Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Outing class merupakan salah satu cara metode pembelajaran di luar kelas yang bisa menambah
pengetahuan serta pola pikir siswa. Sampai saat ini, outing class merupakan media yang paling efektif
dan efisien dalam menyampaikan suatu ilmu pelajaran bukan hanya dari teori saja, kebenaran dan bukti
nyata dilapangan perlu kita ketahui. Adapun kita akan melaksanakan outing class di tiga tempat antara
lain Musium Dirgantara,Musium Kekayon,Musium Perjuangan,Makam Syeh Maulana Magribi,Pantai
Depok.

B. TUJUAN

Adapun tujuan dalam kegiatan ini adalah selain untuk memenuhi pengetahuan siswa kegiataan ini
diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas bagi siswa dan dapat
menerapkannnya di dalam perjalanan, ditempat tujuan, maupun dalam perjalanan pulang.Misalnya
dalam pelajaran agama siswa dapat mengerjakan ibadah sholat dalam perjalanan, dengan berhenti di
Masjid yang dilewatinya. Sedang ditempat tujuan siswa dapat melihat langsung bukti-bukti sejarah
dalam penyebaran di daerah Yogyakarta.

C. MANFAAT

Manfaat Outing Class ini antara lain adalah :

1. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan yang umum dan luas

2. Mengenal tempat-tempat bersejarah di Kota Yogyakarta

3. Mengetahui asal-usul makam makam bersejarah

4. Menjalin kerjasama antar siswa

5. Mempererat kebersamaan sesama siswa


BAB 2

Laporan Hasil Outing :

1.Musium Dirgantara
Sejarah Museum

Atas gagasan pimpinan TNI AU, maka didirikanlah Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala sebagai
tempat untuk mengabadikan dan mendokumentasikan seluruh kegiatan dan peristiwa bersejarah di
lingkungan TNI AU. Museum ini telah diresmikan pada tanggal 4 April 1969 oleh Panglima Angkatan
Udara Laksamana Roesmin Noerjadin. Awalnya, museum berada di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta.
Akan tetapi, museum kemudian dipindahkan ke Yogyakarta karena dianggap sebagai tempat penting
lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan TNI AU. Dengan pertimbangan bahwa koleksi Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala, terutama Alutsista Udara berupa pesawat terbang yang terus berkembang
sehingga gedung museum di Kesatrian AKABRI Bagian Udara tidak dapat menampung dan pertimbangan
lokasi museum yang sukar dijangkau pengunjung, maka Pimpinan TNI-AU memutuskan untuk
memindahkan museum ini lagi.

Pimpinan TNI-AU kemudian menunjuk gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisutjipto yang
pada masa pendudukan Jepang digunakan sebagai gudang logisitik sebagai Museum Pusat TNI-AU
Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17 Desember 1982, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Ashadi
Tjahjadi menandatangani sebuah prasasti. Hal ini diperkuat dengan surat perintah Kepala Staf TNI-AU
No.Sprin/05/IV/1984 tanggal 11 April 1984 tentang rehabilitasi gedung ini untuk dipersiapkan sebagai
gedung permanen Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala. Dalam perkembangan selanjutnya pada
tanggal 29 Juli 1984 Kepala Staf TNI-AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan penggunaan gedung yang
sudah direnovasi tersebut sebagai gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala dengan luas area
museum seluruhnya kurang lebih 4,2 Ha. Luas bangunan seluruhnya yang digunakan 8.765 M2. [2]

Koleksi museum

Rudal SA 75 milik Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala

Kamera K-24 dibuat oleh Amerika tahun 1944. Kamera ini menjadi koleksi Museum Dirgantara Mandala
sejak tahun 1978.

Museum ini menyimpan sejumlah foto tokoh-tokoh sejarah serta diorama peristiwa sejarah Angkatan
Udara Indonesia. Sejumlah pesawat tempur dan replikanya juga terdapat di museum ini yang
kebanyakan berasal dari masa Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan, diantaranya:
Pesawat Ki-43 buatan Jepang

Pesawat PBY-5A (Catalina).

Replika pesawat WEL-I RI-X (pesawat pertama hasil produksi Indonesia)

Pesawat A6M5 Zero Sen buatan Jepang.

Pesawat pembom B-25 Mitchell, B-26 Invader, TU-16 Badger.

Helikopter Hillier 360 buatan AS.

Pesawat P-51 Mustang buatan AS.

Pesawat KY51 Cureng buatan Jepang.

Replika pesawat Glider Kampret buatan Indonesia.

Pesawat TS-8 Dies buatan AS.

Pesawat Lavochkin La-11, Mig-15, MiG-17 dan MiG-21 buatan Russia.

Rudal SA-75[3]

Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala baru-baru ini mendapat tambahan koleksi berupa Prototype
Bom sejumlah 9 buah buatan Dislitbangau yang bekerjasama dengan PT. Pindad dan PT. Sari Bahari.
Bom-bom tersebut merupakan bom latih (BLA/BLP) dan bom tajam (BT) yang memiliki daya ledak tinggi
(high explosive), sebagai senjata Pesawat Sukhoi Su-30, F-16, F-5, Sky Hawk, Super Tucano dll.[4]

2.Musium Kekayon
Museum Wayang Kekayon

Museum Wayang Kekayon adalah museum mengenai wayang yang ada di kota Yogyakarta, tepatnya di
Jl. Raya Yogya-Wonosari Km. 7, kurang lebih 1 km dari Ring Road Timur. Museum yang didirikan pada
tahun 1990 ini memiliki koleksi berbagai wayang dan topeng serta menampilkan sejarah wayang yang
diperkenalkan mulai dari abad ke-6 sampai abad ke-20. Wayang-wayang di dalam museum ini terbuat
baik dari kulit, kayu, kain, maupun kertas.

Sama halnya dengan museum Wayang di Jakarta, museum ini mempunyai beberapa jenis wayang,
seperti: wayang Purwa, wayang Madya (menceritakan era pasca perang Baratayuda), wayang Thengul,
wayang Klithik (mengisahkan Damarwulan dan Minakjinggo), wayang beber, wayang Gedhog (cerita
Dewi Candrakirana), wayang Suluh (mengenai sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia), dan lain lain.
Berkaitan dengan wayang Purwa, museum ini memiliki beberapa poster yang menggambarkan strategi
perang yang dipakai dalam perang Baratayuda antara keluarga Pandawa dan Kurawa, yaitu: strategi Sapit
Urang dan strategi Gajah.

3.Musium Perjuangan
Sejarah

Dalam rangka peringatan setengah abad kebangkitan nasional, di Yogyakarta pada tahun 1958 telah
dibentuk sebuah panitia yang diberi nama "Panitia Setengah Abad Kebangkitan Nasional Daerah
Istimewa Yogyakarta". Panitia tersebut diketuai oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan beranggotakan
kepala-kepala jawatan, wakil-wakil dari kalangan militer dan polisi, pemimpin-pemimpin partai dan
organisasi dari segala aliran dan keyakinan yang tergabung dalam Panitia Persatuan Nasional (PPN),
kaum cerdik cendekiawan dan karya.

Pada tanggal 20 Mei 1958, di halaman Gedung Agung, Yogyakarta diadakan upacara peringatan setengah
abad kebangkitan nasional. Selain itu juga dilakukan rangkaian kegiatan antara lain kerja bakti, gerakan
menambah hasil bumi, mengumpulkan bingkisan untuk dikirim kepada kesatuan-kesatuan yang sedang
berjuang menumpas pemberontakan, serta mengadakan ziarah ke makam para pahlawan nasional.
Meski demikian, panitia merasa ada sesuatu yang kurang. Oleh karena itulah muncul gagasan Sri Sultan
Hamengkubuwono IX selaku ketua Panitia Setengah Abad Kebangkitan Nasional Daerah Istimewa
Yogyakarta untuk mengadakan suatu peninggalan kepada generasi mendatang.

Ndalem Brontokusuman terletak di belakang Museum Perjuangan Yogyakarta.

Seusai upacara tanggal 20 Mei 1958, diadakan rapat panitia. Rapat berhasil membentuk Panitia
Monumen Setengah Abad Kebangkitan Nasional yang anggotanya terdiri dari anggota Dewan Pimpinan
Panitia Peringatan Setengah Abad Kebangkitan Nasional Yogyakarta. Sebagai tempat berdirinya
monumen Sri Sultan Hamengkubuwana IX memberikan sebagian halaman nDalem Brontokusuman.

Adapun susunan dari panitia tersebut, sebagai berikut

Ketua : Sri Sultan Hamengkubuwana IX

Wakil Ketua I: Sri Paku Alam VIII

Wakil Ketua II: Moh. Djamhari (EYD Moh. Jamhari)(anggota DPD DIY)

Wakil Ketua III: Letkol Joesmin (EYD: Letkol Yusmin) (Kepala Staf Resimen Infantri 13)

Wakil Ketua IV : Mayor R.M Hardjokoesoemo (EYD: Mayor R.M Harjokusumo) (Kom. KMK
Yogyakarta)
Wakil Ketua: Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo (EYD: Sudarisman Puwokusumo) (Kepala
Daerah Kota Praja Yogyakarta)[1]

Sekretaris: R. Soetardjo (EYD : Sutarjo) (Kepala Japendi Yogyakarta)

Anggota:

Kombes R. Soemarsono (EYD: Kombes. R. Sumarsono) (Kepala Polisi DIY)

K.R.T Kertoprodjo (EYD: K.R.T Kertoprojo) (Kepala Jawatan Keuangan DIY)

R. Rio Darmoprodjo (EYD: R. Rio Darmoprojo) (Kepala Jawatan Sosial DIY)

R. Mangoenwasito (Kepala Djawatan PP dan K. DIY)

Prodjosudono (Kepala Djawatan Penerangan Yogyakarta)

Lets. Soejoedi (Ketua BKSPM DIY)

Soesila Prawirosoesanto (Angggota PPN dari Partai Nasional Indonesia)

Bismo Wignyoamidjojo (Anggota PPN dari Partai Komunis Indonesia)

S. Mangoenpuspito (Anggota PPN dari partai Masyumi)

R.W. Probosoeprojo (Anggota PPN dari Partai Nasional Indonesia)

Winoto (Anggota PPN dari PRI)

Ds. SP. Poerbowijogo (Anggota PPN dari Partai Kristen Indonesia)

Ibnoe Moekmin (Anggota PPN dari Partai Syarikat Islam Indonesia)

Daljoeni (Anggota PPN dari Partai Indonesia Raya)

Prodjokaskojo (Anggota PPN dari Partai Indonesia Raya)

Ny. Sahir Nitihardjo (Ketua POWJ)

K.R.T Labaningrat (Sekretaris I Pem. Yogyakarta)

Prof. Ir. Soewandi (Ahli Bangunan dari Universitas Gadjah Mada)

R.M. Srihandojokoesoemo (Ahli Kebudayaan)

Soedharso Pringgobroto (Ahli Kesenian dari Jawatan PP dan K DIY)

Kepala Perwakilan Jawatan Kebudayaan PP dan K


Selanjutnya untuk membahas apa dan bagaimana monumen itu kelak, panitia monumen setengah abad
kebangkitan nasional membentuk panitia khusus. Karena jumlah anggota dari panitia ini berjumlah
sembilan orang, maka sering disebut dengan Panitia Sembilan. Adapun susunan panitia sembilan
tersebut adalah sebagai berikut:

Ketua: Soenaryo Mangoenpoespito

Sekretaris: Soetardjo

Anggota:

Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo

Soenito Djojosoegito

Ny. Sahir

Bismo Wignjoamidjojo (EYD: Bismo Wignyoamijaya)

Daljoeni

Fadlan AGN

R. W. Probosoeprodjo (EYD: R. W. Probosupraja)

Mangoenwarsito

Pada tanggal 22 Mei 1958 panitia khusus mengadakan rapat di gedung Japendi (Jawatan Penerangan).
Rapat membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepanitiaan, arti penting monumen, letak
monumen, bentuk monumen, sumber dana, dan rencana kerja. Pada tanggal 7 Juli 1958, dalam rapat
pleno yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX panitia monumen setengah abad kebangkitan
nasional menyetujui apa yang telah direncanakan dan dikerjakan oleh panitia khusus. Untuk
merealisasikaimya, maka dalam rapat tersebut dibentuk dua panitia kecil.

Adapun susunan kepanitiaan tersebut sebagai berikut:

Panitia Teknis, yang terdiri dari:

o Ketua: Prof. Ir. Soewandi

o Sekretaris: diambilkan personel dari Djapendi, dan juga berkantor di Japendi.

o Anggota: Bismo Wignyoamidjojo dan Winoto

Panitia Keuangan, yang terdiri dari:

o Ketua: Soenarjo Mangoenpoespito (EYD: Sunaryo Mangunpuspito)

o Anggota: diambilkan personel dari Resimen Infantri 13, Ds. S.P. Purbowijogo
Rapat juga menunjuk Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo untuk menghubungi pengurus/panitia yang
dulu pernah dibentuk untuk mengambil alih pekerjaan mereka dan diminta supaya menunjuk sekarang
wakilnya untuk duduk dalam Panitia Monumen Setengah Abad Kebangkitan Nasional.

Perlu disampaikan bahwa di Yogyakarta sejak tanggal 2 Desember 1952 telah dibentuk panitia sementara
yang bermaksud merencanakan berdirinya sebuah museum perjuangan yang akan digunakan untuk
menyimpan dan memelihara benda-benda yang dipergunakan oleh rakyat Indonesia pada masa
perjuangan kemerdekaan.

Adapun susunan kepanitiaan pada waktu itu adalah

Ketua: Sri Paku Alam VIII

Wakil Ketua: Prof. Mr.A.G. Pringgodigdo

Sekretaris: I. Hutauruk

Bendahara: R.M. Dryono

Anggota:

Kol. Bachrun, Overste Sarbini

Pemb. Komisaris Besar Polisi Sudjono Hadipranoto

R. Patah

Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo.

Selanjutnya Panitia Sementara Museum Perjuangan menyerahkan barang-barang yang berhasil


dikumpulkannya, antara lain berupa :

1. Barang-barang berupa pakaian dan lain-lain yang dipakai oleh Panglima Besar Jenderal
Soedirman ketika bergerilya.

2. Tas yang dipergunakan Drs. Mohammad Hatta ketika perundingan Konferensi Meja Bundar di
Den Haag, Belanda.

3. Barang-barang berupa senapan, juga pedang dari Aceh

4. Uang dengan jumlah beberapa ratus rupiah

5. Uang yang dijanjikan oleh Presiden Soekarno sebanyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)
dengan catatan supaya panitia monumen berhubungan langsung dengan dia

Sejak saat itu kata Museum Perjuangan mulai digunakan lagi, dan menggeser kepopuleran kata
Monumen Setengah Abad Kebangkitan Nasional. Berita-berita yang muncul di koran-koran juga
mendorong perubahan penyebutan dari Monumen Setengah Abad Kebangkitan Nasional menjadi
Museum Perjuangan.

Karena itulah, pada tanggal 14 Mei 1959 Museum Pusat TNI AD [2] menghubungi Panitia Monumen
Setengah Abad Kebangkitan Nasional di Yogyakarta dengan mengutus Kapten Kamari Sampurno untuk
mengadakan pembicaraan dengan Soetardjo selaku Sekretaris Panitia Monumen Setengah Abad
Kebangkitan Nasional di Yogyakarta.

Dalam rapat pleno keempat tanggal 19 Juni 1959, ketua panitia teknik Prof. Ir. Soewandi memberikan
penjelasan tentang rencana dan bentuk bangunan. Ide bentuk bangunan muncul dari Sri Sultan
Hamengkubuwana IX. Museum akan berbentuk bulat, sedang ornamen-ornamen akan diambilkan dari
macam-macam candi.

Terkait dengan masalah permohonan dana ke pemerintah pusat, ditunjuk Soetardjo (Kepala Djapendi
Yogyakarta) selaku Sekretaris Panitia Monumen Setengah Abad Kebangkitan Nasional. Hasilnya
pemerintah RI sanggup memberikan dana Rp 8.000.000, serta menyanggupkan diri hadir dalam
peringatan 10 tahun Yogya Kembali.

Pada tanggal 29 Juni 1959 di Gedung Negara Yogyakarta (Gedung Agung) diadakan peringatan 10 tahun
Yogya Kembali[3] yang dihadiri oleh tokoh-tokoh selama Agresi Militer Belanda II. Sebagai wakil
pemerintah pusat hadir Wakil Perdana Menteri I Mr. Hardi yang mewakili Perdana Menteri Ir. Djuanda
yang waktu itu sedang berada di luar negeri. Berkenan memberikan sambutan dalam acara tersebut
antara lain Kepala Daerah dan Ketua DPRD Siswosoemarto dan Wakil Perdana Menteri I Mr. Hardi. Dalam
sambutannya, Wakil Perdana Menteri I Mr. Hardi, mewakili pemerintah menyatakan persetujuannya
terhadap pendirian Museum Perjuangan di Yogyakarta.

Pada tanggal 1 Juli 1959 bertempat di Gedung Wilis, Kepatihan, Yogyakarta, diadakan rapat pleno yang
kelima. Rapat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX.

4.Makam Syeh Maulana Magribi


Makam Syekh Maulana Maghribi Bantul Jogja

Hampir senja ketika kami tiba di gapura Makam Syekh Maulana Maghribi Parangtritis Bantul di kiri di Jl
Parangtritis, Bantul, Jogja. Tak ada tempat parkir khusus bagi kendaraan pejalan yang akan berkunjung ke
makam, sehingga mobil pun diparkir saja di tepi jalan.

Gapura Makam Syekh Maulana Maghribi Parangtritis berada hampir di seberang pertigaan yang
mengarah ke Pantai Parangkusumo. Di pojokan pertigaan ada Hotel Gandung, berjejer dengan Restoran
Padang. Jarak dari Situs Surocolo adalah 5,8 Km, arah ke Utara (arah datang).

Dari situs itu kami belok ke kiri di pertigaan, dan belok kiri lagi ke arah Selatan setelah bertemu dengan
Jalan Parangtritis. Jika dari Situs Surocolo diteruskan arah ke Selatan, sesungguhnya ada Gua peninggalan
Jepang di atas perbukitan. Namun menurut penduduk jalanannya sangat buruk, bahkan untuk sepeda
motor sekali pun, sehingga saya mengurungkan niat untuk mengunjunginya.

5.Pantai Depok

Sejarah Pantai Depok

Berdasarkan dari cerita orang setempat yang bernama Bapak Joyowijono, nama
Depok bermula dari pecahnya kerajaan Majapahit, yang menjadikan prajurit
melarikan diri ke sebuah tempat dan di tempat tersebut para prajurit mendirikan
padepokan, sehingga daerah tersebut diberi nama Depok, yang berasal dari kata
padepokan.

Depok diprakarsai oleh Tunggul Wulung, yang pada saat itu mempunyai anak
angkat yang bernama Aris Baya yang berperan untuk mengelola dusun Depok.
Pada suatu hari Tunggul Wulung meninggal yang mengakibatkan wilayah depok
menjadi rebutan Grogol. Yang akhirnya terpecah menjadi dua bagian yaitu 24 ruah
nyadran Depok dan 25 ruah nyadran grogol.

Pada tahun 1947 kelurahan Sono dan kelurahan Grogol bergabung menjadi
kelurahan Tirtoarjo dikarenakan adanya otonomi daerah, yang kemudian
kelurahan Tirtoarjo berubah menjadi kelurahan Parangtritis.

Diposting oleh Pantai Depok di 00.59

Label: pantai depok, sejarah

BAB 3

Kesimpulan dan Saran

A. KESIMPULAN
Kegiatan Outing Class sudah berjalan dengan baik dan lancar. Dengan adanya kegiatan Outing Class ini
siswa dapat mengenal sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia khususnya di daerah Yogyakarta.

B. SARAN

Kegiatan Outing Class memang sudah seharusnya di adakan setiap tahun agar bisa menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan yang luas bagi siswanya. Selain itu semoga di tahun-tahun berikutnya
kegiatan Outing Class berjalan lebih baik lagi, terutama dalam hal kepanitiaan maupun dalam hal
managemen waktu dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai