PENDAHULUAN
1
pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas,
yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk mewujudkan cita-
cita bangsanya (BSNP, 2010).
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
nasional, pengembangan kecakapan abad 21 atau karakter nasional serta
pemanfaatan teknologi dalam kelas.
2. Masukkan unsur Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking)
Teknologi dalam hal ini khususnya internet akan sangat memudahkan
siswa untuk memperoleh informasi dan jawaban dari persoalan yang
disampaikan oleh guru. Untuk permasalahan yang bersifat pengetahuan dan
pemahaman bisa dicari solusinya dengan sangat mudah da nada kecenderungan
bahwa siswa hanya menjadi pengumpul informasi. Guru harus mampu
memberikan tugas di tingkat aplikasi, analisa, evaluasi dan kreasi, hal ini akan
mendorong siswa untuk berpikir kritis dan membaca informasi yang mereka
kumpulkan sebelum menyelasikan tugas dari guru.
3. Penerapan pola pendekatan dan model pembelajaran yang bervariasi
Beberapa pendekatan pembelajaran seperti pembelajaran berbasis proyek
(Project Based Learning), pembelajaran berbasis keingintahuan (Inquiry Based
Learning) serta model pembelajaran silang (jigsaw) maupun model kelas
terbalik (Flipped Classroom) dapat diterapkan oleh guru untuk memperkaya
pengalaman belajar siswa (Learning Experience). Satu hal yang perlu dipahami
bahwa siswa harus mengerti dan memahami hubungan antara ilmu yang
dipelajari di sekolah dengan kehidupan nyata, siswa harus mampu menerapkan
ilmunya untuk mencari solusi permasalahan dalam kehidupan nyata. Hal ini
yang membuat Indonesia mendapatkan peringkat rendah (64 dari 65 negara)
dari nilai PISA di tahun 2012, siswa Indonesia tidak biasa menghubungkan
ilmu dengan permasalahan riil kehidupan.
4. Integrasi Teknologi
Sekolah dimana siswa dan guru mempunyai akses teknologi yang baik
harus mampu memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran, siswa harus
terbiasa bekerja dengan teknologi seperti layaknya orang yang bekerja.
Seringkali guru mengeluhkan mengenai fasilitas teknologi yang belum mereka
miliki, satu hal saja bahwa pengembangan pembelajaran abad 21 bisa dilakukan
4
tanpa unsur teknologi, yang terpenting adalah guru yang baik yang bisa
mengembangkan proses pembelajaran yang aktif dan kolaboratif, namun tentu
saja guru harus berusaha untuk menguasai teknologinya terlebih dahulu.Hal
yang paling mendasar yang harus diingat bahwasannya teknologi tidak akan
menjadi alat bantu yang baik dan kuat apabila pola pembelajarannya masih
tradisional.
5
nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna, siswa
perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya.
Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan bagaimana
menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil
peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.
3. Learning should have context
Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak
terhadap kehidupan siswa di luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran
perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru mengembangkan
metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata
(real word). Guru membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna dan
keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja siswa yang
dikaitkan dengan dunia nyata.
4. Schools should be integrated with society
Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang
bertanggung jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk
terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan
pengabdian masyarakat, dimana siswa dapat belajar mengambil peran dan
melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan
dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti:
program kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu,
siswa perlu diajak pula mengunjungi panti-panti asuhan untuk melatih
kepekaan empati dan kepedulian sosialnya.
6
maupun karir di masyarakat. Oleh sebab itu, maka peserta didik harus
dipersiapkankan untuk memiliki kualitas karakter yang sesuai dengan tuntutan
kecakapan Abad 21 sebagai berikut:
a. Iman & taqwa;
Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.” Oleh sebab itu, maka pengembangan
karakter iman dan dan taqwa menjadi tuntutan utama dalam proses pendidikan.
b. Cinta tanah air
Memiliki rasa cinta tanah air yaitu rasa kebanggaan, rasa memiliki, rasa
menghargai, rasa menghormati dan loyalitas pada negara tempat ia tinggal yang
tercermin dari perilaku membela tanah airnya, menjaga dan melindungi tanah
airnya, rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negaranya, mencintai adat
atau budaya yang ada dinegaranya dengan melestarikannya dan melestarikan alam
dan lingkungan. (self patriotism)
c. Rasa ingin tahu
Mampu meningkatkan kualitas dirinya melalui berbagai aktivitas dan pekerjaan
yang dilakukan sehari-hari dengan penuh rasa ingin tahu untuk meningkatkan
kualitas dirinya (personal productivity and curiosities).
d. Inisiatif
Memiliki sejumlah keahlian dasar yang diperlukan untuk menjalankan fungsi
sebagai mahluk individu dan mahluk sosial yang dapat menginisiasi orang lain
untuk berbuat kebaikan (initiative skills).
