Anda di halaman 1dari 17

HASIL KUNJUNGAN

Museum Pembela tanah air (PETA) ialah museum yang terletak di Jl. Jend.
Sudirman No.35,Pabaton,Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat.Bangunan ini
ialah peninggalan zaman belanda yang dibangun oleh tentara KNIL pada zaman
gubernur Jenderal Belanda Gustaff Willem baron van Imhoff pada tahun 1743 dan
digunakan oleh para pengawal serta pegawai lainnya yang bekerja pada kantor
gubernur Jenderal Belanda.Tahun 1942 belanda menyerah kepada jepang
sehingga semua bangunan belanda berhasil dikuasai oleh Jepang yang digunakan
sebagai tempat pendidikan dan pelatihan calon Tentara Peta. Namun setelah
jepang kalah bangunan ini kembali diambil alih oleh tentara KNIL dan pada
tanggal 15 April 1950 tentara KNIL menyerahkan kepada TNI AD yang kemudian
digunakan sebagai Pusat Pendidikan Zeni (Pusdikzi). Lahan yang dimilki Pusdikzi
sekitar 13,7 hektar dan sekitar 2,150 m2 Sebagai area Museum dan Monumen Peta
adapun bangunan museumnya sekitar 1,733,59 m2.

Prakarsa pendirian Museum dan Monumen Peta berasal dari para mantan
tentara peta dan generasi penerus peta yang tergabung dalam yayasan Pembela
Tanah Air (Yapeta). Peletakan batu pertama pada tanggal 14 November 1993 yang
dilakukan oleh Bapak Umar Wirahadikusumah selaku wakil presiden pada saat
ini. Peresmian dilakukan langsung oleh Bapak Presiden Soeharto pada tanggal 16
Desember 1995 yang juga merupakan mantan tentara peta. Museum ini didirikan
dibogor karena tempat ini merupakan situs bersejarah yang menjadi pusat
pendidikan dan pelatihan Perwira Tentara Peta.

Museum dan Monumen Peta didirikan dengan tujuan untuk memberikan


gambaran perjuangan dalam mempersiapkan, merebut dan mempertahankan
Kemerdekaan Indonesia serta memberikan penghargaan kepada mantan Tentara
peta atas jasa-jasanya kepada bangsa dan negara Indonesia. Selama 15 tahun
dikelola oleh Yapeta pada tanggal 9 Agustus 2010 diserahkan kepada Dinas
Sejarah Angkatan Darat (Disjarahat). Disjarahat memiliki Visi dan Misi, yaitu
“Menjadi lembaga yang mampu menyusun, memelihara, dan menyosialisasikan
kesejarahan TNI AD serta semangat juang dan tradisi di lingkungan TNI AD”.
Misinya ialah 1) Melaksanakan Pembinaan, Pengumpulan, pemeliharaan dan
pengolaan data dan dokumen sejarah 2) Meningkatkan kemampuan dan semangat
personil sejarawan untuk menguasi wahana kesejarahan 3) Memberikan
pembekalan metodologi penulisan sejarah sehingga memiliki keunggulan dalam
tulisan 4) Membangkitkan semangat kerja secara profesional dalam membentuk
militansi TNI AD 5) Meningkatkan Kualitas Museum dan Monumen TNI AD
sebagai tempat melestarikan benda benda bersejarah agar bermamfaat bagi
pengkajian dan penelitian kesejarahan, sekaligus menjadi tempat wiasata sejarah
6) Meningkatkan pengelolaan perpustakaan Pusat Angkatan Darat dengan
kelengkapannya sehingga berguna bagi pengembangan ilmu dan wawasan
pengetahuan 7)Memberi asistensi teknis bidang kesejarahan kepada satuan-satuan
jajaranTNI AD 8) Menyosialisasikan dokumen sejarah, museum dan monumen,
perpustakaan, tulisan sejarah, dan pelestarian nilai-nilai tradisi kejuangan kepada
prajurit TNI AD 9) Membina, memelihara tradisi dan melestarikan nilai-nilai
kejuangan yang berlandaskan Pancasila, UUD'45, Sapta Marga, dan Sumpah
Prajurit 10) Menjadikan lingkungan yang bersih, rapi, indah, sehat dan tertib
(BRIST) guna tercipta suasana yang kondusif.

Bangunan museum terdiri dari halaman depan dimana terdapat dua buah patung
yaitu patung Panglima Besar Jendral Soedirman Shodanco ( Komandan Pleton )
dan Supriaydi yang memimpin pemberontakan TKR di Blitar. Pada Bagian dalam
gerbang terdapat enam buah relief yang menceritakan sejarah pembentukan,
pelatihan dan perjuangan Tentara Peta selain itu terdapat dua buah ruangan
dimana menjelaskan Peta dalam 14 diorama serta menyimpan koleksi-koleksi dari
tentara peta mulai searagam tentara Peta yang asli, senjata asli tentara peta, replika
tandu yang membawa Jendral soedirman pada saat perang gerilya.

Relief I

Relief I menjelaskan siapa saja tokoh-tokoh Bangsa Indonesia Yang


Memprakarsai Pembentukan Tentara PETA yaitu : Ir. Soekarno, DRS. Moh. Hatta,
Ki Hajar Dewantara, Gatot Mangku Praja, KH. Agus Salim, Ki Ageng Suryo
Mataram, KH. Mas Mansyur, Menjelaskan Perekrutan Tentara Peta dari seluruh
lapisan masyarakat baik dari kalangan pemuda maupun dari tokoh masyarakat
dari Jawa, Madura, dan Bali yang direkrut dan dididik menjadi perwira
berpangkat Syodancho, Chudancho, dan Daidancho di Bogor, selain itu
menggambarkan pemimpin Daidan peta magelang : Syodancho Darmaji,
Syodancho Ahmad Yani, Syodancho Sawro Edhi Wibowo, Daidancho Soeryo
Soempeno dan pemimpin Daidan Peta Blitar : Chudancho Sujatmo, Syodancho
Supriyadi, Daidancho Soerahmad.
Relief II

Relief II menggambarkan bagaimana pemberontakan yang dilakukan


Tentara PETA Sebelum Kemerdekaan

A. Perlawanan PETA di Blitar Pimpinan Syodancho Supriyadi tanggal 14


Februari 1945 yang mengakibatkan Hukuman di Mahkamah Militer
Jepang terhadap Syodancho Muradi dan rekan seperjuangannya,
mengobarkan semangat untuk melawan Jepang bagi Daidan PETA lainnya.
B. Perlawanan PETA yang di pimpin oleh Bundancho Kusaeri pada tanggal
21 April 1945 di Desa Gumilar Cilacap.
C. Perlawanan PETA di Cilacap pada tanggal 4 Mei 1945 di daerah Cileunca
Pangalengan Bandung Selatan yang di pimpin oleh Bundancho Amar
Sutisna.

Relief III

Relief III Menggambarkan Peran Tentara PETA pada saat Proklamasi


Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di JL. Pagangsaan Timur No. 56
Jakarta yaitu : Daidancho Abdul Kadir (Pemempin Keamanan pada saat
Proklamasi Kemerdekaan), Chudancho Latif Hendraningrat (Pengibar Sang Saka
Merah Putih / Bapak PASKIBRAKA), Syodancho Arifin Abdurahman (Operator
Pesawat Telephon, Menyampaikan Informasi Keamanan kepada Daidancho Abdul
Kadir).

Relief IV

Relief IV Menggambarkan Bagaimana Pelagaan Ambarawa yaitu diakhir


Pertempuran Jepang dengan Indonesia, Sekutu kembali mendarat di Semarang
dengan di boncengi Tentara NICA yang akhirnya melepaskan tawanan Belanda,
Belanda kembali ingin menguasai Indonesia, sehingga terjadi pertempuran di
Ambarawa yang mengakibatkan gugurnya Letkol Isdiman akibat serangan udara
Sekutu, Kolonel Soedirman menuntut balas atas gugurnya orang kepercayaannya
melalui pertempuran 4 hari 4 malam. Pada akhirnya Sekutu dapat dipukul mundur
keluar dari Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1945 sehingga 15 Desember
diperingati sebagai Hari-hari Lahirnya Infantri yang sekarang diperingati sebagai
Hari Juang Kartika Eka Pakhsi.

Relief V

Relief V Menggambarkan Beberapa Tokoh Pimpinan Nasional yang


Berasal dari Mantan PETA yaitu : Syodancho Supriyadi (Pimpinan
Pemberontakan PETA di Blitar, Panglima TKR), Jendral Besar Soedirman
(Panglima Besar TKR), Jendral Besar HM. Soeharto (Mantan Presiden RI Ke-2),
Jendral Purn. Umar Wira Hadi Kusumah (Mantan Wakil Presiden RI Ke-4) Dari
Kiri Bawah : Jendral Purn. Poniman (Mantan Kasad/Menhan), Kolonel DR.
Mustopo (Pimp. BKR/TKR Malang dan Merebut Gedung HVA yang digunakan
Markas Angkatan Darat Jepang), Mayor Jendral R. Muhammad Mangundiprojo
(Anggota MPR Periode 1988), Jendral Anumerta Ahmad Yani (Mantan
Kasad/Menhan Gugur sebagai Pahlawan Revolusi), Mayor Jendral Sarwo Edhi
Wibowo (Mantan Danjen KOPASSUS)

Relief VI

Relief VI menggambarkan PETA Merupakan Salah Satu Cikal Bakal


Lahirnya TNI. Pada Tanggal 19 Agustus 1945 PETA dibubarkan oleh Pemerintah
Jepang dan akhirnya bergabung dengan Badan Penolong Korban Perang (BPKP)
kemudian tanggal 22 Agustus PPKI merumuskan terbentuknya BKR, Tanggal 23
Agustus 1945 PETA bersama komponen bangsa lainnya seperti : KNIL, HEIHO,
Seinindan, Keibudan, Laskar Pemuda, dan Pelaut bergabung menjadi satu
membentuk BKR. Selanjutnya tanggal 5 Oktober 1945 BKR ditubah namanya
melalui Maklumat Pemerintah menjadi TKR sehingga setiap tanggal 5 Oktober
diperingati sebagai Hari Lahirnya TNI (AD, AL, dan AU) penyerahan panji PETA
di Mabes TNI Cilangkap tanggal 17 Desember 1999.

Pembentukan Tentara Peta

Tentara Peta dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 berdasarkan maklumat


Osamu Shirei (Undang-Undang/Dekrit) Nomor 44 yang diumumkan oleh
panglima Tentara AD Jepang ke-16, Letnan Jendral Kumakichi Harada, tentang
pembentukan kyodo boei giyujun (Tentara Sukarela Pembela Tanah Air). Sejarah
pembentukan dan perjuangan tentara Peta di ceritakan dalam 14 diorama.
Diorama 1
Kesepakatan Tokoh-Tokoh Bangsa Indonesia Untuk Mengupayakan Berdirinya
Tentara Peta (1943)

Diorama 1 memperlihatkan pertemuan tokoh-tokoh besar bangsa


Indonesia untuk segera mewujudkan pembentukan pasukan tentara PETA.
Tujuan di bentuknya tentara PETA ada 2 yaitu:
1. Bagi Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
2. Bagi Jepang untuk membantu melawan Sekutu
Pembentukan tentara PETA berhasil dan dimulailah pendidikan pertama
pada tanggal 15 oktober 1943 di bogor, dan mulai merekrut para pemuda yang
berasal dari daerah meliputi Jawa, Madura dan Bali. Tentara Perwira PETA
dididik selama kurang lebih 3-4 bulan.
Macam-macam pangkata perwira PETA yaitu:
1. Daidancho (Komando Batalyon) sekarang Letkol/Mayor.
2. Chudancho (Komandan Kompi) sekarang Kapten.
3. Syodancho (Komndan Peleton) sekarang Letnan.
Jepang saat itu tidak berani meluluskan setingkat jendral maka, pangkat tertinggi
yaitu Daidancho. Mereka yang sudah selesai di kembalikan ke daerahnya masing-
masing yang berjumlah 69 batalyon dan di daerahnya masing-masing mereka
menjadi guru dan melatih kemiliteran kepada pemuda-pemuda daerah dengan
lulusan pangkat tentunya lebih rendah yaitu Bundancho/Sersan dan
Giyuhei/Tamtama. Lulusan dari Bogor yang terbagi menjadi 5 angkatan sebanyak
1.609 perwira, khusus angkatan ke 2 dijadikan tentara pilihan perang geriliya.

Diorama 2
Kegiatan Latihan Di Pusat Pendidikan Perwira Pembela Tanah Air Bogor (1943)
Kegiatan pendidikan pasukan PETA hanya ada di jawa dan sumatera saja
karena yang menguasai adalah angkatan darat jepang. Sulawesi dan Kalimantan
tidak ada pendidikannya karena di sana dikuasai oleh angkatan laut jepang
sedangkan angkatan laut jepang tidak membuka pendidikan. Hanya di bogor saja
yang membuka pendidikan militer dan masyarakat sekitar pun mendukung dengan
adanya sekolah pendidikan militer di daerah bogor.

Diorama 3
Pembentukan Batalyon-Batalyon Peta Di Daerah Jawa, Madura Dan Bali (1944)

Kegiatan memproses dan mentransformasikan para pemuda dari segala


lapisan masyarakat menjadi prajurit PETA. Mereka berasal dari seluruh Jawa,
Madura, dan Bali. Kegiatan dilakukan di tempat asrama Daidan (Batalyon) di
daerah masing-masing, dan dari situ mulai disusun dalam regu-regu, pleton-pleton
kemudian diganti dengan dengan pakaian seragam, digunduli, dan terus mengikuti
latihan keprajuritan. Adegan menggambarkan kegiatan di salah satu Yon PETA di
pulau Bali. Para pelatih sepenuhnya terdiri atas perwira-perwira lulusan Pusat
Pendidikan Perwira PETA di Bogor.

Diorama 4
Pemberontakan Pembela Tanah Air Di Blitar (14 Pebruari 1945)

Pemberontakan ini di awali karena kejamnya penjajahan jepang terhadap


masyarakat Indonesia yang memberlakukan Romusa (kerja paksa) dan saat jaman
Belanda Kerja rodi yang menyengsarakan masyarakat indonesia. Tentara PETA di
latih oleh jepang cinta tanah air, sedangkan masyarakat Indonesia di siksa. Ini
yang menyulut kemarahan tentara PETA dan terjadilah pemberontakan besar di
Blitar yang di pimpin oleh sudancho Supriadi. Dan Supriadi berhasil
membombardir markas jepang. Setelah itu supriadi menghilang tanpa jejak
sampai sekarang.

Diorama 5
Tipu Muslihat Katagiri Butaicho (Jepang) Terhadap Syodancho Moeradi (15
Pebruari 1945)
Tanggal 15 pebruari 1945 Supriadi dipanggil dan akan diadili oleh jepang
untuk mempertanggung jawabkan pemberontakan tersebut. Tapi supriadi hilang,
jika dia hidup tidak ada orangnya jika dia meninggal tidak ada mayatnya, Ini
sangat fenomenal. Sementara yang maju di hadapan jepang adalah wakilnya yaitu
syodancho muradi. Muradi di rayu jepang untuk menyerah dan muradi
menyatakan “kami mau menyerah asal tidak dijadikan tawanan” Jepang langsung
menyetujuinya. Dan sebagai tanda jepang tidak akan melakukan apa-apa
diberikanlah samurai katana perwira jepang kepada muradi. Setelah pasukan
muradi menyerah ternyata di tipu oleh jepang dan dibawa ke Jakarta di adili oleh
militer jepang ada yang dihukum mati dan di penjara 15 tahun hingga seumur
hidup. Itulah pahlawan tanpa tanda jasa kita rela berkorban demi Negara
indonesia.

Diorama 6
Peristiwa 16 Agustus 1945 Di Kompi Pembela Tanah Air (Peta) Rengasdengklok
Peristiwa rengasdengklok karawang terjadi pada tanggal 16 agustus 1945.
Soekarno hatta dibawa ke rengasdengklok untuk di amankan. Karena para
golongan pemuda mendesak soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan.
Para golongan muda mendengar bahwa kota nagasaki dan hirosima di bom oleh
sekutu pada tanggal 6-9 agustus 1945 dan jepang menyatakan menyerah pada
tanggal 14 agustus 1945. Soekarno termasuk golongan tua menyatakan jika ingin
proklamasi harus rapat dahulu dengan bpupki. Sedangkan dalam tubuh bpupki
ada jepangnya. Golongan pemuda lewat perwakilannya menyatakan “jika kita
ingin merdeka harus dengan kemauan sendiri jangan ada campur tangan jepang.”
Soekarno menyatakan “saya lelah melihat masyarakat indonesia tumpah darahnya,
kalo kita merdeka saya takut terjadi Pertempuran Lagi.” Oleh Karena Itu Agar
Tidak Terjadi Perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan tua
dibawalah soekarno hatta beserta istri dan anaknya ke rengasdengklok. Karena
disana sudah dikuasai oleh para tentara PETA dan bisa mengibarkan bendera
merah putih dengan gagahnya. Proklama dibuat soekarno dikediaman orang cina
yang bernama jiao gi song. Setelah selesai soekarno beserta rombongan pulang ke
Jakarta untuk merumuskan proklamasi dan tiba jam 12 malam sedangkan disana
masih dikuasai oleh jepang yang saat itu jepang menerapkan jam malam tidak
boleh ada aktifitas setelah jam 10 malam. Akhirnya soekarno memakai rumah
orang jepang Laksamana Maida angkatan laut jepang. Menagapa merumuskan
proklamasi dirumah orang jepang? Karena untuk menghindari jam malam.
Laksamana Maida sadar jepang sudah kalah dan memberikan ruangan bawah
rumahnya kepada soekarno, hatta dan Ahmad Subarjo untuk merumuskan teks
proklamasi. Lalu diketik oleh sayuti melik dan dibacakan lah teks proklamasi oleh
soekarno pada tanggal 17 agustus 1945.

Diorama 7
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 Di Jalan Pegangsaan Timur 56,
Jakarta
Tanggal 17 agustus 1945 indonesia berhasil memproklamasikan
kemerdekaannya dan menyatakan bebas dari penjajahan. Pengibaran bendera
merah putih dilakukan oleh tentara peta yaitu Latief Hendraningrat yang kita
kenal sebagai bapak paskibraka dan tokoh pemuda Suhud Kusumo. Bendera
Merah Putih di jahit tangan oleh Ibu Fatmawati.

Diorama 8
Pembentukan Badan Keamanan Rakyat cikal bakal TNI (22 Agustus 1945

Diorama 8 menceritakan terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR)


yaitu yang sekarang disebut sebagai TNI. Pada tanggal 22 Agustus 1945 di
halaman suatu gedung di Jalan Merdeka Selatan yang pernah dipersiapkan untuk
Markas Besar Tetara PETA, para pemuda Peta dan Heiho yang telah resmi
dibubarkan berkumpul mendengarkan seruan Bung Karno. Saat itu tanggal 23
Agusteus 1945 diumumkan tentang pembentukan Badan Keamanan Rakyat
(BKR) yang teah dipustuskan pemerintah sehari sebelumnya yaitu pada tanggal
22 Agustus 1945. Pada latar belakang adegan tampak kobaran api seorag perwira
Jepang dari Markas Besar Peta membakar seluruh dokumen, daftar dan catatan
dengan maksud menghilangkan arsip yang dibutuhkan oleh pemerintah Republik
Indonesia. Adegan menunjukkan suasana hening, tertib, tetapi penuh semangat
berkobar di dada para pemuda penyambut seruan pembentukan BKR.

Diorama 9
Peristiwa Rapat Raksasa 19 September 1945 di Lapangan Ikada Jakarta

Presiden Republik Indonesia, Bung Karno sedang mengucapkan pidato


pada rapat raksaas dihadapan masa rakyat yang memadati lapangan Ikada Jakarta.
Rapat terebut merupakan rapat manifestasi dukungan bulat rakyat atas proklamasi
17 Agustus 1945 dihadapan mata dunia dan siap mempertahankannya meski
apapun resikonya. Para pemimpin dikawal diantarnya oleh BKR Jakarta Raya,
pimpinan mantan komandan Peleton Peta Moefreini Moekimin. Pasukan tersebut
juga turut menjaga dan mengawal rapat raksasa. Adegan menggambarkan
ketertiban masa dalam rapat tersebut, dengan disiplin yang tinggi rakyat mematuhi
amanat Bung Karno untuk meninggalkan lapangan dengan tenang dan tertib..
sementara itu pasukan Jepang dengan tank, panser serta tentara-tentara yang siaga
dengan bedil dan sangkur terpasang berjaga-jaga dan mengawal jalannya rapat.
Diorama 10
Peristiwa Sebuah Osha Butai Kota Baru oleh Pasukan Badan Keamanan Rakyat
(BKN) Yogyakarta (Oktober 1945)

Pasukan BKN Yogyakarta dipimpin oleh mantan Cudanco Peta. Pada


miniature tergambar bahwa Soeharto sedang melakukan penyerbuan terhadap
markas Osha Butai di Kota Baru. Penyerbuan terpaksa dilakukan karena pihak
Jepang tidak mau menyerahkan senjata-senjata merekan. Pasukan BKR dibantu
ratusan pemudasecara bergelombang hingga akhirnya dalam penyerbuan itu pihak
Jepang menyerahkan semua senjata milik mereka dan persediaan peelegkapan
militer Jepang jatuh pada BKR. Turut dalam penyerbuan tersebut mantan
Syodanco Feridan yang gugur dalam peristiwa penyerbuan. Hasil penyerbuan
tersebut adalah persenjataan dan perlengkapan militer untuk satu divisi serta
persediaan perbekalan untuk dua tahun. Miniature menunjukkan pasuka BKR
terlibat tembak menembak dengan pihak Jepang di Markas Osha Butai

Diorama 11
BKR Malang Merintis Matra Kedirgantaraan dalam Pembentukan Kekuatan
Bersenjata Indonesia ( Oktober 1945).
Pemimpin BKR Malang, mantan Cudanco Peta Mutakat Hurip atas
perintah dari daidanco Imam Sujai dan Kepala Staff Iskandar Sulaiman sedang
mengatur dan mengkonsolidasikan fasilitas kedigantaraan . meliputi hanggar,
sejumlah pesawat terbang serta fasilitas perlengkapan yang telah direbut lewat
pertempuran dan perundingan dengan pihak Jeapang di pangkalan udara Bugis
Malang. Mantan daidanco, Basuki, hadir dalam pertemuan itu yang diangkat
sebagai komandan lapangan yang didampingi mantan Cudanco Soelam Syamsoen
dan mantan Bundanco Soeprantio. Menteri pertahanan republik Indonesia Drg.
Mpstopo, mantan Daidanco Peta Gresik mengangkat Soekarman mantan codanco
Peta sebagai pimpinan BKR udara. Miniatur menggambarkan pasukan penjagaan
dan pengamanan sedang diatur untuk menghindari gangguan masyarakat yang
tidak berkepentingan. Soeparanto kemudia pernah diangkat menjadi panglima
pasukan gerak cepat (Kopasgat) dengan pangkat mersekel muda.

Diorama 12
Pengambil Alihan Markas Angkatan Darat Jepang di Jawa Timur ke Tangan
Bangsa Indonesia (Oktober 1945)

Gedung HVA ( Handles Vereninging Amsterdam) di Surabaya dalam masa


pendudukan Jepang di Indonesia dijadikan markas angkatan darat di Jawa Timur
(Rikugun Tobu Jawa Bositai). Lewat pertempuran dan perundingan yang alot dan
banyak makan korban, akhiranya dipimpin oleh Drg. Moestopo mantan Daidanco
Peta Gresik BKR jawa timur berhasil megambil alih gedung tersebut. Kemudian
kantor kementerin pertahanan republik Indoenesia dimana Drg. Moestopo
bertindak selaku menterinya. Hasil pertempuran dan perundingan tersebut juga
berupa persediaan senjata dan perlengkapan militer yang cukup untuk
mempersenjatai tiga divisi tentara keamanan rakyat yang dibentuk pada tanggal 5
Oktober 1945. Senjata-senjata tersebut juga dikirimkan ke Jawa Barat untuk
memperkuat pasukan-pasukan disana. Adegan menunjukkan betapa megah dan
angkernya gedung tersebut yang akhirnya jatuh ke tangan Badan Keamanan
Rakyat (BKR).

Diorama 13
Ambarawa dan Lahirnya Hari Infanteri TNI-AD Angkatan Darat 15 Desember
1945

Disuatu tempat antara Magelang dan Ambarawa, tokoh-tokoh pimpinan


BKR/TKR Jawa Tengah yaitu Soedirman Jati Koesomo, Soeharto, Sarbini,
Ahmad Yani, Isdiman, Sotarto, Holan Iskandar sedang berkumpul mengatur siasat
untuk memukul mundur sekutu dan Belanda dari Ambarawa sesudah mereka
meninggalkan Magelang. Pasukan BKR yang pada umumnya terdiri atas
batalyon-batalyon infantri berhasil memukul mundur pasukan ekutu dalam satuan-
satuan infantry. Kavalori dan altilori yang juga dibantu tembakan dari udara.
Maka pada tanggal 15 desember 1945 dengan koordinasi Kolonel Soedirman yang
pada saat itu masih menjabat sebagai Panglima Divisi V Banyumas, pasukan TKR
berhasil menduduki Ambarawa dan berhasil mengusir sekutu dan Belanda
peristiwa tersebut sampai sekaRang masih diabadikan sebgaia : Hari Infantri TNI-
AD 15 Oktober 1945.

Diorama 14

Pemilihan panglima besar tentara keamanan rakyat 12 November 1945.


Sejak berdirinya TKR 15 Oktober 1945 menyusul matlumat politik
pemerintah 1 November 1945 perihal anjuran dibentuknya partai politik TKR
serta lasakar-lasakar lainnya mulai bermunculan dimana-mana. Guna menghindari
kesalahpahaman dan perpecahan, demi kesatuan nasional untuk mempertahankan
proklamsi kemerdekaan republic Indonesia maka diperlukan seorang tokoh yang
berwibawa, terpandang, dan dapat diterima oleh semua golongan serta mampu
menggalang persatuan seluruh kesatuan-kesatuan kekuatan bersenjata. Maka pada
tanggal 12 november 1945 bertempat di markas tinggi tentara keamanan rakyat
gondomanan, Yogyakarta, diadakan konprensi besar TKR untuk memilih
panglima teringgi TKR. Konfrensi dihadiri oleh hampi semua komandan divisi
dari Sumatra. Juga hadir beberapa tokoh seperti ri sultan hamengkubuwono 1x ,
sunan pakubuwono xii, dan mangkunegoro x. konperensi dipimpin oleh letjen
Oerip Soemohardjo berjalan tertib dan lancer. Proses pemilihan panlima besar
diadakan dengan pemungutan suara dimana suara terbanyak dimenangkan oleh
Kolonel Soedirman. Diorama menyatakan pernyataan kesanggupan Pak Dirman
di dalam mengemban tugas baru sebagai panglima besar tentara keamanan rakyat.
Kelanjutan peristiwa itu adalah pelantikan Pak Dirman mantan prajurit Peta
menjadi panglima besar TKR oleh Presiden Soekarno di Gedung Agung,
Yogyakarta tanggal 18 desember 1945.

Tentara keamaanan rakyat merupakan cikal bakal dari Tentara Republik


Indonesia. Tanggal 7 Januari 1946, pemerintah mengubah TKR menjadi Tentar
Republik Indonesia (TRI) kemudian berganti menjadi TNI pada 3 Juni 1947.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai