Pendudukan Jepang Di Indonesia
Pendudukan Jepang Di Indonesia
Advertisement
Pendudukan Jepang di Indonesia dibagi dalam tiga wilayah.
1. Pemerintahan Militer Angkatan Darat ke-25 (Tentara Keduapuluhlima), wilayah
kekuasaannya meliputi Sumatra dengan pusat pemerintahan di Bukittinggi.
2. Pemerintahan Militer Angkatan Darat ke-16 (Tentara Keenambelas), wilayah
kekuasaannya meliputi Jawa dan Madura dengan pusat pemerintahan di
Jakarta.
3. Pemerintahan Militer Angkatan Laut II (Armada Selatan Kedua), wilayah
kekuasaannya meliputi Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan pusat
pemerintahan di Makassar.
Susunan pemerintahan militer Jepang sebagai berikut.
Pulau Jawa dan Madura (kecuali kedua koci, Surakarta dan Yogyakarta) dibagi atas
enam wilayah pemerintahan.
Selain pemerintahan militer (gunsei) angkatan darat, Armada Selatan Kedua juga
membentuk suatu pemerintahan yang disebut Minseibu. Pemerintahan ini terdapat di
tiga tempat, yaitu Kalimantan, Sulawesi, dan Seram. Daerah bawahannya meliputi syu,
ken, bunken (subkabupaten), gun, dan son.
mulai tanggal 29 April 1942 ditetapkan bahwa kalender yang dipakai adalah
kalender Jepang yang bernama Sumera. Tahun 1942 pada kalender Masehi
sama dengan tahun 2602 pada kalender Sumera.
Rakyat Indonesia juga diwajibkan untuk ikut merayakan hari raya Tencosetsu,
yaitu hari lahirnya Kaisar Hirohito.
Daftar isi
1 Latar belakang
2 Peristiwa Rengasdengklok
o
4.4 Klip suara naskah yang dibacakan oleh Ir. Soekarno di studio RRI
8 Rujukan
9 Lihat pula
10 Pranala luar
Latar belakang
Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia
Lihat pula:
Garis waktu sejarah Indonesia
Sejarah Nusantara
Prasejarah
Kerajaan Hindu-Buddha
Kutai (abad ke-4)
Tarumanagara (358669)
Kalingga (abad ke-6 sampai ke-7)
Kerajaan Islam
Penyebaran Islam (1200-1600)
Kesultanan Samudera Pasai (1267-1521)
Kesultanan Ternate (1257sekarang)
Kerajaan Pagaruyung (1500-1825)
Kesultanan Malaka (14001511)
Kerajaan Inderapura (1500-1792)
Kesultanan Demak (14751548)
Kesultanan Kalinyamat (15271599)
Kesultanan Aceh (14961903)
Kesultanan Banten (15271813)
Kesultanan Cirebon (1552 - 1677)
Kesultanan Mataram (15881681)
Kesultanan Palembang (1659-1823)
Kesultanan Siak (1723-1945)
Kesultanan Pelalawan (1725-1946)
Kerajaan Kristen
Kerajaan Larantuka (1600-1904)
Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional (1899-1942)
Pendudukan Jepang (19421945)
Revolusi nasional (19451950)
Indonesia Merdeka
Orde Lama (19501959)
Demokrasi Terpimpin (19591965)
Masa Transisi (19651966)
Orde Baru (19661998)
Era Reformasi (1998sekarang)
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima
Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang
di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai
dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai
kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di
atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan
sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan
ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam
untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang
di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah
mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para
pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak
bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam,
mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan
segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan
dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. [2] Meskipun
demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat,
Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan
karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena
Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari
perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta
menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin
bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu
dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal
jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir
tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah
badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan
'hadiah' dari Jepang (sic).
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan
Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan
mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana,
Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar
desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua
untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak
ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat
proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak
menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang.
Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian
Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh
konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana
Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1).
Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan
mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih
menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera
mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada
pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna
membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi
Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh
Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat
PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta
tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora
kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka
tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal
16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA,
dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang
baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai
peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa
Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun
risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad
Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto
untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil
meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan.
Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa
hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan
untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda
untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks
proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda
Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro
Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala
pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima
Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor
Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer
Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan
bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo
bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk
mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh
Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan
menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido,
ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar
Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau.
Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan
karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia
ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk
tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi
bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa
hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.
[4]
Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu
Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor
yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan
tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang
pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat
kepada mereka.[4]
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD)
sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45.
Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang
berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk
kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan
persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang
pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Teks naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir.
Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh
Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo, yang isinya
adalah sebagai berikut :
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 - 8 - '05
Wakil2 bangsa Indonesia.
Naskah Proklamasi Klad ini ditinggal begitu saja dan bahkan sempat masuk ke tempat
sampah di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda. B.M. Diah menyelamatkan naskah
bersejarah ini dari tempat sampah dan menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari,
hingga diserahkan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha pada 29 Mei 1992.[5][6]
Naskah baru setelah mengalami perubahan
Teks naskah Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan
sebutan naskah "Proklamasi Otentik", adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad
Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan
Proklamasi), yang isinya adalah sebagai berikut :
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
(Keterangan: Tahun pada kedua teks naskah Proklamasi di atas (baik pada teks
naskah Proklamasi Klad maupun pada teks naskah Proklamasi Otentik) tertulis angka
"tahun 05" yang merupakan kependekan dari angka "tahun 2605", karena tahun
penanggalan yang dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang
saat itu adalah sesuai dengan tahun penanggalan yang berlaku di Jepang, yang kala
itu adalah "tahun 2605".)
Perbedaan teks naskah Proklamasi Klad dan Otentik
Di dalam teks naskah Proklamasi Otentik sudah mengalami beberapa perubahan yaitu
sebagai berikut :
Kata "Djakarta, 17 - 8 - '05" diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05",
Kata "Wakil2 bangsa Indonesia" diubah menjadi "Atas nama bangsa Indonesia",
Isi naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir.
Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs.
Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Sedangkan isi
naskah Proklamasi Otentik adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti
Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi),
Pada naskah Proklamasi Klad memang tidak ditandatangani, sedangkan pada naskah
Proklamasi Otentik sudah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.
Klip suara naskah yang dibacakan oleh Ir. Soekarno di studio RRI
Tempat Pembacaan teks naskah Proklamasi Otentik oleh Ir. Soekarno yang pertama
kalinya adalah di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta Pusat, tepat pada tanggal 17
Agustus 1945 (hari di mana diperingati sebagai "Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia"), pukul 11.30 waktu Nippon (sebutan untuk negara Jepang pada saat itu).
Waktu Nippon adalah merupakan patokan zona waktu yang dipakai pada zaman
pemerintah pendudukan militer Jepang kala itu. Namun perlu diketahui pula bahwa
pada saat teks naskah Proklamasi itu dibacakan oleh Bung Karno, waktu itu tidak ada
yang merekam suara ataupun video, yang ada hanyalah dokumentasi foto-foto detikdetik Proklamasi.
Jadi suara asli dari Ir. Soekarno saat membacakan teks naskah Proklamasi yang sering
kita dengarkan saat ini adalah bukan merupakan suara yang direkam pada tanggal
pada tanggal 17 Agustus 1945 tetapi adalah suara asli dia yang direkam pada tahun
1951 di studio Radio Republik Indonesia (RRI), yang sekarang berlokasi di Jalan
Medan Merdeka Barat 4-5 Jakarta Pusat. Dokumentasi berupa suara asli hasil
rekaman atas pembacaan teks naskah Proklamasi oleh Bung Karno ini dapat
terwujudkan adalah berkat prakarsa dari salah satu pendiri RRI, Jusuf Ronodipuro.
Berikut ini adalah klip hasil rekaman suara asli dari Presiden Soekarno saat
membacakan teks naskah Proklamasi di studio Radio Republik Indonesia (RRI), pada
tahun 1951:
Deklarasi kemerdekaan Indonesia 1945
Menu
0:00
Tugu Proklamasi di Jalan Proklamasi (dulu Jalan Pegangsaan Timur) tempat dibacakannya
Naskah "Proklamasi Otentik" pada tanggal 17 Agustus 1945.
Saudara-saudara sekalian!
Saya telah meminta Anda untuk hadir di sini untuk menyaksikan peristiwa dalam sejarah
kami yang paling penting.
Selama beberapa dekade kita, Rakyat Indonesia, telah berjuang untuk kebebasan
negara kita-bahkan selama ratusan tahun!
Ada gelombang dalam tindakan kita untuk memenangkan kemerdekaan yang naik, dan
ada yang jatuh, namun semangat kami masih ditetapkan dalam arah cita-cita kami.
Juga selama zaman Jepang usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak
pernah berhenti. Pada zaman Jepang itu hanya muncul bahwa kita membungkuk pada
mereka. Tetapi pada dasarnya, kita masih terus membangun kekuatan kita sendiri, kita
masih percaya pada kekuatan kita sendiri.
Kini telah hadir saat ketika benar-benar kita mengambil nasib tindakan kita dan nasib
negara kita ke tangan kita sendiri. Hanya suatu bangsa cukup berani untuk mengambil
nasib ke dalam tangannya sendiri akan dapat berdiri dalam kekuatan.
Oleh karena semalam kami telah musyawarah dengan tokoh-tokoh Indonesia dari
seluruh Indonesia. Bahwa pengumpulan deliberatif dengan suara bulat berpendapat
bahwa sekarang telah datang waktu untuk mendeklarasikan kemerdekaan.
Saudara-saudara:
Bersama ini kami menyatakan solidaritas penentuan itu.
Dengarkan Proklamasi kami :
PROKLAMASI
memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal
20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang
masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf
Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar
baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan
Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan
DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga
dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa
dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya
merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda
yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang.
Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui
pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta
api, misalnya dengan slogan Respect Our Constitution, August 17!!! (Hormatilah
Konstitusi Kami, 17 Agustus!!!). Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya
berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan
di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan
secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini
para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi :
BAB 3
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Konflik Antara Indonesia-Belanda.
1. Kedatangan Tentara Sekutu.
B. Perjuangan
di Berbagai
C.
Perjuangan
Diplomasi
Indonesia
Dalam
Rangka
Mempertahankan
Kemerdekaan.
1. Perundingan di Jakarta, 7 Oktober 1946.
Ditandatangani oleh Lord Killern, Prof. Schermerhorn dan Perdana Menteri
Sutan Syahrir dengan dua keputusan penting yaitu :
1) Diberlakukannya gencatan senjata antara Indonesia, Belanda dan inggris
2) Dibentuk komisi bersama untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata
Atas dasar perundingan tersebut maka pasukan Inggris dan Australia ditarik
secara
berangsur-angsur.
Pada
akhir
tahun
1946,
seluruh
pasukan
sekutu
meninggalkan Indonesia.
2. Perundingan Linggarjati, 25 Maret 1947
Sejak tanggal 10 November 1946, di Linggarjati(dekat Cirebon) dilangsungkan
perundingan Indonesia Belanda. Setelah melalui perdebatan sengit di dalam KNIP
akhirnya persetujuan Linggarjati ditandatangani di Istana Rijswijk (Istana Merdeka)
Jakarta tanggal 25 Maret 1947. delegasi RI dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan
Syahrir, delegasi belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn, Lord Killern sebagai
penengah.
RI dan Belanda akan bekerjasama membentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) dan RI
sebagai salah satu bagiannya.
3)
Negara Indonesia Serikat dan Belanda akan bersatu menjadi Uni Indonesia Belanda
dengan Ratu Belanda sebagai Ketua Uni.
Hasil perundingan Linggarjati disikapi pro dan kontra. Kelompok yang pro
merasa puas kedaulatan Indonesia diakui dunia, meskipun hanya meliputi Sumatera,
Jawa dan Madura. Sedangkan pihak yang kontra tetap mengusahakan agar Belanda
mengakui RI secara utuh. Perbedaan pendapat tersebut mencapai puncaknya setelah
PM Sutan Syahrir diganti oleh Kabinet Amir Syarifuddin.
Arti penting perundingan Linggarjati bagi RI adalah dapat memperkokoh
kedudukan Indonesia dalam percaturan politik dunia. Beberapa negara segera
menyampaikan pengakuan atas kedaulatan RI. Pada tahun 1974 Mesir menjadi negara
pertama yang mengakui kedaulatan RI disusul Inggris, Amerika Serikat, Negara-negara
Arab dan lain-lain.
- Menghancurkan TNI.
Untuk menghadapi Belanda, TNI membangun daerah-daerah pertahanan baru
menggunakan sistem Wehrkreise (lingkaran pertahanan dan melancarkan serangan
gerilya).
Perundingan dimulai tanggal 8 Desember 1947 dan berakhir tanggal 17 Januari 1948.
Ditandatangani oleh Mr. Amir Syarifudin dan Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Isi penting
perundingan Renville adalah :
1) Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia.
2) RIS sejajar Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda
3) RI merupakan bagian RIS
4) daerah RI yang diduduki Belanda sebagai hasil Agresi I harus diakui sebagai daerah
pendudukan Belanda. Diakuti pula garis Van Mook
5) Pasukan TNI di daerah kantong di Jawa Barat dan Jawa Timur harus ditarik ke daerah
RI.
Pengertian daerah kantong adalah semula daerah gerilya TNI tetapi berada di
belakan Van Mook
Akibat perundingan Renville adalah :
- Wilayah RI semakin sempit
- Kabinet Amir Syarifudin jatuh dan diganti dengan Kabinet Hatta.
- Beban pemerintah RI makin berat karena dengan wilayah yang sempit harus
menangung banyak penduduk
Agresi Militer Belanda II,19 Desember 1948
Pada tanggal 18 Desember 1948, Dr. Beel mengumumkan bahwa Belanda tidak
terikat lagi dengan isi perundingan Renville. Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda
melancarkan Agresi Militer II, tujuannya untuk menguasai Yogyakarta.
Belanda berhasil melawan Presiden dan para Pemimpin RI Sebelum tertangkap
presiden memimpin Sidang Kabinet dan memutuskan :
Presiden telah memberi mandat kepada menteri Syarifudin Prawiranegara untuk
membentuk Pemerintah Darurat Indonesia ( PDRI ) di Bukittinggi. Apabila gagal
pembentukan DPRI diberikan kepada L. N. Palar, A. A Maramis dan Dr. Sudarsono di
India.
Presiden dan Wakil Presiden tetap di Yogyakarta agar tetap dekat dengan KTN
dengan resiko ditawan Belanda. Pimpinan TNI akan menyingkir ke luar kota untuk
bergerilya.
Tahap I
Tahap II
Salah satu keputusan penting KII adalah BFO mendukung tuntutan RI atas
pengakuan kedaulatan tanpa syarat, tanpa ikatan politik dan ekonomi.
Amsterdam. Ratu Yuliana, PM Willem dan Menteri Seberang Lautan Mr. A.M.J.A.
Sassen menyerahkan kedaulatan kepada Drs. Moh. Hatta.
2)
Jakarta. Wakil tinggi Mohkota Belanda A.H.J. Lovink menyerahkan kepada Sri Sultan
HB IX.
Percetakan De Unie.
Berbagai macam perkebunan dan pertambangan.
Perjuangan Bersenjata.
1) Membentuk Provinsi Irian Barat yang beribukota di Soasio, Tidore.
Tanggal 2 Januari 1962 membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang
dipimpin oleh Mayjend Soeharto. Komando Mandala bermarkas di Makasar.
Tugasnya adalah:
Merencanakan,
mempersiapkan
dan
menyelenggarakan
operasi
militer
untuk
Tutul, KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang melawan Belanda. Dalam pertempuran
tersebut KRI Macan Tutul tenggelam bersama Komodor Yos Sudarso, Kapten Wiratno
dan anak buahnya.
-
Dalam tahap ini akan dilancarkan Operasi Jayawijaya. Tujuannya untuk merebut
markas-markas militer Belanda dan menduduki pos-pos penting. Operasi Jayawijaya
akan dilakukan melalui serangan terbuka secara besar-besaran.1
-
a.
b.
Pada tanggal 31 Desember 1962 UNTEA dengan Indonesia menyerahkan bersamasama mengatur pemerintahan sementara di Irian Barat.
c.
a.