Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Pembimbing:
dr.Eman Sulaiman, Sp. THT-KL

Disusun Oleh:
Wildan Baiti Al-anwari
2014730099

KEPANITERAAN KLINIK THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang
berjudul Otitis Media Supuratif Kronis.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada dr. Eman Sulaiman Sp.THT-
KL, selaku konsultan dibagian THT di RSUD Sayang Cianjur dan rekan-rekan yang
telah membantu penulis dalam pembuatan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan guna perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para
pembaca.

Cianjur, 20 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

BAB II KASUS ................................................................................................. 2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11

III.1. Anatomi Telinga Tengah .................................................................... 11

III.2. Definisi................................................................................................ 13

III.3. Epidemiologi ....................................................................................... 13

III.4. Klasifikasi ........................................................................................... 14

III.5. Patogenesis.......................................................................................... 16

III.6. Faktor Risiko....................................................................................... 17

III.7. Gejala Klinis. ...................................................................................... 19

III.8. Diagnosis ............................................................................................ 21

III.9. Penatalaksanaan .................................................................................. 22

III.10. Komplikasi .......................................................................................... 27

III.11. Prognosis ............................................................................................. 28

BAB IV ANALISIS KASUS ............................................................................ 29

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Sejak tahun 1951, World Health Organization (WHO) melalui Resolusi


World Health Assembly (Majelis Kesehatan Dunia), telah menyadari bahwa
gangguan pendengaran merupakan hambatan serius bagi tumbuh kembang anak.
WHO selanjutnya mendesak negara-negara anggota untuk mengembangkan
rencana nasional masing-masing. Sound of Hearing merupakan inisiatif global
WHO untuk mencegah dan mengurangi gangguan pendengaran. Sound of Hearing
2030 bertujuan mencegah terjadinya gangguan pendengaran sebesar 50% pada
2015 dan 90% pada 2030.1

Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukan bahwa penduduk Indonesia usia 5


tahun ke atas 2,6% mengalami gangguan pendengaran, 0,09% mengalami ketulian,
18,8% ada sumbatan serumen, dan 2,4% ada sekret di liang telinga. Data tersebut
menunjukkan bahwa gangguan pendengaran masih menjadi permasalahan
kesehatan masyarakat. Prioritas program pencegahan ketulian di Indonesia
difokuskan pada penyakit yang dapat dicegah, yaitu tuli kongenital, sumbatan
serumen, Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau congek, gangguan
pendengaran akibat bising (GPAB), dan Presbikusis (gangguan pendenganaran
seiring bertambahnya usia).1

Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia
adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa
negara lain. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan
(morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6%
dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan
pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara
2,1-5,2%.2

1
BAB II
KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. A.M.A
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 9 Tahun
Alamat : cimacan Cianjur
No. RM : 90.62.xx
Tanggal Berobat : 14 oktober 2019

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Keluar cairan dari kedua telinga sejak 1 tahun yang lalu SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang dengan keluhan keluar cairan dari kedua telinga sejak 1 tahun
yang lalu SMRS. Cairan berwarna kehijauan, tidak terlalu kental, tidak
berbau, dan keluar setiap hari. Keluhan dirasakan berulang selama 1
tahun. Orangtua pasien mengatakan pendengaran anak sepertinya
menurun karena bila dipanggil harus berulang kali atau harus lebih
keras. Orangtua pasien mengatakan terkadang anak juga mengeluhkan
nyeri pada kedua telinganya. Orangtua pasien juga mengatakan 1 bulan
yang lalu ada demam dan diberi obat penurun panas. Saat ini pasien
terdapat batuk dan pilek sejak 3 hari yang lalu. Os juga mengeluhkan
Riwayat kemasukan benda asing dan riwayat trauma pada telinga
disangkal. Riwayat sakit telinga sebelumnya disangkal. Tidak ada
riwayat alergi, pasien lahir normal, dan imunisasi lengkap sesuai usia.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit telinga sebelumnya disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga/ :
Keluhan yang sama disangkal, Hipertensi disangkal, DM disangkal

2
5. Riwayat Alergi :
Alergi makanan dan obat disangkal
6. Riwayat Pengobatan :
Sebelumnya berobat di puskesmas diberi tetes telinga namun belum ada
perbaikan dan konsumsi obat penurun panas

C. Pemeriksaan Fisik
– Keadaan umum : Sakit sedang
– Kesadaran : Compos Mentis
– Berat Badan : 127 kg
Tanda Vital
– Tekanan Darah :-
– Pernafasan : 23x/menit
– Nadi : 88x/menit
– Suhu : 36,6oC

Status Generalis

– Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam, tidak mudah rontok


– Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
– Telinga : Lihat status lokalis
– Hidung : Lihat status lokalis
– Mulut : Sianosis (-/-), Stomatitis (-/-), mukosa lembab (+/+)
– Tenggorokan : Lihat status lokalis
– Leher : Trakea berada di tengah, pembesara KGB (-)
– Thorax
a. Inspeksi : Permukaan dada simetris
b. Palpasi : Vocal fremitus (+/+)
c. Perkusi : Bunyi sonor di kedua lapang paru (+/+)
d. Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
– Jantung

3
a. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5
c. Perkusi : redup (+)
d. Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
– Abdomen
a. Inspeksi : Distensi abdomen (-), permukaan datar
b. Palpasi : Hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri tekan (-)
c. Perkusi : Bunyi timpani pada setiap kuadran abdomen
d. Auskultasi : bising usus 8x/menit
– Ekstremitas
a. Superior : akral hangat, edema (-), deformitas (-)
b. Inferior : akral hangat , edema (-), deformitas (-)
D. Status lokalis THT
1. TELINGA

AD AS

Kelainan kongenital (-), Aurikula Kelainan kongenital (-),


hiperemis (-), tumor (-), hiperemis (-), tumor (-),
abses (-), fistula (-), nyeri abses (-), fistula (-), nyeri
tekan tragus (-) tekan tragus (-)

Kelainan kongenital (-), Preaurikula Kelainan kongenital (-),


hiperemis (-), nyeri tekan (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-),
trauma (-), edema (-), abses trauma (-), edema (-), abses
(-), tumor (-), fistula (-) (-), tumor (-), fistula (-)

Edema (-), hiperemis (-), Retroaurikula Edema (-), hiperemis (-),


nyeri tekan (-), fistula (-), nyeri tekan (-), fistula (-),
abses (-), tumor (-), nyeri abses (-), tumor (-), nyeri
tekan (-) tekan (-)

4
mukosa tenang (+), sekret mukosa tenang (+), sekret
mukoid (+), serumen (-), mukoid (+), serumen (-),
KAE
benda asing (-), massa (-), benda asing (-), massa (-),
laserasi (-) hiperemis (-) laserasi (-) hiperemis (+)

Membran timpani Membran Membran timpani


perforasi, reflek cahaya (-) perforasi, reflek cahaya (-)

timpani

Negatif Uji Rinne Negatif

Lateralisasi tidak ada Uji Weber Lateralisasi tidak ada

memanjang Uji Schwabach Memanjang

Interpretasi : Tuli konduktif sinistra

2. HIDUNG
a. Rinoskopi Anterior
Rinoskopi
Dekstra Sinistra
Anterior
livid Mukosa Livid

(+) Sekret (+)


Eutrofi, hiperemis (+) Konka inferior Eutrofi, hiperemis (+)
Deviasi (-). Dislokasi (-) Septum Deviasi (-), dislokasi (-)
(-) Massa (-)
(+) Passase udara (+)

b. Sinus Paranasal
- Inspeksi : Edema (-), hiperemis (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-)

c. Tes Penciuman

5
- Kanan : 10 cm dengan kopi
- Kiri : 10 cm dengan kopi
- Kesan : Normosmia
d. Transiluminasi
- Sinus maksilaris : Tidak dilakukan
- Sinus frontalis : Tidak dilakukan
3. Kesan : Tidak dilakukan
4. TENGGOROK
a. Nasofaring

Nasofaring (Rinoskopi Posterior)


Konka superior
Torus tubarius
Tidak dilakukan
Fossa Rossenmuller
Plika salfingofaringeal

b. Orofaring
Pemeriksaan
Dekstra Orofaring Sinistra
Mulut
Tenang (+) Mukosa mulut Tenang (+)
Bersih (+), basah (+) Lidah Bersih (+), basah (+)
Tenang (+), simteris (+) Palatum molle Tenang (+), simetris (+)
Caries (-), ulkus (-) Gigi geligi Caries (-), ulkus (-)
Di tengah Uvula Di tengah
Tonsil
Tenang Mukosa Tenang

T1 T1
Hiperemis (-), Hiperemis (-),
permukaan licin permukaan licin

Tidak melebar Kripta Tidak melebar

6
(-) Detritus (-)
(-) Perlengketan (-)
Faring
Tenang Mukosa Tenang
(-) Granula (-)
(+) Post nasal drip (+)

Tes Pengecapan
Manis (+) (<2detik)
Asin (+) (<2detik)
Asam (+) (<2detik)
Pahit (+) (<2detik)

c. Laringofaring

Laringofaring (Laringoskopi Indirect)


Epiglotis
Plika ariepiglotika
Plika ventrikularis Tidak dilakukan
Plika vokalis
Rima glotis

5. MAKSILOFASIAL

Dekstra Nervus Sinistra

I. Olfaktorius
(+) (+)
Penciuman
II. Optikus
(+)  Daya penglihatan (+)
 Refleks pupil
(+) III. Okulomotorius (+)

7
 Membuka kelopak mata
 Gerakan bola mata ke superior
 Gerakan bola mata ke inferior
 Gerakan bola mata ke medial
 Gerakan bola mata ke laterosuperior
IV. Troklearis
(+) (+)
Gerakan bola mata ke lateroinferior
V. Trigeminal
 Tes sensoris
(+) – Cabang oftalmikus (V1) (+)
– Cabang maksila (V2)
– Cabang mandibula (V3)
VI. Abdusen
(+) (+)
Gerakan bola mata ke lateral
VII. Fasial
 Mengangkat alis
(+)  Kerutan dahi (+)
 Menunjukkan gigi
 Daya kecap lidah 2/3 anterior
VIII. Akustikus
(+) (+)
Tes garpu tala
IX. Glossofaringeal
(+)  Refleks muntah (+)
 Daya kecap lidah 1/3 posterior
X. Vagus
 Refleks muntah dan menelan
(+) (+)
 Deviasi uvula
 Pergerakan palatum
XI. Assesorius
(+)  Memalingkan kepala (+)
 Kekuatan bahu

8
XII. Hipoglossus
(+)  Tremor lidah (+)
 Deviasi lidah

6. LEHER
Dekstra Pemeriksaan Sinistra

Pembesaran (-) Tiroid Pembesaran (-)


Pembesaran (-) Kelenjar submental Pembesaran (-)
Pembesaran (-) Kelenjar submandibula Pembesaran (-)
Kelenjar jugularis
Pembesaran (-) Pembesaran (-)
superior
Pembesaran (-) Kelenjar jugularis media Pembesaran (-)
Kelenjar jugularis
Pembesaran (-) Pembesaran (-)
inferior
Pembesaran (-) Kelenjar suprasternal Pembesaran (-)
Kelenjar
Pembesaran (-) Pembesaran (-)
supraklavikularis

E. Resume

Os keluar cairan dari kedua telinga sejak 1 tahun yang lalu. Sekret
dengan tipe mukoid, tidak berbau, dan terus menerus. Keluhan disertai
batuk, pilek serta demam. Keluhan dirasakan berulang selama 1 tahun ini.
Orangtua pasien mengatakan anak mengalami penurunan pendengaran. Os
juga mengeluh hidung tersumbat sejak 8 bulan hingga mengganggu sekolah
dan kegiatannya sehari hari Pemeriksaan fisik: MT perforasi +/+, reflek
cahaya -/-, KAE sekret mukoid +/+, pada pemeriksaan rinoskopi anterior:
mukosa livid +/+, sekret +/+, konka hiperemis +/+.

9
F. Pemeriksaan penunjang
- Audiometri
- Kultur spesimen
- Radiologi
- CT scan
- Nasoendoskopi
G. Diagnosis Banding
– Otitis media supuratif kronik tipe benigna AD
– Otitis media supuratif kronik tipe maligna AD
– Rhinosinusitis
H. DiagnosaKerja

Otitis media supuratif kronik tipe benigna AD

I. Pengelolaan dan terapi


– Larutan H202 3% 1 dd 3 gtt ADS
– Akilen 2 x 4 gtt ADS
– Cetirizine syrup 1 x 1 cth.
– Ambroxol syrup 3x1 cth.
J. Prognosis
– Quo ad vitam : ad bonam
– Qua ad functionam : dubia ad bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus


mastoideus, dan tuba eustachius.3

1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang
vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan
ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap
liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan
membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani berbentuk
kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang
dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya ( cone of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :
a. Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang
tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada
sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida
dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
 Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
 Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).

11
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari membran
timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan
nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani cabang dari nervus
glossofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri
timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang
dari arteri aurikula posterior.
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15
mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6
dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot
stapedius (muskulus stapedius).
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.
3. Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah
ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.3
4. Tuba eustachius.
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani
dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke

12
bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah
17,5 mm.3
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

III.2. Definisi

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek”
adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang
telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga
(otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
serous, mukous, atau purulen.
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi
otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa
faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat
diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh
pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.
III.3. Epidemiologi

Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK

13
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan
orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban
dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik
Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi
yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek
merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada
negara yang sedang berkembang.4
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di
antaranya (39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan. Secara
umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi
tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh
Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga,
Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi
morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar
38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.4 Data poliklinik
THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK
merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.4
III.4. Klasifikasi

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :4


a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa
saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya
perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan
keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama
patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap
infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping
itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta
migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini.

14
Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari
mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini
letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida.
Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi
tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega,
berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling
sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal
sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang
dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumor
necrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat menstimulasi
sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat hiperproliferatif, destruktif,
dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak
organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses
nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:4


1. Kongenital
2. Didapat.
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:
 Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani
pada daerah atik atau pars flasida.
 Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori

15
migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi
infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia).

III.5. Patogenesis.

OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan
dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya anak mendapat
infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda dengan dewasa
dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi
infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa
Otitis Media Akut (OMA).1,3 Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem
mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam
menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang
pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika
lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan
granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya.4

Sembuh/ normal

Fgs.tuba tetap terganggu, Infeksi


Tekanan
(-)
Gangguan negatif efusi OME
tuba
telinga tengah Tuba tetap terganggu
Perubahan tekanan tiba-
tiba
+ ada infeksi
Alergi
Infeksi
Otitis Media Akut
Sumbatan : Sekret
Tampon (OMA)

Tumor

16
Sembuh sempurna Otitis Media Supuratif Otitis media Efusi
Kronik
(OMSK) (OME)

OMSK tipe benigna OMSK tipe maligna

Gambar 3.2 Patogenesis Otitis Media5

III.6. Faktor Risiko

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah melalui tuba
eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan sindrom down. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK
yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK
yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral, seperti
hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat timbul sebagai
infeksi telinga kronis.

Faktor-faktor risiko OMSK antara lain: 4


1. Lingkungan.
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi, dimana
kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah
hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet,
dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik.
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

17
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronis.
4. Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh
campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap
standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah
Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus
aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan
kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada
umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
5. Infeksi saluran nafas atas.
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun.
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar
terhadap otitis media kronis.
7. Alergi.
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita
yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya,
namun hal ini belum terbukti kebenarannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat
oleh edema.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap


pada OMSK :

18
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.

III.7. Gejala Klinis.

1. Telinga berair (otorea)4


Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah
yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra
ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena
putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak
sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

19
4

3. Otalgia (nyeri telinga)


Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat
hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh
adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.4

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo
dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan
labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula
perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan
pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.4

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :4


a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

20
III.8. Diagnosis

Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:4


1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih
banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada
tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur
darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau
telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur

21
berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan
untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki
nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak
sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang
berada di daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang
sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan
memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada
atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada
kanalis semisirkularis horizontal.
5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya
infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang
ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada
OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp.
Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie
dan H. influenza.
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah
pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan
ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih
sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.
III.9. Penatalaksanaan

Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan


penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -
obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.4

22
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat
dibagi atas: konservatif dan operasi4
A. Otitis media supuratif kronik benigna
a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang
dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
b) Otitis media supuratif kronik benigna aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang
baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap
hari sampai telinga kering.
b) Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik.
Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat
mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada
kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric
dengan iodine.
c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi
adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan

23
mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat
dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang
dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak
diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya
bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh
Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotika :4
a. Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak progresif lagi
diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi
dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik
dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan
telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.
b. Antibiotik sistemik.
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus
disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.

24
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian
dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan
beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan
ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan
seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat bakterisid.
Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu
atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
B. Otitis media supuratif kronik maligna.
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada
beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :4
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

25
26
III.10. Komplikasi

Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :4


A. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B. Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Cara penyebaran infeksi :
1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.

27
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3
macam lintasan :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian
tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya
infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura
sangat resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih
melekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang
subdura yang berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan
permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke
jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke
ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah vaskular subkortek.4

III.11. Prognosis

Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan


kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh
gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun
hasilnya tidak sempurna.
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak
ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena
telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.4

28
BAB IV
ANALISIS KASUS

Definisi otitis media supuratif kronik (OMSK) menurut WHO adalah


adanya otorea yang menetap atau rekuren selama lebih dari 2 minggu dengan
perforasi membran timpani. Berdasarkan ICD-10, diagnosis OMSK ditegakkan jika
terdapat perforasi membran timpani disertai pengeluaran sekret terjadi selama
minimal dalam 6 minggu dimana sekret yang keluar dari telinga tengah ke telinga
luar dapat berlangsung terus-menerus atau hilang timbul. Menurut Buku THT FKUI
edisi keenam, Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah infeksi kronis di
telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari
telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul yang berlangsung lebih dari 3
bulan. Jadi, karena pasien menunjukkan manifestasi klinis otorea yaitu telinga
mengeluarkan cairan sejak 1 tahun lalu serta ditemukannya perforasi membran
timpani pada telinga kiri, maka pasien dapat didiagnosis menderita Otitis Media
Supuratif Kronik.

Pasien menderita OMSK tipe benigna karena telinga mengeluarkan sekret


secara intermiten dan ditemukannya membran timpani yang mengalami perforasi
sentral tanpa terbentuknya kolesteatoma, jaringan granulasi, destruksi ke tulang
ataupun adanya komplikasi lain.

Dalam otitis media pendengaran biasanya berkurang akibat tuli konduktif


yang berkisar antara 20-50 dB. Pemeriksaan fungsi pendengaran biasanya
dilakukan untuk mengetahui jenis ketulian dan derajat ketulian pasien serta untuk
mengevaluasi kondisi pasien apakah sudah mengalami perbaikan atau belum.
Timpanometri biasanya dilakukan bersama dengan audiometri. Dalam otitis media
juga dapat dilakukan pneumotoskopi untuk mengetahui pergerakan membran
timpani, apakah ada kekakuan atau tidak. Jika membran timpani sudah mengalami
perforasi sekecil apapun, pemberian angin terhadap membran timpani tidak akan
membuatnya bergerak.

29
Anjuran pemeriksaan fungsi pendengaran dalam kasus ini adalah
pemeriksaan Rinne, Weber, dan Swabach, audiometri, Pada pemeriksaan Rinne
diharapkan negatif agar sesuai dengan keadaan tuli konduktif. Pada pemeriksaan
Weber jika terdapat lateralisasi ke satu telinga berarti ada perbedaan derajat ketulian
antara telinga kanan dan kiri. Pada pemeriksaan Swabach diharapkan hasilnya
memanjang untuk menunjang adanya tuli konduktif. Tuli konduktif pada pasien
diakibatkan oleh adanya cairan atau pus dalam telinga tengah yang menyebabkan
gangguan pergerakan tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes)
sehingga konduksi suara menjadi terhambat.

Untuk menentukan jenis bakteri yang menjadi penyebab infeksi pada pasien
dibutuhkan pemeriksaan kultur spesimen. Lagipula kultur juga berguna untuk
memilih jenis antibiotik yang spesifik untuk melawan bakteri penyebabnya.

Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah terapi konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret keluar secara terus menerus larutan H202 3% diberikan
untuk 3-5 hari. Nanti setelah sekret berkurang diberikan tetes telinga yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Karena obat tetes telinga banyak yang
memiliki efek samping ototoksik, maka tetes telinga dianjurkan hanya dipakai 1
atau 2 minggu dan pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral dapat diberikan
antibiotika Ampicilin atau Eritromisin bila pasien alergi terhadap Penicillin. Jika
dicurigai resisten maka diberikan ampicilin asam klavulanat. Namun cara
pemilihan antibiotika yang paling baik ialah berdasarkan kultur kuman penyebab
dan uji resistensi. Bila sekret telah kering namun perforasi menetap setelah
observasi selama 2 bulan maka sebaiknya dilakukan miringoplasti atau
timpanoplasti dengan tujuan menghentikan infeksi dan memperbaiki membran
timpani yang ruptur sehingga fungsi pendengaran membaik dan komplikasi tidak
terjadi.

OMSK tipe benign OMSK tipe maligna


Keluar cairan + +

30
Sekret mukoid + -

Cairan tidak berbau + -

> 2 bulan + +

Riw. Infeksi saluran


+ +
pernapas atas

Membran timpani
+ +
perforasi

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. TELINGA SEHAT INVESTASI MASA


DEPAN [Internet]. 2018 [cited 2019 Jul 8]. Available from:
http://www.depkes.go.id/article/print/18030500002/telinga-sehat-investasi-
masa-depan.html

2. Oktaria D, Nasution SD, Kedokteran F, Lampung U. [ LAPORAN KASUS


] Laki-Laki 28 Tahun dengan Otitis Media Supuratif Kronis Maligna dan
Parese Nervus Fasialis Perifer A 28 Years Old Man with Chronic Supurative
Otitis Media Maligna and Facial Nerve Paralysis Perifer. Vol. 4. 2017. p. 66–
70.

3. Moore KL. Clinically Oriented Anatomy. ed 7. Philadelphia: Lippincott


William & Wilkins; 2014.

4. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. In: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Tenggorokan Kepala dan Leher. ed 7. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2017. p. 62.

32

Anda mungkin juga menyukai