Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL

Mohon Bantuan Dana untuk


Pelestarian dan Pemugaran Gereja
St. Yusup Bintaran, Yogyakarta

Panitia Pelestarian dan Pemugaran Gereja


St. Yusup Bintaran
Jl. Bintaran Kidul 5, telepon (0274) 375 231
Yogyakarta 55151
Daftar Isi Proposal

Bab 1 Pendahuluan 1

Bab 2 Prarencana dan Perencanaan 2

a. Gambaran Kerusakan
b. Jenis dan Lamanya Kegiatan
c. Tujuan
d. Sosialisasi
e. Perizinan
f. Pembangunan
g. Kebutuhan Dana
h. Spesifikasi Bahan

Bab 3 Organisasi Kepanitiaan 4

a. Kepanitiaan
b. Sekretariat dan Nomor Rekening

Bab 4 Penggalian Dana 5

Bab 5 Penutup 6

Lampiran 7

a. Sketsa Bangunan
b. Gambar Tiga Dimensi Bangunan
Bab 1. Pendahuluan

Gereja Katolik Santo Yusup Bintaran Yogyakarta adalah gereja Jawa pertama.
Maksudnya adalah gereja yang diperuntukkan bagi umat Katolik Jawa atau pribumi.
Mgr. A. Th. van Hoof SJ, Vikaris Apostolik Batavia, (sekarang Jakarta) meresmikan
pemakaian gereja ini pada hari Minggu 8 April 1934. Pada hari tersebut diadakan
Ekaristi untuk pertama kalinya yang dihadiri sekitar 1.800 umat Katolik pribumi.

Banyak peristiwa penting yang berkaitan dengan organisasi kaum awam


diselenggarakan di Bintaran. Di Bintaran juga pernah bermarkas majalah Swara Tama,
Peraba, Semangat, dan Radio Bikima. Pada zaman kolonial, aula paroki di samping
sebagai tempat pertemuan, juga pernah dipakai untuk sekolah anak-anak pribumi.
Kemudian, Kolese de Britto juga memulai pendidikannya di sekitar tempat yang
bersejarah ini.

Mgr. Soegijapranata SJ tercatat pernah tinggal di Pastoran Bintaran (1947-1949).


Pada masa itu ibukota RI dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta. Dengan demikian,
Presiden Soekarno tinggal di Gedung Agung. Kepindahan Mgr. Soegijapranata ke
Yogyakarta tentu agar dapat berkontak dan memberi dukungan moral kepada para
petinggi Negara dalam menghadapi ‘aksi militer Belanda pertama’ dan ‘aksi militer
kedua’ serta peristiwa penting lainnya. Monseigneur Soegijapranata juga memberi
perlindungan secara pribadi kepada keluarga Bung Karno ketika Presiden harus
mengungsi ke Bukittinggi.

Dari segi budaya dan sejarah, arsitektur gereja Bintaran sangat khas karena satu-
satunya yang ada di Indonesia. Karena itu, oleh pemerintah RI melalui Peraturan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.25/PW.007/MKP/2007, gereja, aula, dan
pastoran ditetapkan sebagai cagar budaya. Dalam kaitannya dengan itu pula, Gereja
Santo Yusup Bintaran Yogyakarta memperoleh piagam penghargaan dari Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata RI serta Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia sebagai pelestari
cagar budaya.

Gempa hebat yang berkekuatan 5,9 skala Richter yang mengguncang daerah
Yogyakarta dan sekitarnya pada 27 Mei 2006 telah memporakporandakan sejumlah besar
rumah dan bangunan, tak terkecuali kompleks bangunan Gereja Bintaran. Sesuai dengan
arahan Bapa Uskup, selama masa darurat pasca gempa para Romo dan umat Bintaran
dihimbau terlibat secara aktif dalam membantu korban gempa. Setelah lebih dari satu
tahun menaruh konsentrasi pada korban gempa, kini tiba saatnya Gereja Bintaran
memikirkan bangunan komplek gereja yang rusak.

Dalam proposal berikut ini akan diuraikan serba singkat secara berturut-turut:
praperencanaan dan perencanaan, sosialiasasi, kebutuhan dana, organisasi kepanitiaan,
penggalian dana, spesifikasi, dan hal-hal penting lainnya.

Bab 2. Prarencana dan Perencanaan


a. Gambaran Kerusakan
Gereja paroki St. Yusup Bintaran merupakan salah satu gereja yang mengalami
kerusakan. Dinding-dinding di sekitar altar retak dan di beberapa tempat mengalami
kerusakan berarti. Bangunan beton yang tampak kokoh sekalipun tidak luput dari
kerusakan. Dalam peristiwa tersebut patung St. Yusup jatuh dari tempatnya namun masih
tegak berdiri, seakan menjadi lambang bahwa gereja ini tidak roboh. Demi memenuhi
kebutuhan beribadat pada saat itu, umat bergotong royong mendirikan tenda-tenda
darurat untuk beribadat.

Tepat di belakang gereja, terletak Aula paroki yang diresmikan penggunaannya


bersamaan dengan gedung gereja. Bangunan bersejarah ini pun tak luput dari guncangan
gempa. Kerusakan terjadi hampir menyeluruh di semua bagian dan ruang-ruang gedung
aula. Namun, yang paling parah terjadi di bagian depan utara dan timur utara.
Kondisinya miring dan sangat membahayakan, karena struktur bangunan tidak
mengunakan beton bertulang. Tiang-tiang penyangga teras mengalami retak-retak serius
dan patah di berbagai tempat. Dinding pastoran retak-retak, beberapa sudut dinding
lepas.

Sebagai kawasan cagar budaya yang menjadi korban gempa, bangunan bersejarah
tersebut mendesak untuk segera dipugar dan dibangun kembali.

b. Jenis dan Lamanya Kegiatan


Kegiatan ini diberi nama Pelestarian dan Pemugaran Gereja Santo Yusup Bintaran
Yogyakarta. Sasaran yang dipugar dan dibangun kembali adalah gedung gereja, aula, dan
pastoran. Kegiatan utama untuk merealisasikan kegiatan ini adalah mengadakan
sosialiasasi dan publikasi kepada umat, penggalangan dana, dan pembangunan. Kegiatan
ini berlangsung sejak panitia dibentuk dan diresmikan oleh Pastor Kepala Paroki pada
1 Juli 2007, hingga Juli 2009.

c. Tujuan
1) Memugar gedung gereja sebagai tempat ibadat.
2) Memugar dan mengembalikan fungsi aula sebagai tempat kegiatan umat Katolik dan
masyarakat sekitar.
3) Memugar pastoran menjadi tempat kegiatan Dewan Paroki.
4) Mengembalikan fungsi kompleks tersebut sebagai kawasan cagar budaya, yaitu
bangunan tinggalan sejarah dan purbakala di wilayah DIY.
5) Memugar Gedung Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Semarang (Komsos)
sebagai pastoran.

d. Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi rencana pemugaran gereja, aula, dan pastoran kepada umat,
dimulai dengan penyampaian dan uraian langsung olehPastor dan Dewan Paroki
kemudian dilanjutkan oleh Panitia. Berbagai cara lain juga ditempuh diantaranya melalui
uraian di buku panduan misa, buletin Lonceng Bintaran, homili pada waktu misa di
gereja dan lingkungan-lingkungan, pertemuan-pertemuan umat, dan seterusnya.

Maksud kegiatan sosialisasi ini adalah untuk membangkitkan rasa handarbeni dan
partisipasi umat agar menyumbangkan pikiran, tenaga, dan dana guna kelancaran
pemugaran.
e. Perizinan
Mengingat bahwa kompleks gereja Bintaran tidak sekadar sebagai tempat ibadat dan
pertemuan umat Katolik, tetapi juga sebagai cagar budaya, maka panitia meminta surat
izin pemugaran kompleks tersebut sampai ke tingkat menteri. Meskipun sampai beberapa
bulan panitia harus menunggu, namun pada akhirnya surat izin terbit dengan nomor
2316.N2/BP3/DKP/2007.

f. Pembangunan
Menilik urgensinya, tahap pertama yang dilakukan panitia adalah merenovasi bagian
sekitar altar gereja agar segera dapat digunakan untuk beribadat. Kini, gereja sudah
berfungsi kembali meskipun di beberapa bagian gereja yang retak-retak belum ditangani.
Berikutnya adalah renovasi gedung Komsos yang akan dijadikan sebagai tempat
tinggal pastor.
Kemudian, pastoran lama akan dipugar dan difungsikan menjadi tempat kegiatan
Dewan Paroki.
Tahap selanjutnya yang juga mendesak adalah pembangunan kembali aula agar
segala kegiatan umat dan pelayanan pastoral segera berjalan seperti semula. Meskipun
dari segi bentuk arsitektur bangunan tidak akan mengalami perubahan berarti, namun
penataan bagian interior aula akan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan pastoral
masa kini.
Diharapkan proses pembangunan ini bisa selesai dalam dua tahun (2007-2009).

g. Kebutuhan Dana
Sumber dana berasal dari swadaya umat Katolik Bintaran dan partisispasi masyarakat
serta umat di luar Bintaran.

Dana yang dibutuhkan untuk memugar dan membangun kembali kompleks gereja
sebesar Rp. 3.241.000.000 (tiga miliar dua ratus empat puluh satu juta rupiah) dengan
perincian sebagai berikut ini.

Bangunan gereja Rp. 1.281.000.000


Aula/panti paroki Rp. 1.275.000.000
Pastoran Rp, 100.000.000
Taman parkir Rp, 150.000.000
Dana Perizinan Rp, 10.000.000
Dana Kegiatan Tim Dana dan Sosialiasasi Rp, 39.000.000
Dana Kegiatan Kesekretariatan Rp, 26.000.000
Komsos Rp, 360.000.000
Jumlah Rp. 3.241.000.000

h. Spesifikasi Bahan
Dalam merencanakan pemugaran, Panitia dibantu oleh Universitas Atma Jaya
Yogyakarta dan berkonsultasi dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Yogyakarta.
Tim Teknis merencanakan bangunan aula dan pastoran akan menggunakan struktur
kolom beton bertulang dan ring untuk penguat dan pengikat dinding-dinding agar tahan
gempa. Struktur atap memakai kayu Kalimantan, adapun atapnya memakai genteng press
tanah liat. Kusen, pintu, jendela, dan bata bangunan lama tetap akan dipakai kembali.
Lantai aula memakai marmer kelas dua. Pada bagian dalam aula akan dibuat sekat-sekat
memakai partisi yang disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan dan kegiatan umat.
Gedung Komsos memakai kusen jati dan lantai keramik KIA motif.

Bab 3. Organisasi Kepanitiaan


a. Kepanitiaan

Nama kepanitiaan Panitia Pelestarian dan Pemugaran Gereja (PPPG) Santo


Yusup Bintaran Yogyakarta.
Pelindung Rm. FX. Agus S Gunadi, Pr
Ketua Bp. E.S. Sunaryanto
Wakil Ketua Bp. Johnny Pramantya
Sekretaris Sdri. Anita Flora, Sdri. K. Taluki Sasmitarsi (Mita)
Bendahara Bp. Ign. Nugroho, Ibu Rosalia Anitawati H
Tim Dana Ibu Esti Veronica, dkk
Tim Humas dan Sosialisasi Bp. I. Marsana Windhu, dkk
Tim Teknis Bp. Martaji Joko S, dkk.

b. Sekretariat dan Nomor Rekening

Alamat Sekretariat: Jl. Bintaran Kidul 5, Yogyakarta 55151, telepon (0274) 375 231.
Nomor kontak Simpati 081328198404 (Anita Flora) dan Flexi 0274 6610828 (Mita).
Email : gerejabintaran@yahoo.com
Blog : http://gerejabintaran.multiply.com

Panitia membuka dua rekening untuk transfer dan transaksi dana, yaitu
1. Bank BTPN Kc Jogjakarta 04948.6 atas nama PGPM Santo Yusup Bintaran
2. Bank BCA nomor rekening 037.266.4451 atas nama Ag. Tejo Kusumantono, Pr dan
Ignatius Nugroho

Bab 4. Penggalian Dana

Penggalian dana dilakukan secara internal dan eksternal. Secara internal terdiri dari:
1. Kolekte II misa mingguan
2. Iuran lingkungan
3. Sumbangan pribadi umat

Penggalian dana eksternal berasal dari:


1. Masyarakat peduli cagar budaya
2. Umat alumni Bintaran di luar kota
3. Permohonan khusus ke paroki-paroki, komunitas, institusi di luar Paroki Bintaran.
Selain itu, panitia juga akan menghubungi pastor atau uskup yang dulu pernah berkarya
di paroki Bintaran untuk mengadakan misa amal guna pembangunan kompleks gereja
Bintaran, misalnya di Surabaya atau Jakarta.

Dengan harapan untuk memperoleh partisipasi alumni umat Bintaran, panitia


mendata umat yang bekerja di luar Yogyakarta guna menghimpun dana, sekaligus
memberi kesempatan para alumni untuk membangkitkan kembali rasa handarbeni
terhadap Gereja St. Yusup Bintaran Yogyakarta.

Panitia akan terus memikirkan bentuk-bentuk upaya penggalangan dana lain yang
sesuai dengan tuntutan kebutuhan dana dan kondisi.
Penggalangan dana dilaksanakan sejak kepanitiaan dibentuk, yaitu mulai Juli 2007
sampai dengan Juli 2009.

Bab 5. Penutup
Panitia dan segenap umat Katolik Bintaran mengucapkan banyak terima kasih atas
dukungan Bapak Uskup dan pihak-pihak lain yang menaruh perhatian besar pada
pelestarian dan pemugaran cagar budaya yang bersejarah tersebut. Semoga “Allah yang
memulai pekerjaan yang baik juga menyelesaikannya,” (bdk. Flp 1: 6). Amin.

Yogyakarta, 26 Juni 2008

Hormat kami,

Ketua Sekretaris
E.S. Sunaryanto K. Taluki Sasmitarsi

Mengetahui,

Pastor Kepala Paroki


FX. Agus S. Gunadi, Pr
Site Plan

Citra 3D Bangunan
Scan Penghargaan

Anda mungkin juga menyukai