Lotte), Diamond, Yogya, Ramayana dan Superindo serta Restoran-restoran dan hotel yang
ada di Bandung dan Jakarta. Bila rata-rata harga sayuran tersebut Rp. 3000/kg, maka omzet yang
dihasilkan Ponpes Al Ittifaq bisa sampai Rp. 270 juta per bulan.

Omzet ini menjadi sumber penghasilan lebih dari 400 petani yang tinggal di sekitar lingkungan
ponpes dan menjamin penghidupan 326 orang santri yang umumnya kaum dhuafa. Bila ditambah
anggota keluarga petani, ribuan orang bergantung pada kegiatan ekonomi yang diawali Mang Haji
sejak 1970-an.

Untuk mengelola ratusan juta rupiah itu, Mang Haji mendirikan lembaga keuangan pondok pesantren
yang bertujuan untuk menyimpan uang hasil pendapatan dari distributor yang sebelumnya mele-
wati bank-bank. Dari sinilah para santri dan warga yang terlibat dalam agribisnisnya dapat me-
menuhi kebutuhan mereka dengan sistem simpan pinjam.

Di tangan Fuad Affandi, agama yang biasanya dipraktikkan sebatas ibadah shalat, mengaji dan
berdo’a, diubah menjadi agama yang bersifat sosial, menekankan etos kerja serta agama sebagai
etika pembebasan. Sang Kiai bukan hanya tampil sebagai aktor penjaga nilai-nilai masyarakat, tapi
juga sebagai agen perubahan sosial.

Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu berun-
tung (Al-Jumu’ah,62;10)
2 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe
Pengantar I

Pengertian Kewirausahaan Sosial

Entrepreneurship atau kewirausahaan memiliki pengertian yang luas, kewirausahaan dipandang se-
bagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi terse-
but sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan/atau kombinasi input yang produktif.
Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta
sering dikaitkan dengan tindakan yang inovatif. Seorang entrepreneur atau wirausaha adalah
seorang yang berusaha dengan kegigihan dan keberaniannya sehingga usahanya mengalami per-
tumbuhan. Seorang entrepreneur adalah seorang yang “moving forward”, maju terus ke depan
sehingga usahanya tumbuh dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, konsep entrepreneurship dikenal
luas mulai business entrepreneur, creative entrepreneur, technopreneur sampai social entrepre-
neur.

Wirausaha sosial atau social entrepreneur adalah seorang yang berusaha dalam aktivitas kewi-
rausahaan dengan memiliki tujuan utama untuk menyelesaikan permasalahan sosial dan lingkung-
an hidup dengan memberdayakan komunitas melalui kegiatan yang bernilai ekonomi.

Kewirausahaan sosial diawali dengan keprihatinan terhadap keadaan sosial yang berujung men-
jadi sebuah model bisnis baru. Kewirausahaan sosial merupakan kombinasi dari semangat besar
dalam misi sosial dengan disiplin, inovasi dan keteguhan seperti yang lazim ditemukan di dunia
bisnis. Dapat dikatakan kewirausahaan sosial menggunakan sikap mental wirausaha demi
tujuan-tujuan sosial.

Potensi
Profit
+

Perusahaan Kewirausahaan
Komersil Sosial Dampak Sosial/
Lingkungan
Kegiatan Sosial
Tradisional

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 3


Pengantar I

Kabinet Sektor Ketiga yang mengatur soal Kewirausahaan Sosial di Inggris mendefenisikan Kewi-
rausahaan Sosial sebagai bisnis/usaha yang tujuan utamanya adalah untuk tujuan sosial. Pada prin-
sipnya, mereka menginvestasikan kembali pendapatan mereka kepada usahanya atau komunitas-
nya untuk mencapai tujuan sosial tersebut. Tidak seperti usaha komersil, mereka tidak didorong
untuk menghasilkan laba untuk pemegang saham ataupun pemiliknya.

Pada tabel di bawah tergambarkan beberapa karakteristik yang dimiliki oleh organisasi
nirlaba,kewirausahaan sosial, perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial/lingkungan dan
perusahaan konvensional.

Beberapa contoh lembaga tersebut diatas adalah :

Organisasi nirlaba :
PMI , UMV (Ummi Maktum Voice)

Kewirausahaan sosial :
Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita, Saung Mang Udjo

Perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial/lingkungan :


Bakrie Telecom, Aqua

Perusahaan konvensional :
Kebab Baba Rafi, Amanda cake

4 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Pengantar I

Karakteristik Kewirausahaan Sosial


• Kegiatan dirintis oleh sekelompok warga/komunitas
• Pengambilan keputusan tidak didasari oleh kepemilikan modal
• Sifatnya partisipatif, terutama melibatkan mereka yang dipengaruhi oleh kegiatan dan dampak
kewirausahaan sosial tersebut
• Pembagian keuntungan yang terbatas
• Tujuan sosial/manfaat komunitas dinyatakan secara eksplisit

Model-Model Kewirausahaan Sosial


Sutia Kim Alter dalam buku Social Entrepreneurship: New Models of Sustainable Social Change me-
nulis bahwa terdapat tiga model kewirausahaan sosial berdasarkan metode operasionalnya, yakni:

Model 1: Program Sosial yang Terintegrasi dalam Kegiatan Usaha


Kewirausahaan Sosial Model 1 memiliki misi sosial yang secara langsung ter-
capai dengan mengembangkan kegiatan usahanya. Oleh sebab itu, hubungan
antara kegiatan kewirausahaan dan program sosial saling terintegrasi dan
tidak bisa dipisahkan.

Contoh Kasus:
KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI ( TELAPAK )
Silverius Oscar Unggul, yang dikenal juga dengan nama Onte, adalah seorang pemerhati lingkung-
an yang berjuang untuk menghentikan penebangan hutan ilegal.

Menyadari bahwa penebangan hutan ilegal didorong oleh kebutuhan ekonomi dari masyarakat,
Onte membangun komunitas penebang hutan di Konawe Sulawesi Tenggara pada tahun 2005. Ia
lalu membentuk Koperasi Hutan Jaya (HJL) dan membina masyarakat untuk melakukan tebang pilih
jati lalu menanam tanaman jati baru, dengan penerapan prinsip penebangan ramah lingkungan
yaitu menanam 10 bibit untuk setiap pohon yang ditebang.

Hasilnya, sistem ini mendapat sertifikat eco-labelling dari Forest Steward Council yang memung-
kinkan HJL untuk mengekspor kayu ke Eropa. Efeknya praktek penebangan hutan illegal menurun
tajam dan kesejahteraan masyarakat Konawe Selatan meningkat karena harga jual kayu HJL me-
ningkat dari Rp.600.000,-/kubik menjadi Rp.6,4 juta/kubik. Pola ini bergulir ke daerah lain, seperti

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 5


Pengantar I

di Kulon Progo, Pekandangan Lampung dan direncanakan sampai Papua. Anggota yang tergabung
di HJL sebanyak 756 KK.

Sumber: http://www.telapak.org/

Model 2: Program Sosial yang Bersinggungan dengan Kegiatan Usaha


Kewirausahaan Sosial Model 2 memiliki misi sosial yang bersing-
gungan dengan kegiatan usahanya. Ini berarti sebagian dari ke-
giatan usahanya berjalan terpisah dari misi sosial yang ingin di-
capai.

Meskipun demikian, kegiatan usaha dari Kewirausahaan Sosial


Model 2 tetap berkaitan erat dengan program sosialnya.

Contoh Kasus:
Greeneration Indonesia (GI)
Termotivasi oleh isu perubahan iklim, Greeneration Indonesia dibentuk pada tahun 2005 untuk
mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan. Pada tahun 2006 GI mengadakan kegiatan bertajuk
’KEBUNKU (Kertas Bekasku Hijaukan Bandungku), yaitu program yang berusaha menciptakan siklus
untuk mengembalikan pohon yang telah dimanfaatkan (jadi kertas) menjadi pohon kembali.

Guna menjaga kesinambungan dari program mereka, pada tahun 2008 GI melakukan restrukturasi
dan mengembangkan infrastruktur usaha. GI kemudian memperkenalkan produk utama mereka,
BaGoes, yakni tas ramah lingkungan yang dapat menjadi pengganti penggunaan kantong plastik.
Selain pembuatannya yang ramah lingkungan, tas BaGoes juga mempromosikan pentingnya me-
ngurangi jumlah sampah sehingga sejalan dengan visi awal pembentukan GI.

Keuntungan yang diperoleh dari BaGoes kemudian disalurkan untuk program-program GI seperti
Masuk RT yang berusaha mengajarkan sistem pengolahan sampah rumah tangga yang ramah ling-
kungan kepada masyarakat sekitar mereka.

Sumber: http://greeneration.org/home

6 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Pengantar I

Model 3: Program Sosial yang Terpisah dari Kegiatan Usaha


Kewirausahaan Sosial Model 3 memiliki unit usaha yang terpisah
dari program sosial yang menjadi tujuan utamanya.

Pada model tersebut unit usaha dibentuk agar keuntungan dapat


diinvestasikan kembali ke program sosial guna menjaga keber-
lanjutannya.

Contoh Kasus:
Oxfam Great Britain
Oxfam Great Britain adalah lembaga swasta penyedia dana dari Inggris. Lembaga ini berawal dari
gerakan amal skala kecil untuk membantu orang yang kelaparan dengan nama Komite Oxford un-
tuk Bantuan Kelaparan. Pada tahun 1942, selama Perang Dunia II, Yunani diduduki oleh NAZI. Se-
kutu melakukan blokade, sehingga rakyat kekurangan makanan, obat-obatan dan akibatnya banyak
orang yang mati di jalanan. Komite itu mendapatkan sumbangan untuk membantu Yunani pada
tahun 1943. Namun setelah perang berakhir, Oxfam memutuskan untuk tetap membantu penderi-
taan akibat perang -- atau karena sebab lain -- dan mulai membuka toko amalnya yang pertama di
Broad Street, Oxford.

Tahun 1960 dana amal Oxfam semakin bertambah, orientasi kerjanya pun berubah. Sumbangan
lembaga ini mulai diarahkan pada masyarakat miskin di negara dunia ketiga. Selama kelaparan di
Bihar, India (1966-1967) Oxfam mengirim beberapa sukarelawan, dan mulai menolong masyarakat-
nya agar mandiri, dapat memperbaiki sistem pengairan, pertanian dan kesehatan mereka.

Pada tahun 1970 jaringan bisnis toko Oxfam berkembang pesat dan menjadi salah satu sumber
dana utama bagi lembaga amalnya. Di kemudian hari, berdirilah lembaga-lembaga Oxfam di Ameri-
ka Serikat, Canada, Quebec, Australia, Belgia, Hong Kong, Irlandia dan Inggris yang masing-masing
berdiri sendiri tetapi diikat dengan jaringan Oxfam internasional.

Visi dan misi Oxfam adalah mengusahakan masyarakat yang terbebas dari kemiskinan, kesusah-
an dan penderitaan dengan cara membantu mengatasinya. Oxfam memimpikan agar seluruh ma-
syarakat mendapatkan makanan yang cukup, tempat tinggal, prasarana bagi kelangsungan hidup,
memperoleh pendidikan dasar dan perawatan kesehatan, penghargaan atas hak asasi manusia,
bebas menjalankan agama, menemukan cita-cita mereka sendiri dan bebas dari konflik militer.

Sumber : www.oxfam.org.uk

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 7


Pengantar I

Kewirausahaan Sosial di Sekolah


Lembaga pendidikan dapat memerankan peran penting dalam menumbuhkan jiwa wirausaha bagi
anak didiknya. Melalui kegiatan pengembangan wawasan hingga terjun langsung dalam praktek
kegiatan usaha di sekolahnya maka kesempatan belajar (langsung) dapat diberikan bagi pemu-
da usia produktif agar memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan menumbuhkembangkan jiwa
kewirausahaan yang ditopang oleh sikap mental kreatif, inovatif, profesional, bertanggung jawab,
serta berani menanggung resiko dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya sebagai bekal
untuk peningkatan kualitas hidupnya

Contoh Kasus
KRAFTY KIDS di Shotton Hall Scholl,Peterlee
Shotton Hall School adalah sekolah menengah
di Peterlee, County Durham, Inggris. Seko-
lah ini mengkhususkan pada pendidikan seni
pertunjukan,dengan usia murid antara 11 - 16
tahun. Pada tahun 2000 dimulai program E2E
(Education To Employment), dimana siswa diberi
kesempatan untuk mengembangkan kemam-
puan wirausaha, komunikasi, kerjasama tim, ke-
pribadian dan keterampilan teknis.

Siswa-siswa E2E kemudian mengembangkan program Krafty Kids. Mereka mengunjungi pabrik
serta gudang setempat untuk mengumpulkan barang-barang sisa yang biasanya terbuang. Kemu-
dian mereka mengolahnya menjadi kerajinan tangan maupun bahan siap pakai untuk membuat
kerajinan tangan dan dijual ke sekolah-sekolah di lingkungan mereka. Program tersebut dijalankan
selama satu semester dan kemudian dilanjutkan oleh kelompok siswa berikutnya. Sejak Krafty Kids
dijalankan, sebagian lulusan berhasil terserap di dunia kerja maupun diterima di jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.

Di Indonesia, praktek kewirausahaan sosial berbasis sekolah tidaklah baru. Bahkan sekolah-sekolah
swasta di Indonesia dijalankan sebagai Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial yang bertujuan
untuk mengembangkan pendidikan.

8 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Pengantar I

Implementasi prinsip-prinsip dan semangat kewirausahaan sosial sangat tampak pada berbagai
sekolah Islam yang memiliki visi dan misi pendidikan, agama dan sosial. Beberapa Kewirausahaan
Sosial berbasis Sekolah Islam yang telah diidentifikasi oleh British Council adalah:

Contoh Kasus Kewirausahaan Sosial Berbasis Sekolah (1)


Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf

Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf (Per-


wira AbA) terletak di Desa Wonosari, Klaten, Jawa Tengah.
Perwira AbA dibentuk oleh Yayasan Amalul Musaki pada tahun
2000 dengan tujuan mendidik wirausahawan muda yang pro-
fesional, mandiri dan berakhlak Islami.

Sejak pertama kali dibentuk Perwira AbA telah melatih lebih


dari 2000 murid, usia 18-25 tahun dari seluruh Indonesia.
Perwira AbA memberikan pendidikan gratis terkait kewirausahaan serta keterampilan berternak,
bertani, eletronik dan akupuntur.

Agar dapat memberikan pendidikan gratis kepada para siswanya, Perwira AbA, di bawah pimpinan
Bapak Akbar Mahalli, menjalankan unit usaha berupa peternakan dimana karyawan sekolah bersa-
ma dengan para siswa membesarkan hingga ratusan ekor sapi, kambing, dan ribuan ekor ayam. Pe-
ternakan tersebut juga menjadi laboratorium bagi siswa-siswa yang ingin belajar bisnis peternakan.

Perwira AbA juga berkontribusi terhadap kesejahteraan komunitas desa dengan membentuk Ko-
perasi Perwira AbA yang menerapkan sistem bagi hasil dengan anggota koperasi yang memelihara
dan membesarkan ternak milik sekolah. Melalui mitra-mitra seperti Dompet Duafa, Perwira AbA
dapat menyalurkan hewan ternak dan menjaga keberlanjutan dari kegiatan sekolah dan koperasi.

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-A’raf 7:56)

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 9


Pengantar I

Contoh Kasus Kewirausahaan Sosial Berbasis Sekolah (2)


Koperasi Sekolah Bina Amal, Semarang

Dirintis pada tahun 2006, Koperasi Sekolah Bina Amal


menjual berbagai jenis kebutuhan sekolah, ATK, makanan
ringan dan katering sekolah serta menyediakan layanan
simpan-pinjam bagi karyawan sekolah.

