Anda di halaman 1dari 17

PENGAJUAN

JUDUL PROPOSAL PENELITIAN

LARAS DEWI INDRIYANI


NIM.16514005

FAKULTAS ILMU TERAPAN DAN SAINS


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA
2019
1. PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPAT MODEL
PEMBELAJARAN PROBEM BASED LEARNING DAN MODEL
PEMBELAJARAN MEANS ENDS ANALYSIS
A. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
a. Pengertian
Menurut Halmos (NCTM, 2000 dalam Juanda, Johar, dan
Ikhsan,2014) mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah jantungnya
matematika sebab bidang studi matematika, banyak ditemukan berbagai
permasalah nyata yang melibatkan perhitungan dalam memecahkan
masalah. Hal ini diperjelas Menurut Juanda, Johar, dan Ikhsan( 2014)
siswa harus selalu dilatih dan dibiasakan berpikir mandiri untuk
memecahkan masalah karena dalam pemecahan masalah, selain siswa
dituntut untuk berpikir tetapi bekerja dalam matematika. Melalui
pelajaran matematika juga diharapkan dapat ditumbuhkan kemampuan
yang lebih bermanfaat untuk mengatasi masalah-masalah yang
diperkirakan akan dihadapi peserta didik di masa depan.

Menurut suherman (Windari , Dwina dan Suherman,2014)


“Kemampuan pemecahan masalah matematika dapat dilihat dari: (1)
Memahami masalah, siswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang
diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. (2)
merencanakan masalah, siswa dapat merumuskan masalah matematika
atau menyusun model matematika. Dan juga siswa dapat menerapkan
strategi untuk menyelasaikan berbagai masalah. (3) menyelesaikan
masalah, Siswa di harapkan mampu melakukan menyelesaikan
perencanaan dengan baik. (4) melakukan pengecekan kembali dan
mengambil kesimpulan”.
b. Indicator
Menurut Sumarmo (Dalam Sumartini (2016)) Indicator kemampuan
pemecahan masalah, yaitu: 1. mengidentifikasi kecukupan data untuk
pemecahan masalah; 2. membuat model matematik dari suatu situasi atau
masalah sehari-hari dan menyelesaikannya; 3. memilih dan menerapkan
strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar
matematika; 4. menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai
permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban; 5.
menerapkan matematika secara bermakna.

B. Model Pembelajaran
a. Model Pembelajaran Problem Based Learning
1. Pengetian
Menurut Sumartini (2016) pembelajaran berbasis masalah
merupakan pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa secara
optimal dalam belajar berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah,
dan memperoleh pengetahuan mengenai esensi dari materi pelajaran
dalam memahami suatu konsep, prinsip, dan keterampilan matematis
siswa berbentuk ill-stucture atau open-ended melalui stimulus.
2. Sintak-sintak
Menurut Arends (Prasekti Dan Marsigit 2017) pembelajaran dengan
PBL dilaksanakan dengan menerapkan lima fase ), yaitu (1) memberikan
orientasi tentang permasalahan kepada siswa; (2) mengorganisasikan siswa
untuk meneliti; (3) membantu investigasi mandiri dan kelompok; (4)
mengembangkan dan mempresentasikan laporan; (5) menganalisis dan
mengevaluasi proses memecahkan masalah.
3. Hubungan Model Pemebelajaran Problem Based Learing dengan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Menurut Karatas dan Baki (Masri Dkk 2018), siswa yang menerima
pembelajaran berbasis masalah sukses menyelesaikan soal-soal
pemecahan masalah dibandingkan dengan siswa yang menerima
pembelajaran tanpa pemecahan masalah sekaligus menunjukkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah dapat ditingkatkan melalui proses
pembelajaran

b. Model Pembelajaran Means-Ends Analysis


1. Pengertian
Menurut Newell dan Simon (Sahrudin ,2016)Means-Ends Analysis
adalah suatu teknik pemecahan masalah di mana pernyataan sekarang
dibandingkan dengan tujuan, dan perbedaan di antaranya dibagi ke dalam
sub-sub tujuan untuk memperoleh tujuan dengan menggunakan operator
yang sesuai

2. Sintak-Sintak
Langkah-langkah dalam Means-End Analysis menurut Newell dan
Simon (Rahmawati, dalam Nurhadi ,2017) adalah: 1. Mengidentifikasi
perbedaan antara current state (pernyataan awal) dangoal state (tujuan)
dari suatu masalah. 2. Membentuk subgoal (subtujuan) yang akan
mereduksi perbedaan antara current state dan goal state. 3. Menentukan
dan mengaplikasikan operator yang dapat mencapai subtujuan.

3. Hubungan Model Pembelajaran Means-Ends Analysis Dengan Kemampuan


Pemecahan Masalah Matematis
Suherman (dalam Sahrudi,2016) menyatakan Means-Ends Analysis
merupakan model pembelajaran variasi antara metode pemecahan
masalah dengan sintaks yang menyajikan materinya pada pendekatan
pemecahan masalah berbasis heuristik, mengelaborasi menjadi sub-sub
masalah yang lebih sederhana, mengidentifikasi perbedaan, menyususun
sub-sub masalahnya sehingga terjadi koneksivitas. Menurut pendapat lain
bahwa means-ends analysis merupakan suatu proses untuk memecahkan
suatu masalah ke dalam dua atau lebih subtujuan

C. Referensi
[jurnal pendidikan unsika] i volume 4 nomor 1, maret 2016 implementasi
model pembelajaran means-ends analysis untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika mahasiswa - asep sahrudin

Pengaruh strategi means-ends analysis dalam .meningkatkan kemampuan


penalaran matematis siswa sekolah menengah pertama moh. Nurhadi
pendidikan guru sekolah dasar fkip universitas pasundan . Jppm vol. 10 no. 1
(2017)

Jurnal “mosharafa”, volume 5, nomor 2, mei 2016. Sumartini, t.s.


peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
melalui pembelajaran berbasis masalah

Pythagoras: jurnal pendidikan matematika, 12 (2), 2017, 161-173


perbandingan keefektifan metode problem-based learning dan project-based
learning pada pembelajaran statistika sma .erlina dwi prasekti 1 *, m.
Marsigit 1

Pengaruh metode pembelajaran berbasis masalah


terhadap self-efficacy dan kemampuan pemecahan
masalah matematis ditinjau dari kemampuan awal
matematika siswa sma muhammad faruq masri1), suyono2), pinta deniyanti
jppm vol. 11 no. 1 (2018)
2. PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
ANTARA SISWA YANG MENDAPAT MODEL PEMBELAJARAN
CONNECTING, ORGANIZING, REFLECTING AND EXTENDING
DENGAN MODEL PEMBEAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
A. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
a. Pengertian
Menurut Halmos (NCTM, 2000 dalam Juanda, Johar, dan
Ikhsan,2014) mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah jantungnya
matematika sebab bidang studi matematika, banyak ditemukan berbagai
permasalah nyata yang melibatkan perhitungan dalam memecahkan
masalah. Hal ini diperjelas Menurut Juanda, Johar, dan Ikhsan( 2014)
siswa harus selalu dilatih dan dibiasakan berpikir mandiri untuk
memecahkan masalah karena dalam pemecahan masalah, selain siswa
dituntut untuk berpikir tetapi bekerja dalam matematika. Melalui
pelajaran matematika juga diharapkan dapat ditumbuhkan kemampuan
yang lebih bermanfaat untuk mengatasi masalah-masalah yang
diperkirakan akan dihadapi peserta didik di masa depan.

Menurut suherman (Windari , Dwina dan Suherman,2014)


“Kemampuan pemecahan masalah matematika dapat dilihat dari: (1)
Memahami masalah, siswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang
diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. (2)
merencanakan masalah, siswa dapat merumuskan masalah matematika
atau menyusun model matematika. Dan juga siswa dapat menerapkan
strategi untuk menyelasaikan berbagai masalah. (3) menyelesaikan
masalah, Siswa di harapkan mampu melakukan menyelesaikan
perencanaan dengan baik. (4) melakukan pengecekan kembali dan
mengambil kesimpulan”.

c. Indicator
Menurut Sumarmo (Dalam Sumartini (2016)) Indicator kemampuan
pemecahan masalah, yaitu: 1. mengidentifikasi kecukupan data untuk
pemecahan masalah; 2. membuat model matematik dari suatu situasi atau
masalah sehari-hari dan menyelesaikannya; 3. memilih dan menerapkan
strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar
matematika; 4. menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai
permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban; 5.
menerapkan matematika secara bermakna.

B. Model Pembelajaran
a. Model Pembelajaran Problem Based Learning
1. Pengetian
Menurut Sumartini (2016) pembelajaran berbasis masalah
merupakan pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa secara
optimal dalam belajar berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah,
dan memperoleh pengetahuan mengenai esensi dari materi pelajaran
dalam memahami suatu konsep, prinsip, dan keterampilan matematis
siswa berbentuk ill-stucture atau open-ended melalui stimulus.
2. Sintak-sintak
Menurut Arends (Prasekti Dan Marsigit 2017) pembelajaran dengan
PBL dilaksanakan dengan menerapkan lima fase ), yaitu (1) memberikan
orientasi tentang permasalahan kepada siswa; (2) mengorganisasikan siswa
untuk meneliti; (3) membantu investigasi mandiri dan kelompok; (4)
mengembangkan dan mempresentasikan laporan; (5) menganalisis dan
mengevaluasi proses memecahkan masalah.

3. Hubungan Model Pemebelajaran Problem Based Learing dengan


Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Menurut Karatas dan Baki (Masri Dkk 2018), siswa yang menerima
pembelajaran berbasis masalah sukses menyelesaikan soal-soal
pemecahan masalah dibandingkan dengan siswa yang menerima
pembelajaran tanpa pemecahan masalah sekaligus menunjukkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah dapat ditingkatkan melalui proses
pembelajaran

b. Model Pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting And Extending


1. Pengertian
CORE merupakan singkatan dari empat kata yang memiliki kesatuan
fungsi dalam proses pembelajaran Yaitu, Connecting (menghubungkan
informasi lama dengan informasi baru atau antar konsep), Organizing
(mengorganisasikan informasi-informasi yang diperoleh), Reflecting
(memikirkan kembali informasi yang sudah didapat), dan Extending
(memperluas pengetahuan). (Jacob, 2005) elemen-elemen tersebut
digunakan untuk menghubungkan informasi lama dengan informasi baru,
mengorganisasikan sejumlah materi yang bervariasi; merefleksikan segala
sesuatu yang peserta didik pelajari; dan mengembangkan lingkungan
belajar (Dahar, 2003). Keunggulan model pembelajaran CORE diantaranya
melatih siswa dalam bekerjasama dan berdiskusi dalam kelompok.; Siswa
mampu menyelesaikan suatu permasalahan dengan tujuan bersama; Siswa
lebih kreatif karena lebih aktif dalam proses pembelajaran (Beladina, 2013).
2. Sintak-Sintak
Fase Kegiatan Guru
Menyampaikan pertanyaan
Connecting, kontekstual mengenai materi
Mengkoneksikan informasi lama Perakitan Komputer dan menggali
dan informasi baru yangdimiliki pengetahuan awal siswa dan
siswa menghubungkan dengan materi yang
akan dipelajari
Organizing Memandu siswa untuk
Mengorganisasikan ide untuk mengorganisasikan ideide yang telah
memahami materi ajar dibahas pada fase sebelumnya
Reflecting Mengarahkan siswa untuk merefleksi
Memikirkan kembali, diri dengan memikirkan kembali, dan
mendalami dan menggali mendalami hasil diskusi yang
informasi atau materi ajar disepakati
Extending
Pengembangan, Mengarahkan siswa untuk
perluasan, dan mempresentasikan hasil
menemukan diskusi kelompok
solusi

3. Hubungan Model Pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting And


Extending Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Model pembelajaran core, yaitu model pembelajaran yang
mencakup empat aspek kegiatan, yaitu connecting, organizing, reflecting,
dan extending. Pembelajaran CORE ini menekankan pada kemampuan
berpikir siswa untuk menghubungkan, mengorganisasikan, mendalami,
mengelola, dan mengembangkan informasi yang didapat. Dalam model ini
aktivitas berpikir sangat ditekankan kepada siswa. Siswa dituntut untuk
dapat berpikir kritis terhadap informasi yang didapatnya. Dalam kegiatan
mengoneksikan konsep lama dan baru, siswa dilatih untuk mengingat
informasi lama dan menggunakan informasi/konsep lama tersebut untuk
digunakan dalam informasi/konsep baru. Kegiatan mengorganisasikan ide-
ide, dapat melatih kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, mengelola
informasi yang telah dimilikinya. Kegiatan refleksi, merupakan kegiatan
memperdalam, menggali informasi untuk memperkuat konsep yang telah
dimilikinya.
Model Pembelajaran CORE mempunyai beberapa kelebihan dan
kelemahan. Menurut Aris (2016), kelebihan Model Pembelajaran CORE
adalah 1)mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran; 2)
mengembangkan dan melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep dalam
materi pembelajaran; 3) mengembangkan daya berpikir kritis sekaligus
mengembangkan keterampilan pemecahan suatu masalah; dan 4)
Memberikan pengalaman belajar kepada siswa karena mereka banyak
berperan aktif sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Sedangkan
kelemahan Model Pembelajaran CORE adalah 1) membutuhkan persiapan
matang dari guru untuk menggunakan model ini; 2) jika siswa tidak kritis,
proses pembelajaran tidak bisa berjalan dengan lancar; 3) memerlukan
banyak waktu; 4)tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan Model
Pembelajaran CORE.

4. Referensi
[jurnal pendidikan unsika] i volume 4 nomor 1, maret 2016 implementasi
model pembelajaran means-ends analysis untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika mahasiswa - asep sahrudin

Pengaruh strategi means-ends analysis dalam .meningkatkan kemampuan


penalaran matematis siswa sekolah menengah pertama moh. Nurhadi
pendidikan guru sekolah dasar fkip universitas pasundan . Jppm vol. 10 no. 1
(2017)

Jurnal “mosharafa”, volume 5, nomor 2, mei 2016. Sumartini, t.s.


peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
melalui pembelajaran berbasis masalah
Pythagoras: jurnal pendidikan matematika, 12 (2), 2017, 161-173
perbandingan keefektifan metode problem-based learning dan project-based
learning pada pembelajaran statistika sma .erlina dwi prasekti 1 *, m.
Marsigit 1

Pengaruh metode pembelajaran berbasis masalah


terhadap self-efficacy dan kemampuan pemecahan
masalah matematis ditinjau dari kemampuan awal
matematika siswa sma muhammad faruq masri1), suyono2), pinta deniyanti
jppm vol. 11 no. 1 (2018)

b. PERBANDING KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS


ANTARA SISWA YANG MENDAPAT MODEL PEMBELAJARAN
SEARCH-SOLVE-CREATE SHARE DANGAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBEM BASED LEARNING

A. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis


c. Pengertian
Menurut Halmos (NCTM, 2000 dalam Juanda, Johar, dan
Ikhsan,2014) mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah jantungnya
matematika sebab bidang studi matematika, banyak ditemukan berbagai
permasalah nyata yang melibatkan perhitungan dalam memecahkan
masalah. Hal ini diperjelas Menurut Juanda, Johar, dan Ikhsan( 2014)
siswa harus selalu dilatih dan dibiasakan berpikir mandiri untuk
memecahkan masalah karena dalam pemecahan masalah, selain siswa
dituntut untuk berpikir tetapi bekerja dalam matematika. Melalui
pelajaran matematika juga diharapkan dapat ditumbuhkan kemampuan
yang lebih bermanfaat untuk mengatasi masalah-masalah yang
diperkirakan akan dihadapi peserta didik di masa depan.
Menurut suherman (Windari , Dwina dan Suherman,2014)
“Kemampuan pemecahan masalah matematika dapat dilihat dari: (1)
Memahami masalah, siswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang
diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. (2)
merencanakan masalah, siswa dapat merumuskan masalah matematika
atau menyusun model matematika. Dan juga siswa dapat menerapkan
strategi untuk menyelasaikan berbagai masalah. (3) menyelesaikan
masalah, Siswa di harapkan mampu melakukan menyelesaikan
perencanaan dengan baik. (4) melakukan pengecekan kembali dan
mengambil kesimpulan”.

d. Indicator
Menurut Sumarmo (Dalam Sumartini (2016)) Indicator kemampuan
pemecahan masalah, yaitu: 1. mengidentifikasi kecukupan data untuk
pemecahan masalah; 2. membuat model matematik dari suatu situasi atau
masalah sehari-hari dan menyelesaikannya; 3. memilih dan menerapkan
strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar
matematika; 4. menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai
permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban; 5.
menerapkan matematika secara bermakna.

C. Model Pembelajaran
c. Model Pembelajaran Problem Based Learning
5. Pengetian
Menurut Sumartini (2016) pembelajaran berbasis masalah
merupakan pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa secara
optimal dalam belajar berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah,
dan memperoleh pengetahuan mengenai esensi dari materi pelajaran
dalam memahami suatu konsep, prinsip, dan keterampilan matematis
siswa berbentuk ill-stucture atau open-ended melalui stimulus.
6. Sintak-sintak
Menurut Arends (Prasekti Dan Marsigit 2017) pembelajaran dengan
PBL dilaksanakan dengan menerapkan lima fase ), yaitu (1) memberikan
orientasi tentang permasalahan kepada siswa; (2) mengorganisasikan siswa
untuk meneliti; (3) membantu investigasi mandiri dan kelompok; (4)
mengembangkan dan mempresentasikan laporan; (5) menganalisis dan
mengevaluasi proses memecahkan masalah.

7. Hubungan Model Pemebelajaran Problem Based Learing dengan


Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Menurut Karatas dan Baki (Masri Dkk 2018), siswa yang menerima
pembelajaran berbasis masalah sukses menyelesaikan soal-soal
pemecahan masalah dibandingkan dengan siswa yang menerima
pembelajaran tanpa pemecahan masalah sekaligus menunjukkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah dapat ditingkatkan melalui proses
pembelajaran

d. Model Pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting And Extending


4. Pengertian
CORE merupakan singkatan dari empat kata yang memiliki kesatuan
fungsi dalam proses pembelajaran Yaitu, Connecting (menghubungkan
informasi lama dengan informasi baru atau antar konsep), Organizing
(mengorganisasikan informasi-informasi yang diperoleh), Reflecting
(memikirkan kembali informasi yang sudah didapat), dan Extending
(memperluas pengetahuan). (Jacob, 2005) elemen-elemen tersebut
digunakan untuk menghubungkan informasi lama dengan informasi baru,
mengorganisasikan sejumlah materi yang bervariasi; merefleksikan segala
sesuatu yang peserta didik pelajari; dan mengembangkan lingkungan
belajar (Dahar, 2003). Keunggulan model pembelajaran CORE diantaranya
melatih siswa dalam bekerjasama dan berdiskusi dalam kelompok.; Siswa
mampu menyelesaikan suatu permasalahan dengan tujuan bersama; Siswa
lebih kreatif karena lebih aktif dalam proses pembelajaran (Beladina, 2013).

5. Sintak-Sintak
Langkah-langkah model pembelajaran SSCS
terdiri dari 4 fase yaitu: 1) Fase Search, yaitu meng
gali pengetahuan awal, mengamati dan menganalisa
informasi yang diketahui, menyimpulkan masalah
dengan membuat pertanyaan-pertanyaan, dan meng
generalisasikan in formasi sehingga timbul ide yang
mungkin diguna kan untuk menyelesaikan masalah.
2) fase Solve, yaitu menentukan kriteria yang akan
digunakan dalam memilih beberapa alternatif, mem
buat dugaan mengenai beberapa solusi yang dapat
digunakan, memikirkan segala kemungkinan yang
terjadi saat menggunakan solusi tersebut, dan mem
buat perencanaan penyelesaian masalah (didalamnya
termasuk menentukan solusi yang akan digunakan).
3) Fase Create, menyelesaikan masalah sesuai ren
cana yang telah dibuat, meyakinkan diri untuk meng
uji kembali solusi yang telah didapat, menggam
barkan proses penyelesaian masalah, dan menyiap
kan apa yang akan dibuat untuk dipresentasikan. 4)
Fase Share, yaitu menyajikan solusi kepada teman
yang lain, mempromosikan solusi yang telah dibuat,
mengevaluasi tanggapan dari teman yang lain dan
merefleksikan keaktifan sebagai problem solver
setelah menerima umpan balik dari guru dan teman
yang lain[5].

6. Hubungan Model Pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting And


Extending Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Model pembelajaran SSCS adalah model yang
menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang
dirancang untuk mengembangkan dan menerapkan
konsep-konsep ilmu pengetahuan dan keterampilan
berfikir kritis siswa, melibatkan banyak siswa dalam
mengeksplorasi situasi yang baru, mengingat perta
nyaan yang menarik, dan memecahkan masalah yang
realistis[5]. Penggunaan model pembelajaran SSCS ini
membuat siswa lebih aktif terlibat dalam penggunaan
konsep dan terbiasa melakukan berpikir tingkat ting
gi, dan model ini dapat membantu guru dalam meng
gambarkan pemikiran yang kreatif.
8. Referensi
[jurnal pendidikan unsika] i volume 4 nomor 1, maret 2016 implementasi
model pembelajaran means-ends analysis untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika mahasiswa - asep sahrudin

Pengaruh strategi means-ends analysis dalam .meningkatkan kemampuan


penalaran matematis siswa sekolah menengah pertama moh. Nurhadi
pendidikan guru sekolah dasar fkip universitas pasundan . Jppm vol. 10 no. 1
(2017)

Jurnal “mosharafa”, volume 5, nomor 2, mei 2016. Sumartini, t.s.


peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
melalui pembelajaran berbasis masalah
Pythagoras: jurnal pendidikan matematika, 12 (2), 2017, 161-173
perbandingan keefektifan metode problem-based learning dan project-based
learning pada pembelajaran statistika sma .erlina dwi prasekti 1 *, m.
Marsigit 1

Pengaruh metode pembelajaran berbasis masalah


terhadap self-efficacy dan kemampuan pemecahan
masalah matematis ditinjau dari kemampuan awal
matematika siswa sma muhammad faruq masri1), suyono2), pinta deniyanti
jppm vol. 11 no. 1 (2018)

NO JUDUL JUDUL
PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG
MENDAPAT MODEL PEMBELAJARAN MEANS ENDS
1
ANALYSIS DAN MODEL PEMBELAJARAN PROBEM
BASED LEARNING

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH


MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPAT
MODEL PEMBELAJARAN CONNECTING, ORGANIZING,
2
REFLECTING AND EXTENDING DENGAN PROBEM
BASED LEARNING
PERBANDING KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPAT
MODEL PEMBELAJARAN SEARCH-SOLVE-CREATE
3
SHARE DANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBEM
BASED LEARNING

Penentuan Persetujuan Judul


No Judul
No Dosen Bimbingan Skripsi yang Tanggal Tanda
disetujui Tangan

1 Drs. Deddy Sofyan, M.Pd.

2 Dr. H. Rostina Sundayana, M.Pd.

3 Drs. Sukanto Sukandar Madio, M.Pd.

4 Ekasatya Aldila Afiansyah, M.Sc.

Anda mungkin juga menyukai