Anda di halaman 1dari 6

PETA (PEMBELA TANAH AIR)

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 1
KETUA KELOMPOK: INDAH

ANGGOTA KELOMPOK: DESFIANI

CINDY

JESIKKA

DENIS JONO

HENDRY WANTO

NICKY

KRISTIAN

CHANDRA

TUGAS SEJARAH INDONESIA


SMAS METHODIST BANGKO
PETA (PEMBELA TANAH AIR)
Salah satu organ paramiliter yang didirikan ketika Jepang menduduki
Indonesia adalah Pembela Tanah Air (PETA). Tentara sukarela ini
dibentuk setelah dikeluarkannya peraturan Osamu Seirei No. 44 pada
3 Oktober 1943 oleh Gunseikan, pemimpin tertinggi pemerintahan
militer Jepang yang berkedudukan di Jakarta.
PETA berisikan para pemuda Indonesia yang mendapatkan
pendidikan militer modern. PETA dibentuk untuk membela tanah air
dari serangan Sekutu yang juga merupakan lawan Jepang dalam
Perang Asia Timur Raya.
PETA dalam perkembangannya setelah kemerdekaan nantinya akan
menjadi salah satu pilar utama dalam pembentukan Tentara
Keamanan Rakyat (TKR). TKR merupakan cikal bakal dari Tentara
Nasional Indonesia (TNI).

LATAR BELAKANG PETA


Setelah berhasil menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di
Pearl Harbour, Hawai pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang sukses
menguasai wilayah-wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang
waktu itu dijajah Belanda.
Jepang mendarat di Indonesia pada 11 Januari 1942 melalui Tarakan,
pulau di timur laut Kalimantan. Sehari setelah pendaratannya, Jepang
dengan ribuan pasukannya yang berada di bawah komando Shinzuo
Sakaguchi berhasil merebut Tarakan dan Balikpapan usai memukul
mundur pasukan Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL).
Pasukan Jepang kemudian terus melakukan penekanan kepada
Belanda di Sumatera dan Jawa. Akhirnya tentara dan pemerintah
Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tanggal 8
Maret 1942 di Kalijati, Subang, Jawa Barat.
Perjanjian ini diwakili oleh Letnan Jendral H. Ter Poorten (Belanda)
dan Letnan Jendral Hitoshi Imamura (Jepang). Perjanjian ini
menandai berakhirnya kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda di
Indonesia. Dilansir dari tulisan Suhartono dalam Sejarah Pergerakan
Nasional: 1908-1945 (2001), Perundingan di Kalijati pada 8 Maret
1942 menyepakati bahwa angkatan perang Belanda menyerah tanpa
syarat kepada Jepang.

ALASAN PEMBENTUKAN PETA


Pada saat Jepang menduduki Indonesia, Perang Asia Timur Raya
masih terus berlangsung. Keadaan ini tentunya memaksa Jepang
untuk mencari bala bantuan dalam berperang terutama melawan
Sekutu. Kondisi ini kemudian menyasar diperlukannya penduduk
Indonesia, terutama para pemuda sebagai pasukan tambahan Jepang.
Mobilitas penduduk oleh pemerintah Jepang mempercepat proses
penyerapan dan pengetahuan tentang kemiliteran yang dimiliki
Jepang. Alasan pembentukan PETA bagi kedua belah pihak secara
mendasar ini berbeda. Indonesia telah mendambakan adanya pelatihan
militer bagi penduduknya sejak zaman penjajahan Belanda. Berbeda
dengan Jepang, Belanda merasa takut apabila rakyat Indonesia dilatih
militer justru akan membuat keberadaannya sewaktu-waktu dapat
dihancurkan.
Jepang membentuk PETA didasarkan dengan adanya kebutuhan akan
tambahan pasukan terlatih dalam bidang militer sebagai tindakan
antisipasi untuk menghadapi Sekutu apabila menyerang wilayah
Indonesia.
TERBENTUKNYA PETA
Pada saat menjelang pelatihan kemiliteran Jepang kedua, keluarlah
perintah surat pembentukan PETA (Kyodo Boei Giyugun). Letjen
Kamakici Harada memutuskan agar pembentukan PETA bukan
inisiatif pemerintah Jepang, melainkan inisiatif bangsa Indonesia.
Pemerintah tentara Jepang kemudian mengutus Gatot Mangunpraja
untuk menulis sebuah surat yang berisikan permohonan pembentukan
tentara PETA. Surat ini nantinya akan dikirim ke Gunseikan,
pemimpin tertinggi pemerintahan militer Jepang yang berkedudukan
di Jakarta pada tanggal 7 September 1943.
keinginan untuk membentuk PETA dari pihak Indonesia kemudian
dikuatkan dengan surat dari Gatot Mangkoepradja kepada Gunseikan.
Surat Gatot Mangkoepradja berisikan permintaan supaya Jepang
memberikan perintah untuk membentuk barisan pemuda Indonesia
yang berguna dalam membela tanah air dari ancaman Sekutu selama
terjadinya Perang Asia Timur Raya.
“... bangsa Indonesia bukan saja tinggal di belakang dan memperkuat
garis belakang, akan tetapi juga turut terjun ke medan perang, ikut
melawan dan meruntuhkan kekuasaan Inggris, Amerika, dan
sekutunya,” tulisnya dikutip dari Surat Gatot Mangkoepradja
Dipersembahkan ke Hadapan Padoeka Jang Moelja Tuan Gunseikan
di Djakarta (1943).
Menurut Nugroho Notosusanto dalam Tentara PETA pada Jaman
Pendudukan Jepang di Indonesia (1979), bahwa prakarsa untuk
membentuk pasukan tambahan yang terdiri dari orang-orang lokal
memang harus datang dari seorang pemimpin Indonesia.
Surat permohonan yang telah dikirim oleh Gatot Mangunpraja
kemudian dikabulkan oleh Gunseikan melalui dikeluarkannya
peraturan Osamu Seirei No. 44. PETA sendiri dibentuk pada tanggal
3 Oktober 1943 di Blitar yang diumumkan oleh Panglima Tentara ke-
16, Letnan Jendral Kumakivhi Harada.

TUJUAN PEMBENTUKAN PETA


Tujuan pembentukan PETA dapat dilihat melalui dua sudut pandang.
Pembentukan PETA bagi pemerintah Jepang tentu membawa angin
segar, yakni adanya bantuan pasukan dari rakyat Indonesia dalam
Perang Asia Timur Raya.
Kemudian, PETA sesuai dengan namanya adalah pasukan yang
memiliki tugas untuk membela tanah air dari ancaman pasukan
Sekutu. Sementara bagi bangsa Indonesia, terbentuknya PETA adalah
suatu usaha dalam membangkitkan semangat juang para pemuda
supaya dapat terlatih dalam bidang militer.
Selain itu, PETA juga dipersiapkan sebagai bentuk kekuatan militer
apabila Indonesia sewaktu-waktu memproklamirkan kemerdekaan.

STRUKTUR PETA

Unit-unit PETA dibentuk dalam satuan setingkat batalion yang


disebut daidan (大団). Satu batalion terdiri dari sekitar 500 orang,
setengah ukuran dari batalion tentara Jepang (大隊 daitai). Setiap
batalion bertugas untuk melindungi setidaknya satu kabupaten,
sehingga terdapat dua hingga lima batalion yang ditempatkan pada
satu keresidenan. Batalion PETA berada di bawah komando tentara
Jepang setempat. Setiap batalion dipimpin seorang komandan
batalion (大団長 daidanchō), dan dibagi menjadi satuan-satuan yang
lebih kecil yang, secara berurutan dari yang paling besar hingga yang
paling kecil, masing-masing dipimpin oleh komandan kompi (中団
長 chūdanchō), komandan peleton (小団長 shōdanchō), dan
komandan regu (部団長 budanchō). Para perwira ini dilatih di Jawa
Bōei Giyūgun Kanbu Renseitai (ジャワ防衛義勇軍幹部錬成隊,
'Korps Pelatihan Kadet Tentara Sukarela Pertahanan Jawa') yang
terletak di kompleks militer di Bogor. Setelah menuntaskan
pendidikan, mereka ditempatkan di daerah asalnya dan bertugas
merekrut serta melatih pemuda setempat untuk menjadi prajurit (義勇
兵 giyūhei, 'tentara sukarela').
Pada awal didirikannya PETA, terdapat 35 batalion yang dibentuk di
seluruh Pulau Jawa, menyesuaikan dengan jumlah daitai yang ada.
Jumlah ini kemudian bertambah hingga pada akhir tahun 1944
terdapat 66 batalion di Pulau Jawa dan 3 batalion di Pulau Bali. Pada
akhir tahun 1945, setidaknya terdapat 35.800 personel yang
ditempatkan di Pulau Jawa dan 1.600 personel di Pulau Bali.

TOKOH TOKOH INDONESIA LULUSAN PETA


 Jenderal Besar TNI Sudirman (Panglima APRI)
 Jenderal Besar TNI Soeharto (Mantan Presiden RI ke-2
 Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani (Mantan
Menteri/Panglima Angkatan Darat)
 Soepriyadi (Mantan Menhankam Kabinet I in absentia)
 Jenderal TNI Basuki Rahmat (Mantan Mendagri)
 Letnan Jenderal TNI Sarwo Edhie Wibowo (Mantan
Komandan Kopassus)
 Jenderal TNI Umar Wirahadikusumah (Mantan Wapres RI)
 Jenderal TNI Soemitro (Mantan Panglima Kopkamtib)
 Jenderal TNI Poniman (Mantan Menhankam)
 Brigadir Jenderal TNI Latief Hendraningrat (Mantan
Komandan SSKAD)
 Letnan Jenderal TNI Kemal Idris (Mantan Panglima Kowilhan)
 Letnan Jenderal TNI Supardjo Rustam (Duta Besar
RI, Gubernur Jawa Tengah, dll)
 Letnan Jenderal TNI GPH Djatikoesoemo (Mantan Kasad, putra
ke-23 dari Susuhunan Pakubuwono X Surakarta, dll)
 Letnan Jenderal TNI H. Soedirman, (Mantan Komandan SSKAD)

Anda mungkin juga menyukai