Koperasi Sekolah Bina Amal turut melibatkan guru dan


karyawan sekolah, orang tua murid, industri rumah tangga,
maupun komunitas di sekitar sekolah dalam pengelolaan
dan pengembangan koperasi.

Dengan menitipkan barang dagangan di koperasi sekolah, beberapa anggota komunitas dan orang
tua murid dapat memperoleh penghasilan tambahan. Koperasi juga sedang merintis jasa penyedia-
an Laptop kepada guru untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, dengan cara, koperasi mem-
belikan terlebih dahulu kemudian guru mengangsur bulanan dengan bagi hasil yang disepakati.
Anggota Koperasi Bina Amal pada tahun 2010 mencapai lebih dari 100 orang dengan omzet hingga
120 juta per tahun.

Koperasi Sekolah Bina Amal terletak di salah satu sudut SDIT Bina Amal di Jl. Kyai Saleh No. 8
Semarang, dan turut melibatkan siswa dalam kegiatan praktek jual-belinya. Selain menyediakan ja-
janan sehat dan bersih, Koperasi Sekolah Bina Amal juga memberikan pengalaman belajar kepada
siswa-siswi dengan cara ditugaskan secara bergilir untuk menjaga koperasi pada saat jam istirahat.
Berbagai hasil karya seni siswa juga dipajang di Koperasi Sekolah Bina Amal dan dibeli oleh para
orang tua siswa yang tertarik.

10 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Pengantar I

Contoh Kasus Kewirausahaan Sosial Berbasis Sekolah (3)


Koperasi Sekolah Produk Siswa Mandiri, SMP Muhammadiyah 12 Gresik

Koperasi Sekolah Produk Siswa Mandiri (KSPSM) didirikan oleh


para guru dan siswa SMP Muhammadiyah 12 Gresik dengan du-
kungan penuh dari pihak manajemen sekolah. Koperasi terse-
but menjual makanan ringan dan produk-produk seni yang
dibuat sendiri oleh para siswa.

KSPSM melibatkan semua guru, siswa, dan komunitas kurang


mampu yang terletak di sekitar sekolah dalam menjalankan ke-
giatan usaha.

Salah satu tujuan utama dari KSPSM adalah mengembangkan semangat kewirausahaan dan ke-
terampilan praktis kepada siswa dengan melibatkan mereka dalam proyek-proyek kewirausahaan
yang dilakukan oleh KSPSM.

Siswa-siswa diajak merancang dan memproduksi aneka produk seperti kaos, gantungan kunci, mug,
dan lain sebagainya. Produk-produk tersebut kemudian dijual di koperasi. Semangat kewirausahaan
juga dikembangkan oleh SMP Muhammadiyah 12 Gresik dalam kurikulum sekolah maupun kegiatan
tahunan sekolah berupa bazar yang diadakan oleh para siswa.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 11


Manual Guru I - 1

Mahluk Apakah Kewirausahaan Sosial itu ?

Tujuan Umum Pembelajaran : Kewirausahaan sosial memiliki pengertian luas. Cara untuk
mendeskripsinya pun dapat beragam, salah satunya melalui deskripsi visual atau mengungkapkan-
nya melalui gambar.

Tujuan khusus kegiatan:


1. Siswa dapat menggambarkan pengertian kewirausahaan sosial melalui gambar mahluk ter-
tentu.
2. Siswa dapat menjelaskan gambar tersebut atau simbol yang ada kaitannya dengan pengertian
kewirausahaan sosial

Durasi : minimal 45 menit

Sasaran siswa: Sesuaikan materi diskusi dengan tingkat pembelajaran siswa Anda.

Persiapan
1. Siapkan kertas karton/ flip chart dan bagikan kepada masing-masing kelompok yang masing-
masing terdiri dari 4-5 orang
2. Siapkan spidol papan tulis untuk masing-masing kelompok

Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing
anggota 4-5 orang. Atur agar meja-meja memudahkan kegiatan menggambar dan diskusi antar
anggota kelompok.

Pengajaran
Jelaskan kepada siswa bahwa pelajaran ini bersifat kreatif

1. Pada kertas karton/ flip chart, minta masing-masing kelompok menggambarkan sebuah mahluk.
Mahluk tersebut dapat berupa mahluk yang ada maupun mahluk kreasi kelompok sendiri.
2. Ajak siswa untuk memikirkan bahwa mahluk tersebut dapat menjelaskan tentang pengertian
kewirausahaan sosial.
3. Tugaskan para ketua kelompok secara bergantian untuk menjelaskannya kepada seluruh kelom-

12 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru I - 1

pok di kelas.

Kesimpulan Kegiatan
Sesi ini mendorong siswa untuk dapat mengidentifikasikan kewirausahaan sosial dan menuangkan-
nya secara kreatif dalam bentuk gambar. Kewirausahaan sosial dapat dicirikan dengan ka-rakter-
istik : berbasis masyarakat, memecahkan masalah sosial/ lingkungan di masyarakat, menciptakan
kemandirian , melakukan aktivitas usaha,

menjalankan kaidah kewirausahaan atau enterepreneurship, keuntungan bisnis diinvestasikan kem-


bali untuk pengembangan usaha, memberikan manfaat bagi orang lain maupun lingkungan, berpe-
gang teguh pada nilai-nilai, dan sebagainya.

Evaluasi

Untuk memastikan para siswa memahami konsep kewirausahaan sosial, sebelum menyimpulkan
sesi, periksalah tugas yang telah mereka kerjakan :
Apakah mereka telah dapat mengembangkan kreativitas mereka dengan menggambarkan “makh-
luk” tersebut?. Selanjutnya pastikan bahwa gambar tersebut telah dapat mewakili deskripsi ten-
tang kewirausahaan sosial.

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat)kepada yang makruf dan mencegah
dari yang munkar ; mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Imran (3) : 104)

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 13


Manual Guru I - 2.a

Apakah Kewirausahaan Sosial itu ?

Tujuan Umum Pembelajaran : Kewirausahaan sosial memiliki pengertian luas dengan penera-
pannya di berbagai bidang. Untuk memahami konsep kewirausahaan sosial perlu diawali dengan
memperkenalkan karakteristik dari perusahaan yang berbasis kewirausahaan sosial serta contoh
lembaga-lembaga yang telah menerapkannya.

Tujuan khusus kegiatan:


1. Siswa memahami pengertian kewirausahaan sosial
2. Siswa dapat membedakan antara perusahaan berbasis kewirausahaan sosial dan perusahaan
konvensional
3. Siswa dapat mengidentifikasi karakteristik perusahaan berbasis kewirausahaan sosial dan peru-
sahaan konvensional

Durasi : minimal 45 menit

Sasaran siswa: Sesuaikan materi diskusi dengan tingkat pembelajaran siswa Anda. Untuk siswa
kelas 4-6 SD/ MI fokuskan diskusi pada nilai-nilai dan tujuan sosial dari kegiatan usaha (tolong-
menolong, kerja sama, rasa empati, dan sebagainya). Untuk siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA, selain
diskusi mengenai nilai dan tujuan sosial, juga bahas susunan organisasi dan proses pengambilan
keputusan yang demokratis.

Persiapan :
1. (Bila kondisi memungkinkan, siapkan perangkat komputer yang memiliki akses internet)
2. Siapkan form “Lembaga kewirausahaan Sosialkah ?” yang terdapat pada Lampiran halaman 69
3. Siapkan kertas dan spidol hitam untuk setiap kelompok

Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing
anggota 4-5 orang. Atur agar meja-meja memudahkan diskusi antar anggota kelompok.

Pengajaran :
1. Tugaskan kepada tiap kelompok untuk memilih ketua yang nantinya akan melaporkan hasil dis-
kusi di kelompok tersebut

14 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru I - 2.a

2. Tugaskan murid untuk meneliti melalui website beberapa lembaga usaha berikut yang meru-
pakan kombinasi dari:

Perusahaan konvensional -
Lembaga usaha atau bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba melalui akti-
vitas komersial.

• BCA
• Telkomsel
• Aqua
• Kebab Ali Baba
• Body Shop

Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial -


Lembaga usaha yang memiliki tujuan utama untuk menyelesaikan permasalahan sosial dan ling-
kungan hidup dengan memberdayakan komunitas melalui kegiatan yang bernilai ekonomi.

• Telapak
• Bina Swadaya
• Koperasi
• Greeneration Indonesia
• Saung Angklung Udjo

Silakan menambahkan nama-nama perusahaan konvensional dan Perusahaan Berbasis Kewirausa-


haan Sosial yang Anda ketahui pada daftar tersebut.

3. Saat menyampaikan contoh-contoh usaha di atas, jangan memisahkan antara perusahaan kon-
vensional dengan Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial.
4. Minta siswa untuk mengelompokkan usaha-usaha di atas berdasarkan tabel berikut (Tabel terse-
but ada pada Lampiran Modul agar dapat difotokopi dan dibagikan kepada siswa:

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 15


Manual Guru I - 2.a

Nama Usaha Perusahaan Konvensional Kewirausahaan Sosial



Mengapa? Mengapa?

5. Dalam diskusi, sangat mungkin muncul perdebatan. Fasilitasi perdebatan atau perbedaan
pendapat yang mungkin muncul dengan pertanyaan-pertanyaan kritis berikut:
• Apa tujuan utama dari perusahaan tersebut?
• Adakah permasalahan sosial/ lingkungan yang perlu diselesaikan?
• Apakah perusahaan terlibat secara langsung untuk mengatasi masalah tersebut ?
• Apakah terdapat perbedaan dari mengurangi dampak negatif dengan menciptakan dampak
positif dari kegiatan usaha? Apa perbedaannya?

Kesimpulan Kegiatan
Sesi ini memberikan informasi bagi pemahaman siswa terhadap pengertian tentang kewirausa-
haan sosial. Meski terdapat karakteristik yang umumnya dimiliki oleh suatu aktivitas bisnis yaitu
mendapatkan keuntungan (profit), namun kemudian bagaimana pemanfaatannya serta apakah ada
keterlibatan masyarakat didalam aktivitas usahanyalah yang akan membedakan antara perusahaan
berbasis kewirausahaan sosial dan perusahaan konvensional.

16 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru I - 2.a

Evaluasi
Untuk memastikan para siswa memahami pohon konsep kewirausahaan sosial, sebelum menyim-
pulkan sesi, ciptakan diskusi dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut:

1. Penjelasan apa saja yang dapat mereka berikan tentang pengertian kewirausahaan sosial?
2. Perbedaan apa saja yang dapat mereka jelaskan antara perusahaan berbasis kewirausahaan
sosial dan perusahaan konvensional?

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 17


Manual Guru I - 2.b

Catatan: Manual Guru I-2.b merupakan alternatif dari Manual Guru I-1.a jika terdapat kesulitan dalam
memperoleh akses internet sehingga menyulitkan siswa dalam mencari informasi me-ngenai peru-
sahaan konvensional dan sosial yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan.

Apakah Kewirausahaan Sosial itu ?

Tujuan Umum Pembelajaran : Kewirausahaan sosial memiliki pengertian luas dengan penera-
pannya di berbagai bidang. Untuk memahami konsep kewirausahaan sosial perlu diawali dengan
memperkenalkan karakteristik dari perusahaan yang berbasis kewirausahaan sosial serta contoh
lembaga-lembaga yang telah menerapkannya.

Tujuan khusus kegiatan:


1. Siswa memahami pengertian kewirausahaan sosial
2. Siswa dapat membedakan antara perusahaan berbasis kewirausahaan sosial dan perusahaan
konvensional
3. Siswa dapat mengidentifikasi karakteristik perusahaan berbasis kewirausahaan sosial dan peru-
sahaan konvensional

Durasi : minimal 90 menit

Sasaran siswa: Sesuaikan materi diskusi dengan tingkat pembelajaran siswa Anda. Untuk siswa
kelas 4-6 SD/ MI fokuskan diskusi pada nilai-nilai dan tujuan sosial dari kegiatan usaha (tolong-
menolong, kerja sama, rasa empati, dan sebagainya). Untuk siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA, selain
diskusi mengenai nilai dan tujuan sosial, juga bahas susunan organisasi dan proses pengambilan
keputusan yang demokratis.

Persiapan :
1. Siapkan form “Lembaga kewirausahaan Sosialkah ?”
2. Siapkan kertas dan spidol hitam untuk setiap kelompok

Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing
anggota 4-5 orang. Atur agar meja-meja memudahkan diskusi antar anggota kelompok.

18 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru I - 2.b

Pengajaran :
1. Tugaskan kepada tiap kelompok untuk memilih ketua yang nantinya akan melaporkan hasil dis-
kusi di kelompok tersebut
2. Tugaskan murid untuk meneliti beberapa klipping koran/majalah dari beberapa lembaga usaha
(lihat Lampiran Modul halaman 65-68 agar dapat difotokopi dan dibagikan kepada siswa)
yang merupakan kombinasi dari:

Perusahaan konvensional -
Lembaga usaha atau bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba melalui akti-
vitas komersial.

• Bakrie Telecom
• Kebab Turki Baba Rafi

Perusahaan Berbasis Kewirausahaan Sosial -


Lembaga usaha yang memiliki tujuan utama untuk menyelesaikan permasalahan sosial dan ling-
kungan hidup dengan memberdayakan komunitas melalui kegiatan yang bernilai ekonomi.

• Greeneration Indonesia
• Saung Angklung Udjo

Silakan menambahkan nama-nama perusahaan konvensional dan Perusahaan berbasis kewirausa-


haan sosial yang Anda ketahui pada daftar tersebut.

3. Saat menyampaikan contoh-contoh usaha di atas, jangan memisahkan antara perusahaan kon-
vensional dengan perusahaan berbasis kewirausahaan sosial.
4. Minta siswa untuk mengelompokkan usaha-usaha di atas berdasarkan tabel berikut (Tabel terse-
but ada pada Lampiran Modul agar dapat difotokopi dan dibagikan kepada siswa):

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 19


Manual Guru I - 2.b

Nama Usaha Perusahaan Konvensional Kewirausahaan Sosial



Mengapa? Mengapa?

5. Dalam diskusi, sangat mungkin muncul perdebatan. Fasilitasi perdebatan atau perbedaan
pendapat yang mungkin muncul dengan pertanyaan-pertanyaan kritis berikut:
• Apa tujuan utama dari perusahaan tersebut?
• Adakah permasalahan sosial/ lingkungan yang perlu diselesaikan?
• Apakah terdapat perbedaan dari mengurangi dampak negatif dengan menciptakan dampak
positif dari kegiatan usaha? Apa perbedaannya?

20 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru I - 3

Lembaga Kewirausahaan Sosial atau Perusahaan ?

Tujuan Umum Pembelajaran : Kewirausahaan sosial memiliki pengertian luas dengan penerapan-
nya di berbagai bidang. Untuk memahami konsep kewirausahaan sosial diperkenalkan karakteristik-
karakteristik dari perusahaan yang berbasis kewirausahaan sosial.

Tujuan khusus kegiatan:


1. Siswa dapat mengidentifikasi karakteristik-karakteristik dari perusahaan berbasis kewirausahaan
sosial
2. Siswa dapat membedakan antara karakteristik-karakteristik perusahaan berbasis kewirausahaan
sosial dan perusahaan konvensional

Durasi : minimal 90 menit

Sasaran siswa: Kami menganjurkan Materi bab ini untuk siswa tingak SMP/ MTs dan SMA/ MA.

Persiapan

1 Fotokopi dan gunting tabel 1.1 pada hal. 20 menjadi 18 bagian,dan dilaminasi. Harap dicatat
bahwa terdapat tabel 1.1 yang dirancang untuk tingkat SMP/ MTs dan SMA/ MA.
2 Tempelkan secara menyebar dalam ruangan, ada baiknya juga sebagian ditempelkan pada tem-
pat yang cukup sulit untuk ditemukan.

