2 KONSEP ANESTESI
2.2.1 Pengertian
Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan
ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak
diinginkan dari pasien.
2.2.2 Persiapan
2.2.2.1 Persiapan Alat
1) Pengertian Mesin Anestesi
Mesin anestesi adalah alat-alat anestesi dan perlengkapannya yang
digunakan untuk memberikan anestesi. umum secara inhalasi (Muhadi M, 1989)
Suatu alat yang digunakan untuk menyalurkan gas atau campuran gas anastetik
yang aman ke rangkaian anestesi yang kemudian dihisap oleh pasien dan
membuang sisa gas dari pasien (Said.A Latief, dkk, 2001). Rangkaian mesin
anestesi banyak sekali ragamnya mulai dari yang sederhana sampai yang diatur
dengan komputer.
Jenis Canester
Jenis canester yang ada:
(1) Single Canester
Kelebihan dari single canester adalah lehih murah dan ringan Sedangkan
kekurangan yang didapat pada single canester efisiensi penyerapan rendah, hal
tersebut dapat memperlanbat induksi dan pemulihan serta meningkatkan
komsumsi anestesi.
Dimana soda kapur cenderung menetap yang memungkinkan penyaluran
gas tidak maksimal sehingga menyebabkan rebreathing.
(2) Double canester
Kelebihan dari double canester adalah penyerapan CO2 lebih lengkap,
Dimana aliran gas ekspirasi masuk ke tabung canester bagian atas dan sebagian
besar CO2 diabsorbsi. Carbondioksida yang tersisa kemudian diabsorbsi oleh
tabung bagian bawah. Ketika tabung bagian atas itu habis atau berubah warna,
tabung bagian bawah dipindahkan ke atas kemudian canester yang telah habis tadi
diganti dengan yang baru dan dipasang di bagian bawah. Susunan ini memberikan
efesiensi yang optimal dan ekonomis dalam penyerapan karbondioksida,
Kekurangan dari double canester adalah:
a. lebih berat dan lebih mahal daripada model single canester.
b. Tidak stabil jika digunakan secara close system
c. Perubahan lambat dalam konsentrasi anastesi yang terinspirasi dengan aliran
rendah.
d. Soda kapur dan katup dalam system meningkatkan penolakan untuk bernafas.
e. Memungkinkan penghirupan debu soda kapur.
2) Sirkuit Nafas
Aliran gas dari sumber gas berupa campuran O2 dan gas anestesi akan
mengalir melalui vaporizer dan bersama campuran zat anestesi cair tersebut
keluar. Campuran O2, zat anestesi (gas dan uap) ini lazim kita sebut aliran gas
segar (AGS) atau Fresh Gas Flow (FGF). FGF ini selanjutnya masuk ke sirkuit
nafas pasien.
Sirkuit nafas pasien tersebut adalah:
(1) Sistem lingkar: terjadi rebrething
(a) Paling banyak ada pada mesin anestesi
(b) Komponen system lingkar : Sungkup muka, konektor Y, katup searah,
canister, katup ekspirasi, kantong cadangan (reservoir bag), pipa berlekuk
(kurogeted)
(c) Pada system lingkar dapat bervariasi mengenai:
3) Nasopharingeal
a) Cara mengukur:
(1) Dari ujung hidung sampai tragus.
(2) Diameter sebesar jari kelingking kanan penderita.
b) Dipakai sehagai alat untuk membebaskan jalan nafas pada pasien
dengan reflek muntah yang rnasih ada.
c) Tidak boleh digunakan pada pasien dengan fracture basis cranii.
4) Bite block.
5) Alat bantu dalam Intubasi
(1) Bantal intubasi (Tebal 10-12 cm)
(2) Bantal donat
(3) Masker sesuai ukuran
(4) Laringoscope
Terdiri dari handle dan blade. Laningoscope harus berfiingsi dengan
baik, tidak boleh goyang baik blade maupun lampunya. Lampu harus
menyala terang dan putih. Siapkan beberapa ukuran sesuai
kebutuhan.
Beberapa macam blade:
(a) Blade lurus (Machintosh) untuk bayi-anak-dewasa.
(b) Blade lengkung (Miller, magill) untuk anak besar-dewasa.
(c) Blade Meycoy
(5) Endotracheal tube (ETT)
Selalu siapkan 3 macam ukuran yang sesuai untuk pasien (1 nomor
diatas dan 1 nomor dibawah nomor ETT yang sesuai).
Berikut tabel pemilihan ETT berdasarkan usia:
Rumus di atas dapat berlaku untuk usia di atas 1 tahun. Cara lain untuk
memperkirakan diameter pipa adalah dengan membandingkannya dengan
diameter kelingking pasien atau diameter yang tepat dengan liang hidung.
Pemilihan diameter yang tepat dapat diketahui bila dalam penggunaannya terjadi
kebocoran udara melaui tepi pipa pada tekanan di atas 20 - 30 cm H 2O. Bila
digunakan pipa dengan cuff, pengisian udara ke dalam cuff, juga harus dapat
menghasilkan kebocoran udara melalui tepi cuff pada tekanan di atas 20 -30 cm
H20.
(6) Stilet dengan ukuran 2/3 diameter ETT
(7) Spuit 20cc untuk mengembangkan Cuff
(8) Xyllocain spray
(9) Gel untuk lubricating
(10) Connector / Elbow
(11) Stetoscope dan precordial
(12) Plester (potong 2 plester panjang ukuran 30 cm untuk fixasi ETT dan 2
plester pendek untuk plester mata)
(13) Gunting
(14) Salep mata (Occulotec gel atau garamycin salep mata)
(15) Magil forcep
(16) Tampon
(17) Set Krikotirotomy, gloscope, fiber optik,Mc coy laryngoscope, LMA.
Disiapkan bila diperkirakan intubasi akan sulit dilakukan per oral/ nasal
dan airway akan sulit dikuasai
b. Peralatan Breathing.
1) Sungkup muka (masker) sesuai kebutuhan.
2) Bag-valve-mask (BVM) /jakson rees
c. Alta Monitor ECG
1) Pengertian
Pasien monitor adalah suatu alat yang difungsikan untuk memonitor
kondisi fisiologis pasien. Dimana proses monitoring tersebut dilakukan
secara real-time, sehingga dapat diketahui kondisi fisiologis pasien pada
saat itu juga.
2) Parameter Monitor
Parameter adalah bagian-bagian fisiologis dan pasien yang diperiksa
melalui monitor pasien. Jika kita ketahui ada sebuah pasien monitor
dengan 5 parameter, maka yang dimaksud dari lima parameter tersebut
adalah banyaknya jenis pemeriksaan yang bisa dilakukan oleh pasien
monitor tersehut.
Di dalam istilah pasien monitor kita mengetahui beberapa parameter yang
diperiksa, parameter itu antara lain adalah:
(a) ECG adalah pemeriksaan aktivitas kelistrikan jantung, termasuk
pemeriksaan “Heart Rate” atau detak jantung pasien dalam satu menit.
Dalam monitoring ECO di kamar operasi dapat menggunakan ECG 3 lead
atau 5 lead sesuai dengan kebutuhan. ECG dengan 3 lead dapat merekam
aktivitas jantung di bagian inferior dan lateral, sedangkan 5 lead dapat
merekam di bagian inferior, lateral dan anterior jantung.
(b) Respirasi adalah pemeriksaan irama nafas pasien dalam satu menit.
(c) Saturasi darah / SpO2, adalah kadar oksigen yang ada dalam darah.
(d) Tensi / NTBP (Non Invasive Blood Pressure) / Pemeriksaan tekanan darah.
(e) Temperature, suhu tubuh pasien yang diperiksa.
