Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

APPENDICITIS

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 9

1. BAIQ FEBWIN KHOTMANIA (032001D17003)


2. LINA ROSDIANTI (032001D17017)
3. NURUL AZMI (032001D17022)

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

AKADEMI PERAWAT KESEHATAN

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


BAB I

KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN
Appendicitis adalah peradangan Appendix vermiformis jenis yang akut
merupakan penyebab umum dari abdomen akut (Mansjoer, Arif dkk, 2000)
Appendicitis adalah ujung jari yang kecil panjangnya kira-kira 10cm (4 inci) melekat
pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Appendix berisi makanan dan mengosongkan
diri secara teratur ke dalam sekum, karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya
kecil appendix cendrung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi (Brunner &
Suddarth, 2002)
Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu (apendiks). Infeksi
ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah untuk
mencegah komplikasi yang berbahaya. (Wim de Jong et al. 2005)
B. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi

Gambar 1.1 sistem pencernaan


Salura pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan
(pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang
mulai dari mulut (oris) sampai anus.
1. Mulut (oris)
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu
a. bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibirdan
pipi
b. bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung
dengan faring.
Selaput lender mulut ditutupi epeitalium berlapis-lapis, dibawanyaterletak
kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lender. Selaput ini kaya akan
pembuluh darah dan jugamemuat banyak ujung akhir saraf sensoris.

Gambar 2.1 mulut


2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan
(esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi. Disini terletak persimpangan antara jalan napas dan jalan makan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung didepan ruas tulang belakang.
3. Esopagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah
lambung. Esopagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah
melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambug dengan
lambung.
4. Lambung
Lambungatau gastermerupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang.
Lambung terdiridari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esopagus melalui
orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma di depan pancreas dan limpa, menempel
disebelah kiri fundus uteri.

Gambar 3.1 lambung


5. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari system pencernaan makanan
yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m,
merupakan saluran yang paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil
pencernaan.
a. Duodenum
Duodenum disebut juga usus12 jari, panjangnya ± 25 cm berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pancreas. Pada bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lender yang membukit disebut papilla vateri.
b. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 m. dua perlima bagian atas
adalah jejunum dengan panjang ± 23 m dan ileum dengan panjang 4-5 m. lekukan
jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan
lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Gambar 4.1 usus halus
6. Usus besar
Usus besr atau intestinum mayor panjangnya ± 1½ m, lebarnya 5-6 cm. fungsi usus
besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri E. coli dan tempat
feses.
a. Sekum
Dibawah skum terdapat appendix veriformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. sekum adalah akhir dari
usus halus dan awal dari usus besar. Fungsinya tempat penyerapan air secara
besar-besaran.
b. Kolon asendens
Panjangnya 13 cm terletak dibawaha bdomen sebelah kanan, membujur keatas
dari ileum ke bawah hati. Dibawah hati melengkung ke kiri disebut dengan
fleksura hepatica, dilanjutkan sebagai kolon transpersum.
c. Kolon tranpersum
Panjangnya ± 38 cm membujur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens
berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura lienalis.
d. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kirimembujur dari atas
kebawah dan fleksura lienalis sampai kedepan ileum kiri, bersambung dengan
kolon sigmoid
e. Kolon sigmoid
Kolonsigmoid merupakan lanjutan darikolon desendens. Terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung
bawahnyaberhubungan dengan rectum

Gambar 5.1 usus besar


7. Rectum
Rectum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvis didepan os sacrum dan os koksigis.
8. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan
dunia luar. Terletak didasar pelvis.

Fisiologi

Fungsi utama system pencernaan adalah memindahkan zat nutrein (zat yang sudah
dicerna), air dan garam yang berasal dari zat makanan untuk distribusikan ke sel-sel
melalui system sirkulasi.

C. ETIOLOGI
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi menghasilkan
lender 1-2 ml per hari yang normalnya di curahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan dalam
pathogenesis apendiks. (Wim de Jong)
Menurut Brunner & Suddarth (1999) :
a. Penyebab pasti apendiks belum diketahui
b. Factor yang berpengaruh : obstruksi dan infeksi
c. Obstruksi pada colon pecalit (feses yang keras)
Gambar 6.1 apendicitis

D. PATOFISIOLOGI DAN CLINICAL PATHWAY


Obtruksi apendiks menyebabkan mucus yang di produksi makin lama mucus
makin banyak dan menekan dinding apendiks sehingga mengganggu aliran limfe dan
menyebabkan dinding apendiks oedema serta merangsang tunika serosa dan peritoneum
fiseral.
Mucus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri dan menjadi nanah
kemudian gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum parietal sehingga menimbulkan rasa sakit di
kanan bawah keadaan ini disebut dengan appendicitis suppuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen yang disebut dengan
appendicitis gangrensa. Bila momentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi
apendiks yang meradang atau ferforasi akan timbul suatu masa local, keadaan ini disebut
appendicitis infiltrate atau bila masa itu berisi nanah disebut dengan appendicitis abses.
Bila appendicitis infiltrate sembuh dan kemudian gejalanya hilang dan timbul di
kemudian hari maka menjadi appendicitis kronis (Brunner & Suddarth, 1999)
Ulserasi mukosa memicu inflamasi secara temporer akan menyumbat apendiks.
Obstruksi tersebut menghalangi aliran keluar mucus. Tekanan dalam apendiks yang kini
mengalami distensi akan meningkat dan apendiks tersebut berkontraksi. Bakteri mulai
memperbanyak disri sementara proses inflamasi serta tekanan terus meningkat dan
mengganggu aliran darah ke dalam apendiks sehingga timbul nyeri abdomen yang hebat
(Buku Ajar Patofisiologi, EGC. 2011)
PATHWAY

Hiperplasis folikel limfoid, pecalit dan bendaasing

Obstruksi lumen appendiks

Menyumbat saluran mukosa

Peningkata tekanan intraluminal

Appendicitis

kronik Akut

Obstruksi vena dan perluasan


Sekresi mucus meningkat
peradangan

Terjadi pembengkakan
Aliran arteri terganggu (infeksi, bakteri, ulcerasi)

Nekrosis, gangrene, perforasi Tidak efektifnya


Nyeri
pola nafas

Resiko infeksi

pentalaksanaan

Non bedah (non surgical) Pembedahan apendiktomi

- Batasi diet dengan makan


sedikit dan sering (4-6 kali) pembedahan
- Minum cairan adekuat
pada saat makan untuk
membantu pasase anastesi Luka/pembedahan
makanan
- Makan perlahan dan
mengunyah sempurna
lokal General Perdarahan Jaringan terbuka
untuk mencegah masakah
refluks noctrurnal
anastesi terbuka
- Tinggikankepala tempat Inkontinuitas
tidur 6-8 inci untuk Pusat Pusat pernafasan terganggu
jaringan
mencegah refluks kesadaran
terputus
nocturnal
Reflek batuk Tidak efektifnya pola nafas
- Turunkan berat badan bila
Resiko
kegemukan
infeksi Akumulasi saluran
Tidakefektifnya bersihan jalan nafas
pernafasan
E. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala appendicitis menurut (Buku Ajar Patofisiologi, EGC. 2011) meliputi :
1. Nyeri abdomen yang disebabkan oleh inflamasi apendiks dan distensi serta obstruksi
usus, rasa nyeri ini di mulai pada region epigastrium dan kemudian beralih ke
kuadran kanan bawah
2. Anoreksia sesudah nyeri
3. Mual atau muntah yang disebabkan oleh inflamasi
4. Demam dengan derajat rendah (subfebris) akibat manifestasi sistemik inflamasi dan
leukositosis
5. Nyeri tekan karena inflamasi

Tanda dan gejala appendicitis menurut (Doenges, Marilyn.E, 2000) yaitu :

1. Nyeri pada daerah umbilicus merupakan gejala utama ada appendicitis yaitu nyeri
pada perut yang disebabkan oleh penyumbatan apendiks yang sifatnya sama pada
obstruksi usus yang pada mulanya timbul seperti bokil
2. Anoreksia hamper selalu terdapat dan muntah merupakan hal yang khas, muntah
terjadi segera setelah rasa sakit dan pada mulanya timbul secara reflex
3. Malaise atau lemah
4. Demam yang tidak terlalu tinggi merpakan gejala umum pada appendicitis dan
demam yang tidak terlalu tinggi akan menyebabkan hyperpireksia bila terjadi
ferforasi
5. Biasa terjadi konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare mual muntah
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut NANDA NIC-NOC Jilid 1 meliputi :
1. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana
dinding perut tampak mengencang (distensi)
- Palpasi : di daerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepasjuga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendicits akut
- Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat atau tungkai di angkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
- Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan
dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga
- Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang
lagi adanya radang usus buntu.
- Pada apendiks terletak pasda retro sekal maka Psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di
rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum akan lebih menonjol
2. Pemeriksaaan Laboratorium
Kenaikan darii sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. Jika
terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan appendiks sudah
mengalami perforasi(pecah)
3. Pemeriksaan radiologi
- Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu).
- Ultrasonografi ( USG). CT scan
- Kasus kronik dapat dilakukan rontgen poto abdomen, USG abdomen dan
appendikogram.

Menurut At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga (Pierce A. Grace & Neil R. Borley)
meliputi :

1. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih (hamper selalu leukositosis)
dan CRP (biasanya meningkat) sangat membantu.
2. Ultrasonografi untuk masa apendiks dan jika masih ada keraguan untuk
mnyingkirkan kelainan pelvis misalnya kista ovarium.
3. Laparascopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum
dilakukan apendikstomi pada wanita muda.
4. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau dimana penyebab lain masih
mungkin.
G. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana appendicitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi.
Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Tekhnik
laparaskopi, apendiktomi laparaskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah
yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih
rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan abses intrabdomen dan pemanjangan waktu
operasi. Laparaskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan pada terapi pada pasien dengan
akut abdomen, terutama pada wanita ( Aplikasi NANDA NIC-NOC Jilid 1, 2015)
Menurut Mansjoer, Arief (2000) :
1. Apendiktomi cyto (apendiks akut, dan ferforasi)
2. Apendiktomi elektif (appencitis kronis)
3. Konservatif kemudian operasi elektif (appendicitis infiltrat)
Terapi konservatif :
a. Bedrest total posisi fowler (anti trendelenberg)
b. Diet rendah serat
c. Antibiotik spectrum luas
d. Metronidazol
e. Monitor :
a) Infiltrat
b) Tanda-tanda peritonitis
c) Suhu tiap 6 jam
d) Laju endap darah

Jika hasil mobilitasi bertahap kemudian boleh pulang.

Operatif :

a. Operasi appendicitis akut disebut A. Chaud


b. Operasi appendicitis kronik disebut A. Froid
Apabila penderita mengalami Apendicitis kronik maka penderita akan di
operasi dalam jangka waktu 3 bulan dengan maksud supaya dalam waktu
tersebut perlekatan sudah berhenti, jika banyak perlengketan operasi sulit
menemukan dan memotong apendiks.
H. KOMPLIKASI
Menurut Mansjoer, Arief (2000) yaitu :
a. Perforasi
b. Peritonitis
c. Terbentuknya abses apendiks
d. Tromboplebitis Supportif dari sistem postal (jaringan terjadi tetapi merupakan
komplikasi yang patal)
e. Obstruksi intestinal

Menurut At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga (Pierce A. Grace & Neil R. Borley)
meliputi :

a. Infeksi luka
b. Abses intraabdomen (pelvis, fosa iliaka kanan, subfrenikus)
c. Perlekatan
d. Aktinomikosis abdomen
e. Piemia porta

Menurut (Buku Ajar Patofisiologi, EGC. 2011) meliputi :

a. Infeksi luka operasi


b. Abses intraabdomen
c. Fistula fekal
d. Obstruksi intestinal
e. Hernia insisional
f. Peritonitis
g. Kematian
I. PENCEGAHAN
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian
appendicitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada
masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain:
1. Diet tinggi serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan
insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan
bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran
pencernaan.40 Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air,
selulosa, dan pektin yang membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk
diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan
penekanan pada dinding kolon.

2. Defekasi yang teratur


Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces.
Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan
makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu
yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon.45
Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi konsistensi feces
yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan
intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya
pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian
yang terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri
berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk
mencegah timbulnya komplikasi
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan dari berbagai sumber dan untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
a. Pengumpulan Data
1. Identitas
a) Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan,dan alamat
b) Identitas penanggungjawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, alamat dan
hubungan dengan pasien.
2. Keluhan utama
Keluhan pada pasien berbeda-beda antara klien yang satu dengan klien yang lain.
Kemungkinan keluhan yang timbul pada klien Post Operasi Appendictomy adalah
nyeri pada daerah bekas operasi, keluhan rasa tidak nyaman hal ini ditunjukkan
dari expresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang dirasakan oleh klien saat ini dengan menanyakan :
P (Provocative/palliative) : apa yang menyebabkan keluhan menjadi lebih
berat/ringan
Q (Quality/Quantity) : bagaiman dirasakan, dilihat/ didengar
R (regional/Radition) : daerah mana? Apakah menyebar?
S (Saverity Scale) : Jika terjadi nyeri di daerah mana pada saat skala
nyeri 0-10
T (Timing) : kapan mulai terjadi?
4. Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan pada klien/keluarga klien apakah klien pernah mengalami penyakit
seperti yang dialami seperti saat sekarang.
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengetahui apakah diantara keluarga klien ada yang pernah menderita penyakit
seperti yang dialami klien.
6. Pola kebiasaan sehari-hari
Menurut Tarwoto & Wartonah (2003)
a. Nutrisi
b. Pola makan klien sebelum sakit dan saat klien sakit
c. Istirahat tidur
d. Pola kebiasaan istirahat tidur klien sebelum klien sakit dan pada saat klien
sakit
e. Eliminasi
f. Frekuensi dan pola eliminasi klien sebelum sakit dan pada saat klien sakit
baik dalam proses BAK maupun BAB
7. Pemeriksaan fisik
Menurut Barbara, Bates (1998) :
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : compos menits
c. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Respirasi
4) suhu
d. Berat badan/tinggi badan
e. Body system
Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5 : Bowel)
Adanya anorexia, mual muntah penurunan lemak subkutan, kelemahan,
membrane mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut (Doenges,
Marilyn, 2000 (KTI))
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengetahui penyebab dan membantu
dalam menegakkan diagnose sehingga mempermudah dalam proses perawatan
dan pemberian asuhan keperawatan dan medis.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan merupakan suatu proses dalam pemberian terapi medis maupun
tindakan asuhan keperawatan dari sistem keperawatan dalam memenuhi
kebutuhan perawatan klien.
b. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis untuk menentukan masalah klien.
Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi keadaan mentabulasi,
menyeleksi, mengklasifikasi data, mengelompokkan, mengkaitkan menentukan
kesenjangan informasi, membandingkan dengan standar, menginterprestasikan serta
akhirnya membuat kesimpulan.
1. Data subyektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai sesuatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian, informasi tersebuttidak dapat ditentukan oleh
perawat secara independen tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi
(Nursalam, 2001)
2. Data obyektif adalah data yang diobservasi dan dapat diukur (Nursalam, 2001).
Data obyektif yang ditemukan pada klien dengan appendicitis adalah : klien
tampak meringis, klien kelihatan gelisah, klien banyak ngorok, kebutuhan
aktivitas kurang, expresi lemah, klien tampak bedrest, klien sering bertanya
tentang penyakitnya, pucat/ sianosis pada bibir.
ANALISA DATA (Doenges, Marilyn, 2000)
NO Tanda dan Gejala Penyebab Masalah
1 DS : Klien mengeluh nyeri Insisi prosedur invasive Nyeri
daerah operasi
DO : Distensi jaringan usus oleh
a. Tampak adanya luka inflamasi
operasi
b. Klien tampak Nyeri
kesakitan/ meringis
c. Gelisah

2 DS : adaya resiko infeksi kronik Resiko infeksi


DO :
a. Nekrosis, gangrene
dan perforasi obstruksi vena dan

b. Adanya perluasan peradangan

pembengkakan

aliran arteri terganggu

resiko infksi
3 DS : pola nafas tidak efektif Akut Ketidakefektifan
DO : pola nafas
Ekspansi paru meningkat
Sekresi mucus meningkat

Terjadi pembengkakan
(infeksi, bakteri, ulcerasi)
4 DS : bersihanjalan nafas Pusat kesadaran Ketidakefektifan
DO : reflek batuk bersihan jalan
nafas
Reflek batuk menurun

Akumulasi saluran
pernafasan
5 DS : klien mengeluh sakit Nyeri pada daerah luka Mobilitas fisik
jika bergerak operasi
DO :
a. keadaan umum lemah
b. ketahanan gerakan Kelemahan
atas menurun

Kesulitan dalam bergerak

Gangguan pergerakan dalam


aktivitas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan yang dapat timbul pada klien dengan Diagnose Medis Post
Operasi Appendicitomy
Menurut NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Edisi 10 (2015-2017)
1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive didaerah operasi, tampak adanyan
luka operasi, klien tampak kesakitan/ meringis, dan gelisah
Definisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang digambarkan
sebagai kerusakan awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi dan diprediksi.
Batasan karakteristik
 Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftarperiksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapkan
 Diaphoresis
 Dilatasi pupil
 Expresi wajah nyeri
 Focus meyempit
 Focus pada diri sendiri
 Keluhan tentang intensitas menggunakan skala nyeri
 Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrument
nyeri
 Perilaku distraksi
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
 Perubahan selera makan
 Sikap melindungi area nyeri
2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka post operasi
dimulai dengan tidak diterapkannya tanda dan gejala yang membuat diagnose actual
Definisi : mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
Factor resiko :
 Penyakit kronis
 Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemanjanan pathogen
 Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
 Ketidak adekuatan pertahanan sekunder
 Vaksinasi tidak adekuat
 Pemajanan terhadap pathogen
 Ligkungan meningkat
 Prosedur invasive
 malnutrisi
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan skunder
terdapat efek anastesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru
Definisi : inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
Batasan karakteristik
 Perubahan kedalaman pernafasan
 Perubahan ekskursi dada
 Mengambil posisi tiga titik
 Bradipneu
 Penurunan tekanan ekspirasi
 Penurunan ventilasi 1 menit
 Penurunan kavasitas vital
 Dipneu
 Peningkatan diameter anterior dan posterior
 Pernafasan cuping hidung
 Ortopneu
 Fase ekspirasi memanjang
 Pernafasa bibir
 Takipneu
 Penggunaan otot aksesorius untuk bernafas
4. Tidak efektifnya bersihanjalan nafas berhubungan dengan akumulasi saluran
pernafasan ditandai denganreflek batuk menurun, pusat kesadaran menurun
Definisi : ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi
dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan
nafas
Batasan karakteristik
 Tidak ada batuk
 Suara nafas tambahan
 Perubahan frekuensi nafas
 Perubahan irama nafas
 Sianosis
 Kesuitan berbicara
 Penurunan buyi nafas
 Dispneu
 Sputum dalam jumlah yang berlebih
 Batuk yang tidak efektif
 Ortopneu
 Gelisah
 Mata terbuka lebar
5. Hambatan mobilitas fisik/ keterbatasan aktivitas berhubungan dengan nyeri pada
daerah luka operasi yang ditandai dengan klien mengeluh sakit jika bergerak, keadaan
umum lemah dan ketahan beraktivitas menurun
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri dan terarah
Batasan karakteristik
 Gerakan lambat
 Ketidaknyamanan
 Penurunan kemampuan melakukan keterampian motorik halus
 Penurunan kemampuan melakukan keterampian motorikkasar
 Kesulitan membolak-balik posisi

C. INTERVENSI
Menurut Aplikasi NANDA NIC-NOC jilid 1 (2015)
1. Nyeri akut
 NOC
o Pain level
o Pain control
o Comfort level
 NIC
Pain management
o Lakukan pengajian nyeri secara komprehensip termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
o Observasi reksi non verbal dari ketidak nyamanan
o Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
o Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
o Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
o Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektipan control nyeri masa lampau
o Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
o Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
o Kurangi faktor yang presipitasi nyeri
o Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan interpersonal )
o Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan nyeri
o Ajarkan tentang teknik non farmakologi
o Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
o Eveluasi keefektifan control nyeri
2. Resiko infeksi
 NOC
o Status imun
o Infection control (control infeksi)
o Risk control
 NIC

Control infeksi

o Bersihkan lingkungan setlah dipakai pasien lain


o Pertahankan teknik isolasi
o Batasi pengunjung bila perlu
o Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
dan setelah berkunjug meninggalkan pasien
o Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
o Cuci tangan setiap sebulum dan sesudah tindakan keperawatan
o Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
o Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
o Berikan terapiantibiotik
o Monitor tanda dan gejala sistemik atau lokasi
o Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Ketidakefektifan pola nafas
 NOC
o Ventilasi
o Airway patency
o Status tanda-tanda vital
 NIC
Airway management
o Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
o Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
o Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
o Pasang mayo bila perlu
o Lakukan fisioterpi dada jikaperlu
o Keluarkan secret dengan batuk atau suction
o Aukultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
o Lakukan suction pada mayo
o Berikan bronkodilator bila perlu
o Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
o Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
o Moitor reispirasi dan status O2
o Monitor tanda-tanda vital
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
 NOC
o Ventilasi
o Airway patency
 NIC
Airway suction
o Pastikan kebutuhan oral/ trakea sctioning
o Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
o Informasikan pada klien dan keluarga tentanng suctioning
o Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan
o Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction
nasotrakeal
o Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
o Monitor status oksigen pasien
o Hentikan suction dan berika oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2

Airway management
o Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
o Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
o Identifikasi pasien perlunya pemasangan ventilasi
o Pasangmayo bila perlu
o Lakukan fisioterpi dada jika perlu
o Keluarkan secret dengan batu atau suction
o Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
o Monitor respirasi dan status O2
5. Hambatan mobilitas
 NOC
o Joint movement : active
o Mobility level
o Self care : ADLs
o Transfer performance
 NIC
Exercise therapy : ambulation
o Monitoring vital sign sebelum/ sesudah latihan dan lihat respon pasien
saat latihan
o Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
o Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
o Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lai tentang teknikambulasi
o Latih pasien dalampemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
o Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuanjika
diperlukan
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membnatu klien dari masalah status yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan criteria hasil yang di harapkan.
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah di catat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ atau perencanaan ini dapat tepat waktu dan
efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas keperawatan, memantau dan mencatat respon pasien
terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan
(Doenges Marilyn E. 2000.rencana Asuhan Keperawatan).
E. EVALUASI
Menurut Aplikasi NANDA NIC-NOC jilid 1 (2015)
1. Nyeri akut
Kriteria hasil
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
2. Resiko infeksi
Kriteria hasil
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalakanaanya
- Menunjukkan kemampuan untuk mecegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
3. Ketidakefektifan pola nafas
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih tidak ada sianosis
dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
- Menunjukkanjalan nafas yangpaten
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih tidak ada sianosis
dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
- Menunjukkanjalan nafas yangpaten
- Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan
nafas.
5. Hambatan mobilitas
Kriteria hasil
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
- Memperagakan penggunaan alat
- Bantu untuk mobilisasi (walker)
DAFTAR PUSTAKA

Anatomi fisiologi : kurikulum berbasis kompetensi untuk keperawatan dan kebidanan/ penulis,
H. Syaifuddin : editor, Monica Ester.- ed. 4.-Jakarta : EGC, 2011

Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis, Nanada NIC NOC.Media


Action.Edisi revisi. Jilid 3. Jakarta. 2015

Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis, Nanada NIC NOC.Media


Action.Edisi revisi. Jilid 1. Jakarta. 2015

At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3, Pierce A. Grace & Neil R. Borley: Erlangga

Buku Ajar Patofisiologi/editor Jennifer P. Kowalak, Williem Welsh, Brenna Mayer, Alih Bahasa
Andi Hartono. Editor Edisi Bahasa Indonesia Renata Komalasari, AnastasiaOnny
Tampubulon, Monica Ester: -Jakarta: EGC, 2011

KTI Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan medis Apendicitis, 2007/2008

Anda mungkin juga menyukai