Pengajaran

1. Jelaskan kepada siswa bahwa pelajaran ini bersifat energik!


2. Instruksikan agar siswa menentukan pasangan belajarnya dan menyiapkan alat tulis serta selem-
bar kertas
3.Jelaskan kepada siswa bahwa terdapat 18 kartu tersebar di kelas dan berisi keterangan tentang
lembaga usaha. Setiap pasangan herus dapat menemukan kartu tersebut dan menuliskan isi
tulisan yang tercantum pada kartu.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 21


Manual Guru I - 3

4. Salah seorang dari pasangan bertugas mencari kartu ,sementara pasangan lainnya tetap duduk
di kursi untuk menuliskan isi kartu yang telah didapat pasangannya.
5. Siswa yang bertugas mencari kartu harus dapat menemukan salah satu kartu, membacanya
dan mengingat isinya. Ia lalu menyampaikan isi kartu tersebut secara tepat kepada teman pa-
sangannya untuk dicatat. Peringatkan siswa untuk tidak berteriak dalam menyampaikan isi kar-
tu tersebut.
6. Setelah siswa tersebut menemukan sembilan kartu, kini saatnya setiap pasangan untuk saling
bertukar posisi dan tugas.
7. Setelah kedelapan belas kartu ditemukan, kelompokkan kedelapan belas pernyataan tertulis
tersebut berdasarkan sifat-sifat yang menjadi ciri khas kewirausahaan sosial atau perusahaan.
Minta siswa untuk turut mengidentifikasi sifat-sifat mana yang sama-sama dimiliki oleh Perusa-
haan Berbasis Kewirausahaan Sosial maupun perusahaan konvensional.
8. Ada baiknya tabel pada lampiran pada halaman 70 yang berisi tiga kolom kosong telah dise-
diakan bagi siswa.
9. Sesi ini dapat berbentuk kompetisi, pasangan yang paling cepat menyelesaikan tugasnya tanpa
berteriak akan menjadi pemenang !
10. Jelaskan tentang hasil pengelompokan sebagaimana tercantum pada tabel 1.2 (kunci jawaban)
pada halaman 21, terdapat kemungkinan perbedaan pendapat di antara siswa ataupun antara
siswa dan guru - kembangkan suasana diskusi yang baik.

22 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru I - 3

Tabel 1.1 Untuk SMP/ MTs dan SMA/ MA

memiliki jalinan yang kuat dengan tidak terlalu memperhatikan ten-


memiliki nilai altruistis*
komunitas tertentu tang dampak sosial

bersifat terbuka dan memiliki akun- memiliki kepudulian terhadap pe- melibatkan dan membangun su-
tabilitas terhadap anggota nguatan anggotanya karelawan

menawarkan kepemilikan kepada


menciptakan kesejahteraan sosial menghasilkan keuntungan atau laba
para pekerja

menggunakan kembali seluruh


berani mengambil resiko keuntungan atau labanya kepada inovatif
usaha

membagikan keuntungan atau


didorong oleh kemauan kuat untuk
labanya kepada para pemegang memiliki standar etika
mengatasi masalah sosial
saham

memiliki komitmen kepada


memiliki semangat pemecahan membangun kesejahteraan pribadi
tujuan sosial dan/atau
permasalahan para pemiliknya
lingkungan

*) al·tru·is·tis a bersifat mendahulukan kepentingan orang lain

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 23


Manual Guru I - 3

Tabel 1.2 Kunci Jawaban untuk tingkat SMP/MTs dan SMA/ MA

Kewirausahaan sosial maupun


Kewirausahaan sosial Perusahaan Konvensional
Perusahaan Konvensional

1. Memiliki jalinan yang kuat de- 1. Tidak terlalu memperhatikan 1. Menghasilkan keuntungan atau
ngan komunitas tertentu tentang dampak sosial laba
2. Memiliki nilai altruistis 2. Membangun kesejahteraan 2. Bersifat terbuka dan memiliki
3. Memiliki kepudulian terhadap pribadi para pemiliknya akuntabilitas
penguatan anggotanya 3. Membagikan keuntungan atau 3. Inovatif
4. melibatkan dan Membangun labanya kepada para peme- 4. Berani mengambil resiko
sukarelawan gang saham 5. Memiliki standar etika
5. menawarkan kepemilikan ke- 6. Memiliki semangat pemecahan
pada para pekerja masalah
6. Menciptakan kesejahteraan 7. Memiliki komitmen kepada tu-
sosial juan sosial dan/atau lingkung-
7. Menggunakan kembali selu- an
ruh keuntungan atau labanya
kepada usaha
8. Didorong oleh kemauan kuat
untuk mengatasi masalah
sosial

24 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru I - 3

Kesimpulan Kegiatan
Sesi ini memberikan informasi bagi pemahaman siswa terhadap pengertian tentang kewirausahaan
sosial serta karakteristik-karakteristik yang dimiliki. Kewirausahaan sosial adalah entitas bisnis de-
ngan prinsip-prinsip kewirausahaan yang dimiliki seperti kepekaan menangkap peluang, kemam-
puan berpikir kreatif dan inovatif, serta keberanian untuk mengisi peluang. Wirausahawan sosial
memiliki orientasi melakukan aktivitas usaha bukan untuk mendapatkan profit semata-mata, namun
lebih dari itu adalah mencoba membantu masyarakat dengan ide kreatifnya untuk mengatasi ma-
salah sosial yang ada.

Evaluasi

Untuk memastikan para siswa memahami konsep kewirausahaan sosial, sebelum menyimpulkan
sesi, ciptakan diskusi dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut:

1. Penjelasan apa saja yang dapat mereka berikan tentang karakteristik perusahaan berbasis kewi-
rausahaan sosial?
2. Penjelasan apa saja yang dapat mereka berikan tentang karakteristik perusahaan konvensional?

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 25


Pengantar II

II. MEMAHAMI KOMUNITAS


KOMUNITAS

Komunitas dapat didefenisikan sebagai kelompok sosial yang saling berinteraksi dalam satu dae-
rah/ wilayah tertentu, yang biasanya memiliki latar belakang budaya dan sejarah yang sama. De-
ngan perkembangan media komunikasi seperti internet, komunitas tidak lagi dibatasi oleh lokasi
atau wilayah nyata yang sama tetapi biasanya disatukan oleh kebutuhan, ketertarikan, kepercayaan,
atau sejumlah kondisi lain yang serupa.

Seberapa besarkah suatu komunitas? Tidak ada batasan terhadap ukuran komunitas dan ini kem-
bali pada kebutuhan dari komunitas tersebut. Yang paling penting dari suatu komunitas adalah
identitas yang disepakati dan dimiliki bersama oleh semua anggota komunitas (collective identity).

Kewirausahaan sosial dibentuk dengan tujuan menyelesaikan permasalahan sosial yang terdapat
di suatu komunitas. Oleh sebab itu, penting untuk dapat mengenali langkah pertama dalam meran-
cang kewirausahaan sosial yaitu mengidentifikasi terlebih dahulu permasalahan yang ingin dise-
lesaikan serta mencari akar dari permasalahan sosial yang dapat diidentifikasi. Dari sinilah visi
dan misi suatu aktivitas kewirausahaan akan terfokus untuk dapat bekontribusi dalam pemecahan
masalah.

Pengembangan suatu komunitas akan dipengaruhi oleh kerjasama yang terbangun, wirausahawan
sosial yang berhasil umumnya sangat ditunjang selain oleh performa personalnya juga oleh ke-
mampuan dalam bekerjasama.

Bekerjasama nampaknya harus menjadi kebutuhan utama dalam kewirausahaan sosial, intinya
adalah bagaimana kita dapat menggalang kerjasama dalam konteks hubungan yang saling men-
guntungkan dengan pihak lain (dependensi) maupun dalam konteks membangun kemandirian (in-
terdependensi) komunitas.

Kerja sama yang dibangun tidak hanya antar anggota kelompok namun juga dalam konteks yang le-
bih luas yaitu antara kelompok atau komunitas dengan stakeholder atau para pemangku kepenting-
an yang relevan (masyarakat, perusahaan, pemerintah, lembaga pendukung seperti NGO,lembaga
pendidikan dan sebagainya, serta lingkungan).

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat)kepada yang makruf dan mencegah
dari yang munkar ; mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Imran (3) : 104)

26 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Materi

Koperasi Peternak Bandung Selatan :


Mensejahterakan Komunitas Peternak Sapi Perah

Seorang pria yang mengayuh gerobak beroda tiga dengan wadah kotak berwarna biru dan putih
memasuki kompleks perumahan. Di depan gerobak ada gambar seekor sapi dan tulisan KPBS. Su-
ara keluar dari loud speaker kecil yang berada di sampingnya dan terdengar berulang-ulang. “…
KPBS …Pangalengan …KPBS … Pangalengan…”, suara Maman yang nyaring memanggil pembeli. Ma-
tahari yang terik tidak dihiraukan saat dua bocah ditemani ibunya bergegas mendekat untuk mem-
beli susu segar. Produk susu berkemasan cup (gelas plastik) memiliki empat pilihan rasa, straw-
bery, mocca, cokelat dan melon, sedangkan susu bantal merupakan susu murni. Maman merupakan
salah seorang dari ratusan penjual susu KPBS yang berkeliling ke kompleks-kompleks perumahan
di Bandung dan sekitarnya, menjajakan susu pasteurisasi milk treatment, pabrik pengolahan susu
milik Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS).

Tak hanya ratusan orang penjaja seperti Maman. Industri yang dimotori oleh KPBS itu telah ‘meng-
hidupi’ ribuan anggota dan bahkan puluhan ribu anggota masyarakat lainnya.

Milk treatment memang tak sekedar menghasilkan susu segar, tapi juga susu yang akan diolah lebih
lanjut oleh industri pengolah. Dan, KPBS tak hanya menangani bidang ini saja. Usaha ko-perasi yang
berbasis di Jl. Raya Pangalengan No. 340 Kabupaten Bandung, Jabar, telah menggurita dengan
enam unit lain, mulai pelayanan barang dan pakan ternak, PMT Cirebon, pem-bi-bitan dan hijauan,
unit kesehatan hewan dan anggota, penyuluh, serta hingga unit usaha PT. BPR Bandung Kidul.

Saat ini KPBS memiliki 7.100 orang anggota di mana sebanyak 4.701 diantaranya merupakan ang-
gota aktif peternk sapi perah yang setiap hari memasok susu. Manfaat KPBS dapat dirasakan oleh
setidaknya 22 ribu orang.

Peternak Pangalengan kini sudah bisa merasakan keuntungan lebih karena harga susu yang mem-
baik. Susu KPBS kini menjadi langganan rutin IPS, seperti PT. Ultra Jaya dan PT. Frisian Flag. Kini, hal
yang paling penting adalah menjaga kualitas susu. Pihak perbankan pun kini tidak lagi pelit mengu-
curkan kredit kepada Anggota KPBS karena pinjaman selalu dilunasi.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 27


Materi

Selain untuk anggotanya, KPBS menjadikan warga setempat sebagai mitra yang kreatif dengan
memproduksi makanan dan minuman dari susu, seperti tahu susu, krupuk susu, dan dodol susu.
Tak sekedar mensejahterakan anggota. Pantas, jika KPBS mendapatkan penghargaan sebagai salah
satu koperasi terbaik .

28 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 2-1

Mengenali Komunitas

Tujuan umum pembelajaran : Komunitas dapat didefinisikan secara luas, untuk itu hal pertama
yang perlu dilakukan ketika membahas ataupun merencanakan Kewirausahaan Sosial adalah meng-
identifikasi komunitas.

Tujuan khusus kegiatan:


1. Siswa memahami kelompok mana saja yang termasuk dalam komunitas mereka
2. Menciptakan kesadaran siswa terhadap komunitas mereka
3. Memotivasi siswa agar memiliki inisiatif dalam membantu masyarakat/ anggota komunitas

Durasi : minimal 45 menit

Sasaran siswa: Sesuaikan materi diskusi dengan tingkat pembelajaran siswa Anda. Untuk siswa
kelas 4-6 SD/ MI fokuskan diskusi pada mengenali komunitas terdekat dengan mereka. Untuk siswa
SMP/ MTs dan SMA/ MA sertakan diskusi mengenai pentingnya menjadi bagian dari suatu komuni-
tas.

Persiapan :
1. Siapkan kertas karton/ flip chart dan bagikan kepada masing-masing kelompok yang masing-
masing terdiri dari 4-5 orang
2. Siapkan spidol papan tulis untuk masing-masing kelompok

Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing
anggota 4-5 orang. Atur agar meja-meja memudahkan diskusi antar anggota kelompok.

Pengajaran:
Diawali dengan mengidentifikasi komunitas yang paling dekat dengan mereka. Siswa kemudian
diajak mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Siapa saja yang menjadi anggota komunitas sekolah kita?


2. Apakah komunitas sekolah kemudian merupakan anggota dari komunitas yang lebih besar lagi?
3. Siapa saja yang juga merupakan anggota komunitas-komunitas yang telah diidentifikasi?

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 29


Manual Guru 2-1

4. Minta setiap kelompok untuk menggambarkan bagan komunitas yang telah mereka diskusikan
seseuai dengan bagan di bawah.
5. Hasil diskusi mungkin dapat digambarkan seperi bagan berikut:

Kesimpulan Kegiatan
Kewirausahaan sosial dapat dicirikan dengan salah satu karakteristiknya yaitu berbasis komunitas.
Komunitas dapat merupakan kumpulan individu dan atau kelompok yang saling berhubungan de-
ngan keragaman interaksinya.
Sesi ini mendorong siswa untuk dapat mengidentifikasikan komunitas di sekitar mereka dan mengi-
dentifikasi keterkaitan diantara kelompok atau komunitas yang teridentifikasi.

Evaluasi
Untuk memastikan para siswa memahami konsep komunitas dalam kewirausahaan sosial, sebe-
lum menyimpulkan sesi, periksalah tugas yang telah mereka kerjakan : Apakah mereka telah dapat
mengidentifikasi komunitas disekitar mereka? Selanjutnya pastikan bahwa mereka dapat melihat
hubungan yang mungkin terdapat diantara kelompok atau komunitas tersebut.

30 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 2-2

Mengidentifikasi Masalah

Tujuan umum pembahasan materi: Dalam menjalankan usahanya, seorang wirausahawan perlu
mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang dihadapi komunitasnya agar langkah-lang-
kah yang diambil untuk mengatasi permasalahan dapat tepat sasaran.

Tujuan khusus kegiatan:


1. Siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang ada di sekitar mereka secara terstruktur meng-
gunakan Pohon Masalah
2. Siswa dapat menganalisa permasalahan hingga menemukan akar penyebabnya.

Durasi : minimal 90 menit

Sasaran siswa: Kegiatan ini perlu disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa.
1. Siswa yang berusia 7-12 tahun sudah mulai berpikir secara logis dan mampu melakukan anali-
sa permasalahan yang sederhana. Ajak mereka untuk memikirkan permasalahan yang nyata di
sekitar mereka dan bebaskan mereka untuk memikirkan hubungan kausalitas sederhana.
2. Siswa yang berusia 12 tahun ke atas sudah dapat berpikir secara abstrak dengan menggunakan
metode pemikiran yang logis. Kegiatan berikut akan lebih mudah untuk dilakukan siswa yang
duduk pada tingkat SMP/ MTs dan SMA/ MA.

