A. Latar Belakang
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu waktu bisa jatuh ke dalam keadaan
gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi Krisis
Hipertensi, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang
ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.
Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang
dari 1 %. Krisis Hipertensi adalah keadaan yang sangat berbahaya, karena terjadi kenaikan
tekanan darah yang tinggi dan cepat dalam waktu singkat. Biasanya tekanan diastolik lebih
atau sama dengan 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam, disertai dengan gangguan fungsi
jantung, ginjal dan otak serta retinopati tingkat III ± IV menurutKeith-Wagner (KW).
B. Tujuan
Tujuan Umum Setelah membaca asuhan kepertawatan klien dengan krisis hipertensi ini
mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud dengan krisis hipertensi dan hal-hal yang
menyangkut asuhan keperawatannya.
Tujuan KhususSetelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan definisi penyakit krisis hipertensi ?
2. Menjelaskan manifestasi klinis krisis hipertensi ?
3. Menjelaskan patologis penyakit krisis hipertensi ?
4. Menjelaskan diagnosis penyakit krisis hipertensi ?
5. Menjelaskan etiologi dan PNP penyakit krisis hipertensi ?
6. Mengetahui penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan penyakit krisis
hipertensi ?
C. Rumusan masalah
1. Apa definisi penyaki krisis hipertensi ?
2. Apa saja manifestasi klinis krisis hipertensi ?
3. Apa saja patologi penyakit krisis hipertensi ?
4. Apa etiologi dan PNP penyakit krisis hipertensi ?
5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit krisis hipertensi ?
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis di mana tekanan darah menjadi sangat tinggi
dengan kemungkinan adanya kerusakan organ seperti otak (stroke), ginjal, dan jantung.
Krisis hipertensi sangat sering terjadi pada pasien hipertensi lama yang tidak rutin atau lalai
meminum obat antihipertensinya.
Krisis hipertensi atau hipertensi darurat adalah suatu kondisi dimana diperlukan
penurunan tekanan darah dengan segera (tidak selalu diturunkan dalam batas normal), untuk
mencegah atau membatasi kerusakan organ. ( Mansjoer:522 ).
Kedaruratan hipertesi terjadi pada penderita dengan hipertensi yang tidak terkontrol atau
mereka yang tiba-tiba menghentikan pengobatan. (Brunner & Suddarth:908).
Kegawatan hipertensi (hypertensive emergencies) adalah hipertensi berat yang disertai
disfungsi akut organ target.
Pada pasien krisis hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah yang mencolok tinggi,
umumnya tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih
dari 120-130 mmHg, dan peningkatannya terjadi dalam waktu yang relative pendek.
Jadi kedaruratan hipertensi adalah kondisi penderita hipertensi yang tidak terkontrol
sehingga diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera.
B. Etiologi
1. Meminum obat antihipertensi tidak teratur.
2. Stress.
3. Pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral.
4. Obesitas.
5. Merokok.
6. Minum alcohol.
C. Manifestasi Klinis
1. Sakit Kepala Hebat.
2. Nyeri dada peningkatan tekanan vena.
3. Shock / Pingsan
Tanda umum adalah :
1. Sakit kepala hebat.
2. Nyeri dada.
3. Pingsan.
4. Tachikardia > 100/menit.
5. Tachipnoe > 20/menit.
6. Muka pucat
D. Krisis Hipertensi dibedakan menjadi 2 berdasar tingkat kegawatannya :
1. Emergency Hypertension (Hipertensi Darurat): Tekanan darah yang sangat tinggi dan
terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam
menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah
untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan
referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.
2. Urgency Hypertension (Hipertensi Mendesak) :Tekanan darah yang tinggi tapi belum
disertai kerusakan organ. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan jam atau hari
untuk mencegah kerusakan target organ. Sama seperti Hipertensi darurat, tidak ada
patokan mutlak, namun sebagai patokan tekanan darah yang lebih dari 180/110 sudah
dapat dikatakan hipertensi mendesak.
E. Gejala krisis Hipertensi ini bervariasi, mulai dari gejala ringan sampai berat.
1. Gejala ringan : Mual, Muntah, Sakit Kepala, Kaku pada tengkuk, Nyeri Dada, Sesak
Napas.
2. Gejala yang lebih berat : Gangguan kesadaran sampai pingsan, Kejang, Nyeri Dada
hebat.
F. Patofisiologi
Penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidak teraturan minum obat antihipertensi,
stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum alkohol. Karena
ketidak teraturan atau ketidak patuhan minum obat antihipertensi menybabkan kondisi akan
semakin buruk, sehingga memungkinkan seseorang terserang hipertensi yang semakin berat (
Krisis hipertensi ).
Stres juga dapat merangsang saraf simpatik sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi
sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral yang biasanya mengandung hormon estrogen
serta progesteron yang menyebabkan tekanan pembuluh darah meningkat, sehingga akan
lebih meningkatkan tekanan darah pada hipertensi, kalau tekanan darah semakin meningkat,
maka besar kemungkinan terjadi krisis hipertensi.
Apabila menuju ke otak maka akan terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan
pembuluh darah serebral sehingga O2 di otak menurun dan trombosis perdarahan serebri
yang mengakibatkan obstruksi aliran darah ke otak sehingga suplai darah menurun dan
terjadi iskemik yang menyebabkan gangguan perfusi tonus dan berakibat kelemahan anggota
gerak sehingga terjadi gangguan mobilitas fisik, sedangkan akibat dari penurunan O2 di otak
akan terjadi gangguan perfusi jaringan.
Dan bila di pembuluh darah koroner ( jantung ) menyebabkan miokardium miskin O2
sehingga penurunan O2 miokardium dan terjadi penurunan kontraktilitas yang berakibat
penurunan COP.
Paru-paru juga akan terjadi peningkatan volum darah paru yang menyababkan penurunan
ekspansi paru sehingga terjadi dipsnea dan penurunan oksigenasi yang menyebabkan
kelemahan.
Pada mata akan terjadi peningkatan tekanan vaskuler retina sehingga terjadi diplopia bisa
menyebabkan injury.
G. Pathway
Hipertensi
Krisis Hipertensi
Kelemahan
Oedema
I. Komplikasi
1. Iskemia atau Infark Miokard.
Iskemia atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
hipertensi berat. Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri dada berkurang atau
sampai tekanan diastolik mencapai 100 mmHg. Obat pilihan adalah nitrat yang diberikan
secara intravena yang dapat menurunkan resistensi sistemik perifer dan memperbaiki
perfusi koroner. Obat lain yang dapat dipakai adalah labetalol.
2. Gagal Jantung Kongestif.
Peningkatan resistensi vaskular sistemik yang mencolok dapat menimbulkan
gagal jantung kiri. Natrium nitroprusid yang diberikan bersama-sama dengan oksigen,
morfin, dan diuretik merupakan obat pilihan karena dapat menurunkan preload dan
afterload. Nitrogliserin yang juga dapat menurunkan preload dan afterload merupakan
obat pilihan yang lain.
3. Diseksi Aorta Akut.
Diseksi aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan darah yang
mencolok yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan perut. Untuk menghentikan
perluasan diseksi tekanan darah harus segera diturunkan. Tekanan darah diastolik harus
segera diturunkan sampai 100 mmHg, atau lebih rendah asal tidak menimbulkan
hipoperfusi organ target. Obat pilihan adalah vasodilator seperti nitroprusid yang
diberikan bersama penghambat reseptor b. Labetalol adalah obat pilihan yang lain.
4. Insufisiensi Ginjal.
Insufisiensi ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian tekanan
darah yang mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian tekanan darah dapat
disebabkan stenosis arteri pada ginjal cangkok, siklosporin, kortikosteroid, dan sekresi
renin yang tinggi oleh ginjal asli. Penatalaksanaan adalah dengan cara menurunkan
resistensi vaskular sistemik tanpa mengganggu aliran darah ginjal. Antagonis kalsium
seperti nikardipin dapat dipakai pada keadaan ini.
5. Eklampsia.
Pada eklampsia dijumpai hipertensi, edema, proteinuria, dan kejang pada
kehamilan setelah 20 minggu. Penatalaksanaan definitif adalah dengan melahirkan bayi
atau mengeluarkan janin. Hidralazin digunakan untuk menurunkan tekanan darah karena
tidak mengganggu aliran darah uterus. Labetalol juga dapat dipakai pada keadaan ini.
6. Krisis Katekolamin.
Krisis katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan dosis kokain. Pada
intoksikasi obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan infark miokard. Fentolamin
adalah obat pilihan klasik pada krisis katekolamin, meski labetalol juga terbukti efektif.
K. Pengeloaan
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah
secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan
biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap
penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya
masalah baru. Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja
cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara
yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap
tubuh dan efek samping minimal.
1. Diazoxide
Adalah derivat benzotiadiazin, obat ini menurunkan tekanan darah secara kuatdan
cepat dengan mempengaruhi secara langsung pada otot polos arterial, sehingga terjadi
penurunan tekanan perifer tanpa mengurangi curah jantung atau aliran darah ke ginjal.
Tetapi menurut beberapa penulis, diazoxide juga menaikkan isi sekuncup, isi semenit dan
denyut jantung permenit, sehingga tidak dianjurkan pada krisis hipertensi yang disertai
aorta diseksi atau kelainan coroner.
Efek samping dari diazoxide adalah : hipoglikemi, hiperurikemi dandapat
menembus plasenta sehingga mempengaruhi metabolisme janin sehingga tidak
direkomendasikan untuk krisis hipertensi pada kasus eklamsia. Diazoxide diberikan
dengan intravena 75-300 mg selama 10-30 detik, penurunan tekanan darah akan tampak
dalam waktu 1-2 menit, pengaruh puncak dicapai antara 2-3 menit, dan bertahan 4-12
jam.
Untuk penderita dengan perdaraham otak, dianjurkan pemberian intravena sebesar
500-1.000 mg. Pemberian dapat diulang setiap 10-15 menit sampai didapat tekanan
diastolik 100-105 mmHg.
2. Sodium Nitropusid
Sodium nitropusid merupakan vasodilator pada arteri dan vena. Obat ini dapat
menurunkan isi sekuncup dan isi semenit jantung. Untuk menghindari hipotensi,
pengawasan ketat harus dilakukan pada pemberian obat ini. Dosis : 0,3-0,6
ug/kgBB/menit, dinaikkan pelan-pelan sampai tercapai penurunan tekanan darah yang
cukup. Penurunan tekanan darah terjadi dalam beberapa detik dan puncak tercapai dalam
1-2 menit, hanya berlangsung 3-5 menit.
Efek samping : takikardi dan sakit kepala.
3. Trimetapan (Artonad)
Merupakan penghambat ganglion, bekerja dengan cara menurunkan isi sekuncup
jantung dan isi semenit jantung. Obat ini baik digunakan pada kasus krisis hipertensi
dengan payah jantung atau diseksi aorta anerisma.
Dosis : 500 mg/500 cc Dextrosa 5% dengan kecepatan 0,25 mg%/menit,
kemudian dinaikkan perlahan sampai dicapai penurunan tekanan yang dikehendaki, yaitu
tekanan diastolik 110 mmHg dalam waktu 1 jam. Jangka waktu kerja 5-15 menit. Infus
diberikan dengan posisi duduk, untuk menghindari efek hipotensi yang berlebihan.
4. Hidralazin (Apresolin)
Obat ini bekerja langsung pada otot polos arterial dan menimbulkan vasodilatasi
perifer, tanpa menurunkan aliran darah ke ginjal. Tetapi hidralazin menaikkan denyut
jantung permenit, isi sekuncup dan isi semenit jantung. Hidralazin direkomendasikan
untuk diberikan pada toksemia gravidarum dan krisis hipertensi dengan ensefalopati.
Dosis : 5-20 mg diberikan intramuskular setiap 2-4 jam, atau ecara intra vena(1
ampul dari 20 mg/ml dilarutkan dalam 300 cc NaCl 0,9%) dengan kecepatan 10-60
tetes/menit. Penurunan tekanan darah terjadi dalam 10-20 menit, berlangsung sampai 1
jam. Apabila selama 30 menit tidak berhasil, dapat diulang tiap 3-6 jam.
5. Klonidin (Catapres)
Merupakan derivat imidazolin, yang merangsang reseptor alfa adrenergik
pada batang otak, mengakibatkan penurunan discharge symphatis, sehingga menurunkan
tekanan vaskular sistemik, juga menekan pengeluaran renin oleh ginjal.
Klonidin diberikan intravena 1 ampul (150 ug) diencerkan dalam 10 ml NaCl0,
9% dalam waktu 10 menit. Efek penurunan tekanan terjadi dalam waktu 5-10 menit.
Pemberian intramuskular, 1-2 ampul dan diulang dalam 3-4 jam, terjadi penurunan
tekanan dalam waktu 10-15 menit. Pemberian IM dinilai lebih aman dan terkontrol, tetapi
kurang dalam kekuatan dan kecepatan dibanding dengan Diazoxide, Sodium Nitroprusid
dan Trimetapan.
Efek samping yang muncul biasanya adalah mulut kering dan kantuk yang hebat.
Obat ini direkomendasikan dipakai untuk krisis hipertensi dengan eklamsia dan aorta
anerisma.
6. Kaptopril (Kapoten)
Obat ini cukup memberikan harapan karena menaikkan kecepatan filtrasi
glomeruli dengan menghambat pembentukan vaso konstriktor yang sangat kuat
(angiotensin II) dan juga menghambat perusakan vasodilator yang kuat (bradikinin).
Dosis awal 12,5 mg, dinaikkan pelan-pelan sampai dosis optimal. Diuretik dapat
memberikan efek potensiasi.
7. Pentolamin dan Penoxi Benzamin
Kedua obat merupakan penghambat alfa adrenergik, diberikan terutama
untuk feokromositoma atau karena hambatan MAO (mono amino oksidase).
Dosis : 5-15 mg IV, akan menurunkan tekanan darah dalam 10-15 menit.
8. Antagonis Kalsium (Nifedipin)
Antagonis kalsium (Nifedipin, Diltiazem dan Verapamil) bekerja dengan
menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel dan merupakan vasodilatator kuat
yang mempunyai daya aksi jangka panjang. Nifedipin mempunyai harapan dalam
pengobatan darurat dengan cara menurunkan tahanan perifer dengan melemaskan otot
polos pembuluh darah, tidak menimbulkan depresi pada miokard dan tidak mempunyai
sifatantiaritmia.
Dosis : 1-2 tablet (10-20mg) dosis tunggal. Pemberian sublingual dapat
memberikan efek yang lebih cepat, yaitu beraksi dalam 3 menit setelah pemberian.
Apabila penderita tidak sadar dapat diberikan lewat pipa lambung.
A. Pengkajian
1. Identitas.
Pasien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa.
Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa
dan hubungan dengan pasien.
2. Pengkajian Primer.
a. Airway
Bersihan jalan nafas.
Adanya/ tidaknya jalan nafas.
Distres pernafasan.
Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring.
b. Breathing
Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada.
Suara nafas melalui hidung atau mulut.
Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
c. Circulation
Denyut nadi karotis.
Tekanan darah.
Warna kulit, kelembapan kulit.
Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal.
d. Disability
Tingkat kesadaran.
Gerakan ekstremitas.
GCS ( Glasgow Coma Scale ).
Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
e. Eksposure
Tanda-tanda trauma yang ada. ( Muslicha : 45-46 ).
3. Dasar Data Pengkajian.
a. Aktivitas/istirahat.
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton Tanda : frekuensi
jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea.
b. Sirkulasi.
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler.
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu
dingin.
c. Integritas Ego.
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor stress
multiple.
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi.
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
e. Makanan/Cairan.
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolesterol.
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema.
f. Neurosensori.
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,
gangguan penglihatan, episode epistaksis.
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal
optic.
g. Nyeri/ketidaknyamanan.
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri
abdomen.
h. Pernapasan.
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis.
i. Keamanan.
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan.
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura.
j. Pembelajaran/Penyuluhan.
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,
penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri bd adanya emboli dalam aliran darah
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan bd penuruna konsentrasi hemoglobin dalam darah
3. Hambatan mobilitas fisik bd kelemahan otot
4. Gangguan pertukaran gas bd ketidakseimbangan perfusi-ventilasi
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri bd adanya emboli dalam aliran darah
Tujuan : pasien menunjukan tingkat nyeri terkontrol
Kriteria hasil :
- Pasien menunjukan tingkat nyeri berkurang
- Pasien menunjukan kesejahteraan fisik dan psikologis
- Adanya perubahan dalam tekanan darah
Intervensi :
- Kaji lokasi ,karakteristik, awitan / durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya
- Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum menjadi berat
- pastikan pemberian analgesa
A. Kesimpulan
1. Krisis hipertensi adalah keadaan darurat yang mengancam jiwa penderita
yangmemerlukan penanganan intensif di Rumah Sakit dengan pengawasan yang ketat.
2. Obat parenteral merupakan pilihan utama karena bisa bereaksi cepat dan aman.
3. Ketepatan diagnosa akan mempengaruhi pilihan obat guna keberhasilan terapidalam
menurunkan tekanan darah dan komplikasi yang ditimbulkan.
National Institutes of Health. The sixth report of the joint national committee on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. NIH Publication;1997.
Calhoun DA. Hypertensive crisis. Dalam: Oparil S, Weber MA, editor. Hypertension: A
companion to brenner and rector’s the kidney. St. Louis: WB Saunders Co; 2000. p.715-8.
Spitalewitz S, Porush JG. Hypertensive emergencies and urgencies. Dalam: Glassock RJ editor.
Current therapy in nephrology and hypertension, 4th ed. St Louis: Mosby-Year Book Inc; 1998.
p.323-7.
Kaplan NM. Hypertensive crisis. Dalam: Kaplan NM editor. Clinical hypertension. 6th ed.
Baltimore: Williams & Wilkins; 1994. p.281-97.
Sidabutar RP. Kegawatan hipertensi. Makalah Simposium Kedaruratan Ginjal dan Hipertensi;
1995 Juni 17; Jakarta, Indonesia.
Susalit E. Efek amlodipin terhadap faktor yang berperan pada penurunan fungsi ginjal yang
disebabkan oleh siklosporin pada resipien transplantasi ginjal [disertasi]. Jakarta: Universitas
Indonesia; 1996.