Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR DI RS K.R.M.T.

WONGSONEGORO SEMARANG

Nama : Ade Lestiani Limaretha

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN-POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2019
ABSTRAK

Fraktur/patah tulang merupakan terganggunya kesinambungan jaringan tulang yang


disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Badan kesehatan dunia
(WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun 2015-2018 terdapat 1,3 juta orang yang
menderita fraktur. Menurut KEMENKES RI tahun 2018 di Indonesia banyak yang
mengalami fraktur, angka kejadian fraktur di Indonesia sekitar 45.987 orang yang mengalami
fraktur.

Salah satu tindakan ymedis yang dapat dilakukan dalam kasus fraktur adalah pembedahan,
yang merupakan upaya tindakan pengobatan yang secara invasif dengan cara membuka
bagian organ tubuh yang akan ditangani. Setelah tindakan pembedahan akan dilakukan
tindakan untuk menangani rasa nyeri yaitu dengan menggunakan obat penghilang rasa nyeri.

Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan yang diakibatkan
oleh kerusakan jaringan ataupun yang berpotensi merusak jaringan. Nyeri merupakan hak
yang bersifat subjektif dan personal, sehingga masing-masing individu akan memberikan
respon yang berbeda terhadap rasa nyeri berdasarkan pengalaman sebelumnya. Salah satu
teknik yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri pada pasien post op adalah dengan
teknik relaksasi nafas dalam. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara mengambil udara
maksimal melaui hidung dan mengeluarkan perlahan lahan melalui mulut dengan bentuk
mulut megerucut seperti huruf O, dilakukan 3 kali hitungan setiap inspirasi dan ekspirasi.
Teknik ini dpat dilakuan sebanyak 3 kali setiap pasien merasa nyeri.

Hasil evaluasi setelah 3 hari implementasi adalah pasien masih merasakan nyeri skala 6
karena Tn. A mendapat operasi ulang untuk memperbaik fragmen tulangnya, sehingga
intervensi dilanjutkan.
BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur/patah tulang merupakan terganggunya kesinambungan jaringan tulang
yang disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Badan
kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun 2015-2018
terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur. Menurut KEMENKES RI tahun 2018
di Indonesia banyak yang mengalami fraktur, angka kejadian fraktur di Indonesia
sekitar 45.987 orang yang mengalami fraktur, prevalensi kejadian fraktur yang paling
tinggi adalah fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang yang mengalami fraktur,
sedangkan ada 14.037 orang yang mengalami fraktur cluris dan terdapat 3.776 orang
mengalami fraktur tibia. Salah satu cara untuk mengembalikan fraktur seperti semula
yaitu salah satu cara adalah rekognisi atau dilakukan tindakan pembedahan
(Sjamsuhidayat & Jong, 2015).
Pembedahan adalah segala upaya tindakan pengobatan yang secara invasif
dengan cara membuka bagian organ tubuh yang akan ditangani. Setelah tindakan
pembedahan akan dilakukan tindakan untuk menangani rasa nyeri yaitu dengan
menggunakan obat penghilang rasa nyeri (Sjamsuhidajat, R. & Jong, 2015).
Menurut The International Association for the Study of Pain, nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh kerusakan
jaringan ataupun yang berpotensi merusak jaringan. Nyeri itu 1 2 merupakan suatu
hak yang kompleks meliputi aspek fisik dan psikis. Aspek fisik meliputi perubahan
keadaan umum, denyut nadi, suhu tubuh, pernapasan, sedangkan aspek psikis akibat
nyeri dapat terjadinya stress yang bisa mengurangi sistem imun dalam proses
inflamasi. Nyeri merupakan hak yang bersifat subjektif dan personal, sehingga
masing-masing individu akan memberikan respon yang berbeda terhadap rasa nyeri
berdasarkan pengalaman sebelumnya (Afroh dkk, 2012).
Penatalaksanaan manajemen nyeri ada 2 teknik yaitu dengan cara farmakologi
dan non-farmakologi. Penatalaksanaan manajemen nyeri farmakologi adalah
penatalaksanaan manajemen nyeri dengan menggunakan obat yang berkolaborasi
antara perawat dengan dokter dalam pemberian obat anti nyeri, sedangkan teknik non-
farmakologi adalah penatalaksanaan manajemen nyeri tanpa obat-obatan,
penatalaksanaan manajemen nyeri nonfarmakologi meliputi relaksasi nafas dalam,
Guided imagery, distraksi, hypnoanalgesia. Oleh karena itu penulit tertaik untuk
mengimplemantasikan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri pada
pasien post operasi dengan indikasi fraktur.

