Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jatuhnya rezim otoriter di banyak negara telah melahirkan

gelombang demokrasi ketiga (The Third Wave of Democratization).1

Akibatnya terjadilah transisi demokrasi di sejumlah negara belahan

Eropa Timur, Eropa Tengah, Amerika Latin, dan Asia dari rezim otoriter

menuju konsolidasi demokrasi melalui cara reformasi konstitusi yang

memuat dasar-dasar demokrasi.2 Demokrasi berasal dari perkataan

“demos” yang berarti rakyat dan “kratien” atau “cratie” yang berarti

kekuasaan. Artinya kekuasaan di tangan rakyat. Kedaulatan, bahasa

latinnya supremus, bahasa Inggrisnya sovereignty, bahasa Italianya

disebut sovranita yang berarti tertinggi. Kedaulatan dalam bahasa Arab

daulah, daulat yang artinya kekuasaan. Kedaulatan dari berbagai

bahasa itu dapat diartikan sebagai wewenang satu kesatuan politik.3

1
Samuel P Huntington, The Third Wave of Democratization, (London: University of
Oklahoma Press, 1991), hal. 35.
2
Giovanni Sartori, Comparative Constitutional Engineering (New York: , 1994) hal. 22.
3
Jimly Asshidiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia: Pasca Reformasi, (Jakarta:
PT. Bhuana Ilmu Populer, 2008), hal. 158.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dimulai dari keberhasilan

Gerakan Reformasi untuk akhirnya menurunkan Soeharto, pada bulan

Mei 1998, dan menimbulkan gelombang transisi yang amat besar

menuju demokrasi.4 Gagasan demokrasi yang mutakhir ialah

menjadikan demokrasi sebagai alat untuk membatasi kekuasaan politik,

sebab jika kekuasaan politik tidak di batasai maka hanya akan

melahirkan sistem pemerintahan yang otoriter. Karena itu, kemudian

lahirlah istilah demokrasi konstitusional, yakni suatu pemerintahan yang

berdasar pada landasan konstitusional. Model ini menegaskan bahwa

pemerintah bukan berdasar kekuasaan (machstaat) namun berdasar

hukum (rechstaat) atau (rule of law).5

Pemilihan Umum (pemilu) adalah aspek penting dalam

demokrasi yang digunakan dalam proses pergantian kekuasaan politik

secara berkala dan berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi politik

public yang luas. Sehingga mampu melahirkan pergantian kekuasaan

politik atas prosedur demokrasi dan persetujuan rakyat. 6 Pemilu

merupaka instrument penting dalam setiap negara yang demokrasinya

menganut sistem perwakilan, pemilu merupakan alat yang berfungi

4
Adnan Buyung Nasution, Pikiran dan Gagasan, Demokrasi Konstitusional, (Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara, 2011), hal. 84.
5
Agus Riwanto, Hukum Partai Politik dan Hukum Pemilu di Indonesia, (Yogyakarta: Thafa
Media, 2016), hal. 31.
6
Ibid, hal. 32.
untuk menyaring para politikus yang akan mewakili dan membawa

suara rakyat di dalam lembaga perwakilan.7

Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada tahun

1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Kemudian di era Reformasi,

pemilu dilaksanakan kembali pada 7 Juni 1999 untuk menggantikan

produk pemilu 1997 yang dianggap tidak dipercaya lagi oleh rakyat.

Setelah tahun 1999 Indonesia kembali melaksanakan pemilu setiap lima

tahun sekali secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD,

serta Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan pada tahun 2004,

2009, 2014, dan terakhir pemilu serentak pada tahun 2019.

Politik hukum pemilu mengalami perubahan terus menerus

seiring dengan perkembangan masyarakat, relevansi dalam praktik

ketatanegaraan atau budaya demokrasi serta perubahan pemikiran

hukum dan politik baik eksekutif, legislator maupun masyarakat pada

umumnya. Melalui pengalaman-pengalaman pemilu, setidak-tidaknya

terdapat empat pihak yang mempengaruhi perubahan politik hukum

pemilu yang pernah dialami di Indonesia :

1. DPR dalam hal mengajukan usulan dan membahas revisi

undang-undang pemilu.

7
Mahfud MD, Politik Hukum, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2019), hal. 60.
2. Presiden dalam hal mengajukan usulan revisi undang-

undang atu mengajukan peraturan pemerintah pengganti

undang-udang (Perppu

3. Mahkamah Konstitusi, dalam hal menguji UU / perppu

terhadap UUD 1945 dan menyelesaikan sengketa pemilu /

pemilukada.

4. Komisi pemilihan umum, melalui peraturan KPU terkait

pelaksanaan teknis dan aturan main dalam pemilu.8

Perubahan politik hukum pemilu di Indonesia bergantung pada

konfigurasi politik yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Karakter

produk hukum pemilu yang berlaku di Indonesia senantiasa berubah

sejalan dengan perkembangan konfigurasi politik. 9 Perubahan

konfigurasi politik di Indonesia berubah dari konfigurasi politik yang

otoriter bergeser bengasur-angsur sejak reformasi 1998 hingga saaat

ini menjadi konfigurasi politik yang demokratis.10

Saat Indonesia memproklamasikan sebagai negara merdeka

pada tahun 1945, Indonesia menetapkan untuk mendirikan negara

republik modern dengan prinsip-prinsip demokrasi. Dimulai dengan

8
Djoko Suyanto, Evaluasi Pemilukada dari Prespektif Ketahanan Nasionak”, (Jakarta:
Konstitusi Press, 2012), hal. 23.
9
Uu Nurul Huda, Hukum Partai Politik dan Pemilu di Indonesia, (Bandung, Fokusmedia,
2018), hal. 19.
10
Ibid, hal. 21.
pendirian lembaga-lembaga demokratis.11 Perkembangan terus berlnjut

hingga sekarang. Namun, perkembangan demokrasi yang telah

diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan konfigurasi

politik pasca reformasi telah di cederai dengan di keluarkannya Undang-

Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagai dasar

hukum dalam penyelenggaran Pemilu serentak 2019.

Di dalam negara yang konfigurasi politiknya demokratis maka

produk hukum yang dilahirkan adalah produk hukum yang berkarakter

reponsif.12 Pasca reformasi cita-cita Indonesia adalah menjadi negara

yang lebih demokratis, namun dengan pemaksaan aturan Presidential

Threshold dalam pemilu serentak 2019, menunjukan sikap otoritarian

dari lembaga pembuat kebijakan.

11
Satya Arinanto, Politik Hukum 2, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2001), hal. 159.
12
Uu Nurul Huda, Op., Ci

Anda mungkin juga menyukai