7
e. Gigih
Memiliki sikap bertanggung jawab terhadap seluruh perbuatan yang dilakukan
sebagai seorang individu mandiri (personal responsibility), serta menghargai dan
menjunjung tinggi pelaksanaan etika dalam menjalankan kehidupan sosial bersama
(ethics).
f. Kemampuan Beradaptasi
Memiliki kemampuan dalam beradaptasi dan beradopsi dengan berbagai
perubahan yang terjadi sejalan dengan dinamika kehidupan (adaptability).
8
c) Melakukan penilaian dan menentukan keputusan secara efektif dalam mengolah
data dan menggunakan argumen.
d) Menguji hasil dan membangun koneksi antara informasi dan argumen.
e) Mengolah dan menginterpretasi informasi yang diperoleh melalui simpulan
awal dan mengujinya lewat analisis terbaik.
f) Membuat solusi dari berbagai permasalahan non-rutin, baik dengan cara yang
umum, maupun dengan caranya sendiri.
g) Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha menyelesaikan
permasalahan
h) Menyusun dan mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan suatu
masalah.
9
g) Selain itu dalam komunikasi lisan diperlukan juga sikap untuk dapat
mendengarkan, dan menghargai pendapat orang lain, selain pengetahuan terkait
konten dan konteks pembicaraan.
h) Menggunakan alur pikir yang logis, terstruktur sesuai dengan kaidah yang
berlaku.
i) Dalam Abad 21 komunikasi tidak terbatas hanya pada satu bahasa, tetapi
kemungkinan multi-bahasa.
D. Kolaborasi (Collaboration)
Kolaborasi dalam proses pembelajaran merupakan suatu bentuk kerjasama
dengan satu sama lain saling membantu dan melengkapi untuk melakukan tugas-
tugas tertentu agar diperoleh suatu tujuan yang telah ditentukan.
10
Kecakapan terkait dengan kolaborasi dalam pembelajaran antara lain sebagai
berikut.
a) Memiliki kemampuan dalam kerjasama berkelompok.
b) Beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab, bekerja secara
produktif dengan yang lain.
c) Memiliki empati dan menghormati perspektif berbeda.
d) Mampu berkompromi dengan anggota yang lain dalam kelompok demi
tercapainya tujuan yangbtelah ditetapkan.
11
para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai
cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah
topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep
“Pendidikan Berbasis Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK). SMK sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan
untuk bekerja di dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta didiknya
dengan “kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja pada bidang
masing-masing. Dengan pembelajaran “berbasis produksi” peserta didik di SMK
diperkenalkan dengan suasana dan makna kerja yang sesungguhnya di dunia kerja.
12
mempelajari suatu gejala. Pembelajaran dengan pendekatan IBL selalu
mengusahakan agar siswa selalu aktif secara mental maupun fisik. Materi yang
disajikan guru bukan begitu saja diberitahukan dan diterima oleh siswa, tetapi
siswa diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai
pengalaman dalam rangka “menemukan sendiri” konsep-konsep yang
direncanakan oleh guru.
Inquiry based learning adalah sebuah teknik mengajar di mana guru melibatkan
siswa di dalam proses belajar melalui penggunaan cara-cara bertanya, aktivitas
problem solving, dan berpikir kritis. Hal ini akan memerlukan banyak waktu
dalam 9 persiapannya. Inquiry based learning biasanya berupa kerja kolaboratif.
Kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok diberi sebuah
pertanyaan atau permasalahan yang akan mengarahkan semua anggota kelompok
bekerja bersama mengembangkan proyek berdasarkan pertanyaan tersebut untuk
menemukan jawabannya. Karena inquiry-based learning berbasis pertanyaan,
maka guru harus menyiapkan pertanyaan yang bersifat terbuka sehingga siswa
dapat mengembangkan pikirannya. Siswa harus diberi kesempatan untuk mencoba
menemukan sendiri konsep yang diajarkan. Lebih dari itu, jika siswa juga diberi
kesempatan untuk mengukur kemajuan belajarnya sendiri, maka hal ini akan
membantu mereka belajar.
13
tidak terstruktur dengan baik. Dua definisi di atas mengandung arti bahwa PBL
atau PBM merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu
permasalahan sehari-hari.
Berdasarkan pendapat pakar-pakar tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
PROBLEM BASED LEARNING (PBL) merupakan metode pembelajaran yang
mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok
untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah
digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari
suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis,
serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber
pembelajaran.
Sehingga dapat diartikan bahwa PBL adalah proses pembelajaran yang titik
awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah
ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga
dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.
Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam
penerapan PBL. PBL merupakan satu proses pembelajaran di mana masalah
merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut. Dengan demikian,
masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu
yang dapat menyokong keilmuannya.
PBL berlangsung dalam enam fase, yaitu:
Fase 1: Pengajuan permasalahan. Soal yang diajukan seperti dinyatakan
sebelumnya harus tidak terstrktur dengan baik, dalam arti untuk penyelesaiannya
diperlukan infoemasi atau data lebih lanjut, memungkinkan banyak cara atau
jawaban, dan cukup luas kandungan materinya.
14
Fase 2: Apa yang diketahui diketahui dari permasalahan? Dalam fase ini setiap
anggota akan melihat permasalahan dari segi pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya. Kelompok akan mendiskusikan dan menyepakati batasan-batasan
mengenai permasalahan tersebut, serta memilah-memilah isu-isu dan aspek-aspek
yang cukup beralasan untuk diselidiki lebih lanjut. Analisis awal ini harus
menghasilkan titik awal untuk penyelidikan dan dapat direvisi apabila suatu
asumsi dipertanyakan atau informasi baru muncul kepermukaan.
Fase 3: Apa yang tidak diketahui dari permasalahan? Disini anggota kelompok
akan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan atau isu-isu pembelajaran yang harus
dijawab untuk menjelas permasalahan. Dalam fase ini, anggota kelompok akan
mengurai permasalahan menjadi komponen-komponen, mendiskusikan
implikasinya, mengajukan berbagai penjelasan atau solusi, dan mengembangkan
hipotesis kerja. Kegiatan ini seperti fase “brainstorming” dengan evaluasi;
penjelasan atau solusi dicatat. Kelompok perlu merumuskan tujuan pembelajaran,
menentukan informasi yang dibutuhkan, dan bagaimana informasi ini diperoleh.
Fase 4: Alternatif Pemecahan. Dalam fase ini anggota kelompok akan
mendiskusikan, mengevaluasi, dan mengorganisir hipotesis dan mengubah
hipotesis. Kelompok akan membuat daftar “Apa yang harus dilakukan?” yang
mengarah kepada sumberdaya yang dibutuhkan, orang yang akan dihubungi,
artikel yang akan dibaca, dan tindakan yang perlu dilakukan oleh para anggota.
Dalam fase ini anggota kelompok akan menentukan dan mengalokasikan tugas-
tugas, mengembangkan rencana untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Informasi tersebut dapat berasal dari dalam kelas, bahan bacaan, buku pelajaran,
perpustakaan, perusahaan, video, dan dari seorang pakar tertentu. Bila ada
informasi baru, kelompok perlu menganalisa dan mengevaluasi reliabilitas dan
kegunaannya untuk penyelesaian permasalahan yang sedang dihadapi.
15
Fase 5: Laporan dan Presentasi Hasil. Pada fase ini, setiap kelompok akan
menulis laporan hasil kerja kelompoknya. Laporan ini memuat hasil kerja
kelompok dalam fase-fase sebelumnya diikuti dengan alasan mengapa suatu
alternatif dipilih dan uraian tentang alternatif tersebut. Pada bagian akhir setiap
kelompok menjelaskan konsep yang terkandung dalam permasalahan yang
diajukan dan penyelesaian yang mereka ajukan. Misalnya, rumus apa yang
mereka gunakan. Laporan ini kemudian dipresentasikan dan didiskusikan
dihadapan semua siswa.
Fase 6: Pengembangan Materi. Dalam fase ini guru akan mengembangkan
materi yang akan dipelajari lebih lanjut dan mendalam dan memfasilitasi
pembelajaran berdasarkan konsep-konsep yang diajukan oleh setiap kelompok
dalam laporannya.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk mengerti pola pembelajaran yang berpusat pada siswa maka kita bisa
kembali kepada slogan pendidikan kita yang tercantum dalam logo kementerian
pendidikan dan kebudayaan dan merupakan pesan dari Bapak Pendidikan Bangsa, Ki
Hajar Dewantara, yaitu Tut Wuri Handayani. Guru berperan sebagai pendorong dan
fasilitator agar siswa bisa sukses dalam kehidupan. Satu hal lain yang penting yaitu
guru akan menjadi contoh pembelajar (learner model), guru harus mengikuti
perkembangan ilmu terakhir sehingga sebetulnay dalam seluruh proses pembelajaran
ini guru dan siswa akan belajar bersama namun guru mempunyai tugas untuk
mengarahkan dan mengelola kelas.
4 prinsip pokok pembelajaran abad ke 21 yang dijelaskan dan dikembangkan
seperti berikut ini:
1. Instruction should be student-centered
2. Education should be collaborative
3. Learning should have context
4. Schools should be integrated with society
Pada abad 21 ini kita dituntut untuk memiliki kompetensi kecakapan yang
terdiri dari:
1. Kecakapan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah
2. Kecakapan Berkomunikasi (Communication Skills)
3. Kreativitas dan Inovasi
4. Kolaborasi (Collaboration)
Oleh karena itu guru harus mampu mengkombinasikan antara target yang
diminta dalam kurikulum nasional, pengembangan kecakapan abad 21 atau karakter
nasional serta pemanfaatan teknologi dalam kelas untuk menciptakan generasi muda
yang lebih baik.
17
DAFTAR PUSTAKA
18