Anda di halaman 1dari 16

BUPATI BUTON SELATAN

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON SELATAN


NOMOR : TAHUN 2019

TENTANG

RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN PADA PUSAT KESEHATAN


MASYARAKAT DAN JARINGANNYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BUTON SELATAN,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat


dalam bidang pelayanan kesehatan pada Pusat Kesehatan
Masyarakat dan Jaringannya di wilayah Kabupaten Buton
Selatan serta membutuhkan peran serta masyarakat, maka
menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah dan
Masyarakat;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a membutuhkan biaya
serta untuk memberikan kepastian hukum kepada Pusat
Kesehatan Masyarakat dan Jaringannya di wilayah
Kabupaten Buton Selatan, dipandang perlu menetapkan tarif
Pelayanan Kesehatan;
c. bahwa Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Retribusi Pelayanan Kesehatan sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan dan kebutuhan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat di Pusat Kesehatan Masyarakat dan
Jaringannya, sehingga dipandang perlu untuk ditinjau
kembali;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan
pada Pusat Kesehatan Masyarakat dan Jaringannya;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5049);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang
Pembentukan Kabupaten Buton Selatan di Provinsi Sulawesi
Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 173, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5563);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
dua kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten
Buton Selatan;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BUTON SELATAN

dan

BUPATI BUTON SELATAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN


KESEHATAN PADA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DAN
JARINGANNYA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah Ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kabupaten Buton Selatan.
2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaran urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Bupati adalah Bupati Buton Selatan.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutanya disingkat DPRD adalah
Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Buton Selatan.
6. Perangkat Daerah adalah unsur Pembantu Bupati dan DPRD dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
7. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi
daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik atau organisasi sejenis, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap.
9. Pelayanan Kesehatan adalah segala kegiatan pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada seseorang dalam rangka observasi diagnosis pengobatan
atau pelayanan kesehatan lainnya.
10. Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan terhadap orang yang masuk
Puskesmas Perawatan dan menempati tempat tidur untuk keperluan
observasi, diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan
kesehatan lainnya.
11. Pelayanan Rawat Jalan adalah Pelayanan kepada pasien untuk observasi,
diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan
lainnya tanpa tinggal/dirawat inap.
12. Pelayanan Rawat Darurat adalah pelayanan kesehatan tingkat lanjutan
yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah/menanggulangi resiko
kematian atau cacat.
13. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
14. Puskesmas dan jaringannya adalah sarana pelayanan kesehatan yang
meliputi puskesmas, puskesmas pembantu, Puskesmas Keliling pos
kesehatan Desa dan Pos Bersalin Desa/Kelurahan.
15. Puskesmas Keliling adalah Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas dengan
mempergunakan kendaraan roda 4 (empat), puskel air, kendaraan roda 2
(dua) atau transportasi lainnya dilokasi yang jauh dari sarana pelayanan
kesehatan yang ada.
16. Perawatan Jenazah adalah kegiatan merawat jenazah yang dilakukan oleh
Puskesmas untuk kepentingan pelayanan kesehatan bukan kepentingan
proses peradilan.
17. Rehabilitasi Medik adalah pelayanan yang diberikan oleh unit rehabilitasi
medik dalam bentuk pelayanan fisioterapi, terapi wicara,
ortotik/prostetik, bimbingan sosial medik dan jasa psikologi.
18. Tindakan Medik dan Terapi adalah tindakan pembendahan, tindakan
pengobatan, tindakan pengobatan menggunakan alat dan tindakan
diagnostik lainnya.
19. Tarif adalah sebagian atau seluruh biaya penyelengaraan kegiatan
pelayanan di rumah sakit, yang diberikan kepada pasien sebagai imbalan
atas jasa pelayanan yang diterimanya.
20. Jasa Pelayanan adalah imbalan yang terima oleh pelaksanaan pelayanan
atas jasa yang diberikan kepada pasien dalam rangka observasi,
diagnosis, pengobatan, konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan atau
pelayanan lainnya.
21. Jasa Sarana adalah imbalan yang diterima oleh Puskesmas atas
pemakaian sarana, fasilitas dan bahan.
22. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
23. Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Puskesmas dan Jaringganya yang
selanjutnya dapat disebut Retribusi adalah pembayaran atas pelayanan
kesehatan di puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling,
laboratorium kesehatan dan rumah sakit umum daerah.
24. Wajib Retribusi adalah orang pribadi badan yang menurut Peraturan
Perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
25. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan
batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan
tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
26. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah
bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
27. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah
surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi
yang terutang.
28. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat
SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar
daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
29. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat
SKRDKB adalah Surat ketetapan yang menentukan besarnya retribusi daerah
yang terutang.
30. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya
disingkat SKRDKBT adalah Surat Ketetapan yang menentukan tambahan
atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan.
31. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah
surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif
berupa bunga dan/atau denda.
32. Pembayaran Retribusi Daerah adalah besarnya kewajiban yang harus
dipenuhi oleh wajib retribusi sesuai dengan SKRD dan STRD ke Kas Daerah
atau ketempat lain yang ditunjuk dengan batas waktu yang telah ditentukan.
33. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.
34. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Retribusi Daerah adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya
dapat di sebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah
yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 2

Setiap pelayanan kesehatan pada Puskesmas dan Jaringannya yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Pelayanan
Kesehatan.

Pasal 3

(1) Objek Retribusi adalah semua jenis pelayanan kesehatan pada Puskesmas
dan jaringannya.
(2) Jenis pelayan kesehatan pada Puskesmas dan jaringannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Pelayanan Medis meliputi :
1. Rawat jalan;
2. Rawat inap;
3. Rawat rumah;
4. Rawat darurat;
5. Tindakan medik;
6. Konsultasi kesehatan.
b. Pelayanan Penunjang Medis meliputi :
1. Laboratorium;
2. Elektromedik (EKG, USG, Rontgent, Doppler);
3. Rehabilitasi Medik.

Pasal 4
Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang mendapatkan pelayanan
kesehatan di Puskesmas dan Jaringannya milik Pemerintah Kabupaten Buton
Selatan.

BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 5
Retribusi pelayanan kesehatan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.

BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa pelayanan kesehatan didasarkan pada :
a. Jenis pelayanan yang diperoleh;
b. Jenis alat yang digunakan;
c. Tingkat kesulitan.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN STRUKTUR TARIF RETIBUSI

Pasal 7
(1) Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi, dimaksudkan untuk
menutupi biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya jasa sarana, biaya
jasa pelayanan, biaya jasa operasional dan pemeliharaan, biaya bunga dan
biaya modal, tidak termasuk biaya investasi sarana dan prasarana.

Pasal 8
Sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi meliputi :
a. Pelayanan Medis;
b. Pelayanan Penunjang Medis;
c. Pelayanan Non Medis; dan
d. Pelayanan Pendidikan dan Pelatihan.

BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 9
(1) Struktur dan besaran tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut :
TARIF
NO JENIS PELAYANAN
RETRIBUSI
I. PELAYANAN MEDIS
A. RAWAT JALAN
1. Pemeriksaan Fisik :
a) Pemeriksaan Oleh Dokter/ Dokter Gigi 9,000
b) Pemeriksaan Oleh Perawat/ Perawat 6,000
Gigi/ Bidan
2. Rekam Medik :
a) Baru 7,500
b) Lama 5,000
B. RAWAT INAP
1. Rawat Inap Umum Per Malam 50,000
2. Bayi 50,000
3. Ibu Melahirkan 50,000
4. Bayi Baru Lahir 50,000
5. Visite Dokter 20,000
6. Biaya Pemakaian Oksigen
a) Oksigen Tabung 5,000/liter
b) Oksigen Listrik 7,000/jam
C. RAWAT RUMAH
1. Pelayanan Jahit Luka (Hecting) 7,000
D. RAWAT DARURAT
2. Pelayanan Jahit Luka (Hecting)
a) 1 – 5 Jahitan 17,500
b) 6 – 10 Jahitan 15,000
c) 11 – 15 Jahitan 12,500
d) 16 – 20 Jahitan 10,000
e) 21 – 25 Jahitan 7,500
f) 26 Jahitan/Lebih 5,000
3. Tindakan Darurat Lain
a) Perawatan Luka / GV 17,500
b) Pemasangan Infus 20,000
c) Bilas Lambung 25,000
d) Resusitasi / RJP 25,000
e) Kateterisasi Uretra 20,000
f) Blass Functie 25,000
g) Vena Seksi 25,000
h) Eksplorasi Benda Asing 25,000
i) Suntik 17,500
j) Jasa Tindakan Sirkumsisi 150,000
k) Biaya Observasi Di UGD 50,000
E. TINDAKAN MEDIK
1. Tindakan Pelayanan Gigi
a) Pencabutan (Extraksi)
b) Gigi Sulung/Susu 17,500
c) Gigi Permanen 20,000
d) Extrasi Biasa 35,000
e) Extrasi Dengan Komplikasi 50.000
f) Tambahan (Amalgam)
1) Cavitas Sedang 30,000
2) Cavitas Berat 50.000
g) Perawatan Saraf Gigi
1) Buka Pulpa, Pengisian Sal. Akar 20,000
2) Alvelectomy Per Regio 50,000
3) Hecting 50,000
4) Reposisi Mandibula 50,000
h) Tambahan Light Curing (LC)
1) Kecil 75,000
2) Sedang 90,000
3) Berat 100,000
4) Odontectomy (Impaksi Molar 3 RB)
5) Kasus Biasa 30,000
6) Kasus Sulit 75,000
7) Curet, Insisi, Eksisi, 50,000
Operculectomy, Epulis, Frenectomy
a) Scalling (Rahang/Bawah)
1) Scalling 1 50,000
2) Scalling 2 60,000
3) Scalling 3 75,000
4) Enucleasi kista Rahang 60,000
2. Tindakan Sederhana
a) Operatif Kecil 200,000
b) Operatif Sedang 250,000
c) Akupresure 30,000
d) Operatif Khusus (RSUD)
3. Tindakan Kebidanan
a) Persalinan Normal 700,000
b) Persalinan Patologis 900,000
c) ANC 6,000
d) PNC 6,000
4.Tindakan Medik Pelayanan KB
a) Suntikan KB 17,500
b) Pemasangan Implan 27,500
c) Pencabutan Implan 27,500
d) Cabut dan Pasang Implan 50,000
e) Pemasangan IUD 75,000
f) Pencabutan IUD 50,000
g) Cabut dan Pasang IUD 100,000
5. Tindakan Medik Pada Anak
a) Resusitasi 25,000
b) Lumbal Punksi 100,000
c) Sondang Lambung 50,000
d) Bougienasi/Klisma 50,000
e) Nebulizer 27,500
F. Konsultasi Kesehatan
1. Konsultasi Gawat Darurat 15,000
2. Konsultasi Perwat/Bidan 5,000
3. Konsultasi Dokter Umum/Gigi 10,000
4. Konsultasi Dokter Spesialis 40,000
II PELAYANAN PENUNJANG MEDIS
A. Laboratorium
1. Laboratorium Sederhana
a) Urine
Albumin 10,000
Reduksi 10,000
Bilirubin 25,000
Urobilin 10,000
Sedimen Urine 15,000
b) Darah
LED/BBS 18,000
Haemoglobin 15,000
Leukosit 18,000
Eritrosit 18,000
Hematokrit 15,000
CT 15,000
BT 18,000
c) Lain-Lain
Golongan Darah 20,000
Sputum BTA 20,000
Feses 20,000
Cairan Pleura 20,000
Cairan Asites 20,000
Mikrofilaria 20,000
DDR 20,000
Plano Tes 10,000
1. Laboratorium Sedang
a) Kimia Darah
GDS 20,000
Kolesterol 45,000
HDL 45,000
LDL 60,000
Trigliserida 50,000
SGOT 30,000
SGPT 32,000
Bilirubin Total 30,000
Bilirubin Indirek 30,000
Ureum 30,000
Kreatinin 30,000
Asam Urat 20,000
Albumin 20,000
Protein Total 30,000
Urin Lengkap 35,000
Darah Lengkap 34,000
b) Serologik
PST 20,000
HBs Ag 89,000
Anti HBs 81,000
Widal 38,000
B. RADIO DIAGNOSTIK
1. EKG 75,000
2. USG 50,000
3. Per R/ Obat Jadi 1,000
4. Per R/ Obat Racikan 3,000
C. Rehabilitasi Medik
1. Latihan fisik 5000
2. Infrared 25,000
3. Massase 15,000
4. Fisioterapi 20,000

(2) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali
dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.

BAB VII
PEMBAGIAN PENGGUNAAN TARIF

Pasal 10
(1) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, pengunaannya
diperhitungkan berdasarkan komponen jasa sarana dan jasa pelayanan.
(2) Prosentase pembagian penggunaan tarif retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VIII
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG

Pasal 11
Masa Retribusi adalah jangka waktu subjek retribusi untuk mendapatkan
pelayanan, fasilitas dan/atau memperoleh manfaat dari Pemerintah Daerah.

Pasal 12
Saat Retribusi Terutang adalah pada saat diterbitkannya Surat SKRD atau
Dokumen lain yang dipersamakan.
BAB IX
PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Wilayah Pemungutan
Pasal 13
Retribusi terutang dipungut di wilayah daerah tempat pelayanan kesehatan
diberikan.

Bagian Kedua
Tata Cara Pemungutan Retribusi
Pasal 14
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berupa karcis, kupon dan kartu langganan.
(4) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SKRD atau dokumen lain
yang dipersamakan diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Tata Cara Pembayaran Retribusi
Pasal 15
(1) Pembayaran retribusi yang terutang dilunasi sekaligus.
(2) Retribusi yang teutang dilunasi paling lambat 15 (lima belas) hari sejak
diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan yang
merupakan tanggal jatuh tempo pembayaran Retribusi.
(3) Dalam hal wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya
atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak
atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
(4) Bupati atas permohonan Wajib Retribusi setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi untuk
mengangsur atau menunda pembayaran Retribusi, dengan dikenakan bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(5) Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi akan
diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Tata Cara Penagihan Retribusi Terutang
Pasal 16
(1) Penagihan retribusi dilaksanakan apabila subjek retribusi tidak memenuhi
kewajibannya untuk membayar retribusi yang terutang.
(2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
menggunakan STRD.
(3) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didahului
dengan Surat Teguran.
(4) Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak diterbitkannya STRD,
Subjek Retribusi tidak memenuhi kewajibannya, dapat diberikan surat
teguran.
(5) Tata cara penagihan retribusi terutang diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Insentif Pemungutan Retribusi
Pasal 17
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas
dasar pencapain kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keenam
Pemanfaatan Retribusi
Pasal 18
(1) Pemanfaatan dari penerimaan retribusi diutamakan untuk mendanai
kegiatan yang berkaitan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan
pelayanan yang bersangkutan.
(2) Alokasi pemanfaatan penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ditetapkan sebagai berikut :
a. jasa sarana sebesar 35% (tiga puluh lima) persen; dan
b. jasa pelayanan sebesar 65% (enam puluh lima) persen.

Bagian Ketujuh
Keberatan
Pasal 19
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau
pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai
alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat
menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
di luar kekuasaannya.
(4) Keadaan di luar kekuasaanya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah
suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib
Retribusi.
(5) Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan
pelaksanaan penagihan retribusi.

Pasal 20
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat
Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan
dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya Retribusi yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan
Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut
dianggap dikabulkan.

Pasal 21
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran Retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan
pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

BAB X
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 22
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui
dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian
pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan
pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung
diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak
diterbitkannya SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2
(dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi.
(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XI
KEDALUARSA DAN PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI
Pasal 23
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluarsa setelah
melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi,
kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.
(2) Kedaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tertanggung jika :
a. diterbitkan surat teguran; atau
b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi, baik langsung
maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kedaluarsa penagihan dihitung sejak diterimanya surat teguran
tersebut.
(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan
masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada
Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan keberatan
wajib Retribusi.

Pasal 24
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk
melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan keputusan Penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang
sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata Cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XII
PEMERIKSAAN
Pasal 25
(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan
perundang-undangan Retribusi.
(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib :
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan
dengan objek Retribusi yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
dan/atau
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi diatur
dengan Peraturan Bupati.

BAB XIII
PENYIDIKAN
Pasal 26
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat
yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana Retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan
sehubungan dengan tindak pidana Retribusi;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain yang berkenaan dengan
tindak pidana di bidang Retribusi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan Penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang Retribusi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 27
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga
merugikan Keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga)
bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi
terutang yang tidak atau kurang bayar.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan Negara.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 28
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Retribusi yang masih terutang
berdasarkan Peraturan Daerah mengenai Retribusi Pelayaan Kesehatan di
Puskesmas dan Jaringannya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah
ini, sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan masih
dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Nomor
9 Tahun 2016 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan (Lembaran Daerah
Kabupaten Buton Selatan Tahun 2016 Nomor 9) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku lagi.

Pasal 30
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan menempatkanya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Buton
Selatan.

Ditetapkan di Batauga
pada tanggal 2019
Plt. BUPATI BUTON SELATAN,

LA ODE ARUSANI
Diundangkan di Batauga
pada tanggal 2019
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BUTON SELATAN,

LA SIAMBO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON SELATAN TAHUN 2019 NOMOR :
NOREG. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON SELATAN PROVINSI
SULAWESI TENGGARA : 3/65/2019
Salinan Sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM
SETDA KABUPATEN BUTON SELATAN,

HERMANTO, S.H
NIP. 19660614 199601 1 004

Anda mungkin juga menyukai