Anda di halaman 1dari 18

Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai

Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Indonesia sebagai negara bekas jajahan Belanda, memiliki kepentingan

untuk menata kembali nasionalisme atau identitas kebangsaan. Hal ini dipupuk

kemudian ditularkan kepada generasi-generasi penerus untuk semakin

menguatkan jati diri dan membebaskan diri dari kolonialisme yang terhitung lama

membelenggu Indonesia, serta meluruskan goresan-goresan sejarah yang

dianggap kurang sesuai. Salah satu cara yang ditempuh untuk mewujudkan hal

tersebut ialah melalui pembangunan museum. Etalase mengenai sejarah bangsa

diceritakan melalui koleksi-koleksi yang dirawat dan dikemas secara apik untuk

disampaikan kepada penerus bangsa. Bahkan dengan tidak ragu-ragu,

pembangunan museum masuk ke dalam program “Pelita” (Pelita I – Pelita VI).

Budaya museum menjadi begitu penting di Indonesia dalam rangka meluruskan

kembali identitas bangsa setelah sekian lama berpredikat koloni. Nasionalismepun

didengungkan melalui museum. Komponen-komponen museum bekerja mengikuti

alur cerita yang konon telah disesuaikan dari pusat pemerintahan pada masa orde

baru, seperti susunan ruang, pemilihan koleksi, alur cerita hingga yang paling

menarik ialah masterpiece museum.

Koleksi di dalam museum tidak hanya sekedar pajangan yang

dipertontonkan untuk dinikmati oleh pengunjung. Lebih dari itu, koleksi adalah

elemen utama yang harus dimiliki museum dan merupakan “nyawa” yang

disampaikan melalui cerita di balik koleksi itu sendiri. Sebagai suatu hasil budaya,

museum bukanlah sesuatu yang bebas nilai, terlebih untuk museum yang didirikan

oleh pemerintah. Pemilihan koleksi, tata pamer, pembagian ruang hingga

1
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

pemilihan tempat memiliki tujuan dan aspek politis tertentu (Sektiadi. 2011 : 186).

Dalam hal ini sebuah objek di museum memiliki makna lebih dari wujud objek itu

sendiri. Sebuah objek di museum tidaklah sesederhana yang terlihat. Ada makna

dan maksud yang terkandung pada objek tersebut sesuai peruntukannya. Terlebih

lagi ketika sebuah objek memiliki predikat masterpiece. Hal ini secara sederhana

dapat dianalogikan dengan contoh warna merah. Kata “merah” merujuk pada

warna primer di ujung level bawah spektrum yang kasat mata. Akan tetapi “merah”

memiliki makna lain jika muncul pada lampu rambu lalu lintas, yang berarti

“berhenti”. “Merah” akan memiliki makna berbeda ketika dipakai melingkari lengan

seseorang dalam pawai politik, pemakainya dianggap sebagai individu yang

mendukung ideologi politik “sayap kiri”. Demikian halnya ketika “merah” muncul

sebagai warna bendera dalam lingkungan konstruksi yang bermakna “bahaya”

(Danesi. 2004: 5-6).

Dalam karya tulis ini, penulis menyoroti koleksi yang merupakan

masterpiece di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Koleksi masterpiece

yang ditampilkan tidak semata-mata dipajang untuk dilihat oleh pengunjung,

namun ada makna-makna yang diproduksi oleh Museum Pusat TNI AU Dirgantara

Mandala yang ingin disampaikan kepada pengunjung.

Dari sudut pandang postkolonial, dalam kasus museum yang dikelola

oleh negera, terutama museum tematik seperti halnya Museum Pusat TNI AU

Dirgantara Mandala, museum menjadi tempat merawat bahkan memproduksi

kembali cerita kepahlawanan, untuk tujuan legitimasi mereka dalam merebut

kemerdekaan. Melalui objek yang ditampilkan, museum menjadi media yang

mengkomunikasikan keinginan pemerintah akan hal tersebut. Termasuk

penentuan masterpiece yang disematkan pada koleksi tertentu. Kondisi ini sesuai

dengan pengertian dari kajian postkolonialisme yang tidak semata-mata

memaknainya sebagai akhir kolonialisme atau berhentinya kolonialisme, namun

2
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

lebih kepada kehidupan masyarakat bekas jajahan yang masih dibayang-bayangi

oleh kolonialisme itu sendiri (Ratna. 2008: 150). Praktek-praktek kolonialisme

sendiri secara sadar ataupun tidak, diadopsi dalam museum, namun bukan

dengan praktek kekerasan fisik melainkan menyerang ideologi.

Museum TNI AU Dirgantara Mandala ialah salah satu museum besar di

Jogjakarta dan merupakan museum dirgantara terbesar di Asia Tenggara yang

lahir ketika program Pelita bergulir. Museum ini memiliki beraneka ragam koleksi,

antara lain kumpulan foto, lencana, seragam, senjata, hingga koleksi pesawat.

Banyak dintara koleksi tersebut yang memiliki potensi menjadi ikon Museum Pusat

TNI AU Dirgantara Mandala, terutama di bagian koleksi pesawat. Berbagai koleksi

yang terdapat di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala menunjukkan nuansa

kejayaan Angkatan Udara Republik Indonesia yang sangat kental. Hal tersebut

menjadi identitas yang ingin ditunjukkan. Di tatanan nasional, museum dengan

kewenangan yang mereka miliki, membentuk pandangan tentang identitas melalui

penyajian koleksi. Museum nasional secara implisit menyajikan hal tersebut untuk

membentuk identitas didalam keberagaman. (McLean.2005:1)

Museum TNI AU Dirgantara Mandala memiliki konsep museum yang

istimewa. Identitas kedirgantaraan ditampilkan dengan megah, melalui berbagai

koleksi. Demikian juga halnya dengan masterpiece di museum tersebut. Sebuah

potongan replika pesawat Dakota VT-CLA milik perusahaan penerbangan India

dipajang di ruang alutsista dan disebut sebagai masterpiece museum TNI AU

Dirgantara Mandala. Dari penelitian yang telah penulis lakukan, potongan pesawat

tersebut bukanlah bagian pesawat Dakota VT CLA yang ditembak jatuh oleh

Belanda pada tanggal 29 Juli 1947, melainkan replika saja. Potongan pesawat

tersebut merupakan bagian pesawat jenis Dakota lain milik TNI AU yang sudah

tidak layak terbang. Kondisi ini menjadi unik karena masterpiece Museum TNI AU

Dirgantara Mandala adalah sebuah replika. Berbeda halnya dengan masterpiece

3
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

di museum-museum lain yang cenderung mengutamakan keaslian atau segi

otentisitas objek.

Gambar 1.1: Replika pesawat Dakota VT CLA di Museum TNI AU Dirgantara Mandala (foto oleh
Agra Bayu Rahadi. 2015)

Keberadaan potongan pesawat Dakota VT CLA di sudut ruang hanggar

bersama dengan koleksi pesawat-pesawat lainnya menjadi pemandangan yang

unik, karena merupakan satu-satunya koleksi museum yang berupa potongan

bagian pesawat, tidak seperti koleksi lainnya yang masih utuh. Jika dilihat dari

sejarahnya, pesawat Dakota VT CLA tersebut merupakan pesawat carteran milik

perusahaan penerbangan India yang membawa sumbangan obat-obatan untuk

Palang Merah Indonesia. Namun ketika akan mendarat di Pangkalan Udara

Maguwo pada tanggal 29 Juli 1947, pesawat Dakota VT CLA tersebut ditembak

jatuh oleh pesawat pemburu Kitty Hawk milik Belanda. Untuk mengenang kejadian

tersebut dibangunlah monumen potongan pesawat tersebut di bekas Pangkalan

Udara Maguwo atau yang saat ini lebih dikenal dengan monumen Ngoto.

Monumen tersebut terletak di Desa Ngoto, Karangjati, Kelurahan Tamanan,

Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Selain itu, nama Komodor Muda Adi Sucipto yang

4
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

turut serta menjadi korban dalam penembakan pesawat tersebut, diabadikan

menjadi nama Bandara di Daerah Istimewa Yogyakarta(Subdisjarahdiswatpersau.

2004: 140-144).

Berbagai koleksi dan simbol-simbol yang terkait dengan kedirgantaraan

dipamerkan dengan tujuan dan sudut pandang museum. Seperti halnya pada

masa Romawi Kuno, kalangan elit atau kelompok kaya berlomba memamerkan

benda-benda antik, aneh, atau langka yang didapatkan dari daerah-daerah koloni.

Objek yang dipamerkan merupakan sebuah simbol akan kekuasan atau

pencapaiaan mereka dalam kepemilikan daerah koloni. Contoh lain dapat dilihat

dari cara penyampaian kembali benda-benda yang berasal dari Indonesia oleh

masyarakat Belanda di dalam sebuah pameran museum. Benda-benda yang

dibawa dari Indonesia dikumpulkan dalam sebuah pameran dengan perspektif

mereka. Benda-benda seperti senjata tradisional, arca, dan patung merupakan

simbol kekuatan atau bahkan kepemimpinan bagi masyarakat Indonesia, namun

dalam perspektif masyarakat Belanda, keris, arca dan patung di dalam ruang

pameran tersebut merupakan simbol penaklukan terhadap sebuah koloni di masa

lalu.

Museum di Indonesia saat ini, meskipun dalam ruang kemerdekaan yang

telah diraih sejak 69 tahun lalu, ternyata sadar ataupun tidak masih dibayang-

bayangi oleh kolonialisme. Kondisi tersebut tampak pada museum-museum negeri

yang berusaha membangkitkan nasionalisme melalui koleksi-koleksi yang

dipamerkan dengan narasi heroik tentang perjuangan Bangsa Indonesia. Museum

menjadi sarana untuk menjelaskan tentang perlawanan-perlawanan terhadap

penjajahan melalui berbagai koleksi, baik koleksi yang berasal dari Indonesia

ataupun hasil rampasan ketika masa penjajahan dahulu. Bukan tanpa alasan dan

bukan hal yang perlu ditutup-tutupi lagi bahwa kecenderungan museum negeri di

Indonesia merupakan salah satu contoh reproduksi kolonialisme yang cenderung

5
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

mengelu-elukan suatu hal melalui koleksi yang dipertontonkan lengkap dengan

narasi-narasi yang mengikutinya.

B. Permasalahan

Uraian pada sub bab terdahulu memberikan gambaran mengenai posisi

museum TNI AU Dirgantara Mandala dalam fungsi dan tujuan yang diembannya.

Museum negeri dalam penyajian koleksinya tidaklah lepas dari maksud dan tujuan.

Dalam kasus Museum TNI AU Dirgantara Mandala, hal tersebut disisipkan ke

dalam koleksi masterpiece nya. Oleh karena itu, pertanyaan mendasar yang perlu

diurai adalah, apakah masyarakat dan bahkan museum TNI AU Dirgantara

Mandala sendiri menyadari akan hal itu? Terkait dengan pemaparan di atas,

penulis merumuskan beberapa permasalahan, antara lain :

1. Bagaimana Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala

menyampaikan maksud dan tujuan melalui replika Potongan

Pesawat Dakota VT-CLA

2. Bagaimanan cara dan alasan Museum Pusat TNI AU Dirgantara

Mandala menentukan serta memilih replika pesawat Dakota VT CLA

sebagai masterpiece pada koleksinya?

C. Tujuan

Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut, penelitian tesis ini

bertujuan untuk :

1. Mengetahui kriteria pengelola museum TNI AU Dirgantara Mandala

dalam menentukan koleksi museum sebagai masterpiece.

2. Mengetahui latar belakang Museum TNI AU Dirgantara Mandala

melakukan pemilihan masterpiece pada koleksinya.

6
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3. Menjelaskan mengenai tujuan-tujuan pemilihan replika pesawat

Dakota VT CLA sebagai masterpiece dari sudut pandang

postkolonial.

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa :

1. Memberikan informasi tentang perkembangan museum TNI AU

Dirgantara Mandala sebagai sebuah museum negeri dalam

menentukan masterpiece.

2. Memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa masterpiece

tidak hanya sebuah objek utama dalam museum, tetapi memiliki

peranan sebagai penghantar pesan (hidden message). Khususnya di

Museum TNI AU Dirgantara Mandala.

3. Memberikan pandangan mengenai keberadaan aspek politis dalam

pemilihan masterpiece di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala

E. Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan penulis, belum ada karya tulis mengenai

masterpiece di Museum TNI AU Dirgantara Mandala. Namun ada beberapa karya

tulis yang memiliki kesamaan tema. Karya tulis pertama ialah penelitian berjudul

Membangun Identitas Masyarakat Melalui Kota Kuna Makassar oleh Asmunandar

(2008). Penelitian dilakukan untuk memperoleh gelar master pada program studi

Arkeologi kelompok bidang ilmu Humaniora. Tujuan penelitian tersebut ialah untuk

menghasilkan sebuah konsep perlindungan kota kuna Makassar agar

karakteristiknya muncul, sehingga kota kuna Makassar dapat digunakan sebagai

media membangun identitas masyarakat secara terus menerus (Asmunandar,

2008). Dalam penelitiannya Asmunandar memberikan gambaran perkembangan

7
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kota Makassar yang begitu cepat dan berpotensi menghilangkan identitas budaya

kota Makassar. Penelitian tersebut membuahkan data berupa sumber daya

budaya bendawi (tengible) dan sumber daya budaya tak benda (intengible) yang

harus diselamatkan dan dilindungi demi teguhnya identitas kota Makassar.

Langkah analisis yang dilakukan ialah analisis nilai penting yang terdiri

dari tiga bagian yaitu :

1. Nilai penting sejarah.

2. Nilai penting ilmu pengetahuan.

3. Nilai penting kebudayaan.

Identifikasi nilai penting dilakukan untuk menjadi acuan dalam pembuatan

konsep perlindungan sehingga dapat menjadi media untuk membangun identitas

masyarakat kota Makassar pada khususnya dan masyarakat Sulawesi Selatan

pada umumnya.

Arthur C. Danto (1990) menyebutkan bahwa terjadi penetrasi kekuasaan

politik dalam karya-karya seni. Karya seni dapat digunakan sebagai senjata ampuh

untuk mencapai tujuan politik tertentu karena dalam karya seni mencakup nilai-

nilai sosial yang diangkat dari lingkup masyarakat itu sendiri. Namun perlu diingat,

sebuah karya masterpiece tidak bersifat kaku. Masterpiece bisa dilihat dari banyak

sudut pandang. Karya seni yang baik atau merupakan masterpiece tidak selalu

dihasilkan oleh seniman yang hebat atau memiliki nama besar. Masterpiece dapat

muncul dari makna, muatan atau filosofi didalam karya itu sendiri dan dimaknai

oleh orang yang menikmati karya tersebut. Misalkan saja, bagaimana sebuah

karya seni yang megandung nilai sosial disebut masterpiece oleh seorang feminis

militan namun tidak demikian halnya dengan seorang pengusaha. Hal tersebut

tergantng oleh sudut pandang. (Danto.1990:109)

Dalam tulisannya Arthur C. Danto (1990) juga membahas tentang

degradasi penggunaan kata masterpiece dalam dunia kontemporer. Masterpiece

8
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

cenderung diasosikan dengan harga dan kemewahan, ada juga yang

menggunakan istilah masterpiece untuk sekedar memuji makanan. Namun

walaupun demikian, pada dasarnya arti penting dari istilah masterpiece masih

tetap utuh. Arthur C. Danto (1990) menyebutkan masterpiece di museum

merupakan objek yang memiliki makna mendalam. Masterpiece dapat mewakili

aspek kehidupan sosial bahkan politik dan merupakan cerminan dari lingkungan

kehidupan. Di dalam museum, masterpiece memerankan fungsinya sebagai ikon

yang mewakili banyak aspek dalam kehidupan dan dapat ditemukan pada tiap

individu.

F. Kerangka Pikir

Menurut G. Lewis (2004), seperti yang dikutip Kotler (2008), asal mula

museum diketahui pada millenium ke-2 Sebelum Masehi. Museum pada masa

Romawi Kuno merupakan tempat mengumpulkan dan memamerkan barang-

barang yang didapat dari daerah koloni atau daerah jajahan. Seiring

perkembangan waktu, wajah museum mulai berubah. Hal tersebut ditandai

dengan lahirnya humanisme dan sekularisme di masyarakat (Akbar, 2010: 4).

Pada masa Renaissance, museum sangat erat kaitannya dengan ilmu

pengetahuan namun terbatas dalam lingkup kalangan elit dan penguasa kaya.

Museum kala itu merupakan ruang memamerkan barang-barang langka, unik,

aneh dan berharga bagi kaum bangsawan. Museum juga menjadi ajang yang

bergengsi untuk menunjukkan tingkat peradaban yang telah diraih suatu

masyarakat atau bangsa (Sumadio, 1996: 73).

Pergerakan dunia modern pada abad ke-18 memiliki pengaruh besar

terhadap kelahiran museum sebagai salah satu ruang alternatif pendidikan publik.

Seperti yang dikutip oleh Sadzali (2014: 10), menurut Bennet (1995: 2-3) Cara

pandang yang muncul akibat melemahnya pengaruh istana dan berkembangnya

9
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kota dengan berlandaskan pemikiran modern, memicu perubahan museum dari

ruang privat masyarakat kelas atas menjadi ruang publik.

Di Indonesia sendiri museum dipelopori oleh George Edward Rumphius.

Selama penelitiannya di Indonesia, George Edward Rumphius mengumpulkan

benda-benda yang ditemukannya di sebuah tempat di Ambon yang dibangun pada

tahun 1662, bernama De Amboinsch Raritenkaimer (Akbar, 2010: 6). Di Jakarta

atau yang dulu bernama Batavia terdapat sebuah lembaga yang menjadi cikal

bakal museum. Lahir pada tanggal 24 April 1778 dengan nama Bataviaasch

Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Selogan lembaga tersebut adalah

Ten Nutte van het Algemeen yang berarti “untuk kepentingan masyarakat umum”.

Kegiatan lembaga tersebut meliputi penelitian, pelestarian dan penyajian, baik

benda budaya Indonesia maupun benda-benda bukti sejarah. Museum tersebut

resmi dibuka untuk umum pada tahun 1868 (Kurniawati. 2013: 21-22).

Museum sebagai ruang publik memberi kesempatan pada masyarakat

untuk mendapatkan kebutuhan pengetahuan dan merawat memori kolektif.

Dengan demikian, masyarakat juga dapat mengembangkan pemikiran-pemikiran

dan membentuk wacana publik (Habermas, 2012c: 52). Namun, seperti yang telah

penulis sampaikan pada latar belakang permasalahan tesis ini, dengan mengutip

Sektiadi (2011: 186), bahwa museum sebagai suatu hasil budaya, bukan berati

suatu yang bebas nilai, terlebih untuk museum yang didirikan oleh pemerintah.

Pemilihan koleksi, tata pamer, pembagian ruang hingga pemilihan tempat memiliki

tujuan dan aspek politis tertentu (Sektiadi. 2011 : 186). Ditatanan nasional,

museum dengan kewenangan yang mereka miliki, membentuk pandangan

tentang identitas melalui penyajian koleksi. Museum nasional secara implisit

menyajikan hal tersebut untuk membentuk identitas di dalam keberagaman.

(McLean.2005:1). Banyak langkah untuk menjalankan “misi” museum untuk

10
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

mencapai tujuan-tujuan politis. Membangun cerita, memilih ikon atau

memperbaharui memori kolektif masyarakat menjadi beberapa pilihan.

Contoh kasus museum dalam tulisan ini ialah Museum Pusat TNI AU

Dirgantara Mandala. Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala adalah satu-

satunya museum kedirgantaraan di Indonesia. Nuansa kental kedirgantaraan dan

kekuatan Angkatan Udara Republik Indonesia ditampilkan melalui koleksi senjata,

serta pesawat-pesawat yang pernah menjadi momok menakutkan bagi negara-

negara lain di masa lalu. Kejayaan tersebut tetap dipertahankan dengan puluhan

koleksi pesawat baik besar maupun kecil yang digunakan berperang, serta

memilih objek masterpiece berlatar belakang cerita heroik.

Penulis memandang dengan kaca mata postkolonial untuk mengetahui

lebih dalam keberadaan Museum Dirgantara Mandala terutama pada objek

masterpiece-nya, yang terkait dengan tokoh penerbang Adisucipto. Nama beliau

digunakan sebagai nama Bandara di Yogyakarta dan menjadi pilot pahlawan yang

paling sering dibicarakan. Menurut Ratna, prefiks post- tidak semata-mata

mengacu pada makna sesudah kolonial atau juga tidak berarti antikolonial. Sesuai

dengan pendapat Keith Foulcher dan Tony Day postkolonial mengacu pada

kehidupan masyarakat pascakolonial tetapi dalam pengertian lebih luas, seperti

sistem pemerintahan hingga kehidupan sosial masyarakat pascakolonial tersebut.

Sasaran postkolonialisme adalah masyarakat yang dibayang-bayangi oleh

pengalaman kolonialisme (Ratna 2008: 150).

Tanpa disadari museum-museum negeri di Indonesia masih diselimuti

oleh nuansa kolonialisme di mana kekuatan-kekuatan yang dimunculkan melalui

objek, simbol serta pengulangan cerita menjadi tekanan yang menusuk persepsi

masyarakat. Namun, sekali lagi penulis tekankan, kolonialisme dalam hal ini

bukanlah penyerangan terhadap fisik namun lebih pada ideologi. Museum TNI AU

Dirgantara Mandala menggunakan cerita keberhasilan perjuangan Bangsa

11
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Indonesia dalam melawan penjajah, sebagai alat legitimasi kekuatan TNI, melalui

simbol-simbol atau objek-objek tertentu yang terkait dengan perjuangan TNI itu

sendiri. Selain tradisi, unsur simbol berperan penting dalam pembentukan idnetitas

nasional, karena didalam simbol inilah representasi kultural dari sebuah negara-

bangsa akan muncul dan kemudian hal tersebut disebut sebagai identitas nasional

(Barker. 2008: 207).

Dalam bukunya yang berjudul “Kolonialisme/Pascakolonialisme” Ania

Loomba menyebutkan bahwa adalah lebih baik memikirkan pascakolonial bukan

sebagai sesuatu yang datang setelah kolonialisme dan menandakan kematian

kolonialisme ini, tetapi secara lebih longgar dianggap sebagai suatu perlawanan

terhadap dominasi kolonialisme dan warisan-warisan kolonialisme (Loomba.

2003:15). Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Batasan wilayah penelitian meliputi lingkungan Museum TNI AU

Dirgantara Mandala. Terutama pada ruang pamer dan koleksi-koleksi yang

terdapat di dalamnya, termasuk koleksi pesawat atau peralatan alutsista yang

ditampilkan di luar ruangan. Khusus untuk koleksi alutsista di Museum TNI AU

Dirgantara Mandala menjadi prioritas penelitian dalam thesis ini. Hal tersebut

karena replika potongan pesawat Dakota VT CLA yang menjadi masterpiece

tergolong ke dalam perangkat alutsista (alat utama sistem pertahanan). Selain itu

koleksi berupa pesawat, peluru kendali, serta radar yang termasuk ke dalam

koleksi alutsista merupakan objek yang paling digemari oleh pengunjung. Koleksi-

koleksi tersebut mendapat perhatian dan interaksi lebih banyak dibandingkan

dengan koleksi yang berupa seragam atau koleksi foto. Hal ini karena pengalaman

berhadapan dan dapat menyentuh langsung sebuah pesawat ataupun peralatan

tempur jarang didapat di museum atau lokasi lain. Kondisi ini juga menjadi

pertimbangan bagi penulis dalam melihat langkah Museum TNI AU Dirgantara

Mandala menentukan koleksinya sebagai masterpiece.

12
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Lingkup penelitian ialah pada mekanisme penentuan salah satu koleksi

museum yaitu replika potongan pesawat Dakota VT-CLA sebagai koleksi utama

atau masterpiece. Hal yang akan diteliti ialah bagaimana museum TNI AU

Dirganatara Mandala memiliki masterpiece. Tentu saja hal ini terkait dengan visi-

misi dari Museum TNI AU Dirgantara Mandala serta melibatkan staf dan jajaran

yang menggerakkan Museum TNI AU Dirgantara Mandala.

Sudut pandang postkolonial berperan sebagai mata pisau yang

membedah pandangan umum mengenai keberadaan masterpiece di Museum TNI

AU Dirgantara Mandala adalah hanya sebagai koleksi utama yang melengkapi

museum tersebut agar lebih memiliki daya tarik. Makna yang diproduksi melalui

cerita heroik dibalik replika pesawat Dakota VT CLA diuraikan untuk membuka

sudut pandang lebih luas mengenai makna dan tujuan objek masterpiece tersebut.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu

pendekatan yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah

(bukan dari eksperimen) (Sugiyono, 2013: 1). Pendekatan ini memiliki beberapa

karakteristik (Afifuddin, 2009: 65-68 dan Sugiyono, 2013: 9-10) yaitu deskriptif,

teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, dan analisis data bersifat

induktif.

1. Tahap Pengumpulan Data

Ada beberapa cara dalam mengumpulkan data dalam sebuah penelitian.

Pengumpulan data merupakan bagian di dalam penelitian yang membentuk

pondasi untuk membangun karya tulis yang detail dan empiris. Adapun beberapa

cara yang ditempuh untuk mendukung penelitian thesis ini, yaitu :

13
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

a. Observasi

Untuk mengumpulkan data secara langsung, penulis melakukan

observasi. Observasi dilakukan di wilayah Museum Dirgantara Mandala, terutama

pada bagian koleksi alutsista, di mana masterpiece replika pesawat Dakota VT-

CLA di display. Hal-hal yang diamati antara lain, tata letak koleksi museum,

interaksi pengunjung serta berbagai aktivitas di lingkungan Museum Dirgantara

Mandala baik yang dilakukan oleh pengunjung maupun petugas museum. Selain

itu, cara penyampaian pesan secara verbal maupun tertulis melalui media tertentu

mengenai masterpiece oleh pihak museum, juga menjadi bagian penting yang

diobservasi.

Dengan langkah observasi diharapkan dapat melihat bagaimana situasi

yang terjadi di lapangan secara langsung. Hal ini dapat memperjelas mengenai

beberapa hal yang ingin dicermati terkait dengan penelitian tesis, antara lain :

1) Penataan koleksi di Museum TNI AU Dirgantara Mandala, khususnya

penempatan koleksi replika pesawat Dakota VT-CLA serta korelasi

dengan “story line” museum TNI AU Dirgantara Mandala secara

keseluruhan.

2) Perlakuan pihak museum terhadap replika potongan pesawat Dakota

VT-CLA, yang meliputi perawatan replika potongan pesawat Dakota

VT-CLA dan penjelasan yang disampaikan mengenai koleksi

masterpiece tersebut kepada pengunjung.

3) Interaksi pengunjung terhadap replika potongan pesawat Dakota VT-

CLA, serta interaksi dengan koleksi alutsista lain yang menjadi favorit

pengunjung.

14
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b. Wawancara

Untuk mendapatkan data lain, penulis melakukan metode wawancara.

Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu

kepada seseorang yang menjadi informan atau responden, baik antara individu

dengan individu maupun individu dengan kelompok (Ratna, 2010: 222 dan

Afifuddin, 2009: 131 dan Sugiyono, 2013: 72). Wawancara bertujuan untuk

mendapatkan data dari pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan objek

yang diteliti dalam thesis ini. Opini atau pendapat-pendapat yang dilontarkan

dalam wawancara diharapkan murni dari sudut pandang mereka mengenai

museum TNI AU Dirgantara Mandala dan khususnya replika potongan pesawat

Dakota VT CLA.

Wawancara akan dilakukan terhadap kepala Museum Dirgantara

Mandala, staf museum, kepala seksi museum, pengamat museum, serta

masyarakat atau elemen yang memiliki kaitan dengan Museum TNI AU Dirgantara

Mandala. Adapun hal yang menjadi topik dalam wawancara, ialah seputar sejarah

museum TNI AU Dirgantara Mandala, cerita dibalik pesawat Dakota VT-CLA, cara

pihak museum dalam memilih serta menyajikan koleksi masterpiece tersebut dan

lain-lain. Wawancara dilakukan secara mendalam dengan topik Museum Pusat

TNI AU Dirgantara Mandala serta koleksi masterpiece replika potongan pesawat

Dakota VT-CLA. Data melalui metode wawancara, diperoleh dari argumen serta

perspektif nara sumber terhadap topik yang ditanyakan.

c. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan motode yang melengkapi kedua metode

sebelumnya. Teknik pengumpulan data ini dilakukan melalui studi kepustakaan

dari buku-buku ilmiah, literatur, laporan penelitian, artikel ilmiah, makalah, tesis

serta sumber-sumber tertulis lainnya. Selain itu, penulis juga menggali sumber-

15
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sumber tertulis terkait dengan pengelolaan museum, serta tulisan yang memuat

tentang teori-teori yang berkaitan dengan topik penelitian tesis. Studi pustaka

diperoleh melalui tulisan-tulisan, baik dari media cetak maupun media online. Studi

pustaka dapat berupa catatan anekdotal, surat, buku harian, dan dokumen-

dokumen. Penulis menitikberatkan pada data tertulis yang membahas tentang

masterpiece serta pembahasan mengenai teori postkolonial atau teori-teori yang

relevan untuk penulis gunakan dalam penulisan karya tulis ini. Studi pustaka

bermanfaat untuk : a) menggali teori-teori dasar dan konsep yang telah

dikemukaan oleh ahli terdahulu; b) dapat melihat perkembangan penelitian dalam

bidang yang akan diteliti; c) memperkaya orientasi mengenai topik bahasan dalam

topik yang dipilih; d) memanfaatkan data sekunder; dan e)menghindari duplikasi

penelitian. Selain itu, studi pustaka bermanfaat dalam cara-cara mengungkapkan

bahan pikiran secara sistematis, kritis dan ekonomis (Singarimbun, 1989: 70-71)

2. Tahap Analisis Data

Data yang dikumpulkan melalui beberapa metode, seperti penulis

sebutkan sebelumnya, ditindak lanjuti dengan menganalisis data. Tahap analisis

data bertujuan untuk mencerna data yang terkumpul untuk selanjutanya dapat

dielaborasi untuk tujuan dari penelitian tesis ini. Terdapat tiga tahap dalam analisis

data. Adapun tahap-tahap tersebut antara lain :

a. Identifikasi

Pada tahap ini dilakukan identifikasi mengenai berbagai koleksi yang

terdapat di Museum TNI AU Dirgantara Mandalala. Jumlah koleksi, Sejarah pada

tiap koleksi serta nilai-nilai tertentu yang terdapat pada tiap koleksi dipelajari untuk

mendapatkan data yang diinginkan. Pada koleksi masterpiece potongan pesawat

Dakota VT CLA identifikasi dilakukan dari segi bentuk, fungsi dan makna.

16
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Identifikasi makna ini dilakukan berdasarkan sudut pandang museum TNI AU

Dirgantara Mandala serta sudut pandang pengunjung yang datang ke museum

TNI AU Dirgantara Mandala dari hasil pengumpulan data dengan metode

wawancara. Identifikasi bentuk dapat diamati secara langsung pada replika

pesawat Dakota VT CLA dengan membandingkannya pada gambar atau foto

pesawat jenis Dakota lainnya serta gambar atau foto potongan pesawat Dakota

VT CLA yang asli. Kemudian ialah mengidentifikasi langkah serta kriteria Museum

TNI AU Dirgantara Mandala memilih potongan pesawat Dakota VT-CLA tersebut

menjadi masterpiece. Hal ini akan terkait dengan kebijakan pihak museum serta

peletakan koleksi masterpiece itu sendiri.

b. Penilaian

Tahap ini menekankan pada penilaian kondisi koleksi, terutama pesawat

replika potongan pesawat Dakota VT CLA. Penilaian juga meliputi kondisi koleksi

lain yang berada di Museum TNI AU Dirgantara Mandala terutama pada bagian

koleksi alutsista. Alur museum dan keterkaitan dengan masterpiece tersebut juga

diperhatikan. Dari penilaian tersebut dapat diketahui situasi dan kondisi koleksi

masterpiece di Museum TNI AU Dirgantara Mandala. Kemudian kaca mata

postkolonial akan lebih membuka sudut pandang mengenai pemilihan pesawat

Dakota VT- CLA tersebut menjadi koleksi utama di antara objek-objek yang ada di

museum TNI AU Dirgantara Mandala.

c. Kesimpulan

Tahap terakhir ialah menyimpulkan semua pemaparan dari analisis data

sebelumnya. Dengan mengelaborasi keseluruhan data serta mengkerucutkannya

pada tujuan penelitian ini, penulis memberikan pemahaman dari sudut pandang

postkolonial yang akan memperjelas sejauh mana Museum TNI AU Dirgantara

17
Replika Potongan Pesawat Dakota VT-CLA di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Sebagai
Koleksi
Masterpiece
AGRA BAYU RAHADI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Manadala memberikan pemahaman sejarah dirgantara kepada masyarakat dan

bagaimana masterpiece dalam fungsinya sebagai alat untuk membentuk

persamaan pemikiran masyarakat tentang kekuatan dan perjuangan Indonesia,

berlangsung di Museum TNI AU Dirgantara Mandala.

18

Anda mungkin juga menyukai