Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Web telah berubah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari biasa untuk

memenuhi kebutuhan manusia yang berbeda.Menurut Stallings dalam Adeleir &

Balkan dengan hadirnya internet seseorang dapat melakukan berbagai aktivitas

seperti berkomunikasi dengan orang lain (berkirim email, chatting, mengirim

data, dan jejaring sosial), mengakses informasi (mencari data, membaca ebook),

1
dan menyediakan berbagai informasi.

Penggunaan web saat ini dapat diperoleh di mana saja, di perpustakaan, di

tempat-tempat di siang hari bolong yang bahkan memberikan wifi meskipun

orang dapat mengakses web menggunakan ponsel. Berdasarkan ulasan yang

diarahkan oleh Hubungan Pemasok Organisasi Web Indonesia yang

dipublikasikan di laman Kominfo, Sekretaris Jenderal APJJI Henri Kasyfi

Soemartono menjelaskan bahwa konsekuensi utama dari gambaran klien web

Indonesia bertambah hingga 73,7%. Jumlah ini meningkat dari 2018 yang

awalnya hanya 64,8%. Menurut Sekjen APJJI, jika digabungkan dengan angka

proyeksi Badan Penerangan Fokus (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun 2019

sebanyak 266.911.900 juta jiwa, sehingga klien web Indonesia dinilai sebanyak

196,7 juta klien. Jumlah ini meningkat dari 171 juta pada tahun 2019 dengan

infiltrasi sebesar 73,7 persen atau meningkat sekitar 8,9% atau sekitar 25,5 juta

klien. Konten media online yang sering dikunjungi adalah Facebook, Instagram,

YouTube dan Twitter

1 Adeleir, A., & Balkan, “The Relationship Between Internet Addiction and
Psychological Symptoms,” International Journal of Global Education 11, no. 2 (2012) : 42
website yang memungkinkan pengguna untuk berbagi konten media seperti

3
berbagi foto dan video melalui facebook, youtube dan aplikasi lainnya.

Instansi pendidikan seperti perguruan tinggi telah memanfaatkan internet

untuk keperluan administrasi, pelayanan dan sebagainya. Saat ini perpustakaan

juga telah memanfaatkan akses internet, sehingga baik pegawai maupun

pengunjung perpustakaan lainnya yang membutuhkan koneksi internet bisa

mengaksesnya sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan dengan perpustakaan atau

4
proses membaca. Setiap yayasan, termasuk perpustakaan, khususnya

perpustakaan perguruan tinggi, berupaya untuk mengoordinasikan inovasi data

dan korespondensi, yang berharga untuk membangun dan melibatkan wilayah

lokal ilmiahnya sehingga mereka dapat bersaing di era globalisasi perkembangan

data saat ini.5

UPT Perpustakaan UPT Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

merupakan salah satu dari sekian banyak perpustakaan yang memanfaatkan akses

jaringan kantor.Layanan internet yang tersedia dapat digunakan dan diakses oleh

pemustaka dan pustakawan. Fasilitas layanan internet memberi peluang dalam

mengakses berbagai layanan informasi dalam menyelesaikan pekerjaan para staf

perpustakaan. Namun fakta di lapangan peneliti menemukan bahwa ada

2
“Kominfo,” Survei Penetrasi Pengguna Internet di Indonesia Bagian Penting dari
Transformasi Digital, Diakses November 05, 2021,
https://www.kominfo.go.id/content/detail/30653/dirjen-ppi-survei-penetrasi-pengguna-internet-di-
indonesia-bagian-penting-dari-transformasi-digital/0/be nrita_satker.
3
Taprial, V & Kanwar.P, Understanding social media. (London, 2010),
https://www.akdistancelearning.net/resources_files/understanding-social-media.pdf.
4 Situmorang, J.R, “Pemanfaatan Internet Sebagai New Media dalam Bidang Politik, Bisnis,
Pendidikan dan Sosial Budaya,” Jurnal Administrasi Bisnis 8, no. 1 (2012) : 73
5 Anjani Grace Karundeng et al, “Pemanfaatan Layanan Internet Pada Perpustakaan
Universitas Katolik De La Salle Manado Dalam Menunjang Proses Belajar Mahasiswa,” journal
Acta Diurna 5, no. 5, (2016) : 2.
pustakawan yang menyalahgunakan layanan internet yang dilakukan beberapa

kali untuk hal-hal yang diluar pekerjaan mereka. Hasil observasi awal peneliti,

mendapati ada di antara petugas perpustakaan di UPT Perpustakaan UIN Ar-

Raniry Banda Aceh yang menangani web. Penganiayaan itu adalah bermain game

internet atau menonton film di YouTube. Hal ini dilacak para ilmuwan beberapa

kali selama kunjungan ke perpustakaan untuk melihat pejabat administrasi

penyebaran memainkan lagu di YouTube dan menonton film menggunakan

ponsel menggunakan jaringan wifi perpustakaan. 6 Perilaku administrator

dikenang untuk klasifikasi cyberloafing. Seperti yang diungkapkan oleh Topsy-

turvey dalam Devi Andriani., dkk, bahwa cyberloafing adalah perilaku perwakilan

yang menggunakan akses web dengan PC (seperti area kerja, ponsel, tablet) saat

bekerja untuk latihan non-malapetaka di mana bos pekerja tidak melakukannya.

tidak percaya bahwa perilaku tersebut terkait dengan pekerjaan

Kehadiran jaring harus digunakan untuk bekerja dengan penyelesaian posisi yang

berbeda. Entri langsung yang diberikan dapat membantu kelangsungan dan

produktivitas kegiatan asosiasi, seperti pengiriman data yang lebih cepat dan

penerimaan data canggih tambahan. Namun, sekali lagi, kehadiran web justru

berdampak pada asosiasi, khususnya perwakilan dapat mengabaikan komitmen

mereka dalam melakukan tugas hierarkis. Misalnya, membuka web selama

berjam-jam

6Observasi Awal, Pustakawan di UPT Perpustakaan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry


Banda Aceh, Juli 20, 2021.
7 Devi Andriani, “Hubungan Antara Cyberloafing dengan Prokrastinasi Kerja Pada
Pegawai Negeri Sipil Di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Timur Kota
Samarinda” Tesis (Universitas Samarinda, Fakultas Psikologi, 2017), 4.
bekerja dengan maksud bukan untuk bekerja, melainkan hanya untuk meredakan

kepenatan di tempat kerja. Perwakilan Kecerobohan dalam menjalankan

komitmennya, bisa jadi karena pekerja merasa cemas dalam bekerja Melihat

gambaran permasalahan yang telah dikemukakan, maka penulis tertarik untuk

mengarahkan penelitian ini di UPT Perpustakaan UPT UIN Ar-Raniry Banda

Aceh dengan judul “Cyberloafing Investigation by Pengurus di UPT Perpust atau

yang lebih dikenal dengan Perguruan Tinggi Islam Negeri Ar-Raniry Banda

Aceh.”

B. Rencana Masalah

Berdasarkan landasan yang tergambar di atas, maka cenderung terlihat bahwa

permasalahan dalam eksplorasi ini adalah bagaimana bentuk-bentuk perilaku

cyberloafing yang dilakukan oleh kurator di UPT Perpustakaan UPT UIN Ar-

Raniry Banda Aceh?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rencana masalah yang dirujuk, tinjauan ini diharapkan dapat

memutuskan jenis-jenis perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh pemegang

buku di UPT Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

D. Manfaat Penelitian

Keuntungan dari eksplorasi ini adalah:

1. Keuntungan Hipotetis

8
C.A. Henle & A.L. Blanchard, “The Interaction of Work Stressor and Organizational Sanctions
on Cyberloafing”, Journal of Managerial Issues 20, (2008) : 383 https://www.jstor.org/journal/jman
Ulasan ini berharga sebagai peningkatan keberuntungan logis khususnya terkait

dengan perilaku cyberloafing dalam suatu asosiasi, dan dapat digunakan sebagai bahan

referensi bagi berbagai analis yang perlu mengarahkan penyelidikan lebih lanjut. Selain

itu sebagai kontribusi bagi UPT perpustakaan, Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

mengharapkan atau membatasi terjadinya perilaku cyberloafing dan meningkatkan

efisiensi kerja pengurus. Kemudian, pada saat itu, berubah menjadi premis pemikiran dan

pemikiran dalam pemanfaatan inovasi data secara cerdas untuk membangun efisiensi

kerja pemegang buku.

2. Keuntungan Berguna

Untuk semua maksud dan tujuan, ulasan ini dapat bermanfaat untuk pertemuan

terkait, di perhitungan: sebuah. Bagi perpustakaan sangat membantu sebagai bahan

penilaian penyajian para pemelihara agar lihai dalam menggunakan jaringan web yang

terhubung dengan pekerjaannya.

B. Bagi para spesialis,

kajian ini sangat berharga sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan

pendidikan tinggi empat tahun di Prodi Ilmu Perpustakaan.

C. Bagi pembaca, ulasan ini dapat menjadi referensi untuk memimpin

pemeriksaan lebih lanjut tentang perilaku cyberloafing di suatu organisasi, baik

perpustakaan sekolah, perpustakaan halaman, dan penjaga umum.

E. Klarifikasi Ketentuan

1. Investigasi

Investigasi adalah pemecahan subjek menjadi bagian-bagian yang berbeda dan

penyelidikan bagian-bagian yang sebenarnya dan hubungan antara bagian-bagian untuk

memperoleh pengaturan yang sah dan pemahaman tentang pentingnya keseluruhan. Kata

pemeriksaan dicirikan sebagai pemeriksaan suatu kesempatan (penyusunan, perbuatan,


dan sebagainya) untuk menemukan keadaan yang sebenarnya (penyebab, masalah, dan

sebagainya) perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

2. Cyberloafing

Dalam referensi Kata Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cyberloafing diuraikan

secara independen, kata Digital itu sendiri menyiratkan PC dan kerangka kerja data. Satu

lagi pentingnya digital terhubung dengan web. Sementara itu, kemalasan dicirikan

sebagai tidak memiliki keinginan untuk bekerja atau mencapai sesuatu; enggan; tidak

suka; tidak nafsu.10 Istilah cyberloafing yang tersirat dalam ulasan ini adalah disposisi

atau kegiatan yang dilakukan oleh kurator di UPT Perpustakaan UPT Perpustakaan UIN

Ar-Raniry dimana mereka memanfaatkan jaringan web perpustakaan baik melalui PC, PC

maupun telepon seluler pada saat tidak bekerja. jam. berhubungan dengan pekerjaan,

misalnya menonton drama, akses youtube, facebook, instagram, bermain game

online dan lain sebagainya.

9 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 43.
10
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, “Arti Kata Cyberloafing,”
https://typoonline.com/kbbi/Cyber.
3. Pustakawan

Dalam referensi Word Bahasa Indonesia Keseluruhan, disebutkan bahwa

administrator adalah orang yang menekuni bidang ilmu perpustakaan; ahli

kurator.11 Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 pengurus adalah

seseorang yang memiliki kemampuan yang diperoleh melalui pendidikan

kepustakawanan serta mempersiapkan dan mempunyai kewajiban dan kewajiban

untuk melakukan perpustakaan para pelaksana dan pelayanan.12 Kurator yang

dimaksud dalam tinjauan ini adalah staf UPT perpustakaan perpustakaan UIN Ar-

Raniry Banda Aceh yang memiliki tempat praktik wali yang bekerja di bidang

administrasi kemanfaatan, perlindungan, administrasi perolehan dan administrasi

penanganan bahan pustaka.

11 Depdiknas, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2011), 927.
12 Undang-Undang No 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

A. Kajian Pustaka

Penyelidikan cyberloafing bukanlah hal yang baru dalam kajian logika,

berdasarkan penelitian pembuatnya menurut berbagai sudut pandang review, ada

beberapa penelitian mengenai hal-hal yang berhubungan dengan cyberloafing.

Meski demikian, dari sebagian kajian tersebut, pencipta melihat bahwa

konsentrasi dan muatan eksplorasi yang sedang direnungkan tidak sama dengan

ulasan pencipta. Terlepas dari kenyataan bahwa ada subjek yang sama, tepatnya

cyberloafing, sebenarnya dan substansi penelitian sebelumnya sangat berbeda dari

ulasan yang dibuat dalam ulasan ini.

Salah satu penelitian yang berkaitan dengan cyberloafing ini diusut oleh

Hilda Syaf'aini Harefa dalam teorinya yang berjudul: Dampak Tekanan Kerja dan

Locus Of Control Terhadap Perilaku Cyberloafing pada Upt Perwakilan

Perpustakaan Perguruan Tinggi Sebelas Maret Surakarta. Proposisi ini membahas

tentang pengaruh work pressure dan locus of control terhadap perilaku

cyberloafing di UPT perwakilan Perpustakaan Perguruan Tinggi Sebelas Maret

Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan, (1) Bobot pekerjaan pada perwakilan

UPT Perpustakaan UNS, dari hasil pemeriksaan penunjang diperoleh nilai rata-

rata 3,29 yang dikenang untuk kelas sangat tinggi, (2) Locus of Control pada

pekerja UPT Perpustakaan UNS, dari hasil pemeriksaan grafik nilai rata-rata

khususnya 3,46 yang dikenang untuk klasifikasi sangat tinggi, (3) Perilaku

cyberloafing di UPT Perpustakaan perwakilan UNS dari hasil pemeriksaan

ekspresif nilai rata-rata 2,96 yang dikenang untuk kelas tinggi, (4) Pengaruh bobot

kerja terhadap perilaku cyberloafing di


Perwakilan UPT Perpustakaan UNS menunjukkan koefisien koneksi sebesar

0,707 dengan koefisien jaminan sebesar 0,500, sehingga tekanan kerja

mempengaruhi perilaku cyberloafing menjadi setengahnya, (5) Pengaruh locus of

control terhadap perilaku cyberloafing pada pekerja UPT Perpustakaan UNS

menunjukkan koefisien hubungan sebesar 0,772 dengan nilai koefisien assurance

sebesar 0,596, sehingga dimana locus of control berpengaruh terhadap perilaku

cyberloafing sebesar 59,6% dan (6) Pengaruh tekanan kerja dan locus of control

secara bersama-sama terhadap perilaku cyberloafing di UPT Perpustakaan petugas

UNS menunjukkan koefisien koneksi sebesar 0,554 dengan koefisien esteem

assurance 0,693, sehingga dimana tekanan kerja dan locus of control berdampak

pada perilaku cyberloafing sebesar 69,3%.13

Eksplorasi Hilda Syaf'aini Harefa mendorong dampak beban pekerjaan pada

perilaku cyberloafing dan locus of control di kurator, dari sini ada kontras karena

para ilmuwan untuk situasi ini membatasi diri untuk menyelidiki perilaku

cyberloafing oleh administrator. sudut pandang alternatif. Eksplorasi satu lagi

disutradarai oleh Nurul Zukhruf, mahasiswi Sriwijaya College dengan judul:

Tugas Menahan Diri Terhadap Cyberloafing pada Mahasiswa yang Berkunjung ke

Perpustakaan Perguruan Tinggi Sriwijaya. Tinjauan ini dimaksudkan untuk

memutuskan tindakan diskresi terhadap cyberloafing pada tamu mahasiswa di

Perpustakaan Perguruan Tinggi Sriwijaya. Teori dalam ulasan ini adalah tugas

menahan diri terhadap cyberloafing di pelajar

13 Hilda Syaf’aini Harefa, “Pengaruh Stres Kerja dan Locus Of Control Terhadap
Perilaku Cyberloafing Pada Pegawai UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta”
(Skripsi., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2019), 8.
tamu Perpustakaan Perguruan Tinggi Sriwijaya. Subyek pemeriksaan adalah

150 siswa yang berkunjung ke perpustakaan. Strategi pengumpulan informasi

menggunakan skala cyberloafing dan ketenangan. Strategi pemeriksaan yang

digunakan adalah pemeriksaan kebetulan. Pemeriksaan hasil eksplorasi

menggunakan pemeriksaan langsung langsung relaps. Hasil penelitian

kekambuhan menunjukkan nilai R = 0,600, F = 83.169, R square = 0,36 dan P =

0,000 (p <0,05) yang menyiratkan bahwa ada pekerjaan untuk ketenangan

terhadap cyberloafing pada tamu mahasiswa Universitas Sriwijaya

Perpustakaan.14 Pemeriksaan di atas memiliki kesamaan dari segi sudut pandang,

namun dalam tinjauan ini terdapat perbedaan yang sangat besar, khususnya artikel

yang dianggap mahasiswa, sedangkan para ahli dalam ulasan ini memusatkan

perhatian pada para pemegang buku UPT Perpustakaan Ar-Raniry. Perguruan

Tinggi Agama Islam Negeri Banda Aceh.

Perilaku cyberloafing dapat mempengaruhi pekerjaan seseorang, misalnya

mengulur-ulur waktu kerja sehingga terjadi ketidakdisiplinan dalam melakukan

kewajiban yang berbeda. Hal ini, sebagai dampak dari review yang dipimpin oleh

Devi Andriana dalam artikelnya yang berjudul: Kaitan Antara Cyberloafing dan

Penghentian Kerja pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pekerjaan Umum

Wilayah Kalimantan Timur Kota Samarinda. Tinjauan ini memeriksa antara

Cyberloafing dan Penundaan Kerja pada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Penelitian

ini merupakan eksplorasi kuantitatif dengan menggunakan strategi korelasional

untuk melihat ada tidaknya hubungan antara Cyberloafing dan Occupation

Delaying. Memukau

14 Nurul Zukhruf, “Peran Kontrol Diri Terhadap Cyberloafing Pada Mahasiswa


Pengunjung Perpustakaan Universitas Sriwijaya” (Skripsi., Universitas Sriwijaya, 2018), 15.
Contoh dalam tinjauan ini menggunakan metode purposive testing untuk

memperoleh contoh 103 Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memenuhi atribut

contoh yang belum benar-benar ditetapkan. Strategi investigasi informasi

menggunakan pemeriksaan item kedua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan kritis antara cyberloafing dan keraguan kerja. Dengan

diperoleh nilai koefisien hubungan (r) = 0,162 dengan nilai besar (p) = 0,102 >

0,05 dan nilai R Square = 0,026,15

Dari eksplorasi Devi Andriani di atas, meskipun tidak berdampak mendasar

terhadap keterlambatan kerja, perilaku cyberloafing di tempat kerja dapat

menyebabkan tidak disiplin dan hilangnya konsentrasi. Dalam ulasan ini,

kemiripannya adalah dalam penyelidikan cyberloafing, sekali lagi, sebenarnya di

sini Devi Andriani memusatkan perhatian pada hubungan antara cyberloafing dan

pekerjaan berlama-lama di pegawai pemerintah. Sedangkan para pengamat situasi

ini berusaha mengkaji perilaku cyberloafing para wali di UPT Perpustakaan UIN

Ar-Raniry Banda Aceh dan tidak melihat adanya hubungan atau dampak yang

spesifik.

Memperhatikan sebagian dari penelitian di atas, jelas penelitian ini unik

dalam kaitannya dengan sebagian dari penelitian yang didistribusikan, meskipun

demikian, penelitian ini merupakan motivasi sejauh ini para ilmuwan menyukai

analis masa lalu yang telah berkontribusi pada pendirian hipotetis untuk

melanjutkan. penjelajahan ini dengan berbagai judul dan tujuan. Penyelidikan

masa lalu untuk situasi ini spesialis akan menggunakan sebagai sumber perspektif

untuk memperkuat pemeriksaan ini.

15
Devi Andriani, “Hubungan Antara Cyberloafing dengan Prokrastinasi Kerja Pada Pegawai
Negeri Sipil (PNS) Di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Timur Kota Samarinda”
(Skripsi., Fakultas Psikologi, 2017), 1.
B. Perilaku Cyberloafing

1. Definisi Cyberloafing

Dalam arti sebenarnya, kata bermalas-malasan menyiratkan demonstrasi

menginvestasikan energi dalam tinggal jauh dari pekerjaan. Pada umumnya,

cyberloafing adalah demonstrasi menginvestasikan energi menjauh dari pekerjaan

dengan cara yang berhubungan dengan web. Secara khusus, cyberloafing dicirikan

sebagai demonstrasi yang disengaja dari seorang pekerja yang memanfaatkan

akses web organisasi selama jam kerja untuk membuka halaman web seperti

halnya mendapatkan dan mengirim surat elektronik untuk tujuan yang tidak terkait

dengan bisnis.16

Selain itu, Bock and Ho dalam Seno Aditya menggunakan istilah Non-

Business Related Figuring (NWRC) untuk menggambarkan pemanfaatan web

selama jam kerja untuk penambahan individu. Mereka mengakui latihan NWRC

menjadi dua, khususnya pencatatan sampah dan cyberloafing: sebuah. Pengolahan

sampah adalah pemanfaatan aset kerangka data yang diklaim oleh asosiasi untuk

peningkatan individu, tidak langsung dikaitkan dengan kepentingan asosiasi.

B. Cyberloafing seperti yang ditunjukkan oleh definisi Blanchard dan Henle

adalah pemanfaatan email dan web secara sengaja yang diberikan oleh organisasi

untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan saat bekerja.

Penghitungan sampah dan cyberloafing dikhawatirkan melibatkan aset resmi

untuk penambahan individu. Yang penting adalah bahwa pemrosesan sampah

menggabungkan pemanfaatan aset hierarkis yang terputus untuk

16 Riza Bahtiar Sulistyan & Emmy Ermawati, Perilaku Cyberloafing di Kalangan Pegawai
(Jakarta: Widya Gama Press, 2020), 2.
kepentingan individu. Kemudian lagi, cyberloafing hanya ada di web. Istilah

lain yang biasanya digunakan untuk menggambarkan penggunaan web yang

diberikan oleh asosiasi untuk peningkatan individu adalah cyberslacking dan

Individual Web Use (PWU). Meski beragam istilah, ketiganya menekankan

tiga hal, yakni pemanfaatan web secara sengaja, untuk peningkatan individu,

dan dilakukan selama jam kerja.17

Dari penjelasan di atas, cenderung disimpulkan bahwa cyberloafing adalah

tindakan seorang pemegang buku yang memanfaatkan kantor perpustakaan

untuk mengakses web, menelusuri situs-situs yang tidak ada hubungannya

dengan pekerjaan untuk penambahan individu selama jam kerja, baik

memanfaatkan PC, PC atau kurator dekat dengan ponsel rumah. .

2. Macam-macam Cyberloafing

Ada banyak macam perilaku cyberloafing yang banyak dilakukan individu di

lingkungan kerja. Mahatanankoon, dkk., dalam Seno Aditya merinci 5 (lima)

jenis perilaku cyberloafing yang pada umumnya dilakukan oleh perwakilan di

lingkungan kerja, yaitu:

sebuah. Membuat cicilan dan bisnis untuk penggunaan individu

B. Cari dan lihat data yang tidak terhubung dengan pekerjaan

C. Lakukan korespondensi relasional yang tidak berhubungan dengan


pekerjaan

D. Berpartisipasi dalam permainan cerdas

17
J. Seno Aditya Utama, Dkk., Psikologi dan Teknologi Informasi (Jakarta: HIMPSI,
2016), 165.
18
e. Melakukan pengunduhan untuk kepentingan pribadi.

Sedangkan struktur sosial tertentu yang digunakan untuk mengukur perilaku

cyberloafing antara lain, mengakses situs-situs yang berhubungan dengan

olahraga, mengunjungi situs-situs yang berhubungan dengan spekulasi,

mengunjungi situs-situs yang berhubungan dengan hiburan, mengunjungi situs-

situs berita umum, mengunjungi situs-situs yang tidak berhubungan dengan bisnis,

mengunduh data. tidak penting untuk bekerja, berbelanja di web untuk tambahan

individu, pergi ke tujuan dewasa atau menggambarkan perilaku tegas secara fisik,

memeriksa pesan yang tidak terkait bisnis, mengirim pesan yang tidak terkait

bisnis, menerima pesan yang tidak terkait bisnis, bermain game berbasis web,

mengunduh game berbasis web, berbicara di ruang kunjungan berbasis web,

mengunjungi melalui kurir instan, menyampaikan pesan yang tidak terkait dengan

pekerjaan dan memanfaatkan web untuk mendapatkan penghasilan tambahan.19

Selain itu, Blanchard dan Henle dalam Seno Aditya, dkk, melihat bahwa

perilaku cyberloafing dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu minor

cyberloafing dan genuine cyberloafing. Cyberloafing kecil adalah tindakan

cyberloafing yang tidak terlalu merugikan, terutama karena penggunaan jangka

waktu yang singkat. Jenis perilaku termasuk mengirim atau menerima pesan atau

meninjau teks judul dalam makalah berbasis web. Sedangkan cyberloafing sejati

adalah perilaku cyberloafing yang menimbulkan beberapa masalah karena

penggunaan

18
J. Seno Aditya Utama, Dkk., Psikologi dan Teknologi Informasi (Jakarta: HIMPSI,
2016), 166.
19 Noratika Ardilasari & Ari Firmanto, “Hubungan Self Control dan Perilaku
Cyberloafing Pada Pegawai Negeri Sipil,” Psikologi Terapan 5, no. 1 (Januari 2017) : 23.
rentang waktu yang panjang, mengurangi kegunaan, dapat membuka asosiasi

untuk masalah hukum. Jenis perilaku termasuk belanja internet, game berbasis

web, dan mengunduh musik.20

Sementara itu, Anandarajan dalam Seno Aditya Utama dkk membatasi

cyberloafing pada 3 (tiga) perkumpulan, yaitu:

1) Cyberloafing menjengkelkan, seperti survei situs dewasa dan bermain game

berbasis web.

2) Olahraga cyberloafing, seperti belanja berbasis web dan berselancar

sembarangan.

3) Individu yang terbiasa dengan cyberloafing, misalnya mengunjungi tempat

tujuan kumpul-kumpul yang mahir dan mencari berita atau pengetahuan baru.21

3. Faktor cyberloafing

Dalam karya tulis yang berbeda yang berbicara tentang cyberloafing di lapangan

Ada variabel yang berbeda yang membuat seorang pekerja menyelesaikan

perilaku cyberloafing. Di antara variabel sosial terlihat ketidakadilan oleh

perwakilan. Para wakil rakyat seringkali akan menutupi pengkhianatan yang nyata

dengan mencoba untuk tidak melakukan pekerjaan mereka. Salah satu praktik

keengganan yang dipilih perwakilan adalah melibatkan web untuk keuntungan

yang tidak terkait dengan pekerjaan mereka. Semakin diperhatikan itu

20 J. Seno Aditya Utama, Dkk., Psikologi dan Teknologi . . . . , 166


21 J. Seno Aditya Utama, Dkk., Psikologi dan Teknologi . . . . , 167.
ketidakadilan yang dirasakan, maka akan benar-benar terjadi perilaku

cyberloafing.22Perspektif kerja pekerja juga ditetapkan sebagai pendahulu

cyberloafing. Mereka menginspeksi kontribusi kerja sebagai salah satu

pengembangan dari perspektif kerja yang representatif. Perwakilan yang memiliki

tingkat inklusi yang signifikan dengan pekerjaannya akan berkurang

kemerosotannya dalam pekerjaannya karena mereka lebih fokus pada pekerjaan,

sehingga mereka tidak benar-benar memiliki kesempatan untuk melakukan

praktik yang tidak terkait dengan pekerjaannya. Pemeriksaan observasional telah

menunjukkan bahwa perwakilan yang lelah dengan pekerjaan mereka terikat

untuk berpartisipasi dalam cyberloafing. Ketchen, Craighead, dan Buckley dalam

J. Seno Aditya Utama mengamati bahwa perwakilan yang memiliki kontribusi

kerja dan minat yang rendah pada pekerjaannya lebih sering bertindak tidak

penting terhadap pekerjaannya selama jam kerja. jumlah yang sangat banyak

seperti yang terdapat di perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh setiap hari

kerja. Juga rendahnya tingkat perhatian siswa, terutama selama waktu yang

dihabiskan untuk memperoleh dan membaca buku-buku yang umumnya tidak

ditempatkan seperti yang diharapkan, beberapa di antaranya tidak dalam posisi

terkendali. Keadaan saat ini dengan asumsi bahwa hal itu terjadi lebih dari sekali

menjadi salah satu variabel tekanan antusias temperamental menyebabkan

pemegang buku

22 Rehman, A. U., Hussain, S., & Khattak, J. K., “Impact of Smartphone Usage on
Work Neglect with Mediating Role of Cyberloafing and Moderating Role of Work Engagement,”
Journal of Business & Management 14, no. 2 (2019) : 124
23 J. Seno Aditya Utama, Dkk., Psikologi dan Teknologi Informasi, (Jakarta:
HIMPSI, 2016), 167.
melihat bentuk yang buruk, perilaku cyberloafing akan benar-benar

terjadi.22Sudut pandang spesialis tentang pekerjaan juga ditetapkan sebagai cikal

bakal cyberloafing. Mereka menyelidiki komitmen kerja sebagai salah satu

kemajuan dari sudut pandang kerja agen. Delegasi yang memiliki tingkat

pertimbangan yang besar dengan pekerjaan mereka akan memiliki lebih sedikit

kemerosotan dalam pekerjaan mereka karena mereka lebih terpusat pada

pekerjaan, sehingga mereka tidak benar-benar memiliki kesempatan untuk

berpartisipasi dalam latihan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan mereka.

Penilaian observasional telah menunjukkan bahwa delegasi yang lelah dengan

pekerjaan mereka pasti akan mengambil bagian dalam cyberloafing. Ketchen,

Craighead, dan Buckley dalam J. Seno Aditya Utama melihat bahwa agen yang

memiliki komitmen kerja dan minat yang rendah terhadap pekerjaannya semakin

sering bertindak tidak relevan dengan pekerjaannya selama jam kerja. jumlah

yang sangat besar seperti yang terdapat di perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda

Aceh setiap hari kerja. Demikian pula tingkat pertimbangan siswa yang rendah,

terutama selama waktu yang dihabiskan untuk membeli dan membaca buku-buku

yang pada umumnya tidak sesuai dengan bentuknya, beberapa di antaranya tidak

dalam posisi terkendali. Status sekarang menerima bahwa hal itu terjadi

setidaknya beberapa kali menjadi salah satu faktor tekanan kegembiraan yang

tidak konsisten menyebabkan akuntan

24
J. Seno Aditya Utama, Dkk., Psikologi dan Teknologi Informasi, (Jakarta: HIMPSI,
2016), 168.
Sementara itu, ketidakjelasan pekerjaan membuat kerentanan mengenai

perwakilan pekerjaan mana yang harus dilakukan. Kerentanan ini menimbulkan

sensasi stres pada pekerja. Selain itu, perilaku cyberloafing dipilih sebagai upaya

perwakilan untuk mengalahkan tekanan yang mereka hadapi.

Variabel lain yang tidak kalah signifikan dalam mempengaruhi cyberloafing

adalah locus of control. Locus of control dicirikan sebagai sejauh mana orang

menerima bahwa mereka memiliki perintah atas keadaan mereka. Individu yang

memiliki locus of control di luar menerima bahwa kejadian luar memiliki dampak

yang lebih besar daripada diri mereka sendiri. Spector dan Fox sebagaimana

dikutip oleh J. Seno Aditya Utama, dkk dalam bukunya mengungkapkan bahwa

individu yang memiliki outer locus of control terikat untuk berpartisipasi dalam

perilaku kerja yang tidak berguna, termasuk perilaku cyberloafing. Levenson

mengamati dua jenis keyakinan yang ada di luar locus of control, khususnya

keyakinan bahwa orang lain memiliki lebih banyak kekuatan dan keyakinan pada

predeterminasi. Secara lebih rinci, mereka mengamati bahwa pekerja yang

melakukan cyberloafing baik kecil maupun asli tidak merasa bahwa orang lain

yang menjadi bos akan mendapatkan tindakan tidak pantas mereka. Mereka

percaya bahwa dengan asumsi mereka didapat, itu hanya masalah

keberuntungan.25

Terlepas dari variabel-variabel yang disebutkan di atas, dengan bergantung

pada tulisan tentang perilaku aneh Liberman yang dirujuk oleh J. Seno Aditya

Utama menduga bahwa atribut-atribut rencana hierarkis berdampak pada

cyberloafing. Asosiasi dengan desain non-administratif menghasilkan lebih

banyak

25
J. Seno Aditya Utama, Dkk., Psikologi dan Teknologi Informasi, (Jakarta: HIMPSI,
2016), 169.
kemungkinan perilaku aneh rendah mengingat fakta bahwa asosiasi

semacam itu mendorong korespondensi terbuka di antara para pekerja. Rencana

open office sehingga perilaku representatif lebih terlihat oleh atasan juga

mengurangi kemungkinan terjadinya perilaku cyberloafing.26 Kondisi ini pasti

terjadi di UPT Perpustakaan UPT UIN Ar-Raniry Banda Aceh, mengingat

wilayah kerja menyerupai ruang otoritatif yang tertutup dan latihan pemegang

buku tidak terlihat secara efektif. dari perspektif eksternal oleh atasannya.

Kontras orientasi seksual juga mempengaruhi perilaku cyberloafing.

Perspektif orang tentang cyberloafing berbeda-beda. Lim dan Chen mengamati

bahwa perwakilan laki-laki sering berpartisipasi dalam perilaku cyberloafing dan

merasa bahwa hal itu membuat pekerjaan mereka lebih sederhana. Kemudian lagi,

perwakilan perempuan menyatakan bahwa mereka tidak secara teratur mengambil

bagian dalam perilaku cyberloafing dan berpikir bahwa tindakan tersebut

mengganggu proses kerja mereka. Spesialis pria bertindak seperti itu karena pria

biasanya akan lebih yakin tentang melibatkan web dan menggunakannya untuk

tujuan hiburan. Lagi pula, wanita kurang yakin dan memiliki pandangan negatif

terhadap penggunaan web.27 Perilaku ini paling sering ditemukan di kantor-

kantor yang berbeda dengan perwakilan, termasuk penjaga UPT Perpustakaan

UPT Ar-Raniry dimana terdapat beberapa ruangan yang memainkan lagu-lagu

dari YouTube di PC perpustakaan sambil menyelesaikan pekerjaannya pada

dasarnya di ruang manajerial yang umumnya akan lebih tertutup.

26 J. Seno Aditya Utama, Dkk., Psikologi dan Teknologi . . . . , 169-170.


27 Lim, Vivien. K. G. & Chen, “Cyberloafing at The Workplace: Gain or Drain on
Work,” Behaviour & Information Technology 31, no. 4 (2009) : 343
Dari penjelasan di atas, dapat diduga bahwa unsur-unsur penyebab cyberloafing terdiri

dari beberapa unsur antara lain tekanan kerja, dampak sosial, budaya otoritatif,

menjauhi pekerjaan, perebutan pekerjaan, locus of control, karakter (depresi), rencana.

asosiasi dan orientasi seksual kontras.

4. Penanda Cyberloafing

Cyberloafing dapat diperkirakan dari penanda yang menyertainya:

sebuah. Perilaku kemajuan (improvement conduct); perilaku formatif menganggap sistem

cyberloafing sebagai hotspot yang memungkinkan untuk belajar. Cyberloafing mulai di

sini memberikan peningkatan kemampuan yang dapat digunakan dalam latihan

selanjutnya;

B. Perilaku penyembuhan (recuperation): tindakan penyembuhan berfokus pada

kesejahteraan. Cyberloafing dapat mengurangi penderitaan dan memiliki hasil yang

konstruktif;

C. Perilaku aneh (degenerate conduct): perilaku degenerasi menganggap cyberloafing

sebagai perilaku yang tidak diinginkan. Perilaku ini jelas melihat cyberloafing sebagai

perilaku dengan hasil yang merugikan (misalnya, berkurangnya kegunaan);

D. Perilaku fiksasi (perilaku pembentuk kebiasaan); Perilaku ini dapat disebabkan dengan

mengambil bagian dalam kejahatan dunia maya sebagai kecenderungan dan dapat

28
menyebabkan perilaku berbahaya.

28 Yasar, S., & Yurdugul, H, “The investigation of relation between cyberloafing


activities and cyberloafing behaviors in higher education. “Procedia-Social and Behavioral
Sciences , 83
(1), (2013) : 603.
Berdasarkan penjelasan indikator diatas dapat peneliti simpulkan bahwa

cyberloafing adalah perilaku pekerja yang sering menggunakan wifi kantor di luar

kepentingan kerja selama jam kerja, memanfaatkan ponsel di luar minat selama jam

kerja, mengirim pesan, menerima pesan, mengunduh musik,mengunjungi web

berita, mengunjungi web olahraga, mengakses media online,belanja internet dan

game berbasis web.

C. Pembukuan

Dalam referensi Keseluruhan Kata Bahasa Indonesia diungkapkan bahwa

pemegang buku adalah orang perseorangan yang menekuni bidang ilmu

perpustakaan; pemegang buku. Sedangkan menurut Ikatan Kustodian Indonesia

(IPI), pemegang buku adalah: seseorang yang menyelesaikan latihan perpustakaan

dengan memberikan administrasi ke daerah setempat sesuai kewajiban organisasi

induk tergantung pada ilmu perpustakaan, dokumentasi dan data yang dimilikinya

melalui pendidikan.29

"Pembukuan adalah individu yang dipersiapkan secara ahli yang

bertanggung jawab atas pertimbangan perpustakaan dan substansinya, termasuk

pilihan, penanganan, dan asosiasi bahan dan penyampaian data, bimbingan, dan

administrasi lanjutan untuk mengatasi masalah kliennya". Penjaga adalah individu

yang dipersiapkan secara ahli yang bertanggung jawab untuk menangani

perpustakaan dan substansinya, termasuk penentuan, penanganan, dan asosiasi

bahan dan penyampaian data, pedoman, dan administrasi lanjutan untuk

mengatasi masalah klien mereka.30

29 Depdiknas, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2011), 927.
30 Reitz, Joan M, “Online Dictionary Library and Information Science,”
http://www.abc-clio.com/ODLIS/odlis_A.aspx..
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan, seorang pemegang buku dicirikan sebagai seseorang yang

memiliki keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan kepustakawanan dan

selain itu mempersiapkan serta mempunyai kewajiban dan kewajiban untuk

melengkapi perpustakaan para pengurus dan administrasi.

Pembukuan adalah orang yang memiliki keterampilan yang diperoleh

melalui persekolahan dan persiapan kepustakawanan serta mempunyai kewajiban

dan kewajiban menyelenggarakan kepustakawanan pengurus dan pelayanannya.31

Kepustakawanan adalah suatu gerakan yang logis dan ahli yang mengikutsertakan

pengelola perpustakaan, pengelola perpustakaan, dan kemajuan kepustakawanan.

sistem.32

Dari berbagai definisi di atas, cenderung dapat diduga bahwa seorang

pemegang buku adalah seseorang yang memiliki keterampilan yang diperoleh

melalui pengajaran atau persiapan di bidang perpustakaan, dokumentasi, dan data

dan merupakan otoritas ahli yang berguna yang mencakup perpustakaan,

administrasi, dan kepustakawanan. kemajuan kerangka kerja.

Mulai sekitar tahun 2002, kurator telah terkumpul menjadi 7 (tujuh)

tingkatan utilitarian, yang terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan, yaitu: Temu

Pengurus Level Berbakat (PTT) dan Master Level Kustodian (PTA).

1. Kurator Tingkat Talenta (PTT)

Kurator Tingkat Berbakat adalah pengurus yang memiliki alasan instruktif

untuk susunan utama serendah-rendahnya pengakuan II

31 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, 3.


32 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negeri dan Refromasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka
Kreditnya.
perpustakaan, dokumentasi dan data atau konfirmasi identik di bidang

yang berbeda. Pengurus Tingkat Berbakat terdiri dari: (a) Kurator

Pelaksana;

(b) Administrator Pelaksana Lanjutan; (c) Pustakawan Pengatur.33

Kurator Tingkat Talenta memiliki kewajiban utama yang meliputi:

sebuah. Menyusun dan menggunakan bermacam-macam bahan

pustaka/sumber data. Latihan:

1) Berbagai peningkatan adalah gerakan yang ditujukan untuk

mengikuti yang terbaru dan sesuai kebutuhan klien. Peningkatan

beragam mencakup latihan: membuat desiderata, mengarahkan

tinjauan minat klien, mendaftarkan bahan perpustakaan, memilih

bahan perpustakaan, menilai dan menyiangi berbagai.

2) Penanganan bahan pustaka/bermacam-macam adalah pemindahan

penggambaran bahan pustaka dan perencanaan pemulihan data kantor.

Penanganan bahan pustaka/bermacam-macam meliputi latihan:

pengindeksan penggambaran, penokohan, penentuan judul mata

pelajaran dan pengawasan informasi bibliografi, khususnya

pengecekan informasi bibliografi, pendataan, penentuan judul mata

pelajaran, pengelompokan, penentuan kata kunci, pembuatan ciri

eksposisi, pembuatan artikel

mencerahkan, memperjelas, memindahkan informasi bibliografi,

mengubah informasi bibliografi, memesan indeks buku, file dan

33
Rachman Hermawan S dan Zulfikar Zen, Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan
Terhadap Profesi dan Kode Etik Pustakawan Indonesia (Jakarta: Sagung Seto, 2006), 48.
sejenisnya, mengawasi informasi bibliografi dan membuat pemenuhan perpustakaan.

3) Penimbunan dan pelestarian bahan pustaka adalah tindakan untuk mengikuti keadaan

ragam perpustakaan yang ditujukan untuk bekerja dengan penemuan kembali, membatasi

kerusakan dan memperluas keberadaan bahan pustaka. Gerakan ini mencakup memilah,

mengamankan, benar-benar fokus pada, menjaga dan melindungi atau menciptakan kembali

bahan perpustakaan dalam koleksi perpustakaan.

4) Administrasi data adalah pemberian bantuan dan administrasi data kepada klien

perpustakaan yang terdiri dari manfaat kursus, perpustakaan portabel, administrasi

mendengarkan, pertunjukan bahan perpustakaan, administrasi referensi, tampilan tulisan,

pemahaman arahan, arahan klien perpustakaan, membina perkumpulan pembaca,

menyebarkan data terbaru. atau sebaliknya kilat, menyebarkan data yang dipilih, menyelidiki

tulisan, menceritakan kembali cerita kepada anak-anak, dan pengukuran.

B. Pustaka restoratif, dokumentasi dan data. Latihan:

1) Mengarahkan. Pertama-tama, mengarahkan pada pemanfaatan dan pemanfaatan

perpustakaan, dokumentasi dan data, khususnya memberikan data atau klarifikasi kepada

klien daerah tentang manfaat dan kegunaan perpustakaan, dokumentasi dan data sehingga

mereka lebih mengenal perpustakaan dan didorong. untuk memanfaatkan mereka. Kedua,

memberi nasihat tentang kemajuan perpustakaan, dokumentasi dan data merupakan

pedoman/klarifikasi atau arahan kepada koordinator dan pengawas perpustakaan mengenai

metodologi atau cara kerja pada kapasitas yayasan perpustakaan untuk menumbuhkan

kemampuan perpustakaan dalam melayani daerah. Latihan augmentasi meliputi:

Membedakan kemampuan ruang, merakit bahan pemuaian, melakukan pengarahan dan

memimpin penilaian pasca pemekaran.


2) Paparan. Eksposur adalah penyebaran data tentang latihan perpustakaan, dokumentasi dan

data ke wilayah lokal yang lebih luas melalui media cetak dan elektronik seperti artikel,

handout, film, slide, situs dan lain-lain. melakukan paparan terdiri dari merakit bahan

paparan, memimpin penilaian pasca-pajanan.

3) Tampilan. Melengkapi display adalah menampilkan kepada masyarakat umum tentang

latihan, akibat latihan, dan kapasitas sumber data perpustakaan, dokumentasi dan data yang

digabungkan dengan penyusunan data/klarifikasi menggunakan panduan visual. Latihan

tampilan meliputi: membuat rencana/rencana pertunjukan, merencanakan materi presentasi,

mengadakan presentasi dan evaluasi pasca pertunjukan.34

34
Rachman Hermawan S dan Zulfikar Zen, Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan
Terhadap Profesi dan Kode Etik Pustakawan Indonesia (Jakarta: Sagung Seto, 2006), 51-53.
2. Kurator Tingkat Master (PTA)

Master Level Bookkeeper adalah seorang administrator yang memiliki

alasan instruktif untuk pengaturan utama di suatu tempat sekitar empat tahun

pendidikan tinggi (S1) di perpustakaan, dokumentasi dan data atau sertifikat

identik lainnya. Pengurus Tingkat Magister terdiri dari: 1) Kurator Pertama; 2)

Pembukuan Muda; 3) Mitra Kustodian; dan 4) Pustakawan Utama.35

Administrator Tingkat Master memiliki kewajiban utama yang sama dengan

Pemegang Buku Tingkat Berbakat di mana penjaga melakukan tugas untuk

memilah dan menggunakan berbagai bahan perpustakaan/sumber data seperti

upaya perpustakaan, dokumentasi dan tugas data. Bagaimanapun, Kurator Tingkat

Master memiliki tugas utama lain di mana administrator memiliki tugas

mengevaluasi kemajuan perpustakaan, dokumentasi dan data.

Penilaian kemajuan perpustakaan, dokumentasi dan data adalah gerakan

mengumpulkan, menangani, dan menyelidiki informasi yang bergantung pada

sistem tertentu untuk menemukan kondisi atau pendorong utama masalah yang

ada dan hasilnya diedarkan ke berbagai kelompok sebagai laporan. Tindakan ini

meliputi kesiapan instrumen, pemilihan, penanganan informasi, pemeriksaan dan

rencana hasil, serta penilaian dan penyempurnaan hasil belajar.

35 Rachman Hermawan S dan Zulfikar Zen, Etik a Kepustakawanan, 49.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Dari beberapa penelitian yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya

tentang cyberloafing pemegang buku, analis biasa menggunakan eksplorasi

subjektif. Ilmuwan memilih untuk melanjutkan eksplorasi ini dengan

menggunakan pemeriksaan subjektif. Pemeriksaan subyektif adalah semacam

eksplorasi yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai

dengan menggunakan strategi terukur dengan metode pengukuran yang berbeda.

Eksplorasi subjektif dapat digunakan untuk memeriksa kehidupan individu,

sejarah, perilaku, fungsionalisasi hierarkis, perkembangan sosial, atau hubungan

koneksi.36

Dari pemahaman di atas, cenderung dianggap bahwa eksplorasi subjektif

adalah strategi pemeriksaan yang mengharapkan untuk memperoleh pemahaman

tentang realitas melalui siklus penalaran induktif. Melalui pemeriksaan subjektif,

ilmuwan dapat mengenali subjek, dan dapat merasakan apa yang subjek temui

dalam kehidupan sehari-hari. Eksplorasi subjektif yang digunakan dalam tinjauan

ini untuk menyelidiki lebih lanjut kekhawatiran tentang jenis-jenis perilaku

cyberloafing yang dilakukan oleh administrator di UPT Perpustakaan UPT Islam

Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

Metodologi yang digunakan dalam eksplorasi subjektif ini adalah

fenomenologi, yaitu suatu rencana pemeriksaan untuk mengungkap, memahami,

dan

36 Basrowi dan Suwandi, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 1-2.
menggambarkan kekhasan tertentu. Fenomenologi adalah tinjauan atau

penggambaran keanehan yang dialami atau pertemuan individu tentang sesuatu

yang ada/menampilkan dirinya sendiri.37 Fenomenologi mencoba untuk meninjau

pertemuan anggota untuk mendapatkan gambaran yang jauh yang memberikan

premis untuk penyelidikan primer yang cerdas sebagai gambaran keterlibatan

yang signifikan tanpa mengurangi dan mengendalikan faktor dalam pengaturan

yang diperiksa. Penelitian dengan konfigurasi fenomenologis mencoba mengenali

perwujudan dan memahami perjumpaan edukatif, dalam fenomenologi ide tentang

signifikansi ternyata menjadi vital. Artinya merupakan substansi yang signifikan

dari pengalaman individu yang sadar, pengalaman setiap individu bisa menjadi

sesuatu yang serupa, namun pentingnya pengalaman itu berbeda untuk masing-

masing. Implikasi yang mengakui pengalaman antara orang satu dengan yang lain,

sebuah pertemuan ternyata penting untuk kesadaran karena individu yang

38
mengartikannya.

37
Hasbiansyah, “Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu
Sosial dan Komunikasi, “ Mediator 9, no. 1 (Juni 2008) : 163
38 Hasbiansyah, “Pendekatan Fenomenologi, “ 167
B. Lokasi dan dan Waktu Penelitian

Ujian ini diarahkan di UPT Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh yang

terletak di Kopelma Darussalam, Kawasan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. Waktu

penelitian dimulai dari Juli 2021.

C. Objek dan Subjek Penelitian


Dalam referensi Kata Besar Bahasa Indonesia, artikel adalah hal, kasus,

atau sesuatu seperti itu

individu yang menjadi topik pembicaraan.39 Pada akhirnya, objek

pemeriksaan adalah sesuatu yang menjadi titik fokus penelitian.40 Objek

eksplorasi ini adalah cyberloafing.

Subjek pemeriksaan adalah pihak yang menjadi contoh atau subjek yang

diharapkan oleh ilmuwan untuk direnungkan. Subyek pemeriksaan dipilih secara

sengaja dan menjadi saksi yang dapat memberikan data mendasar selama

penelitian.41 Subyek dalam tinjauan ini adalah 5 kurator yang menangani setiap

bantuan di perpustakaan dan 1 penjaga. Pencipta memutuskan subjek tergantung

pada standar tertentu. Standar untuk kustodian yang disinggung dalam ulasan ini

adalah sebagai berikut:

1. Pustakawan yang bekerja di layanan/bidang menggunakan perangkat IT

(komputer)

39 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 85


40 Sutopo, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Surakarta: Sebelas Maret University
Press, 2002), hlm. 52
41 Sutopo, Metodelogi Penelitian Kualitatif, 52

1
2. Pustakawan fungsional yang sudah bekerja minimal 5 tahun dan berstatus

Pegawai Negeri Sipil (PNS)

3. Pustakawan yang menjadi penanggung jawab di layanan/ bidangnya,

misalya 1 orang pustakawan dilayanan sirkulasi, 1 orang pustakawan

dibidang pengolahan, 1 orang pustakawan dibidangpengadaan, 1 orang di

bidang preservasi dan kepala perpustakaan.

4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil

“kemasannya” sendiri

5. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk diminta informasi

6. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti

(belum kenal sebelumnya).

Tabel. 3.1 Subjek/ Informan Penelitian


No Unsur Jumlah Keterangan

2 Pustakawan 8 Pustakawan Fungsional

D. Sumber Data

Dalam pembahasan ini, penulis menggunakan dua jenis data yaitu:

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan oleh

peneliti sebagai obyek penulisan. Metode wawancara mendalam atau in-depth

2
bertemu digunakan untuk mendapatkan informasi dengan teknik berbicara

dengan narasumber yang akan diwawancarai.42

Dalam tinjauan ini, informasi penting adalah informasi yang diperoleh dari

sumber utama, khususnya bagian pembukuan UPT Perpustakaan UIN Ar-Raniry

Banda Aceh melalui (wawancara). Penentuan informasi penting yang menjadi

objek utama dalam tinjauan ini secara positif sesuai dengan tujuan pemeriksaan

yang akan dicapai sehubungan dengan cyberloafing penjaga yang juga merupakan

satu-satunya hal yang harus dipenuhi untuk memperoleh informasi sesuai dengan

definisi masalah yang dirinci ke arah Mulailah. Akibatnya, informasi penting

sangat penting dalam percakapan suatu masalah dan eksplorasi.

1. Informasi opsional

Informasi opsional adalah informasi yang tidak langsung memberikan

informasi kepada spesialis, misalnya penelitian harus melalui orang lain atau

pencarian melalui laporan. Informasi ini diperoleh dengan memanfaatkan

konsentrasi menulis pada diarahkan pada banyak buku dan bergantung pada

catatan yang berhubungan dengan penelitian,43 juga para ilmuwan memanfaatkan

informasi yang didapat dari web. Ilmuwan juga melibatkan beberapa penelitian

sebelumnya sebagai pemikiran dan referensi untuk mendapatkan informasi yang

tepat di lapangan dengan berbagai judul dan tujuan serta memperhatikan sumber

yang dikutip, terlepas dari seberapa sedikit kutipan.

42 Umar Husein, Metode Riset Komunikasi Oraganisasi (Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama, 2003), 56.
43 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), 62.

3
Sejalan dengan itu, informasi tambahan adalah informasi pendukung yang

dilibatkan oleh para ilmuwan dalam kesiapan tinjauan ini. Dalam ulasan ini,

informasi tambahan diperoleh melalui dokumentasi atau tulisan lain yang terkait

dengan ulasan ini.

E. Strategi Assortment Informasi

Strategi pengumpulan informasi yang digunakan pencipta untuk

memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan dalam hal ini dipusatkan secara

langsung dari objek eksplorasi, yaitu dengan cara:

1) Persepsi

Persepsi adalah salah satu teknik pengumpulan informasi dengan

memperhatikan atau mengevaluasi secara cermat dan lugas di daerah eksplorasi

untuk mengetahui kondisi yang terjadi atau menunjukkan realitas dari suatu

rencana pemeriksaan yang sedang dilakukan. Ar-Raniry Banda Aceh, dan yang

diperhatikan adalah perilaku cyberloaving. Waktu persepsi yang mendasari selesai

pada Juli 2021. Persepsi dilakukan secara terorganisir. Berikutnya adalah sudut

pandang saat melihat perilaku cyberloafing oleh penjaga di Perpustakaan UPT

IKIP Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

44
“Pengertian Observasi,” Universitas Raharja, Website, diakses November 21, 2021,
https://raharja.ac.id/2020/11/10/observasi/

4
No Aspek yang dinilai Nilai Keterangan

Ya Tidak

Apakah perpustakaan menyediakan wifi


1.
dan perangkat elektronik di layanan √

perpustakaan?

Apakah pustakawan menggunakan wifi √


2.
dan perangkat elektronik saat bekerja?

Apakah pustakawan mengakses situs √


3.
hiburan seperti mendengarkan musik

saat jam kerja?

Apakah pustakawan mengakses social √


4.
media seperti membuka Instagram,

facebook, youtube dan bermain game

online saat bekerja?


5. Apakah ada pekerjaan yang tidak

selesai sesuai target yang telah

ditetapkan oleh perpustakaan?

2) Wawancara

Dalam pengumpulan data di lapangan penulis menggunakan

wawancara. Wawancara atau Interview adalah percakapan dengan maksud

5
yakin. Alasan memimpin rapat adalah untuk mengembangkan

tentang individu, kesempatan, asosiasi, sentimen, inspirasi, permintaan,

keprihatinan dan lain-lain.45 Jenis rapat yang digunakan dalam tinjauan

ini adalah rapat terbuka. Pertemuan terbuka adalah pertemuan di mana

jalannya penyelidikan memberikan kesempatan kepada sumber untuk

mengajukan keberatan dan tidak membatasinya hanya dengan mencatat ya

atau tidak. Ini mengisi sebagai penggali informasi yang lebih benar dari

seorang saksi atas perspektif, pemikiran dan pendapat yang diberikan oleh

seorang informan.46 Dalam pemutarannya, ilmuwan melibatkan metode

pertemuan terbuka sebagai pertanyaan yang telah diberikan oleh spesialis

ke instrumen. Para ilmuwan berbicara langsung dengan 6 instrumen, yaitu

administrator utilitarian yang bekerja menggunakan administrasi berbasis

tingkat lanjut di UPT Perpustakaan UPT Islam Negeri Ar-Raniry Banda

Aceh dalam bidang administrasi penyebaran, pengamanan, perolehan dan

penanganan.

3) Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk

memperoleh informasi atau data berupa buku-buku, file-file, arsip-arsip,

angka-angka yang tersusun dan gambar-gambar sebagai laporan dan data

yang dapat ditegakkan.

45 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 129.


46 Abu Achmadi dan Cholid Narkubo, Metode Penelitian (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005),
83

6
penelitian.47 Informasi yang dicari dalam tinjauan ini adalah dokumentasi yang

dimiliki oleh UPT Perpustakaan UPT Perpustakaan Islam Negeri Ar-Raniry sebagai

informasi mengenai jumlah individu perpustakaan dan berbagai hal yang terkait

dengan eksplorasi ini.

F. Metode Investigasi Informasi

Seperti yang ditunjukkan oleh Miles dan Huberman ada tiga strategi dalam

pemeriksaan informasi:subjektif, khususnya pengurangan informasi, demonstrasi

informasi, penarikan/pengecekan berakhir.

1. Penurunan Informasi

Pengurangan informasi mengacu pada metode yang terlibat dengan memilih,

memusatkan, menata ulang,musyawarah, dan perubahan “informasi mentah” yang

terjadi dalam catatan lapangan yang disusun. Seperti yang mungkin kita sadari,

penurunan informasi terjadi terus-menerus selama durasi usaha yang terletak secara

subyektif. Sejujurnya, bahkan "sebelumnya" informasi itu benar-benar

dikumpulkan.48 Ketika pengumpulan informasi berlanjut, ada beberapa episode

penurunan informasi berikutnya (penjumlahan, pengkodean, pembuatan subjek,

pembuatan pemisah, penulisan pengingat). Juga penurunan/proses perubahan

informasi yang konsisten di kemudian hari, hingga laporan terakhir selesai.49

2. Model Informasi/Pertunjukan Informasi

Pertunjukan informasi adalah tindakan ketika sekelompok data digabungkan.

Seperti yang dirujuk oleh Emzir melalui survei, sebuah tayangan membantu kami

47 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2015), 329


48 Emzir, Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),
129.
49 Emzir, Analisis Data, 129.

7
dapatkan apa yang terjadi dan lakukan pemeriksaan atau aktivitas lebih

lanjut tergantung pada pengaturan itu. Jenis tayangan informasi subjektif:

sebuah). Teks Cerita: sebagai catatan lapangan

Model ini menggabungkan berbagai jenis kerangka kerja, diagram,

organisasi, dan grafik. Semua dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang

terkoordinasi dalam struktur yang masuk akal dan sehat.

Pada umumnya, teks tersebar, bagian demi bagian, tidak terorganisir secara

efektif. Dalam kondisi seperti itu, para ilmuwan tidak sulit untuk melakukan

kesalahan atau bertindak sembarangan dan secara impulsif mencapai kesimpulan

yang tidak lengkap, terbatas dan tidak beralasan. Kecenderungan intelektual

adalah mengerjakan data yang kompleks ke dalam struktur atau pengaturan yang

disusun ulang dan khusus yang mudah

Ilmuwan masa depan dapat dengan baik mencapai tekad yang dipertahankan

dan melanjutkan ke fase penyelidikan berikutnya. Begitu juga dengan penurunan

informasi, pembuatan dan penggunaan model tidak berbeda dengan penyelidikan.

Merencanakan segmen dan kolom kisi untuk informasi subjektif dan mencari tahu

informasi mana, di struktur mana, yang harus dimasukkan ke dalam sel mana

yang merupakan gerakan ilmiah.

3. Penarikan Akhir/Pemeriksaan Akhir

Langkah ketiga dari tindakan investigasi adalah mencapai dan

mengkonfirmasi kesimpulan. Dari awal pemilihan, analis subjektif mulai memilih

apa yang "menandakan" sesuatu, dengan memperhatikan normalitas, desain,

klarifikasi, pengaturan yang

50 Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2011), 101.


51 Emzir, Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),
132.

8
dibayangkan, arus kausal, dan luasan. Analis yang diperlengkapi dapat

menangani tujuan ini dengan jelas, mengikuti kepercayaan dan keraguan.

Tujuan terakhir mungkin tidak terjadi sampai pengumpulan informasi

selesai, bergantung pada ukuran kumpulan catatan lapangan, pengkodean,

penimbunan, dan teknik perbaikan yang digunakan, pengalaman analis, dan

permintaan penyandang dana, namun tujuan akhir secara teratur diambil dari

awalnya, dalam hal apa pun, ketika seorang spesialis menjamin telah menangani

52
secara induktif.

52
Emzir, Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakartas: Rajawali Pers, 2011),
133.

9
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

UPT Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh merupakan bagian penting

dari Tridharma PT yang memberikan dan menyebarkan data logikal kepada ummat

IKIP Negeri Ar-Raniry selama 7 jam pada siang hari dan 3 jam pada malam hari,

seperti halnya Sabtu dan Minggu administrasi. Perpustakaan memberikan

bermacam-macam yang berbeda seperti buku cetak dan lanjutan, buku harian logis

cetak dan e-diari, audiovisual, makalah logis online, dan wawancara logis.

Saat ini, ia memiliki 35550 judul buku/84000 contoh, dan lebih dari 3.000 koleksi

terkomputerisasi diawasi oleh 9 administrator, 2 staf perjanjian, dan 4 staf

pengatur. Perpustakaan memberikan administrasi penyebaran, referensi, melihat,

menyalin, rapat, arahan, dan web gratis.

Kehadiran UPT Perpustakaan UPT Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

saat ini juga dilengkapi dengan SSTV untuk menjaga keamanan setiap tamu. Tidak

hanya itu, SSTV juga digunakan untuk mengarahkan peruntukan koleksi di setiap

ruang perpustakaan. Tanpa memasang satu ton pekerja yang dipercaya di setiap

tepi ruangan yang harus diawasi, SSTV dapat menyaring setiap ruangan dengan

sebuah layar. Hingga saat ini, ada 10 SSTV di UPT. Perpustakaan UIN Ar-Raniry

dengan berbagai posisi susunan.

Dalam memahami tujuannya, UPT Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda

Aceh telah merencanakan sebuah mimpi dan misi. Sehubungan dengan visi UPT

Perpustakaan UPT Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh, yaitu Menjadi

Tempat Korespondensi Logis yang Prevalen, Berperan, Inventif, Cutthroat, dan

Berstandar Global pada tahun 2022. Visi tersebut dapat dipersepsikan sebagai

berikut :
Wadah Korespondensi Logis yang diharapkan dalam visi tersebut adalah menjadi

sebuah wadah dimana cara yang paling umum untuk mengikuti, membuat, dan

menyebarluaskan pendidikan data, baik cetak maupun non-cetak, difokuskan di

UPT Perpustakaan UIN Ar-Raniry sehingga seluruh masyarakat UIN Ar-Raniry

akan terbantu dengan hadirnya UPT Perpustakaan.

2. Merajalela dicirikan memiliki keunikan tersendiri yang tidak diklaim oleh perusahaan

sejenis pada tingkat yang sama. Dengan keunggulan tersebut, UPT Perpustakaan memiliki

ciri khas dari perpustakaan yang berbeda dan ini juga dapat menjadi daya tarik tersendiri

bagi klien. Satu hal yang dapat mengenalinya adalah bahwa setiap karya Nurdin Ar-

Raniry, Syech Abdurrauf Singkili terdapat di Perpustakaan UPT, baik dalam struktur

lanjutan maupun dalam struktur microfiche.

3. Kepentingan adalah kesesuaian ragam UPT Perpustakaan dengan peningkatan

Tridharma Pendidikan Lanjutan di UIN Ar-Raniry. Kapasitas utama UPT Perpustakaan

adalah membantu sistem pembelajaran di UIN, oleh karena itu pemilihan pusat harus

berkaitan dengan konvergensi UIN Ar-Raniry.

4. Inovasi terus bergerak dan terus bergerak selama waktu yang dihabiskan mengikuti

kecepatan peningkatan inovasi data dan UPT Perpustakaan secara konsisten berupaya

untuk membina administrasi yang menarik dan memuaskan klien.

5. Intensitas adalah keadaan keberadaan UPT Perpustakaan secara konsisten sejalan

dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasi. Sejalan dengan ini, kantor dan dewan

berada di depan inovasi data. UPT Perpustakaan harus memiliki pilihan untuk

menyampaikan administrasi yang berkualitas karena prinsip global dalam bidang ini.

6. Pedoman global.

Dengan tujuan akhir untuk memahami visi tersebut, maka direncanakan sebuah misi

yaitu:penggambaran visi UPT Perpustakaan yang akan dilakukan untuk menggiatkan

pencapaian visi pokok UPT Perpustakaan. Dengan penataan tersebut, dengan tujuan akhir

untuk memahami visi tersebut, UPT Perpustakaan UIN Ar-Raniry merinci beberapa misi

sebagai berikut. Misi : Misi UPT Perpustakaan UIN Ar-Raniry adalah :


1. Merakit dan memberdayakan budaya skolastik dengan tujuan akhir mewujudkan Visi

dan Misi UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

2. Menata, memberi, menciptakan administrasi yang berkualitas dan SDM yang

berkualitas.

3. Membuat kemajuan menuju, menciptakan, dan mendukung jalannya Sekolah dan

Pembelajaran, Eksplorasi dan Ilmu Pengetahuan, dan Administrasi Daerah dengan

membedakan, memilih, mengumpulkan, mengadakan bermacam-macam

12
perpustakaan tergantung pada kebutuhan, signifikansi, kemutakhiran dan

pengamanan bermacam-macam.

4. Mempersiapkan dan melaksanakan administrasi dan pemulihan data secara

memadai dan produktif dengan teknik dan pemanfaatan inovasi data (OPAC dan

web).

5. Membangun jaringan berbagi aset dan perpustakaan baik lokal, provinsi, luas

dan universal.

6. Merencanakan, memajukan, melaksanakan, menilai struktur perpustakaan

untuk memenuhi kebutuhan dan penyempurnaan tridharma pendidikan lanjutan di

UIN Ar-Raniry.

7. Bekerja sama dengan berbagai organisasi lokal dan asing untuk mendapatkan

data yang dibutuhkan oleh skolastik wilayah UIN Ar-Raniry.

8. Menjadi kaki tangan ahli untuk wilayah skolastik dalam mencapai dan

menyampaikan hasil kerja logis mereka ke wilayah lokal yang lebih luas.

Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, UPT memberikan:

kantor yang berbeda, untuk lebih spesifik: Bacaan kursus, Buku Referensi

(Referensi), Masalah Intermiten., Ragam Lanjutan (Laporan, Proposal), Ragam

media umum, Ruang Pemahaman, Pemahaman Area kerja, Salinan, AC Penuh,

Wi-Fi Penuh, Web Kamar, OPAC, Vault, E-diary, RFID, dan Drop Buku.

13
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

Pada segmen ini, pakar memaparkan eksplorasi penemuan-penemuan

terkait dengan jenis-jenis perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh para wali di

UPT Perpustakaan IKIP Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. Adanya perilaku

cyberloafing di kalangan pemegang buku UPT Perpustakaan UPT Perpustakaan

UPT Ar-Raniry tentu memiliki alasan tersendiri dari kalangan kurator. Hal ini

terlihat dari data yang berbeda dari administrator yang digunakan oleh ilmuwan

sebagai saksi, misalnya penegasan salah satu wali yang menyatakan sebagai

berikut:

“Saya berterus terang dan saya lebih suka tidak berbohong bahwa saya

juga melakukan cyberloafing. Saya mengalami melodi saat bekerja. Alasan saya

melakukan ini adalah agar pekerjaan yang saya lakukan terasa longgar saat

bekerja, saya tidak pernah mengamati tetapi memperhatikan melodi atau musik.

musik, ini karena saya juga terbiasa mengerjakan tugas sekolah seperti ini seperti

memasak".53

Artikulasi di atas menggambarkan perilaku cyberloafing pengelola UPT

Perpustakaan UIN Ar-Raniry karena kesibukan kurator sendiri dalam

menyelesaikan pekerjaannya pada jam kerja. Jenis-jenis perilaku cyberloafing di

UPT Perpustakaan UIN Ar-Raniry adalah:

53
Wawancara dengan Pustakawan pustakawan UPT. Perpustakaan Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry, tanggal 6 Desember

14
memperhatikan musik dan nada saat bekerja yang tidak menjadi hambatan

baginya dalam menyelesaikan pekerjaan.

Satu lagi jenis perilaku cyberloafing di kalangan kurator UPT.

Perpustakaan UIN Ar-Raniry melibatkan web sebagai aplikasi Google untuk

mencari data melalui media berbasis web seperti youtube dan lain-lain, untuk

mempercepat pemenuhan pekerjaan. Hal ini ditegaskan oleh salah satu pengurus

UPT. Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam Negeri Ar-Raniry adalah sebagai

berikut:

“Saat saya bekerja, saya biasa menonton melalui YouTube atau membuka

Google untuk melacak pengalihan saat melakukan tugas saya sebagai

administrator. Saya melakukan ini seperti menonton di YouTube, saya

melakukannya sesekali selama jam kerja dan selanjutnya secara teratur. saat

istirahat sambil makan. Bagaimanapun, selama jam kerja, saya juga kadang-

kadang membuka Google untuk bermain Facebook atau Instagram."54

Gambaran di atas menjelaskan bahwa pengelola di UPT. Perpustakaan

UIN Ar-Raniry melakukan tindakan cyberloafing pada jam kerja tertentu dan

untuk tujuan pengalihan saja, dengan tujuan agar jam tersebut digunakan untuk

bekerja. Adapun jenis perilaku cyberloafing di kalangan UPT kustodian.

Perpustakaan UIN Ar-Raniry memanfaatkan berbagai aplikasi media online

55
seperti Instagram, Facebook, WhatsApp, YouTube dan Google.

54
Wawancara dengan Pustakawan pustakawan UPT. Perpustakaan Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry, tanggal 9 Desember
55 Hasil Observasi Pada Tanggal 9 Desember

15
Perilaku cyberloafing antar pembukuan UPT. Perpustakaan UPT Islam

Negeri Ar-Raniry juga terlihat memanfaatkan media Instagram, seperti

yang diakui oleh salah satu penjaga UPT. Perpustakaan Perguruan Tinggi

Islam Negeri Ar-Raniry, yaitu sebagai berikut:

“Selama menjabat sebagai kustodian di UPT. Perpustakaan UIN Ar-Raniry

mengakui bahwa saya telah menyelesaikan perilaku cyberloafing,

khususnya bermain Instagram selama jam kerja. Hal ini biasa saya lakukan

ketika saya mengalami tekanan dari pekerjaan dan memiliki energi yang

tersedia dalam bekerja. mengingat fakta bahwa pekerjaan itu layak untuk

diselesaikan

Artikulasi di atas menunjukkan bahwa jenis perilaku cyberloafing di

kalangan pemegang buku UPT. Perpustakaan UIN Ar-Raniry juga melalui

bermain Instagram saat masih bekerja. Hal ini dilakukan mengingat

petugas pembukuan UPT. Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam Negeri

Ar-Raniry menghadapi tekanan dengan pekerjaan atau ketika tidak ada

pekerjaan yang harus dilakukan pada hari-hari tertentu. Selain

memanfaatkan media web seperti Instagram, cyberloafing dilakukan di

kalangan pemegang buku UPT. Perpustakaan UIN Ar-Raniry

memanfaatkan media facebook, sebagaimana dikomunikasikan oleh salah

satu pengurus, secara spesifik sebagai berikut:

“Saya sering buka Facebook saat bekerja di UPT. Perpustakaan UIN Ar-

Raniry untuk teliti dan melihat status, saya bahkan membuat status di

Facebook, namun sekaligus tidak masuk.

56
Wawancara dengan Pustakawan pustakawan UPT. Perpustakaan Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry, tanggal 13 Desember

16
rentang waktu yang lama namun hanya sebentar untuk menghilangkan

kepentan saat bekerja."57

Artikulasi di atas menjelaskan bahwa jenis perilaku cyberloafing di

kalangan kurator UPT. Perpustakaan UIN Ar-Raniry juga menggunakan media

Facebook saat bekerja, meskipun tidak dimainkan dalam waktu yang lama namun

hanya untuk menghilangkan rasa lelah akibat beban tanggung jawab. Sementara

itu, beberapa kurator mengakui bahwa cyberloafing telah dilakukan selama jam

kerja di UPT. Perpustakaan UIN Ar-Raniry sebagai berikut:

Biasanya saya membuka media berbasis web saat berfungsi sebagai

pembukuan di UPT. Perpustakaan UIN Ar-Raniry sekitar pukul 10.00 karena pada

saat itu pekerjaan umumnya sangat padat sehingga terkadang terjadi kelelahan.

Untuk itu saya biasanya membuka Instagram dan YouTube untuk menonton hal-

hal yang dapat menggairahkan dan menggairahkan pekerjaan saya.58

Klarifikasi di atas menunjukkan bahwa perilaku cyberloafing di kalangan

kurator UPT. Perpustakaan Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raniry tidak hanya

berkecimpung dalam mengurus bisnis, tetapi juga mencari inspirasi dalam

menyelesaikan pekerjaannya sebagai pengelola UPT. Perpustakaan Perguruan

Tinggi Islam Negeri Ar-Raniry.

57
Wawancara dengan Pustakawan pustakawan UPT. Perpustakaan Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry, tanggal 15 Desember
58
Wawancara dengan Pustakawan pustakawan UPT. Perpustakaan Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry, tanggal 16 Desember

17
2. Pembahasan

Dari hasil investigasi atas penemuan-penemuan pemeriksaan yang lalu,

disadari bahwa ada beberapa jenis perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh

pengelola di UPT Perpustakaan Perguruan Tinggi, diantaranya adalah perilaku

memanfaatkan media web pada saat jam kerja berjalan seperti menonton di

YouTube. Jenis perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh petugas pembukuan di

UPT Perpustakaan Perguruan Tinggi juga melalui pelibatan media untuk

kebutuhan hiburan bekerja seperti mendengarkan lagu, bermain Instagram,

washaap, facebook, twiterr, dll.

Adanya berbagai praktik cyberloafing yang dilakukan oleh kurator di UPT

Perpustakaan UIN Ar-Raniry disebabkan oleh beberapa variabel, misalnya

tanggung jawab yang sangat besar yang dapat memicu tekanan kerja. Penjelasan

lain adalah kecenderungan untuk hidup dalam pekerjaan finishing sambil

bergabung dengan hiburan. Pengaruh bobot terhadap perilaku cyberloafing yang

dilakukan kurator dapat diketahui melalui analis sebelumnya, misalnya

pemeriksaan Arefa yang menyebutkan bahwa tekanan kerja perilaku cyberloafing

59
mempengaruhi perilaku cyberloafing di perwakilan UPT Perpustakaan UNS.

59 Harefa, Pengaruh Stres Kerja dan Locus Of Control Terhadap Perilaku


Cyberloafing Pada Pegawai Upt Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Skripsi,
(Yogyakarta: Universitas Sunan Kalijaga, 2019)

18
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Mencermati akibat dari eksplorasi dan percakapan di atas, maka dapat

dimaklumi bahwa perilaku cyberloafing di kalangan pemegang buku UPT

Perpustakaan UPT Perpustakaan UPT Ar-Raniry menggunakan media online

seperti menonton di YouTube, memperhatikan lagu, bermain Instagram, washaap.

, facebook, twiterr dan berbagai jenis internet selama jam kerja. sepenuhnya

berniat untuk terlibat dalam pekerjaan yang sedang berlangsung.

5.2 Saran

Agar konsekuensi dari ulasan ini dapat dipahami, para ahli mengusulkan ide-

ide yang menyertainya:

1. Kepada pustakawan, agar meninggalkan perilaku cyberloafing tersebut

saat mengerjakan pekerjaan, sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai

harapan.

2. Kepada pihak pimpinan agar tegas dalam memberikan sanksi kepada

pustakawan yang melakukan perilaku cyberloafing saat jam kerja.

19

Anda mungkin juga menyukai