Persiapan
1. Siapkan potongan kertas berwarna dengan ukuran sepertiga kertas A 4
2. Blu-tack cukup banyak untuk menempelkan kertas pada dinding. Ini dapat diperoleh di toko
Gramedia terdekat.
3. Spidol hitam untuk menulis
4. Latihan ini memerlukan dinding kosong dalam ruang kelas
5. Jika menggunakan double-tape sebagai substitusi blu-tack, pastikan Anda tidak menempelkan-
nya langsung pada dinding atau papan tulis.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 31


Manual Guru 2-2

Pengajaran
1. Mulailah sesi dengan membahas persoalan-persoalan yang sering ditemui siswa-siswa Anda
dalam kehidupan sehari-hari. Ini bisa menjadi diskusi dimana semua siswa dilibatkan.
2. Dari semua permasalahan yang dibahas, minta para siswa memilih satu Permasalahan Utama
yang disepakati oleh semua siswa. Arahkan siswa untuk memilih masalah yang didefinisikan de-
ngan jelas (untuk mempermudah sesi ini) dan spesifik.
3. Minta salah seorang siswa untuk menulis permasalahan utama dalam bentuk pernyataan pada
salah satu potongan kertas dan tempelkan di samping kiri dinding.
4. Langkah berikutnya adalah membentuk Rantai Penyebab. Perlahan-lahan dan secara metodis,
fasilitasi siswa untuk menyebutkan satu penyebab dari permasalahan utama. Minta salah satu
siswa untuk menuliskannya di kartu dan letakkan kartu ini di samping kanan kartu masalah.
5. Jika peserta lain setuju, maka terus fokus ke penyebab ini dan tanyakan ‘Apa yang menyebabkan
ini terjadi?’ Ajak siswa untuk terus mendiskusikan penyebab dari setiap pernyataan, tuliskan lagi
di sebuah kartu dan letakkan kartu tersebut di samping kanan permasalahannya.
6. Lakukan terus hingga siswa tidak lagi dapat menemukan penyebab, sebelum kembali ke kartu
permasalahan utama kemudian mencari penyebab baru.
7. Setelah selesai, runut kembali ‘pohon’ yang sudah tersusun dan rangkum keterkaitan rantainya.
Umumnya dapat terlihat suatu tema pada rantai sebab-akibat tertentu.
8. Apabila peserta masih ingin melanjutkan sesi ini untuk membahas solusi dari masalah tersebut,
sebaiknya difasilitasi. Ini akan, setidaknya, mengakhiri sesi dengan sentimen positif di antara
peserta, bahwa kita akan berfokus pada penyelesaian masalah, bukan hanya merumuskan ma-
salah.
9. Langkah selanjutnya adalah untuk mengubah setiap pernyataan masalah menjadi tujuan, de-
ngan membuatnya menjadi pernyataan positif di masa depan.

Catatan untuk Guru


Perlu diingat bahwa tujuan dari kegiatan ini bukan untuk mencari penyebab yang benar dan salah,
tetapi untuk mencari penyebab permasalahan dari sudut pandang siswa.

Jika Anda tidak setuju suatu pernyataan penyebab siswa, jangan sampaikan pendapat Anda karena
dapat menghentikan diskusi.

32 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 2-2

Permasalahan Utama Rantai Penyebab


Contoh:

Permasalahan sosial yang dipilih bisa berupa permasalahan sosial yang diidentifikasi oleh siswa
sebagaimana contoh di atas. Siswa juga bisa memilih permasalahan yang mereka hadapi di sekolah,
seperti:

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 33


Manual Guru 2-2

Pada langkah Langkah 9, ubahlah bersama-sama semua kalimat berkonotasi negatif menjadi kali-
mat positif. Misalnya:

“Dana subsidi tidak tersedia.”

Ubahlah kalimat tersebut menjadi:

“Dana subsidi tersedia.”

Setelah mengubah semua kalimat negatif menjadi positif, berilah motivasi pada siswa agar menja-
dikan pernyataan-pernyataan ini sebagai target yang perlu mereka capai.

Kesimpulan Kegiatan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan pohon masalah adalah:
1. Ketika menghadapi permasalahan kita perlu mencari akar penyebabnya agar dapat diselesaikan.
Untuk itu permasalahan perlu dianalisis secara logis dan sistematis
2. Penyelesaian permasalahan diawali dengan penetapan target. Jangan terperangkap dalam per-
masalahan tetapi jadikan penyelesaian permasalahan tersebut target yang harus dicapai
3. Terkait kewirausahaan sosial, kita tidak perlu berambisi memecahkan permasalahan yang melam-
paui kapasitas kita. Pohon masalah membantu kita mencari rangkaian permasalahan yang lebih
spesifik sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat sasaran.
4. Ajak siswa untuk memilih target yang dapat mereka capai. Misalnya terkait contoh di atas, siswa
mungkin tidak dapat menambah pendapatan keluarga atau meningkatkan kualitas pendidikan.
Tetapi mereka dapat mencari cara untuk menciptakan usaha yang dapat mensubsidi siswa
kurang mampu atau dapat menciptakan kelompok belajar yang dapat mengemas pelajaran se-
cara lebih menarik.

Evaluasi
Untuk memastikan para siswa memahami pohon masalah, sebelum menyimpulkan sesi, ciptakan
diskusi dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut:

1. Manfaat apa yang menurut mereka dapat dipetik dari kegiatan tersebut?
2. Mengapa penting untuk menelaah akar penyebab permasalahan?
3. Permasalahan-permasalahan apa lagi yang dapat mereka telaah dengan pohon masalah?

34 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 2-3

Alternatif Pemecahan Masalah

Tujuan umum pembahasan materi: Siswa mendiskusikan kegiatan-kegiatan yang ingin mereka ambil
terkait permasalahan yang telah diidentifikasi dan dianalisa.

Tujuan khusus kegiatan:


1. Siswa menggunakan diskusi sebagai sarana untuk saling mengungkapkan pendapat
2. Siswa termotivasi untuk menjadi bagian dari upaya/ gerakan penyelesaian masalah
3. Siswa dapat memikirkan dan memutuskan apa yang dapat mereka lakukan bersama-sama untuk
mengatasi permasalahan yang telah diidentifikasi

Durasi : minimal 60 menit

Sasaran siswa: Kegiatan ini lebih tepat untuk diajarkan bagi siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA.

Persiapan
1. Dari kegiatan diskusi Pohon Permasalahan sebelumnya, pilihlah 3-5 pertanyaan terbuka yang
dapat menstimulasi diskusi. Misalnya:
• Apa saja kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing siswa?
Ini akan menggali potensi yang dimiliki masing-masing siswa

• Kegiatan seperti apa yang menurut kamu membosankan?


Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang tidak menarik bagi siswa penting untuk mengetahui
apa yang mereka tidak ingin lakukan.

• Bagaimana kita menjaga agar kegiatan yang kita rencanakan dapat berkelanjutan?
Siswa belum tentu merasa bahwa membuka ‘usaha’ adalah jalan keluar yang ingin mereka
ambil. Ini tidak apa-apa tetapi mereka tetap perlu diajak untuk memikirkan solusi jangka
panjang.

• Apa saja peraturan yang menurut kamu harus ada jika membentuk suatu usaha?
Siswa diminta untuk menetapkan kebijakan atau peraturan bagi mereka sendiri. Misalnya
produk yang ingin dijual, sistem pengambilan keputusan, penggunaan laba, dan lain se-
bagainya.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 35


Manual Guru 2-3

• Bagaimana kita dapat memanfaatkan uang yang dihasilkan dari usaha kamu?
Memikirkan ide-ide penggunaan uang yang dapat mereka hasilkan dapat menjadi motivasi
siswa agar terus bersemangat.

2. Tulislah pertanyaan-pertanyaan tersebut pada selembar ‘Menu’ kemudian letakkan di tengah-


tengah meja. Setiap meja dapat diberi pertanyaan yang berbeda-beda.

Pengaturan Ruangan
Atur ruangan kelas agar terdapat meja-meja yang cukup untuk 4-5 siswa per meja.

Buatlah suasana ruangan menjadi menyenangkan untuk diskusi. Bawa cemilan dan minuman dan
letakkan pada setiap meja agar siswa menjadi lebih semangat.

Pengajaran
Jelaskan kepada para siswa bahwa kegiatan berikut bernama Kafe Diskusi dan tujuannya adalah
untuk menemukan ide-ide agar sebagai satu kelas mereka dapat bersama-sama memutuskan apa
yang dapat mereka lakukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang telah mereka
identifikasi.

36 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 2-3

Terdapat dua peran dalam Kafe DIskusi yakni Tuan Rumah dan Tamu.

Tuan Rumah berperan:


• Menetap pada satu meja
• Menyambut tamu yang datang ke mejanya
• Memperkenalkan pertanyaan-pertanyaan yang ada pada Menu
• Memfasilitasi diskusi terkait dengan Menu
• Mencatat ide-ide yang dilontarkan oleh tamu dan menyimpulkan diskusi

Tamu berperan:
• Berkontribusi secara aktif dalam diskusi yang difasilitasi oleh Tuan Rumah
• Berpindah ke meja berikutnya begitu mendapatkan intruksi dari guru

Berikut adalah langkah-langkah dari kegiatan Kafe Diskusi:


1. Guru menugaskan satu Tuan Rumah pada setiap meja
2. Guru membagi para siswa yang berperan sebagai Tamu menjadi kelompok-kelompok kecil
sesuai dengan jumlah meja yang tersedia. Sebaiknya satu kelompok maksimal 5 siswa.
3. Guru meminta para Tamu untuk memilih meja yang ingin mereka datangi, satu meja hanya
boleh didatangi oleh satu kelompok pada setiap putaran.
4. Tuan Rumah memperkenalkan pertanyaan-pertanyaan pada Menu dan mengajak para tamu
untuk memberikan pendapat mereka.
5. Guru memberikan waktu diskusi 7-8 menit.
6. Guru memberi waktu 2 menit kepada Tuan Rumah untuk menyimpulkan diskusi.
7. Kelompok Tamu berpindah ke meja lain dan disambut oleh Tuan Rumah berikutnya.
8. Lakukan kembali langkah-langkah 1-7 sampai semua kelompok Tamu sudah melakukan diskusi
pada setiap meja.
9. Bukalah sesi diskusi kelas dengan meminta para Tuan Rumah untuk melaporkan hasil kesim-
pulan dari mejanya.
10. Apakah siswa-siswa di kelas memiliki pendapat yang sama, berbeda-beda, bahkan bertentang-
an? Ini tidak apa-apa dan justru baik untuk diskusi.

Catatan untuk guru


Kegiatan ini harus dilakukan dalam suasana bersemangat dan menyenangkan.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 37


Manual Guru 2-3

Peran para ‘Tuan Rumah’ sangat penting, oleh sebab itu, sebaiknya pilih orang-orang yang mampu
untuk memimpin diskusi dan memotivasi partisipasi aktif dari siswa lain. Jika perlu tunjuk para ‘Tuan
Rumah’ sebelum sesi Kafe Diskusi berlangsung dan ajak mereka diskusi agar benar-benar mema-
hami peran mereka.

Kegiatan Kafe Diskusi baik untuk menstimulasi diskusi dan menjadi ajang brainstorming guna
mengembangkan ide-ide yang dimiliki para siswa. Tantangan berikutnya adalah menuliskan ide
yang telah disepakati secara terstruktur dan mengkaji validitas dari rancangan usaha yang akan
dibentuk. Arahkan diskusi ke Manual Guru 2-4 mengenai Pernyataan Tujuan.

38 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 2-4

Pernyataan Tujuan

Tujuan umum pembahasan materi: Siswa menetapkan tujuan-tujuan dan hasil (output) kegiatan-
kegiatan terkait alternatif pemecahan permasalahan yang telah diidentifikasi dan dianalisa.

Tujuan khusus kegiatan:


1. Siswa menggunakan diskusi sebagai sarana untuk saling mengungkapkan pendapat
2. Siswa termotivasi untuk menjadi bagian dari upaya/ gerakan penyelesaian masalah dan pene-
tapan tujuan
3. Siswa dapat memutuskan apa yang dapat mereka lakukan bersama-sama untuk mengatasi per-
masalahan yang telah diidentifikasi dan menetapkan tujuan

Durasi : 45 menit

Sasaran siswa: Kegiatan ini lebih tepat untuk diajarkan bagi siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA.

Berikut contoh Pernyataan Tujuan dengan berdasarkan pada Pohon Masalah yang telah kita susun
sebelumnya:

TUJUAN BESAR Mengurangi jumlah siswa putus sekolah

TUJUAN PROYEK Meningkatkan kesempatan bagi siswa kurang mampu untuk


mendapatkan pendidikan

OUTPUT Tersedianya koperasi siswa; yang hasilnya digunakan untuk


mensubsidi biaya pendidikan siswa kurang mampu

OUTPUT Pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam


mengelola koperasi

OUTPUT Menghimpun dana swadaya siswa yang akan digunakan se-


bagai dana awal koperasi

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 39


Manual Guru 2-4

Keterangan :

TUJUAN BESAR menjelaskan mengenai tujuan umum yang diidentifikasi sebagai permasalahan uta-
ma pada Pohon Masalah.

TUJUAN PROYEK
• menjelaskan mengenai hasil yang terjadi ketika tujuan output tercapai
• menjelaskan mengenai perubahan perilaku pengguna jasa, atau
• menjelaskan mengenai pola aliran manfaat, atau

OUTPUTS jasa atau produk yang akan dihasilkan oleh proyek/ kegiatan/ usaha yang disepakati
bersama oleh para siswa.

TANDA PANAH dari dari atas ke bawah menunjukkan bahwa output paling bawah adalah langkah un-
tuk dapat mencapai output di atasnya. Tercapainya output mendukung tercapainya tujuan proyek
yang kemudian berkontribusi terhadap tujuan besar yang diidentifikasi dari awal.

Pengajaran:

1. Bawakan sesi berikut secara perlahan karena sesi ini dapat dengan mudah membingungkan
peserta

2. Gunakan pernyataan masalah yang sudah dirumuskan sebelumnya, dan minta siswa untuk me-
ngubahnya menjadi pernyataan “situasi positif yang diharapkan terjadi”, atau kita sebut ‘per-
nyataan tujuan’. Sampaikan pada mereka, tidak perlu khawatir apakah tujuan tersebut dapat
tercapai atau tidak, kita akan membahas hal itu kemudian.

3. Terangkan bahwa apa yang kita sedang lakukan pada sesi bukanlah lagi melihat pada pernyata-
an sebab dan akibat namun pernyataan-pernyataan positif sebagai cara untuk mencapai tujuan.

4. Jelaskan (merujuk pada pernyataan-pernyataan paling atas dari pohon masalah) bahwa peserta
akan sama-sama merumuskan tujuan besar/ umum, yaitu payung tujuan besar yang akan men-

40 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 2-4

jadi landasan dari perusahaan berbasis kewirausahaan sosial tersebut.

5. Sekarang fokuskan diskusi peserta untuk merumuskan pernyataan manfaat utama yang bisa
diberikan oleh kewirausahaan berbasis komunitas mereka. Mungkin saja bukan merupakan per-
nyataan tujuan dari pernyataan masalah awanya dibahas, bisa saja berasal dari pernyataan yang
lebih rendah (sebab atau akibat)

6. Jelaskan pada peserta bahwa apa yang kita susun dalam kerangka kerja ini akan membantu
mengembangkan tata kelola (governance) bagi kewirausahaan berbasis komunitas kita.

7. Minta peserta untuk memaparkan hasil diskusi kelompok mereka atau berkelilinglah untuk
mengecek hasil diskusi tiap kelompok. Pastikan peserta memahami dengan jelas bahwa ‘output’
yang mereka tentukan akan berkontribusi langsung pada ‘purpose’ dan selanjutnya hingga ke
pernyataan tujuan umum/overall objective.

Kesimpulan dan Evaluasi Kegiatan


Kesimpulan dan evaluasi kegiatan dapat merujuk pada Tabel Objektif di atas. Tantang siswa untuk
benar-benar melaksanakan apa yang telah mereka rencanakan.

Siswa yang paham dengan materi pada kegiatan ini akan menghasilkan Tabel Objektif yang me-
miliki struktur logika yang baik dan tetap mengacu pada permasalahan yang telah diidentifikasi
sebelumnya.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 41


Manual Guru 2-4

POTENSI KOMUNITAS

Potensi ekonomi komunitas adalah sumber daya yang dimiliki komunitas yang dapat digunakan
untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi bersama.

Kewirausahaan sosial berbasis komunitas dapat memperoleh pembiayaan melalui berbagai metode.
Berbagai alternatif sumber pembiayaan untuk kewirausahaan sosial dapat dicontohkan sebagai
berikut :

Level Sumber yang umum


Strategis Pemerintah pusat
Pemerintah daerah
Pendanaan untuk keseluruhan hasil dari perusahaan Dana-dana internasional (lembaga donor)
– biasanya dengan jalan kemitraan dengan organisasi Organisasi Sosial atau Lembaga tingkat nasional yang
lain memiliki kepedulian pada tujuan sosial tertentu

Proyek Dana pemerintah


Yayasan dan dana perwalian (trust)
Pendanaan untuk manfaat yang spesifik dan terukur, Sponsor pribadi
yang dilakukan oleh perusahaan

Pendapatan Penjualan
Kontrak jasa / servis
Dari hasil penjualan barang dan jasa Sewa
Pinjaman
Investasi
Penyertaan Modal

Komunitas Acara penggalangan dana lokal (crowd sourcing)


Akad/Hibah
Kontribusi dari komunitas terhadap tujuan perusahaan Donasi
Iuran keanggotaan sukarela

Amal
Dana amal nasional
Pendanaan untuk tujuan-tujuan amal dari organisasi Dana Perwalian (trust) lokal
secara keseluruhan atau proyek-proyek tertentu

Pribadi Sponsor
Pemodalan
Investasi dari sector swasta, baik untuk tujuan komer- Kemitraan
sial ataupun tujuan etis. Donasi dan hibah dari perusahaan lain
Investasi filantropis

42 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 2-5

Mengukur Potensi Ekonomi Komunitas

Tujuan umum pembahasan materi: Terdapat dua hal prinsip yang perlu diperkenalkan kepada siswa
tentang pemahaman terhadap aktivitas ekonomi masyarakat :

1. Kegiatan ini akan membuka wawasan siswa mengenai konsumen potensial dan bagaimana me-
reka membelanjakan uangnya.
Wirausaha sukses memiliki intuisi tentang konsumen mereka - siapa yang akan membelanjakan
uangnya pada suatu barang/jasa tertentu. Demikian pula dengan wirausahawan sosial.

2. Kegiatan ini dapat memberikan pemahaman kepada siswa tentang bagaimana kekuatan kolektif
dapat dikelola secara lebih baik guna mendukung terbangunnya suatu kewirausahaan sosial.
Komunitas yang dapat mempertahankan sebanyak mungkin dana di lingkungan mereka sendiri
akan lebih mudah meningkatkan investasi usaha sekaligus mencukupi kebutuhan mereka sen-
diri.

Tujuan khusus kegiatan:


1. Siswa memahami besarnya kekuatan komunitas jika digerakkan sebagai kesatuan kolektif
2. Diharapkan siswa menyadari bahwa terdapat jumlah uang yang cukup besar yang dapat dihim-
pun dari komunitas,
3. Siswa dapat memahami bagaimana anggota komunitas dapat mengoptimalkan kekuatan me-
reka untuk mengambil alih kendali atas uang mereka dan menggunakannya untuk kepentingan
dan kesejahteraan mereka sendiri.

Durasi : minimal 90 menit

Sasaran siswa: Kegiatan ini lebih tepat untuk diajarkan bagi siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA. Jika
ingin diajarkan pada siswa kelas 4-6 SD/ MI, kami anjurkan untuk menyederhanakan pembahasan
dengan menekankan pada manfaat mengerjakan/mengumpulkan sesuatu secara kolektif/berke-
lompok.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 43


Manual Guru 2-5

Persiapan :
1. Siapkan kertas karton/ flip chart dan bagikan kepada masing-masing kelompok yang masing-
masing terdiri dari 4-5 orang
2. Siapkan spidol papan tulis untuk masing-masing kelompok

Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing
anggota 5-6 orang. Atur agar meja-meja memudahkan diskusi antar anggota kelompok.

Pengajaran:
1. Perkenalkan tujuan dari kegiatan tersebut, yakni mengidentifikasi dan menggali potensi eko-
nomi yang ada pada suatu komunitas
2. Ajak para siswa untuk memandang teman-teman sekelas mereka sebagai satu komunitas kecil
3. Minta setiap kelompok untuk membuat perkiraan jumlah total uang saku di kelas mereka selama
sebulan jika uang saku semua siswa di kelas disatukan.
4. Minta setiap kelompok untuk membuat perkiraan pengeluaran rata-rata siswa di kelas. Berapa
pengeluaran kolektif dari siswa-siswa di kelas.
5. Minta setiap kelompok mengisi bagan berikut:

6. Minta setiap kelompok untuk melaporkan hasil diskusi mereka. Adakah perbedaan antar perki-
raan setiap kelompok? Apa yang menyebabkan perbedaan kesimpulan tersebut?

7. Setelah setiap kelompok melaporkan masing-masing temuan mereka, arahkan diskusi kelas un-
tuk membahas beberapa isu berikut:
• Tekankan kata kolektif dalam diskusi. Apakah para siswa menduga bahwa ‘pemasukan’ kolek-
tif kelas mereka setiap bulannya sedemikian besar?
• Luangkan waktu yang cukup banyak untuk membahas kotak ‘pengeluaran kolektif’. Apa saja
pengeluaran yang umumnya dilakukan oleh siswa-siswa dalam kelas ini? Misal: makanan

44 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 2-5

ringan, pulsa, alat tulis, buku, dst.


• Adakah langkah-langkah yang dapat dilakukan secara kolektif untuk mengurangi pengelu-
aran kelas? Misal: apakah harga pulsa dapat lebih murah jika para siswa menyatukan uang
mereka dan membeli pulsa bersama-sama setiap bulannya?
• Jika mereka mengelola pengeluaran dan simpanan secara kolektif apakah ada potensi untuk
meningkatkan pendapatan kolektif kelas?

Tentunya perkiraan tentang pendapatan bersifat asumtif, demikian pula dengan perkiraan dana
yang masuk maupun keluar komunitas. Jangan terlalu terpaku pada nilai yang sangat akurat, lebih
penting adalah bahwa siswa dapat secara kreatif mengembangkan idenya dalam mengembangkan
potensi usaha di komunitas.

Tujuan utama dari kegiatan tersebut adalah membuat siswa bersemangat dengan potensi yang
bisa mereka kembangkan di sekitar mereka.

Jika para siswa tampak tertarik dengan konsep tersebut, ajak mereka untuk menganalisa potensi
ekonomi yang ada di komunitas sekitar mereka.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebagai bahan diskusi adalah:

1. Berdayakan komunitas dengan pengetahuan mengenai potensi sumberdaya/ekonomi mereka


sendiri
2. Mulai proses untuk mengeksplorasi aktivitas usaha yang mungkin meningkatkan potensi eko-
nomi komunitas/kelompok
3. Libatkan kelompok ‘inti’ (orang yang memiliki pengaruh) dari komunitas untuk mulai berpikir
tentang kewirausahaan berbasis komunitas di lokasi tersebut

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 45


Manual Guru 2-5

4. Alihkan fokus dari penciptaan lahan kerja atau pelatihan kepada upaya untuk memperbaiki po-
tensi ekonomi komunitas dengan cara mengenali kekuatan/kelebihan yang mereka miliki namun
belum disadari atau belum dimanfaatkan

Penggunaan analisa masalah merupakan cara yang baik untuk memancing gagasan tentang kewi-
rausahaan sosial berbasis komunitas, disamping itu terdapat metode pelengkap yang dapat mem-
bantu anggota komunitas memahami mengenai potensi ekonomi mereka sebagai komunitas.

Kesimpulan Kegiatan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan pohon masalah adalah:
1. Ketika suatu komunitas/ kelompok bergerak secara kolektif, maka komunitas/ kelompok terse-
but akan jauh lebih kuat
2. Guna meningkatkan potensi komunitas, kita tidak hanya perlu memikirkan bagaimana mening-
katkan pendapatan tetapi juga bagaimana kita dapat menekan pengeluaran secara kolektif
3. Pengelolaan uang secara kolektif dapat dilakukan sehingga menguntungkan semua pihak

Evaluasi
Untuk memastikan para siswa memahami potensi ekonomi komunitas, ciptakan diskusi dengan
mengajukan beberapa pertanyaan berikut:

1. Apakah potensi individu meningkat bersama dengan meningkatnya potensi komunitas?


2. Apakah potensi komunitas dapat optimal jika setiap anggota komunitas bergerak sendiri-sendiri
3. Apa yang dapat mereka lakukan sebagai komunitas kelas untuk meningkatkan potensi mereka
sendiri?

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.( Al-Hujuraat
(49) :15)

46 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 2-6

Memetakan Stake Holder

Tujuan umum pembelajaran: Dalam menjalankan usahanya, seorang wirausahawan perlu mengi-
dentifikasi dan menganalisa para pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan Perusahaan Ber-
basis Kewirausahaan Sosial jauh lebih bervariasi karena melibatkan berbagai kalangan masyarakat
dalam kegiatan operasional usaha maupun dalam pelaksanaan program-program sosialnya.

Tujuan khusus kegiatan:


1. Siswa dapat mengidentifikasi para pemangku kepentingan dalam kegiatan-kegiatan sekolah
yang berhubungan dengan mereka
2. Siswa dapat menganalisa masing-masing pemangku kepentingan secara terstruktur

Durasi : minimal 90 menit

Sasaran siswa: Kegiatan ini lebih tepat untuk diajarkan bagi siswa SMP/ MTs dan SMA/ MA.

Persiapan :
2. Pilih suatu usaha/ aktivitas sekolah yang dikenali oleh siswa-siswa Anda. Labih baik membiar-
kan siswa memilih sendiri usaha/ aktivitas sekolah yang ingin dianalisa. Jika perlu, beritahukan
kepada mereka pada pelajaran minggu sebelumnya agar mereka memiliki kesempatan untuk
mencari informasi terkait usaha/ aktivitas tersebut.
3. Siapkan kertas karton/ flip chart dan bagikan kepada masing-masing kelompok yang masing-
masing terdiri dari 4-5 orang
4. Siapkan spidol papan tulis untuk masing-masing kelompok

Pengaturan Kelas : Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah masing-masing
anggota 4-5 orang. Atur agar meja-meja memudahkan diskusi antar anggota kelompok.

Pengajaran:
1. Pada kertas karton/ flip chart, minta masing-masing kelompok menggambarkan bagan di bawah:

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 47


Manual Guru 2-6

 
2. Tuliskan nama usaha/ aktivitas sekolah pada lingkaran tengah.

3. Ajak siswa untuk memikirkan para pemangku kepentingan yang terkait dengan aktivitas
usaha, serta dapat mempengaruhi atau terpengaruh oleh Perusahaan Berbasis Kewi-
rausahaan Sosial serta pihak-pihak yang mengapresiasikan usaha/ aktivitas tersebut
ataupun sebaliknya.
Contoh: Pemangku kepentingan yang dibuat oleh Koperasi Sekolah
Orang
tua siswa
Orang tua (donatur)
siswa Guru
(penerima Binaan
bantuan) dan
Konseling

Koperasi
Kepala Sekolah untuk Siswa
Sekolah Subsidi Biaya (target
Sekolah Siswa konsumen)
kurang
Mampu

Guru- Pengurus
guru OSIS
Penjaga
Koperasi

4. Minta Para siswa untuk kemudian mengidentifikasi Pemegang kepentingan Primer,


Sekunder dan Tertier berdasarkan tabel di atas.
Contoh:
2
Orang tua
siswa
Orang tua (calon
1 siswa donatur) Guru 1
(penerima Binaan
bantuan) dan
Konseling

Koperasi
1
Kepala Sekolah untuk Siswa
Sekolah Subsidi Biaya (target
1 Sekolah Siswa konsumen)
kurang
Mampu

Guru- Pengurus
guru OSIS 3
2
Penjaga
Koperasi

48 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 2-6

5. Ajak siswa untuk membahas masing-masing pemangku kepentingan yang telah diidentifikasi
dengan mempertimbangkan:

• Ekspektasi - Apa harapan mereka terhadap kegiatan?


• Manfaat – Manfaat apa yang akan mereka terima?
• Sumber daya – Sumber daya apa yang dapat mereka berikan atau mereka butuhkan?

Silakan mengacu pada Lampiran halaman 74-75

6. Minta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil temuan mereka. Apakah ada
yang berbeda pendapat?
7. Tantang mereka untuk mengulang kegiatan di atas terhadap institusi/ usaha di sekitar mereka.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 49


Pengantar III

III. MERANCANG USAHA SOSIAL ANDA

KANVAS MODEL BISNIS UNTUK KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Pendahuluan
Sesi ini dapat dihantarkan dengan menggunakan presentasi “Business Model Canvas” (selanjutnya
BMC) yang sudah diadaptasi dari presentasi oleh Alex Osterwalder PhD. Presentasi tersebut dapat
diunduh bersama dengan Modul Skills for Social Entrepreneurs. Untuk penjelasan presentasi, si-
lakan mengacu pada Lampiran 3.1.

Menurut Alex Osterwalder PhD Sebuah model bisnis adalah gambaran logis mengenai bagaimana
sebuah organisasi menciptakan, menghantarkan dan menangkap sebuah nilai.

Berikut adalah Business Model Canvas yang dirancang oleh Alex Osterwalder PhD (ini juga meru-
pakan informasi untuk Slide 11.

Komponen dasar Business Model Canvas:

  PN  

SP  
BR  
M KP  
U  

MP   JD  

SB   SPeng  

© Adapted from Alexander Osterwalder

− PN: Penawaran Nilai. Hal (produk atau jasa) apa yang dapat suatu organisasi/bisnis/usaha ta-
warkan? Contoh: produknya berupa makanan/penganan bagi siswa, tapi nilai yang ditawarkan
misalnya makanan halal, sehat terjamin. Jasa yang ditawarkan berupa pencucian pakaian siswa,
tapi nilai yang ditawarkan adalah kebersihan, kepraktisan dan kerapihan pakaian dengan harga
yang terjangkau

50 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Pengantar III

− SP: Segmen Pasar. Orang/lembaga yang akan menikmati nilai yang ditawarkan. Bisa saja ada
2 pasar yang akan menikmati nilai yang ditawarkan, dan hanya salah satu yang dapat menawar-
kan balik nilai ekonomi (sanggup membayar). Contoh: yang menikmati makanan halal dan sehat
adalah siswa, tapi yang membayar adalah orang tuanya atau malah pihak lain.
− JD: Jalur Distribusi. Terkait dengan bagaimana upaya organisasi/bisnis/usaha menghantarkan
nilai yang ditawarkan, kepada segmen pasar yang akan menikmati dan membayarnya. Contoh:
ditawarkan melalui kantin sekolah, melalui jasa antar jemput langsung ke rumah siswa.
− BR: Bina Relasi. Terkait dengan upaya menyampaikan informasi positif dan mengelola me-
kanisme umpan balik dari penikmat nilai. Tujuannya adalah untuk memelihara keinginan mereka
untuk terus menikmati nilai yang ditawarkan namun juga mengetahui secara terus menerus
bagaimana meningkatkan kualitas tawaran nilai sehingga penikmatnya akan terus ‘setia’
− SPeng: Sumber Penghasilan. Semua komponen di atas bagian SP akan menentukan dari-
mana organisasi/bisnis/usaha dapat meraih nilai ekonomis yang akan membantu mereka untuk
terus berusaha. Contoh: Menawarkan nilai atas produk makanan sehat dan halal kepada orang
tua murid sehingga mereka bersedia membayar agar anak mereka tidak perlu jajan pada saat
sekolah dan meminimalisir peluang mereka sakit karena jajanan kurang sehat, penghasilannya
adalah dari pembayaran orang tua. Yang menikmati langsung produk adalah siswa, yang me-
nikmati nilai yang ditawarkan adalah orang tua siswa, yang membayar adalah orang tua siswa.
− KP: Kegiatan Produksi. Terkait dengan apa saja yang dilakukan untuk menghasilkan nilai yang
dapat ditawarkan. Contoh: Membeli bahan makanan, mengolahnya menjadi makanan, menge-
masnya dan menjajakannya
− MP: Material Produksi. Hal-hal/barang-barang yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai yang
dapat ditawarkan. Contoh: x kg bahan makanan per hari, x kotak kemasan makanan, kios, dsb
− MU: Mitra Usaha. Pihak-pihak yang dapat/sudah terlibat untuk KP dan MP. Misalnya: sesama
staf pengajar/staf administratif/orang tua yang terlibat dalam produksi dan distribusi, supplier,
dsb.
− SB: Struktur Biaya. Bagaimana (dan berapa) biaya muncul akibat KP dan pengadaan MP. Con-
toh: Ongkos membeli bahan makanan, biaya mengolah, mengemas dan menjajakan makanan,
dsb

Setelah memahami semua komponen dasar, perhatikan contoh Business Model Kanvas untuk Gra-
meen Bank:

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 51


Pengantar III

Langkah Pengisian 1:
Grameen Bank menyediakan layanan pin-
jaman mikro kepada wirausahawan kurang
mampu melalui cabang Grameen Bank di
desa-desa. Namun, kegiatan operasional
cabang Grameen Bank tidak dilakukan di
gedung perkantoran. Grameen Bank meng-
gunakan agen perorangan untuk meng-
hubungkan antara segmen pasar (yakni
peminjam).

Langkah Pengisian 2:
Sebagai bank yang menyediakan layanan
pinjaman, pemasukan utama Grameen
Bank adalah bunga pinjaman. Ini adalah
pendapatan utama dari Grameen Bank.
Sumber penghasilan bagi bank syariat Is-
lam adalah melalui skema bagi hasil yang
disepakati dengan wirausahawan yang me-
minjam uang.

Langkah Pengisian 3:
Untuk memastikan kegiatan simpan-pinjam
Grameen Bank berkelanjutan, makan ke-
giatan utama bank tersebut adalah pen-
gelolaan resiko serta peminjaman dan
penagihan pinjaman. Kebanyakan pemin-
jam Grameen Bank adalah masyarakat ber-
penghasilan rendah sehingga sangat pen-
ting untuk mengelola dan menjaga tingkat
resiko pinjaman.

52 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Pengantar III

Salah satu mitra terpenting Grameen Bank adalah pemerintah Bangladesh sebagai pemberi mod-
al awal dan pendukung kegiatan-kegiatan Grameen Bank. Oleh sebab itu, menjaga relasi dengan
pemerintah juga merupakan bagian dari model bisnis Grameen Bank.

Langkah Pengisian 4:

Struktur biaya Grameen Bank adalah agen


dan biaya modal pinjaman. Alasan menga-
pa Grameen Bank dapat bertahan hingga
sekarang adalah karena berhasil menjaga
agar Struktur Penghasilan (SPeng) selalu
lebih besar dari Struktur Biaya (SB)

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 53


Pengantar III

Contoh:

Contoh di atas terkait dengan pembentukan koperasi sekolah guna mensubsidi siswa putus seko-
lah. Perhatikan bahwa terdapat dua kotak dengan warna berbeda pada BMC tersebut.

Jika suatu usaha menawarkan dua produk atau pelayanan yang berbeda, berikan tanda dengan
warna berbeda dan gunakan secara konsisten pada kotak-kotak BMC lainnya. Ini untuk memudah-
kan pemahaman logika di balik BMC yang Anda buat.

Koperasi sekolah pada contoh di atas menyediakan dua jenis pelayanan. Yang pertama, dalam
kotak-kotak berwarna pink, adalah model bisnis untuk produk makanan ringan, minuman, ATK dan
hasil keterampilan siswa yang dijual melalui koperasi.

Yang kedua, dalam kotak-kotak berwarna biru, adalah layanan pemberian subsidi sekolah bagi
siswa-siswa yang terancam putus sekolah. Karena layanan pemberian subsidi tidak memiliki Materi-
al Produksi (MP) dan Struktur Biaya (SB) maka kedua kotak tersebut tidak diisi oleh kotak berwarna
biru.

54 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 3.1

KANVAS MODEL BISNIS

Tujuan Umum Pembelajaran:


1. Memperkenalkan konsep model bisnis/model usaha
2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada peserta mengenai Business Model Canvas
sebagai salah satu alat untuk mengembangkan model wirausaha sosial

Tujuan Khusus Kegiatan:


1. Peserta dapat memahami manfaat model bisnis/usaha
2. Peserta memahami definisi model bisnis/usaha yang ditawarkan Alex Osterwalder
3. Peserta dapat memahami manfaat menggunakan Business Model Canvas (visualisasi model
usaha, metode untuk menganalisa model usaha dan metode untuk memaparkan model usaha
pada pihak lain)
4. Peserta dapat menggunakan Business Model Canvas untuk menganalisa model bisnis/usaha
atau untuk mendeskripsikan model bisnis/usaha yang dirintis/sudah dijalankannya

Target peserta:
1. Sesama staf pendidik atau staf non pendidik
2. Manajemen sekolah (Pimpinan Sekolah)
3. Manajemen yayasan
4. Siswa tingkat SMA/SMK/STM

Durasi : minimal 45 menit, maksimal 120 menit (partisipasi penuh peserta)

Persiapan teknis:
1. Siapkan proyektor atau lembar paparan untuk dibagikan kepada peserta.
2. Siapkan pula lembar Kanvas pada lampiran untuk latihan; cetak 1 yang besar untuk digunakan
bersama/berkelompok atau cetak ukuran A3 untuk digunakan masing-masing. Sebagai alterna-
tifnya, Anda dapat menyalin matriks BMC ke papan tulis atau ke plastik atau ke kertas flipchart.
3. Pelajari dengan baik presentasi BMC, terutama bagian mengenai tugas Peepo Bag
4. Siapkan beberapa contoh kasus perusahaan swasta, LSM, Koperasi dan organisasi lain bila di-
perlukan untuk memberikan ilustrasi tentang BMC

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 55


Manual Guru 3.1

Pengajaran
1. Jika Anda akan menggunakan presentasi yang telah disiapkan oleh British Council, silakan meng-
acu pada penjelasan slide yang dilampirkan dalam modul.
2. Setelah menjelaskan konsep Business Model Kanvass, ajak siswa untuk mengingat kembali ren-
cana usaha yang telah didisuksikan saat membuat Pohon Masalah, Tabel Objektif, dan Potensi
Ekonomi Komunitas.
3. Cetak Business Model Canvas dalam ukuran A3 atau gambar struktur Business Model Canvas
pada papan tulis.
4. Minta para siswa untuk berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil dan mengisi kotak-kotak pada
Business Model Canvas berdasarkan usaha yang telah direncanakan pada sesi-sesi sebelumnya.
5. Setelah setiap kelompok selesai mengisi Business Model Canvas, minta masing-maisng kelompok
untuk melakukan presentasi di depan kelas.
6. Minta siswa-siswa dari kelompok lain untuk memberikan masukan konstruktif terhadap presen-
tasi kelompok: Apakah hasil setiap kelompok berbeda-beda? Apakah logika dari Business Model
Canvas mereka mudah dipahami?

Catatan Guru
Tantang kreatifitas Anda dan siswa Anda!
Kami telah menyediakan contoh koperasi sekolah pada modul ini, namun sebaiknya Anda mencoba
untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan segar.

Kesimpulan Kegiatan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan pohon masalah adalah:
1. Menuliskan rencana kegiatan sangat efektif secara terstruktur akan memudahkan kita saat ma-
suk ke fase pelaksanaan
2. Business Model Canvas dapat digunakan ketika merencanakan usaha ataupun kegiatan sekolah
karena memastikan bahwa tidak ada komponen dalam perencanaan yang terlupakan
3. Diskusi membantu kita menghasilkan perencanaan yang baik karena banyak ide-ide baru yang
dapat bermunculan.

Kesimpulan dan Evaluasi Kegiatan


Kesimpulan dan evaluasi kegiatan dapat merujuk pada Business Model Canvas di atas. Tantang
siswa untuk benar-benar melaksanakan apa yang telah mereka rencanakan.

56 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 3.1

Siswa yang paham dengan materi pada kegiatan ini akan menghasilkan Business Model Canvas
dengan struktur logika yang baik dan tetap mengacu pada permasalahan yang telah diidentifikasi
sebelumnya.

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang
tersusun kokoh.( Ash-Shaaf (61) : 4)

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 57


Pengantar IV

PENGANTAR AUDIT SOSIAL

Pengertian tentang Audit Sosial hingga kini masih terus dikembangkan, namun konsep Sosial Audit
dapat dijelaskan sebagai :

Suatu cara untuk mengukur sejauh mana suatu kelompok masyarakat atau organisasi menjalankan

apa yang telah menjadi tujuan dan nilai-nilai yang dipegangnya. Merupakan suatu cara untuk me-

mastikan apakah organisasi tetap relevan, layak dan dapat berkelanjutan.

Prosesnya berlangsung secara terus menerus dan merupakan kegiatan yang melekat pada perusa-
haan atau organisasi untuk membantu dalam pelaksanaan seluruh aktivitasnya apakah tetap ber-
langsung sesuai dengan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan pencapaian , sehingga memungkinkan seluruh
pihak pemangku kepentingan untuk mempelajari sejauhmana organisasi dijalankan selama ini.

Terdapat empat tahapan utama :


Tahap pertama adalah menentukan maksud dan tujuan serta nilai-nilai yang disepakati bersama.
Ketiga tahap berikutnya dapat terangkum dalam pernyataan berikut ; Prove it, Report it, Improve it
(Buktikanlah, Laporkanlah, Tingkatkanlah)
Skema Proses Audit Sosial

 
RENCANA  KERJA  

PERNYATAANV
ISI  DAN  MISI  

PELAKSANAAN  
KEGIATAN  

HASIL  KERJA  

PENERIMA  
MANFAAT  

PENYANDANG  
DANA    

PEMANGKU  
KEPENTINGAN  
LAINNYA  

58 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Pengantar IV

Praktek audit sosial di Indonesia secara umum dapat digambarkan melalui bagaimana suatu or-
ganisasi koperasi melaksanakan musyawarah atau yang kita kenal dengan RAT (Rapat Anggota
Tahunan),dimana pengurus memaparkan kinerja organisasi selama setahun berjalan dan rencana
kerja satu tahun mendatang. Pertemuan ini dihadiri oleh para anggota,pengurus pe-ngawas dan
pemangku kepentingan lainnya.

Mengapa melakukan Audit Sosial?

Manfaat Penjelasan
Menghindari misi yang samar-samar atau “Mission Maksud dan tujuan perusahaan sebaiknya rutin
Mist” ditinjau ulang dan disepakati secara demokratis

Tata kelola organisasi yang baik Tujuan yang telah disepakati kemudian dapat diukur
dan dimonitor sesuai dengan kriteria internal
Nilai-nilai yang jelas Nilai-nilai ditetapkan dan disepakati bersama
Tata kelola organisasi yang efektif Kebijakan,peraturan-peraturan dan bila perlu AD/
ART ditinjau ulang secara teratur
Pemangku kepentingan Analisis pemangku kepentingan mengidentifikasi
siapa atau pihak mana saja para pemangku kepen-
tingan

Kualitas keterlibatan pemangku kepentingan Seluruh pemangku kepentingan, baik penerima


manfaat maupun pemangku kepenti-ngan lainnya
terlibat dalam proses tata kelola organisasi melalui
dialog yang demokratis

Bekerja dengan efektif Seluruh tugas-tugas serta peran-peran para penge-


lola maupun pekerja ditinjau ulang secara teratur

Practices what it preaches Survey dilakukan terhadap penerapan nilai-nilai


organisasi dan kesesuaiannya dengan situasi masa
kini
Bergerak sesuai kekuatan Rencana tindak berdasarkan analisis SWOT
Mengenali “posisi” Analisa posisi
Penggunaan alat untuk tatakelola organisasi yang Pengukuran dan alat serta metode kontrol kualitas
baik ditinjau secara teratur
Pelatihan yang sesuai Kebutuhan Pelatihan bagi pengelola dan pekerja
dianalisis, juga ditinjau kesesuaian nya dengan
tujuan organisasi dan waktunya.
Pertemuan yang efisien Tinjau seluruh pertemuan,pelatihan sebagai suatu
kesatuan
Memiliki keterbukaan dan akuntabilitas kepada Laporan Audit Sosial
komunitas

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 59


Pengantar IV

Organisasi di tatanan kewirausahaan sosial terus tumbuh dan berubah secara dinamis. Proses Audit
Sosial akan meningkatkan kesadaran kita tentang aturan dasar yang sama yang akan mempersatu-
kan kita. Hal ini juga mengingatkan kita atas tujuan awal maupun hasil akhir dari upaya kita.

Diriwayatkan dari Jabir, Rasulullah bersabda,”Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seseorang yang tidak bersikap ra-
mah. Dan sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain”(Khoirunnas Anfauhum Linnas) HR. Tabhrani
dan Daruquthni. Disahihkan al-Albani dalam “Ash-Shahihah”)

60 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 6-1

STUDI BANDING KE SEKOLAH LAIN

Kegiatan ini dapat didukung dengan ‘alat’ analisa “Business Model Canvas” (selanjutnya BMC) yang
dikembangkan oleh Alex Osterwalder PhD

Tujuan Umum pembelajaran :


1. Memperkenalkan contoh nyata sebuah kewirausahaan sosial setempat
2. Memahami bagaimana model bisnis sebuah kewirausahaan sosial dipraktekkan

Tujuan khusus kegiatan:


1. Tujuan Khusus: Peserta dapat mengenali dan mempelajari sebuah kewirausahaan sosial yang
ada di lingkung geografis mereka (dekat dengan mereka)
2. Peserta memahami tantangan dan peluang yang dihadapi oleh sebuah kewirausahaan sosial
yang ada di lingkung geografis mereka (dekat dengan mereka)
3. Peserta dapat menggunakan Business Model Canvas untuk membuat deskripsi/visualisasi model
usaha untuk memaparkan model usaha sebuah kewirausahaan sosial yang ada di lingkung geo-
grafis mereka (dekat dengan mereka) dan menganalisa model bisnisnya
4. Peserta dapat mengembangkan wawasan tentang proses audit sosial

Durasi : minimal 60 menit (tanpa kunjungan) hingga ke 1 hari penuh (kunjungan langsung peserta)

Sasaran peserta:
1. Sesama staf pendidik atau staf non pendidik
2. Manajemen sekolah (Pimpinan Sekolah)
3. Manajemen yayasan
4. Siswa tingkat SMA/SMK/STM

Persiapan:
1. Cari informasi mengenai kewirausahaan sosial di sekitar sekolah Anda, sebaiknya yang tidak
terlalu jauh. Informasi dapat didapatkan melalui riset lewat internet, menghubungi Asosiasi Kewi-
rausahaan Sosial Indonesia (AKSI – www.aksi-indonesia.org), bergabung dengan komunitas Tang-
an Di Atas (TDA – www.tangandiatas.com) atau bertanya kepada sesama peserta pelatihan sebe-
lumnya.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 61


Manual Guru 6-1

2. Siapkan lembar informasi yang harus digali. Sebaiknya informasi pada poin sebelumnya juga
digali dengan menggunakan struktur yang ada di lembar ini.
3. Apabila ingin mengadakan kunjungan lapangan untuk sesi studi banding, hubungi dulu per-
wakilan resmi kewirausahaan sosial yang akan dijadikan tempat kunjungan. Bila memungkinkan,
usahakan Anda mengunjungi mereka dulu dan merancang program kunjungan bersama mereka
(kegiatannya apa saja, informasi yang akan digali selama kunjungan apa saja, apa yang perlu
dipersiapkan tuan rumah, dst)
5. Apabila tidak akan mengadakan kunjungan lapangan, Anda dapat mengundang perwakilan kewi-
rausahaan sosial tersebut ke sekolah Anda atau menyiapkan bahan-bahan berupa artikel, profil
wirausaha sosial tersebut dari internet atau hasil wawancara/kunjungan Anda ke kewirausahaan
sosial tersebut
6. Siapkan lembar kerja BMC untuk kerja mandiri atau kerja kelompok

Lembar Penggalian Informasi Studi Banding


Gali informasi mengenai kewirausahaan sosial dengan menggunakan panduan pertanyaan berikut:
1. Apa tujuan sosial mereka ?
2. Apa nilai/manfaat sosial/lingkungan hidup yang mereka tawarkan?
3. Apakah tujuan sosial tersebut tertulis dan dijadikan landasan (AD-ART dan sejenisnya)?
4. Apa struktur legal (bentuk hukum) kewirausahaan sosial tersebut?
5. Bagaimana proses pengambilan keputusannya?
6. Apa nilai-nilai/filosofi yang mereka percayai dan pegang teguh sebagai landasan kerja/orga-
nisasi mereka? Apakah tertulis (AD-ART dan sejenisnya)
7. Bagaimana mereka memperoleh penghasilan?
8. Apa tantangan awal ketika mereka memulainya?
9. Apa faktor kunci yang mereka pikir/rasa sebagai pendorong keberhasilan mereka sejauh ini?
10. Siapa segmen konsumen mereka (siapa yang menikmati nilai yang mereka tawarkan dan siapa
yang membeli nilai yang mereka tawarkan)?
11. Bagaimana mereka menjangkau segmen konsumen mereka dalam hal distribusi nilai yang dita-
warkan dan membina komunikasi 2 arah dengannya?
12. Apa saja kegiatan produksi dan material yang mereka butuhkan untuk menghasilkan nilai yang
mereka tawarkan?
13. Siapa atau apa saja mitra kerja mereka dalam kewirausahaan sosial ini?

62 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 6-1

14. Berapa biaya produksi dan ongkos kegiatan produksi nilai yang mereka tawarkan?
15. Berapa harga yang mereka tetapkan untuk nilai yang mereka tawarkan?
16. Apakah mereka melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala?
17. Apakah prosedur pemantauan dan evaluasi telah disepakati bersama?
18. Apakah usaha tersebut relevan dengan tujuan sosial yang ditetapkan?
19. Apakah usaha tersebut dapat mengembangkan nilai ekonomis (layak usaha) ?
20. Apakah manfaat yang dirasakan komunitas dapat dipertahankan secara berkelanjutan ?

Catatan:
• Pertanyaan di atas tidak harus diajukan secara urutan tertentu, walaupun tujuan sosial dan nilai
sosial suatu kewirausahaan selayaknya menjadi informasi utama yang perlu digali
• Ajukan pertanyaan, bila peserta mengunjungi langsung kewirausahaan sosial tersebut, dengan
cara yang santun dan tidak memberi kesan mengkritik atau mengevaluasi, tekankan sikap ingin
tahu dan belajar dari sesama
• Sedapat mungkin, bila Anda merancang kegiatan kunjungan langsung, pastikan pihak tuan
rumah sudah siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Bukan dengan cara Anda
memberikan langsung daftar pertanyaan tersebut namun dengan cara Anda bertanya lang-
sung atau menyampaikan bahwa mungkin selama kunjungan, peserta akan menanyakan per-
tanyaan-pertanyaan tersebut

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 63


Manual Guru 6-1

Pengajaran
1. Sampaikan di awal sesi apa yang akan dilakukan dan tujuan melakukan sesi
2. Sampaikan di awal sesi, secara singkat mengenai kewirausahaan sosial yang akan dija-
dikan studi banding
3. Bagikan lembar informasi dan artikel/profil kewirausahaan sosial yang akan dikaji oleh
peserta
4. Bila Anda tidak melakukan kunjungan lapangan, pilihan Anda adalah melakukan studi
banding berdasarkan profil kewirausahaan sosial yang sudah Anda riset atau mengun-
dang perwakilan kewirausahaan sosial sebagai narasumber
5. Bila Anda melakukan kunjungan lapangan beri tahu lokasi yang akan dikunjungi, Anda
dapat membuat janji untuk bertemu di lokasi pada hari dan jam yang disepakati dengan
peserta
6. Alokasikan 45-75 menit untuk menggali informasi (membaca profil dan menstrukturkan
informasi atau bertanya pada Anda, bila tidak ada narasumber ataupun kunjungan la-
pangan) menggunakan lembar penggalian informasi (dengan bertanya pada narasum-
ber bila Anda mengundangnya atau melakukan kunjungan lapangan)
7. Pandu mereka untuk kemudian membuat deskripsi/visualisasi model bisnis kewirausa-
haan sosial yang dikaji dengan lembar kerja BMC.
8. Sebagai alternatif, bila peserta sangat aktif, Anda dapat memandu mereka untuk mem-
buat deskripsi/visualisasi model bisnis alternatif yang peserta dapat pikirkan untuk
meningkatkan keberlanjutan dan keberhasilan pencapaian tujuan sosial kewirausahaan
sosial tersebut

Catatan:
Sebaiknya bila Anda melakukan kunjungan atau narasumber masih ada di kelas, sesi analisa
dengan BMC ditekankan ulang pada para peserta tujuannya bukan untuk mengkritisi atau
mengevaluasi tapi untuk memahami, belajar dan bila mungkin usulan untuk meningkatkan
model bisnis kewirausahaan sosial yang dikaji

Kesimpulan kegiatan
Sesi ini mendorong siswa untuk dapat lebih dalam memahami implementasi konsep kewi-
rausahaan sosial dalam suatu aktivitas yang terorganisasi dan berbasis komunitas. Ke-

64 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Manual Guru 6-1

giatan ini juga dapat menggambarkan secara sederhana bagaimana suatu kegiatan audit
sosial diterapkan.

Evaluasi
Untuk memastikan para siswa memahami konsep kewirausahaan sosial dan audit sosial,
sebelum menyimpulkan sesi, periksalah tugas yang telah mereka kerjakan : Apakah mereka
telah menjelaskan jawaban dari pertanyaan pada lembar Studi Banding ?, Apakah penyu-
sunan BMC telah sesuai dengan kondisi nyata Kewirausahaan Sosial yang telah mereka
kunjungi? Selanjutnya pastikan bahwa mereka dapat melihat penerapan konsep kewirausa-
haan sosial dan menyimpulkan apakah aktivitas pada lembaga tersebut relevan dengan
tujuan sosialnya serta dapat berkelanjutan.

Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada
Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan
dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi
sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”. (Al-A’raf (7) : 85)

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 65


LAMPIRAN

66 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 67
Lampiran 1-2

KEWIRAUSAHAAN SOSIALKAH ?

1.1 Kebab Turki BABA RAFI

Siang itu, Hendy Setiono berkemeja batik cokelat dipadu celana hitam.
Cukup sederhana. Tak tecermin tampang seorang bos dari perusa-
haan beromzet lebih dari Rp 1 miliar per bulan. Kebab adalah makanan
khas Timur Tengah (Timteng) yang dibuat dari daging sapi panggang,
diracik dengan sayuran segar, dan dibumbui mayonaise, lalu digulung
dengan tortila.

Hendy mengisahkan, pada Mei 2003, dirinya mengunjungi ayahnya yang bertugas di perusahaan
minyak di Qatar. Selama di negeri yang baru sukses melaksanakan Asian Games itu, dia banyak
menemui kedai kebab yang dijubeli warga setempat. Lantaran penasaran, Hendy yang mengaku
hobi makan itu lantas mencoba makanan yang lezat bila dimakan dalam kondisi masih panas terse-
but. “Ternyata, rasanya sangat enak. Saya tak menduga rasanya seperti itu,” papar Hendy.

Begitu tiba kembali di Surabaya, dia langsung menyusun strategi bisnis. Yang pertama dilakukan
adalah mencari partner. Dia tidak ingin usahanya asal-asalan. Dia kemudian bertemu Hasan Baraja,
kawan bisnisnya yang kebetulan juga senang kuliner. Awalnya, mereka sengaja melakukan trial and
error untuk menjajaki peluang bisnis serta pangsa pasarnya.

September 2003, gerobak jualan kebab pertamanya mulai beroperasi. Mengawali sebuah bisnis
memang tidak mudah. Apalagi untuk meraih sukses seperti sekarang. Suka duka pun dirasakan,
hasilnya dalam 3-4 tahun, dia berhasil mengembangkan sayap di mana-mana. Bahkan, hingga pe-
ngunjung 2006, pengusaha muda tersebut mencatat telah memiliki 100 outlet Kebab Turki Baba
Rafi yang tersebar di 16 kota di Indonesia. Tidak hanya di Jawa, tapi juga di Bali, Sumatera, Sulawesi,
dan Kalimantan.

Sumber : www.babarafi.com

68 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Lampiran 1-2

1.2 SAUNG ANGKLUNG UDJO

Saung Angklung Udjo (disingkat SAU), didirikan oleh


Udjo Ngalagena (alm) yang akrab dengan panggilan
Mang Udjo dan isterinya, Uum Sumiati. Mang Udjo dike-
nal sebagai pembuat angklung sejak tahun 1966, yang
didasarkan atas hobi.

Kegemarannya akan angklung mendorong Udjo untuk mengajak orang-orang di komunitasnya


untuk memberikan kontribusi positif kepada kerajinan angklung dan seni pertunjukan permainan
angklung serta pertunjukan tradisional kesenian Sunda. SAU merupakan sanggar seni sebagai tem-
pat pertunjukkan seni, laboratorium pendidikan sekaligus sebagai obyek wisata budaya khas Jawa
Barat, dengan mengandalkan semangat gotong royong antar sesama warga.

Generasi kedua, putra-putri mang Udjo, berusaha membawa SAU untuk mewujudkan cita-cita dan
harapan Abah Udjo (alm) yang atas kiprahnya dijuluki sebagai legenda Angklung, yaitu Angklung
sebagai seni dan identitas budaya yang membanggakan. Pada awalnya SAU merupakan usaha ke-
luarga, baru setelah tahun 1995, diadakan penataan dan berorientasi pada profit. Badan Hukum
SAU telah berbentuk Perusahaan Terbatas, yang setelah pak Udjo almarhum, diteruskan oleh pu-
tra-putrinya (ada ada 10 orang). Kondisi lokasi SAU dapat diibaratkan oase kebudayaan di tengah
perkampungan padat, di atas tanah seluas 1,2 hektar. Saat ini SAU mengembangkan cikal bakal kon-
sep perusahaan berbasis masyarakat, dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam memproduksi
angklung, mereka dijadikan perajin binaan. Perusahaan memodali dana dan bahan baku untk pem-
buatan angklung di rumah sesuai dengan target permintaan, kemudian diserahkan kembali ke peru-
sahaan. Sebagian artis pertunjukan musik angklungpun adalah anak-anak dan remaja di komunitas
sekitar. Dan sebagian besar anak-anakpun dapat terus melanjutkan sekolahnya dari beasiswa SAU.

Saat ini SAU mampu menghasilkan pendapatan yang signifikan dari pertunjukan rutin dan semakin
dikenal di tataran internasional.

Sumber : www.angklung-udjo.co.id

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 69


Lampiran 1-2

PT Bakrie Telecom Tbk menuntaskan penyerahan infaq Hape


Esia Hidayah dengan menyerahkan danA hampir mendekati
Rp 5 Miliar yang dananya disisihkan Rp 10 ribu dari setiap
unit penjualan hape tersebut.

Keseluruhan infaq diberikan kepada 5 lembaga sosial yang


kompeten & memiliki lisensi sebagai penyalur infaq yang in-
dependent.
Masing-masing adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dompet Dhuafa Republika, Bakrie Untuk Ne-
geri, ANTV Peduli dan BTEL ROCKS (Reaching Out Communities and Kids) yang merupakan Corpo-
rate Sosial Responsibility (CSR) dari PT Bakrie Telecom.

Rakhmat Junaidi, Direktur Corporate Services PT Bakrie Telecom Tbk menjelaskan perusahaan
sengaja menitikberatkan pembagian infaq pada sektor pendidikan mengingat sektor ini merupakan
salah satu investasi utama masa depan bangsa.

”Pendidikan bukan saja terbatas pada pendidikan formal di sekolah tapi juga menyangkut program
pelatihan untuk membangkitkan semangat kewirausahaan. Jadi ada keseimbangan antara pengeta-
huan dan ketrampilan sehingga peserta didik lebih siap menghadapi turbulensi kehidupan di masa
depan”, ujar Rakhmat ketika menyampaikan sambutannya di acara penyerahan infaq Hape Esia
Hidayah di Jakarta kemarin.

Program-program yang dilakukan antara lain Bakrie Telecom bersama Majelis Ulama Indonesia
mengembangkan program pelatihan bagi para santri dan kaum dhuafa melalui Yayasan Sekar Bumi.
Selain pendidikan yang bersifat pelatihan ketrampilan (skill), Bakrie Telecom juga menunjang ak-
tivitas pendidikan formal seperti program membaca selama 1 tahun kepada anak-anak Sekolah
Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah dengan melakukan pembagian gratis Koran Berani (Berita Anak
Indonesia).

“Kami bersyukur atas kepedulian dan dukungan para pelanggan Hape Esia Hidayah karena me-
reka bukan saja merasakan manfaatnya dalam membantu kegiatan beribadahnya, tetapi juga dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat lainnya dengan Infaq yang kami sisihkan”, ujarnya.

Sumber : www.bakrietelecom.com

70 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Lampiran 1-2

1.4 GREENERATION INDONESIA (GI)

Termotivasi oleh isu perubahan iklim, Greeneration Indonesia


dibentuk pada tahun 2005 untuk mempromosikan gaya hidup
ramah lingkungan. Greeneration Indonesia (GI) adalah sebuah
perusahaan yang menawarkan gaya hidup ramah lingkungan
melalui produk dan program. Direktur Greeneration Indone-
sia, M Bijaksana Junerosano berpendapat bahwa “Selama ini
masyarakat berprinsip semua kejadian bisa saja terjadi asal
not in my backyard termasuk pada kerusakan alam. Hal ini
yang perlu diubah cara pandangannya bahwa isu lingkungan
adalah tanggung jawab semua,” .

Berbagai program pun diciptakan Greenaration dengan berdasarkan pada visi “Indonesia Lestari”
melalui empat misi yakni pengelolaan sampah, Indonesia cukup air, hemat energi, dan langit cerah
Indonesia. “Dari misi itu kami turun menjadi program-program kampanye untuk disosialisasikan
kepada masyarakat. Untuk sekarang kami fokus kepada yang pengelolaan sampah dulu baru tahun
depan mulai fokus ke cadangan air,” ucap Sano.

Tidak mengherankan apabila kemudian para anak muda ini di tahun 2006 membuat sebuah pro-
gram bertajuk KEBUNKU (KErtas Bekasku hijaUkan BanduNgKu), yaitu program yang berusaha men-
ciptakan siklus untuk mengembalikan pohon yang telah dimanfaatkan (jadi kertas) menjadi pohon
kembali. Program Kebunku ini ditujukan bagi para pelajar sekolah dengan mengajarkan pendauru-
langan kertas untuk kemudian dijual. Hasil penjualan akan digunakan untuk membeli bibit pohon
dan kemudian ditanam.

Guna menjaga kesinambungan dari program mereka, pada tahun 2008 GI melakukan restrukturasi
dan mengembangkan infrastruktur usaha. GI kemudian memperkenalkan produk utama mereka,
BaGoes, yakni tas ramah lingkungan yang dapat menjadi pengganti penggunaan kantong plastik.
Selain pembuatannya yang ramah lingkungan, tas BaGoes juga mempromosikan pentingnya men-
gurangi jumlah sampah sehingga sejalan dengan visi awal pembentukan GI.

Keuntungan yang diperoleh dari BaGoes kemudian disalurkan untuk program-program GI seperti
Masuk RT yang berusaha mengajarkan sistem pengolahan sampah rumah tangga yang ramah ling-
kungan kepada masyarakat sekitar mereka.

Sumber: http://greeneration.org/ho

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 71


Lampiran 1-1.b

KEWIRAUSAHAAN SOSIALKAH ?

Perusahaan Kewirausahaan Sosial


Mengapa? Mengapa?

1.1

1.2

1.3

1.4

72 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Lampiran 1-2

LEMBAGA KEWIRAUSAHAAN SOSIAL ATAU PERUSAHAAN ?

Kewirausahaan sosial Perusahaan korporasi Kewirausahaan sosial maupun


Perusahaan korporasi

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 73


Lampiran 2.6

MEMETAKAN STAKE HOLDER

Status Pemangku Kepentingan Nama Pemangku Kepentingan

Primary Stakeholders 1.

2.

3.

..........

Secondary Stakeholders 1.

2.

3.

..........

Tertiary Stakeholders 1.

2.

3.

..........

74 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Lampiran 2.6

MEMETAKAN STAKE HOLDER


Nama Pemegang Ekspektasi Manfaat Sumberdaya
Kepentingan

Catatan :
Ekspektasi - Apa saja harapan mereka terhadap kegiatan kita
Manfaat - Manfaat apa saja yang akan mereka terima
Sumber daya - Sumber daya apa saja yang dapat mereka berikan atau mereka butuhkan

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 75


Lampiran 3.1

PENJELASAN SLIDE BUSINESS MODEL CANVAS

Slide 1:
“Kenapa kita perlu menggunakan Model Bisnis?”

Biarkan peserta mencoba menjawab pertanyaan ini, individual atau diskusi berkelompok.
Jawaban: Terkadang kita butuh untuk menuliskan apa yang berusaha kita capai dengan suatu
usaha, tujuan menuliskan bisa karena kita perlu menganalisanya atau kita perlu menjelaskannya ke
orang lain dengan jelas. Tanyakan berapa banyak peserta yang bingung ketika harus menjelaskan
usaha mereka ke pihak lain.
Catatan: Untuk mempersingkat waktu, fasilitator dapat langsung menjawab pertanyaan ini

Slide 2:
“Apa hubungan antara wirausaha sosial yang berupaya memberikan dampak sosial /dan lingkungan
hidup.....dengan model bisnis?

Biarkan peserta mencoba menjawab pertanyaan ini, individual atau diskusi kelompok
Jawaban: Ketika usaha ‘biasa’ saja perlu kejelasan model bisnis, maka wirausaha sosial lebih perlu
model bisnis yang jelas, agar mudah dijalankan atau ketika menjelaskannya kepada pihak lain.
Catatan: Untuk mempersingkat waktu, fasilitator dapat langsung menjawab pertanyaan ini sendiri

Slide 3:
Apakah organisasi berikut membutuhkan model bisnis?

Pertanyaan pembuka lanjutkan ke slide berikutnya

Slide 4:
Perusahaan Ritel

Biarkan peserta mencoba menjawabnya.


Jawaban: “Tentu saja sebuah perusahaan ritel membutuhkan dan memiliki model bisnis yang jelas.”
Jika diperlukan, coba bahas secara singkat model bisnis dari sebuah perusahaan ritel yang terke-
muka di daerah Anda...misal sebuah toko kelontong, model bisnisnya adalah membeli secara grosir

76 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Lampiran 3.1

barang-barang kebutuhan pokok untuk kemudian dijual kembali secara eceran. Keuntungan dia
dapatkan dari selisih antara harga barang secara grosir dan harga ketika dijual secara eceran.
Catatan: Untuk mempersingkat waktu, fasilitator dapat langsung menjawab pertanyaan ini sendiri

Slide 5:
Koperasi

Biarkan peserta mencoba menjawabnya.


Jawaban: Sebuah koperasi, betapapun kecil, membutuhkan dann seharusnya memiliki model bisnis
yang jelas.
Jika diperlukan, coba bahas secara singkat contoh sebuah koperasi di daerah peserta, misal ko-
perasi simpan pinjam menghimpun dana setoran dari anggotanya untuk kemudian dipinjamkan
pada salah satu anggota yang membutuhkan. Selisih antara dana pinjaman yang dikembalikan (plus
bunga) dan dana awal yang dihimpun merupakan pendapatan utama koperasi simpan pinjam

Slide 6:
NGO

Biarkan peserta mencoba menjawabnya.


Jawaban: Sebuah NGO walaupun bergerak tidak untuk memaksimalkan pendapatan bagi pendiri/
pengurusnya, tetap membutuhkan aliran dana masuk untuk membiayai operasional pelaksanaan
kegiatan mereka. Sebuah NGO ‘tradisional’ model bisnis nya adalah menghimpun dana hibah/grant
atau dana sosial untuk disalurkan/dikelola untuk kepentingan sosial dan menutupi biaya operasio-
nalnya.

Slide 7:
Lembaga pengelola zakat.

Biarkan peserta juga mencoba menjawabnya.


Jawaban: Sebuah lembaga amil zakat tetap membutuhkan dana untuk membiayai operasional or-
ganisasi. Model usaha sebuah lembaga amil zakat adalah menghimpun sebanyak mungkin dana za-
kat, menyalurkannya kepada yang berhak dan menggunakan hak pengelola zakat untuk membiayai
operasional organisasi.

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 77


Lampiran 3.1

Slide 8:
Kesimpulan: Semua bentuk organisasi tadi memiliki model usaha/bisnis yang dapat diurai, dianalisis
dan divisualisasikan

Kesimpulan 1 dan tujuan 1 sesi tercapai

Slide 9:
Jadi apa definisi model bisnis/usaha?

Biarkan peserta mencoba menjawabnya secara individu atau diskusi kelompok

Slide 10:
Sebuah model bisnis adalah gambaran logis mengenai bagaimana sebuah organisasi menciptakan,
menghantarkan dan menangkap sebuah nilai

Definisi yang diajukan Alex Osterwalder, PhD adalah sebagaimana disebut di atas. Kata kuncinya
dalam definisi ini adalah:
• Gambaran yang berarti harus ada deskripsi atau visualisasi
• Logis yang berarti ada hubungan yang jelas antar deskripsi dan hubungan tersebut harus masuk
akal
• Organisasi berarti kegiatan/usaha yang akan dijalankan/sudah berjalan
• Menciptakan yang berarti memberi nilai dari yang (sebelumnya) tidak ada nilai atau memberi
nilai tambah (sesuatu menjadi lebih ‘berharga’). Dapat berarti nilai ekonomis atau nilai lain yang
memiliki makna keberhargaan atau kebermaknaan
• Menghantarkan yang berarti harus dapat mendistribusikan/menyampaikan nilai yang ditawarkan
kepada yang membutuhkan/menginginkannya
• Menangkap berarti harus dapat memperoleh nilai ekonomi atau manfaat dari kegiatan mencip-
takan dan menghantarkan nilai tersebut sebelumnya

Catatan:
Dapat saja peserta tidak/kurang menyetujui definisi ini, namun untuk kepentingan kegiatan pembe-
lajaran definisi ini akan digunakan untuk membatasi dan mengarahkan proses belajar.

78 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Lampiran 3.1

Slide 11:
Komponen dasar Business Model Canvas

  PN  

SP  
BR  
M KP  
U  

MP   JD  

SB   SPeng  

sumber: www.businessmodelgeneration.com

Fasilitator memaparkan pada peserta mengenai komponen dasar Business Model Canvas:
− PN: Penawaran Nilai. Hal (produk atau jasa) apa yang dapat suatu organisasi/bisnis/usaha ta-
warkan? Contoh: produknya berupa makanan/penganan bagi siswa, tapi nilai yang ditawarkan
misalnya makanan halal, sehat terjamin. Jasa yang ditawarkan berupa pencucian pakaian siswa,
tapi nilai yang ditawarkan adalah kebersihan, kepraktisan dan kerapihan pakaian dengan harga
yang terjangkau
− SP: Segmen Pasar. Orang/lembaga yang akan menikmati nilai yang ditawarkan. Bisa saja ada
2 pasar yang akan menikmati nilai yang ditawarkan, dan hanya salah satu yang dapat menawar-
kan balik nilai ekonomi (sanggup membayar). Contoh: yang menikmati makanan halal dan sehat
adalah siswa, tapi yang membayar adalah orang tuanya atau malah pihak lain.
− JD: Jalur Distribusi. Terkait dengan bagaimana upaya organisasi/bisnis/usaha menghantarkan
nilai yang ditawarkan, kepada segmen pasar yang akan menikmati dan membayarnya. Contoh:
ditawarkan melalui kantin sekolah, melalui jasa antar jemput langsung ke rumah siswa.
− BR: Bina Relasi. Terkait dengan upaya menyampaikan informasi positif dan mengelola me-

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 79


Lampiran 3.1

kanisme umpan balik dari penikmat nilai. Tujuannya adalah untuk memelihara keinginan mereka
untuk terus menikmati nilai yang ditawarkan namun juga mengetahui secara terus menerus
bagaimana meningkatkan kualitas tawaran nilai sehingga penikmatnya akan terus ‘setia’
− SP: Sumber Penghasilan. Semua komponen di atas bagian SP akan menentukan darimana
organisasi/bisnis/usaha dapat meraih nilai ekonomis yang akan membantu mereka untuk te-
rus berusaha. Contoh: Menawarkan nilai atas produk makanan sehat dan halal kepada orang
tua murid sehingga mereka bersedia membayar agar anak mereka tidak perlu jajan pada saat
sekolah dan meminimalisir peluang mereka sakit karena jajanan kurang sehat, penghasilannya
adalah dari pembayaran orang tua. Yang menikmati langsung produk adalah siswa, yang me-
nikmati nilai yang ditawarkan adalah orang tua siswa, yang membayar adalah orang tua siswa.
− KP: Kegiatan Produksi. Terkait dengan apa saja yang dilakukan untuk menghasilkan nilai yang
dapat ditawarkan. Contoh: Membeli bahan makanan, mengolahnya menjadi makanan, menge-
masnya dan menjajakannya
− MP: Material Produksi. Hal-hal/barang-barang yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai yang
dapat ditawarkan. Contoh: x kg bahan makanan per hari, x kotak kemasan makanan, kios, dsb
− MU: Mitra Usaha. Pihak-pihak yang dapat/sudah terlibat untuk KP dan MP. Misalnya: sesama
staf pengajar/staf administratif/orang tua yang terlibat dalam produksi dan distribusi, supplier,
dsb.
− SB: Struktur Biaya. Bagaimana (dan berapa) biaya muncul akibat KP dan pengadaan MP. Con-
toh: Ongkos membeli bahan makanan, biaya mengolah, mengemas dan menjajakan makanan,
dsb

Catatan:
Dapat disampaikan kepada peserta bahwa BMC dapat digunakan untuk mendeskripsikan/memvi-
sualisasikan seluruh komponen bisnis atau usaha secara rinci, misal: frekuensi dan metode spesifik
distribusi, biaya per material produksi, dst. Namun untuk tahap awal, BMC sebaiknya digunakan un-
tuk mendeskripsikan dan memvisualisasikan hal yang umum dulu tentang bisnis/usaha yang akan
dibahas.

Slide 12:
Matriks/Bagan BMC di kertas kerja

80 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


Lampiran 3.1

Sampaikan pada para peserta bahwa mereka akan dapat menggunakan/membuat BMC sendiri un-
tuk tujuan belajar praktek.
Sampaikan ulang mengenai kotak/area isian dalam BMC. Sampaikan pula bahwa BMC digagas Alex
Osterwalder untuk dikerjakan dengan kertas tempel/post-its namun kita bisa saja menggunakan
cara lain (menulis di plastik atau papan tulis yang dapat dihapus). Contohkan bagaimana menger-
jakan BMC dgn menggunakan post-its.

Slide 13:
Contoh BMC dari sebuah NGO/LSM ‘tradisional’

Paparkan contoh bagaimana model usaha sebuah NGO/LSM ‘tradisional’. Mulai dari bagian tengah
dan kanan, yang mendeskripsikan bagaimana mereka tawarkan adalah nilai-nilai sosial dan ‘janji’
bahwa mereka akan dapat menghantarkan nilai sosial tersebut ke pihak/orang yang membutuhkan.
Yang akan menikmati manfaat dari nilai sosial itu (biasanya) tidak dapat memberikan ganti nilai
ekonomisnya, namun ada pihak lain yang bersedia dan sanggup memberikan ganti nilai ekonomi
atas nilai sosial/manfaat yang akan dihantarkan NGO/LSM tersebut kepada penikmatnya. Lanjutkan
dengan paparan bagian kirinya.

Slide 14:
Model usaha Grameen Bank

Paparkan/diskusikan bersama bagaimana model usaha Grameen Bank. Mereka ingin memecahkan
masalah kemiskinan dengan cara memberikan pinjaman mikro untuk usaha. Pinjaman mikro di-
berikan kepada wanita miskin di tingkat desa dengan cara di’distribusikan’ langsung oleh petugas
peminjam tingkat desa, begitupun bina relasinya. Kegiatan produksi mereka adalah mencari modal
awal, mendistribusikan pinjaman, mengambil pengembalian pinjaman, mengembalikan modal awal,
mendampingi kegiatan usaha. Materi produksi mereka adalah dana pinjaman, alat komunikasi utk
para distributor pinjaman. Mitra kerjasama mereka adalah bank pemerintah atau lembaga internasi-
onal yang dapat memberikan modal awal, pemerintah tingkat desa dan pengusaha lokal. Penghasi-
lan mereka adalah marjin/selisih pengembalian dengan sistem bagi hasil. Struktur biaya terbesar
mereka adalah ‘komisi’ bagi distributor pinjaman

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 81


Lampiran 3.1

Slide 15:
Tugas kelompok: mendeskripsikan kemungkinan model usaha alternatif untuk Peepo Bag

Fasilitator menjelaskan mengenai karakteristik produk Peepo Bag. Tekankan informasi bahwa Peepo
Bag diciptakan dengan tujuan sosial, memecahkan masalah sanitasi (buang air) di negara berkem-
bang dan/ di desa-desa yang belum ada infrastruktur sanitasi dan target penggunanya tidak sang-
gup membayar bahkan ongkos produksi Peepo Bag.

Beri waktu diskusi antara 15-30 menit sekaligus mempersiapkan presentasinya. Gunakan lembar
kerja Peepo Bag yang sudah disiapkan. Fasilitator mengunjungi kelompok untuk memastikan mer-
eka memiliki pemahaman yang cukup standar tentang BMC dan komponen2nya.

Slide 16:
Presentasi kelompok
Berikan waktu 3-5 menit bagi tiap kelompok untuk memaparkan deskripsi dan visualisasi yang telah
mereka diskusikan bersama. Catat hal-hal menarik dari model yang dipaparkan dan cara mereka
berdiskusi/memaparkan

Slide 17-18:
Alternatif model usaha Peepo Bag yang sudah pernah diusulkan

Jelaskan dengan singkat atau dengan menggunakan BMC, mengenai beberapa alternatif model
usaha serta keunggulan2nya.

Slide penutup (opsional)


Tugas mandiri

Ada 3 pilihan:
1. Minta peserta untuk mendeskripsikan/memvisualisasikan model usaha sosial yang ada di seko-
lah mereka/lingkungan mereka/mereka sedang jalankan sebagai pribadi,
2. Minta peserta untuk mendeskripsikan/memvisualisasikan model usaha yang sudah terkenal di
Indonesia (misal BUMN, PSSI, PMI, OrMas, dsb), atau
3. Minta mereka mempelajari terlebih dahulu informasi mengenai organisasi2 tersebut melalui
riset pribadi (internet, koran, majalah, dsb)

82 © British Council Indonesia dan Cliff Southcombe


© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe

© British Council Indonesia dan Cliff Southcombe 83

Anda mungkin juga menyukai