B. Web Of Caution (terlampir)


BAB 2. LAPORAN KASUS KELOLAAN

A. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 7 Oktober 2019 Praktikan : Ade Lestiani L
Jam : 11.00 WIB NIM : P1337420919077
Ruang : Prabu Kresna

1. BIODATA PASIEN
Nama pasien : Tn. A
Tempat, tanggal lahir : Semarang, 25 Mei 1990
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Semarang
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Agama : Kristen
Status Perkawinan : Belum Menikah
Tanggal masuk : 6 Oktober 2019
Diagnosa Medis : CF. Humerus Sinistra

2. BIODATA PENANGGUNG JAWAB


Nama : Ny. P
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Ibu
Alamat : Semarang

3. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Keluhan Utama
Nyeri pada tangan kiri
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Klien masuk rumah sakit melalui IGD pada tanggal 6 Oktober 2019
pukul 09.00 WIB dengan keluhan nyeri, terpasang spalek di tangan kirinya, klien
mengatakan dirinya terjatuh dari motor saat kemudian dipindah ke ruang
Prabukresna jam 10.00 WIB status pasien saat transfer kesadaran composmentis
E = 4, M = 6, V = 5, TD : 130/80 mmHg, HR : 90x/mnt, RR : 20 x/mnt, terapi
infus RL 30 tpm, S : 36 °C. Saat di lakukan pengkajian pasien mengatakan nyeri
ditangan kirinya, seperti ditusuk tusuk dengan skala 5, hilang timbul.

c. Riwayat Keperawatan Dahulu


Pasien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya pada tahun 2008 dengan
diagnosa DBD.
d. Riwayat Kesehatan keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit jantung, DM serta
penyakit menular lainnya seperti HIV/AIDS dan hepatitis dan TB paru.

4. POLA FUNGSI ( POLA FUNGSI GORDON )


a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Pasien mengatakan jarang melakukan cek kesehatan rutin di pusat layanan
kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien biasa makan 3x sehari dengan menu nasi,
lauk pauk, buah, pasien menyukai semua jenis makanan, kecuali daging, pasien
tidak mempunyai alergi terhadap makanan tertentu. Pasien minum  8 - 9 gelas
per hari dengan minuman yang bervariasi seperti air putih , teh manis dan kopi.
Selama di rawat di rumah sakit, pasien menghabiskan 3/4 porsi makanannya,
dengan menu nasi, sayur, lauk pauk dan teh hangat.
c. Pola eliminasi
Eliminasi urin :
Pasien mengatakan sebelum sakit, pasien biasanya menghabiskan ±2000 cc air
minum sehari, selama di rawat pasien menghabiskan hingga ±1800 cc/hari.
Sebelum dirawat pasien biasa BAK empat sampai lima kali sehari dengan volume
kurang lebih 2000 cc. Saat dikaji, pasien terpasang DC dengan rerata volume urine
perhari ±1600 cc.
Eliminasi alvi :
Sebelum sakit, pasien biasa BAB 1x sehari dengan konsistensi keras berbau khas
dan berwarna kuning keemasan. Saat dikaji, keluarga mengatakan selama dirawat,
pasien belum BAB sejak masuk RS.
d. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit, pasien biasa tidur 8 jam/hari dari jam 23.00-04.00 WIB. Selama
dirawat pasien mengatakan tidur 10 jam / hari dengan jam tidak menentu.
e. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit pasien melakukan aktivitas dari yang ringan sampai berat. Pasien
bisa melakukan semua aktivitas secara mandiri. Pasien juga dapat bekerja dengan
baik tanpa hambatan mobilisasi. Selama sakit, pasien tampak melakukan
aktifitasnya diatas tempat tidur dan mengatakan takut untuk bergerak karena nyeri,
pasien mampu minum sendiri dengan botol dan sedotan dan masih bergantung
orang lain dalam memenuhi kebutuhannya seperti makan, BAB, dan lain-lain.
Pasien mengatakan sering muncul perasaan nyeri ketika hendak merubah posisi
tidurnya. Nyeri tersebut hilang ketika istirahat tidur.

Berikut penilaian pola aktivitas dan latihan menurut indek Bartel pada Tn. A
selama dirawat di Ruang Prabu Kresna:
No Item yang dinilai Skor Nilai
1. Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan memotong, mengoles
1
mentega dll.
2 = Mandiri
2. Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain
0
1 = Mandiri
3. Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
(Grooming) 1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, 0
gigi, dan bercukur
4. Berpakaian 0 = Tergantung orang lain
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (misal mengancing
1
baju)
2 = Mandiri
5. Buang air kecil 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan
(Bowel) tidak terkontrol
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam) 2
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7
hari)
6. Buang air besar 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
(Bladder) enema)
2
1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat
1
melakukan beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8. Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
orang) 2
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9. Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang 1
3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)
10. Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu) 1
2 = Mandiri
Total 11

Interpretasi hasil :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
Maka Tn. A dalam hal ini dapat dikategorikan kedalam ketergantungan sedang
dengan total skor sebesar 11.
f. Pola hubungan dan peran
Pasien adalah seorang buruh yang bekerja di percetakan. Saat dikaji, pasien dapat
berkomunikasi dan bisa memfokuskan perhatian pada perawat. Namun semenjak
didiagnosa dirawat di RS pasien tidak mampu bekerja, karena kondisi yang
dialami.
g. Pola sensori dan kognitif
Pasien mengatakan sudah mengetahui sakit yang dideritanya.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Gambaran diri : Pasien mengatakan sempat merasa denial karena beliau
merupakan tulang punggung keluarga, namun sekarang ia paham dan mengerti
akan kondisi yang sekarang, pasien menganggap kejadian yang menimpa dirinya
sebagai musibah yang sudah Tuhan atur.
Ideal diri : Pasien ingin menjadi seorang anak yang baik bagi kedua
orangtua.
Harga diri : Pasien terlihat berani serta menerima kondisinya sekarang
Identitas diri : Pasien merupakan seorang laki-laki yang berumur 29
tahun, berstatus anak ke-2 dari 3 bersaudara.
Peran diri : Pasien merupakan tulang punggung keluarga setelah ayahnya pensiun
dan pasien sehari – hari bekerja sebagai buruh di sebuah percetakan
i. Pola seksual dan reproduksi
Pasien mengatakan belum menikah dan merasa tidak ada masalah pada pola
seksual dan reproduksinya.
j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Pasien adalah tipe orang yang terbuka. Pasien selalu berkomunikasi dengan
orangtua khususnya ibu jika ada masalah atau keluhan yang dihadapi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pasien tidak mampu menjalankan ibadah bersama di gereja selama dirawat di
rumah sakit.
5. PEMERIKSAAN FISIK
1.) Kesadaran : Compos mentis
2.) Tanda – tanda vital :
- Tekanan darah : 109/77 mmHg
- nadi : 86 kali/menit
- suhu : 36, 4°C
- RR : 20 kali/menit reguler
3.) Kepala : bentuk kepala mesochepal, tidak ada lesi, kulit kepala bersih.
a. Rambut
Inspeksi : bersih, tidak berbau, rambut berwarna hitam
b. Mata
Inspeksi : terdapat lesi dan lebam di area mata sebelah kanan , sclera putih,
konjungtiva anemis, refleks pupil isokor
c. Hidung
Inspeksi : simetris, tidak ada kotoran ,tidak terdapat polip, tidak terdapat
secret dan bersih
d. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir normal, tidak ada stomatitis, lidah bersih, tidak ada
pembesaran tonsil, bibir simetris, gusi bersih, gigi bersih dan tidak ada caries.
e. Telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan telinga, tidak ada penumpukan
serumen, tidak memakai alat bantu pendengaran.
4.) Leher
Inspeksi : Simetris, tidak ada lekukan dan massa
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar
limfe
5.) Thorax
a. PARU-PARU
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pencembungan dan tidak ada penarikan
abnormal
Palpasi : Pergerakan simetris, tidak ada gerakan yang tertinggal depan dan
belakang, kanan dan kiri
Perkusi paru : Sonor dikedua lapang paru dari apex sampai basal
Auskultasi paru : Vesikuler, terdengar di semua lapang paru, tidak ada suara
tambahan
b. JANTUNG
Inspeksi jantung : Iktus tidak tampak
Palpasi jantung : Iktus teraba di IC V medial linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal dan tidak ada suara tambahan
6.) Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran abdomen, ada luka kolostomi di bagian
perut kiri bawah dengan luka bersih berwarna merah muda
Auskultasi : terdapat suara gerakan peristaltik, bising usus terdengar 12x per menit
Palapasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi : timpani
7.) Ekstremitas
a. Ekstremitas Atas
Inspeksi : terdapat spalek pada tangan kiri, nampak merah dan sedikit bengkak
di sekitar lokasi fraktur.
Palpasi : terdapat nyeri tekan, capillary refil 2 detik
Pengkajian nyeri :
P : nyeri muncul/bertambah saat pasien menggerakkan ekstremitasnya, seperti
hendak merubah posisi badan pada saat ganti spre
Q : nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk
R : nyeri terasa di tangan kiri
S : skala nyeri yang dirasakan 5
T: hilang timbul dengan durasi kurang lebih 2-3 menit

b. Ekstremitas Bawah
Inspeksi : tidak ada lesi, kulit tampak bersih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
I. Pemeriksaan Laboratorium Patologik Klinik (Hematologi)
Hasil pemeriksaan laborat Tn. A pada 3 Agustus 2019 pukul 02.40
Pemeriksaan hasil Hasil Satuan Nilai rujukan Keterangan
Hematologi
Hemoglobin 14.6 g/dL 12.2-17.3 L
Hematokrit 44.70 ∞ 40-52 L
Leukosit 16.8 /µL 3.8-10.6 L
Trombosit 348 /µL 150-400

PPT
Pasien 11.0 detik 11.0-15.0
Kontrol 10.6 detik
INR 0.96

PTIK/APTT
Pasien 23.6 detik 26.0-34.0
Kontrol 24.8 detik

Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 127 mg/dL 70-110
Natrium 131.0 mmol/L 135/0-147.0
Kalium 4.10 mmol/L 3.50-5.0
Calsium 1.20 mmol/L 1.00-1.15

IMUNOLOGI
HbsAg Kualitatif Negatif Negatif
II. Hasil pemeriksaan radiologi Tn. A tanggal 3 Agustus 2019 pukul 12.10
Pemeriksaan X Foto Humerus Sinistra
Struktur tulang baik
Tampak fraktur cominutif di 1/3 tengah os humerus sn
Tak tampak dislokai pada sendi
Tak tampak destruksi tulang
Tak tampak lesi litik dan sklerotik pada tulang
Tak tampak penyempitan celah sendi
Tak tampak lusensi maupun klasifikasi soft tissue

Kesan :
Fraktur cominutif di 1/3 tengah os humerus sn

III. Terapi
1. Kalk 2 x 500 mg
2. Gentamicin 2 x 80 mg
3. Ranitidin 2 x 50 mg
4. Ketorolac 3 x 10 mg
5. Ceftriaxon 2 x 1 gr
6. Cefotaxime 3 x 1 gr
7. RL 500 ml 20 tpm
ANALISA DATA
No Tanggal Data Fokus Problem Etiologi TTD
1. Senin DS: Pasien mengatakan nyeri pada Nyeri Agen
7 Oktober tangan kiri Akut cidera
2019 P : nyeri muncul/bertambah saat fisik
Pukul 11.00 pasien menggerakkan
ekstremitasnya, seperti hendak
merubah posisi badan saat ganti sprei
atau saat dilakukan ganti balut
Q : nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk
R : nyeri terasa di tangan kiri
S : skala nyeri yang dirasakan 5
T: hilang timbul dengan durasi
kurang lebih 2-3 menit

DO :
- pasien tampak meringis menahan
nyeri
- Terdapat spalek ditangan kiri
- Kulit tampak edema dan
berwarna kemerahan
- TTV :
Tekanan darah : 109/77 mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Suhu : 36, 4°C
RR : 20 kali/menit reguler

2. Senin DS : Pasien mengatakan segala Gangguan Kerusa


7 Oktober aktivitasnya terganggu sejak tangan mobilitas kan
Pukul 11.00 kirinya patah, takut untuk bergerak fisik muskul
karena nyeri jika bergerak oskelet
DO : Pasien tampak lemah dan al
tampak melakukan segala
aktivitasnya diatas tempat tidur
- Kekuatan otot Ny. U
5 2
5 5
 ROM eksremitas kiri atas :
- Jari tangan : 45 o
- Pergelangan tangan 45o
- Siku 0o
- Bahu 0o

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan mukuloskeletal

C. Intervensi Keperawatan
No. Waktu Rencana TTD
Tujuan & Kriteria (NOC)
Dx (Tgl/Jam) (NIC)
1 Senin, 5  Pain level Management Pain
Agustus  Paint control 1. Kaji tipe dan sumber
2019 Setelah dilakukan tindakan nyeri untuk
keperawatan selama 3 x 24 menentukan intervensi
jam diharapkan pasien tidak 2. Ajarkan tentang teknik
mengalami nyeri dengan nonfarmakologi : nafas
kriteria hasil : dalam, relaksasi,
 Melaporkan bahwa nyeri distraksi, kompres
berkurang menjadi 2 hangat atau dingin.
 Mampu mengenali nyeri 3. Berikan analgetik
(skala, intensitas, frekuensi untuk mengurangi
dan tanda nyeri) nyeri
 Tanda vital dalam rentang 4. Monitor vital sign
normal
TD : sistol 100-120
mmHg, diastol 80-90
mmHg
RR : 16-22 x permenit
HR : 80-100 x permenit
Suhu : 36-37O C

2. Senin, 7  Joint movement: active 1. Kaji kemampuan


Oktober  Transfer performance pasien dalam
2019 Setelah dilakukan tindakan mobilisasi
keperawatan selama 3 x 24 2. Dampingi dan bantu
jam diharapkan pasien dapat pasien saat mobilisasi
meningkatkan ambulan atau dan bantu penuhi
aktivitasnya dengan kriteria kebutuhan
hasil: 3. Bantu klien untuk tetap
- Kekuatan otot tangan kiri fokus pada kekuatan
meningkat yang dimilikinya
- ROM meningkat dibandingkan dengan
kelemahan yang
dimilikinya
4. Latih ROM
5. Berikan kesempatan
keluarga untuk terlibat
dalam aktivitas dengan
cara yang tepat
D. Implementasi
Diagnosa Waktu Implementasi Respon pasien TTD
Nyeri akut b.d 7/10/19 1. Mengkaji tipe DS : pasien mengatakan
agen cedera 11.00 dan sumber nyeri nyeri pada tangan kiri
DO :
fisik untuk
Pasien tampak meringis
menentukan menahan nyeri, terpasang
intervensi spalek, terdapat edema di
sekitar area fraktur dan
berwarna kemerahan
Assessment nyeri ekstremitas
atas :
Ekstremitas atas
P : nyeri muncul/bertambah
saat pasien menggerakkan
ekstremitasnya, seperti saat
merubah posisi badan saat
ganti sprei
Q : nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R : nyeri terasa di tangan kiri
S : skala nyeri 5
T: hilang timbul dengan
durasi kurang lebih 2-3 menit

11.15 2. Mengajarkan DS : Klien mengatakan


tentang teknik paham tentang teknik
nonfarmakologi : relaksasi dalam dan akan
nafas dalam selalu mempraktekkannya
jika nyeri muncul
DO : Klien tampak menarik
nafas dalam dengan baik
11.30 3. Berikan analgetik DS : Klien mengatakan nyeri
untuk di tangan kiri
mengurangi nyeri DO : injeksi Ketorolac 10
12.00 4. Monitor vital mg
sign DS : Klien bersedia diukur
TTV
DO :
Tekanan darah : 109/77
mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Suhu : 36, 4°C
RR : 20 kali/menit reguler
Gangguan 12.00 1. Mengkaji DS : Klien mengatakan
mobilitas fisik kemampuan aktivitasnya terbatas sejak
b.d. kerusakan pasien dalam mengalami fraktur
mukuloskeletal mobilisasi DO : klien tampak berbaring
diatas tempat tidur, indeks
barthel menunjukkan skor
total 11 (ketergantungan
sedang)
12.15 2. Mendampingi DS : Klien mengatakan
dan bantu pasien untuk memenuhi
saat mobilisasi kebutuhannya masih perlu
dan bantu penuhi mendapat bantuan oranglain
kebutuhan DO : klien tampak dibantu
keluarga dan perawat ketika
mobilisasi
12.30 3. Membantu klien DS : Klien dan keluarga akan
untuk tetap fokus berusaha tetap semangat dan
pada kekuatan yakin bahwa klien akan
yang dimilikinya sembuh
dibandingkan DO : Klien tampak optimis
dengan akan sembuh dan akan
kelemahan yang memaksimalkan tangan
dimilikinya kanannya dalam membantu
memenuhi kebutuhan
12.45 4. Melatih ROM DS : klien dan keluarga
bersedia dilatih ROM
DO : klien tampak kooperatif
5. Memberikan DS : Keluarga mengatakan
kesempatan akan selalu mensupport dan
keluarga untuk membantu klien
terlibat dalam DO : Keluarga tampak
aktivitas dengan kooperatif
cara yang tepat
Nyeri akut b.d 8/10/19 1. Mengkaji tipe DS : pasien mengatakan
agen cedera 11.00 dan sumber nyeri nyeri pada tangan kiri
DO :
fisik untuk
Pasien tampak meringis
menentukan menahan nyeri, terpasang
intervensi spalek, terdapat edema di
sekitar area fraktur dan
berwarna kemerahan
Assessment nyeri ekstremitas
atas :
Ekstremitas atas
P : nyeri muncul/bertambah
saat pasien menggerakkan
ekstremitasnya, seperti saat
merubah posisi badan saat
ganti sprei
Q : nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R : nyeri terasa di tangan kiri
S : skala nyeri 4
T: hilang timbul dengan
durasi kurang lebih 2-3 menit

11.15 2. Mengajarkan DS : Klien mengatakan


tentang teknik paham tentang teknik
nonfarmakologi : relaksasi dalam dan akan
nafas dalam selalu mempraktekkannya
jika nyeri muncul
DO : Klien tampak menarik
nafas dalam dengan baik
11.30 3. Berikan analgetik DS : Klien mengatakan nyeri
untuk di tangan kiri
mengurangi nyeri DO : injeksi Ketorolac 10
12.00 4. Monitor vital mg
sign DS : Klien bersedia diukur
TTV
DO :
Tekanan darah : 110/70
mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Suhu : 36, 4°C
RR : 20 kali/menit reguler
Gangguan 12.00 1. Mengkaji DS : Klien mengatakan
mobilitas fisik kemampuan aktivitasnya terbatas sejak
b.d. kerusakan pasien dalam mengalami fraktur
mukuloskeletal mobilisasi DO : klien tampak berbaring
diatas tempat tidur, indeks
barthel menunjukkan skor
total 11 (ketergantungan
sedang)
12.15 2. Mendampingi DS : Klien mengatakan
dan bantu pasien untuk memenuhi
saat mobilisasi kebutuhannya masih perlu
dan bantu penuhi mendapat bantuan oranglain
kebutuhan DO : klien tampak dibantu
keluarga dan perawat ketika
mobilisasi
12.30 3. Membantu klien DS : Klien dan keluarga akan
untuk tetap fokus berusaha tetap semangat dan
pada kekuatan yakin bahwa klien akan
yang dimilikinya sembuh
dibandingkan DO : Klien tampak optimis
dengan akan sembuh dan akan
kelemahan yang memaksimalkan tangan
dimilikinya kanannya dalam membantu
memenuhi kebutuhan
12.45 4. Melatih ROM DS : klien dan keluarga
bersedia dilatih ROM
DO : klien tampak kooperatif
5. Memberikan
DS : Keluarga mengatakan
kesempatan
akan selalu mensupport dan
keluarga untuk
membantu klien
terlibat dalam
DO : Keluarga tampak
aktivitas dengan
kooperatif
cara yang tepat
Nyeri akut b.d 9/10/19 1. Mengkaji tipe DS : pasien mengatakan
agen cedera 11.00 dan sumber nyeri nyeri pada tangan kiri
DO :
fisik untuk
Pasien tampak meringis
menentukan menahan nyeri, terpasang
intervensi spalek, terdapat edema di
sekitar area fraktur dan
berwarna kemerahan
Assessment nyeri ekstremitas
atas :
Ekstremitas atas
P : nyeri muncul/bertambah
saat pasien menggerakkan
ekstremitasnya, seperti saat
merubah posisi badan saat
ganti sprei
Q : nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R : nyeri terasa di tangan kiri
S : skala nyeri 3
T: hilang timbul dengan
durasi kurang lebih 2-3 menit

11.15 2. Mengajarkan DS : Klien mengatakan


tentang teknik paham tentang teknik
nonfarmakologi : relaksasi dalam dan akan
nafas dalam selalu mempraktekkannya
jika nyeri muncul
DO : Klien tampak menarik
nafas dalam dengan baik
DS : Klien mengatakan nyeri
11.30 3. Berikan analgetik di tangan kiri
untuk DO : injeksi Ketorolac 10
mengurangi nyeri mg
12.00 4. Monitor vital DS : Klien bersedia diukur
sign TTV
DO :
Tekanan darah : 108/90
mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Suhu : 36, 2°C
RR : 20 kali/menit reguler
Gangguan 12.00 1. Mengkaji DS : Klien mengatakan
mobilitas fisik kemampuan aktivitasnya terbatas sejak
b.d. kerusakan pasien dalam mengalami fraktur
mukuloskeletal mobilisasi DO : klien tampak berbaring
diatas tempat tidur, indeks
barthel menunjukkan skor
total 12 (ketergantungan
ringan)
12.15 2. Mendampingi DS : Klien mengatakan
dan bantu pasien untuk memenuhi
saat mobilisasi kebutuhannya masih perlu
dan bantu penuhi mendapat bantuan oranglain
kebutuhan DO : klien tampak dibantu
keluarga dan perawat ketika
mobilisasi
12.30 3. Membantu klien DS : Klien dan keluarga akan
untuk tetap fokus berusaha tetap semangat dan
pada kekuatan yakin bahwa klien akan
yang dimilikinya sembuh
dibandingkan DO : Klien tampak optimis
dengan akan sembuh dan akan
kelemahan yang memaksimalkan tangan
dimilikinya kanannya dalam membantu
memenuhi kebutuhan
12.45 4. Melatih ROM DS : klien dan keluarga
bersedia dilatih ROM
DO : klien tampak kooperatif
5. Memberikan
DS : Keluarga mengatakan
kesempatan
akan selalu mensupport dan
keluarga untuk
membantu klien
terlibat dalam
DO : Keluarga tampak
aktivitas dengan
kooperatif
cara yang tepat
E. Evaluasi
Diagnosa
Tanggal/Jam Evaluasi TTD
Keperawatan
9 Oktober Nyeri akut b.d agen S : Pasien mengatakan nyeri di tangan kiri dan kaki
2019 cidera fisik kanannya
Esktremitas atas
14.00
P : nyeri muncul/bertambah saat pasien
menggerakkan ekstremitasnya, seperti saat
merubah posisi badan saat ganti sprei atau
saat dilakukan ganti balut
Q : nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk
R : nyeri terasa di tangan kiri pada balutan
post orif
S : skala nyeri yang dirasakan 3
T: hilang timbul dengan durasi kurang lebih
2-3 menit
O:
- Klien tampak meringis menahan nyeri
- Edema berkurang warna kulit disekitar fraktur
kembali normal
Tekanan darah : 108/90 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Suhu : 36, 2°C
RR : 20 kali/menit reguler
A : Nyeri teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi :
- Kaji nyeri secara komprehensif
- Ajarkan teknik nonfarmakologi dengan
relaksasi nafas dalam
- Kolaborasi pemberian obat injeksi ketorolac
3 x 10 mg/8 jam
5 Agustus Gangguan mobilitas S : pasien mengatakan hanya bisa berbaring di
2019 fisik b.d. kerusakan tempat tidur dan tidak berani bergerak karena
14.00 muskuloskeletal takut nyeri
O : Pasien tampak berbaring diatas tempat tidur,
sesekali duduk dan melakukan aktivitas di tmpat
tidurnya
A : Mobilitas fisik teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi :
- Monitoring vital sign
- Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi kebutuhan ADL pasien
- Bantu klien untuk tetap fokus pada kekuatan
yang dimilikinya dibandingkan dengan
kelemahan yang dimilikinya
- Berikan kesempatan keluarga untuk terlibat
dalam aktivitas dengan cara yang tepat
BAB 3. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil asuhan keperawatan yang di lakukan pada Tn. A


post Debridement cruris dextra dan orif plating radius sinistra dengan indikasi
multiple fraktur di ruang Prabu Kresna RSUD K.R.M.T.Wongsonegoro, maka
dalam bab ini penulis akan membahas kesesuaian antara teori dan kenyataan
yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Dalam bab ini penulis
juga akan menganalisa dari segi pengkajian, diagnose dan intervensi
keperawatan mengenai kasus yang penulis angkat.
A. Analisa Kasus
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama yang penulis lakukan di dalam
proses perawatan. Dari data umum yang penulis kumpulkan Tn. A
merupakan anak kedua di keluarganya dengan usia 29 tahun, tempat
tinggal di Genuk, Semarang. Pekerjaan Tn. A adalah sebagai buruh di
sebuah percetakan dan pendidikan terakhir Tn. A adalah SMA, Keluarga
Tn. A beranggotakan Tn. H sebagai ayah, Ny. P sebagai ibu, Nn. M
sebagai kakak, Tn. A sebagai anak kedua dan Tn. R sebagai anak
ketiga. Tipe keluarga Tn. A adalah keluarga inti atau nuclear family.
Hal ini didukung oleh teori menurut Suprajitno (2018), keluarga yang
hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya
atau adopsi atau keduanya adalah nuclear family.
Pengkajian ini melalui pengkajian pola fungsional menurut Gordon,
pemeriksaan fisik dengan metode head to toe, dan pengumpulan informasi
atau data – data ini diperoleh dari wawancara dengan pasien, keluarga
pasien, melakukan observasi, catatan keperawatan, dan pemeriksaan fisik.
Menurut Black, J.M (2017) tanda tanda fraktur meliputi nyeri, perubahan
bentuk, bengkak, peningkatan temperatur lokal, pergerakan abnormal,
krepitasi, dan kehilangan fungsi. Saat penulis kaji, pasien mengatakan
nyeri pada tangan kiri dengan indikasi post orif platting radius sinistra dan
nyeri pada kaki kanan indikasi post debridement cruris sinistra tampak
terpasang gips.
Assesment nyeri yang penulis dapatkan saat mengkaji ekstremitas
atas didapatkan hasil P : nyeri muncul/bertambah saat pasien
menggerakkan ekstremitasnya, seperti saat merubah posisi badan saat
ganti sprei atau saat dilakukan ganti balut, Q : nyeri terasa seperti ditusuk-
tusuk, R : nyeri terasa di tangan kiri pada balutan post orif (radius sinistra),
S : skala nyeri yang dirasakan 5, T: hilang timbul dengan durasi kurang
lebih 2-3 menit.
Saat dikaji Tn. A tampak lemah dan bedrest di atas tempat tidur, Tn.
A mengatakan enggan bergeak karena takut nyeri. Untuk memenuhi
kebutuhan seperti makan, BAB, dan lain-lain Tn. A dibantu oleh keluarga
dan perawat, Tn. A mampu minum dengan menggunakan botol dan
sedotan yang sudah disediakan disamping tempat tidurnya. Hasil
assessment indeks barthel untuk menilai ADL didapatkan skor sebesar 3
yang artinya Tn. A dikategorikan mengalami ketergantungan total.
Sesuai teori yang dikemukakan oleh Lewis (2017) bahwa Fraktur
adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang baik total, partial yang
dapat mengenai tulang panjang dan sendi jaringan otot dan pembuluh
darah trauma yang disebabkan oleh stress pada tulang, jatuh dari
ketinggian, kecelakaan kerja, cedera saat olah raga, fraktur degeneratif
(osteoporosis, kanker, tumor tulang) dan ditandai dengan Look: tanda yang
dapat dilihat, adanya deformitas berupa penonjolsn ysng abnormal,
bengkak, warna kulit merah, adanya ekimosis, angulasi,rotasi dan
pemendekan, Feel: nyeri, Move: krepitasi dan terasa nyeri saat digerakkan,
gangguan fungsi pergerakan sehingga menyebabkan gangguan mobilisasi
dan ADL pada pasien fraktur.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
Nanda (2018-2020) menjelaskan bahwa nyeri akut adalah
pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang
digambarkan sbagai kerusakan (International Asociation for the Study
of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan
hingga berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi,
dan dengan durasi kurang dari 3 bulan).
Diagnosa tersebut ditegakkan bila ada data mayor yang
mendukung yaitu pengungkapan tentang deskriptor nyeri, dan data
minor yaitu ketidakefektifan fisik atau imobilitas, perubahan pola tidur,
dan perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktifitas sebelumnya.
Alasan diagnose tersebut diangkat karena saat pengkajian didapatkan
data subjektif yaitu pasien mengatakan merasakan nyeri di tangan kiri
P : nyeri muncul/bertambah saat pasien menggerakkan ekstremitasnya,
seperti saat merubah posisi badan saat ganti sprei atau saat dilakukan
ganti balut, Q : nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri terasa di
tangan kiri pada balutan post orif (radius sinistra), S : skala nyeri yang
dirasakan 5, T: hilang timbul dengan durasi kurang lebih 2-3 menit.
Diagnosa tersebut penulis prioritaskan karena keluhan yang
dirasakan pasien saat itu dan apabila masalah itu tidak segera ditangani
akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien dan bisa mengganggu
aktifitas klien sehingga akan timbul rasa ketakutan untuk melakukan
gerakan dan tindakan.
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri post op
Menurut Nanda (2018-2020) Hambatan mobilitas fisik adalah
keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri dan terarah..
Diagnosa tersebut dapat ditegakan jika ada data batasan
karakteristik yaitu gangguan sikap berjalan, penurunan rentang gerak,
kesulitan membolak-balik posisi, ketidaknyamanan, penurunan
keterampilan motorik kasar dan halus.
Alasan diagnose tersebut diangkat karena ditemukan tanda-tanda
yang mendukung yaitu secara subyektif yaitu pasien mengatakan
aktivitas terbatas dan dibantu keluarga karena nyeri di luka jahitan dan
data obyektif yaitu pasien terlihat berbaring di tempat tidur, aktivitas di
bantu keluarga dan , terpasang infus RL 20 tpm dan masih terpasang
DC. Penulis tidak memprioritaskan masalah tersebut karena tidak
mengancam kehidupan klien. Tetapi jika tidak di tegakan klien tidak
dapat mandiri dalam beraktivitas.
B. Analisa Intervensi Keperawatan
1) Nyeri b.d. agen cidera fisik, post op fraktur
Intervensi keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah mengkaji
karakteristik nyeri, mengevaluasi tanda-tanda vital, mengajarkan
penggunaan teknik relaksasi, kalaborasi pemberian analgetik. Teknik
relaksasi adalah suatu teknik merilekskan ketegangan otot yang dapat
menunjang nyeri (Brunner dan Suddarth, 2017)
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan,
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi
oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot,
yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery,
2015). Relaksasi merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri
pada klien yang mengalami nyeri kronis. Relaksasi sempurna dapat
mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan sehingga
mencegah menghebatnya stimulus nyeri.
Tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan
ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,
meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun
emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
Smeltzer & Bare (2017).
Kekutan dari tindakan ini adalah bekerja sama dalam mengurangi rasa
nyeri. Kelemahannya adalah terkadang klien mengalihkan rasa nyerinya
dengan tidur.
2) Gangguan mobilitas fisik b.d. nyeri post op
Intervensi keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah dengan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan, bantu klien untuk tetap fokus
pada kekuatan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelemahan yang
dimilikinya, berikan kesempatan keluarga untuk terlibat dalam aktivitas
dengan cara yang tepat. Assesment ADL dilakukan dengan menggunakan
indeks barthel untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam
memenuhi kebutuhan ADL dan mobilisasinya. Kekuatan dari tindakan ini
adalah dilakukan dengan baik, karena adanya keterlibatan keluarga.
Kelemahannya adalah tidak semua anjuran yang diberikan dapat dilakukan
oleh pasien.
BAB 4 PENUTUP

A. Simpulan
Pada asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. A dengan post debridement
cruris dextra dan orif platting di ruang Prabu kresna RS K.R.M.T Wongsonegoro
didapatkan dua diagnosa, dengan diagnosa utama gangguan Nyeri akut b.d agen
cedera fisik post operasi fraktur dan diagnosa pendukung gangguan mobilitas fisik
b.d. nyeri post op. Intervensi pada diagnosa pertama dapat dlakukan dengan mengkaji
nyeri secara komprehensif, relaksasi nafas dalam, pemberian analgetk, sedangkan
intervensi pada diagnosa kedua meliputi kaji kemampuan aktivitas klien, libatkan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi setelah 3x24 jam didapatkan
data nyeri belum teratasi dan gangguan mobilisasi belum teratasi.

B. Saran
Sebaiknya setelah pasien diberi edukasi secara oral tentang nafas dalam,
penulis dapat menampilkan video berupa media audiovisual tentang teknik nafas
dalam yang benar, dan memastikan jika klien dapat menerapkan teknik relaksasi nafas
dalam dengan benar dan dilakukan setiap kali merasakan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Afroh, F., Mohamad Judha, Sudarti, (2012). Teori Pengukuran Nyeri. Yogyakarta : Nuha
Medika
Brunner & Suddarth. 2017. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
NANDA-1 . 2018-2020. Diagnosis Kepearawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran
Gloria, et all. 2018-2020. NIC (Nursing Intervention Classification). Indonesia : Mokomedia.
Sue, et all. 2018-2020. NOC (Nursing Outcome Classification). Indonesia: Mpkomedia.
Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai