Anda di halaman 1dari 27

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa, 1 Maret 2016

Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan Dosen : Dyah Prabandari, SP

SEJARAH MUSEUM PEMBELA TANAH AIR

(PETA)
Kelompok 8/AP2

Kukuh Prestiawan J3E114010


Nita Audina J3E1140
Intan Ayu Hapsari J3E114070
M. Qudsi J3E214137

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Monumen dan Museum PETA ini dimulai pada tanggal 14


November 1993, dengan peletakan batu pertama oleh Wakil Presiden RI yang
juga merupakan sesepuh YAPETA yaitu Umar Wirahadikusumah.Pembangunan
tersebut memakan waktu kurang lebih 2 tahun dan diresmikan oleh Presiden RI
H.M. Soeharto pada tanggal 18 Desember 1995.Didalam komplek Monumen dan
Museum PETA dibagian belakang terdapat Monumen dimana berdiri sebuah
patung Jenderal Sudirman sebagai perwira PETA.

Pada dinding yang berbentuk setengah lingkaran tercantum nama-nama


perwira tentara PETA dari seluruh Jawa, Madura dan Bali serta Sumatera.Pada
bagian luar dinding monumen, telah dibuat relief sejarah PETA.Sedangkan di
dalam dua ruangan museum terdapat 14 diorama dengan adegan-adegan dari
jalannya sejarah PETA dalam perjuangan menuju kemerdekaan tanah air.
Adegan-adegan ini berbentuk tiga dimensi dan didukung dengan suara yang
melatar-belakangi suasana kejadian-kejadian yang diwujudkan oleh masing-
masing diorama.

Museum ini menempati dua ruangan di sebuah gedung dan halaman di


Kompleks Pusdikzi TNI-AD, sekitar 500 m arah dari Istana Bogor. Lokasi
Monumen dan Museum PETA ini berada di sebelah kiri Jalan Jenderal Sudirman
jika dari arah Istana Bogor, di gedung No.35, dengan patung Jenderal Sudirman
dan Sudancho Supriadi terlihat gagah berdiri di halam depan gedung, ditemani
dua buah tank.

1.2 Tujuan

Tujuan dan manfaat dari pembuatan makalah adalah :

1. Memenuhi Tugas Softskill yang diberikan Dosen

2. Mengetahui sejarah secara langsung dengan cara observasi ke tempat museum


dan diceritakan secara langsung oleh ibu pemandu yang ada disana

3. Mengetahui sejarah terbentuknya TNI yang dulunya bernama BKR


BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Sejarah Umum PETA

Menurut sejarahnya pembentukan PETA dimulai di tahun 1943 setelah di


tanggal 3 Oktober 1943 keluar osamu seirei(Dekrit) No.44 tahun 1943 yang
mensahkan pembentukan tentara PETA.bagi pemerintah pendudukan Jepang
pembentukkan tentara PETA sebagai alat mempertahankan wilayahnaya terutama
di Indonesia dari serbuan tentara sekutu sedang bagi pimpinan pergerakan
kmeerdekaan indonesia mereka mendukung pembentukkan tentara PETA karena
melihat Indonesia ketika merdeka membutuhkan tentara yang pofesional terlatih
untuk mempertahankan kemerdekaan dan keselamatan rakyatnya dan PETA
mereka lihat sebagai sarana mencapai tujuan itu.

Akhirnya Pemerintah pendudukan Jepang memilih kota Bogor sebagai


pusat tempat pelatihan tentara PETA yang disebut Jawa Boei Giyugun Kanbu
Kyo Iku Tai (Pusat Pendidikan Perwira Tentara Sukarela Pembela Tanah Air) dan
berdiri diatas bekas tangsi dan markas tentara KNIL (Koninklijik Nederlands
Indische Leger) pelatihan tentara PETA berlangsung selama 3-4 bulan setelah
lulus pelatihan mereka kembali ke daerahnya masing-masing.

Untuk mengingatkan generasi muda akan kisah perjuangan PETA dan


mengenang tentara PETA yang telah gugur dalam perjuangan maupun yang telah
dipanggil Yang maha Kuasa karena faktor usia maka didirikanlah museum PETA
atas prakarsa YAPETA (yayasan Pembela Tanah Air) yang dimulai tahun 1993
dan selesai di tahun 1995 dan diresmikan oleh Bapak H.M.Soeharto presiden ke 2
RI dan juga alumni PETA.

Jenderal besar Sudirman,Presiden ke 2 RI Jenderal (purn) Soeharto,wakil


presiden RI Jenderal (Purn) Umar wirahadikusumah,Menteri panglima Angkatan
darat Jenderal anumerta Achmad Yani,Bapak paskibraka,Brigjen (Purn) Latief
Hendraningrat,Pimpinan pemberontakan PETA di Blitar Shodancho supriyadi
serta tokoh-tokoh lainnya mereka seluruhnya adalah alumnus Pembela tanah air
(PETA) oraganisasi kemiliteran yang dibentuk pemerintah Jepang selama
berkuasa di Indonesia.

Bogor sebagai tempat dilahirkannya prajurit garda terdepan yang gagah


berani tak perlu dielakkan lagi. Berdasarkan sejarah, Jepang pernah mengeluarkan
dekrit membentuk Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Alih-
alih dibentuk untuk membantu Jepang melawan sekutu, PETA kemudian
dijadikan sebagai korps tentara yang disiapkan untuk mencapai Indonesia
merdeka oleh para pemimpin pergerakan kebangsaan.

Peran tentara PETA tidak lepas dari tanah Bogor, karena di daerah inilah
untuk pertama kali pendidikan perwira PETA didirikan. Untuk mengenang Bogor
sebagai kota pembela tanah air, dibangunlah monumen yang berdiri
berdampingan dengan museum yang diberi nama Museum PETA. Museum PETA
terletak di Jalan Jenderal Sudirman No 35, Bogor, menempati lokasi yang dahulu
dijadikan tempat pendidikan kemiliteran para perwira PETA. Konon, pemilihan
lokasi ini atas berbagai pertimbangan. Antara lain karena lokasinya strategis,
udara yang sejuk, dukungan fasilitas, dan yang terpenting masyarakat sekitar pada
saat itu juga mendukung didirikannya pusat pendidikan militer dalam usaha
mencapai kemerdekaan Indonesia.

Pembangunan Museum PETA diprakarsai oleh Yayasan Pembela Tanah


Air, sebuah yayasan yang menjadi tempat bersatunya mantan Tentara Sukarela
Pembela Tanah Air. Pembangunan dimulai pada 14 November 1993 dan
memerlukan waktu sekitar 2 tahun sebelum bangunan selesai. Pada 18 Desember
1995, Museum PETA diresmikan oleh Presiden Soeharto yang juga merupakan
mantan perwira PETA angkatan I.

Memasuki kawasan museum, pengunjung akan disambut sebuah prasasti


yang dituliskan pada dinding marmer. Tulisan bernada nasionalisme tersebut
berisi sebuah pernyataan: Bumi Pembela Tanah Air Ini Merupakan Kawah
Candradimuka Keprajuritan Indonesia, Kami Datang dan Berkumpul di Bogor
Tidak Saling Mengenal, Kami Berpisah sebagai Kawan Seperjuangan untuk
Membela Tanah Air.

Masuk lebih ke dalam, pengunjung akan menjumpai berbagai diorama


yang menjelaskan sejarah dan perkembangan tentara PETA dalam meraih cita-cita
kemerdekaan Indonesia. Selain diorama, terdapat juga koleksi pakaian dan
berbagai jenis senjata yang pernah digunakan tentara PETA. Koleksi lainnya
berupa foto dokumentasi sepak terjang tentara PETA hasil guntingan dari media
masa pada saat itu.

Terdapat sebuah monumen di bagian belakang Museum PETA. Monumen


tersebut berupa patung Daidancho Soedirman. Daidancho merupakan pangkat
kemiliteran buatan Jepang. Daidancho setara dengan Komandan Batalyon
(Letkol/Mayor). Di bagian yang lain, terdapat patung Supriyadi dengan gestur
yang heroik, tangan kanan mengepal ke atas sementara tangan kiri menggenggam
sebilah samurai.

Pahlawan Nasional yang bernama lengkap Fransiskus Xaverius Supriyadi


ini mempunyai pangkat Shodancho atau setara dengan Komandan Pleton
(Letnan). Beliau berperan memimpin pemberontakan tentara PETA terhadap
pendudukan Jepang di Blitar pada Februari 1945. Sementara, pada dinding
monumen yang berbentuk setengah lingkaran terdapat nama-nama perwira tentara
PETA yang berasal dari seluruh Jawa, Bali, Madura, dan Sumatera lengkap
dengan informasi yang menerangkan fungsi dan jabatannya.

1.2. Sejarah Tentara Pembela Tanah Air ( PETA )

Tentara PETA dibentuk pada tanggal 03 Oktober 1943 oleh Tokoh


Tokoh PETA yaitu :

a. Ir. Soekarno e. Gatot Mangkupraja

b. Drs. Moh. Hatta f. K.H. Mas Mansoer

c. Ki Ageng Suryomataraman g. K.H. Agus Salim

d. Ki Hajar Dewantara

Tentara PETA bukan buatan Jepang tetapi buatan Indonesia terbuki


dengan terjadinya perlawanan Tentara PETA di Blitar pada Tanggal 14 Februari
1945 yang dipimpin oleh Syodancho Supriyadi, terjadinya perlawanan Tentara
PETA di Blitar adalah karena adanya romusha ( kerja paksa pada jaman jepang ).

Pangkat pangkat Tentara PETA :

1. Daidancho ( Komandan Batalyon ) = Letkol/Mayor

2. Chudancho ( Komandan Kompi ) = Kapten

3. Syodancho ( Lomandan Peleton ) = Letnan

4. Bundancho ( Komandan Regu ) = Sersan

5. Giyuhei ( Prajurit ) = Tamtama

Untuk Pangkat No 1, 2, dan 3 di didik di Bogor oleh Jepang

Untuk Pangkat No 4 dan 5 di didik di daerah Masing masing yang meliputi pulau
jawa, madura dan bali oleh Perwira Lulusan dari Bogor.

Beberapa peristiwa penting yang pernah dilakukan tentara PETA,


berkaitan dengan sejarah berdirinya bangsa, antara lain :

1. Sebelum proklamasi melakukan pengamanan Dwi tunggal ( Soekarno-Hatta


) pada tanggal 16 Agustus 1945 ke Rengkasdengklok ( Karawang ) untuk
menghindari perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan tua tentang
pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Karena di jakarta diisukan akan
terjadi Revolusi.

2. Pada saat proklamasi :

a. Mengamankan wilayah Proklamasi di pimpin Daidancho Abdul Kadir

b. Mengibarkan Bendera Merah Putih oleh Chudancho Latief Hendraningrat

c. Menjaga Telepon oleh Syodancho Arifin Abdurahman

Tentara PETA dibubarkan pada tanggal 19 Agustus 1945 oleh Jepang,


Kemudian tanggal 22 Agustus 1945 PPKI Merumuskan Terbentuknya BKR, pada
tanggal 23 Agustus 1945 mantan Tentara PETA, Heiho, Knill, para Pemuda dan
Pelaut Bergabung dalam BKR yang kemudian menjadi Cikal Bakal TNI ( Tentara
Nasional Indonesia ).

Nama nama mantan Tentara PETA :

1. Jenderal Sudirman

2. Bpk. Soeharto

3. Bpk. Umar Wirahardikusumah

4. Jenderal Ahmad Yani

5. Lapten Muslihat

6. Mayor Oking

7. Daan Mogot

1.3. Diorama di Museum PETA

Museum PETA menunjukan Koleksi yang sungguh memberikan banyak


pengetahuan kepada saya melalui patunng-patungnya, Reliefnya, Monumennya
maupun Diorama-dioramanya sehingga membuat para pengunjung tidak bosan
untuk melihat dan mempelajarinya.

Koleksi Museum PETA Bogor berupa senjata-senjara, patung para


Pahlawan, foto-foto para pejuang, dan diorama-diorama yang menggambarkan
kisah sejarah Indenesia.
Berikut diorama diorama yang menceritakan sejarah tentara Pembela Tanah Air
atau PETA.

Diorama 1: Kesepakatan tokoh-tokoh Bangsa Indonesia untuk mengupayakan


berdirinya tentara PETA (1943)
Diorama 2: Kegiatan latihan di Pusat Pendidikan Perwira Pembela Tanah Air
Bogor (1943)
Diorama 3: Pembentukan batalyon-batalyon PETA di
daerah Jawa, Madura dan Bali (1944)
Diorama 4: Pemberontakan PETA di Blitar (14 Februari 1945)
Diorama 5: Tipu muslihat Katagiri Butaicho (Jepang) terhadap Syodancho
Muradi (15 Februari 1945)
Diorama 6: Peristiwa 16 Agustus 1945 di kompi Pembela Tanah Air
(PETA) Rengasdengklok
Diorama 7: Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 di Jalan
Pegangsaan Timur 56, Jakarta
Diorama 8: Badan Keamanan Rakyat (BKR) cikal bakal TNI (22 Agustus
1945)
Diorama 9: Peristiwa rapat raksasa 19 September 1945 di lapangan IKADA,
Jakarta
Diorama 10: Peristiwa serbuan Osha Butai Kota Baru oleh Pasukan
BKR Yogyakarta (Oktober 1945)
Diorama 11: BKR Malang merintis matra kedirgantaraan dalam pembentukan
kekuatan bersenjata Indonesia (Oktober 1945)
Diorama 12: Pemindahan markas angkatan darat Jepang di Jawa Timur ke
tangan Bangsa Indonesia (Oktober 1945)
Diorama 13: Ambarawa dan lahirnya hari infantri TNI-AD (Angkatan Darat)
(15 Desember 1945)
Diorama 14: Pemilihan panglima besar Tentara Keamanan Rakyat (12
November 1945)

Di dalam ruangan museum terdapat sejumlah diorama, salah satunya


menggambarkan suasana saat Bung Karno sedang mengucapkan pidato pada rapat
raksasa dihadapan massa rakyat yang memadati lapangan Ikada Jakarta. Dalam
rapat raksasa itu, para pemimpin republik dikawal diantaranya oleh BKR Jakarta
Raya pimpinan mantan Komandan Peleton PETA M. Moekmin.

Kemudian ada diorama tentang peristiwa penyerbuan Osha Butai Kota


Baru oleh BKR Yogyakarta pada Oktober 1945, yang dipimpin oleh mantan
Cudanco PETA Soeharto untuk merebut persenjataan dan perlengkapan militer
yang saat itu masih dikuasi tentara Jepang.

Selanjutnya diorama yang menggambarkan saat pimpinan BKR Malang,


mantan Cudanco PETA Mutakat Hurip, atas perintah Daidanco Imam Sujai dan
Kepala Staf Iskandar Sulaiman sedang mengatur dan mengkonsolidasikan fasilitas
kedirgantaraan, yang meliputi hanggar, sejumlah pesawat terbang dan
perlengkapan yang direbut lewat pertempuran dan perundingan dengan pihak
Jepang di pangkalan udara Bugis Malang.

Dalam pertemuan itu hadir mantan Daidanco Besoeki Soekoco, yang


diangkat sebagai Komandan Lapangan didampingi mantan Cudanco Soelam
Syamsoen dan mantan Bundanco Soeprantio. Yang disebut terakhir pernah
diangkat menjadi Panglima Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) dengan pangkat
Marsekal Muda.

Diorama di Monumen dan Museum PETA ini menggambarkan saat tokoh-


tokoh pimpinan BKR / TKR Jawa Tengah, yaitu Soedirman, Jatikoesoemo,
Soeharto, Sarbini, Ahmad Yani, Isdiman, Soetarto, Holan Iskandar, sedang
berkumpul mengatur siasat di suatu tempat antara Magelang dan Ambarawa untuk
memukul mundur pasukan Sekutu dan Belanda dari Ambarawa.

Pada 15 Desember 1945, dengan koordinasi Kolonel Soedriman yang


waktu itu masih menjabat Panglima Divisi V Banyumas, pasukan TKR berhasil
menduduki Ambarawa dan mengusir tentara Sekutu dan Belanda. Peristiwa ini
kemudian diperingati sebagai Hari Infanteri TNI AD.

Pada bagian lain terdapat diorama yang berkaitan dengan Peristiwa


Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Diorama memperlihatkan suasana di luar
asrama, pada waktu Bung Karno dan tokoh-tokoh pemuda tengah berunding
mengenai waktu dan tatacara proklamasi di dalam asrama. Saat itu Camat Soejono
Hadipranoto mengibarkan bendera merah putih menggantikan bendera Jepang,
dengan dikawal oleh prajurit PETA dan disaksikan oleh sabagian masyarakat
Rengasdengklok.

Lalu ada diorama Monumen dan Museum PETA yang menggambarkan


upacara penyerahan pedang samurai oleh Syodanco Muradi, pimpinan lapangan
pemberontakan Peta Blitar, kepada Katagiri Butaico (Jepang) di suatu lapangan di
Kota Blitar, karena janji-janji Jepang untuk memenuhi tuntutan PETA, yang
ternyata hanya tipu muslihat Jepang. Syodanco Muradi, bersama pasukannya,
disiksa selama penahanan oleh KENPEITAI, kemudian diadili dan dihukum mati
di pantai Ancol pada 16 Mei 1945.

Pada 14 Februari 1945, pasukan Peta di Blitar di bawah pimpinan


Sudancho Supriadi melakukan pemberontakan yang dikenal dengan nama
Pemberontakan Peta Blitar. Pemberontakan berhasil dipadamkan oleh pasukan
pribumi yang tak terlibat pemberontakan, baik dari satuan Peta sendiri maupun
Heiho. Sudancho Supriadi, hilang dalam peristiwa ini.

Diorama Monumen dan Museum PETA yang memperlihatkan pertemuan


Ir. Soekarno, Gatot Mangkupradja, Ki Ageng Suryomentaram, Ki Hajar
Dewantara, KH Mas Mansyur dan Dr. Moh. Hatta. Ide awal pembentukan PETA
konon terinspirasi dari kedisiplinan, militansi dan kemampuan tempur tentara
Jepang saat Ir. Soekarno berkunjung ke Akademi Militer Jepang.

Namun pembentukan PETA dianggap berawal dari surat Raden Gatot


Mangkupradja kepada Gunseikan (kepala pemerintahan militer Jepang) pada
September 1943 yang antara lain berisi permohonan agar bangsa Indonesia
diperbolehkan membantu Jepang di medan perang.

Berikutnya adalah diorama Monumen dan Museum PETA yang


menggambarkaan saat pasukan PETA tengah menjalani pendidikan kemiliteran di
Jawa Boei Giyugun Kanbu Kyo Iku Tai (Pusat Pendidikan Perwira Tentara
Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa).
Doukumentasi foto di Museum PETA

Gerbang pintu masuk museum PETA

Patung Sudancho Supriadi di halaman depan Monumen dan Museum


PETA Bogor, yang diresmikan pada 9 Agustus 2010, bertepatan dengan
diserahkannya Monumen dan Museum PETA oleh Yayasan PETA Bogor kepada
pemerintah, dan pengelolaan selanjutnya diserahkan kepada TNI Angkatan Darat.

Diorama Ambarawa

Diorama di Monumen dan Museum PETA ini menggambarkan saat tokoh-


tokoh pimpinan BKR / TKR Jawa Tengah, yaitu Soedirman, Jatikoesoemo,
Soeharto, Sarbini, Ahmad Yani, Isdiman, Soetarto, Holan Iskandar, sedang
berkumpul mengatur siasat di suatu tempat antara Magelang dan Ambarawa untuk
memukul mundur pasukan Sekutu dan Belanda dari Ambarawa.

Pada 15 Desember 1945, dengan koordinasi Panglima Divisi V Banyumas


Kolonel Soedriman, pasukan TKR berhasil menduduki Ambarawa dan mengusir
tentara Sekutu dan Belanda. Peristiwa ini diperingati sebagai Hari Infanteri TNI
AD. Ada diorama penyerbuan Osha Butai Kota Baru oleh BKR Yogyakarta pada
Oktober 1945, dipimpin mantan Cudanco PETA Soeharto untuk merebut
persenjataan dan perlengkapan militer yang masih dikuasi tentara Jepang.

Selanjutnya diorama saat pimpinan BKR Malang, mantan Cudanco PETA


Mutakat Hurip, atas perintah Daidanco Imam Sujai dan Kepala Staf Iskandar
Sulaiman, sedang mengatur dan mengkonsolidasikan fasilitas kedirgantaraan,
yang meliputi hanggar, sejumlah pesawat terbang dan perlengkapan yang direbut
lewat pertempuran dan perundingan dengan pihak Jepang di pangkalan udara
Bugis Malang.

Dalam pertemuan itu hadir mantan Daidanco Besoeki Soekoco, yang


diangkat sebagai Komandan Lapangan didampingi mantan Cudanco Soelam
Syamsoen dan mantan Bundanco Soeprantio (pernah menjadi Panglima Pasukan
Gerak Cepat, Kopasgat, berpangkat Marsekal Muda). Di sebuah dinding terdapat
koleksi foto para mantan PETA dan sebuah samurai tua. Ada pula koleksi
Monumen dan Museum PETA Bogor berupa seragam dan perlengkapan
persenjataan Gyuhei, atau Prajurit PETA.

Diorama lainnya berkaitan Peristiwa Rengasdengklok 16 Agustus 1945,


memperlihatkan suasana di luar asrama pada waktu Bung Karno dan tokoh-tokoh
pemuda tengah berunding mengenai waktu dan tatacara proklamasi. Saat itu
Camat Soejono Hadipranoto mengibarkan bendera merah putih menggantikan
bendera Jepang, dikawal prajurit PETA dan disaksikan masyarakat
Rengasdengklok.
Diorama Monumen dan Museum PETA yang memperlihatkan pertemuan
Ir. Soekarno, Gatot Mangkupradja, Ki Ageng Suryomentaram, Ki Hajar
Dewantara, KH Mas Mansyur dan Dr. Moh. Hatta. Ide awal pembentukan PETA
konon terinspirasi dari kedisiplinan, militansi dan kemampuan tempur tentara
Jepang saat Ir. Soekarno berkunjung ke Akademi Militer Jepang.

Ada yang berpendapat pembentukan PETA berawal dari surat Raden


Gatot Mangkupradja kepada Gunseikan (kepala pemerintahan militer Jepang)
pada September 1943 yang diantaranya berisi permohonan agar bangsa Indonesia
boleh membantu Jepang di medan perang. Pendapat lain menyebut pada masa
pendudukan Jepang, Ki Ageng Suryomentaram berusaha keras membentuk satuan
tentara. Pendapatnya itu dikemukakannya dalam pertemuan dengan Bung Karno,
Bung Hatta, Kiai Haji Mas Mansoer, dan Ki Hadjar Dewantara.

Ki Ageng juga membuat tulisan Jimat Perang yang merupakan dasar-


dasar ketentaraan, yaitu pandai berperang dan berani mati, yang diceramahkannya
di berbagai kesempatan. Ketika bertemu Bung Karno, diberikannya Jimat Perang
ini, dan kemudian dipopulerkan Bung Karno dalam pidato-pidato radionya untuk
membangkitkan semangat berperang dan berani mati.
Lahirnya Tentara Nasional Indonesia

Di depan sebuah gedung di jalan Merdeka Selatan yang kemudian menjadi


arkas PETA berlangsung pertemuan. Pada 23 Agustus 1945 anggota pasukan
PETA dan Heiho yang telah dibubarkan berkumpul untuk hadir dan
mendengarkan pengumuman Presiden Soekarno mengenai keputusan pemerintah.
Pada 22 Agustus pemerintah telah memutuskan membentuk Badan Keamanan
Rakyat atau BKR.

Diorama di Monumen dan Museum PETA lainnya memperlihatkan


upacara penyerahan samurai oleh Syodanco Muradi, pimpinan lapangan
pemberontakan PETA Blitar, kepada Katagiri Butaico. Janji memenuhi tuntutan
PETA ternyata hanya tipu muslihat Jepang. Syodanco Muradi bersama
pasukannya ditangkap dan disiksa oleh KENPEITAI, lalu dibunuh di Ancol pada
16 Mei 1945.

Pada 14 Februari 1945, pasukan Peta di Blitar di bawah pimpinan


Sudancho Supriadi melakukan pemberontakan yang dikenal dengan nama
Pemberontakan Peta Blitar. Pemberontakan berhasil dipadamkan oleh pasukan
pribumi yang tak terlibat pemberontakan, baik dari satuan Peta sendiri maupun
Heiho. Sudancho Supriadi, hilang dalam peristiwa ini.

Ada diorama yang menggambarkan suasana saat Bung Karno sedang


mengucapkan pidato pada rapat raksasa dihadapan massa rakyat yang memadati
lapangan Ikada Jakarta. Dalam rapat raksasa itu, para pemimpin republik dikawal
diantaranya oleh BKR Jakarta Raya pimpinan mantan Komandan Peleton PETA
M. Moekmin.
Rapat Raksasa Lapangan Ikada

Di dalam ruangan museum terdapat sejumlah diorama, salah satunya


menggambarkan suasana saat Bung Karno sedang mengucapkan pidato pada rapat
raksasa dihadapan massa rakyat yang memadati lapangan Ikada Jakarta. Dalam
rapat raksasa itu, para pemimpin republik dikawal diantaranya oleh BKR Jakarta
Raya pimpinan mantan Komandan Peleton PETA M. Moekmin.

Penyerbuan Osha Butai Kota Baru

Peristiwa penyerbuan Osha Butai Kota Baru oleh BKR Yogyakarta pada
Oktober 1945, yang dipimpin oleh mantan Cudanco PETA Soeharto untuk
merebut persenjataan dan perlengkapan militer yang saat itu masih dikuasi tentara
Jepang.
Sejarah ABRI

Sebuah bagan di dalam ruang pamer Monumen dan Museum PETA yang
menunjukkan perkembangan sejarah ABRI / TNI, mulai dari terbentuknya BKR
pada 22 Agustus 1945, hingga menjadi ABRI pada 1962, dan kembalinya lagi
menjadi TNI tidak ada pada bagan itu.
Dirgantara

Pimpinan BKR Malang, mantan Cudanco PETA Mutakat Hurip, atas


perintah Daidanco Imam Sujai dan Kepala Staf Iskandar Sulaiman sedang
mengatur dan mengkonsolidasikan fasilitas kedirgantaraan, yang meliputi
hanggar, sejumlah pesawat terbang dan perlengkapan yang direbut lewat
pertempuran dan perundingan dengan pihak Jepang di pangkalan udara Bugis
Malang.

Pengambilalihan Markas

Diorama Monumen dan Museum PETA yang menggambarkan peristiwa


pengambilalihan Markas Angkatan Darat Tentara Jepang di Jawa Timur oleh
tentara Indonesia pada Oktober 1945.
Pemilihan Panglima

Diorama Monumen dan Museum PETA yang mempelihatkan peristiwa


saat pemilihan panglima besar Tentara Keamanan Rakyat pada 12 November
1945.

R. Mohamad Mangoendiprodjo

Foto dokumentasi R. Mohamad Mangoendiprodjo yang menjadi


Daidancho dari Daisan (III) Daidan Sidoarjo, Jawa Timur, sejak Oktoner 1944,
riwayat hidupnya, dan daftar pejabat Daisan (III) Daidan Sidoardjo. Ada pula
lukisan serta foto dokumentasi menjelang peristiwa 10 November di Surabaya.
Gyuhei

Koleksi seragam dan perlengkapan persenjataan Gyuhei, atau Prajurit


PETA, yang disimpan Monumen dan Museum PETA.

Peristiwa Rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Diorama


memperlihatkan suasana di luar asrama, pada waktu Bung Karno dan tokoh-tokoh
pemuda tengah berunding mengenai waktu dan tatacara proklamasi di dalam
asrama. Saat itu Camat Soejono Hadipranoto mengibarkan bendera merah putih
menggantikan bendera Jepang, dengan dikawal oleh prajurit PETA dan disaksikan
oleh sabagian masyarakat Rengasdengklok.
Tipu Muslihat Katagiri Butaicho

Upacara penyerahan pedang samurai oleh Syodanco Muradi, pimpinan


lapangan pemberontakan Peta Blitar, kepada Katagiri Butaico (Jepang) di suatu
lapangan di Kota Blitar, karena janji-janji Jepang untuk memenuhi tuntutan
PETA, yang ternyata hanya tipu muslihat Jepang. Syodanco Muradi, bersama
pasukannya, disiksa selama penahanan oleh KENPEITAI, kemudian diadili dan
dihukum mati di pantai Ancol pada 16 Mei 1945.

Pemberontakan PETA Blitar

Pada 14 Februari 1945, pasukan Peta di Blitar di bawah pimpinan


Sudancho Supriadi melakukan pemberontakan yang dikenal dengan nama
Pemberontakan Peta Blitar. Pemberontakan berhasil dipadamkan oleh pasukan
pribumi yang tak terlibat pemberontakan, baik dari satuan Peta sendiri maupun
Heiho. Sudancho Supriadi, hilang dalam peristiwa ini.
Pendidikan PETA

Diorama Monumen dan Museum PETA yang menggambarkaan saat


pasukan PETA tengah menjalani pendidikan kemiliteran di Jawa Boei Giyugun
Kanbu Kyo Iku Tai (Pusat Pendidikan Perwira Tentara Sukarela Pembela Tanah
Air di Jawa).

Patung Sudirman

Saat saya keluar dari ruangan museum dan berjalan ke arah belakang,
terlihat Patung Panglima Besar Sudirman saat masih muda. Patung itu ada di
halaman terbuka di ujung lorong tengah gedung Monumen dan Museum PETA,
diapit oleh dua buah meriam lapangan.
Patung Sudirman

Sosok Patung Sudirman dilihat dari belakang, menghadap ke arah


bangunan di bagian depan dimana museum PETA berada.

Perwira Tentara PETA

Patung itu menggambarkan sosok Jenderal Sudirman saat masih sebagai


perwira PETA. Pada dinding yang berbentuk setengah lingkaran di belakang
patung Sudirman ini tercantum nama-nama perwira tentara PETA dari seluruh
Jawa, Madura, Bali, dan Sumatera.
Daidancho Soedirman

Tulisan di bawah Patung Soedirman itu berbunyi Daidancho Soedirman


(Danyon) Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA), 1944 1945.

Relief

Lorong masuk Monumen dan Museum PETA dimana terdapat sejumlah


relief yang menggambarkan tokoh-tokoh PETA serta peristiwa terkait dengan
keberadaan PETA.
Relief PETA

Relief yang menggambarkan beberapa aksi dan kegiatan terkait dengan


PETA dan terbentuknya Tentara Nasional Indonesia yang mencakup matra darat,
laut dan udara.

Tokoh PETA

Relief Para mantan PETA di lorong masuk Monumen dan Museum PETA
yang pernah berperan penting dalam percaturan politik dan militer RI, yaitu
Supriadi, Sudirman, Soeharto, Umar Wirahadikusumah, Poniman, Drg. Moestopo,
Mohamad, Achmad Yani dan Sarwo Edhi Wibowo.

Perekrutan

Relief Monumen dan Museum PETA yang menggambarkan perekrutan


dan pendidikan tentara PETA, serta tokoh-tokoh Daidan (Batalion) PETA Blitar,
dan Daidan PETA Magelang.
Prasasti

Sebuah prasasti yang dibuat pada batu dengan lambang PETA dan tulisan
Semasa berkobarnya Perang Dunia kedua di bumi Pembela Tanah Air ini
dilahirkan jiwa keprajuritan nasional Indonesia.

Sudancho Supriyadi

Patung Sudancho Supriyadi di depan gedung Monumen dan Museum


PETA. Sebuah instalasi tank militer tampak di latar belakang, selain Patung
Panglima Besar Jenderal Sudirman dengan tongkat dan pakaian kebesarannya di
halaman depan kanan Monumen dan Museum PETA.
Panglima Sudirman

Patung Jenderal Sudirman di halaman depan Monumen dan Museum


PETA dengan ikat kepala dan jubah kebesarannya terlihat gagah berdiri, dikawal
oleh sebuah tank tempur.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berkunjung ke Museum PETA, pengunjung akan diajak kembali ke masa


pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia masa ketika sikap nasionalisme
menjadi panglima melebihi sikap individualisme kelompok dan golongan. Di
museum ini, pengunjung juga diajak untuk mengetahui sejarah panjang cikal
bakal berdirinya TNI di Indonesia, sambil mengenang jasa para perwira tentara
PETA yang telah gugur mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk cita-cita
kemerdakaan Indonesia.

Diorama Monumen dan Museum PETA yang menggambarkaan saat


pasukan PETA tengah menjalani pendidikan kemiliteran di Jawa Boei Giyugun
Kanbu Kyo Iku Tai (Pusat Pendidikan Perwira Tentara Sukarela Pembela Tanah
Air di Jawa).

3.2 Saran

Monumen dan Museum PETA merupakan sebuah museum yang baik


untuk dikunjungi, agar menyegarkan ingatan mengenai peran dan pentingnya
pendidikan kemiliteran dalam mendukung perjuangan politik menegakkan
kemerdekaan RI.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.asosiasimuseumindonesia.org

http://www.pecintawisata.wordpress.com

http://www.thearoengbinangproject.com/museum-peta-bogor

Museum Pembela Tanah Air

Anda mungkin juga menyukai