Anda di halaman 1dari 18

Diterima tanggal: 09.04.

2019

Kurasi Konten Online Melalui Media Sosial untuk Pengembangan


Knowledge Management dan E-Resources Perpustakaan

Deden Sumirat Hidayat


Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Cibinong Kabupaten Bogor
Alamat E-mail: d2n.scriptproject@gmail.com ; dede029@lipi.go.id

Anggi Kirana
UPT PKT Kebun Raya Cibodas, LIPI, Cibodas Kabupaten Cianjur
Alamat E-mail: kirana.gie@gmail.com

Abstrak:

Kurasi konten online sebagian besar masih disalahpahami oleh banyak pustakawan dan institusi, relatif
sedikit yang mengakui ini sebagai peran pekerjaan, fungsi, keterampilan atau kompetensi. Seringkali
secara tidak sadar pustakawan melakukan kurasi konten online. Berdasarkan fenomena tersebut perlu
dilakukan suatu kajian yang tepat dalam implementasi kurasi konten online. Tantangan tersebut
melahirkan suatu fokus tujuan penelituan ini yaitu untuk mengetahui alasan, strategi, prosedur,
perangkat, model dan dampak kurasi konten online untuk pengembangan knowledge management dan
e-resources perpustakaan. Metode yang digunakan adalah studi literature, survey dan kualitatif dengan
desain deskriptif. Survey dilakukan pada media sosial perpustakaan dan kompetensi pustakawan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa alasan melakukan kurasi konten online adalah untuk menyajikan
informasi dalam bentuk baru dengan cara menelusur, mengelompokkan, menggabungkan dan
menyebarkan konten yang berasal dari situs media sosial dan situs lainnya. Implementasi kurasi konten
online masih banyak belum diketahui oleh pustakawan, dikarenakan kompetensi yang sangat
berpengaruh dalam meningkatkan literasi informasi, literasi kritis, literasi visual, literasi media sosial,
literasi digital, dan literasi perangkat, dalam rangka untuk mewujudkan pengelolaan pengetahuan
institusi dan pemanfaatan e-resources yang tepat.

Kata kunci: kurasi konten online, knowledge management, e-resources, media sosial, perpustakaan

1. Pendahuluan

Fenomena kurasi konten online secara tidak disadari semakin berkembang dalam dunia
dokumentasi dan informasi. Pustakawan secara spontan selalu melakukan kegiatan kurasi
konten online dalam aktivitas kesehariannya. Dalam dunia perpustakaan, kurasi konten online
dilakukan bertujuan untuk menghasilkan konten informasi tepat sesuai kebutuhan pengguna
untuk meningkatkan aksesibilitas. Kreasi konten digital mengubah lanskap media dan
menghadirkan beberapa peluang menarik bagi pustakawan. Berbagi tautan bukanlah suatu
fenomena atau proses baru, tetapi karena tautan menjadi lebih mudah dikumpulkan dan

1
dibagikan, pengguna perlu bantuan belajar untuk memisahkan konten berkualitas tinggi dari
yang berkualitas lebih rendah (Fotis et al., 2011). Pustakawan dapat memposisikan diri bukan
hanya sebagai kurator, tetapi sebagai otoritas. Pustakawan dapat membantu pengguna
mempelajari cara melakukan kurasi, tetapi juga cara mengevaluasi sumber yang dikurasi.
Muncul fenomena big data pada media sosial berdampak pada, ternyata masih banyak
perpustakaan yang melakukan kurasi konten tanpa didasari dengan cara dan kebijakan yang
tepat, sehingga kurasi konten hanya dilakukan sebagai kegiatan spontan dan tidak terorganisir.

Digital Curation Centre (DCC) mendefinisikan kurasi digital yang mengacu pada
mengelola dan menambah nilai pada data penelitian untuk kebutuhan masa yang akan datang
(Digital Curation Centre, 2010). Semakin berkembangnya media sosial berpengaruh pada
kegiatan kurasi, kurasi digital menjadi meluas, bukan hanya terbatas pada data penelitian tetapi
juga pada data media sosial. Kurasi konten sosial adalah tren baru yang muncul setelah
kompleksnya informasi yang dihasilkan oleh revolusi konten yang dibuat pengguna. Revolusi
konten ini akan berdampak munculnya kecenderungan konsep kurasi konten yang
memungkinkan untuk lebih mengkategorikan dan mengatur koleksi konten situs web yang
dibuat oleh pengguna lain secara online daripada membuat konten baru. Pengguna atau kurator
konten akan menampilkan perspektif editorial dengan menyorot konten yang menarik dari
kurator konten lain yang dianggap menarik. Kurasi konten melalui media sosial perpustakaan
masih sangat rendah, bahkan pustakawan belum menyadari alasan dan tujuan melakukan kurasi
konten melalui media sosial. Sehingga hasil kurasi tidak terarah dan tidak terorganisir dengan
baik.

Perangkat, platform dan layanan untuk kurasi konten online sangat banyak dan beragam.
Perangkat ini bervariasi berdasarkan prosedur yang ditawarkan, termasuk didalamnya sumber
data apa yang dapat di ambil, bagaimana dan situs berbagi serta siapa yang memiliki akses
menuju konten. Kurasi memiliki banyak tipe model, dari yang sederhana sampai rumit, dimana
semuanya mungkin berlaku untuk pengembangan Perpustakaan. Tetapi sebagian besar
perpustakaan di Indonesia belum menyadari melakukan tipe model kurasi apapun, hal ini
disebabkan minimnya konsep kurasi dan sarana dalam implementasi perangkat kurasi berbasis
teknologi informasi. Berdasarkan hal tersebut, Perpustakaan memerlukan perangkat yang
sesuai dengan kebutuhan kurasi yaitu menemukan, menggabungkan (aggregating) dan
mengelola konten (Dale, 2014).

Pemanfaatan E-Resources untuk riset dan publikasi ilmiah yang masih rendah berdampak
pada layanan online yang harus semakin prima. Perpustakaan sebagai agen informasi
seharusnya dapat menjawab tantangan ini dengan menyediakan suatu layanan yang dapat
memudahkan dan meningkatkan akses e-resources. Pustakawan harus dapat menggunakan
kurasi konten online sebagai sarana untuk mengemas E-Resources sebagai paket informasi.
Sedangkan problem yang muncul di lapangan adalah masih minimnya kompetensi yang harus
dimiliki oleh pustakawan dan tenaga perpustakaan untuk melakukan kurasi konten online.
Pengguna informasi yang akan semakin kritis dalam menggunakan penelusuran dalam suatu
sistem informasi bahkan sebagian besar user mendapatkan konten dari media sosial dan
academic social networking. Hal ini membuktikan bahwa perilaku penelusuran informasi pada
user yang semakin pintar, oleh karena itu diperlukan suatu layanan informasi yang memiliki
fitur penelusuran yang lengkap, dalam satu portal dan dapat menghubungkan dengan konten
media sosial (Hidayat & Kirana, 2017).

Kurasi adalah salah satu cara untuk membagikan pengetahuan/ knowledge. Knowledge
management memegang peranan penting dalam mengelola pengetahuan, termasuk didalamnya
menyebarkan pengetahuan. Faktanya diseminasi konten pengetahuan dengan kurasi belum
2
optimal dilakukan, dikarenakan konten yang disebarkan masih terbatas pada konten
dokumentasi kegiatan perpustakaan. Selain itu belum adanya standar prosedur knowledge
management dengan kurasi konten online adalah fenomena yang menjadi tuntutan yang harus
segera dipenuhi.

Berdasarkan fenomena tersebut perlu dilakukan suatu kajian yang tepat dalam
implementasi kurasi konten online. Tantangan tersebut melahirkan suatu fokus tujuan
penelituan ini yaitu untuk mengetahui alasan, strategi, prosedur, perangkat, model dan dampak
kurasi konten online untuk pengembangan knowledge management dan e-resources
perpustakaan. Dengan tujuan tersebut diharapkan penelitian ini dapat memberikan rekomendasi
kepada perpustakaan dan institusi di bidang informasi untuk menerapkan kurasi konten online
dalam pengelolaan informasinya.

2. Metodologi

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survey dan kualitatif
dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai
individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat,
1981).
1. Studi literatur mengenai kurasi konten online untuk pengembangan knowledge
management dan e-resources perpustakaan
2. Survey media sosial perpustakaan, kompetensi pemanfaatan e-resources pada pustakawan
di Indonesia
3. Kajian ini menggunakan objek yang berkaitan dengan dengan tugas pustakawan dalam
mengelola bahan pustaka digital dan berdasarkan pengalaman pada saat melakukan
pekerjaan, sehingga metode penelitian tindakan (action research) merupakan metode yang
paling tepat.
4. Analisis dan evaluasi penerapan pada sistem informasi kurasi konten online berbasis web
dengan pendekatan kualitatif

3. Hasil dan Pembahasan

Dalam beberapa tahun terakhir, definisi kurasi telah berkembang, karena semakin banyak
informasi bergeser ke format digital. Jumlah informasi digital yang tersedia membuatnya
semakin menantang untuk menemukan informasi yang diminati. Kurasi konten online bukanlah
sesuatu kemewahan, tetapi merupakan suatu kewajiban yang harus diimplementasikan oleh
suatu layanan informasi. Pustakawan telah memiliki keterampilan kuratif jauh sebelum kurasi
digital dan konten online berkembang. Kurasi bahan referensi untuk digunakan oleh pelanggan
sebelum munculnya era informasi dikembangkan dan dipelihara dengan cermat dalam bentuk
ensiklopedi, dan buku referensi khusus. Kurasi ini memastikan bahwa pemustaka memiliki
akses ke informasi terbaik yang tersedia dalam format yang mudah digunakan. Jadi, setidaknya
bagi pustakawan, makna "kurasi," bukan merupakan buzz baru tetapi merupakan benar-benar
merupakan gagasan lama yang sudah akrab. Pada dasarnya, kurasi konten online bagi
pustakawan, merupakan kegiatan mengumpulkan sumber daya dari web dan mengaturnya
dalam format berbasis web sehingga mudah digunakan.

Kurasi media sosial didasarkan pada konsep dasar kurasi media (Rosenbaum, 2011) dan
berurusan dengan korporasi besar konten dari beragam sumber yang didalamnya berikatan
3
dengan kegiatan mengidentifikasi, memilih, memverifikasi, mengatur, menggambarkan,
memelihara, dan melestarikan artefak yang ada sebagai serta mengintegrasikannya ke dalam
sumber daya yang menyeluruh (Rotman et al., 2012). Dengan karakteristik ini, kurasi media
sosial memiliki pandangan pertama fitur yang mirip dengan gatewatching: ia terbuka untuk
partisipasi pengguna dan didasarkan pada observasi dan kurasi atau agregasi konten dari media
sosial. Meskipun blog populer dan pemimpin opini telah menunjukkan kurasi sebagai tren
utama dan sangat penting dalam beberapa tahun ke depan, tetapi penelitian yang berkonsentrasi
pada kurasi media sosial masih minim. Sementara penyelidikan dampak media sosial pada
penciptaan berita sebagai sumber informasi primer semakin menjadi subyek penelitian, tetapi
kurasi media sosial belum dipertimbangkan secara memadai. Berdasarkan hal tersebut
diperlukan survey, analisis dan evaluasi untuk memberikan kontribusi mengisi kesenjangan
penelitian ini dengan menjelajahi kurasi media sosial dengan perspektif berikut: survey media
sosial perpustakaan dan kompetensi pemanfaatan e-resources pada pustakawan di Indonesia
untuk mengetahui alasan, strategi, prosedur, perangkat, model dan dampak implementasi kurasi
konten online.

Kurasi konten menjadi suatu kebutuhan pada suatu institusi yang memiliki tupoksi riset,
karena sangat berperan dalam pengelolaan pengetahuan dan pengembangan koleksi E-
resources. Pengelolaan pengetahuan sangat membutuhkan keterampilan kurasi konten yaitu
meliputi mengumpulkan, mengelompokkan, menambahkan nilai dan membagikannya. E-
resources merupakan hal yang dapat dimanfaatkan jika pustakawan dapat memberikan seperti
path finder agar lebih mudah mengkasesnya, hal ini seperti kompetensi yang harus dimiliki
seorang curator konten online. Berdasarkan hal tersebut maka kompetensi kurasi konten online
sangat berpengaruh dalam meningkatkan literasi informasi, literasi kritis, literasi visual, literasi
media sosial, literasi digital, dan literasi perangkat, dalam rangka untuk mewujudkan
pengelolaan pengetahuan institusi dan pemanfaatan e-resources yang tepat.

3.1 Survey Media Sosial Perpustakaan

Pada bagian ini dilakukan survey penggunaan media sosial pada perpustakaan, khususnya
pada media sosial popular dan situs layanan kurasi konten. Tujuannya adalah untuk mengetahui
tren implementasi kurasi konten online. Media sosial yang dipilih adalah media sosial yang
popular dan dapat digunakan untuk mengumpulkan, menggabungkan, menambah dan
menyebarkan konten, yaitu facebook, pinterest, instagram dan twitter. Akun yang dipilih adalah
akun nama perpustakaan yang aktif mengupdate kontennya, yaitu sejumlah 50 akun nama
perpustakaan. 50 akun perpustakaan tersebut terdiri dari beragam jenis perpustakaan, yaitu 10
perpustakaan umum, 35 perpustakaan perguruan tinggi dan 5 perpustakaan khusus.

Setelah dilakukan survey pada akun media sosial perpustakaan, ternyata masih banyak
perpustakaan yang belum optimal menggunakan akun media sosialnya untuk melakukan kurasi
konten online. Penggunaan media sosial perpustakaan paling tinggi untuk layanan umum
perpustakaan, informasi kegiatan perpustakaan, diskusi layanan, informasi koleksi seperti
disajikan pada gambar 1.

4
diskusi layanan
10%
kurasi konten
6%
promosi
koleksi
informasi
14%
layanan umum
20% dokumentasi
kegiatan
50%

Gambar 1. Grafik Survey pemanfaatan akun media sosial perpustakaan (dominan pada
setiap akun)

Tren media sosial yang digunakan perpustakaan sebagian besar hanya digunakan untuk
mendokumentasikan kegiatan. Sebagai sarana eksistensi perpustakaan untuk mengumumkan
kegiatan yang akan datang dan yang sudah dilaksanakan. Penggunakan jenis media sosial
sangat berpengaruh terhadap eksistensi perpustakaan. Berdasarkan pada hasil survey ternyata
penggunaan jenis media sosial yang paling banyak digunakan oleh perpustakaan (50 nama akun
yang telah dipilih) adalah media sosial facebook seperti disajikan pada gambar 2.

instagram twitter
16% 4%

pinterest
4%

facebook
76%

Gambar 2. Grafik Survey pemanfaatan akun media sosial perpustakaan (dominan pada
setiap akun)

Berdasarkan gambar 2, facebook merupakan media sosial paling banyak digunakan, hal
ini membuktikan facebook memiliki fitur lengkap dan tepat untuk mengelola komunitas
pengguna. Beberapa perpustakaan menggunakan instagram dan pinterest untuk melakukan
kurasi konten gambar terkait brosur layanan, infografis kegiatan dan prosedur perpustakaan
digital. Perpustakaan perguruan tinggi lebih banyak aktif menggunakan twitter dan instagram
dibandingkan facebook dan pinterest sebagai sarana diseminasi informasi untuk kalangan
remaja dan mahasiswa. Sedangkan perpustakaan khusus lebih banyak aktif menggunakan
facebook dan pinterest sebagai sarana untuk diseminasi konten gambar dan koleksi e-resources
perpustakaan. Perpustakaan khusus menyadari memiliki banyak pengguna dari komunitas
ilmiah khusus, seperti praktisi, peneliti yang merupakan kalangan dewasa.

5
3.2 Survey Kompetensi Pustakawan

Survey dilakukan yang dilakukan pada bagian ini adalah survey untuk mengetahui
kompetensi pustakawan yang berkaitan dengan kurasi konten online dan pemanfaatan e-
resources. Survey menggunakan kuisioner online google formulir yang disebarkan melalui
email pustakawan. Responden berjumlah 45 orang, berasal dari beragam jenis perpustakaan,
yaitu: 55% perpustakaan perguruan tinggi; 22% perpustakaan umum; 23% perpustakaan
khusus. Responden memiliki latar belakang pendidikan perpustakaan diploma, sarjana dan
magister. Sementara 33 persen responden menganggap diri mereka kurator konten online, 11
persen lainnya mencatat bahwa mereka ragu dan 56 tidak yakin atau tidak menganggap diri
mereka sebagai kurator konten online (lihat gambar 3). Persentase ini dapat mencerminkan
relatif kebaruannya kurasi konten online sebagai tugas umum yang dilakukan oleh beberapa
pustakawan, dengan ketidakpastian yang berasal dari tanggung jawab terus berubah di
perpustakaan, atau mungkin mencerminkan fakta bahwa definisi kurasi koten online dan peran
yang terkait belum banyak dikenal/ diakui.

Ragu
11%

Tidak
Ya
56%
33%

Gambar 3. Respon pertanyaan “Apakah Anda menganggap diri Anda kurator konten
online?"

Responden menggambarkan kurasi konten online dengan makna beragam sebagai


berikut: “Mengatur materi digital, foto, atau video untuk tujuan melayani populasi tertentu.” •
“Mengumpulkan materi format digital.”; “Menambahkan layanan ke preservasi digital.”;
“Mengumpulkan konten pada subjek yang relevan / berguna dan berkomentar / meringkas
untuk penyimpanan atau pembagian ulang ke publik. ”;“ Cara mengumpulkan dan menyajikan
pengetahuan dan sumber dengan cara yang terorganisir secara logis. ”; “ Mengumpulkan e-
konten (buatan pengguna atau lainnya) ke dalam ruang virtual untuk berbagi dengan komunitas.
"; "Kegiatan siklus hidup perpustakaan yang berkaitan dengan perencanaan, seleksi,
manajemen data, tindakan pelestarian, deskripsi."; "Identifikasi, seleksi, anotasi, penandaan dan
pengelolaan sumber daya online pada suatu topik atau masalah dan diterbitkan dalam format
digital.”; “ Menemukan, memilih, menyusun, dan secara etis menambahkan nilai ke informasi
digital untuk meningkatkan pengalaman belajar orang lain.”; “Membawa barang-barang
bersama baik secara digital dan dibuat digital untuk memenuhi kebutuhan informasi dari
populasi tertentu."

Berdasarkan studi literatur, konsep kurasi konten online sangat berkaitan dengan tahapan
kurasi digital seperti pada gambar 4. Tingkatan kurasi digital menjelaskan mengenai

6
pengelompokkan tingkatan kurasi digital yang mencerminkan definisi kurasi konten online
yang telah dijawab oleh responden. Tingkatan kurasi digital meliputi kegiatan mengumpulkan,
mengumpulkan, dan melestarikan konten membentuk landasan definisi; dengan kata lain,
mengelola "barang." Sebagian kecil tanggapan responden menunjukkan manfaat yang lebih
besar bagi masyarakat. Tingkat definisi ini melihat upaya kurasi sebagai kontribusi terhadap
pertumbuhan dan pembelajaran masyarakat. Unsur-unsur lain menunjukkan nilai yang lebih
pribadi yang menyertai kegiatan-kegiatan profesional ini.

Mengumpulkan menghubungkan Kurasi kontribusi

Gambar 4. Tahapan tingkatan kurasi digital tercermin dalam tanggapan responden tentang
definisi kurasi konten oline

Berdasarkan pertanyaan kedua, responden melaporkan bahwa mereka menghabiskan


waktu yang signifikan selama hari kerja mereka terlibat dalam kurasi konten online, 78 persen
berbagi bahwa kurasi bukan tugas pekerjaan yang ditugaskan secara khusus (gambar 5). 52
persen menghabiskan lebih dari 5 persen dari hari kerja mereka untuk kurasi (gambar 6). 49
persen melaporkan menghabiskan setidaknya tiga jam waktu pribadi per minggu kurasi
(gambar 7).

Ragu
11%

Ya
11%

Tidak
78%

Gambar 5. Respon pertanyaan “apakah kurasi konten online tugas khusus untuk Anda
atau orang lain di perpustakaan Anda?"

7
25%+; 24;
13%
20%+; 21;
12%
5%+; 93;
52%

10%+; 42;
23%

Gambar 6. Respon pertanyaan “Berapa persentase hari kerja Anda untuk pengerjaan
kurasi konten digital?"

13-15 hours 15+ hours


5% 3%
9-12 hours
6%
0-3 hours
49%

4-8 hours
37%

Gambar 7 Respon pertanyaan “Berapa lama waktu yang Anda gunakan untuk
melakukan kurasi konten online secara sukarela per minggu di luar jam kerja?”

Alasan kurasi konten online


Pustakawan menyebutkan berbagai alasan melakukan kurasi. Hal yang paling penting
adalah untuk menyajikan alat komunikasi dan penelitian, panduan khusus topik, serta buku dan
media baru, diikuti oleh promosi dan manajemen pengetahuan pribadi. Selain itu seorang
responden menjawab bahwa alasan kurasi konten online, “Prioritas utama adalah penelitian
saya sendiri sebagai seorang profesional informasi tentang cara mengumpulkan informasi
terbaik untuk pendidikan dalam budaya partisipatif.” Adapun pustakawan yang menjawab
identic dengan fungsi kurasi: “Untuk menjaga informasi pribadi saya tetap terorganisir. dan
untuk memungkinkan saya cepat menemukan, menyortir dan mengatur ulang informasi yang
ingin saya bagikan. ”Tingkat alasan kurasi berikutnya termasuk layanan pemasaran dan sumber
daya, membuat titik masuk ke koleksi, dan berbagi berita komunitas. Pilihan ini menunjukkan
bagaimana pustakawan dari berbagai jenis perpustakaan semakin memanfaatkan sarana digital
untuk memenuhi kebutuhan pengguna, pembelajar serta untuk mengelola materi dan
pembelajaran mereka sendiri.

Tantangan kurasi konten online


Tantangan terbesar dalam melakukan kurasi konten online adalah faktor waktu. Hal ini
dikarenakan pustakawan belum memiliki tupoksi khusus untuk melakukan kurasi, sehingga
waktu pelaksanaan dan pelatihan kurasi konten online sangat terbatas. Selanjutnya adalah
penyadartahuan kegiatan kurasi kepada para pemangku kepentingan, karena kegiatan kurasi
8
belum banyak dikenal manfaat dan kontribusi terhadap kinerja institusi. Tantangan terakhir
adalah biaya untuk berlangganan perangkat kurasi komersil (gambar 8). Hal ini sejalan dengan
kesulitan relatif 30 persen responden menyatakan dalam memutuskan apakah mereka
menganggap diri mereka sebagai kurator di pertanyaan pertama. Hal ini mencerminkan fakta
bahwa kurasi konten online belum dipahami secara luas atau belum diakui sebagai tanggung
jawab profesional yang bersifat rutin. Bahkan, ketika ditanya tentang tantangan terbesar dalam
upaya kurasi, 33 persen menyebutkan waktu yang dikhususkan untuk kurasi dan 16 persen
mencatat waktu untuk pelatihan sebagai tantangan.

Biaya alat komersial 5

Biaya pelatihan 1

Saatnya untuk pelatihan 7

Waktu untuk dikhususkan untuk kurasi saja 15

Masalah kebijakan 5

Menemukan konten yang sesuai untuk pelanggan /


2
pembelajar khusus Anda
Menemukan konten yang sesuai untuk bidang subjek
2
tertentu
Menyebarkan kepada para pemangku kepentingan
8
Anda

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Gambar 8. Respon pertanyaan “Apa tantangan terbesar yang anda atau institusi anda
hadapi terkait dengan kurasi konten online?”

Apakah kurasi dilakukan secara individu atau kolaborasi?


Pustakawan yang disurvei tampaknya melakukan kurasi konten dengan berkolaborasi
dengan orang lain seperti pada gambar 9. 87 persen menjawab bahwa mereka berkolaborasi
dengan staf teknologi informasi atau staf lain untuk mengkurasi konten. Enam puluh tujuh
persen bekerja dengan tiga atau lebih kolaborator. Upaya kolaborasi yang dijelaskan oleh para
responden termasuk bekerja sama dengan kepala departemen untuk melakukan kurasi sumber
daya khusus sebagai bahan pengambilan keputusan. Jenis-jenis kolaborasi ini menunjukkan
bahwa kebutuhan dan nilai kurasi konten secara tidak langsung sangat dibutuhkan oleh
pemangku kepentingan.

9
Tidak
13%

Ya
87%

Gambar 9. Respon pertanyaan “Apakah Anda berkolaborasi dengan pustakawan lain


untuk melakukan kurasi konten?”

Bagaimana melakukan kurasi ? pedoman apa yang digunakan?


Ketika responden ditanya tentang standar prosedur kurasi konten online, pedoman
seleksi, atau kebijakan yang berlaku di institusi mereka, 58 persen responden melaporkan
bahwa tidak ada standar yang jelas (gambar 10). Di antara praktisi ini, 22 persen telah maju ke
depan dan membuat standar, rubrik, atau pedoman mereka sendiri untuk digunakan untuk
pekerjaan ini (gambar 11). Tiga belas persen memang memiliki panduan formal untuk
pekerjaan kurasi mereka dan menyatakan bahwa pustakawan itu berperan dalam perkembangan
kegiatan kurasi konten online.
Tidak yakin Ya, protokol,
10% pedoman, atau
kebijakan ada; Ya,
pustakawan adalah
instrumental
13%

Tidak ada protokol, Ya, protokol,


kebijakan, atau pedoman, atau
pedoman kebijakan ada; Tidak,
58% pustakawan bukan
alat
19%

Gambar 10. Respon pertanyaan “Apakah ada standar atau pedoman pemilihan atau
kebijakan yang telah ditetapkan di lembaga Anda untuk kurasi konten online? Jika ya, apakah
Anda (pustakawan) berperan dalam kegiatan ini? "

10
Ragu
5%

Ya
22%

Tidak
73%

Gambar 11. Respon pertanyaan “Jika tidak ada pedoman atau kebijakan resmi,
sudahkah Anda membuat semacam protokol, rubrik, atau pedoman untuk menjelaskan?”

Perangkat kurasi konten online


Ketika responden ditanya apa perangkat favorit mereka untuk kurasi, delapan alat teratas
adalah LibGuides, Pinterest, Twitter, Scoop.it, Facebook, Evernote, Diigo, dan Symbaloo. Di
antara determinan utama untuk pemilihan alat adalah kebutuhan pemirsa, sifat tugas, daya tarik
visual, dan kenyamanan pribadi atau kurva belajar, diikuti oleh sifat alat, sinkronisitasnya di
seluruh perangkat dan platform, dan biaya langganan jika berbayar. Fitur lain yang disukai
adalah kehadiran komunitas yang ada di jaringan untuk memfasilitasi kolaborasi dan penemuan
menggunakan tag yang relevan. Responden secara jelas merupakan penggemar platform gratis,
seperti tanggapan mereka : "Mereka melakukan semua yang saya butuhkan, jadi mengapa
membayar?" Beberapa mencatat bahwa mereka tidak memiliki anggaran untuk membeli
platform komersial. Yang lainnya adalah pendukung setia open source. Kalangan akademis
menyebutkan sistem manajemen open source seperti Wordpress, Omeka, Drupal, dan
ArchivesSpace. Mereka yang menyukai alat komersial mencatat bahwa mereka menghargai
keamanan, privasi, dan keberlanjutan. Bagi pengguna platform komersil, penggemar LibGuides
dengan setia menggambarkan kualitas, keandalan, stabilitas, dan dukungan platform; fungsinya
sebagai jaringan; dan nilainya sebagai alat pengajaran, seperti yang dijawab oleh salah satu
responden: “Apakah alat gratis itu akan hilang? Saya lebih memilih alat komersial karena Anda
memiliki kontrol lebih terhadap ketentuan penggunaan. Anda mendapatkan apa yang Anda
bayar dengan 'gratis', yang juga dapat berarti iklan atau hilangnya data. ”Di antara alasan yang
tercantum untuk pemilihan alat tertentu adalah kemudahan penggunaan, daya tarik visual, fitur
dan dukungan, popularitas di antara pengguna, dan fleksibilitas.

Konten online apa yang dikurasi?


Seperti yang diduga, pustakawan mengurasi berbagai macam materi di berbagai format.
Ketika menjawan pertanyaan “Konten Apa yang Anda kurasi?” Seorang pustakawan
mengemukakan berbagai pendapat: “Apa pun yang saya lihat!”; “Konten yang berhubungan
dengan tupoksi institusi”; “Kebutuhan pemustaka menjadi patokan utama dalam memilih
konten untuk dikurasi”; “Konten terkait peningkatan kompetensi pustakawan, layanan
perpustakaan berbasis teknologi informasi”. Berdasarkan jawaban pertanyaan tersebut, terbukti
bawah konten yang dipilih sangat dipengaruhi oleh kebutuhan informasi pemustaka, tupoksi
riset institusi; dan tingkat pengetahuan/ keterampilan pustakawan.

Apakah dampak dari kurasi konten online?


Pentingnya kontribusi pustakawan dalam melestarikan sejarah lembaga dan dampak
menyimpan informasi dalam jangkauan komunitas. Beberapa mencatat bagaimana kurasi
11
memberikan kesempatan untuk memodelkan praktik digital yang positif dan profesional;
mempengaruhi penggunaan sumber daya; dan peningkatan kesadaran akan program
perpustakaan. Dampak penting lainnya adalah bagaimana kurasi memandu kebiasaan mencari
informasi para pengguna dan siswa dengan menyederhanakan pencarian, meningkatkan
evaluasi, dan menawarkan lebih banyak pilihan kepada para pelajar.
Sejumlah responden mencatat bahwa dampak utama yang mereka rasakan adalah
kepuasan pribadi; mereka tidak mengukur dampak atau tidak aktif cukup lama untuk
melihatnya. Pustakawan universitas menunjukkan umpan balik positif yang mereka terima dari
para profesor yang menghargai halaman sumber individual mereka. Beberapa orang berbagi
tanggapan yang sangat positif dari para siswa yang berterima kasih atas bimbingannya; yang
lain percaya bahwa siswa dan staf mengakses lebih banyak sumber daya yang lebih relevan.
Salah satu berkata, "Saya melihat pekerjaan saya sebagai jembatan antara konten dan
pengguna." Terima kasih dari rekan kerja, komunikasi yang lebih baik dengan orang tua, dan
peningkatan hubungan dengan klien juga di antara tanggapan. Pengguna LibGuides
menyebutkan ketersediaan metrik untuk menilai dampak. Ketika diminta untuk berbagi umpan
balik khusus, pustakawan menawarkan: “Jika seorang guru tidak meminta saya untuk membuat
LibGuide, salah satu siswa akan bertanya pada diri mereka sendiri.”; “Arsiparis melaporkan
sejumlah besar tampilan halaman untuk buku tahunan digital kami. Para alumni sangat
menyukai ini. ”; “ Para pemimpin terutama seperti Pustaka Sumber Daya Guru kami. ” “ Para
guru berkomentar tentang kegunaan dan menyampaikan kepada orang lain melalui pin mereka
[jaringan pembelajaran profesional]. ”;“ Kurasi telah meningkatkan jumlah bacaan dan sumber
daya profesional digunakan dalam komunitas sekolah kami. ”;“ Kolega berkata, 'Terus gali
materi untuk memotivasi kami! ”' Ditanya tentang dampak upaya kurasi mereka, orang percaya
sejati membagikan bahwa upaya mereka menciptakan merek, meningkatkan visibilitas mereka
sendiri dan lembaga mereka ' reputasi, terutama di kalangan fakultas. Lain-lain mencatat
Mengenai masa depan kurasi, sebagian besar, 79 persen dari pustakawan yang disurvei
berencana untuk terlibat dalam upaya kurasi lebih digital di tahun mendatang.
Kompetensi dalam mengakses e-resources sangat dibutuhkan pustakawan untuk
menambah konten bahan kurasi. Responden diberikan beberapa pertanyaan berkaitan dengan
akses e-resources. Berdasarkan hasil tanggapan ternyata masih banyak pustakawan yang belum
memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengkases e-resources dengan tepat. Hal ini
terbukti dengan beberapa hasil tanggapan berikut.
Tanggapan responden ketika menjawab pertanyaan berkaitn menelusur e-resources untuk
tujuan kebutuhan penelitian sangat menarik, ternyata masih banyak pustakawan yang belum
familiar dalam strategi mengakses e-resources. Pustakawan belum banyak mengetahui bahwa
langganan akses e-resources yang dapat menganalisis tren riset, seperti scopus. Berdasarkan
tanggapan dari pustakawan, scopus dianggap sebagai penerbit untuk mengunduh artikel full
teks bukan untuk menganalisis tren riset. Selain itu mayoritas pustakawan belum mengetauhi
akses e-resources nasional terbuka yang dapat digunakan seperti SINTA dan GARUDA,
padahal dalam dua portal ini banyak terdapat sumber referensi valid yang sudah terakreditasi.
Berdasarkan hasil survey kompetensi tersebut, maka diperlukan analisis terhadap
kompetensi kurasi konten online. Kurasi konten sebagian besar masih disalahpahami oleh
banyak organisasi dan relatif sedikit yang mengakui ini sebagai peran pekerjaan, fungsi,
keterampilan atau kompetensi. Sebagian besar terjadi di bawah radar, di mana para pekerja
(kadang-kadang tanpa disadari) menggunakan teknik kurasi sebagai bagian dari perjalanan
belajar pribadi mereka. Menemukan dan merangkai artefak informasi yang berguna dan relevan
untuk 'pembuatan akal' dan terlibat dengan komunitas online adalah bagian dari perjalanan ini.
Organisasi yang telah mengakui manfaat dari pembelajaran mandiri atas pelatihan ruang kelas
yang lebih tradisional lebih cenderung mendekati kurasi konten sebagai keterampilan yang
perlu dikembangkan dalam angkatan kerja mereka dan (mungkin) lebih bersedia

12
mengalokasikan sumber daya untuk kegiatan ini. Pada titik ini, mungkin ada baiknya
membedakan kurasi konten sebagai kegiatan pembelajaran yang diarahkan sendiri ke 'bisnis'
dari kurasi konten. Ada semakin banyak organisasi - terutama di sektor media sosial - yang
menjual kurasi konten sebagai layanan nilai tambah bagi klien dan pengguna mereka. Ini
biasanya akan memberikan pemasaran, kesadaran merek, dan layanan komunitas pelanggan.
Contohnya antara lain Mashable, Buzzfeed, The Guardian #smartakes, dan storify, tetapi ada
banyak lainnya di sektor yang masih berkembang. Namun, keterampilan inti adalah sama,
apakah kurasi adalah bagian dari proses bisnis atau bagian dari pembelajaran mandiri. Jadi apa
keahlian yang terkait dengan ini? Terdapat lima keterampilan dasar atau kompetensi yang
diperlukan untuk kurasi konten yang efektif: penggunaan alat (media sosial, pencarian, umpan
sindikasi, dll.) Untuk menemukan dan memfilter informasi yang relevan; mengatur informasi -
kategorisasi, penandaan, penjadwalan dan sebagainya; networking - berpartisipasi dalam
jaringan pribadi dan profesional untuk meningkatkan dan meningkatkan pembelajaran; berpikir
kritis dan membuat indera; dan menambahkan wawasan dan nilai melalui teknik bercerita.
Bukan kebetulan bahwa semua kompetensi ini selaras sangat erat dengan orang-orang dari
pengetahuan atau informasi profesional, dan akibatnya mengapa profesi ini sangat cocok untuk
seorang kurator konten. Gambar 12, di halaman bawah, menggambarkan kegiatan yang
berkontribusi pada kompetensi inti untuk kurasi konten.

Literasi
Literasi Informasi
Perangkat

LIterasi Literasi
Digital kritis

Literasi Literasi
Media Visual

Gambar 12 Kompetensi kurasi konten online.

3.3 Implementasi Kurasi Konten Online

Pada bagian ini akan dijelaskan rekomendasi implementasi perangkat dan model kurasi
konten online.

3.3.1 Perangkat Kurasi Konten Online

Hasil survey sangat menentukan rekomendasi perangkat yang dapat digunakan untuk
kurasi konten online. Pada bagian ini dibahas beberapa rekomendasi perangkat yang dapat
digunakan untuk melakukan kurasi konten online, selain itu dibahas contoh implementasi
menggunakan perangkat yang paling tepat berbasis gratis dan opensource.

13
Penggunaan banyak alat yang berbeda pada jenis bahan yang sama dapat menyebabkan
tindakan pelestarian yang kompleks yang diperlukan di masa depan. Perangkat kurasi konten
online dapat dikelompokkan berdasarkan fungsi dan fiturnya. Kelompok pertama adalah
perangkat kurasi konten online real-time. Platform ini bergantung pada aliran berkelanjutan
umpan waktu nyata, berita, dan konten yang dihasilkan secara sosial.
Bundlr (http://bundlr.com), mirip dengan Pinterest, memungkinkan pengguna (gunting)
untuk masuk dengan Facebook, Twitter, atau Google dan membuat serta berbagi halaman topik
foto, klip teks, video, tweet, cuplikan kode, dan dokumen. Anda dapat memilih untuk
menemukan, mengikuti, dan berkolaborasi dalam Kumpulan teman dan kolega. Kumpulan
dapat dengan mudah dibagikan dan disematkan dan dapat digunakan berdasarkan tanggal dan
tampilan.
Curata (www.curata.com), yang ditujukan untuk bisnis, memungkinkan pengguna untuk
"menemukan, mengkurasi, berbagi, dan menganalisis konten pada isu atau topik khusus untuk
membangun kepemimpinan pemikiran, percakapan industri sendiri, dan mendorong lalu lintas
web yang berkualitas."
Digg (http://digg.com) mengirim e-mail kepada pengguna dengan beberapa berita dan
video teratas sebagai Digg Harian.
Flipboard (https://flipboard.com) memungkinkan pengguna untuk menggabungkan
artikel, foto, video, dan musik dari seluruh web untuk membuat majalah "glossy" yang menarik
dengan bookmarklet atau aplikasi FlipIt. Editor Flipboard (editor.flipboard.com) sekarang
menawarkan dasbor untuk mengedit, menata ulang, dan berbagi.
Google+ Komunitas (https://plus.google.com/communities) menawarkan ruang publik
atau pribadi yang terorganisir untuk komunitas minat khusus untuk berbagi tautan dan terlibat
dalam diskusi.
Paper.li (http://paper.li) mungkin merupakan strategi termudah untuk membuat surat
kabar, tweet, feed, dan hashtags yang kaya media untuk menyampaikan konten kesadaran saat
ini kepada komunitas. Kurator mengumpulkan konten dari nama pengguna Twitter, hashtag
Twitter, daftar Twitter, kata kunci di Facebook, Twitter atau Google+, umpan RSS, dan
pengguna Google+. Ini juga dicari dengan indah. Kios (http://paper.li/newsstand)
memungkinkan Anda menemukan makalah dan kurator. Hasilnya terdaftar berdasarkan
relevansi, dengan jumlah tampilan ditampilkan sebagai metrik pengaruh. Jika Anda tertarik
dengan kertas, Anda dapat berlangganan atau menyematkan kertas pilihan Anda.
Pearltrees (www.pearltrees.com) menawarkan komunitas untuk berbagi sumber daya
secara visual, yang dibangun di atas membuat jaringan (atau pepohonan) mutiara yang saling
terkait yang menampilkan dan meledak terbuka seperti peta pikiran interaktif. Arahkan mouse
ke mutiara untuk melihat jumlah mutiara dan pukulannya dan nama tim kurator atau kurasi.
Pohon dapat dikaitkan dengan; dibagikan di Facebook, Twitter, dan Google+; atau disematkan.
Pengguna dapat meretas melalui email. The Pearler memungkinkan pengguna untuk mengubah
halaman web menjadi mutiara.
Pinterest (http://pinterest.com) memungkinkan pengguna untuk mengatur dan
menampilkan konten visual, atau pin, sebagai koleksi dalam bentuk papan pin. Pengepin
mengumpulkan infografis, peta, foto, dan sampul buku. Pin, atau item yang dibagikan di papan,
dapat dianotasi. Hashtag yang ditambahkan dalam anotasi dapat dicari. Pengguna dapat
membuat papan kolaboratif jika mereka pertama kali saling mengikuti. Pinterest mendorong
penggunanya untuk menghormati kekayaan intelektual saat memasang pin
(http://pinterest.com/about/copyright). Pengguna membuat gambar menggunakan alat seperti
Recitethis.com untuk membuat visual untuk menyematkan item yang nonvisual.
Scoop.it (http://scoop.it) adalah salah satu alat yang paling populer dan paling cepat
berkembang untuk mengkurasi majalah online dan menyampaikan konten kesadaran saat ini.
Scoop.it membutuhkan perawatan dan makan teratur. Kurator memilih dan membuang dan

14
dapat memilih untuk memberi anotasi umpan sendok otomatis yang dikelola oleh kata kunci.
Digunakan sebagai alat penelusuran, Scoop.it memungkinkan penelusuran atau penelusuran
cuplikan yang sedang tren, unggulan, dan populer. Meskipun pengguna dapat mencari tanpa
registrasi, pengguna terdaftar dapat mengikuti topik yang mereka minati dan menyarankan
konten ke kurator lain.
Storify (http://storify.com) memungkinkan pengguna untuk membangun narasi yang
dinamis dan koheren, atau kisah sosial, di sekitar konten media sosial yang dikumpulkan.
Telusuri, seret dan lepaskan, dan susun ulang elemen yang relevan dari Twitter, Facebook,
YouTube, Flickr, Instagram, dan lainnya, dan tambahkan judul, perkenalan, dan teks ke kisah
apa pun. Dengan mudah mengedit atau menghapus elemen dan menyematkan cerita.
Themeefy (http://themeefy.com) memungkinkan pengguna untuk mengarsip konten web,
serta konten mereka sendiri, dan untuk mempublikasikan Themes mereka sebagai majalah yang
dipersonalisasi yang ditampilkan sebagai tayangan slide. Publikasi itu mungkin terkait dengan,
ditandai, diikuti, dan disematkan.
Tumblr (http://tumblr.com) adalah platform microblogging yang memungkinkan
pengguna untuk menggabungkan postingan menggunakan teks, foto, kutipan, tautan, musik,
dan video dari browser untuk dibagikan dengan komunitas Tumblr.
TweetedTimes (http://tweetedtimes.com) memungkinkan pengguna untuk membuat surat
kabar tematik real-time dengan menggabungkan berita di aliran Twitter dan memberi peringkat
berdasarkan popularitas di antara teman-teman.
Kelompok perangkat kedua adalah memiliki fungsi untuk Mempelajari Playlist dan
Dasbor. Alat-alat ini menyajikan sumber daya yang dapat digunakan untuk siswa (dari semua
usia dan subjek), memungkinkan kurator untuk menawarkan konteks dan untuk memilih,
menyortir, dan urutan untuk komunitas tertentu dan memungkinkan siswa sendiri untuk
mengelola dunia informasi mereka sendiri.
Blendspace (http://blendspace.com) mengumpulkan ubin dari berbagai elemen web dan
media untuk mengkurasi pengetahuan atau menyajikan halaman awal yang dapat
disematkan.Gibbon (https://gibbon.co) memungkinkan pengguna mengumpulkan dan berbagi
artikel, tautan, buku, dan video atau jalur sumber daya dalam alur pembelajaran.
Learnist (https://learni.st), mirip dengan Pinterest, memungkinkan orang-orang untuk
mengkurasi konten seperti posting blog, gambar, musik, video, konten e-book, dan podcast
serta menganotasi dan mengurutkan mereka untuk membangun pelajaran. Pembelajaran
mengundang komentar dan dapat dibagikan di jejaring sosial.
LessonPaths (www.lessonpaths.com) memungkinkan pengguna untuk membuat daftar
putar beranotasi, selangkah demi selangkah dari situs web, file yang diunggah, video, artikel,
dan banyak lagi. Daftar putar dapat dibuat secara individual atau kolaboratif dan disematkan.
List.ly (http://list.ly) menawarkan kesempatan untuk membuat daftar secara
independen atau kolaboratif (seperti sepuluh alat pendidikan teratas atau lima belas video tari
terburuk). Daftar dapat disematkan, ditandai, diberi peringkat kerumunan, dan dibagikan di
berbagai platform media sosial. Item dari daftar orang lain dapat ditambahkan ke daftar Anda
sendiri.
Netvibes (www.netvibes.com) adalah platform penerbitan dashboard atau halaman
awal yang dibangun di web widgets. The Netvibes Ecosystem (http://eco.netvibes.com)
memungkinkan pengguna untuk dengan cepat menambahkan konten ke halaman dan tab
mereka.
Symbaloo (www.symbaloo.com) atau Symbaloo EDU (www.symbalooedu.com)
memungkinkan pengguna untuk mengumpulkan situs web favorit mereka ke dalam webmix -
grid ubin kecil - dan untuk mengumpulkan berbagai webmix di bawah sistem tab. A Symbaloo
Bookmarker tersedia untuk posting berguna.

15
Tildee (www.tildee.com) memungkinkan pengguna untuk membuat dan berbagi
tutorial langkah demi langkah menggunakan media narasi dan kurasi mereka sendiri.
ZEEF (https://zeef.com) adalah direktori tautan yang dikurasi dan dikategorikan.
Dalam pendekatan yang lebih komersial, tautan diberi peringkat oleh Pakar, yang memperoleh
komisi berdasarkan metrik kualitas.
Kelompok perangkat ketiga adalah Social Bookmarking and Note Archiving. Delicious
(https://delicious.com) memungkinkan pengguna untuk membuat, mengatur, dan berbagi
koleksi tautan atau bookmark. Pengguna menandai dan menggunakan bundel tag untuk
mempermudah pencarian. Area Temukan menyajikan tautan yang dipilih komunitas
berdasarkan minat Anda. Diigo (https://www.diigo.com) memungkinkan pengguna untuk
secara individual atau kolaboratif menandai dan membubuhi keterangan tautan, halaman,
catatan, dan media untuk diakses di mana saja. Sorotan pengguna, catatan tempel, dan
tangkapan layar dapat secara otomatis ditambahkan ke pustaka mereka. Tag membuat
bookmark dapat ditemukan. Evernote (http://evernote.com) adalah platform untuk catatan
kurasi dan pengarsipan. Catatan, yang mungkin merupakan kombinasi teks, situs web, gambar,
dan memo suara, dapat diurutkan ke dalam folder, dianotasi, ditandai, dicari, dan diekspor
sebagai notebook. Instapaper (https://www.instapaper.com) memungkinkan pengguna untuk
mengarsipkan konten web yang mereka temui — artikel, cerita, posting, video, dan email —
untuk dibaca nanti. Bookmarklet “kirim ke Instapaper” atau aplikasi seluler memfasilitasi
penyimpanan dan berbagi serta mengonversi konten campuran menjadi dokumen yang menarik
dan tidak berbelit-belit yang dapat dibaca di seluruh perangkat. OneTab (www.one-tab.com)
adalah ekstensi Chrome yang mengubah tab browser terbuka menjadi daftar yang dapat
disimpan sebagai situs web dan kemudian dipulihkan dan ditinjau kembali.
Kelompok perangkat terakhir adalah kurasi media Multimedia. ThingLink
(www.thinglink.com) memungkinkan pengguna membuat gambar interaktif yang
menyematkan media kurasi. Proses drag-and-drop sederhana dari gambar yang diinginkan
membuat proses ini mudah bahkan bagi kurator yang paling muda sekalipun. Kemudian,
dengan satu klik, video YouTube, SoundCloud terdengar, teks, tautan, jajak pendapat, dan
lainnya dapat disematkan dalam gambar. Gambar interaktif yang dibuat di ThingLink dapat
dibagikan dan disematkan ke platform lain. YouTube (https://www.youtube.com) adalah
komunitas global yang besar untuk kurasi, penemuan, dan distribusi video yang dibuat dan
dibuat arsip. Pengguna dapat mengomentari, menautkan, dan menyematkan konten orang lain
dan membuat daftar putar. YouTube menawarkan berbagai alat untuk pembuatan dan
pengeditan serta analisis terperinci. Banyak perpustakaan memiliki saluran YouTube yang
ditujukan untuk konten bagi komunitas mereka. Pembuat konten dapat memilih pengaturan
privasi serta lisensi di mana konten dapat diunduh atau dibagikan ulang. Vimeo
(https://vimeo.com), yang didirikan oleh sekelompok pembuat film yang ingin berbagi karya
mereka, telah berkembang menjadi kurasi besar dan ruang penemuan untuk video. Vimeo
menawarkan sejumlah alat pembuatan dan pembelajaran. Banyak perpustakaan memiliki
saluran Vimeo yang dikhususkan untuk konten bagi komunitas mereka. Pembuat konten dapat
memilih pengaturan privasi serta lisensi di mana konten dapat diunduh atau dibagikan ulang.
Flickr (https://www.flickr.com), manajemen foto online dan platform berbagi online yang
besar, menawarkan strategi untuk mencari, menyortir, mengatur, dan berbagi foto dan video
pendek. Media dapat diatur dalam galeri, set, pertunjukan slide, album, peta, dan photobook.
Pengguna dapat membuat grup, komentar, atau seperti media. Pembuat konten dapat memilih
pengaturan privasi serta lisensi di mana konten dapat diunduh atau dibagikan ulang. Picasa
(http://picasa.google.com), sekarang dimiliki oleh Google, memungkinkan pengguna untuk
mengatur, mengedit, dan membagikan foto serta memberi tag menggunakan Google+.
Instagram (http://instagram.com), tersedia sebagai aplikasi Apple dan melalui Google Play,

16
memungkinkan pengguna untuk mengambil foto, menambahkan filter, dan berbagi di galeri
Instagram yang mengundang pengikut, suka, komentar, atau sematan.

3.3.2 Model Kurasi Konten Online

Berdasarkan studi literatur dan survey yang telah dilakukan, model kurasi konten online
sangat dipengaruhi dengan kebutuhan pemustaka dan tupoksi perpustakaan. Kurasi memiliki
banyak lapisan, dari yang sederhana hingga yang rumit, semuanya berlaku untuk pembelajaran
dan kinerja di tempat kerja. Berikut adalah lima lapisan yang dijelaskan oleh Rohit Barghava
dalam artikelnya 'The 5 Model of Content Curation' (Bhargava, 2011):
1. Agregasi: fenomena banjir informasi online dan Google hanya dapat memberi Anda
tebakan terbaik pada yang paling relevan, tetapi ada jutaan dan jutaan halaman dikembalikan
untuk hasil pencarian apa pun. Agregasi adalah tindakan kurasi informasi yang paling relevan
tentang topik tertentu ke dalam satu lokasi. Sering mengambil bentuk posting blog bergaya
katalog yang mencantumkan ‘27 Sumber Daya Besar untuk Bisnis Kecil’ (atau agregasi
serupa). Ini adalah bentuk paling umum dari kurasi konten. Volume biasanya bukan masalah
ketika menyangkut agregasi, jadi dalam hal ini Anda masih memiliki ratusan bagian materi
sumber - tetapi hanya fakta bahwa ia berada di satu lokasi dan tidak didistribusikan dalam jutaan
keping informasi memiliki nilai bagi orang yang tertarik pada topik tertentu.
2. Distilasi: Ide dibalik distilasi adalah menambahkan lapisan kesederhanaan adalah salah
satu kegiatan paling berharga yang dapat dilakukan seseorang. Distilasi adalah tindakan
mengkurasi informasi ke dalam format yang lebih sederhana di mana hanya ide yang paling
penting atau relevan yang dibagikan. Akibatnya, mungkin ada sedikit konten tambahan yang
hilang demi kesederhanaan; namun, nilai berasal dari fakta bahwa siapa pun yang mencerna
konten ini tidak lagi harus bersaing dengan konten bervolume tinggi dan malah dapat
mengonsumsi tampilan informasi yang lebih terfokus.
3. Elevation: Ide-ide kecil yang sering dibagikan secara online dalam semburan karakter
atau gambar ponsel yang ringkas dapat menunjukkan kecenderungan atau pergeseran
masyarakat yang lebih besar. Ketinggian mengacu pada kurasi dengan misi mengidentifikasi
tren atau wawasan yang lebih besar dari renungan harian yang lebih kecil yang diposting online.
Melibatkan banyak dari apa yang dilakukan oleh banyak situs web yang berfokus pada tren, ini
dapat menjadi salah satu bentuk kurasi konten yang paling sulit karena memerlukan keahlian
dan kemampuan analitis yang lebih banyak di pihak orang atau organisasi selama kurasi.
Manfaatnya adalah itu juga bisa menjadi yang paling kuat dalam hal berbagi ide-ide baru juga.
4. Mashup: Istilah yang sering digunakan dalam konteks musik untuk menggambarkan
tren yang sedang berkembang dengan mengambil dua atau lebih potongan musik dan
menggabungkannya bersama - ada implikasi yang lebih luas untuk mashup dalam kaitannya
dengan informasi. Mashup adalah juxtaposisi unik yang dikuratori di mana menggabungkan
konten yang ada digunakan untuk membuat sudut pandang baru. Mengambil banyak sudut
pandang pada masalah tertentu dan membagikannya dalam satu lokasi akan menjadi salah satu
contoh dari jenis perilaku ini dan dapat digunakan untuk menggambarkan jenis aktivitas yang
terjadi setiap hari di Wikipedia. Secara lebih luas, mashup dapat menawarkan cara untuk
membuat sesuatu yang baru sementara masih menggunakan kurasi konten sebagai dasar untuk
itu karena Anda membangun konten yang ada.
5. Kronologi: Salah satu cara paling menarik untuk melihat evolusi informasi adalah dari
waktu ke waktu dan bagaimana konsep atau pemahaman kita tentang topik telah berubah dari
waktu ke waktu. Membuat kronologi adalah bentuk kurasi yang menyatukan informasi historis
yang diorganisasi berdasarkan waktu untuk menunjukkan pemahaman yang berkembang
tentang suatu topik tertentu. Paling berguna ketika menyangkut topik di mana pemahaman telah
bergeser seiring waktu, ini bisa menjadi cara yang ampuh untuk menceritakan kembali sejarah

17
melalui artefak informasi yang ada dari waktu ke waktu untuk membuktikan bagaimana
pengalaman dan pemahaman telah berubah.

4. Kesimpulan

Makalah ini menggunakan analisis kuantitatif dari survey media sosial perpustakaan
sebagai implementasi kurasi konten online, dikombinasikan dengan survei dan wawancara
peprustakaan, untuk mengkarakterisasi fenomena kurasi konten. Pertama kami menunjukkan
bahwa kurasi menambah nilai dengan menyorot set item yang berbeda dari metode tradisional
seperti pencarian.

Kurasi muncul dalam berbagai bentuk, yang dibuat yang memberikan perspektif baru dan
berwawasan pada materi yang dipublikasikan sebelumnya. Kurasi konten dapat digunakan
sebagai kompetensi pribadi untuk membantu kita mengembangkan pemahaman kita tentang
informasi yang sangat kaya. Informasi yang relevan dan siap keputusan menjadi komoditas
yang berharga dalam dirinya sendiri, dan banyak organisasi mulai menghargai peran dan
keterampilan orang-orang yang memahami kebutuhan informasi spesifik dari konsumen
informasi mereka dan dapat memberikannya secara tepat waktu dan efektif. Ini masih hari-hari
awal kurasi di dunia kita. Meskipun praktiknya sudah lama, teknologinya masih dalam tahapan
berkembang. Mudah untuk melihat bahwa lebih banyak peluang untuk menyimpan, mengubah,
dan berbagi sumber daya akan tersedia. Kurasi, sebagai keterampilan, berada di ambang
menjadi pembeda utama bagi karyawan; pekerja pengetahuan dapat diharapkan untuk
membawa wawasan mereka yang terkurasi bersama mereka ke peran pekerjaan berikutnya.

Referensi
Bhargava, R. 2011. The 5 models of content curation. Influential Marketing Blog.
Dale, S. 2014. Content curation: The future of relevance. Business Information Review, 31(4):
199–205.
Digital Curation Centre. 2010. What is digital curation?
Fotis, J., Buhalis, D. & Rossides, N. 2011. Social media impact on holiday travel planning: The
case of the Russian and the FSU markets. International Journal of Online Marketing
(IJOM), 1(4): 1–19.
Hidayat, D.S. & Kirana, A. 2017. Perancangan Portal Informasi Bioresources Nasional sebagai
Sumber Inovasi Pengetahuan dan Pelestarian Budaya. In Konferensi Perpustakaan Digital
Indonesia (KPDI-10).
Koentjaraningrat. 1981. Metode-metode penelitian masyarakat. Gramedia.
Rosenbaum, S.C. 2011. Curation nation: How to win in a world where consumers are creators.
McGraw-Hill New York, NY.
Rotman, D., Procita, K., Hansen, D., Sims Parr, C. & Preece, J. 2012. Supporting content
curation communities: The case of the Encyclopedia of Life. Journal of the American
Society for Information Science and Technology, 63(6): 1092–1107.

18

Anda mungkin juga menyukai