3) Beberapa jenis monitor pasien
(a) Pasien monitor vital sign, pasien monitor ini bersifat pemeriksaan stándar,
yaitu pemeriksaan ECG, Respirasi, Tekanan darah atau NIBP, dan Kadar
oksigen dalam darah / saturasi darah / SpO2.
(b) Pasien monitor 5 parameter, pasien monitor ini bisa melakukan
pemeriksaan seperti ECO, Respirasi, Tekanan darah atau NIBP, kadar
oksigen dalam darah / saturasi darah / SpO2, dan Temperatur.
(c) Pasien monitor 7 parameter, pasien monitor ini biasanya dipakai diruangan
operasi. karena ada satu parameter tambahan yang biasa dipakai pada saat
operasi, yaitu “ECG, Respirasi, Tekanan darah atau NIBP (Non Invasive
Blood Pressure), kadar oksigen dalam darah / Saturasi darah / SpO2,
temperatur, dan sebagai tambahan adalah IBP (Invasive Blood Pressure)
pengukuran tekanan darah melalui pembuluh darah langsung, EtCO2 (End
Tidal CO2) yaitu pengukuran kadar karbondioksida dan sistem pernafasan
pasien.”
4) Jenis monitor yang biasanya digunakan di Rumah Sakit
Kebanyakan rumah sakit memakai pasien monitor vital sign dan 5 parameter
adalah diruangan ICU, UGD, ruang-ruang perawatan, dan beberapa ruang
operasi. Sedangkan untuk pasien monitor yang 7 parameter biasanya
pemakaian dilakukan di ruang operasi.
5) Kelengkapan /aksesoris dalam monitor pasien
Yang termasuk dalam aksesoris pasien monitor adalah tergantung dari
parameter pengukuran yang ada. Seperti ECG, NIBP, SpO2, Temperatur.
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelurn tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar. Seluruh cairan tubuh didistribusikan
ke dalam kompartemen. intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh
kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.
Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dan cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dan berat badannya merupakan
cairan intraselular.
Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dan cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dan volume total. Ini
sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.
Cairan eksfraselular dibagi menjadi :
Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada
bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.
Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana 3
liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah
putih dan platelet.
Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah
sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dan
ruang transeluler.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elelctrolit dan non
elektrolit
Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elelctrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen).
Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem
pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan
potassium ini.
Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat
(PO43-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial
pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dan
cairan eksfraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan.
Zat lainya tenmasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Body 100%
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume
taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan
penurunan tekanan vena sentral. IKompensasi tubuh mi akan menurun pada
seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala
tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.
Bayi 80 ml/kgbb
Dewasa
*Laki-Laki 75 ml/kgbb
*Wanita 65 ml/kgbb
d. Persiapan mental.
d. Persetujuan informasi (Inform Consent).
e. Apakah gigi palsu, lensa kontak, perhiasan, cat kuku, lipstik, dll, sudah
dilepas atau dibersihkan.
f. Menetukan P.S ASA pasien
g. Menentukan bila ada atau tidak ada komorbit
1. Premedikasi anastesi adalah pemberian obat sebelum anastesi. Adapun tujuan
dari premedikasi antara lain:
Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam
Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
Membuat amnesia, misal diazepam, midazolam
Memberikan analgesia, misal : pethidin
Mencegah muntah, misal : droperidol
Memperlancar induksi, misal : pethidin
Mengurangi jumlah obat-obatan anasthesia, misal pethidin
Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropine
Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropindan hiosin
4) Farmakokinetik
Awitan aksi IV : 45-60 detik
Intratekal : 10-20 detik
IM : 5-40 detik
PU : 30 menit - 2jam
Inhalasi : 3- 5 menit
3. Morphine
a) Farmakodinamik
Efek samping morfin pada susunan saraf pusat dan usus ditimbulkan
karena morfin bekerja sebagai antagonis pada reseptor a dan x.
1) Susunan Saraf Pusat
Narkosis
Efek morfine terhadap SSP berupa analgesic dan
narcosis.Analgesia morfine sudah timbul sebelum penderita tidur
dan sering kali terjadi analgesia tanpa disertai tidur. Morfin dosis
kecil menimbulkan euporia pada penderita yang sedang menderita
nyeri , seduh dan gelisah. Sebaliknya pada dosis yang sama pada
orang normal serihg menimbulkan disforia beruipa perasaan
khawatir atau takut disertai muntah mual. Morfine menimbulkan
pula rasa ngantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar berpikir, apatis
aktifitas motoric berkurang dan letergi, ektermitas terasa berat’
badan terasa panas, muka gatal dan mulut terasa kering depresi
napas dan miosis.Rasa nyeri berkurang, rasa lapar hilang dan
timbul yang tidak selalu disertai mual. Dalam lingkungan yang
tenang orang yang diberikan dosis terapi 15-20 mg morfine akan
tertidur cepat dan banyak disertai mimpi, napas dalam dan miosis.
Analgesia
Efek analgesia morfine sangat selektif disertai oleh hilang nya
fungsi sensorik lain yaitu rasa laba, rasa getar (vibrasi), penglihatan
dan pendengaran, bahkan persepsi nyeri pun tidak selalu hilang
walaupun setelah pemberian morfine dosis terapi. Yang terjadi
adalah sesuatu perubahan reaksi terhadap stimulus nyeri, penderita
sering mengatakan bahwa nyeri masih ada tetapi ia tidak menderita
lagi. Pengaruh morfine terhadap modalitas nyeri yang tidak tajam
(dull pain) dan berkesinambungan lebih nyata dibandingkan
dengan pengaruh morfine terhadap nyeri intermiten. Dengan dosis
terapi morfine dapat merendahkan nyeri kolik renal atau kolik
empedu. Nyeri mendadak yang menyertai tabes dorsalis (tabletic
crise) tidak dapat dihilangkan dengan sempurna oleh morfine.
Berbeda dengan salisilat, morfine dapat mengatasi nyeri yang
berasal dari integument, Otot dan sendi.
Mual Muntah
Efek emetic morfine terjadi berdasarkan stimulant langsung pada anetik
chemoroceptor tringger zone di area posterma medulla oblongata, bukan oleh
stimulan pusat emetic sendiri. Efek einetik lain tidak efektif setelah
pemberian morfine. Derifet fenotiazin, yang merupakan boker dopamine kuat
mengatasi mual muntah akibat morfine. Dengan dosis 15 kg morfine sub
kutan pada penderita yang berbaring, jarang terjadi mual dan muntah.
2) Saluran Cerna
Pada penelitian telah membuktikan bahwa morfine berefek langsung pada
cerna, bukan melalui efeknya pada SSP.
Lambung Lambung menghambat sekresi HCL, tetapi efek ini lemah.
Selanjutnya morfine menyebabkan pergerakan lambung berkurang, tonus
bagian antrum meninggi dan motalitasnya berkurang sedangkan sfingter
pylorus berkonsentrasi. Akibatnya pergerakan isi lambung ke duodenum.
Pada manusia peninggian tonus otot pols lambung oleh morfine sedikit
diperkecil oleh atropine.
Usus halus : morfine mengurangi sekresi empedu dan pancreas, dan
memperlambat pencernaan makan di usus halus. Pada manusia, morfine
mengurangi kontrasi propulsive, meninggikan tonus dan spasme periodik
Usus halus. Efek morfine ini lebih jelas terlihat pada duodenum.
Penerusan isi usus menjadi lebih padat. Tonus valvula ileosekalis juga
meninggi. Atroin dosis besar tidak lengkap melawan efek morfine mi.
Usus besar morfine mengurangi atau menghilangkan gerakan propulsi
usus besar, meninggikan tonus otot dan menyebabkan spasme usus besar,
akibatnya penerusan isi kolon menjadi lebih lambat dan tinja menjadi
lebih keras. Daya persepsi kortek dipengaruhi morfine sehingga penderita
tidak merasakan kebutuhan untuk defikasi, walaupun tidak lengkap efek
morfine pada kolon dapat diantagonis oleh atropine.
3) Sistem Kardiovaskuler
Pemberian morfine dosis terapi tidak mempengaruhi tekanan darah, frekuensi
maupun irama denyut jantung. Perubahan yang terjadi pada dosis toksis,
tekanan darah turun akibat hipoksida pada stadium akhir intoksikasi morfine.
Hal ini terbukti dengan dilakukannya nafas buatan atau dengan memberikan
oksigen, tekanan darah naik meskipun depresi medulla oblongata masih
berlangsung.
Morfine menurunkan kemampuan sistem kardiovaskuler untuk bereaksi
terhadap sikap. Penderita mungkin menderita hipotensi ortastik dan dapat
jatuh pingsan, terutama akibat vasodilatasi perifer yang terjadi berdasarkan
efek langsung terhadap pembuluh darah kecil. Morfine melepaskan histamine
yang merupakan faktor penting dalam timbulnya hipotensi.
b) Farmakokinetik
Morfine tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat diabsorbsi melalui
kulit luka. Morfine juga dapat menembus mukosa. Dengan kedua cara
pemberian ini absorbs morfine kecil sekali. Morfine dapat diabsorbsi usus,
tetapi efek analgesiknya setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada
efek analgetik yang timbul setelah pemberian parental dengan dosis yang
sama. Mula kerja semua alkaloid opioid setelah suntikan IV sama cepat,
sedangkan setelah suntikan subcutan, absorbsi berbagai alkaloid opioid
berbeda-beda. Setelah pemberian dosis tunggal, sebagian morfine
mengalami konyugasi dengan asam glukuront di hepar, sebagian
dikeluarkan dalam bentuk bebas dan 18% tidak diketahui. Morfine dapat
melintas sawar uri dan mempengaruhi janin. Eskresi morfine terutama
melalui ginjal. Sebagian kecil morfine bebas ditemukan dalarn tinja dan
keringat. Morfine yang terkonjugasi ditemukan dalam empedu. Sebagian
yang sangat kecil dikeluarkan oleh paru-paru. Sebagian kodein mengalami
N-demilitasi. Urine mengandung bentuk bebas dan bentuk konyugasi dan
kodein, norkodein dan morfine.
c) Efek Samping
Indiosinkrasi dan alergi
Morfine dapat menyebabkan mual dan muntah terutama pada wanita
berdasarkan idiosinkrasi lain ialah timbulnya eksitasi dengan tremor, dan
jarang-jarang delirium, lebih jarang lagi konvulsi dan insomnia.
Berdasarkan reaksi alergi dapat menimbulkan gejala seperti urtikaria
4. Midazolam
a) Farmakodinamik
Obat induksi tidur jangka pendek atau premedikasi, pemeliharaan anastesi,
bekerja cepat dan karena tranformasinya metaboliknya cepat dan karena
kerjanya singkat, bekerja kuat menimbulkan sedasi dan induksi tidur.
Setelah pemberian TM<IV terjadi amnesia anterograde.
b) Dosis
(1) Premedikasi
TM 2,5-20 mg (0,05-0,2 mg/kg)
Intranasal 0,2-0,3 mg/kg. gunakan larutan injektat potensi tinggi
(5 mg/ml)
Rektal 15-20 mg (0,3-0,35 mg/kg). encerkan dalam 5 ml NS
(2) Sedasi
IV 0,5-5 mg (0,25-0,1 mg/kg). Titrasi lambat hingga efek yang
diinginkan (contohnya, awitan bicara tidak jelas). Pemafasan dan
fungsi jantung harus dimonitor secara continue.
(3) Induksi
IV 50-350igIkg
Infus 0,25-1,5 jig/kg/menit
(4) Antikolvulsan
TV/TM 2-5 mg (0,025-0,1 mg/kg) setiap 10 menit seperti yang
diperlukan
c) Farmakologi
Mula kerja: IM sedasi: sampai 15 menit; IV.: 1-5 menit. Puncak efek: IM:
0,5-1 jam. Durasi: T
M: sampai 6 jam; rata-rata 2 jam. Absorpsi oral cepat. Distribusi: Vd: 0,8-
2,5 L/kg; meningkat oleh adanya gagal jantung kongestif dan gagal ginjal
kronik. Ikatan protein 95%. Metabolisme: secara ekstensif di hati melalui
CYP3A4. Biovailabilitas rata-rata 45%. Waktu paruh eliminasi: 1-4 jam;
diperpanjang oleh sifrosis, gagal jantung kongestif, obesitas dan ketuaan.
Ekskresi : lewat urin sebagai metabolit yang terkonjugasi oleh glukuronat;
feses 2-10%.
d) Penyimpanan
Pada konsentrasi akhir 0,5 mg/ml stabil sampai 24 jam bila diencerkan
dengan larutan NaC1 fisiologis atau larutan dekstrosa 5%. Larutan 1
mg/mli dalam NaCl fisiologis stabil sampai 10 hari. Dapat juga dicampur
dengan larutan Ringer Laktat.Campuran larutan yang disimpan singkat
tidak perlu diproteksi terhadap cahaya. Penyimpanan suhu kamar (15°-
30°C), lindungi dari cahaya.
e) Kontra Indikasi
Hipersensitif pada midazolam atau komponen lain dalam formula,
termasuk beazilalkohol (sensitivitas silang dengan benzodiazepine lain);
bentuk sediaan parental tidak boleh digunakan untuk intratekal atau
epiderual; glaucoma sudut sempit, penggunaan bersamaan dengan
inhibitor kuat CYP3A4 (amprenavir, atazanavir, ritonavir); kehamilan.
f) Efek Samping
(1) Kardiovaskuler: Takikardi, vasovagal, hipotensi
(2) Pulmoner : Bronicospasme, laringospasme, apneu, hipoventilasi
(3) SSP : Euforia, delirium bangkitan, agitasi, hiperaktivitas, gerakan
tonik-kionik
(4) GI : Saliva, muntah, rasa asam
(5) Dermatologic : Ruam, pruritis, liangat atau dingin pada tempat
suntikan
g) Interaksi Makanan
Etanol: hindari etanol, karena dapat memperkuat penghambat SSP.
Makanan: Jus grapefruit dapat meningkatkan konsentrasi midazolam di
serum; hindari pemberian bersamaan. Herbal: hindari penggunaan
bersamaan dengan St. Johns wort karena dapat menurunkan konsentrasi
midazolam atau meningkatkan pengharnbat SSP. Hindari penggunaan
bersama valerian, kava-kava, gotu kola karena meningkatkan penghambat
SSP.
h) Interaksi Obat
Efek Sitokrom P450: substrat CYP2B6 (minor), 3A4 (major); Penghambat
CYP2C8 (lemah), 2C9 (lemah), 3A4 (lemah). Peningkatan efek/toksisitas:
penghambat CYP3A4 dapat meningkatkan efek/tingkat midazolam;
misalnya antijamur azol, klaritromisin, diklofenak, doksisiklin,
eritromisin, imatinib isoniazid, nefazodon, nikarpidin, propofol, protease
inhibitor, kunidin, telitromisin, dan verapamil. Dosis midazolam harus
diturunkan 30% padausia < 65 tahun, 50% pada usia > 65 tahun bila
diberikan bersama narkotik, dan penghambat SSP lainnya. Penurunan
efek: Peninduksi CYP3A4 dapat menurunkan efek/tingkat midazolam;
misalnya aminoglutetimid, karbamazepin, nafsilin, nevirapin, fenobarbital,
fenitoin, dan rifamisin.
i) Pengaruh Kehamilan
Faktor risiko D. Midazolam dapat melewati plasenta; tidak
direkomendasikan penggunaan pada kehamilan.
j) Peringatan
(1) Mengurangi dosis pada manula, pasien hipovolemik, beresiko tinggi
dan penggunaan bersama sedative atau narkotik lain
(2) Pasien dengan COPD biasanya peka terhadap efek depresi pernafasan
(3) Penggunaannya merupakan kontra indikasi pada glaucoma sudut-
sempit atau terbuka akut keeuali pasien mendapatkan terapi yang
sesuai.
(4) Hipotensi dan depresi pernafasan yang tidak diharapkan dapat terjadi
jika diberikan bersama opioid; pertimbangkan dosis yang lebih kecil
(5) Depresi dan henti pernafasan dapat terjadi jika digunakan untuk
sedasi, jika digunakan untuk sedasi jangan berikan sebagai suatu
bolus. Terapi kelabihan dosis dengan tindakan suportif dan flumazenil
(IV lambat 0,2-1 mg).
k) Mekanisme Aksi
Berikatan dengan reseptor stereospesifik benzodiazepin pada neuron
postsinaps GABA di beberapa tempat di SSP, termasuk di sistem limbic,
dan reticular formation. Meningkatkan efek hambatan oleh GABA pada
perangsangan neuron akibat dari meningkatnya permeabilitis neuron
terhadap ion Chlorida.
b. Obat Induksi
1. Propofol
Obat induksi sedasi sadar, menimbulkan induksi yang cepat serta distribusi
dan eliminasi yang cepat pula. Mendepresi myocard langsung,
mengakibatkan apne dan hipertensi. Tidak mempunyai efek analgetik,
memiliki efek anti emetic intrinsic. Dapat menekan korteks adren& dan
menurunkan kadar kartisol plasma. Mengurangi aliran darah ke otak,
tekanan perpusi otak, dapat terjadi pelepasan histamin dan reaksi alergi
kemugkinan sekali berupa anafilaksis. Kurangi dosis untuk manula dan
penggunaan bersama narkotik dan hipnotik sedatif.
a) Farmakologi
Tidak bersifat histamine release/reaction anaphylactoid (cheremophor
El diganti dengan minyak soyabean), pada injeksi perivascular
injection: tidak terjadi nekrosis jaringan, pada injeksi intra arteri tidak
terjadi nekrosis jaringan. Mekanisme kerja: diduga menghasilkan efek
sedative hipnotik interaksi dengan gamma-amino bucryc acid
(GABA), neurotranmilter inhibitor pada sistem saraf pusat.
b) Dosis
- Sediaan 10 mg/cc cairan putih seperti susu. siapkan dalam spuit
20cc.
- Dosis anak > 8 thn : 2,5 mg/ KgBB (IV)
- Dewasa : 2 2,5 mg/ KgBB (IV)
- Orang tua :1,25-2 mg/ KgBB (IV)
c) Kontra Indikasi
Pada pasien yang mengalami alergi terhadap telur atau minyak
kedelai.
d) Ekskresi
Dimetaboliser dihati.
e) Efek Samping
Pernapasan depresi perbapasan, ane, cegukan, Bronco Spasme,
Laringaspasme. Cardio Vaskuler Hipotensi, aritmia, takikardi,
bradikardi, hipertensi.
Susunan staf pusat : Sakit kepala, pusing, europia, kebingungan,
gerakan kionik/miokionik, apestotonus, kejang
Gastrointestinal Mual, muntah ringan, kram abdomen.
Lain-lain Demam. Ilusi seksuai, nyeri pada tempat suntikan.
2. Ketamine
Pertama kali ditemukan oleh Domino dan Carsen tahun 1965, yang
termasuk golongan Phewilcyclo Hexylamin. Merupakan anastetik
disosiatif induksi dan pemeliharaan anastesi, khususnya pada pasien
hipovolemik atau berisiko tinggi, satu-satunya anastetik untuk prosedur
bedah singkat.
a) Farmakologi
Menimbulkan anastesi disosiatif dan bereaksi cepat yang ditandai
dengan adanya reflex laring yang normal atau agak meningkat, tonus
otot rangka yang normal atau meningkat, stimulasi pernapasan, dan
kadang-kadang depresi pernapasan yang sementara atau menimal.
Ketamine juga bekerja pada reseptor Kolinergik muskarinik,
serotonin, dan norepinephrine dalam SSP. Pengaruh terhadap ECG
meliputi peningkatan aktifitas alfa, delta, Dan tetap perubahan pada
gelombang beta. Ketamine menimbulkan peningkatan tonus uterus
terkait dosis tanpa efek berlawananterhadap aliran darah uterus (pada
dosis < 1 mg/kg). Sekresi dan trakeobronkial meningkat. Ketamin
tidak melepaskan histamin.
b) Farmakokinetik
Ketalar dapat menimbulkan delirium, penurunan kebutuhan anastetik
volatile. hipertensi, aritmia, iskemia, miokard pada penggunaan
bersama simpatumetitik (contohnya efineprine), depresi hemodinamik
dapat terjadi dengan adanya penyekat alfa, penyekat beta, penyekat
ganglion, anastesi epidural servikal, transeksi medulla spinalis,
penggunaan bersama dengan benzodiazepine, barbitural, anastetik
volatile dapat memperpanjang pemulihan, peningkatan penyekat
neuromuskuler depolarisasi, penurunan ambang kejang jika diberikan
dengan arniofilin.
c) Sifat Fisik
Mempunyai daya analgesic yang kuat terutama untuk nyeri
somatic sedangkan untuk nyeri visceral tidak ada
Tidak mempunyai sifat relaksasi malahan tonus otot sering
meningkat
Hipersalivasi, mual dan muntah
Batas keselamatan lebar
Tidak ada toksik terhadap hepar dan ginjal
Waktu siuman lama
Merangsang sekresi katekolamin.
d) Penggunaan Klinik
Tersedia dalam vial : dosis 100 mg/cc dan 50mg/cc
Cara pengenceran:
1. 100 mg/cc : ambil 1 cc + aquades 9 cc = 10 cc, jadi 1 cc = 10mg
2. 50 mg/cc : ambil 2 cc + aquades 8 cc = 10 cc, jadi 1 cc = 10mg.
e) Dosis
IV : 1-2 mg/KgBB Onset 15 detik
Durasi obat 5-10 menit
TM :5-7 mg/KgBB Onset 2-8 menit
Durasi obat 10-20 menit
f) Efek
Terhadap CNS
Mempunyai analgesic kuat, hipnotik kurang
Mimpi bunk, halusinasi, disorientasi dan bangun lama
Cerebral blood flow meningkat
Intracranial pressure meningkat.
Terhadap Kardiovaskuler
Tekanan darah meningkat 20-25 %
Nadi meningkat
Kardiak output meningkat karena pengeluaran adrenalin dalam
sirkulasi.
Terhadap Respirasi
Dilatasi bronkus dan antagonis terhadap efek konstiksi bronkus
oleh histamine
Dapat terjadi depresi nafas bila dosis berlebihan
Obstruksi dan aspirasi dapat terjadi walaupun kemungkinan kecil.
g) Indikasi
Pasien asmatik
Untuk prosedur diagnostic orthopedic (reposisi + biopsi)
Untuk tindakan operasi kecil
Untuk pasien resiko tinggi karena ketamine tidak mendepresi
fungsi vital
Tersering digunakan di daerah bila alat anestesi tidak ada.
h) Kontraindikasi
Hipertensi dengan systole > 160 mmHg, diastole > 100 mmHg
Pasien pre eklampsi dan eclampsia
Pasien riwayat CVA
8) Kemasan
Suntikan 0,4 mg/ml, 1 mg/ml
Suntikan neonates 0,02 mg/ml
Penyimpanan suhu kamar (15-30 °C), lindungi dari cahaya.
9) Pengenceran Untuk Infus
Depresi narkotik/kelebihan dosis obat IV, 1 mg dalam 100 ml D5W
atau NS (l0 μg/ml).
Efek samping narkotik: IV, 0,4-0,8 mg (1-2 ampul) dalam 100 ml.
Reaksi efek samping : berkeringat , puimoner : edema paru, GI :
mual dan muntah, SSP : gemetaran, kardiovaskuier: takikardi.
e. Obat Relaxant
1. Atracurium
Atracurium mernpunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dan
tanaman Leontice Leontopeitatum. Keunggulannya dalah metabolism
terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal,
tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian ulang.
a) Penggunaan
Relaksan otot non depolarisasi
b) Farmakologi
Atrakurium merupakan relaksan otot skelet non depolarisasi.Obat
mi berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng akhir
motoric.Lama blockade neuromuskuler adalah sepertiga dan
pankuronium pada dosis equipotent.Obat mi mengalami
metabolism yang cepat melalui eliminasi hoffinnnya adalãh
laudanosin, suatu stimulant otak yang terutama diekskresilcan ke
dalam urin. Dosis yang berulang atau inffis yang berlanjut kurang
mempunyai efek kumulatif terhadap angka pemulihan disbanding
relaksan otot lain. Konsentrasi laudanosin darah dapat mendekati
rentang konvulsan (5,1 jag’ml) pada infUs yang lama.
c) Farmakodinamik
Atrakurium merupakan neuromuskuler bloking agent yang sangat
selektif dan kompetitif dengan lama kerja sedang. Non depolarizing
agen bekerja antagonis terhadap neurotransmitter asetilkolin
melalui ikatan reseptor site pada motor-endp/ate.Atrakurium dapat
digunakan pada berbagai tindakan bedah dan untuk mefasilitasi
ventilasi terkendali.Atrakurium tidak mempunyai efek Iangsung
terhadap tekanan intraokuler dan karena itu dapat digunakan untuk
operasi opthalmik.
d) Fannakokinetik
Waktu paruh eliminasi kira-kira 20 menit. Atrakurium diinaktivasi
melalui eliminasi Hoffman, suatu proses non enzimatik yang terjadi
pada pH dan suhu fisiologis dan melalui hidrolisis ester yang
dikatalis oleh esterase non spesifik.
Eliminasi atrakurium tidak bergantung pada fungsi ginjal
dan hati. Produk urai yang utama adalah laudanosin dan akohol
monoquartenary yang tidak memiliki aktivitas blockade
neuromuskuler. Akohol mono quartenary tersebut secara spontan
terdegradasi oleh proses eliminasi Hoffman dan diekskresi melalui
ginjal. Laudanosin diekskresi melalui ginjal dan dimetabolisme di
hati. Waktu paruh laudanosin berkisar 3- 6 jam pada pasien dengan
fungsi ginjal dan hati normal, dan sekitar 15 jam pada pasien gagal
ginjal, sedangkan pada pasien gagal ginjal dan hati sekitar 40 jam.
Terminasi kerja blockade neurornuskuler atrakurium tidak
tergantung pada metabolism ataupun ekskresi hati atau ginjal. Oleh
karena itu, lama kerjanya tidak dipengaruhi oleh gangguan fungsi
ginjal, hati atau peredaran darah.
Uji plasma pasien dengan kadar pseudocholinesterase
rendah menunjukkan bahwa inaktivasi atrakurium tidak
terpengaruh. Variasi pH darah dan suhu tubuh pasien selama masih
dalam kisaran fisiologis tidak akan mengubah lama kerja
atrakurium secara bermakna. Konsetrasi metabolit didapatkan lebih
tinggi pada pasien ICU dengan fungsi ginjal atau hati yang
abnormal. Metabolit ini tidak berperan pada blockade
neurornuskuler.
e) Dosis
Intubasi IV 0,3-0,5 mg/kg
Pemeliharaan
a) IV 0,1-0,2 mg/kg ( 10%-50% dan dosis intubasi)
b) Infus 2-15 μg/kg/menit
c) Pre pengobatan/priming : IV 10% dafi dosis intubasi, diberikan 3-5
menit sebelurn dosis relaksan depolarisasi/non depolanisasi.
f) Eliminasi
Plasma (eliminasi Hoffman, hidrolisis ester), hati dan ginjal.
g) Efek Samping
Kardiovaskuler hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi.
Pulmoner : hipoventilasi, apneu, bronkospasme dan laringospasme.
Muskoloskeletal blok yang tidak adekuat, blok yang lama.
Dermatologic ruam, urtikaria.
h) Peringatan
Monitor respon dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko
kelebihan dosis.
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat asma bronkial
dan reaksi anafilaktik
Efek reverse dengan antikolinesterase seperti piridostigmine bromide
atau edrofonium berbarengan dengan penggunaan atropine atau
glikopirolat
Dosis pra pengobatan dapat menimbulkan suatu tingkat blockade
neuromuskuler yang pada beberapa pasien cukup untuk rnenyebabkan
hipoventilasi.
i) Penyimpanan
Dinginkan (2-8°C).jangan biarkan membeku, pada saat pengangkatan dan
pendinginan ke suhu ruang, gunakan dalam 14 hari jika didinginkan
kembali.
2. Rocuronium
Zat ini menipakan analog vekuronium dengan awal keija lebih cepat.
Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan
kerugiannya adalah terjadi gangguan fiangsi hati dan efek kerja yang lebih
larna.
a) Penggunaan
Relaksasi otot skelet.
b) Metabolisme Dan Ekskresi
Eliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak
terpengaruh oleh kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar
berat dan kehamilan, baik untuk infusan jangka panjang (di ICU). Pasien
geriatri menunjukkan prolong durasi.
c) Dosis
1) Intubasi IV 0,6-1,2 mg/Icg.
2) Pemeliharaan
a) IV 0,06-0,6 mg/kg (10-50% dan dosis intubasi).
b) Infus, 5-15 mg/kg/menit
3) Prapengobatan / priming
(a) IV 10% dan dosis intubasi dibenikan 3-5 menit sebelum dosis
relaksan depolanisasi / non depolanisasi
(b) Pada pasien obesitas, dosis rokuronium harus didasarkan pada berat
badan sesungguhnya (dan bukan pada berat ideal seperti halnya
pada sebagian besar obat)
d) Farmakologi
Rokuronium menupakan obat pemblokir neuromuskuler nondepolanisasi
steroid dengan lama aksi senupa dengan vekuronium. Rokuronium 8 kali
kurang potens daripada vekuronium dan berkompetisi untuk reseptor
kolinergik pada lempeng akhiran motorik.Dengan dosis yang meningkat
awitan waktu berkurang dan lama waktu diperpanjang. Tidak ada
perubahan yang secara klinis bermakna dalam parameter hemodinamik.
Tidak seperti vekuronium, rekuronium mempunyai aktivitas vagolitik
ringan dan kadang-kadang dapat menimbulkan takikardi. Rokuronium
tidak melepaskan konsentrasi histamin yang secara klinis bermakna.
e) Efek Samping
1. Kardiovaskuler : Takikardi, aritmia
2. Pulmonar Hipoventilasi, apneu, bronkospasme
3. Muskuloskelet Wok yang tidak adekuat, blok yang diperpanjang
4. Dermatologik Ruam, edema tempat suntikan, prunitis.
f) Peringatan
a) Pantau respons dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko
kelebihan dosis
b) Efek reversi dengan antikolinesterase seperti neostigmen,
endrofonium, atau piridostigmen bromide bersama dengan atropin
atau glikopirolat.
c) Dosis prapengobatan dapat menimbulkan tingkat blokade
neuromuskuier yang pada beberapa pasien cukup untum menyebabkan
hipoventilasi.
d) Rokuronium tampaknya tidak memicu hipertemia maligna,
f. Obat Emergency
1. Adrenalin
a) Farmakologi
Pada umumnya pemberian obat ini menimbulkan efek stimulasi saraf
adrenergik .Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitor pada
syaraf adrenergik adalah Non epinefrmne. Efek paling menonjol
adalah efek pada jantung, otot polos pembuluh darah dan otot polos
lain.Obat ini menstimuler baik alfa maupun betha reseptor. Zat ini
juga dibentuk dalam medulla supra renalis, yang kemudian disimpan
dalam granula-granula interseluler dan ujung-ujung saraf adrenergik
dan dilepaskan oleh acetil choline dan serabut otonom pre ganglion.
1. Sistem Kardiovaskuler
Efek terbesar pada sistem kardiovaskuler adalah dalam hal
menambah stroke volume, cardiac rate cardia output. terjadi
peningkatan konfraktilinitas miokard dan nadi. Tekanan sistole
akan meninggi tetap tekanan diastole tidak terlalu banyak
dipengaruhi. Terjadi vasodilatasi pembuluh darah, dan dengan
bertambahnya cardi output inilah yang akan menyebabkan tekanan
darah naik, tekanan darah perifer juga naik. Sangat penting
digunakan pada penderita cardiac arest. Kerjanya pada jantung
mengaktivasi reseptor beta-1 diotot jantung dan jaringan konduksi.
ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif
epinefrmne pada jantung. Efineprine mempercepat depoiarisasi
fase 4, yakni depolarisasi lambat sewaktu diastole, dari nodissino
atrial (SA) dan sel otomatik lainnya, dengan demikian
mempercepat firing rate pacu jantung dan merangsang
pembentukan fokus ektopik dalarn ventrikel dalam nodus SA.
Epinefrmne juga menyebabkan perpindahan pacu jantung
ke sel yang mempunyai firing rate yang lebih cepat. Epinefrine
memperkuat waktu sistolik tanpa mengurangi waktu diastoli.
Akibatnya curah jantung bertambah, tetapi kerja jantung dan
pemakaian oksigen makin bertambah, sehingga efisiensi jantung
berkurang.
2. Ginjal/Kandung Kemih
Terjadi penyempitan pembuluh darah ginjal, RBF menurun.
Menyebabkan relaksasi otot detrusor melalui reseptor Beta-2 dan
kotraksi otot trigonium dan sfingter melalui Alfa- 1 sehingga dapat
menimbulkan retensi urine.
3. Sistem Respirasi
Epinefrmne mempengaruhi pemafasan terutama dengan cara
merelaksasi otot bronchus melalui reseptor Beta-2. Bronchus
melebar, baik pemberian secara topikal maupun injeksi. Hal ini
dapat menambah tidal volume walaupun pada penderita normal
sekalipun. Efek bronkhodilatasi mi jelas sekali bila sudah ada
kontraksi otot polos bronchus karena asma bronkial, histamin, ester
kolin, pilorkapin, bradikinin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat
(SRS-A) dan lain-lain. Pada asma epineprinejuga menghambat
pelepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast melalui reseptor B2,
serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti melalui reseptor
alfa-l.
4. Susunan Saraf Pusat
Epinefrmne pada dosis terapi tidak mempunyai efek
stimulasi SSP kuat karena obat ini relatif polar sehingga sukar
masuk SSP. Tetapi pada banyak orang epinefrmne dapat
menimbulkan kegelisahan, rasa kwatir, nyeri kepala dan tremor,
sebagainya karena efek pada sistem kardiovaskuler,
5. Saluran Cerna
Melalui reseptor alfa dan beta-2, epinefrine menimbulkan
relaksasi otot polos saluran cerna pada umumnya, tonus dan
motilitas usus dan lambung berkurang, tapi spinter pylorus dan
spinter ileocolic akan berkontraksi (efek alfa dan betha). sekresi
dan kelenjar-kelenjar usus akan terlambat. Glikogin akan
dimobilisir dan liver, sehingga kadar gula darah akan naik.
b) Farmakokinetik
Absorpsi pada pemberian oral epinefrine tidak mencapai dosis terapi
karena sebagian besar oleh enzim COMT dan MAO yang banyak
terdapat pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan sub kutan,
absorpsi yang lambat terjadi karena vasokontriksi lokal, dapat
mempercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorpsi yang lebih
cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian lokal
secara inhalasi,efeknya terbatas terutama pada saluran nafas,tetapi
efek sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.
Biotransformasi dan Ekskresi-Epinefiine stabil dalam darah Degradasi
epinefrine terutama terjadi dalam hati yang banyak mengandung
kedua enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga dapat
merusak zat ini.
Metabolit-metabolit ini bersifat epinefrmne yang tidak di ubah
dikeluarkan dalam urine. Pada orang normal jumlah epinefrine dalam
urine hanya sedikit.
c) Intoksikasi/Efek Samping Dan Kontra Indikasi Pemberian epinefrmne
dapat menimbulkan gejala seperti perasaan takut, kwatir, gelisah, tegang,
nyeri kepala berdenyut, pusing, sukar bernafas, dan palpitasi. Gejala-gejala
ini cepat setelah istirahat. Penderita hipertiroid dan hipertensi lebih peka
terhadap efek-efek tersebut diatas maupun terhadap efek pada sistem
vaskuler. Pada penderita psikonurotik epinefrine dapat memperberat
gejala-gejalanya. Dosis epinefrmne yang besar atau penyuntikan IV cepat
dengan tidak disengaja akan menimbulkan perdarahan otak karena
kenaikan tekanan darah yang hebat.Bahkan penyuntikan lewat sub kutan
0,6 ml larutan 2 : 1000 dapat menimbulkan perdarahan sub araknoid dan
hemiplagia. Untuk mengatasinya dapat diberikan vasodilator yang
kerjanya cepat, misalnya nitrit atau natrium nitropusit, epinefrmne dapat
menimbulkan aritmia ventrikel. febrilasi ventrikel bisa terjadi biasanya
bersifat fatal, ini terutama terjadi bila epinefrine diberikan sewaktu
anastesia dengan hidrokarbon berhalogen, atau pada penyakit jantung
organik.
Awitan aksi : IV 30-60 detik
Sub kutan 6- 15 menit
Intra trakea 4 -15 detik
Inhalasi 3 - 5 menit
Efek puncak IV dalam 3 menit
Lamaaksi 1V 5 –l0 menit Intra trakea 15 - 25 menit
Inhalasi 1 - 3 jam
d) Penggunaan Klinis
Manfaat epinefrine dalam klinis berdasarkan efeknya terhadap pembuluh
darah jantung dan otot polos bronkus.Penggunaan paling sering untuk
menghilangkan sesak nafas akibat bronkokonstriksi untuk mengatasi reaksi
hipersensitifitas terhadap obat maupun alergen lainnya, dan untuk
memperpanjang masa kerja anastetik lokal. Epinefrine juga untuk
merangsang jantung pada waktu terjadi henti jantung oleh berbagai sebab.
Secara lokal obat ini digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler.
e) Dosis
Henti Jantung
Dosis standart Bolus IV, 1 mg atau 0,02 mg/kg (10 ml atau 0,02 mg/kg
larutan 1; 10000). Berikan setiap 3 - 5 menit seperlunya, jika tidak ada
respon setelah dosis kedua berikan dosis tinggi.
Dosis tinggi (dapat diterima, kemungkinan dapat membantu), bolus IV 5 -
10 ml larutan 1: 1000 setiap 3 - 5 menit seperti yang diperlukan. Jika akses
intra vena tidak ada encerkan 5 - 10 mg atau 0,1 - 0,2 mg/kg ( 5 - 10 ml
larutan 1 : 1000) dalam volume yang sama normal saline steril dan
suntikan via tube endotrakea.
Anafilaksis Asma Berat
Dewasa 0,1 - 0,5mg sub kutan atau IM ( 0,1 - 0,5 ml dilarutkan 1: 10000)
Anak-anak : 0,01 mg/kg larutkan 1 : 1000, jangan melebihi 0,05 mg dosis
subkutan dapat diulangi dalam interval 10 -15 menit pada pasien dengan
syok anafilatik dan dalam interval 20 menit hingga 4 jam pada pasien
asma.
f) Efek Samping Utama
a. Kardiovaskuler hipertensi, takikardi, aritmia, angina
b. Pulmuner: edema pam
c. SSP : ansietas, sakit kepala, perdarahan serebri vaskuler
d. Dermatologi : nekrosis pada tempat suntikan
e. Metabolik : hiperglikemia, hiperkalemia, hipokalemia.
2) Lidokain
a) Penggunaan
Anestesi regional, pengobatan aritmia ventrikuler, khususnya jilca
berkaitan dengan infark miokard akut atau pembedahan jantung,
perlemahan prosesor terhadap intubasi (tekanan darah/ tekanan
intracranial: pelemahan fasikulasi yang diakibatkan subsikolin.
b) Dosis
Antiaritmik : bolus IV lambat, 1 mg/kg (dalam 1%-2%) diikuti oleh
0,5 mg/kg/setiap 2-5 menit ( sehingga maksimum 3mg/kg/jam.
Infuse ( larutan 0,15-0,4 mg/menit ( 20-50 μg/kg/menit) TM 4-5
menit, dapat diulang 60-90 menit kemudian.
Pelemahan reseptor pressor
IV 1,5-2 mg/kg (larutan 1%-2%), berikan 3-4 menit sebelum
laringoskopi.
Laringotrakea, 2 mg/kg (larutan 4%),instilasikan secara translaringeal
(dengan kanula) tepat sebelum intubasi. Reduksi dan respon prosesor
terhadap intubasi hanya merupakan indikasi pada pasien yang secara
hemodinarnik stabil
Pelemahan fasikulasi
IV, 1,5 mg/kg ( larutan T%-2%). Berikan 3 menit sebelum dosis
suksinokolin. Dapat dikombinasikan dengan dosis pra pengobatan dan
relaksan otot non depolarisasi
Anestesi local
Topical 0,6-3 mg/kg ( larutan 2%-4%)
Block saraf tepi/infiltrasi 0,5-5 mg/kg (dalam larutan 0,5%-2%)
Regional intravena
Ekstremitas atas, 200-250 mg (40-50 ml larutan 0,5%)
Ekstremitas bawah, 250-300 mg (l00-120 ml larutan 0,25%)
Blok pleksus brakialis, 300-750 mg ( 30-50 ml larutan l%-l,5%, anak-
anak 0,2- 0,3 ml/kg
Blok epidural, 200-400 mg (larutan 1%-2%), anak-anak 7- 9 mg/kg
infuse 6-12 ml/jam (larutan 0,55 dengan atau tanpa narkotik pidural);
anak-anak 0,2 - 0,35 ml/kg/jam.
c) Eliminasi
Hati dan paru
d) Kemasan
Pemberian parental : suntikan untuk suntik TM 10%, suntikan untuk
IV langsung 1%-2%, suntikan untuk campuran TV 4%, 10%, 20%,
suntikan untuk infuse IV 0,2%, 0,4%, 0,8%.
Blok saraftepi/ infiltrasi : 0%, l%, 1,5%, 2% dengan atau tanpa
epinephrine, 1:500.000, 1: 100.000, 1: 200.000
Epidurai : 1%, 1,5%, 2% bebas pengawet.
e) Farmakologi
Anestesi local turunan amida ini mempunyai awitan aksi yang cepat.
Menstabilkan membrane neuronal dengan menghinbisi influx natrium
yang diperlukan untuk memulai dan menghantarkan impuls. Obat ini juga
merupakan suatu obat antiarimik kelas 1 B, yang secara otomatis menekan
dan mempendek periode refraktek efek dan lama potensial aksi dan system
his-purkinje. Lama potensial aksi dan periode refraktef aktif otot
ventrikuler juga berkembang. Lidokain intravena dan laringotrakea
menurunkan respons tekanan darah yang ditimbulkan oleh intubasi trakea.
Jika diberikan secara intravena, hal ini disebabkan oleh efek analgesic dan
efek anatetik local (mencermmnkan pengiriman obat ke percabangan
trakeobronkus yang sangat vaskuler). Dosis yang berulang menyebabkan
peningkatan yang bermakna dari kadar darah karena akumulasi yang
lambat.
f) Farmakokinetik
Awitan IV ( efek antianimik) 45-90 detik
Intratrakea ( efek antianmik) : 10-15 detik
Infiltrasi : 0,5-1 menit
Epidural 5-15 menit
Efek puncak : IV ( efek antiarimik) : 1-2 menit
Infiltrasi epidural : ≤ 30 menit
Lama aksi IV ( efek antianimik) : 10-20 menit
Inatrakea : 30-50 menit
Infiltrasi : 0,5-1 jam
Dengan Epineprine : 2-6 jam
Epidural : 1-3 jam
g) Pedoman / Peringatan
a. Hati-hati pada pasien hipovolemik, gagal jantung kongenetif (CHF) berat,
syok dan semua bentuk blok jantung.
b. Benzodiazepine meningkatkan ambang kejang
c. Kontraindikasi pada pasien hipersensivitas terhadap anastetik local tepi
amida
d. Monitor terhadap hipoventilasi dengan melepaskan manset jika
ditambahkan relaksan otot pada larutan anastetik untuic blockade regional.
h) Reaksi Efek Samping Utama
Kardiovaskuler : hipotensi, bradikardi, aritmia, blok jantung
SSP tinnitus, kejang, kehilangan pendengaran, euphoria, ansietas,
diplopia, nyeri kepala pasca spinal, araknoiditis.
Pulmoner: depresi pernapasan, henti pernapasan
Alergik urtikaria, pruiritas, edema angioneurotik
Epidural/kaudal/spinal spinal tinggi, kehilangan control kandungan
kemih dan usus, deficit motorik, sensorik, otonomik dan segmen bawah.
3. Ephedrine
Obat ini adalah stimulator langsung α dan β-adregenik dan membebaskan
catheccholamin (adrenalin dan nonadrenalin) dari tempat reseptor. Secara
kimiawi ini adalan keturunan adrenalin.
a) Farmakodinamik
Obat ini mengahambat penghancuran adrenalin dan nonadrenalin sehingga
mempertahankan kadar cathecolamin dalam darah tetap tinggi. Obat ini
membebaskan nonadrenalin pada ujung saraf dalam pembuluh darah
berefek
Suatu rangsangan simpatis yang kuat. Denyut jsntung menguat dan
frekwensinya bertambah dan tekanan darah naik. Arterior
berkonsentrasi. Durasi efek kira-kira 30-40 menit tetapi dosis ulang
kurang efektif
Relaksasi otot polos bronchus melebarkan pupil
Merangsang cortex dan medulla cerebrum dengan perasaan subyektif
pada sesuatu, geram dan tidak nyaman
Melebarkan arteri koronaria
Meningkatkan aliran darah koroner dan skelet menimbulkan
bronkodilatasi melalui reseptor β-2
b) Penggunaan
Memiliki keuntungan bahwa cardiac out put dan venous return itu
meningkat
Digunakan pada keadaan hypotensi, broncouspasme, heartblock, carotis
sinus, syndrome, urticaria, narcolepsy, enuresis dan myasthenia.
Vasopresor dan bronkodilator
c) Dosis
Dosis 5-20mg (100-200 μg/kg) IV < IM 25-50 mg
Efek puncak IV 2-5 menit, IM < 10 menit , DOA IV/IM 10-60 menit
d) Pedoman
Gunakan hati-hati pada pasien dengan hipertensi dan penyakit jantung
sistemik.
Dapat menimbulkan suatu tingkat stimulasi SSP tidak dapat diterirna
yang menimbulkan insomnia
g. Obat Inhalasi
1. Halotan (F3C-CHBrCI)
Halotan disintesis pertama kali oleh CW Suckling di laboratorium
“Imperial Chemical industries” Manchester pada tahun 1951
.Digunakan pertama kali oleh M. johnstone di klinik
Manchester.Selanjutnya diikuti oleh Bryce-smith dan O’Brian di
Oxford.
a) Sifat Fisik Dan Kimiawi
Halotan atau disebut dengan nama kimia 2, bromo-2-khloro- 1,1,1-
trifluoroetan, mempunyai berat molekul 197, berat jenis 1,18 (pada
suhu 25 derajat celcius) dan titik didih 50 derajat celcius dan
mempunyai MAC 0,87%.
Secara fisik, halotan adalah cairan yang tidak berwarna, berbau
harum tidak mudah terbakar atau meledak, tidak iritatif dan tidak
tahan terhadap sinar matahari. Apabila kena sinar matahari, akan
mengalami dekomposisi menjadi HC1, HBr, klorin, Bromin dan
Fosgen bebas, disi tiol 0,01% sebagai pengawet.
Halotan bisa diserap oleh karet sirkuit anestesia, tetapi kurang larut
dalam polietilen dan tidak mengalami dekompisisi bila melewati
karbon absorben.
b) Efek Farmakologi
Terhadap susunan saraf pusat
Halotan menimbulkan depresi pada sistem saraf pusat di semua
komponen otak. Depresi di pusat kesadaran akan menimbulkan
efek hipnotik, depresi pada pusat sensorik menimbulkan khasiat
analgesia dan depresi pada pusat motorik akan menimbulkan
relaksasi otot. Tingkat depresinya tergantung dan dosis yang
diberikan.
Terhadap pembuluh darah otak, halotan menyebabkan vasodilatasi,
sehingga aliran darah otak meningkat dan hal ini menyebabkan
tekanan intrakranial meningkat, dan oleh karena itu tidak dipilih
untuk anestesi pada kraniotomi.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Halotan menimbulkan depresi langsung pada “S-A Node” dan otot
jantung, relaksasi otot polos dan inhibisi baroreseptor. Keadaan ini
akan menyebabkan hipotensi yang derajatnya tergantung dan dosis
dan adanya interaksi dengan obat lain, misalnya dengan
tubokurarin.
Gangguan irama jantung sering kali terjadi, seperti bradikardi,
ekstrasistol ventrikel, takikatrdi ventrikel, bahkan bisa terjadi
fibrilasi ventrikel.Hal mi disebabkan karena peningkatan eksitagen
maupun eksogen serta adanya retensi CO2.
Batas keamanan halotan terhadap kardiovaskuler sangat sempit,
maksudnya, konsentrasi obat untuk mencapai efek farmakologi
yang diharapkan sangat dekat dengan efek depresinya.
Terhadap sistem respirasi
Pada konsentrasi tinggi, halotan akan menimbulkan depresi pusat
nafas, sehingga pola nafas menjadi cepat dan dangkal, volume tidal
dan volume nafas semenit menurun dan menyebabkan dilatasi
bronkus
Terhadap ginjal
Halotan pada dosis lazim secara langsung akan menurunkan aliran
darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus, tetapi efek mi hanya
bersifat sementara dan tidak mempengaruhi autoregulasi aliran
darah ginjal. Hasil metabolitnya terutama bromidnya akan
diekskresikan melalui ginjal dan apabila terdapat gangguan fungsi
ginjal, ekskresinya akan terhambat sehingga akan terjadi
akumulasi.
3. ISOFLURAN
Isofluran merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cairan, tidak
berwarna, tidak eksplosif, tidak mengandung zat pengawet, dan relatif tidak
larut dalam darah tapi cukup iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat
induksi inhalasi sering menimbulkan batuk dan tahanan nafas. Proses induksi
dan pemulihannya relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi
inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan dengan
sevofluran.
a) Efek Farmakologi
(1) Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan.
Isofluran tidak menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan
oleh enfluran. Pada dosis anestesi tidak menimbulkan vasodilatasi dan
perubahan sirkulasi serebrum serta mekanisme autoregtilasi aliran
darah otak tetap stabil. Kelebihan lain yang dimiliki oleh isofluran
adalah penurunan konsumsi oksigen otak. Sehingga dengan demikian
isofluran merupakan obat pilihan untuk anestesi pada kraniotomi,
karena tidak berpengaruh pada tekanan intrakranial, mempunyai efek
proteksi serebral dan efek metaboliknya yang menguntungkan pada
tekhnik hipotensi kendali.
(2) Terhadap sistem kardiovaskuler
Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan
dibanding dengan obat anesetesi volatil yang lain. Tekanan darah dan
denyut nadi relatif stabil selama anestesi. Dengan demikian isofluran
merupakan obat pilihan untuk obat anestesi pasien yang menderita
kelainan kardiovaskuler.
(3) Terhadap sistem respirasi
Seperti halnya obat anestesi inhalasi yang lain, isofluran juga
menimbulkan depresi pemafasan yang derajatnya sebanding dengan
dosis yang diberikan.
(4) Terhadap otot rangka
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat
motorik pada serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi
dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi. Walaupun demikian,
masih diperlukan obat pelumpuh otot untuk mendapatkan keadaan
relaksasi otot yang optimal terutarna pada operasai laparatomi.
a) Efek Farmakologi
Efek klinisnya hampir sama dengan isofluran. Hanya efeknya terhadap
respirasi dapat menimbulkan rangsangan jalan nafas sehingga tidak dapat
digunakan untuk induksi. Bersifat simpatomimetik sehingga
mengakibatican takikardi, akan tetapi tidak bermakna dalam meningkatkan
tekanan darah. Efek terhadap hepar dan ginjal sama dengan sevofluran.
b) Biotransformasi
Hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya < 0,1%
dimetabolisme oleh tubuh.
c) Penggunaan Klinik
Sama seperti agen volatil lainnya, desfluran digunakan terutama sebagai
komponen hipnotik dalam pemeliharaan anesthesia umum. Disamping
efek hipnotik, desfiuran juga mempunyai efek analgetik yang ringan dan
relaksasi otot ringan.
d) Dosis
1. Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan
2. Untuk pemeliharaan tergantung dengan racikan obat yang lain dan
disesuaikan dengan kebutuhan.
e) Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”,
hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
f) Keuntungan Dan Kelemahan
(1) Keuntungannya hampir sama dengan isofluran.
(2) Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi
kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus
dikombinasikan dengan obat lain.
Gas MAC (Daya Vapor Daya Larut Efek pada Cl % HR SVR
Larut dalam Pressure lemak/darah (1 MAC) Metabolisme (1 MAC) (1 MAC)
Darah)
Sevofluran 2,0 (0,65) 160 48 Menurun 5-8 Menurun Menurun