Anda di halaman 1dari 492

ISBN 978-602-235-106-1

351.770.212
Ind
P
ISBN 978-602-235-106-1
351.770.212
Ind
P

PROFIL KESEHATAN INDONESIA


TAHUN 2011

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


2012
Katalog Dalam Terbitan Kementerian Kesehatan RI
351.770.212
Ind
Indonesia. Kementerian Kesehatan. Pusat Data dan Informasi
P
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011, -- Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI. 2012

ISBN 978-602-235-106-1
1. Judul I. HEALTH STATISTICS

Buku ini diterbitkan oleh


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jl. HR. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9, Jakarta 12950
Telepon no : 62-21-5229590, 5221432, 5277169
Fax no : 62-21-5203874
E-mail : statkes@kemkes.go.id
Web site : http://www.kemkes.go.id
TIM PENYUSUN

Pengarah
dr. Ratna Rosita, MPHM
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI

Ketua
dr. Jane Soepardi
Kepala Pusat Data dan Informasi

Editor
drg.Titi Aryati Soenardi, MKes
Iskandar Zulkarnain, SKM, MKes
drg. Vensya Sitohang, M.Epid
Boga Hardana, S.Si, MM

Anggota
Nuning Kurniasih, S.Si, Apt., M.Si; Agustin Setyarini, SH, MH
Marlina Indah Susanti, SKM, M.Epid; Supriyono Pangribowo, SKM, MKM;
Istiqomah, SS; Athi Susilowati Rois, SKM; Budi Prihantoro, S.Si; Margiyono, S.Kom;
Doni Hadhi Kurnianto, S.Kom; B.B. Sigit;
Muslichatul Hidayah; Hanna Endang Wahyuni; Endang Kustanti;
Sondang Tambunan; Hellena Maslinda; Sinin

Kontributor
Biro Perencanaan dan Anggaran; Biro Keuangan dan Perlengkapan;
Pusat Penanggulangan Krisis; Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;
Biro Kepegawaian; Set. Ditjen Bina Gizi dan KIA; Dit. Bina Gizi;
Dit. Bina Kesehatan Ibu; Dit. Bina Kesehatan Anak; Set. Ditjen Bina Upaya
Kesehatan; Set. Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
Dit. Pengendalian Penyakit Menular Langsung; Dit. Pengendalian Penyakit
Bersumber Binatang; Dit. Surveilans Imunisasi dan Karantina; Set. Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan; Set. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan; Set. Badan PPSDM Kesehatan
Profil Kesehatan Indonesia merupakan salah satu media yang dapat berperan
dalam pemantauan dan evaluasi pencapaian hasil pembangunan kesehatan,
termasuk di dalamnya kinerja dari penyelenggaraan standar pelayanan minimal di
bidang kesehatan, pencapaian target indikator Millenium Development Goals bidang
kesehatan, serta berbagai upaya yang terkait dengan pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan lintas sektor seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Profil Kesehatan Indonesia juga merupakan penyajian yang relatif


komprehensif terdiri dari data derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya
kesehatan, dan data umum serta lingkungan yang berhubungan dengan kesehatan.
Dengan demikian, kebutuhan terhadap data yang berkualitas menjadi sangat
krusial. Profil Kesehatan Indonesia menggunakan data yang bersumber dari unit
pengelola program pembangunan kesehatan di lingkungan Kementerian Kesehatan,
dan lintas sektor terkait seperti BPS dan BKKBN.

Data yang ditampilkan pada Profil Kesehatan Indonesia dapat membantu kita
dalam membandingkan capaian pembangunan kesehatan antara satu provinsi
dengan provinsi lainnya, capaian pembangunan kesehatan di Indonesia dengan
beberapa negara di Asia Tenggara dan negara-negara anggota SEARO. Dengan
demikian selain dapat mengetahui ranking provinsi terhadap capaian nasional dan
provinsi lainnya, kita juga dapat mengetahui ranking Indonesia di Asia Tenggara.

Terkait dengan implementasi kebijakan Pengarusutamaan Gender Bidang


Kesehatan (PUGBK), Pusat Data dan Informasi telah menyusun Petunjuk Teknis
Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Dengan Data Terpilah Menurut Jenis
Kelamin yang sudah didistribusikan sejak akhir tahun 2010. Namun mengingat
ketersediaan data dari sumber data belum dapat terkompilasi dengan baik, maka
belum seluruh data yang tersaji berupa lampiran data berbasis gender sesuai buku
petunjuk teknis tersebut. Data terpilah berbasis gender diharapkan dapat membantu
proses identifikasi ada-tidaknya maupun besaran kesenjangan mengenai kondisi,
kebutuhan, dan persoalan yang dihadapi laki-laki dan perempuan terkait dengan
akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dalam pembangunan bidang kesehatan.

Buku Profil Kesehatan Indonesia ini disajikan dalam bentuk cetakan dan soft
copy (CD) serta juga dapat diunduh di website www.kemkes.go.id sehingga
memudahkan para pengguna Profil Kesehatan Indonesia untuk mendapatkannya.

i
Semoga publikasi ini dapat berguna bagi semua pihak, baik pemerintah, organisasi
profesi, swasta dan masyarakat.

Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Profil


Kesehatan Indonesia 2011 ini, kami mengucapkan terima kasih.

Jakarta, Agustus 2012


Kepala Pusat Data dan Informasi

dr. Jane Soepardi


NIP. 195809231983112001

ii
Saya sangat mengapresiasi dengan hadirnya “Profil Kesehatan Indonesia
2011” yang terbit untuk merespon tingginya kebutuhan data dan informasi yang
cepat dan berkualitas. Di tengah banyaknya tantangan yang dihadapi terkait
pemenuhan data dan informasi sebagai landasan pengambilan keputusan yang
evidence-based, Pusat Data dan Informasi pada akhirnya berhasil menyusun produk
publikasi “Profil Kesehatan Indonesia 2011”.

Saya menyadari, bukan hal mudah untuk dapat menyajikan data yang
berkualitas, sesuai kebutuhan dan tepat waktu. Kendala yang dihadapi dalam
pengelolaan data dan informasi baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun
pusat berperan terhadap penyusunan Profil Kesehatan Indonesia. Pemenuhan
kelengkapan data baik dari segi cakupan wilayah maupun indikator merupakan
masalah utama yang ditemui dalam rangka penyusunan profil yang tepat waktu.
Selain itu, untuk menyusun Profil Kesehatan Indonesia diperlukan komitmen
bersama antara pusat dan daerah dalam mewujudkan penyediaan data yang
lengkap, akurat dan tepat waktu. Pengelola data dan informasi di tingkat pusat dan
daerah juga harus menjadikan pengelolaan data dan informasi sebagai komponen
prioritas dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan.

Pusat Data dan Informasi telah melakukan banyak upaya agar data dan
informasi yang disajikan pada Profil Kesehatan Indonesia dapat hadir lebih cepat
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Saya sangat berharap dengan hadirnya
“Profil Kesehatan Indonesia 2011” ini, kebutuhan terhadap data dan informasi
kesehatan di semua lini baik, institusi pemerintah, institusi swasta, organisasi
profesi, mahasiswa, dan kelompok masyarakat lainnya dapat terpenuhi dengan baik.
Profil Kesehatan ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan dalam
mengukur kinerja program pembangunan kesehatan baik di pusat maupun di daerah
yang berguna bagi perencanaan program pembangunan kesehatan berikutnya.

iii
Melalui kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak, dalam hal ini pengelola data di tingkat
pusat, daerah, serta lintas sektor yang telah berkontribusi dalam penyusunan Profil
Kesehatan Indonesia 2011. Semoga, Profil Kesehatan Indonesia di masa mendatang
dapat menyajikan data yang lebih berkualitas dan dapat terbit lebih cepat.

Jakarta, Agustus 2012


Sekretaris Jenderal
Kementerian Kesehatan

dr. Ratna Rosita, MPHM


NIP. 195212051980032001

iv
KATA PENGANTAR i

SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR LAMPIRAN vii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR TABEL xxix

DAFTAR SINGKATAN xxxi

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK 9


A. Keadaan Penduduk 11
B. Keadaan Ekonomi 15
C. Keadaan Pendidikan 22
D. Keadaan Kesehatan Lingkungan 29
E. Keadaan Perilaku Masyarakat 34

BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN 43


A. Mortalitas 45
B. Status Gizi 51
C. Morbiditas 59
D. Dampak Kesehatan Akibat Bencana 98

BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN 99


A. Pelayanan Kesehatan Dasar 101
B. Pelayanan Kesehatan Rujukan 134
C. Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat 138
D. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 141
E. Perbaikan Gizi Masyarakat 157

v
BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN 165
A. Sarana Kesehatan 165
B. Tenaga Kesehatan 190
C. Pembiayaan Kesehatan 199

BAB VI PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA


ASEAN DAN SEARO 205
A. Kependudukan 207
B. Derajat Kesehatan 217
C. Upaya Kesehatan 226
D. Status Gizi 231

DAFTAR PUSTAKA 233

LAMPIRAN 237

***

vi
Lampiran 1.1 Capaian Indikator pada Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010
Tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan
Lampiran 1.2 Capaian Indikator pada Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011
Tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Lampiran 1.3 Capaian Indikator pada Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 2011
Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan
Nasional
Lampiran 1.4 Capaian Indikator Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2011,
Program/Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan
Tugas Teknis Lainnya
Lampiran 1.5 Capaian Indikator Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2011,
Program/Kegiatan Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas
Aparatur Kementerian Kesehatan
Lampiran 1.6 Capaian Indikator Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2011,
Program/Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Lampiran 1.7 Capaian Indikator Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2011,
Program/Kegiatan Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Lampiran 1.8 Capaian Indikator Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2011,
Program/Kegiatan Pembinaan Upaya Kesehatan
Lampiran 1.9 Capaian Indikator Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2011,
Program/Kegiatan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
Lampiran 1.10 Capaian Indikator Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2011,
Program/Kegiatan Kefarmasian dan Alat Kesehatan

vii
Lampiran 1.11 Capaian Indikator Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2011,
Program/Kegiatan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan (PPSDMK)
Lampiran 1.12 Capaian Indikator Kinerja Utama Kementerian Kesehatan Tahun
2010 dan 2011
Lampiran 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan Menurut
Provinsi Tahun 2011.
Lampiran 2.2 Estimasi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio
Jenis Kelamin Menurut Provinsi Tahun 2011.
Lampiran 2.3 Estimasi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Tahun 2011.
Lampiran 2.4 Estimasi Jumlah Lahir Hidup, Jumlah Bayi (0 Tahun), Jumlah
Batita (0-2 Tahun), Jumlah Anak Balita (1-4 tahun), Jumlah
Balita (0-4 Tahun) Menurut Provinsi Tahun 2011.
Lampiran 2.5 Estimasi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Kelompok
Umur Tertentu, Angka Beban Tanggungan Menurut Provinsi
Tahun 2011.
Lampiran 2.6 Estimasi Jumlah Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), WUS
Imunisasi (15-39 Tahun), Ibu Hamil, Ibu Bersalin dan Ibu Nifas
Menurut Provinsi Tahun 2011.
Lampiran 2.7 Estimasi Jumlah Pra Sekolah, Jumlah Anak Usia Kelas 1
SD/Sederajat, dan Jumlah Anak Usia SD/Setingkat Menurut
Provinsi Tahun 2011.
Lampiran 2.8 Distribusi Pengeluaran Menurut Kelompok Barang Makanan dan
Non Makanan per Kapita Sebulan Perkotaan dan Perdesaan
Tahun 2010.
Lampiran 2.9 Garis Kemiskinan, Jumlah Penduduk Miskin, dan Persentase
Penduduk Miskin Tahun 2011.
Lampiran 2.10 Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin di
Daerah Perkotaan Menurut Provinsi Tahun 2010-2011.
Lampiran 2.11 Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin di
Daerah Perdesaan Menurut Provinsi Tahun 2010-2011.
Lampiran 2.12 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi dan
Tipe Daerah tahun 2009-2011.
Lampiran 2.13.1 Indikator Pendidikan di Indonesia Tahun 2006-2010
Lampiran 2.13.2 Indikator Pendidikan di Indonesia (lanjutan) Tahun 2006-2010
Lampiran 2.14 Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun Ke Atas Menurut
Golongan Umur dan Status Sekolah Tahun 2010.
viii
Lampiran 2.15 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Menurut Provinsi
tahun 2006-2010.
Lampiran 2.16 Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Menurut Provinsi
tahun 2006-2010.
Lampiran 2.17 Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Menurut Provinsi
tahun 2006-2010.
Lampiran 2.18 Persentase Penduduk Berumur 15 tahun Ke Atas yang Melek
Huruf Menurut Golongan Umur dan Daerah tempat Tinggal
Tahun 2009 dan 2010.
Lampiran 2.19 Persentase Penduduk Buta Huruf Menurut Kelompok Umur
tahun 2006-2010.
Lampiran 2.20 Jumlah Kecamatan, Jumlah Penduduk dan Puskesmas di 45
Kabupaten Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar
Berpenduduk Sasaran Prioritas Dalam Pengembangan Pelayanan
kesehatan di DTPK tahun 2011.
Lampiran 2.21 Jumlah dan Persentase Kabupten Tertinggal Menurut Provinsi
Tahun 2006-2010
Lampiran 2.22 Persentase Rumah tangga Menurut Kualitas Fisik Air Minum
dan Provinsi di Indonesia, Riskesdas 2010.
Lampiran 2.23 Daftar Kabupaten/Kota Penyelenggara Kab/Kota Sehat (KKS) di
Indonesia Sampai Desember 2011.
Lampiran 2.24 Persentase Rumah Tangga yang Akses Air Minum Layak dan Air
Kemasan/Isi Ulang Tahun 1993-2011.
Lampiran 2.25 Persentase Akses Air Minum Layak dan Sanitasi Layak Tahun
2010
Lampiran 2.26 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Minum PDAM
Bulan Desember 2011
Lampiran 2.27 Persentase Rumah Tangga Menurut Akses Terhadap Air Minum
“Berkualitas” Menurut Provinsi di Indonesia, Riskesdas 2010.
Lampiran 2.28 Persentase Rumah Tangga Menurut Akses Terhadap
Pembuangan Tinja Layak Sesuai MDGs menurut Provinsi di
Indonesia, Riskesdas 2010.
Lampiran 2.29 Tren Persentase Rumah Tangga dengan Akses Sanitasi Layak
Tahun 1993-2011
Lampiran 2.30 Jumlah Lokasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Berdasarkan
Indikator Inpres 3 Tahun 2010 dan 2011
Lampiran 2.31 Pencapaian Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih Sehat
(PHBS) Tahun 2011.

ix
Lampiran 2.32 Peraturan Tentang Kawasan Tanpa Rokok Tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota Tahun 2011.
Lampiran 3.1 Estimasi Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita Tahun
2007 dan Angka Harapan Hidup Menurut Provinsi Tahun 2010
Lampiran 3.2 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Menurut Provinsi
Tahun 2009 - 2010
Lampiran 3.3 10 Besar Penyakit Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010
Lampiran 3.4 10 Besar Penyakit Rawat Jalan di Rumah Sakit Tahun 2010
Lampiran 3.5 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan per Umur
(BB/U) Menurut Provinsi Tahun 2010
Lampiran 3.6 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan per
Umur (TB/U) Menurut Provinsi Tahun 2010
Lampiran 3.7 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan per
Tinggi Badan (BB/TB) Menurut Provinsi Tahun 2010
Lampiran 3.8 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan per
Umur dan Berat Badan per Tinggi Badan (TB/U dan BB/TB)
Menurut Provinsi Tahun 2010
Lampiran 3.9 Prevalensi Status Gizi Penduduk Dewasa (>18 Tahun)
Berdasarkan Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Provinsi
Tahun 2010
Lampiran 3.10 Hasil Cakupan Penemuan Kasus Penyakit TB Paru Menurut
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.11 Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Jenis Kelamin
dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.12 Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Kelompok
Umur Jenis Kelamin dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.13 Cakupan TB Paru BTA Positif, Sembuh, Pengobatan Lengkap dan
Success Rate (SR) Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.14 Period Prevalence TB (D) dan Period Prevalence Suspect TB (G)
pada Penduduk ≥ 15 Tahun, Menurut Provinsi Riskesdas 2010
Lampiran 3.15 Jumlah Kasus AIDS dan Kasus Kumulatif AIDS Menurut
Provinsi sampai dengan Desember 2011
Lampiran 3.16 Jumlah dan Persentase Kasus AIDS pada Pengguna NAPZA
Suntikan (IDU) Menurut Provinsi sampai dengan Desember 2011
Lampiran 3.17 Jumlah Kasus Pneumonia pada Balita menurut Provinsi dan
Kelompok Umur Tahun 2011
Lampiran 3.18 Case Fatality Rate Pneumonia pada Balita menurut Provinsi dan
Kelompok Umur Tahun 2011

x
Lampiran 3.19 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.20 Penemuan Kasus Diare ditangani menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.21 Jumlah Kasus Baru Kusta dan Case Detection Rate (CDR) per
100.000 Penduduk menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.22 Proporsi Kecacatan Kusta Tingkat 2 dan Kasus Kusta pada Anak
0 – 14 Tahun menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.23 Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum dan Faktor Risiko menurut
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.24 Jumlah Kasus, Meninggal, dan Incidence Rate Campak menurut
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.25 Jumlah Kasus Campak per Bulan menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.26 Jumlah Kasus Campak dan Kasus Campak yang Divaksinasi
Menurut Kelompok Umur dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.27 Frekuensi KLB dan Jumlah Kasus pada KLB Campak Menurut
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.28 KLB Campak Berdasarkan Konfirmasi Laboratorium Menurut
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.29 Jumlah Kasus Difteri Menurut Kelompok Umur dan Provinsi
Tahun 2011
Lampiran 3.30 Jumlah Kasus Difteri per Bulan Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.31 Jumlah Kasus Non Polio AFP dan Non Polio AFP Rate per
100.000 Penduduk Usia <15 Tahun Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.32 Jumlah Kasus, Meninggal, dan Case Fatality Rate (%) Flu
Burung Menurut Provinsi Tahun 2005 – 2011
Lampiran 3.33 Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Malaria per 1.000 Penduduk
Berisiko Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.34 Annual Parasite Insidence (API) Malaria Menurut Provinsi
Tahun 2007 - 2011
Lampiran 3.35 Jumlah Penderita, Meninggal, Case Fatality Rate (%) dan
Incidence Rate per 100.000 Penduduk Demam Berdarah Dengue
(DBD/DHF) Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 3.36 Jumlah Kabupaten/Kota yang Terjangkit Demam Berdarah
Dengue Menurut Provinsi Tahun 2008 - 2011
Lampiran 3.37 Situasi Rabies menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2009-2011
Lampiran 3.38 Jumlah Kasus Kumulatif Penderita Filariasis di Indonesia Tahun
2008-2011
Lampiran 3.39 Situasi Penyakit Bersumber Binatang di Indonesia Tahun 2011

xi
Lampiran 3.40 Rekapitulasi Kejadian Bencana dan Jumlah Korban Tahun 2011
Lampiran 3.41 Jumlah Korban Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Kepolisian
Daerah Tahun 2010
Lampiran 3.42 Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan
Selama Bulan Referensi Menurut Jenis Keluhan Kesehatan yang
Dialami dan Provinsi Tahun 2010
Lampiran 3.43 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Tingkat Kesulitan
Melihat di Indonesia Tahun 2010
Lampiran 3.44 Penduduk Menurut Wilayah dan Tingkat Kesulitan Melihat di
Indonesia Tahun 2010
Lampiran 3.45 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Tingkat Kesulitan
Mendengar di Indonesia Tahun 2010
Lampiran 3.46 Penduduk Menurut Wilayah dan Tingkat Kesulitan Mendengar di
Indonesia Tahun 2010
Lampiran 3.47 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Tingkat Kesulitan
Mengurus Diri Sendiri di Indonesia Tahun 2010
Lampiran 3.48 Penduduk Menurut Wilayah dan Tingkat Kesulitan Mengurus
Diri Sendiri di Indonesia Tahun 2010
Lampiran 3.49 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Tingkat Kesulitan
Mengingat/Berkonsentrasi di Indonesia Tahun 2010
Lampiran 3.50 Penduduk Menurut Wilayah dan Tingkat Kesulitan
Mengingat/Berkonsentrasi di Indonesia Tahun 2010
Lampiran 4.1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1, K4, Persalinan Ditolong
Tenaga Kesehatan, dan Kunjungan Ibu Nifas Menurut Provinsi
Tahun 2011
Lampiran 4.2 Cakupan Peserta KB Baru dan KB Aktif Menurut Provinsi Tahun
2011
Lampiran 4.3 Persentase Peserta KB Baru Menurut Metode Kontrasepsi dan
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.4 Persentase Peserta KB Baru Menurut Tempat Pelayanan dan
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.5 Persentase Peserta KB Aktif Menurut Metode Kontrasepsi dan
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.6 Cakupan Penanganan Neonatal dengan Komplikasi dan Obstetri
dengan Komplikasi Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.7 Cakupan Kunjungan Neonatus Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.8 Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi dan Anak Balita Menurut
Provinsi Tahun 2011

xii
Lampiran 4.9 Cakupan Balita Ditimbang Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.10 Kasus Gizi Buruk Ditemukan dan Mendapat Perawatan Menurut
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.11 Cakupan Sekolah Dasar (SD) yang Melaksanakan Penjaringan
Siswa SD/MI Kelas 1 Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.12 Jumlah Puskesmas yang Melakukan Pembinaan Kesehatan Anak
di Panti Anak Terlantar Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.13 Persentase Kabupaten/Kota dengan Minimal 4 Puskesmas
Mampu Laksana Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.14 Persentase Kabupaten/Kota dengan Minimal 2 Puskesmas
Mampu Tatalaksana Kasus Kekerasan terhadap Anak Menurut
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.15 Cakupan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0-6 Bulan
Menurut Provinsi Tahun 2010
Lampiran 4.16 Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A pada Bayi, Anak Balita,
dan Balita Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.17 Cakupan Pemberian 90 Tablet Besi (Fe3) pada Ibu Hamil
Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.18 Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
Menurut Provinsi Tahun 2008 – 2011
Lampiran 4.19 Cakupan Imunisasi Dasar pada Bayi Menurut Provinsi Tahun
2011
Lampiran 4.20 Droup Out Rate Cakupan Imunisasi DPT-HB1-Campak pada Bayi
Menurut Provinsi Tahun 2007 – 2011
Lampiran 4.21 Cakupan Imunisasi Anak Sekolah Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.22 Cakupan Imunisasi TT pada Ibu Hamil Menurut Provinsi Tahun
2011
Lampiran 4.23 Cakupan Imunisasi TT pada Wanita Usia Subur Menurut
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.24 Jumlah Layanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
(PPIA) Menurut Provinsi sampai dengan Tahun 2011
Lampiran 4.25 Jumlah Layanan Terapi Rumatan Metadon (RTM) di Indonesia
Tahun 2011
Lampiran 4.26 Cakupan TB Paru BTA Positif, Sembuh, Pengobatan Lengkap dan
Succes Rate (Hasil Pengobatan Penyakit TB Tahun 2010)
Menurut Provinsi Tahun 2011

xiii
Lampiran 4.27 Penemuan Penderita Pneumonia Pada Balita Menurut Provinsi
Tahun 2011
Lampiran 4.28 Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Menurut
Provinsi Tahun 2010
Lampiran 4.29 Gross Death Rate dan Net Death Rate Rumah Sakit Menurut
Provinsi Tahun 2008-2010
Lampiran 4.30 Bed Occupancy Rate (BOR), Length of Stay (LOS), dan Term Over
Interval (TOI) Menurut Provinsi Tahun 2008-2010
Lampiran 4.31 Pemeriksaan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Rumah Sakit
Umum Milik Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah
Menurut Provinsi Tahun 2010
Lampiran 4.32 Jumlah Kunjungan Peserta Jamkesmas di Puskesmas Menurut
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.33 Jumlah Kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) Peserta
Jamkesmas Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.34 Jumlah Kunjungan Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL) Peserta
Jamkesmas Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 4.35 Jumlah Kunjungan Peserta Jampersal Menurut Provinsi Tahun
2011
Lampiran 4.36 Persentase Rumah Tangga yang Mendapat Pelayanan Kesehatan
Gratis selama 6 Bulan Referensi Menurut Jenis Kartu yang
Digunakan dan Provinsi Tahun 2010
Lampiran 4.37 Persentase Rumah Tangga yang Mendapat Pelayanan Kesehatan
Gratis selama 6 Bulan Referensi Menurut Jenis Kartu yang
Digunakan dan Provinsi Tahun 2010 (di Perkotaan)
Lampiran 4.38 Persentase Rumah Tangga yang Mendapat Pelayanan Kesehatan
Gratis selama 6 Bulan Referensi Menurut Jenis Kartu yang
Digunakan dan Provinsi Tahun 2010 (di Perdesaan)
Lampiran 4.39 Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Seluruh Indonesia
Bulan Desember 2011
Lampiran 4.40 Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Seluruh Indonesia
Bulan Desember 2011
Lampiran 4.41 Angka Kematian Jemaah Haji Per 1.000 Jemaah Dan Persentase
Kabupaten/Kota Yang Melaksanakan Pemeriksaan Dan
Pembinaan Kesehatan Haji Sesuai Standar Menurut Provinsi
Tahun 2011
Lampiran 4.42 Jumlah Kabupaten/Kota Melaksanakan Pelayanan Kesehatan
Tradisional, Alternatif, Dan Komplementer Menurut Provinsi
Sampai Dengan Tahun 2011
xiv
Lampiran 5.1 Jumlah Puskesmas dan Rasionya terhadap Penduduk Menurut
Provinsi Tahun 2007 - 2011
Lampiran 5.2 Jumlah Puskesmas Perawatan dan Puskesmas Non Perawatan
Menurut Provinsi Tahun 2007 – 2011
Lampiran 5.3 Jumlah Puskesmas dan Rumah Sakit dengan Pelayanan
Pengembangan Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.4 Jumlah Rumah Sakit di Indonesia Menurut Pengelola dan
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.5 Jumlah Rumah Sakit Umum dan Tempat Tidur Menurut
Pengelola Tahun 2007 - 2011
Lampiran 5.6 Jumlah Rumah Sakit Khusus dan Tempat Tidur Menurut Jenis
Rumah Sakit Tahun 2007 - 2011
Lampiran 5.7 Jumlah Rumah Sakit Umum dan Khusus Milik Kementerian
Kesehatan dan Pemerintah Daerah dan Tempat Tidur Menurut
Kelas Rumah Sakit dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.8 Jumlah Tempat Tidur di Rumah Sakit Umum dan Khusus
Menurut Kelas Perawatan dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.9 Jumlah Sarana Produksi Bidang Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Menurut Provinsi Tahun 2010 – 2011
Lampiran 5.10 Jumlah Sarana Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Menurut Provinsi Tahun 2010 – 2011
Lampiran 5.11 Jumlah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)
Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2011
Lampiran 5.12 Layanan Program Terapi Rumatan Metadon (TRM) Menurut
Provinsi sampai dengan Tahun 2011
Lampiran 5.13 Jumlah Jurusan/Program Studi Diploma III Institusi Politeknik
Kesehatan (Poltekkes) Menurut Jurusan dan Provinsi Tahun
2011
Lampiran 5.14 Jumlah Program Studi Diploma IV Institusi Politeknik Kesehatan
(Poltekkes) Menurut Provinsi sampai dengan Desember Tahun
2011
Lampiran 5.15 Jumlah Institusi Non Politeknik Kesehatan (Non-Poltekkes)
Menurut Jurusan/Program Studi dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.16 Jumlah Jurusan/Program Studi Politeknik Kesehatan (Poltekkes)
Menurut Akreditasi, Strata dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.17 Jumlah Institusi Non Politeknik Kesehatan (Non-Poltekkes)
Jenjang Pendidikan Tinggi (JPT) Menurut Akreditasi, Strata dan
Provinsi Tahun 2011

xv
Lampiran 5.18 Jumlah Institusi Diknakes Non-Poltekkes Menurut Status
Kepemilikan Tahun 2011
Lampiran 5.19 Rekapitulasi Peserta Didik Poltekkes Menurut Jenis Tenaga
Kesehatan Tahun Ajaran 2011/2012
Lampiran 5.20 Rekapitulasi Peserta Didik Non-Poltekkes Menurut Jenis Tenaga
Kesehatan Tahun Ajaran 2011/2012
Lampiran 5.21 Rekapitulasi Lulusan Diknakes Poltekkes dan Non-Poltekkes
Menurut Jenis Tenaga Kesehatan Tahun 2011
Lampiran 5.22 Jumlah Lulusan Diknakes Poltekkes Menurut Jurusan/Program
Studi Menurut Jurusan/Program Studi Provinsi Tahun Ajaran
2011/2012
Lampiran 5.23 Rekapitulasi Lulusan Diknakes Non-Poltekkes Menurut Program
Studi dan Provinsi Tahun Ajaran 2011/2012
Lampiran 5.24 Jumlah SDM Kesehatan Menurut Provinsi Keadaan Desember
2011
Lampiran 5.25 Jumlah SDM Kesehatan di Puskesmas Menurut Provinsi Tahun
2011
Lampiran 5.26 Rasio Dokter Umum, Dokter Gigi, Perawat dan Bidan Terhadap
Jumlah Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.27 Jumlah SDM Kesehatan di Rumah Sakit Menurut Provinsi
Tahun 2011
Lampiran 5.28 Rekapitulasi Dokter Umum, Dokter Spesialis, Dokter Gigi dan
Dokter Gigi Spesialis yang Memiliki STR Menurut Provinsi
sampai dengan Desember tahun 2011
Lampiran 5.29 Rekapitulasi Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Indonesia ke Luar Negeri Menurut Jenis Tenaga dan Negara
Tahun 2011
Lampiran 5.30 Rekapitulasi Keberadaan Dokter Spesialis dan Dokter Gigi
Spesialis sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) Menurut Kriteria
Wilayah dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.31 Rekapitulasi Keberadaan Dokter Umum sebagai Pegawai Tidak
Tetap (PTT) Aktif Menurut Kriteria Wilayah dan Provinsi Tahun
2011
Lampiran 5.32 Rekapitulasi Keberadaan Dokter Gigi sebagai Pegawai Tidak
Tetap (PTT) Aktif Menurut Kriteria Wilayah dan Provinsi Tahun
2011
Lampiran 5.33 Rekapitulasi Keberadaan Bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap
(PTT) Aktif Menurut Kriteria Wilayah dan Provinsi Tahun 2011

xvi
Lampiran 5.34 Rekapitulasi Kebutuhan dan Realisasi Pengangkatan Dokter
Spesialis sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) Menurut Kriteria
Wilayah dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.35 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Umum sebagai Pegawai Tidak
Tetap (PTT) Menurut Kriteria Wilayah dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.36 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Gigi sebagai Pegawai Tidak
Tetap (PTT) Menurut Kriteria Wilayah dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.37 Rekapitulasi Pengangkatan Bidan Pegawai sebagai Pegawai
Tidak Tetap (PTT) Menurut Kriteria Wilayah dan Provinsi Tahun
2011
Lampiran 5.38 Rekapitulasi Kebutuhan dan Realisasi Pengangkatan Dokter
Umum sebagai PTT Menurut Kriteria Wilayah dan Provinsi
Tahun 2011
Lampiran 5.39 Rekapitulasi Kebutuhan dan Realisasi Pengangkatan Dokter Gigi
sebagai PTT Menurut Kriteria Wilayah dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.40 Rekapitulasi Pengangkatan Tenaga Penugasan Khusus D-III
Kesehatan di Kabupaten Prioritas DTPK dan DBK Menurut
Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.41 Alokasi dan Realisasi Anggaran Kementerian Kesehatan RI
Menurut Eselon I Tahun 2011
Lampiran 5.42 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah
Provinsi Menurut Fungsi dan Provinsi Tahun 2011
Lampiran 5.43 Data Cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Tahun 2011
Lampiran 5.44 Alokasi dan Realisasi Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
Menurut Provinsi Tahun 2011
Lampiran 6.1 Perbandingan Beberapa Data Kependudukan di Negara ASEAN
& SEARO Tahun 2011
Lampiran 6.2 Angka Kelahiran, Angka Kematian, dan Indeks Pembangunan
Manusia di Negara ASEAN dan SEARO
Lampiran 6.3 Human Development Index (HDI) dan Gender Inequality Index
(GII) di Negara ASEAN dan SEARO Tahun 2010-2011
Lampiran 6.4 Penduduk yang Menggunakan Sumber Air Bersih dan yang
Menggunakan Sarana Sanitasi Sehat di Negara ASEAN dan
SEARO Tahun 2008
Lampiran 6.5 Perbandingan Data Tuberkulosis di Negara ASEAN dan SEARO
Tahun 2009/2010
Lampiran 6.6 Angka Estimasi HIV dan AIDS di Negara ASEAN dan SEARO
Tahun 2009

xvii
Lampiran 6.7 Jumlah Kasus dan Kematian Akibat Avian Influenza di Negara
ASEAN dan SEARO Tahun 2003-2011
Lampiran 6.8 Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan
Imunisasi di Negara ASEAN & SEARO Tahun 2011
Lampiran 6.9 Perbandingan Cakupan Imunisasi Dasar pada Bayi di Negara
ASEAN dan SEARO Tahun 2010
Lampiran 6.10 Perbandingan Upaya Kesehatan di Negara ASEAN & SEARO
Tahun 2000-2011
Lampiran 6.11 Pembiayaan Kesehatan di Negara ASEAN & SEARO Tahun 2009
Lampiran 6.12 Prevalensi Balita Menurut Status Gizi di Negara ASEAN dan
SEARO Tahun 2006-2010

***

xviii
Gambar 2.1 Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2011
Gambar 2.2 Laju Pertambahan Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010
Gambar 2.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2005 - 2011
Gambar 2.4 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan
di Indonesia Tahun 2011
Gambar 2.5 Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2006 – 2011
Gambar 2.6 Peta Persebaran Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2011
Gambar 2.7 Peta Persebaran Kabupaten Tertinggal di Indonesia Tahun 2011
Gambar 2.8 Rata-Rata Lama Sekolah di Indonesia Tahun 2006 – 2010
Gambar 2.9 Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas Menurut
Golongan Umur dan Status Sekolah Tahun 2010
Gambar 2.10 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Buta
Huruf Menurut Provinsi Tahun 2010
Gambar 2.11 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Melek
Huruf Menurut Daerah Tempat Tinggal Tahun 2009 – 2010
Gambar 2.12 Persentase Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah di
Indonesia Tahun 2007 – 2010
Gambar 2.13 Persentase Angka Partisipasi Kasar Pendidikan di Indonesia
Tahun 2007 – 2010
Gambar 2.14 Persentase Angka Partisipasi Murni Pendidikan di Indonesia
Tahun 2007 – 2010
Gambar 2.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Kualitas Fisik Air Minum
Baik Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2010
Gambar 2.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Akses Air Minum Layak dan
Air Kemasan/Isi Ulang di Indonesia Tahun 1993 – 2011
Gambar 2.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Akses terhadap Air Minum
Berkualitas Baik Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2010
Gambar 2.18 Persentase Rumah Tangga Menurut Akses terhadap Pembuangan
Tinja Layak Sesuai MDGs Menurut Provinsi di Indonesia Tahun
2010
Gambar 2.18 Persentase Rumah Tangga dengan Akses Sanitasi Layak di
Indonesia Tahun 1993 – 2011
Gambar 2.19 Persentase Rumah Tangga dengan Akses Sanitasi Layak di
Indonesia Tahun 1993 – 2011

xix
Gambar 2.20 Persentase Desa/Kelurahan yang Melaksanakan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2011
Gambar 2.21 Persentase Pencapaian Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih
Sehat di Indonesia Tahun 2011
Gambar 2.22 Persentase Kabupaten/Kota Penyelenggara Kabupaten/Kota
Sehat (KKS) di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.1 Angka Kematian Balita (AKABA) per 1.000 Kelahiran Hidup di
Indonesia Tahun 1991 – 2007
Gambar 3.2 Angka Kematian Balita per 1.000 Kelahiran Hidup Menurut
Provinsi di Indonesia Tahun 2007
Gambar 3.3 Estimasi Angka Kematian Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup di
Indonesia Tahun 2007
Gambar 3.4 Estimasi Angka Kematian Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup
Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2007
Gambar 3.5 Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup di Indonesia
Tahun 1994-2007
Gambar 3.6 Angka Harapan Hidup Waktu Lahir di Indonesia Tahun 2006-
2010
Gambar 3.7 Angka Harapan Hidup Waktu Lahir Menurut Provinsi di
Indonesia Tahun 2010
Gambar 3.8 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2010
Gambar 3.9 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut
Umur (BB/U) di Indonesia Tahun 2010
Gambar 3.10 Prevalensi Kekurangan Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan
Menurut Umur (Gizi Kurang + Gizi Buruk) Menurut Provinsi di
Indonesia Tahun 2010
Gambar 3.11 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut
Umur (TB/U) di Indonesia Tahun 2010
Gambar 3.12 Prevalensi Status Gizi Balita Pendek + Sangat Pendek menurut
Provinsi di Indonesia Tahun 2010
Gambar 3.13 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan menurut
Tinggi Badan di Indonesia Tahun 2010
Gambar 3.14 Prevalensi Balita Kurus dan Sangat Kurus menurut Provinsi di
Indonesia Tahun 2010
Gambar 3.15 Prevalensi Status Gizi Penduduk Dewasa (>18 Tahun)
Berdasarkan Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) di Indonesia
Tahun 2010
Gambar 3.16 Prevalensi Kelebihan Berat Badan Penduduk >18 Tahun (Berat
Badan Lebih + Obesitas) Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
Menurut Kelompok Umur Di Indonesia Tahun 2010

xx
Gambar 3.17 Sepuluh (10) Besar Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
Tahun 2010
Gambar 3.18 Proporsi Kasus Menurut Jenis Kelamin pada 10 Besar Penyakit
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010
Gambar 3.19 Sepuluh (10) Besar Penyakit Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit
Tahun 2010
Gambar 3.20 Proporsi Kasus Menurut Jenis Kelamin pada 10 Besar Penyakit
Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Tahun 2010
Gambar 3.21 Proporsi BTA Positif di Antara Seluruh Kasus Tb Paru di
Indonesia Tahun 2007-2011
Gambar 3.22 Proporsi BTA Positif di Antara Seluruh Kasus Tb Paru menurut
Provinsi di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.23 Proporsi Tb Anak di Antara Semua Kasus Tb Paru Tahun 2008-
2011
Gambar 3.24 Proporsi Tb Anak di Antara Semua Kasus Tb Paru Tahun 2011
Gambar 3.25 Angka Notifikasi Kasus BTA+ dan Seluruh Kasus per 100.000
Penduduk Tahun 2007-2011
Gambar 3.25 Angka Notifikasi Kasus Baru Tb Paru BTA+ per 100.000
Penduduk menurut Provinsi Tahun 2010-2011
Gambar 3.27 Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate) Tb Paru BTA+ di
Indonesia Tahun 2006-2011
Gambar 3.28 Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate) Tb Paru BTA+
menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.29 Jumlah Kasus Baru HIV Positif di Indonesia Tahun 2005-2011
Gambar 3.30 Jumlah Kasus Baru dan Kumulatif Penderita AIDS yang
Terdeteksi dari Berbagai Sarana Kesehatan di Indonesia Tahun
2001 – 2011
Gambar 3.31 Jumlah Kasus Baru Penderita AIDS 10 Provinsi Tertinggi di
Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.32 Proporsi Kasus Baru AIDS menurut Jenis Kelamin di Indonesia
Tahun 2005-2011
Gambar 3.33 Persentase Kasus Baru AIDS menurut Kelompok Umur di
Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.34 Persentase Kasus AIDS menurut Faktor Risiko di Indonesia
Tahun 2011
Gambar 3.35 Angka Kematian Akibat AIDS di Indonesia Tahun 2000-2011
Gambar 3.36 Cakupan Penemuan Pneumonia pada Balita di Indonesia Tahun
2007-2011
Gambar 3.37 Cakupan Penemuan Pneumonia Balita menurut Provinsi di
Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.38 Angka Prevalensi dan Angka Penemuan Kasus Baru Kusta
(NCDR) Tahun 2011
xxi
Gambar 3.39 Angka Penemuan Kasus Baru per 100.000 Penduduk menurut
Provinsi di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.40 Proporsi Kecacatan Kusta Tingkat 2 dan Proporsi Anak di antara
Kasus Baru Kusta di Indonesia Tahun 2001-2011
Gambar 3.41 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare menurut Provinsi Tahun 2011
Gambar 3.42 Case Fatality Rate (CFR) pada KLB Diare di Indonesia Tahun
2011
Gambar 3.43 Incidence Rate (IR) Campak per 100.000 Penduduk menurut
Provinsi di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.44 Proporsi Kasus Difteri menurut Kelompok Umur di Indonesia
Tahun 2011
Gambar 3.45 Non Polio AFP Rate per 100.000 Penduduk Usia < 15 Tahun di
Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.46 Peta Endemisitas Malaria di Indonesia Tahun 2010 dan 2011
Gambar 3.47 Persentase Kabupaten/Kota menurut Tingkat Endemisitas
Gambar 3.48 Angka Kesakitan Malaria (Annual Paracite Incidence /API) per
1.000 Penduduk Berisiko Tahun 2000-2011
Gambar 3.49 Peta Sebaran Kasus KLB Malaria di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.50 Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue per 100.000 Penduduk
di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.51 Case Fatality Rate Demam Berdarah Dengue di Indonesia Tahun
2011
Gambar 3.52 Jumlah Kasus dan Kematian Akibat Demam Berdarah Dengue di
Indonesia Tahun 2002-2011
Gambar 3.53 Jumlah Kasus Chikungunya di Indonesia Tahun 2007-2011
Gambar 3.54 Jumlah Kasus Chikungunya menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2011
Gambar 3.55 Situasi Rabies (GHPR dan LYSSA) di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.56 Situasi Rabies di Indonesia Tahun 2008-2011
Gambar 3.57 Jumlah Kasus Rabies (Lyssa) Menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2010 - 2011
Gambar 3.58 Jumlah Kumulatif Kasus Klinis Filariasis di Indonesia Tahun
2005-2011
Gambar 3.59 Kabupaten/Kota Endemis Filariasis di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.60 Situasi Leptospirosis di Indonesia Tahun 2005-2011
Gambar 3.46 Jumlah Kasus, Meninggal dan Case Fatality Rate (%) Flu Burung
menurut Provinsi Tahun 2005 - 2011
Gambar 3.40 Rekapitulasi Kejadian Bencana dan Jumlah Korban Tahun 2011
Gambar 3.41 Jumlah Korban Kecelakaan Lalu Lintas menurut Kepolisian
Daerah Tahun 2010

xxii
Gambar 3.42 Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan
Selama Bulan Referensi menurut Jenis Keluhan Kesehatan yang
Dialami dan Provinsi Tahun 2010
Gambar 3.43 Incidence Rate (IR) Campak Per 10.000 Penduduk Menurut
Provinsi di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.44 Jumlah Kasus Difteri Menurut Kelompok Umur di Indonesia
Tahun 2011
Gambar 3.45 Non Polio AFP Rate Per 100.000 Anak < 15 Tahun di Indonesia
Tahun 2011
Gambar 3.46 Peta Endemisitas Malaria di Indonesia Tahun 2010 dan 2011
Gambar 3.47 Persentase Kabupaten/Kota Menurut Tingkat Endemisitas Tahun
2009 - 2011
Gambar 3.48 Angka Kesakitan Malaria (Annual Paracite Incidence /API) Per
1.000 Penduduk Tahun 2000-2011
Gambar 3.49 Peta Sebaran Kasus KLB Malaria di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.50 Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue Per 100.000
Penduduk di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.51 Case Fatality Rate Demam Berdarah Dengue di Indonesia Tahun
2011
Gambar 3.52 Jumlah Kasus dan Kematian Akibat Demam Berdarah Dengue di
Indonesia Tahun 2002-2011
Gambar 3.53 Jumlah Kasus Chikungunya di Indonesia Tahun 2007-2011
Gambar 3.54 Jumlah Kasus Chikungunya Menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2011
Gambar 3.55 Situasi Rabies di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.56 Situasi Rabies di Indonesia Tahun 2008 - 2011
Gambar 3.57 Situasi Rabies Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2010 - 2011
Gambar 3.58 Kasus Kumulatif Klinis Filariasis di Indonesia Tahun 2005 –
2011
Gambar 3.59 Kabupaten/Kota Endemis Filariasis di Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.60 Situasi Leptospirosis di Indonesia Tahun 2005 - 2011
Gambar 3.61 Jumlah Kasus dan CFR Antraks di Indonesia Tahun 2006-2011
Gambar 3.62 Situasi Kasus Konfirmasi Flu Burung di Indonesia Tahun 2005-
2011
Gambar 3.63 Situasi Kasus Konfirmasi Flu Burung Menurut Provinsi di
Indonesia Tahun 2005-2011
Gambar 3.64 Kasus Konfirmasi Flu Burung Menurut Riwayat Kontak di
Indonesia Tahun 2011
Gambar 3.65 Prevalensi Diabetes Melitus menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2007

xxiii
Gambar 3.66 Prevalensi Obesitas Penduduk >18 Tahun menurut Provinsi di
Indonesia Tahun 2007 dan 2010
Gambar 3.67 Prevalensi Penyakit Jantung menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2007
Gambar 3.68 Frekuensi Kejadian Bencana di Indonesia Tahun 2011
Gambar 4.1 Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K1 dan K4 di Indonesia Tahun
2004 – 2011
Gambar 4.2 Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K4 di Indonesia Tahun 2011
Gambar 4.3 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di
Indonesia Tahun 2004 – 2011
Gambar 4.4 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Menurut Provinsi Tahun 2011
Gambar 4.5 Cakupan Kunjungan Nifas (KF-3) di Indonesia Tahun 2008-2011
Gambar 4.6 Cakupan Pelayanan Ibu Nifas (KF3) Menurut Provinsi Tahun
2011
Gambar 4.7 Cakupan Penanganan Komplikasi Maternal di Indonesia Tahun
2008-2011
Gambar 4.8 Cakupan Penanganan Neonatal Komplikasi di Indonesia Tahun
2011
Gambar 4.9 Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) di Indonesia
Tahun 2011
Gambar 4.10 Cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap di Indonesia Tahun 2011
Gambar 4.11 Cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap di Indonesia Tahun 2004-
2011
Gambar 4.12 Cakupan Kunjungan Bayi di Indonesia Tahun 2011
Gambar 4.13 Cakupan Kunjungan Anak Balita di Indonesia Tahun 2011
Gambar 4.14 Cakupan Penjaringan Siswa SD/Sederajat Kelas 1 di Indonesia
Tahun 2011
Gambar 4.15 Persentase Kabupaten/Kota dengan Minimal 4 Puskesmas
Mampu Tata Laksana PKPR di Indonesia Tahun 2011
Gambar 4.16 Persentase Kabupaten/Kota dengan Minimal 2 Puskesmas
Mampu Tata Laksana KTA di Indonesia Tahun 2011
Gambar 4.17 Persentase Peserta KB Aktif Menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2011
Gambar 4.18 Persentase Peserta KB Aktif Menurut Alat/Metode Kontrasepsi
Tahun 2011
Gambar 4.19 Persentase Peserta KB Baru Menurut Tempat Pelayanan KB di
Indonesia Tahun 2007 – 2011
Gambar 4.20 Persentase Cakupan Imunisasi Campak di Indonesia Tahun 2011
Gambar 4.21 Cakupan Desa/Kelurahan UCI di Indonesia Tahun 2011

xxiv
Gambar 4.22 Cakupan Desa/Kelurahan UCI di Indonesia Tahun 2004-2011
Gambar 4.23 Angka Drop Out Cakupan Imunisasi DPTBH1 - Campak Pada
Bayi di Indonesia Tahun 2006-2011
Gambar 4.24 Persentase Cakupan Imunisasi TT2+ di Indonesia Tahun 2011
Gambar 4.25 Gross Death Rate (GDR) di Rumah Sakit di Indonesia Tahun
2010
Gambar 4.26 Net Death Rate (NDR) di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2010
Gambar 4.27 Jumlah Pemeriksaan Kesehatan Gigi dan Mulut di Rumah Sakit
Tahun 2010
Gambar 4.28 Pencapaian Hasil Jumlah Kunjungan RJTP, RITP, RJTL & RITL
di Indonesia Tahun 2008-2011
Gambar 4.29 Jumlah Peserta Jamkesmas Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Tahun 2011
Gambar 4.30 Non Polio AFP Rate/100.000 Anak Umur < 15 Tahun Menurut
Provinsi Tahun 2010
Gambar 4.31 Persentase Hasil Pengiriman Spesimen Adekuat dan Non Polio
AFP Rate Tahun 2003 – 2011
Gambar 4.32 Persentase BTA Positif terhadap Suspek yang Diperiksa
Dahaknya Tahun 2005-2011
Gambar 4.33 Persentase Pasien TB Paru BTA Positif terhadap Suspek yang
Diperiksa Dahaknya Menurut Provinsi Tahun 2011
Gambar 4.34 Persentase Penemuan Kasus Baru dan Keberhasilan Pengobatan
Tb Paru di Indonesia Tahun 2000-2010
Gambar 4.35 Persentase Keberhasilan Pengobatan Penderita TB Paru (Success
Rate) Menurut Provinsi Tahun 2011 (Pengobatan 2010)
Gambar 4.36 Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia pada Balita di
Indonesia Tahun 2005 – 2011
Gambar 4.37 Cakupan Konfirmasi Laboratorium/Mikroskop Malaria Tahun
2005 - 2011
Gambar 4.38 Persentase Penatalaksanaan Kasus Klinis Filariasis Tahun 2005-
2011
Gambar 4.39 Cakupan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis
Di Indonesia Tahun 2005-2011
Gambar 4.40 Pengembangan Program Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan
Kanker Payudara di Indonesia Tahun 2007-2010
Gambar 4.41 Persentase Ibu Hamil yang Mendapat 90 Tablet Tambah Darah
(Fe3) Menurut Provinsi Tahun 2011
Gambar 4.42 Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A pada Balita (6-59 Bulan)
Menurut Provinsi Tahun 2011
Gambar 4.43 Persentase Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-6 Bulan
dan Bayi Usia 6 Bulan yang Menyusu Eksklusif sampai 6 Bulan
di Indonesia Tahun 2004-2010
xxv
Gambar 4.44 Cakupan ASI Eksklusif pada Bayi 0-6 Bulan Menurut Provinsi
Tahun 2010
Gambar 4.45 Cakupan Penimbangan Balita (D/S) di Indonesia Tahun 2011
Gambar 5.1 Jumlah Puskesmas Tahun 2007 – 2011
Gambar 5.2 Rasio Puskesmas Per 100.000 Penduduk Tahun 2007 – 2011
Gambar 5.3 Rasio Puskesmas Per 100.000 Penduduk Tahun 2011
Gambar 5.4 Jumlah Puskesmas Perawatan dan Non Perawatan Tahun 2007 –
2011
Gambar 5.5 Jumlah Puskesmas yang Melaksanakan Pelayanan Obstetrik Dan
Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Indonesia Tahun 2011
Gambar 5.6 Jumlah Puskesmas yang Melaksanakan Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja di Indonesia Tahun 2011
Gambar 5.7 Perkembangan Jumlah Rumah Sakit Umum di Indonesia Tahun
2007 – 2011
Gambar 5.8 Perkembangan Jumlah Rumah Sakit Khusus di Indonesia Tahun
2007 – 2011
Gambar 5.9 Persentase Rumah Sakit Khusus (RSK) Menurut Jenis di
Indonesia Tahun 2011
Gambar 5.10 Persentase Rumah Sakit Milik Kementerian Kesehatan dan
Pemerintah Daerah Menurut Kelas Tahun 2011
Gambar 5.11 Perkembangan Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Umum dan
Rumah Sakit Khusus di Indonesia Tahun 2007 – 2011
Gambar 5.12 Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit dan Rasionya Per 100.000
Penduduk Tahun 2007 – 2011
Gambar 5.13 Jumlah Instalasi Farmasi Tahun 2010
Gambar 5.14 Jumlah Sarana Produksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun
2007 – 2011
Gambar 5.15 Jumlah Sarana Distribusi Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun 2007 – 2011
Gambar 5.16 Rasio Posyandu terhadap Desa/Kelurahan Menurut Provinsi
Tahun 2011
Gambar 5.17 Perkembangan Jumlah Program Studi Institusi Poltekkes dan
Non Poltekkes di Indonesia Tahun 2006-2011
Gambar 5.18 Persentase Program Studi pada Institusi Poltekkes di Indonesia
Tahun 2011
Gambar 5.19 Jumlah Jurusan/Program Studi pada Institusi Diknakes Non
Poltekkes di Indonesia Tahun 2011
Gambar 5.20 Persentase Strata Akreditasi Program Studi Poltekkes di
Indonesia Tahun 2011
Gambar 5.21 Persentase Strata Akreditasi Institusi Diknakes Non Poltekkes di
Indonesia Tahun 2011
xxvi
Gambar 5.22 Rasio Dokter Umum terhadap 100.000 Penduduk di Indonesia
Tahun 2011
Gambar 5.23 Rasio Perawat terhadap 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun
2011
Gambar 5.24 Rasio Dokter Umum di Puskesmas terhadap Jumlah Puskesmas
di Indonesia Tahun 2011
Gambar 5.25 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas di Indonesia Tahun
2011
Gambar 5.26 Keberadaan Dokter Umum PTT, Dokter Gigi PTT dan Bidan PTT
di Indonesia Tahun 2011
Gambar 5.27 Pengangkatan Dokter Umum PTT dan Dokter Gigi PTT di
Indonesia Tahun 2011
Gambar 5.28 Pengangkatan Bidan PTT di Indonesia Tahun 2010-2011
Gambar 5.29 Rasio Dokter Umum dan Dokter Spesialis yang Memiliki STR
terhadap 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 2011
Gambar 5.30 Rasio Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis yang Memiliki STR
terhadap 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 2011
Gambar 5.31 Alokasi dan Realisasi Anggaran Kementerian Kesehatan Tahun
2007 – 2011
Gambar 5.32 Persentase Penduduk yang Dilindungi Jaminan Kesehatan
Masyarakat/ Asuransi Kesehatan di Indonesia sampai dengan
Juni 2011
Gambar 5.33 Persentase Pemberi Pelayanan Kesehatan Rujukan Peserta
Jamkesmas Tahun 2011
Gambar 5.34 Persentase Penyerapan Dana Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) Menurut Provinsi Tahun 2011
Gambar 6.1 Jumlah Penduduk di Negara ASEAN & SEARO Tahun 2011
Gambar 6.2 Kepadatan Penduduk di Negara ASEAN & SEARO (Jiwa per
Km2) Tahun 2011
Gambar 6.3 Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun di ASEAN & SEARO
Tahun 2010-2030
Gambar 6.4 Komposisi Penduduk yang Produktif dan Non Produktif di Negara
ASEAN & SEARO Tahun 2011
Gambar 6.5 Indeks Pembangunan Manusia di Negara ASEAN & SEARO
Tahun 2011
Gambar 6.6 Indeks Ketidaksetaraan Gender di Negara ASEAN & SEARO
Tahun 2011
Gambar 6.7 Angka Kesuburan Wanita di Negara ASEAN & SEARO Tahun
2011
Gambar 6.8 Angka Kelahiran Kasar di Negara ASEAN & SEARO Tahun 2011

xxvii
Gambar 6.9 Pendapatan Nasional Bruto di Negara ASEAN & SEARO Tahun
2009
Gambar 6.10 Angka Kematian Bayi di Negara ASEAN & SEARO Tahun 2010
Gambar 6.11 Angka Kematian Balita (Per 1.000 Kelahiran Hidup) di Negara
ASEAN & SEARO Tahun 2010
Gambar 6.12 Angka Kematian Ibu di Negara ASEAN & SEARO Tahun 2010
Gambar 6.13 Angka Kematian Kasar (Per 1.000 Penduduk) di Negara ASEAN
& SEARO Tahun 2011
Gambar 6.14 Angka Harapan Hidup di Negara ASEAN & SEARO Tahun 2011
Gambar 6.15 Prevalensi dan Kematian Akibat Tuberkulosis per 100.000
Penduduk di Negara ASEAN & SEARO Tahun 2010
Gambar 6.16 Jumlah Kasus dan Kematian Akibat Avian Influenza di Negara
ASEAN & SEARO Tahun 2003-2011
Gambar 6.17 Jumlah Kasus Polio di Negara ASEAN & SEARO Tahun 2004-
2011
Gambar 6.18 Cakupan Beberapa Imunisasi di Negara ASEAN & SEARO
Tahun 2010
Gambar 6.19 Penemuan Penderita TB Paru di Negara ASEAN & SEARO
Tahun 2010
Gambar 6. 20 Angka Kesembuhan TB Paru di Negara ASEAN & SEARO
Tahun 2009
Gambar 6. 21 Persentase Penduduk yang Menggunakan Sumber Air Bersih dan
Sarana Sanitasi Sehat di Negara-Negara ASEAN & SEARO
Tahun 2008
Gambar 6. 22 Prevalensi Balita Menurut Status Gizi di Negara-Negara ASEAN
& SEARO Tahun 2006-2010

xxviii
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk dan Angka Beban Tanggungan Menurut Jenis
Kelamin dan Kelompok Usia Produktif (15-64 Tahun) dan Non
Produktif (0-14 Tahun dan 65 Tahun ke Atas) di Indonesia Tahun
2011
Tabel 2.2 Estimasi Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan
di Indonesia Tahun 2011
Tabel 2.3 Perkembangan Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan
Pengangguran Terbuka di Indonesia Tahun 2009 – 2011
Tabel 2.4 Persebaran dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kelompok
Besar Pulau di Indonesia Tahun 2009 – 2011
Tabel 2.5 Jumlah Kabupaten Perbatasan dan Puskesmas Prioritas DTPK di
Indonesia Tahun 2011
Tabel 2.6 Peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Tingkat
Kabupaten/Kota Tahun 2011
Tabel 3.1 Prevalensi (%) Status Gizi Balita (BB/U) Menurut Karakteristik
Responden, Riskesdas 2010
Tabel 3.2 Prevalensi (%) Status Gizi Balita (TB/U) Menurut Karakteristik
Responden, Riskesdas 2010
Tabel 3.3 Prevalensi (%) Status Gizi Balita Berdasarkan BB/TB Menurut
Karakteristik Responden, Riskesdas 2010
Tabel 3.4 Period Prevalence Tb (D) dan Period Prevalence Suspek Tb (G)
pada Penduduk > 15 Tahun Menurut Karakteristik, Riskesdas
2010
Tabel 3.5 Target dan Capaian Indikator Renstra Kemenkes dan MDG’s
Tentang HIV AIDS Tahun 2011
Tabel 3.6 Situasi Kasus Leptospirosis di Provinsi Endemis di Indonesia
Tahun 2005 - 2011
Tabel 3.7 Situasi Flu Burung menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2005-
2011
Tabel 4.1 Puskesmas Membina Lapas/Rutan Anak di Indonesia Sampai
dengan Tahun 2011
Tabel 4.2 Puskesmas Membina Kesehatan Anak Penyandang Cacat Melalui
Program UKS di SLB sampai dengan Tahun 2011

xxix
Tabel 4.3 Jumlah Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap Jemaah Haji di
Arab Saudi Tahun 2011
Tabel 4.4 Penemuan Penderita HIV dan AIDS di Indonesia Tahun 2005 –
2011
Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Suspek, Penemuan Kasus Baru (NCDR) dan
Penderita Cacat Tingkat II di Indonesia Tahun 2004 – 2011
Tabel 5.1 Perkembangan Jumlah Rumah Sakit (Umum & Khusus) di
Indonesia Tahun 2007 – 2011
Tabel 5.2 Jumlah Lulusan Program Diploma III Poltekkes dan Non
Poltekkes Tahun 2007-2011
Tabel 6.1 Jumlah Kasus Polio per Negara Tahun 2004-2011

xxx
ABH : Anak yang Berhadapan dengan Hukum

ABJ : Angka Bebas Jentik


- Larva Free Index

ABT : Angka Beban Tanggungan


- Dependency Ratio

ACD : Active Case Detection

ACLS : Advanced Cardiac Life Support

AFP : Acute Flaccid Paralysis

AHH : Angka Harapan Hidup

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

AKABA : Angka Kematian Balita

AKB : Angka Kematian Bayi


- Infant Mortality Rate (IMR)

AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim


- Intra Uterine Device (IUD)

AKG : Angka Kecukupan Gizi


- Recommended Dietary Allowance
(RDA)

AKI : Angka Kematian Ibu


- Maternal Mortalite Rate (MMR)

AKN : Angka Kematian Neonatal


- Neonatal Mortality Rate

AMH : Angka Melek Huruf

AMI : Annual Malaria Incidence

API : Annual Parasite Incidence

APK : Angka Partisipasi Kasar

xxxi
APM : Angka Partisipasi Murni

APS : Angka Partisipasi Sekolah.

ARV : Anti Retro Virus

ASEAN : Association of Southeast Asian Nations

ASI Eksklusif : Pemberian Air Susu Ibu saja tanpa tambahan


makanan dan minuman lain kepada bayi
sejak lahir sampai usia 6 bulan.

: Average Length of Stay = Rata-rata lamanya


AVLOS
pasien dirawat)

Bakosurtanal : Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan


Nasional

BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah

BB/TB : Status gizi berdasarkan Berat Badan


menurut Tinggi Badan

BB/U : Status gizi berdasarkan Berat Badan


menurut Umur

BCG : Bacille Calmette-Guérin

BNPP : Badan Nasional Pengelola Perbatasan

BOK : Biaya Operasional Kesehatan

BOR : Bed Occupancy Ratio = angka penggunaan


tempat tidur

BPS : Badan Pusat Statistik

BTA + : Basil Tahan Asam positif

BTO : Bed Turn Over

CBR : Crude Birth Rate = Angka Kelahiran Kasar

CDR : Case Detection Rate

CFR : Case Fatality Rate

CNR : Case Notification Rate

CR : Cure Rate = Angka Kesembuhan

xxxii
CTPS : Cuci Tangan Pakai Sabun

DAK : Dana Alokasi Khusus

DBD : Demam Berdarah Dengue

DBK : Daerah yang Bermasalah Kesehatan

DM : Diabetes Mellitus

DO Rate : Drop Out Rate

DOTS : Directly Observed Treatment Shortcourse

DPT : Diphteri Pertusis Tetanus

DTPK : Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan

ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay

EWORS : Early Warning Outbreak Recognition System

FCP : Female Cancer Program

FKKADK : Forum Komunikasi Keluarga Anak Dengan


Kecacatan

GDR : Gross Death Rate = Angka Kematian Umum

GHPR : Gigitan Hewan Penular Rabies

GII : Gender Inequality Index = Indeks


Ketidaksetaraan Gender

Hb : Haemoglobin

HIV : Human Immunodeficiency Virus

HKN : Hari Kesehatan Nasional

ICCP : Indonesian Cancer Control Progam

IDU : Injecting Drug User

IGD : Instalasi Gawat Darurat

IHK : Indeks Harga Konsumen

IKOT : Industri Kecil Obat Tradisional

xxxiii
IMS : Infeksi Menular Seksual

IMT : Indeks Massa Tubuh


– Body Mass Index (BMI)

IMT/U : Status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh


menurut Umur

IOT : Industri Obat Tradisional

IPKM : Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

IR : Incidence Rate

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

IUD : Intra Uterine Device

Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat

Jampersal : Jaminan Persalinan

K1 : Kunjungan baru ibu hamil, yaitu kunjungan


ibu hamil pertama kali pada masa kehamilan.

K4 : Kontak minimal empat kali selama masa


kehamilan untuk mendapatkan pelayanan
antenatal, yang terdiri atas minimal satu kali
kontak pada trimester pertama, satukali pada
trimester kedua dan duakali pada trimester
ketiga.

KB : Keluarga Berencana

KEP : Kurang Energi Protein

KF 3 : Kunjungan Nifas; Pelayanan kepada ibu nifas


sedikitnya 3 kali, pada 6 jam pasca persalinan
s.d 3 hari; pada minggu ke II, dan pada
minggu ke VI termasuk pemberian vitamin A
2 kali serta persiapan dan/atau pemasangan
KB pasca persalinan.

KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi

KKS : Kabupaten/Kota Sehat

KLB : Kejadian Luar Biasa

xxxiv
KN1 : Kunjungan Neonatus 1; pelayanan kesehatan
neonatal dasar, kunjungan ke-1 (pertama)
pada 6-24 jam setelah lahir.

KN Lengkap : Kunjungan Neonatus Lengkap ; pelayanan


kesehatan neonatal dasar meliputi ASI
ekslusif, pencegahan infeksi berupa
perawatan mata, tali pusat, pemberian
vitamin K1 injeksi bila tidak diberikan pada
saat lahir, pemberian imunisasi hepatitis B1
bila tidak diberikan pada saat lahir, dan
manajemen terpadu bayi muda. Dilakukan
sesuai standar sedikitnya 3 kali, pada 6-24
jam setelah lahir, pada 3-7 hari dan pada -28
hari setelah lahir yang dilakukan di fasilitas
kesehatan maupun kunjungan rumah.

KONAS : Kebijakan Obat Nasional

Kunjungan Bayi : Kunjungan bayi umur 29 hari – 11 bulan di


sarana pelayanan. Setiap bayi memperoleh
pelayanan kesehatan minimal 4 kali yaitu
satu kali pada umur 29 hari-3 bulan, 1 kali
pada umur 3-6 bulan, 1 kali pada umur 6-9
bulan, dan 1 kali pada umur 9-11 bulan.
Pelayanan Kesehatan tersebut meliputi
pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/ HB1-
3, Polio 1-4, Campak), stimulasi deteksi
intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK)
bayi dan penyuluhan perawatan kesehatan
bayi.

KTA : Kekerasan Terhadap Anak

KTR : Kawasan Tanpa Rokok

KTS : Konseling Tes HIV Sukarela

Lapas : Lembaga Pemasyarakatan

LIL : Lima Imunisasi Dasar Lengkap

LJSS : Layanan Jarum Suntik Steril

LMKM : Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui

LOS : Length of Stay; Rata-rata lama rawatan


seorang pasien.

xxxv
LPP : Laju Pertumbuhan Penduduk

LSL : Lelaki Seks dengan Lelaki

MBS : Mass Blood Survey

MDG : Millenium Development Goals

MNTE : Maternal and Neonatal Tetanus Elimination

MOP : Metode Operatif Pria; cara kontrasepsi


dengan tindakan pembedahan pada saluran
sperma pria.

MOW : Metode Operatif Wanita; cara kontrasepsi


dengan tindakan pembedahan pada saluran
telur wanita.

MP ASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu

MTBM : ManajemenTerpadu Balita Muda; suatu


pendekatan keterpaduan dalam tata laksana
bayi umur 1 hari – 2 bulan, baik yang sehat
maupun yang sakit, baik yang datang ke
fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan
dasar maupun yang dikunjungi oleh tenaga
kesehatan pada saat kunjungan neonatal.

MTBS : ManajemenTerpadu Balita Sakit; suatu


pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam
tata laksana balita sakit dengan fokus kepada
kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita)
secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan
suatu program kesehatan tetapi suatu
pendekatan/cara menatalaksana balita sakit.

NAPZA : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain.

NCDR : Newly Case Detection Rate

NDR : Net Death Rate

NSPK : Norma Standar Prosedur Kriteria

OAT : Obat Anti Tuberkulosis

ODHA : Orang Dengan HIV/AIDS

P4K : Program Perencanaan Persalinan dan


Pencegahan Komplikasi

xxxvi
PAK : Penyalur Alat Kesehatan

PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini

PD3I : Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan


Imunisasi

PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum

PDB : Produk Domestik Bruto

PDBK : Penanggulangan Daerah Bermasalah


Kesehatan
PDP : Layanan Perawatan Dukungan dan
Pengobatan

PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

PJK : Penyakit Jantung Koroner

PJPD : Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

PK : Penanganan Komplikasi Maternal

PKH : Program Keluarga Harapan

PKHS : Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat

PKPR : Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja

PKRT : Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

PMO : Pengawas Menelan Obat

PMS : Penyakit Menular Seksual

Poltekkes : Politeknik Kesehatan

Polindes : Pondok Bersalin Desa

POMP : Pemberian Obat Massal Pencegahan; program


untuk filariasis

PONED : Pelayanan emergensi Obstetrik dan Neonatal


Dasar

PONEK : Pelayanan emergensi Obstetrik dan Neonatal


Komprehensif

Posbindu : Pos Pembinaan Terpadu

xxxvii
Poskesdes : Pos Kesehatan Desa

Posyandu : Pos Pelayanan Terpandu

PN (Salinakes) : Persalinan oleh Tenaga Kesehatan

PPA : Project Partnership Agreement

PPIA : Pencegahan Penularan Ibu ke Anak

PPKT : Pulau-Pulau Kecil Terluar

PPKTB : Pulau-Pulau Kecil Terluar Berpenduduk

PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk

PTRM : Program Terapi Rumatan Metadon

PTT : Pegawai Tidak Tetap

PUS : Pasangan Usia Subur

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

PWS KIA : Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan


Ibu dan Anak

RDT : Rapid Diagnostic Test

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RITL : Rawat Inap Tingkat Lanjut

RITP : Rawat Inap Tingkat Pertama

RJTL : Rawat Jalan Tingkat Lanjut

RJTP : Rawat Jalan Tingkat Pertama

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah


Nasional

Sakernas : Survei Angkatan Kerja Nasional

SBS : Stop Buang Air Besar Sembarangan

SDIDTK : Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh


Kembang

SDKI : Survei Demografi Kesehatan Indonesia

xxxviii
SEARO : WHO South-East Asia Regional Office

SKN : Sistem Kesehatan Nasional

SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga

SLB : Sekolah Luar Biasa

SPAL : Saluran Pembuangan Air Limbah

SPAM : Sistem Penyediaan Air Minum

SPM : Standar Pelayanan Minimal

SR : Success Rate = Angka Keberhasilan


Pengobatan

Srikandi : Sistem Registrasi Kanker di Indonesia

STBM : Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

STBP : Survei Terpadu Biologis dan Perilaku

STR : Surat Tanda Registrasi

STRANAS PPDT : Strategi Nasional Percepatan Pembangunan


Daerah Tertinggal

SUPAS : Survey Penduduk Antar Sensus

Susenas : Survei Sosial Ekonomi Indonesia

TB : Tuberkulosis

TB/U : Status gizi berdasarkan Tinggi Badan


menurut Umur

TFR : Total Fertility Rate = Angka Fertilitas Total;


jumlah rata-rata anak yang dilahirkan setiap
wanita.

TN : Tetanus Neonatorum

TOGA : Tanaman Obat Keluarga

TOI : Turn Over Interval = tenggang perputaran;


rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati dari telah diisi ke saat terisi
berikutnya

TPT : Tingkat Pendidikan Tertinggi


xxxix
TT : Tetanus Toksoid

UCI : Universal Child Immunization; tercapainya


imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-
11 bulan), ibu hamil, wanita usia subur dan
anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi dasar
lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3
dosis DPT, 4 dosis polio, 4 dosis hepatitis B, 1
dosis campak. Pada ibu hamil dan wanita usia
subur meliputi 2 dosisTT. Untuk anak
sekolah tingkat dasar rneliputi 1 dosis DT, 1
dosis campak dan 2 dosis TT.

UHH : Umur Harapan Hidup waktu lahir; jumlah


rata-rata usia yang diperkirakan pada
seseorang atas dasar angka kematian pada
masa tersebut yang cenderung tidak berubah
di masa mendatang.

UKBM : Upaya Kesehatan Bersumberdaya


Masyarakat;
Bentuk UKBM yang adalah Poskesdes,
Polindes, Pos UKK, Poskestren, TOGA, Saka
Bhakti Husada, dan lain-lain.

UKS : Usaha Kesehatan Sekolah

UNICEF : United Nations Children's Fund

UPT : Unit Pelaksana Teknis

VAR : Vaksin Anti Rabies

VCT : Voluntary, Counseling, and Testing

WHA : World Health Assembly

WDF : World Diabetes Foundation

WHO : World Health Organization

WPS : Wanita Penjaja Seks

WUS : Wanita Usia Subur; keadaan organ


reproduksinya berfungsi dengan baik antara
umur 20-45 tahun.

xl
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 menyatakan bahwa negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum
yang layak. Dengan demikian, pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya terwujud.
Sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial
ekonomis.
Dalam konstitusi organisasi kesehatan dunia yang bernaung di bawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) disebutkan bahwa salah satu hak asasi manusia
adalah memperoleh manfaat, mendapatkan, dan atau merasakan derajat kesehatan
setinggi-tingginya, sehingga Kementerian Kesehatan dalam menjalankan kebijakan
dan program pembangunan kesehatan tidak hanya berpihak pada kaum tidak punya,
namun juga berorientasi pada pencapaian MDGs ( Millennium Development Goals).
Deklarasi Milenium adalah hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan
dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada
September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015.
Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada
2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia
yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta
ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000. Pemerintah
Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York dan
menandatangani Deklarasi Milenium tersebut. Deklarasi berisi komitmen masing-
masing negara dan komunitas internasional untuk mencapai 8 tujuan pembangunan
dalam Milenium ini (MDGs), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk
pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penandatanganan deklarasi ini
merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari
separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk
menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan gender pada semua
tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3nya, dan mengurangi
hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.
Dari 8 (delapan) agenda pencapaian MDGs, 5 (lima) di antaranya merupakan
bidang kesehatan, terdiri dari memberantas kemiskinan dan kelaparan (Tujuan 1);
menurunkan angka kematian anak (Tujuan 4); meningkatkan kesehatan ibu (Tujuan
5); memerangi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya (Tujuan 6); melestarikan
lingkungan hidup (Tujuan 7).

3
Perhatian khusus dalam pencapaian MDGs terdiri dari:
1. Menjaga pencapaian kinerja indikator MDGs.
2. Perlu kerja keras.
3. Disparitas antar provinsi cukup besar.
4. Sinergi antar program.
5. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) berdampak lahirnya anak sehat.

Adapun upaya yang perlu dilakukan dalam pencapaian MDGs adalah:


1. Memenuhi jumlah, jenis, distribusi SDM Kesehatan terutama di DTPK (Daerah
Tertinggal Perbatasan Kepulauan)
2. Memenuhi sarana minimal kebutuhan pelayanan kesehatan untuk mendukung
pencapaian kinerja indikator MDGs.
3. Perlu kerjasama dan kerja cerdas semua pihak di berbagai tingkatan.
4. Perlu sinergi antar program dan antar kegiatan.
Untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan,
kesinambungan serta penajaman prioritas pembangunan sebagaimana termuat dalam
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Tahun 2010 maka diinstruksikan kepada para Menteri Kabinet
Indonesia Bersatu II dan para Bupati/Walikota sesuai tugas, fungsi dan kewenangan
masing-masing dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan yang
berkeadilan meliputi:
1. Pro Rakyat.
2. Keadilan untuk semua (Justice for All).
3. Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium( Millennium Development
Goals).
Untuk kesinambungan dan penajaman prioritas pembangunan nasional sebagai
termuat dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2010 di atas, dilanjutkan dengan Inpres Nomor
3 Tahun 2010 berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2010 – 2014 adalah untuk lebih fokus melaksanakan pembangunan yang
berkeadilan. Dalam Inpres ini terdapat unsur iktikad baik untuk membangun
koordinasi pusat – daerah agar terjalin lebih sinergi.
Inpres Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi terdapat 6 (enam) strategi. Hal ini sejalan dengan
Pencanangan Kementerian Kesehatan menciptakan Zona Integritas Menuju Wilayah
Bebas Korupsi. Pencanangan kegiatan itu dilaksanakan pada 18 Juli 2012. Zona
Integritas merupakan sebutan atau predikat yang diberikan kepada kementerian yang
pimpinan dan jajarannya mempunyai niat atau komitmen untuk menciptakan birokrasi
yang bersih dan melayani. Beberapa penilaian indikator Zona Integritas harus
memenuhi syarat indikator dengan hasil penilaian 80 dan 90, antara lain jumlah
maksimum kerugian negara yang belum diselesaikan berdasarkan penilaian Badan
Pemeriksa Keuangan, indeks kepuasan masyarakat, dan persentase maksimum
pegawai yang dijatuhi hukuman kedisiplinan karena penyalahgunaan dan pengelolaan
keuangan.
Inpres Nomor 14 Tahun 2011 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2011 terdiri dari 14 prioritas, pembangunan nasional

4
bidang kesehatan di urutan ketiga. Urutan sebelumnya adalah Reformasi Birokrasi dan
Tata Kelola serta Pembangunan Nasional Bidang Pendidikan. Informasi lebih rinci
tentang indikator yang terdapat pada Inpres Nomor 3 Tahun 2011, Inpres Nomor 9
Tahun 2011, dan Inpres Nomor 14 Tahun 2011 terdapat pada Lampiran 1.1, Lampiran
1.2, dan Lampiran 1.3.
Rencana Strategis (Renstra) merupakan penjabaran dari sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (UU Nomor 25 Tahun 2004). Renstra Kementerian Kesehatan
merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif dan memuat berbagai
program pembangunan kesehatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian
Kesehatan untuk kurun waktu tahun 2010-2014, dengan penekanan pada pencapaian
sasaran prioritas nasional, Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan, dan
Millenium Development Goals (MDGs). Masalah kesehatan begitu berat, kompleks dan
tak terduga, sehingga perlu perhatian pada dinamika kependudukan, epidemiologi
penyakit, ekologi dan lingkungan, kemajuan iptek, kemitraan, globalisasi dan
demokratisasi, kerja sama lintas sektor dan mendorong partisipasi masyarakat.
Pembangunan kesehatan diarahkan guna mewujudkan Visi Kementerian Kesehatan
“MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN”.
Dalam Kepmenkes Nomor 021/MENKES/SK/1/2011 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014, telah ditetapkan 8 (delapan) sasaran
strategis Kementerian Kesehatan yaitu:
1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat.
2. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular.
3. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan
antar tingkat sosial ekonomi serta gender.
4. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka
mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk,
terutama penduduk miskin.
5. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS) pada tingkat rumah
tangga.
6. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal,
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
7. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular.
8. Seluruh kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
bidang Kesehatan.
Untuk mencapai sasaran strategis tersebut di atas diperlukan dukungan
sasaran program dan kegiatan sebagai berikut:
1. Terpenuhinya ketersediaan obat dan vaksin.
2. Meningkatnya kualitas penelitian, pengembangan dan pemanfaatan di bidang
kesehatan.
3. Meningkatnya koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian
dukungan manajemen Kementerian Kesehatan.
4. Meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas aparatur Kementerian Kesehatan.
Informasi lebih rinci tentang indikator Renstra Kementerian Kesehatan pada
tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 1.4 sampai dengan Lampiran 1.11.

5
Sesuai ketentuan Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan
Indikator Kinerja Utama di lingkungan Instansi Pemerintah, Menteri/Pimpinan
Lembaga wajib menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) untuk Koordinator/
Departemen/Kementerian Negara/ Lembaga dan unit organisasi setingkat Eselon I
serta unit kerja mandiri di bawahnya.
Untuk menilai pencapaian sasaran strategis, Menteri Kesehatan telah
menetapkan IKU Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 melalui Permenkes Nomor
1099/Menkes/SK/VI/2011. Dengan peraturan tersebut, terdapat 19 indikator sebagai
alat pengukuran kinerja. Terdapat 13 indikator yang telah mencapai target bahkan
melebihi target, ada 6 indikator yang masih harus diupayakan pencapaian targetnya.
Informasi lebih rinci tentang IKU tingkat Kementerian Kesehatan terdapat pada
Lampiran 1.12.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Pasal 17 Ayat 1 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan
akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain itu
pada Pasal 168 menyebutkan bahwa untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan yang dilakukan melalui sistem
informasi dan melalui kerjasama lintas sektor, dengan ketentuan lebih lanjut akan
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan pada Pasal 169 disebutkan
pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh akses
terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
Salah satu luaran dari penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan Nasional
adalah Profil Kesehatan Indonesia, yang merupakan salah satu paket penyajian
data/informasi kesehatan yang lengkap, berisi data/informasi derajat kesehatan, upaya
kesehatan, sumber daya kesehatan, dan data/informasi terkait lainnya, serta terbit
setiap tahun.
Sejalan dengan penyusunan Profil Kesehatan Indonesia, di provinsi juga disusun
Profil Kesehatan Provinsi dan di kabupaten/kota disusun Profil Kesehatan
Kabupaten/Kota. Dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi yang
berkembang dengan pesat, penyusunan Profil Kesehatan diharapkan dapat
terselenggara secara berjenjang. Profil Kesehatan Provinsi disusun berdasarkan Profil
Kesehatan Kabupaten/Kota dan hasil pembangunan kesehatan yang diselenggarakan
provinsi, termasuk hasil lintas sektor terkait; dan Profil Kesehatan Indonesia disusun
berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi dan hasil pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan pusat, termasuk hasil kegiatan lintas sektor terkait tingkat nasional.
Profil Kesehatan Indonesia, Profil Kesehatan Provinsi, dan Profil Kesehatan
Kabupaten/Kota diharapkan dapat dijadikan salah satu media untuk memantau dan
mengevaluasi hasil penyelenggaraan pembangunan kesehatan di pusat maupun
daerah. Untuk itu penyusunan profil kesehatan yang berkualitas, terbit lebih cepat,
menyajikan data yang lengkap, akurat, konsisten, dan sesuai kebutuhan, menjadi
harapan kita bersama.

6
Profil Kesehatan Indonesia 2011 ini terdiri atas 6 (enam) bab, yaitu:

Bab I - Pendahuluan. Bab ini menyajikan tentang Inpres 3/2010, Inpres 9/2011,
Inpres 14/2011, Renstra, IKU Kementerian Kesehatan dan latar belakang
diterbitkannya Profil Kesehatan Indonesia 2011 ini serta sistimatika penyajiannya.

Bab II - Gambaran Umum dan Perilaku Penduduk. Bab ini menyajikan tentang
gambaran umum, yang meliputi kependudukan, perekonomian, dan lingkungan fisik
serta perilaku penduduk yang terkait dengan kesehatan.

Bab III - Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang berbagai indikator
derajat kesehatan, yang mencakup tentang angka kematian, angka harapan hidup,
angka kesakitan, dan status gizi masyarakat.

Bab IV - Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang upaya kesehatan
yang merupakan pelaksanaan program pembangunan di bidang kesehatan. Gambaran
tentang upaya kesehatan yang telah dilakukan itu meliputi pencapaian pelayanan
kesehatan dasar, pencapaian pelayanan kesehatan rujukan, pencapaian upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit, dan upaya perbaikan gizi masyarakat.

Bab V - Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang sumber daya
pembangunan bidang kesehatan sampai tahun 2011. Gambaran tentang keadaan
sumber daya mencakup tentang keadaan sarana/fasilitas kesehatan, sarana
produksi/distribusi obat dan perbekalan kesehatan, institusi pendidikan tenaga
kesehatan, tenaga kesehatan, dan pembiayaan kesehatan.

Bab VI - Perbandingan Indonesia dengan negara anggota ASEAN dan SEARO. Bab ini
menyajikan perbandingan beberapa indikator yang meliputi data kependudukan,
Angka Kelahiran, Angka Kematian, Indeks Pembangunan Manusia, Gender Inequality
Index, data tuberkulosis, angka estimasi HIV/AIDS, kasus penyakit menular yang
dapat dicegah dengan imunisasi, dan cakupan imunisasi pada bayi.

***

7
8
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara. Secara
geografis terletak di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Australia serta di antara
dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Secara astronomis,
Indonesia terletak antara 6o Lintang Utara sampai 11o Lintang Selatan dan 95o sampai
141o Bujur Timur yang meliputi rangkaian pulau antara Sabang sampai Merauke.
Menurut data dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(Bakosurtanal), jumlah pulau di Indonesia adalah 17.506. Jumlah pulau itu termasuk
yang berada di muara, tengah sungai dan delta sungai. Posisi strategis ini mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2011 tentang Kode dan
Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Kementerian Dalam Negeri menunjukkan
bahwa pada tahun 2011 secara administratif wilayah Indonesia terbagi atas 33
provinsi, 497 kabupaten/kota (399 kabupaten dan 98 kota), 6.694 kecamatan dan 77.465
kelurahan/desa dengan luas wilayah 1.910.931,32 Km2.
Fakta ini membuat Indonesia memiliki keragaman budaya dan adat istiadat
dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Keragaman dalam berbagai aspek
tersebut juga terkait dengan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Pembagian
wilayah Indonesia secara administratif menurut provinsi pada tahun 2011 dapat dilihat
pada Lampiran 2.1.
Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum Indonesia dan perilaku penduduk
pada tahun 2011 yang meliputi: keadaan penduduk, keadaan ekonomi, keadaan
pendidikan, keadaan kesehatan lingkungan, dan keadaan perilaku penduduk.

A. KEADAAN PENDUDUK
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia
sebesar 237.641.326 jiwa, yang terdiri dari 119.630.913 penduduk laki-laki dan
118.010.413 penduduk perempuan. Estimasi jumlah penduduk dilaksanakan oleh Pusat
Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan Pusat
Statistik dengan berdasarkan pada laju pertumbuhan penduduk tahun 2000-2010 (LPP
2000-2010). Hasil estimasi jumlah penduduk pada tahun 2011 sebesar 241.182.182 jiwa,
yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki sebesar 121.413.414 dan jumlah penduduk
perempuan 119.768.768 dengan rasio jenis kelamin 101. Angka ini berarti bahwa
terdapat 101 laki-laki di antara 100 perempuan. Rincian menurut provinsi dapat
dilihat pada Lampiran 2.2.
Struktur umur penduduk menurut jenis kelamin dapat digambarkan dalam
bentuk piramida penduduk. Berdasarkan estimasi jumlah penduduk yang telah

11
dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi, dapat disusun sebuah piramida penduduk
tahun 2011. Dasar piramida menunjukkan jumlah penduduk, badan piramida bagian
kiri menunjukkan banyaknya penduduk laki-laki dan badan piramida bagian kanan
menunjukkan jumlah penduduk perempuan. Piramida tersebut merupakan gambaran
struktur penduduk yang terdiri dari struktur penduduk muda, dewasa, dan tua.
Struktur penduduk ini menjadi dasar bagi kebijakan kependudukan, sosial, budaya,
dan ekonomi.
GAMBAR 2.1
PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Estimasi Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan


Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2011

Pada Gambar 2.1 dapat ditunjukkan bahwa struktur penduduk di Indonesia


termasuk struktur penduduk muda. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya jumlah
penduduk usia muda (0-14 tahun), walaupun jumlah kelahiran telah menurun jika
dibandingkan dengan lima tahun yang lalu dan angka harapan hidup yang semakin
meningkat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk usia tua. Badan
piramida membesar, ini menunjukkan banyaknya penduduk usia produktif terutama
pada kelompok umur 25-29 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Jumlah golongan
penduduk usia tua juga cukup besar. Hal ini dapat dimaknai dengan semakin tingginya
usia harapan hidup, kondisi ini mengharuskan adanya kebijakan terhadap penduduk
usia tua, karena golongan penduduk ini relatif tidak produktif.
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah
tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Laju Pertumbuhan
Penduduk (LPP) sangat berguna untuk memperkirakan jumlah penduduk di masa yang
akan datang. LPP periode tahun 2000-2010 dipergunakan sebagai dasar dari estimasi
jumlah penduduk di tahun 2011.

12
Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk per
tahun selama tahun 1971-1980 sebesar 2,31% dan menurun secara tajam selama
rentang tahun 1990-2000. Penurunan laju pertumbuhan penduduk ini dimungkinkan
karena berhasilnya program keluarga berencana yang dicanangkan oleh pemerintah
pada masa itu. Kebijaksanaan kependudukan yang diambil pemerintah tidak hanya
menurunkan angka fertilitas tetapi diharapkan juga ikut meningkatkan kesejahteraan
keluarga.
GAMBAR 2.2
LAJU PERTAMBAHAN PENDUDUK INDONESIA TAHUN 1971-2010

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

Hal berbeda terjadi di periode 2000–2010, laju pertumbuhan penduduk sebesar


1,49% per tahun, sedikit meningkat jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan
penduduk pada tahun 1990–2000. Peningkatan yang terjadi masih relatif kecil,
dimungkinkan karena program keluarga berencana tidak mampu lagi menghambat
angka kelahiran di Indonesia. Semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk
menyebabkan jumlah penduduk yang semakin banyak di masa yang akan datang.
Indikator penting terkait distribusi penduduk menurut umur yang sering
digunakan untuk mengetahui produktivitas penduduk adalah Angka Beban
Tanggungan atau Dependency Ratio. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang
menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur di
bawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk
umur produktif (umur 15–64 tahun). Secara kasar perbandingan angka beban
tanggungan menunjukkan dinamika beban tanggungan umur produktif terhadap umur
nonproduktif. Semakin tinggi rasio beban tanggungan, semakin tinggi pula jumlah
penduduk nonproduktif yang ditanggung oleh penduduk umur produktif.

13
TABEL 2.1
JUMLAH PENDUDUK DAN ANGKA BEBAN TANGGUNGAN
MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK USIA PRODUKTIF (15-64 TAHUN)
DAN NON PRODUKTIF (0-14 TAHUN DAN 65 TAHUN KE ATAS)
DI INDONESIA TAHUN 2011

Laki-laki dan
No Usia Laki-laki Perempuan %
Perempuan

1 0 – 14 Tahun 35.814.766 33.804.045 69.618.811 28,87

2 15 – 64 Tahun 80.139.422 79.236.617 159.376.039 66,08

3 65 Tahun ke atas 5.459.226 6.728.106 12.187.332 5,05

Jumlah 121.413.414 119.768.768 241.182.182 100,00

Angka Beban Tanggungan (%) 51,50 51,15 51,33

Sumber: Estimasi Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan


Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2011

Komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur yang ditunjukkan oleh


Tabel 2.1, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar
28,87% yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 66,08% dan yang berusia tua (≥ 65
tahun) sebesar 5,05%. Dengan demikian maka Angka Beban Tanggungan (Dependency
Ratio) penduduk Indonesia pada tahun 2011 sebesar 51,33%. Hal ini berarti bahwa 100
orang Indonesia yang masih produktif akan menanggung 51 orang yang belum/sudah
tidak produktif lagi. Apabila dibandingkan antar jenis kelamin, maka Angka Beban
Tanggungan laki-laki lebih besar jika dibandingkan dengan Angka Beban Tanggungan
perempuan, yaitu 51,50% untuk laki-laki dan 51,15% untuk perempuan. Rincian
menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.5.
Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang
serius. Program pembangunan, termasuk pembangunan di bidang kesehatan, harus
didasarkan pada dinamika kependudukan. Upaya pembangunan di bidang kesehatan
tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif. Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan ketersediaan data mengenai
penduduk sebagai sasaran program pembangunan kesehatan.
Penduduk sasaran program pembangunan kesehatan sangatlah beragam, sesuai
dengan karakteristik kelompok umur tertentu atau didasarkan pada kondisi siklus
kehidupan yang terjadi. Beberapa upaya program kesehatan memiliki sasaran ibu
hamil, ibu melahirkan, dan ibu nifas. Beberapa program lainnya dengan penduduk
sasaran terfokus pada kelompok umur tertentu, meliputi: bayi, batita, balita, anak
balita, anak usia sekolah SD, wanita usia subur, penduduk produktif, usia lanjut dan
lain-lain.

14
TABEL 2.2
ESTIMASI PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN
DI INDONESIA TAHUN 2011

Kelompok Jenis Kelamin


No Sasaran Program Jumlah
Umur/Formula Laki-Laki Perempuan

1 Bayi 0 Tahun 2.292.040 2.170.522 4.462.562

2 Batita 0 – 2 Tahun 6.996.072 6.615.306 13.611.378

3 Anak Balita 1 – 4 Tahun 9.540.519 9.006.793 18.547.312

4 Balita 0 – 4 Tahun 11.832.571 11.177.303 23.009.874

5 Pra Sekolah 5 – 6 Tahun 4.767.072 4.492.316 9.259.388

6 Anak Usia Kelas 1 SD/Setingkat 7 Tahun 2.431.569 2.290.348 4.721.917

7 Anak Usia SD/Setingkat 7 – 12 Tahun 14.527.658 13.688.580 28.216.238

8 Penduduk Usia Muda < 15 Tahun 35.814.766 33.804.045 69.618.811

9 Penduduk Usia Produktif 15 – 64 Tahun 80.139.422 79.236.617 159.376.039

10 Penduduk Pra Usia Lanjut 45 – 59 Tahun 17.556.426 17.000.769 34.557.195

11 Penduduk Usia Lanjut ≥ 60 Tahun 8.413.472 9.898.583 18.312.055

12 Penduduk Usia Lanjut Risiko Tinggi ≥ 70 Tahun 3.184.589 4.215.102 7.399.691

13 Wanita Usia Subur 15 – 49 Tahun - 66.147.746 66.147.746

14 Wanita Usia Subur Imunisasi 15 – 39 Tahun - 50.716.395 50.716.395

15 Ibu Hamil 1,1 X lahir hidup - 5.060.637 5.060.637

16 Ibu Bersalin 1,05 X lahir hidup - 4.830.608 4.830.608

17 Ibu Nifas 1,05 X lahir hidup - 4.830.608 4.830.608

18 Lahir Hidup - 2.362.928 2.237.654 4.600.582

Sumber: Estimasi Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan


Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2011

B. KEADAAN EKONOMI
Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam
menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Perekonomian Indonesia pada
tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5%. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga
konstan mencapai Rp 2.463,2 triliun dan atas dasar harga berlaku sebesar Rp 7.427,1
triliun pada tahun 2011.
Laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 2005-2011 mengalami kejadian
naik dan turun, yang antara lain dipengaruhi oleh kondisi politik dan iklim investasi
yang ada. Gambar 2.3 menunjukkan kondisi laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia
yang menunjukkan tren meningkat dari tahun 2009–2011.

15
GAMBAR 2.3
LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2005 - 2011

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

Selama tahun 2011, bersumber dari berita resmi statistik BPS, semua sektor
ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor
pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 10,7%, diikuti oleh sektor perdagangan,
hotel, dan restoran sebesar 9,2%, sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan
sebesar 6,8%, sektor jasa-jasa dan sektor konstruksi masing-masing 6,7%, sektor
industri pengolahan sebesar 6,2%, sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 4,8%,
sektor pertanian sebesar 3,0%, dan sektor pertambangan dan penggalian 1,4%.
Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2011 mencapai 6,9% yang berarti lebih
tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya 6,5%.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan kesempatan kerja di Indonesia.
Penggolongan usia kerja di Indonesia mengikuti standar internasional yaitu usia 15
tahun ke atas. Penduduk dilihat dari sisi ketenagakerjaan merupakan suplai bagi pasar
tenaga kerja, namun tidak semua penduduk mampu melakukannya karena hanya
penduduk yang masuk usia kerja yang dapat menawarkan tenaganya di pasar kerja.
Penduduk usia kerja dibagi menjadi dua golongan yaitu yang termasuk angkatan kerja
dan yang bukan angkatan kerja. Angkatan kerja sendiri terdiri dari mereka yang aktif
bekerja dan mereka yang sedang mencari pekerjaan. Mereka yang sedang mencari
pekerjaan, sedang mempersiapkan suatu usaha dan mereka yang sudah memiliki
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja itulah yang dinamakan sebagai pengangguran
terbuka.
Untuk mengetahui tingkat pengangguran, dilakukan Survei Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas). Konsep pengangguran adalah angkatan kerja yang tidak
bekerja/tidak mempunyai pekerjaan, yang mencakup angkatan kerja yang sedang
mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa
tidak mungkin mendapatkan pekerjaan/putus asa (sebelumnya dikategorikan sebagai
bukan angkatan kerja) dan yang punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja
(sebelumnya dikategorikan sebagai bekerja).

16
Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja atau punya pekerjaan
namun sementara tidak bekerja, dan penganggur. Sementara Bekerja menurut definisi
Sakernas adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit
satu jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan itu termasuk juga
kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan
ekonomi.
Persentase pengangguran terbuka adalah perbandingan antara jumlah pencari
kerja dengan jumlah angkatan kerja. Pengangguran terbuka di sini didefinisikan
sebagai orang yang sedang mencari pekerjaan atau yang sedang mempersiapkan usaha
atau juga yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin lagi
mendapatkan pekerjaan, termasuk juga mereka yang baru mendapat kerja tetapi
belum mulai bekerja. Pengangguran terbuka tidak termasuk orang yang masih sekolah
atau mengurus rumah tangga.
TABEL 2.3
PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA, PENDUDUK YANG BEKERJA
DAN PENGANGGURAN TERBUKA DI INDONESIA TAHUN 2009 – 2011

Feb 2009 Feb 2010 Feb 2011


(juta orang) (juta orang) (juta orang)

Jumlah Angkatan Kerja 113,74 116,00 119,40

Jumlah penduduk yang bekerja 104,49 107,41 111,28

Pengangguran terbuka 9,25 8,59 8,12

Pengangguran terbuka (%) 8,14 7,41 6,80

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

Pada Tabel 2.3 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah angkatan
kerja dan jumlah penduduk yang bekerja. Seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk telah menyebabkan peningkatan jumlah angkatan kerja. Peningkatan
jumlah angkatan kerja menyebabkan semakin sempitnya peluang kerja karena
minimnya lapangan pekerjaan. Pertumbuhan lapangan kerja lebih lambat
dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja. Hal inilah yang menyebabkan
timbulnya pengangguran terbuka yang cukup tinggi. Hal yang menggembirakan adalah
turunnya jumlah pengangguran terbuka dari tahun ke tahun, walaupun angka
pengangguran masih cukup tinggi.
Proporsi pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna untuk acuan
pemerintah dalam pembukaan lapangan kerja baru di masa mendatang. Angka ini juga
menunjukkan tingkat keberhasilan pembangunan program ketenagakerjaan dari tahun
ke tahun. Berdasarkan publikasi data hasil Sakernas BPS tahun 2011 ada penurunan
angka pengangguran. Hal ini disebabkan bertambahnya lapangan kerja pada sektor
jasa kemasyarakatan seperti jasa pertukangan, pembantu rumah tangga, transportasi
dan pertanian.

17
GAMBAR 2.4
PERSENTASE TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

Pembahasan yang cukup menarik tentang pengangguran adalah pengangguran


berdasarkan tingkat pendidikan. Berdasarkan Gambar 2.4, dapat ditunjukkan bahwa
pengangguran tertinggi ada pada penduduk yang menamatkan pendidikan pada
tingkat SMA dengan persentase sebesar 35,50%. Pengangguran tertinggi kedua ada
pada penduduk dengan tingkat pendidikan SD sebesar 26,11%. Tingkat pengangguran
tertinggi ketiga adalah penduduk dengan tingkat pendidikan SMP sebesar 25,06%.
Sedangkan tingkat pengangguran pada tingkat pendidikan diploma/universitas sebesar
7,02%.
Kemiskinan menjadi isu yang cukup menyita perhatian berbagai kalangan
termasuk kesehatan. Keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
terkait dengan daya beli. Kemiskinan juga menjadi hambatan besar dalam pemenuhan
kebutuhan terhadap makanan yang sehat sehingga dapat melemahkan daya tahan
tubuh yang dapat berdampak pada kerentanan untuk terserang penyakit-penyakit
tertentu. Fenomena gizi buruk dan kurang seringkali dikaitkan dengan kondisi
ekonomi yang buruk jika merujuk pada fakta bahwa keterbatasan pemenuhan pangan
dapat menyebabkan busung lapar, Kwashiorkor, penyakit kekurangan vitamin seperti
Xeropthalmia, Scorbut, dan Beri-beri.
Kemiskinan dipahami sebagai ketidakmampuan ekonomi penduduk untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan maupun non makanan yang diukur dari
pengeluaran. Pengukuran kemiskinan dilakukan dengan cara menetapkan nilai
standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan maupun untuk non makanan yang
harus dipenuhi seseorang untuk hidup secara layak. Nilai standar kebutuhan minimum
tersebut digunakan sebagai garis pembatas untuk memisahkan antara penduduk

18
miskin dan tidak miskin. Garis pembatas tersebut yang sering disebut dengan garis
kemiskinan.
GAMBAR 2.5
PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2011

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Kategori penduduk miskin adalah penduduk dengan tingkat pengeluaran per


kapita per bulan kurang dari garis kemiskinan. Perhitungan Garis Kemiskinan
tersebut dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Tahun
2011, penduduk miskin di desa adalah mereka dengan tingkat pengeluaran per kapita
per bulan kurang dari Rp 213.395,00 dan penduduk miskin di kota adalah mereka
dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan kurang dari Rp 253.016,00. Garis
kemiskinan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Rincian lengkap mengenai garis
kemiskinan per tahun dapat dilihat pada Lampiran 2.9.
Pengukuran kemiskinan dari Badan Pusat Statistik menggunakan konsep
memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach) dalam mengukur kemiskinan di
Indonesia. Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang
atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak‐hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi yang
sangat luas ini menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan masalah multi
dimensional, sehingga tidak mudah untuk mengukur kemiskinan dan perlu
kesepakatan pendekatan pengukuran yang dipakai.

19
TABEL 2.4
PERSEBARAN DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN
MENURUT KELOMPOK BESAR PULAU DI INDONESIA TAHUN 2009 – 2011

Maret 2009 Maret 2010 Maret 2011


No Kelompok Pulau Jumlah Jumlah Jumlah
% % %
(juta) (juta) (juta)
1 Sumatera 5,3 17,3 6,7 21,4 6,5 21,5
2 Jawa 18,1 59,1 17,3 55,8 16,7 55,7
3 Kalimantan 2,2 7,3 2,2 7,1 0,9 3,2
4 Bali dan Nusa Tenggara 1,0 3,3 1,0 3,3 2,1 6,9
5 Sulawesi 2,5 8,1 2,3 7,6 2,1 7,2
6 Maluku dan Papua 1,5 4,9 1,5 4,8 1,7 5,5

Total 32,5 100,0 31,0 100,0 30,0 100,0

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Berdasarkan data jumlah dan persentase penduduk miskin menurut provinsi


dari BPS terdapat persebaran penduduk miskin antar pulau yang nyata perbedaannya.
Dari Tabel 2.4 dapat diketahui lebih dari separuh penduduk miskin di Indonesia berada
di Pulau Jawa yaitu 59,1% tahun 2009, tahun 2011 menurun menjadi 55,7%,
persentasenya masih sangat besar, lebih dari separuh penduduk miskin di Indonesia.
Persebaran jumlah penduduk miskin pada tahun 2011 di Sumatera 21,5%, Sulawesi
7,2%, Kalimantan 3,2%, Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara 6,9%, Maluku dan Papua
5,5%. Selama rentang tahun 2009 – 2011, penurunan persentase penduduk miskin
terjadi di Pulau Sulawesi dan kenaikan persentase penduduk miskin terjadi di Pulau
Bali dan Nusa Tenggara. Rincian jumlah dan persentase penduduk miskin per provinsi
dapat dilihat pada Lampiran 2.10 – Lampiran 2.12.
GAMBAR 2.6
PETA PERSEBARAN PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Pembangunan ekonomi yang diupayakan diharapkan mampu mendorong


kemajuan, baik fisik, sosial, mental dan spiritual di segenap pelosok negeri terutama
wilayah yang tergolong daerah tertinggal. Suatu daerah dikategorikan menjadi daerah
tertinggal karena beberapa faktor penyebab, yaitu: geografis, sumber daya alam,

20
sumber daya manusia, prasarana dan sarana, daerah rawan bencana dan konflik sosial,
dan kebijakan pembangunan. Keterbatasan prasarana terhadap berbagai bidang
termasuk di dalamnya kesehatan menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal
mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
Unit terkecil daerah tertinggal yang digunakan dalam Strategi Nasional
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT) adalah wilayah
administrasi kabupaten. Menurut definisinya, daerah tertinggal adalah daerah
kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala
nasional dan berpenduduk relatif tertinggal. Penetapan kriteria daerah tertinggal
dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan enam
kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana
(infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan
karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah pedalaman,
kepulauan (pulau kecil dan gugus pulau), perbatasan antar negara, daerah rawan
bencana dan daerah rawan konflik, dan sebagian besar wilayah daerah pesisir.
Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan 183 kabupaten yang
dikategorikan kabupaten tertinggal. Saat ini Indonesia memiliki 45 kabupaten
perbatasan, 33 pulau-pulau kecil terluar berpenduduk dan 183 daerah tertinggal
(termasuk terpencil). Pada tahun 2011 persentase daerah tertinggal adalah 36,8% (dari
497 kabupaten/kota) yang terdapat di 27 provinsi. Provinsi dengan persentase
kabupaten tertinggal tertinggi adalah Sulawesi Barat, yaitu sebesar 100%, diikuti oleh
Papua 93,1%, dan Nusa Tenggara Timur 65,2%. Rincian per provinsi dapat dilihat pada
Lampiran 2.21.
GAMBAR 2.7
PETA PERSEBARAN KABUPATEN TERTINGGAL DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, 2012

Daerah Perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi
dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah
negara di darat kawasan perbatasan berada di kecamatan. Berdasarkan penetapan
daerah perbatasan oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) melalui
Keputusan Kepala BNPP Nomor 1, 2 dan 3 Tahun 2011 terdapat 111 kecamatan di 38
kabupaten di 12 provinsi yang menjadi sasaran BNPP tahun 2010-2014. Pulau-Pulau

21
Kecil Terluar (PPKT) adalah pulau-pulau dengan luas area kurang atau sama dengan
2000 km2 yang memiliki titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis
pangkal laut kepulauan sesuai hukum internasional dan nasional. Ditetapkan
berdasarkan Perpres 78/2005 dimana terdapat 92 PPKT yang berada di 45 kabupaten.
Pulau-Pulau Kecil Terluar Berpenduduk (PPKTB) adalah pulau-pulau kecil terluar
yang berpenduduk yang memerlukan pelayanan dasar. Data Tim Toponomi Perpres
78/2005, terdapat 34 PPKTB di 21 kab/kota yang terletak di 11 provinsi.
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar juga
memprioritaskan pembangunan pada Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan
(DTPK). Salah satu agenda kegiatan adalah pembangunan kesehatan di 45 Kabupaten
Prioritas Nasional di Perbatasan dengan Negara Tetangga. Dengan menggunakan skala
prioritas, terdapat 45 kabupaten prioritas dan 101 puskesmas prioritas kabupaten
prioritas nasional di perbatasan dengan negara tetangga.
TABEL 2.5
JUMLAH KABUPATEN PERBATASAN DAN PUSKESMAS PRIORITAS DTPK
DI INDONESIA TAHUN 2011

Jumlah Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah
No Wilayah Kabupaten Puskesmas
Kecamatan Penduduk Puskesmas
Perbatasan Prioritas
1 Sumatera 14 157 4.799.723 183 7
2 Jawa, Bali 0 0 0 0 0
3 Kalimantan 9 141 2.254.375 170 29
4 Sulawesi 5 64 673.535 71 10
5 Nusa Tenggara, 17 231 2.222.999 269 55
Maluku dan Papua
Jumlah 45 593 9.879.008 693 101

Sumber: Direktorat BUK Dasar, Kemenkes RI, 2011

Pada Tabel 2.5 dapat diketahui bahwa pulau dengan jumlah kabupaten
perbatasan dengan negara lain terbanyak terdapat di wilayah Nusa Tenggara, Maluku
dan Papua yang berjumlah 17 atau 37,78%. Sedangkan di Pulau Jawa tidak terdapat
kabupaten yang berbatasan dengan wilayah asing. Dengan ditetapkannya skala
prioritas ini diharapkan dapat mengoptimalkan kinerja Kementerian Kesehatan untuk
menciptakan masyarakat yang sehat dan berkeadilan. Rincian jumlah kecamatan,
penduduk, dan puskesmas di 45 kabupaten perbatasan dapat dilihat pada Lampiran
2.20.

C. KEADAAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia yang
terus berkembang. Hal ini sejalan dengan karakter manusia yang memiliki potensi
kreatif dan inovatif dalam segala bidang kehidupan. Kondisi pendidikan merupakan
salah satu indikator yang kerap ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan
manusia suatu negara. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap
perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

22
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang
untuk berperilaku sehat.
Pendidikan memiliki peran penting dalam proses pembangunan. Laju perubahan
sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus disejajarkan
dengan penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas. pendidikan kemudian
menjadi pelopor utama dalam rangka penyiapan sumber daya manusia. Pendidikan
merupakan salah satu aspek pembangunan yang merupakan syarat mutlak untuk
mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Dalam upaya peningkatan peran
pendidikan dalam pembangunan, maka kualitas pendidikan harus ditingkatkan.
Beberapa program pemerintah telah diupayakan sebagai sebuah alternatif dalam
rangka menyiapkan dan meningkatkan mutu pendidikan, sebagai contoh adalah dari
program wajib belajar 9 tahun.
GAMBAR 2.8
RATA-RATA LAMA SEKOLAH PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS
DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Pada Gambar 2.8 dapat diketahui bahwa pada tahun 2010 rata-rata lama
sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia adalah 7,92 tahun. Nilai ini
semakin meningkat jika dibandingkan dengan rata-rata lama sekolah penduduk usia
15 tahun ke atas pada tahun 2006 yang hanya 7,44 tahun. Apabila dibandingkan
dengan program wajib belajar 9 tahun, maka pada tahun 2010 program ini belum
berjalan optimal. Rincian mengenai indikator pendidikan dapat dilihat pada Lampiran
2.13.1 dan Lampiran 2.13.2.
Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup
seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan
kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa serta
keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan sangat
strategis. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan
dan keterampilan manusia. Kualitas sumber daya manusia tercermin dari kualitas
pendidikan. Dengan demikian program pendidikan mempunyai andil besar terhadap
kemajuan sosial ekonomi. Partisipasi penduduk bersekolah disajikan dalam persentase

23
penduduk berumur 5 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah, masih sekolah
dan tidak sekolah lagi.
Secara total, persentase penduduk di Indonesia yang tidak/belum pernah
sekolah sebesar 8,21%, masih sekolah 25,19% dan 66,59% sudah tidak bersekolah lagi.
Pada Gambar 2.9 dapat diketahui bahwa golongan umur 10-14 status sekolahnya
94,77% masih bersekolah dan golongan umur 15-19 tahun status sekolahnya 55,01%
masih bersekolah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk usia muda
(kelompok umur 5-9 dan 10-14 tahun) telah menyelesaikan pendidikan dasarnya (telah
memenuhi wajib belajar 9 tahun). Semakin tua golongan umur maka semakin kecil
persentase penduduk tersebut untuk bersekolah lagi, karena banyak dari golongan
umur ini yang telah masuk dalam angkatan kerja yang bekerja atau mencari pekerjaan.
Rincian menurut golongan umur dan status sekolah dapat dilihat pada Lampiran 2.14.
GAMBAR 2.9
PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 5 TAHUN KE ATAS MENURUT
GOLONGAN UMUR DAN STATUS SEKOLAH TAHUN 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Kemampuan membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar yang


dibutuhkan oleh penduduk untuk menuju kehidupan yang lebih sejahtera. Kemampuan
membaca dan menulis tercermin dari angka melek huruf dan angka buta huruf. Angka
buta huruf berkorelasi dengan angka kemiskinan. Sebab, penduduk yang tidak dapat
membaca secara tidak langsung mendekatkan mereka pada kebodohan, sedangkan
kebodohan itu sendiri mendekatkan mereka pada kemiskinan.

24
GAMBAR 2.10
PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS YANG BUTA HURUF
MENURUT PROVINSI TAHUN 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Secara nasional persentase penduduk yang buta huruf sebesar 6,34%.


Persentase penduduk yang buta huruf terkecil ada di Provinsi Sulawesi Utara dan
tertinggi ada di Provinsi Papua. Terdapat 22 provinsi yang angka buta hurufnya lebih
rendah jika dibandingkan dengan angka nasional. Enam provinsi di Indonesia
mempunyai jumlah penduduk yang buta huruf relatif tinggi, di atas 10%, yaitu Provinsi
Papua, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Barat.
Papua mempunyai angka buta huruf terbesar, yaitu 29,59%. Angka ini menunjukkan
bahwa sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan di provinsi ini masih sangat
kurang. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.19.
Indikator pendidikan lainnya adalah Angka Melek Huruf (AMH) yaitu
persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis
serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Penggunaan
AMH adalah untuk (1) mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta
huruf, terutama di daerah perdesaan yang masih tinggi jumlah penduduk yang tidak
pernah bersekolah atau tidak tamat SD, (2) menunjukkan kemampuan penduduk di
suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai media, (3) menunjukkan
kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Sehingga angka melek
huruf berdasarkan kabupaten mencerminkan potensi perkembangan intelektual
sekaligus kontribusi terhadap pembangunan daerah.

25
GAMBAR 2.11
PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS YANG MELEK HURUF
MENURUT DAERAH TEMPAT TINGGAL TAHUN 2009-2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Secara nasional persentase penduduk yang melek huruf sebesar 92,58% pada
tahun 2009 dan meningkat menjadi 92,91% pada tahun 2010. Angka melek huruf di
perkotaan sebesar 96,07% dan angka melek huruf di perdesaan sebesar 89,68%. Apabila
dibandingkan antar daerah perkotaan dan perdesaan, persentase penduduk yang melek
huruf relatif lebih tinggi di daerah perkotaan. Hal ini dimungkinkan dengan relatif
majunya fasilitas pendidikan dan relatif baiknya akses sarana menuju tempat
pendidikan. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.18.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) didefinisikan sebagai perbandingan antara
jumlah murid kelompok usia sekolah tertentu yang bersekolah pada berbagai jenjang
pendidikan dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan
dalam persentase. Indikator ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia
sekolah yang masih bersekolah di semua jenjang pendidikan. Angka Partisipasi Sekolah
dari BPS secara umum dikategorikan menjadi 3 kelompok umur, yaitu 7-12 tahun
mewakili umur setingkat SD, 13-15 tahun mewakili umur setingkat SMP, dan 16-18
tahun mewakili umur setingkat SMA. Makin tinggi APS berarti makin banyak anak
usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah. Semakin tinggi jenjang pendidikan,
semakin rendah APS.

26
GAMBAR 2.12
PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH MENURUT USIA SEKOLAH
DI INDONESIA TAHUN 2007 – 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Gambar 2.12 merupakan APS nasional menurut usia sekolah dari tahun 2007-
2010. Berdasarkan 4 kelompok umur dimana kelompok umur 7–12 tahun mewakili
umur setingkat sekolah dasar dan 19–24 tahun mewakili umur setingkat perguruan
tinggi. Pada gambar dapat diketahui bahwa semakin tinggi kelompok umur maka
tingkat partisipasi sekolahnya semakin kecil. Hal ini dimungkinkan pada kelompok
umur 16-18 tahun dan 19-24 tahun telah masuk dalam angkatan kerja dan bekerja.
APS pada kelompok umur 7–12 tahun dan 13–15 tahun semakin meningkat dari tahun
ke tahun menunjukkan bahwa program pendidikan 9 (sembilan) tahun semakin baik
dijalankan. Rincian per propinsi dan per tahun dapat dilihat pada Lampiran 2.15.
Untuk memahami dan melakukan analisis tentang kondisi pendidikan di
Indonesia, dapat menggunakan dua indikator tentang partisipasi sekolah. Terdapat dua
ukuran partisipasi sekolah yang utama, yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK) dan
Angka Partisipasi Murni (APM). Kedua ukuran tersebut mengukur partisipasi
penduduk usia sekolah oleh sektor pendidikan. Perbedaan di antara keduanya adalah
penggunaan kelompok usia "standar" di setiap jenjang pendidikan. Usia standar yang
dimaksud adalah rentang usia yang dianjurkan pemerintah dan umum dipakai untuk
setiap jenjang pendidikan.
Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya,
yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk
kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APK menunjukkan
tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu jenjang pendidikan. APK
merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk
usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan. Hasil perhitungan APK ini
digunakan untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah di suatu jenjang
pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. Semakin tinggi Angka Partisipasi Kasar
berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan
pada suatu wilayah. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.16.

27
GAMBAR 2.13
PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI KASAR PENDIDIKAN
DI INDONESIA TAHUN 2007 – 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Angka Partisipasi Kasar (APK) membagi jumlah siswa dengan tingkat


pendidikan tanpa menggunakan batasan kelompok umur. Kondisi ini memungkinkan
nilai APK yang melebihi 100%, hal ini sering terjadi pada jenjang pendidikan SD/MI.
Nilai di atas 100% ini terjadi karena masih banyak penduduk dengan kelompok usia di
bawah 7 tahun yang sudah bersekolah di tingkat sekolah dasar. Pada Gambar 2.13
diketahui nilai APK untuk SD/MI melebihi 100%, sedangkan untuk pendidikan SMP
dan SMA lebih rendah dari nilai APK SD. Pada tahun 2010 nilai APK untuk tingkat SD
sebesar 111,68%, SMP 80,59% dan SMA 62,85%. Semakin tinggi jenjang pendidikan
semakin rendah nilai APK. Nilai APK ini kurang bagus untuk mencerminkan kondisi
pendidikan, sehingga diperlukan indikator yang lebih mencerminkan partisipasi
sekolah, yaitu Angka Partisipasi Murni (APM).
Angka Partisipasi Murni (APM) didefinisikan sebagai perbandingan antara
jumlah siswa kelompok usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan
penduduk usia sekolah yang sesuai dengan usianya dan dinyatakan dalam persentase.
Indikator APM ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang
bersekolah pada suatu jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya. Semakin tinggi
APM berarti banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah. Jika
dibandingkan APK, APM merupakan indikator pendidikan yang lebih baik karena APM
melihat partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai
dengan standar tersebut.

28
GAMBAR 2.14
PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI MURNI PENDIDIKAN
DI INDONESIA TAHUN 2007 – 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Angka Partisipasi Murni membagi jumlah siswa dengan jenjang pendidikan


dengan menggunakan batasan kelompok umur. Kondisi ini tidak memungkinkan nilai
APM yang melebihi 100%. Nilai APM lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai
APK. Pada Gambar 2.14, tahun 2010 nilai APM untuk tingkat SD sebesar 94,76%, SMP
67,73% dan SMA 45,59%. Kondisi APM ini lebih mencerminkan kondisi partisipasi
sekolah. Nilai APM pendidikan di Indonesia semakin meningkat, semakin tinggi
jenjang pendidikan semakin rendah nilai APM. Rincian per propinsi dapat dilihat pada
Lampiran 2.17.

D. KEADAAN KESEHATAN LINGKUNGAN


Lingkungan merupakan salah satu variabel yang perlu mendapat perhatian
khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku,
pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, akan disajikan indikator-
indikator seperti: akses terhadap air bersih dan air minum berkualitas dan akses
terhadap sanitasi layak.

1. Sarana Air Bersih yang Digunakan dan Akses Air Minum Berkualitas
Salah satu tujuan pembangunan prasarana penyediaan air baku untuk
memastikan komitmen pemerintah terhadap Millenium Development Goals (MDGs)
yaitu memastikan kelestarian lingkungan dan mengurangi hingga setengahnya
proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan
sanitasi dasar hingga 2015.
Dalam rangka pencapaian target Inpres Nomor 14 Tahun 2011 tentang kualitas
air minum periode B.12 (Desember 2011) sebagai lanjutan dari Inpres Nomor 1 Tahun

29
2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional dengan salah
satu target prioritas adalah persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat
kesehatan, dalam hal ini adalah air minum yang didistribusikan oleh PDAM dengan
target tahun ini adalah minimal 90%. Hal tersebut di atas merupakan salah satu upaya
pencegahan terjadinya kemungkinan munculnya penyakit berbasis air (waterborne
disease) karena air merupakan salah satu media lingkungan yang berperan dalam
penyebaran penyakit melalui media pertumbuhan mikrobiologi serta adanya
kemungkinan terlarutnya unsur kimia yang dapat mengganggu kesehatan manusia.
Amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang
selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum pada Pasal 6 disebutkan bahwa (1) Air
minum yang dihasilkan dari SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) yang digunakan
oleh masyarakat pengguna/pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan
peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
(2) Air minum yang tidak memenuhi syarat kualitas sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1) dilarang didistribusikan kepada masyarakat. Untuk itu telah diterbitkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas
Air Minum dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/MENKES/PER/VI/2010
tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum.
Upaya pengawasan kualitas air sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana
Pengawasan Kualitas Air Minum, dilaksanakan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota
sebagai pengawasan eksternal dan penyelenggara air minum sebagai pengawasan
internal. Selain itu diatur pula mengenai adanya upaya penyampaian informasi tentang
data kualitas air minum oleh penyelenggara air minum ke dinas kesehatan
kabupaten/kota serta upaya penyampaian kondisi kualitas air oleh pemerintah daerah
di wilayahnya.
Salah satu parameter air bersih adalah parameter fisik. Parameter fisik yang
harus dipenuhi pada air minum yaitu harus jernih, tidak berbau, tidak berasa dan
tidak berwarna. Sementara suhunya sebaiknya sejuk dan tidak panas. Selain itu, air
minum tidak menimbulkan endapan. Jika air yang kita konsumsi menyimpang dari hal
ini, maka sangat mungkin air telah tercemar. Secara nasional, berdasarkan hasil
Riskesdas 2010, 90% kualitas fisik air minum di Indonesia termasuk dalam kategori
baik (tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau). Akan tetapi, masih
terdapat rumah tangga dengan kualitas air minum keruh (6,9%), berwarna (4,0%),
berasa (3,4%), berbusa (1,2%), dan berbau (2,7%).

30
GAMBAR 2.15
PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT KUALITAS FISIK AIR MINUM BAIK
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: Riskesdas 2010, Balitbangkes Kemenkes RI, 2011

Pada Gambar 2.15, provinsi dengan persentase rumah tangga dengan kualitas
fisik air minum baik tertinggi ada di Bali dengan persentase rumah tangga sebesar
95,7%, Lampung sebesar 94,9% dan DI Yogyakarta sebesar 94,3%. Terdapat 13 provinsi
di Indonesia mempunyai persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih
dengan kualitas fisik baik di atas rata-rata nasional. Persentase rumah tangga dengan
kualitas fisik air minum baik terkecil terdapat di Provinsi Papua sebesar 69%,
Kalimantan Barat 75,6% dan Kalimantan Timur 76,3%. Masih terdapat 20 provinsi
yang persentase rumah tangga menggunakan air bersih dengan kualitas fisik baik
kurang dari rata-rata nasional. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.22.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan banyak air bersih. Air
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, khususnya air untuk minum, mandi
dan mencuci. Ketersediaan air minum yang memenuhi syarat semakin sulit dipenuhi,
terlebih lagi daerah-daerah resapan air yang telah diubah menjadi pemukiman
penduduk, limbah industri yang mencemari sungai-sungai semakin mempersulit
masyarakat untuk mendapatkan air yang layak untuk diminum.
Pada Gambar 2.16 persentase rumah tangga yang dapat mengakses air minum
layak dengan air kemasan/isi ulang di Indonesia menunjukkan tren yang berlawanan.
Air minum layak dalam pembahasan ini tidak termasuk air minum kemasan/isi ulang.
Persentase penduduk yang mengkonsumsi air minum layak semakin menurun jika
dibandingkan dengan penduduk yang mengkonsumsi air kemasan/air isi ulang.
Penduduk yang mengkonsumsi air dalam kemasan semakin meningkat. Pada tahun
2000 pengguna air minum layak sebesar 44,19% dan pengguna air minum kemasan/isi
ulang sebesar 19,37%, sedangkan pada tahun 2011 pengguna air minum layak sebesar
42,52% dan pengguna air minum kemasan/isi ulang sebesar 22,13%. Secara kuantitas

31
pengguna air minum layak masih tinggi tetapi persentasenya semakin menurun.
Rincian per tahun dapat dilihat pada Lampiran 2.24.
GAMBAR 2.16
PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT AKSES AIR MINUM LAYAK
DAN AIR KEMASAN/ISI ULANG DI INDONESIA TAHUN 1993 – 2011

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Air yang layak konsumsi tidak hanya air yang bebas bakteri dan virus. Salah
satu faktor yang sangat penting dan menentukan bahwa air yang layak konsumsi
adalah kandungan unsur mineral dalam air. Unsur mineral diperlukan bagi tubuh
untuk kesehatan. Unsur mineral dari air yang diperlukan tubuh tidak boleh kurang
dan tidak berlebihan.
GAMBAR 2.17
PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT AKSES TERHADAP AIR MINUM
BERKUALITAS BAIK MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: Riskesdas 2010, Balitbangkes Kemenkes RI, 2011

32
Pada Gambar 2.17, persentase rumah tangga yang akses terhadap air minum
berkualitas baik di Indonesia sebesar 67,50%. Persentase terbesar untuk akses air
bersih berkualitas baik ada di Provinsi DKI Jakarta dengan persentase rumah tangga
87%, Bali dengan persentase 79,70% dan DI Yogyakarta dengan persentase sebesar
76,80%. Provinsi dengan akses terhadap air minum berkualitas baik didominasi
provinsi yang terletak di Pulau Jawa dan Bali. Persentase terendah rumah tangga yang
akses air minum berkualitas baik terdapat di Provinsi Kalimantan Barat, Maluku, dan
Papua. Hal ini dimungkinkan dengan kondisi geografis yang kurang mendukung dan
belum optimalnya pembangunan sarana dan prasarana air bersih. Rincian per provinsi
dapat dilihat pada Lampiran 2.27.

2. Sarana dan Akses Terhadap Sanitasi Dasar


Akses terhadap air bersih dan sanitasi merupakan salah satu fondasi inti dari
masyarakat yang sehat. Air bersih dan sanitasi yang baik merupakan elemen penting
yang menunjang kesehatan manusia. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan
lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010 dapat diketahui persentase keluarga
dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar. Secara nasional, persentase rumah tangga
menurut akses terhadap pembuangan tinja layak sesuai MDGs adalah 55,5%.
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari
dalam tubuh ini berbentuk tinja dan air seni. Untuk mencegah atau mengurangi
kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus
dikelola dengan baik, pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban
yang sehat. Pembuangan tinja layak sesuai MDGs adalah penggunaan jamban
sendiri/bersama, jenis kloset leher angsa/latrine dan pembuangan akhir tinjanya adalah
tangki septik atau Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL).
GAMBAR 2.18
PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT AKSES TERHADAP PEMBUANGAN
TINJA LAYAK SESUAI MDGs MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: Riskesdas 2010, Balitbangkes Kemenkes RI, 2011

33
Secara nasional, persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap
pembuangan tinja layak sesuai dengan MDGs adalah sebesar 55,5%. Pada Gambar
2.18, persentase tertinggi rumah tangga yang telah akses terhadap pembuangan tinja
layak sesuai MDGs adalah Provinsi DKI Jakarta sebesar 82,7%, DI Yogyakarta sebesar
79,2% dan Bali sebesar 71,8%. Persentase rumah tangga terkecil terhadap pembuangan
tinja layak sesuai MDGs adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 25,2%,
Gorontalo sebesar 35,3% dan Sulawesi Barat sebesar 35,6%. Berdasarkan angka rata-
rata nasional, sebanyak 22 provinsi mempunyai persentase rumah tangga yang telah
akses terhadap pembuangan tinja layak sesuai MDGs lebih kecil dari rata-rata
nasional. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.28.
GAMBAR 2.19
PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN AKSES SANITASI LAYAK
DI INDONESIA TAHUN 1993 – 2011

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Pada Gambar 2.19, persentase rumah tangga dengan akses sanitasi layak lebih
tinggi di perkotaan dibandingkan dengan di perdesaan. Hal ini dimungkinkan dengan
pembangunan sarana perkotaan yang lebih baik. Apabila digabungkan menjadi daerah
perkotaan dan perdesaan, persentase rumah tangga yang akses sanitasi layak pada
tahun 2011 sebesar 54,99%, lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar
55,54%.

E. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT


Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh
terhadap kesehatan, akan disajikan beberapa indikator yang berkaitan dengan perilaku
masyarakat, diantaranya Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS), Kabupaten/Kota Sehat (KKS), dan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR).

34
1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Peningkatan akses terhadap air minum yang berkualitas perlu diikuti dengan
perilaku yang higienis untuk mencapai tujuan kesehatan, melalui pelaksanaan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM). Dalam kerangka pembangunan kesehatan, sektor
air minum, sanitasi dan higienis merupakan satu kesatuan dalam prioritas
pembangunan bidang kesehatan dengan titik berat pada upaya promotif-preventif
dalam perbaikan lingkungan untuk mencapai salah satu sasaran MDGs. Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) menjadi ujung tombak keberhasilan pembangunan air
minum dan penyehatan lingkungan secara keseluruhan. Sanitasi total berbasis
masyarakat sebagai pilihan pendekatan, strategi dan program untuk mengubah
perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan
metode pemicuan dalam rangka mencapai target MDGs. Dalam pelaksanaan STBM
mencakup 5 (lima) pilar yaitu: (1) stop buang air besar sembarangan, (2) cuci tangan
pakai sabun, (3) pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga, (4)
pengelolaan sampah dengan benar, dan (5) pengelolaan limbah cair rumah tangga
dengan aman.
Pemerintah memberikan prioritas dan komitmen yang tinggi terhadap kegiatan
STBM, hal ini tercantum pada Inpres Nomor 3 Tahun 2010 terkait dengan pencapaian
tujuan pembangunan Millenium/(MDGs 7c) dan menjadi salah satu program prioritas
dalam Renstra Kementerian Kesehatan 2010 – 2014. Tujuan dari STBM adalah untuk
mencapai kondisi sanitasi total dengan mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan 3 komponen strategi yaitu:
1. Menciptakan lingkungan yang mendukung terlaksananya kegiatan STBM melalui:
a. Advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan secara
berjenjang;
b. Peningkatan kapasitas institusi pelaksana di daerah; dan
c. Meningkatkan kemitraan multi pihak.
2. Peningkatan kebutuhan akan sarana sanitasi melalui peningkatan kesadaran
mayarakat tentang konsekuensi dari kebiasaan buruk sanitasi (buang air besar) dan
dilanjutkan pemicuan perubahan perilaku komunitas:
a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, material dan
biaya sarana sanitasi yang sehat; dan
b. Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk
memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat dan mengembangkan
sistem penghargaan kepada masyarakat untuk meningkatkan dan menjaga
keberlanjutan STBM melalui deklarasi Stop Buang Air Besar Sembarangan
(SBS).
3. Peningkatan penyediaan melalui peningkatan kapasitas produksi swasta lokal
dalam penyediaan sarana sanitasi, yaitu melalui pengembangan kemitraan dengan
kelompok masyarakat, koperasi, pengusaha lokal dalam penyediaan sarana sanitasi.
Suatu desa/kelurahan dikatakan telah melaksanakan STBM didasarkan pada
kondisi: (1) minimal telah ada intervensi melalui pemicuan di salah satu dusun dalam
desa/kelurahan tersebut, (2) adanya masyarakat yang bertanggung jawab untuk
melanjutkan aksi intervensi STBM baik individu atau dalam bentuk komite dan

35
sebagai respon dari aksi intervensi STBM, dan (3) masyarakat menyusun suatu
rencana aksi kegiatan dalam rangka mencapai komitmen-komitmen perubahan
perilaku pilar-pilar STBM yang telah disepakati bersama. Pelaksanaan STBM
dilakukan secara bertahap dengan prioritas pada pilar ke-1 yaitu Stop Buang Air Besar
Sembarangan (SBS) dan adopsi perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), dan secara
bertahap mengembangkan pilar-pilar lain dari STBM.
Dalam Renstra Kemenkes 2010 – 2014 ditargetkan pelaksanaan STBM di 20.000
desa. Berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 2010, pada tahun 2011 ditargetkan sebanyak
5.500 desa/kelurahan telah melaksanakan STBM. Pada tahun tersebut sebanyak 6.235
desa/kelurahan telah melaksanakan STBM atau 113% dibandingkan target. Pada
tahun 2011 sebanyak 221 kabupaten/kota di 31 provinsi telah melaksanakan program
STBM.
GAMBAR 2.20
PERSENTASE DESA/KELURAHAN YANG MELAKSANAKAN SANITASI TOTAL
BERBASIS MASYARAKAT MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Direktorat Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI, 2012

Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, jumlah desa/kelurahan di


Indonesia mencapai 77.465. Persentase desa/kelurahan yang telah melaksanakan
STBM sebesar 6.235 atau 8,05%. Persentase desa/kelurahan yang telah melaksanakan
STBM terbesar di Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan jumlah,
lokasi STBM terbanyak ada di Provinsi Jawa Timur dengan jumlah desa/kelurahan
mencapai 1.248 desa/kelurahan, kemudian Jawa Tengah dengan jumlah lokasi STBM
971 desa/kelurahan. Sedangkan provinsi yang desa/kelurahannya belum melaksanakan
STBM terdapat di Provinsi Sulawesi Utara dan DKI Jakarta. Rincian menurut provinsi
dapat dilihat pada Lampiran 2.30.
Kendala dan hambatan dalam pelaksanaan STBM adalah masih belum
optimalnya investasi bidang air minum dan sanitasi khususnya di daerah perkotaan
seperti investasi untuk PDAM serta disparitas capaian antar provinsi untuk pelayanan

36
air minum dan sanitasi di perdesaan dan akselerasi edukasi perilaku sehat melalui
pelaksanaan STBM. Untuk mengatasi kendala tersebut, maka dilakukan upaya
peningkatan advokasi untuk meningkatkan investasi bidang air minum dan sanitasi
terutama untuk masyarakat miskin, perluasan penyediaan air minum dan sanitasi
berbasis masyarakat melalui program Air Bersih untuk Rakyat serta meningkatkan
edukasi perilaku sehat dengan akselerasi STBM.

2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


Keluarga mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat, karena dalam keluarga terjadi komunikasi dan interaksi antara anggota
keluarga yang menjadi awal penting dari suatu proses pendidikan perilaku.
Pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat sejak dini dalam keluarga dapat
menciptakan keluarga yang sehat dan aktif dalam setiap upaya kesehatan di
masyarakat. Dalam upaya meningkatkan kesehatan anggota keluarga, Pusat Promosi
Kesehatan Kemenkes berupaya meningkatkan persentase rumah tangga ber-PHBS.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga adalah upaya untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan
perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di
masyarakat. Untuk mencapai rumah tangga ber-PHBS, terdapat 10 perilaku hidup
bersih dan sehat yang dipantau, yaitu: (1) persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,
(2) memberi ASI ekslusif, (3) menimbang balita setiap bulan, (4) menggunakan air
bersih, (5) mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, (6) menggunakan jamban
sehat, (7) memberantas jentik di rumah sekali seminggu, (8) makan buah dan sayur
setiap hari, (9) melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan (10) tidak merokok di dalam
rumah.
GAMBAR 2.21
PERSENTASE PENCAPAIAN RUMAH TANGGA BERPERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

37
Secara nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-PHBS mencapai
53,89%. Persentase tertinggi rumah tangga ber-PHBS terdapat di Provinsi Kalimantan
Timur dengan persentase sebesar 79,31%, Jawa Tengah dengan persentase sebesar
77,83% dan DKI Jakarta dengan persentase sebesar 70,9%. Terdapat tujuh provinsi di
Indonesia yang berada di atas rata-rata persentase rumah tangga ber-PHBS di
Indonesia. Sedangkan provinsi yang persentase rumah tangga ber-PHBS terendah
terdapat di Sumatra Barat dengan persentase 17,97%, Papua dengan persentase
24,83% dan Papua Barat dengan persentase 25,5%. Rincian per provinsi dapat dilihat
pada Lampiran 2.31.

3. Kabupaten/Kota Sehat (KKS)


Kabupaten/Kota Sehat adalah merupakan salah satu indikator pelaksanaan
kegiatan penyehatan lingkungan dalam RPJMN dan Renstra 2010-2014.
Kabupaten/Kota Sehat adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman,
aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya
penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati
masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota.
Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat merupakan pendekatan terpadu,
menyeluruh, lintas sektor berbasis masyarakat, masyarakat sebagai pelaku utama.
Selain itu juga merupakan operasionalisasi pembangunan berkelanjutan, berbasis
pembangunan berwawasan lingkungan dan pembangunan berwawasan kesehatan
seperti yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor 1138/MENKES/PB/VIII/2005 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat.
Pendekatan Kabupaten/Kota Sehat tidak hanya mengutamakan pada
terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik tapi juga sosial dan budaya,
serta perilaku dan pelayanan kesehatan agar dilaksanakan secara adil, merata, dan
terjangkau dengan memaksimalkan seluruh potensi sumber daya di kabupaten/kota
tersebut secara mandiri sehingga diharapkan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif
bagi masyarakat untuk meningkatkan produktivitas dan ekonomi wilayah dan
masyarakat dalam meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat yang lebih
baik.
Persentase target KKS yaitu kabupaten/kota yang telah melaksanakan
Kabupaten/Kota Sehat pada tahun 2011 sebesar 55% per provinsi, dan diharapkan pada
tahun 2015 sudah mencapai 75% per provinsi. Pada tahun 2011 sebanyak 237
kabupaten/kota (47,68%) tersebar di 28 provinsi dari keseluruhan kabupaten/kota yang
ada (497 kab/kota) di Indonesia telah melaksanakan pendekatan Kabupaten/Kota
Sehat.

38
GAMBAR 2.22
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA PENYELENGGARA KABUPATEN/KOTA SEHAT (KKS)
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Direktorat Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI, 2012

Pada Gambar 2.22, persentase kabupaten/kota yang telah menyelenggarakan


Kabupaten/Kota Sehat (KKS) terbesar ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat, DI
Yogyakarta dan Jawa Timur. Ketiga provinsi ini 100% dari kabupaten/kota yang ada
telah menyelenggarakan KKS. Kondisi yang berbeda terjadi di Sulawesi Barat, Maluku,
Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua yang seluruh kabupaten/kotanya belum
menyelenggarakan KKS. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.23.
Pendekatan Kabupaten/Kota Sehat tidak hanya mengutamakan pada
terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik tapi juga sosial dan budaya,
serta perilaku dan pelayanan kesehatan agar dilaksanakan secara adil, merata, dan
terjangkau dengan memaksimalkan seluruh potensi sumber daya di kabupaten/kota
tersebut secara mandiri sehingga diharapkan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif
bagi masyarakat untuk meningkatkan produktivitas dan ekonomi wilayah dan
masyarakat dalam meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat yang lebih
baik.
Penghargaan "Swasti Saba" adalah penghargaan tertinggi yang diberikan oleh
pemerintah setiap dua tahun sejak tahun 2005 bagi kabupaten/kota yang
melaksanakan pendekatan kabupaten/kota sehat. Selama ini penyampaian
penghargaannya pada acara puncak peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN).
Tatanan dalam penilaian penghargaan swasti saba adalah sasaran
kabupaten/kota sehat yang sesuai dengan potensi dan permasalahan pada masing-
masing kecamatan di kabupaten/kota. Tatanan kabupaten/kota dikelompokan
berdasarkan kawasan dan permasalahan khusus terdiri dari 9 tatanan yaitu: (1)
kawasan permukiman, sarana dan prasarana umum, (2) kawasan sarana lalu lintas

39
tertib dan pelayanan transportasi, (3) kawasan pertambangan sehat, (4) kawasan hutan
sehat, (5) kawasan industri dan perkantoran sehat, (6) kawasan pariwisata sehat, (7)
katahanan pangan dan gizi, (8) kehidupan masyarakat sehat yang mandiri, dan (9)
kehidupan sosial yang sehat. Penilaian kabupaten/kota sehat dilakukan pada proses
kegiatan yang dilaksanakan masyarakat, difasilitasi oleh pemerintah dan yang bersifat
berkelanjutan jadi bukan bersifat kompetisi/lomba.
Penghargaan "Swasti Saba" meliputi: Padapa bagi kabupaten/kota yang memilih
dan melaksanakan 2 tatanan, Wiwerda bagi kabupaten/kota yang memilih dan
melaksanakan 3-4 tatanan, dan Wistara bagi kabupaten/kota yang memilih dan
melaksanakan 5 tatanan atau lebih. Penghargaan "Swasti Saba" sudah diberikan
sebanyak 101 piala dan piagam kepada 95 kabupaten/kota dari 237 kabupaten/kota
yang sudah melakukan pendekatan Kabupaten/Kota Sehat sejak tahun 2005-2011.
Empat kota telah memegang 3 swasti saba, yaitu Kota Payakumbuh, Kota Yogyakarta,
Kota Malang dan Kota Mataram.

4. Kawasan Tanpa Rokok (KTR)


Rokok adalah zat adiktif yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan
menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke,
penyakit paru obstruktif kronis, kanker paru, kanker mulut, impotensi, kelainan
kehamilan dan janin. Zat adiktif jika dikonsumsi manusia akan menimbulkan adiksi
atau ketagihan. Asap rokok sangat membahayakan kesehatan si perokok maupun
orang lain yang ada di sekitarnya. Pemerintah telah menetapkan kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok untuk melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 115
Pemerintah Daerah wajib menetapkan dan menerapkan KTR di wilayahnya. Untuk
menindaklanjuti kebijakan tersebut telah diterbitkan Peraturan Bersama Menteri
Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/PB/I/2011 dan Nomor 7
Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan
dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau
penggunaan rokok. Penetapan KTR merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat
terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok.
KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa baik individu, masyarakat,
parlemen, maupun pemerintah, untuk melindungi generasi sekarang maupun yang
akan datang. Komitmen bersama dari lintas sektor dan berbagai elemen akan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan KTR.
Data yang dikumpulkan dari Direktorat Penyakit Tidak Menular, pada tahun
2011 terdapat dua provinsi yang telah membuat peraturan daerah tentang KTR, yaitu
Provinsi Bali dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 dan Provinsi DKI
Jakarta dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005. Provinsi yang telah membuat
peraturan gubernur tentang KTR, yaitu Provinsi DKI Jakarta dengan Peraturan
Gubernur Nomor 88 Tahun 2010 dan Provinsi DI Yogyakarta dengan Peraturan
Gubernur Nomor 42 Tahun 2007. Rincian mengenai peraturan KTR dapt dilihat pada
Lampiran 2.32.

40
TABEL 2.6
PERATURAN TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2011

No Kabupaten/Kota Keterangan

1 Lombok Timur Instruksi Bupati Lombok Timur No. 02 tahun 2004 tentang Pelaksanaan PHBS
SK Walikota No. 27A/2006 tentang Perlindungan Masyarakat Bukan Perokok di
2 Cirebon
Kota Cirebon
Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan
3 Surabaya
Terbatas Merokok
4 Bandung Peraturan Bupati No. 15 Tahun 2008 tentang Kawasan Bebas Asap Rokok

5 Palembang Peraturan Daerah No. 7 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok Dan Kawasan
6 Padang Panjang
Tertib Rokok
Peraturan Daerah No. 12 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok
7 Bogor
Peraturan Walikota No. 7 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Kota
Bogor No.12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok
8 Semarang Peraturan Walikota No. 12 Tahun 2009 tentang KTR dan KTM

9 Samarinda Peraturan Walikota No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok

10 Palu Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2010 tentang Sistem Kesehatan Daerah

11 Tangerang Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan
12 Tulung Agung
Terbatas Merokok
13 Pontianak Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok

14 Bitung Peraturan Walikota No. 10 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok

15 Surakarta Peraturan Walikota No. 13 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok

16 Bangli Peraturan Bupati No. 24 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok

17 Sragen Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Minahasa
18 Peraturan Bupati No. 11 Tahun 2011 tentang Kawasan Dilarang Merokok
Utara
19 Makassar Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok

20 Payakumbuh Peraturan Daerah No.15 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok

21 Bengkulu Peraturan Walikota No. 38 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok

22 Aceh Peraturan Walikota No. 47 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok

23 Bone Bolango Peraturan Bupati No. 48 Tahun 2011 tentang Kawasan Bebas Rokok

24 Bukit Tinggi Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Peraturan Walikota No. 188 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas
25 Probolinggo
Rokok
Sumber: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes RI, 2012

Dalam Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 115
dinyatakan bahwa yang merupakan Kawasan Tanpa Rokok antara lain: fasilitas
pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat
ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Larangan merokok di tempat kerja memberikan dampak kesehatan bagi perokok

41
maupun bukan perokok. Larangan ini akan mengurangi paparan bukan perokok pada
asap tembakau, dan mengurangi konsumsi rokok di antara para perokok.
Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum dari paparan asap rokok
orang lain. Hanya Undang-Undang atau Peraturan Daerah (Perda) KTR yang dapat
memberikan perlindungan hukum bagi bukan perokok terhadap paparan asap rokok
orang lain. Kebijakan KTR tidak membahas masalah apakah orang boleh merokok,
tetapi mengenai tempat-tempat dimana tidak ada orang merokok dan merupakan
kawasan yang bebas dari asap rokok.

***

42
Untuk menilai derajat kesehatan masyarakat, digunakan beberapa indikator
yang mencerminkan kondisi mortalitas (kematian), status gizi dan morbiditas
(kesakitan). Pada bagian ini, derajat kesehatan masyarakat di Indonesia digambarkan
melalui Angka Mortalitas; terdiri atas Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian
Balita (AKABA), dan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Morbiditas; angka kesakitan
beberapa penyakit serta Status Gizi pada balita dan dewasa.
Selain dipengaruhi oleh faktor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan
ketersediaan sumber daya kesehatan, derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi
oleh faktor lain seperti faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, serta faktor lain
yang kondisinya telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

A. MORTALITAS
Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat
tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun sebab
lainnya. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu AKB, AKABA, AKI serta
kematian yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, dan bencana.

1. Angka Kematian Balita (AKABA)


Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum
mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup.
AKABA merepresentasikan risiko terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan
sebelum umur 5 tahun. Berikut ini merupakan gambar perkembangan AKABA sejak
tahun 1991 sampai tahun 2007.
Gambar 3.1 memperlihatkan kecenderungan penurunan AKABA dari tahun
1991 sebesar 97 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada
tahun 2007. Sementara target MDG’s untuk indikator AKABA di Indonesia sebesar 32
per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Berdasarkan penurunan AKABA sejak
tahun 1991 hingga 2007 tersebut diprediksi Indonesia mampu mencapai target tersebut
pada tahun 2015 bila upaya yang selama ini telah berjalan tetap dilakukan.

45
GAMBAR 3.1
ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP
DI INDONESIA TAHUN 1991 – 2007

Target MDG’s 2015=32

Sumber: Badan Pusat Statistik, SDKI 1991, 1994, 1997, 2002-2003, 2007

Angka kematian balita yang disebutkan di atas merupakan estimasi untuk


periode 5 tahun sebelum survei. Millenium Development Goals (MDGs) menetapkan
nilai normatif AKABA, yaitu sangat tinggi dengan nilai > 140 per 1.000 kelahiran
hidup, tinggi dengan nilai 71-140 per 1.000 kelahiran hidup, sedang dengan nilai 20-70
per 1.000 kelahiran hidup, dan rendah dengan nilai < 20 per 1.000 kelahiran hidup.
SDKI tahun 2007 mengestimasikan nilai AKABA sebesar 44 per per 1.000 kelahiran
hidup. Berdasarkan kategori tersebut, maka didapatkan gambaran AKABA di
Indonesia menurut provinsi seperti Gambar 3.2 berikut ini.
GAMBAR 3.2
ANGKA KEMATIAN BALITA PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2007

Sumber : BPS, Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007

Berdasarkan estimasi terhadap nilai AKABA pada tingkat provinsi, diketahui


bahwa tidak terdapat satu pun provinsi di Indonesia yang masuk kategori AKABA
rendah. Demikian juga tidak ada provinsi yang masuk kategori AKABA sangat tinggi.
Sebagian besar provinsi di Indonesia masuk ke dalam kategori AKABA sedang yaitu
sebanyak 27 provinsi (81,8%). Sebanyak 6 provinsi selebihnya masuk dalam kategori
AKABA tinggi yaitu Sulawesi Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Kalimantan Selatan, dan Maluku Utara.
46
2. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal sebelum
mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang
sama. Usia bayi merupakan kondisi yang rentan baik terhadap kesakitan maupun
kematian. Dari 44 kematian balita per 1.000 kelahiran hidup, lebih dari tiga
perempatnya (77%) disumbangkan oleh umur 0-11 bulan atau bayi. Sehingga angka
kematian bayi tidak jauh berbeda dengan angka kematian balita.
Menurut hasil SDKI terjadi penurunan AKB sejak tahun 1991. Pada tahun 1991
AKB diestimasikan sebesar 68 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan hasil SDKI 2007
mengestimasikan AKB sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Hasil estimasi tersebut
merupakan Angka Kematian Bayi dalam periode 5 tahun terakhir sebelum survei,
misalnya pada SDKI tahun 2007 menggambarkan AKB untuk periode 5 tahun
sebelumnya yaitu tahun 2003-2007 yang sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup.
GAMBAR 3.3
ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP
DI INDONESIA TAHUN 1991 - 2007

Target MDG’s 2015=23

Sumber: BPS, Laporan SDKI 1991, 1994, 1997, 2002/2003, 2007

Target MDGs untuk AKB pada tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup.
Berbagai faktor dapat menyebabkan adanya penurunan AKB, di antaranya pemerataan
pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. Hal itu disebabkan AKB sangat sensitif
terhadap perbaikan pelayanan kesehatan. Selain itu, perbaikan kondisi ekonomi yang
tercermin dengan pendapatan masyarakat yang meningkat juga dapat berkontribusi
melalui perbaikan gizi yang berdampak positif pada daya tahan bayi terhadap infeksi
penyakit.
Gambar 3.4 berikut ini memperlihatkan AKB per 1.000 kelahiran hidup
menurut provinsi tahun 2007.

47
GAMBAR 3.4
ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2007

Target MDG’s 2015=23

Sumber: BPS, Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007

Hasil SDKI tahun 2007 juga mengestimasikan AKB untuk tingkat provinsi.
Provinsi dengan AKB terendah adalah DI Yogyakarta sebesar 19 per 1.000 kelahiran
hidup, diikuti Aceh sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup dan Kalimantan Timur serta
Jawa Tengah masing-masing sebesar 26 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB
tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 74 per 1.000 kelahiran hidup,
diikuti oleh Nusa Tenggara Barat sebesar 72 per 1.000 kelahiran hidup dan Sulawesi
Tengah sebesar 60 per 1.000 kelahiran hidup.

3. Angka Kematian Ibu (AKI)


Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dari
derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal
dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan,
melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa
memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.
AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan
kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan
pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitivitas AKI terhadap perbaikan
pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor
kesehatan.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa
AKI untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI tahun 2002-
2003 yang sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup.

48
Pada Gambar 3.5 berikut nampak adanya kecenderungan penurunan AKI sejak
tahun 1994 sampai dengan tahun 2007.
GAMBAR 3.5
ANGKA KEMATIAN IBU PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP
DI INDONESIA TAHUN 1994-2007

Target MDG’s 2015=102

Sumber: BPS, Hasil SDKI1994, 1997, 2002/2003, 2007

4. Angka Harapan Hidup


Angka Harapan Hidup (AHH) waktu lahir dapat digunakan untuk menilai
derajat kesehatan masyarakat. Selain itu, AHH juga menjadi salah satu indikator yang
digunakan untuk menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Di Indonesia
selama tahun 2006 sampai 2010 terjadi peningkatan angka harapan hidup seperti yang
terlihat pada Gambar 3.6 berikut ini.
GAMBAR 3.6
ANGKA HARAPAN HIDUP WAKTU LAHIR
DI INDONESIA TAHUN 2006-2010

Sumber: BPS, Indeks Pembangunan Manusia 2010

Data BPS, menunjukkan bahwa AHH di Indonesia pada tahun 2006 sebesar 68,5
tahun meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 provinsi dengan AHH tertinggi adalah DI Yogyakarta sebesar
73,22 tahun yang diikuti oleh DKI Jakarta sebesar 73,20 tahun dan Sulawesi Utara
sebesar 72,22 tahun. Sedangkan, AHH terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara
Barat sebesar 62,11 tahun, yang diikuti oleh Kalimantan Selatan sebesar 63,81 tahun
dan Banten sebesar 64,90 tahun seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.7 berikut ini.

49
GAMBAR 3.7
ANGKA HARAPAN HIDUP MENURUT PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber : BPS, Indeks Pembangunan Manusia 2010

5. Indeks Pembangunan Manusia


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dihitung dari 3 dimensi dasar
pembangunan manusia yaitu hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan
angka harapan hidup waktu lahir, pengetahuan yang diukur dengan angka melek
huruf pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (bobot
satu per tiga), serta standar kehidupan yang layak diukur dengan pengeluaran riil per
kapita. Berikut ini disajikan capaian IPM di 33 provinsi di Indonesia tahun 2010.
GAMBAR 3.8
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: BPS, Indeks Pembangunan Manusia 2010

Pada tahun 2010 Indonesia memiliki IPM 72,27, lebih tinggi dibandingkan
tahun 2009 yang sebesar 71,76. Gambar 3.8 memperlihatkan provinsi dengan IPM
tertinggi yaitu DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Riau. Sedangkan provinsi dengan
50
IPM terendah yaitu Papua, diikuti oleh Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur.
IPM dikategorikan menjadi 3, yaitu IPM tinggi (IPM ≥ 80), IPM sedang (IPM 50-
79,99), dan IPM rendah (IPM <50). Berdasarkan kategori tersebut belum ada satu
provinsi pun mencapai IPM tinggi, begitu pula tidak ada satu provinsi pun memiliki
IPM rendah. Artinya, seluruh provinsi di Indonesia memiliki IPM berkategori sedang.

B. STATUS GIZI
1. Status Gizi Balita
Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam
MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita dapat diukur berdasarkan umur,
berat badan (BB), dan tinggi badan (TB). Variabel umur, BB, dan TB ini disajikan
dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U),
tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Indikator BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak
memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena
berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata lain, berat
badan yang rendah dapat disebabkan karena tubuh yang pendek (kronis) atau karena
diare atau penyakit infeksi lain (akut).
Gambar 3.9 berikut memperlihatkan proporsi balita berdasarkan status gizi
berat badan menurut umur.
GAMBAR 3.9
PREVALENSI STATUS GIZI BALITA
BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U)
DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

Pada tahun 2010 terdapat 17,9% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 13,0%
balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi buruk. Sebesar 5,8% balita dengan
status gizi lebih. Dibandingkan tahun 2007, terjadi penurunan kekurangan gizi balita
pada tahun 2010 dari 18,4% menjadi 17,9%.
Berdasarkan prevalensi menurut provinsi, prevalensi balita kekurangan gizi
terendah dicapai Sulawesi Utara (10,6%), Bali (10,9%) dan DKI Jakarta (11,3%).
Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Barat
(30,5%), Nusa Tenggara Timur (29,4%) dan Kalimantan Barat (29,2%). Target MDGs
51
yang harus dicapai pada tahun 2015 untuk indikator ini sebesar 15,5%. Dengan
demikian dari 33 provinsi 9 provinsi di antaranya telah mencapai target tersebut pada
tahun 2010. Prevalensi kekurangan gizi pada balita menurut provinsi dapat dilihat
pada Gambar 3.10 berikut ini.
GAMBAR 3.10
PREVALENSI BALITA KEKURANGAN GIZI BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR
(GIZI KURANG + GIZI BURUK)
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

Berikut ini disajikan tabel prevalensi gizi balita menurut jenis kelamin, tempat
tinggal, pendidikan kepala keluarga, dan tingkat pengeluaran rumah tangga.
TABEL 3.1
PREVALENSI (%) STATUS GIZI BALITA (BB/U)
MENURUT KARAKTERISTIK RESPONDEN, RISKESDAS 2010

Karakteristik Responden Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih

Laki-Laki 5,2 13,9 75,0 5,9


Jenis
Perempuan 4,6 12,1 77,5 5,8
Kelamin
Jumlah 4,9 13,0 76,2 5,8

Perkotaan 3,9 11,3 78,2 6,6


Tempat
Perdesaan 5,9 14,8 74,2 5,1
Tinggal
Jumlah 4,9 13,0 76,2 5,8

Tidak pernah sekolah 6,1 13,4 75,2 5,3

Tidak Tamat SD/MI 6,9 15,7 72,5 4,9

Tamat SD/MI 5,3 13,8 75,5 5,3


Pendidikan
Kepala Tamat SLTP/MTS 5,2 14,2 75,6 5,0
Keluarga
Tamat SLTA/MA 3,7 11,8 78,0 6,6

Tamat D1/D2/D3/PT 3,0 7,4 80,8 8,9

Jumlah 4,9 13,0 76,2 5,8

52
Karakteristik Responden Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih

Kuintil 1 7,1 15,6 72,2 5,2

Tingkat Kuintil 2 4,9 14,2 75,8 5,1


Pengeluaran Kuintil 3 4,6 13,0 77,4 5,0
Rumah
Tangga per Kuintil 4 3,8 11,5 78,4 6,4
Kapita Kuintil 5 2,5 7,9 80,5 9,0

Jumlah 4,9 13,0 76,2 5,8


Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa prevalensi balita gizi buruk dan
prevalensi balita gizi kurang pada balita laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan
balita perempuan.
Menurut tempat tinggal, prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang lebih tinggi
di perdesaan (masing-masing 5,9% dan 14,8%) dibandingkan balita yang tinggal di
perkotaan (masing-masing 3,9% dan 11,3%). Sebaliknya, prevalensi gizi lebih di
perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan.
Pada tabel yang sama dapat dilihat semakin tinggi pendidikan, prevalensi gizi
buruk semakin rendah. Demikian juga dengan tingkat pengeluaran rumah tangga
bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita, semakin rendah
prevalensi balita gizi buruk dan prevalensi balita gizi kurang. Sebaliknya, prevalensi
balita gizi baik meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pengeluaran rumah
tangga per kapita.
Indikator gizi yang lain yaitu tinggi badan menurut umur (TB/U) memberikan
indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang
berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat dan pola
asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang
mengakibatkan anak menjadi pendek. Indikator BB/TB dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa
yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat), misalnya mengidap penyakit
tertentu dan kekurangan asupan gizi yang mengakibatkan anak menjadi kurus.
Gambar 3.11 berikut memperlihatkan prevalensi balita berdasarkan status gizi
tinggi badan menurut umur.

53
GAMBAR 3.11
PREVALENSI STATUS GIZI BALITA
BERDASARKAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR (TB/U)
DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

Pada tahun 2010 terdapat 35,6% balita dengan tinggi badan di bawah normal
yang terdiri dari 18,5% balita sangat pendek dan 17,1% balita pendek. Dibandingkan
tahun 2007, terjadi sedikit penurunan persentase balita pendek dan sangat pendek
pada tahun 2010 dari 36,8% menjadi 35,6%.
Menurut provinsi, prevalensi balita pendek terendah terjadi di Provinsi DI
Yogyakarta (22,5%), DKI Jakarta (26,6%) dan Kepulauan Riau (26,9%). Sedangkan
provinsi dengan prevalensi tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Timur (58,4%), Papua
Barat (49,2%) dan Nusa Tenggara Barat (48,3%).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014
menetapkan 4 sasaran pembangunan kesehatan, dimana salah satu sasaran yang harus
dicapai adalah menurunkan prevalensi balita pendek menjadi 32%, sehingga ada
sebanyak 11 provinsi di Indonesia (33,3%) yang telah mencapai target tersebut pada
tahun 2010 seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
GAMBAR 3.12
PREVALENSI STATUS GIZI BALITA PENDEK + SANGAT PENDEK
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

54
Berikut ini disajikan tabel prevalensi gizi balita (TB/U) menurut jenis kelamin,
tempat tinggal, pendidikan kepala keluarga dan tingkat pengeluaran rumah tangga.
TABEL 3.2
PREVALENSI (%) STATUS GIZI BALITA (TB/U)
MENURUT KARAKTERISTIK RESPONDEN, RISKESDAS 2010

Sangat
Karakteristik Responden Pendek Normal
Pendek

Laki-Laki 19,0 18,3 62,7


Jenis
Perempuan 17,9 15,9 66,1
Kelamin
Jumlah 18,5 17,1 64,4

Perkotaan 16,1 15,3 68,6


Tempat
Perdesaan 20,9 19,1 60,1
Tinggal
Jumlah 18,5 17,1 64,4

Tidak pernah sekolah 24,6 17,3 58,0

Tidak Tamat SD/MI 21,2 19,9 58,8

Tamat SD/MI 20,1 18,6 61,3


Pendidikan
Kepala Tamat SLTP/MTS 18,8 18,1 63,1
Keluarga
Tamat SLTA/MA 16,4 14,8 68,6

Tamat D1/D2/D3/PT 11,3 12,9 75,8

Jumlah 18,5 17,1 64,4

Kuintil 1 22,6 20,5 56,9

Tingkat Kuintil 2 20,8 18,1 61,1


Pengeluaran Kuintil 3 16,9 17,0 66,0
Rumah
Tangga per Kuintil 4 15,3 15,4 69,3
Kapita Kuintil 5 12,8 11,3 75,9

Jumlah 18,5 17,1 64,4


Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa prevalensi balita laki-laki pendek dan
sangat pendek lebih tinggi dibandingkan balita perempuan. Menurut tempat tinggal,
prevalensi balita pendek dan sangat pendek lebih tinggi di perdesaan (masing-masing
19,1% dan 20,9%) dibandingkan balita yang tinggal di perkotaan (masing-masing 15,3%
dan 16,1%).
Pada tabel yang sama dapat dilihat semakin tinggi pendidikan, prevalensi balita
pendek dan sangat pendek semakin rendah. Demikian juga dengan tingkat pengeluaran
rumah tangga bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita,
semakin rendah prevalensi balita pendek dan sangat pendek. Dengan demikian
prevalensi balita normal meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pengeluaran
rumah tangga per kapita.

55
Indikator antropometri lain untuk menilai status gizi balita yaitu berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB). Gambar 3.13 berikut memperlihatkan proporsi balita
berdasarkan status gizi berat badan menurut tinggi badan pada tahun 2010.
GAMBAR 3.13
PREVALENSI STATUS GIZI BALITA
BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT TINGGI BADAN (BB/TB)
DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

Pada tahun 2010 terdapat 13,3% balita wasting (kurus) yang terdiri dari 7,3%
balita kurus dan 6,0% sangat kurus. Dibandingkan tahun 2007, terjadi sedikit
penurunan persentase balita kurus pada tahun 2010 dari 13,6% menjadi 13,3%.
Standar prevalensi balita kurus pada suatu populasi menurut WHO sebesar
≤5%. Hal itu berarti masalah kekurusan di Indonesia belum memenuhi standar WHO.
Demikian juga berdasarkan prevalensi menurut provinsi, seluruh provinsi di Indonesia
belum memenuhi standar WHO karena memiliki prevalensi balita kurus lebih dari 5%.
Prevalensi balita kurus menurut provinsi disajikan pada Gambar 3.14 berikut ini.
GAMBAR 3.14
PREVALENSI BALITA KURUS DAN SANGAT KURUS
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

56
Provinsi dengan prevalensi balita kurus terendah yaitu Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung (7,5%), Kepulauan Riau (8,0%) dan Sumatera Barat (8,2%).
Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi terjadi di Jambi (20,0%), Bengkulu
(17,8%) dan Maluku Utara (17,7%).
Berikut ini disajikan prevalensi gizi balita (BB/TB) menurut jenis kelamin,
tempat tinggal, dan tingkat pengeluaran rumah tangga.
TABEL 3.3
PREVALENSI (%) STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN BB/TB
MENURUT KARAKTERISTIK RESPONDEN, RISKESDAS 2010
Sangat
Karakteristik Responden Kurus Normal Gemuk
Kurus

Laki-Laki 6,3 7,3 72,7 13,8


Jenis
Perempuan 5,7 7,2 72,9 14,2
KelaminS
Jumlah 6,0 7,3 72,8 14,0

Perkotaan 5,4 7,1 72,9 14,6


Tempat
Perdesaan 6,6 7,4 72,6 13,4
Tinggal
Jumlah 6,0 7,3 72,8 14,0

Kuintil 1 6,6 8,1 71,6 13,7

Kuintil 2 6,6 7,3 72,6 13,5


Tingkat
Pengeluaran Kuintil 3 6,3 6,9 73,1 13,6
Rumah
Kuintil 4 5,1 7,0 73,2 14,7
Tangga per
Kapita Kuintil 5 4,3 6,3 74,4 14,9

Jumlah 6,0 7,3 72,8 14,0


Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa prevalensi balita kurus dan sangat
kurus lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan balita perempuan. Menurut tempat
tinggal, prevalensi balita kurus dan sangat kurus lebih tinggi di perdesaan (masing-
masing 6,6% dan 7,4%) dibandingkan balita yang tinggal di perkotaan (masing-masing
5,4% dan 7,1%).
Pada tabel yang sama dapat dilihat semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah
tangga per kapita, semakin rendah prevalensi balita kurus dan sangat kurus. Dengan
demikian prevalensi balita dengan gizi normal meningkat seiring dengan meningkatnya
tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita.

2. Status Gizi Penduduk Dewasa


Gambaran status gizi pada kelompok umur >18 tahun dapat diketahui melalui
prevalensi gizi berdasarkan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT). Status gizi pada
kelompok dewasa berusia di atas 18 tahun didominasi dengan masalah obesitas,
walaupun masalah kurus juga masih cukup tinggi. Gambar 3.15 memperlihatkan
prevalensi obesitas pada kelompok umur dewasa sebanyak 11,7% dan berat badan lebih
sebesar 10,0%. Dengan demikian prevalensi kelompok dewasa kelebihan berat badan

57
sebesar 21,7%. Angka kelebihan berat badan pada perempuan lebih tinggi dibanding
laki-laki yaitu 26,9% pada perempuan dan 16,3% pada laki-laki.
GAMBAR 3.15
PREVALENSI STATUS GIZI PENDUDUK DEWASA (>18 TAHUN)
BERDASARKAN INDEKS MASSA TUBUH
DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

Pada semua kelompok umur penduduk dewasa, kelebihan berat badan lebih
tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Rata-rata prevalensi kelebihan berat
badan relatif tinggi terdapat pada usia 35-59 tahun pada laki-laki maupun perempuan.
Pada usia tersebut, sekitar sepertiganya mengalami kelebihan berat badan di kelompok
perempuan dan sekitar seperlimanya di kelompok laki-laki. Pada Gambar 3.16 berikut
ini disajikan prevalensi berat badan lebih + obesitas pada penduduk usia > 18 tahun
menurut jenis kelamin dan kelompok umur.
GAMBAR 3.16
PREVALENSI KELEBIHAN BERAT BADAN PENDUDUK >18 TAHUN
(BERAT BADAN LEBIH + OBESITAS) BERDASARKAN INDEKS MASSA TUBUH
MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

Menurut laporan Riskesdas tahun 2010 provinsi dengan prevalensi kelebihan


berat badan pada penduduk >18 tahun terendah yaitu Nusa Tenggara Timur (13,0%),
Sulawesi Tenggara (16,3%), dan Nusa Tenggara Barat (16,8%). Provinsi dengan
prevalensi kelebihan berat badan tertinggi yaitu Sulawesi Utara (37,1%), Kepulauan

58
Riau (30,8%), dan Kalimantan Timur (29,4%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi
IMT normal tertinggi yaitu Sulawesi Tenggara (72,8%), Lampung (70,7%) dan Riau
(69,4%).
Berdasarkan karakteristik, masalah obesitas cenderung lebih tinggi pada
penduduk yang tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok
status ekonomi yang tertinggi. Rincian status gizi pada balita dan dewasa menurut
provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.5 sampai dengan Lampiran 3.9.

C. MORBIDITAS
Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa angka insiden maupun angka
prevalens dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam
suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian
terhadap derajat kesehatan masyarakat.

1. Pola 10 Penyakit Terbanyak di Rumah Sakit


Pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010
menurut Daftar Tabulasi Dasar (DTD) dapat dilihat pada gambar berikut ini.
GAMBAR 3.17
10 BESAR PENYAKIT PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
TAHUN 2010

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, tahun 2012

Diare dan Gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (kolitis infeksi)


menduduki peringkat pertama penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Indonesia
tahun 2010 yaitu sebanyak 96.278 kasus dengan angka kematian (Case Fatality
Rate/CFR) sebesar 1,92%. Selanjutnya diikuti oleh Demam Berdarah Dengue (DBD)
sebanyak 79.239 kasus dengan CFR sebesar 1,29% dan Demam Tifoid dan Paratifoid
sebanyak 55.098 kasus dengan CFR sebesar 2,06%. Dari ke-10 penyakit rawat inap
terbanyak di atas, kemudian masing-masing penyakit dilihat proporsi kasusnya
menurut jenis kelamin pada gambar berikut ini.

59
GAMBAR 3.18
PROPORSI KASUS MENURUT JENIS KELAMIN
PADA 10 BESAR PENYAKIT PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
TAHUN 2010

Sumber: Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, tahun 2012

Pada gambar di atas dapat dilihat proporsi kasus menurut jenis kelamin pada 10
penyakit rawat inap terbesar. Dari 10 penyakit rawat inap terbanyak, proporsi kasus
pada laki-laki terbesar yaitu cedera YDT lainnya YTT dan daerah badan multipel yaitu
sebesar 61,63% pada laki-laki dan cedera intrakranial yang sebesar 60,73% pada laki-
laki. Sedangkan dari 10 penyakit rawat inap terbanyak, proporsi kasus pada
perempuan terdapat pada penyulit kehamilan dan persalinan lainnya yaitu sebesar
100% karena kasus ini hanya terjadi pada perempuan, kemudian diikuti Dispepsia yang
sebesar 60,86% pada perempuan.
Sepuluh jenis penyakit terbesar pada pasien rawat inap berbeda dengan 10 jenis
penyakit rawat jalan, seperti yang terlihat pada Gambar 3.19 berikut ini.
GAMBAR 3.19
10 BESAR PENYAKIT PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT
TAHUN 2010

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, tahun 2012

60
Kasus penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit tahun 2010
yaitu penyakit infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya yaitu sebanyak 525.512
kasus dengan kasus baru sebesar 64,52%. Kemudian diikuti penyakit Hipertensi
esensial (primer) sebanyak 325.112 kasus dengan kasus baru sebesar 30,58% dan
penyakit kulit dan jaringan subkutan lainnya sebanyak 247.179 kasus dengan kasus
baru sebesar 60,77%. Dari ke-10 penyakit rawat jalan terbanyak di atas, masing-masing
penyakit dilihat proporsi kasusnya menurut jenis kelamin pada gambar berikut.
GAMBAR 3.20
PROPORSI KASUS MENURUT JENIS KELAMIN
PADA 10 BESAR PENYAKIT PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT
TAHUN 2010

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, tahun 2012

Dari 10 penyakit rawat jalan terbanyak di rumah sakit, di setiap penyakit dapat
terlihat bahwa kasus pada pasien perempuan lebih besar daripada laki-laki. Proporsi
perempuan terbanyak pada penyakit Diabetes Melitus sebesar 88,48% disusul penyakit
Hipertensi esensial (primer) sebesar 86,62%, kemudian diikuti penyakit Tuberkulosis
paru lainnya sebesar 84,28%. Sedangkan proporsi kasus penyakit pada laki-laki yang
terbanyak dibandingkan ke-9 penyakit lainnya yaitu Cedera YDT lainnya YTT dan
daerah badan Multipel sebesar 46,30%.

2. Penyakit Menular

a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang
yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, Tuberkulosis
menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam
MDGs.
Tuberkulosis Paru juga merupakan salah satu emerging diseases. Indonesia
termasuk ke dalam kelompok high burden countries, menempati urutan ketiga setelah India
dan China berdasarkan laporan WHO tahun 2009.

61
Kasus Baru dan Prevalensi BTA Positif
Jumlah kasus baru BTA+ yang ditemukan pada tahun 2011 sebesar 197.797 kasus.
Jumlah tersebut lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 183.366 kasus.
Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur.
Menurut jenis kelamin, sebesar 59,3% kasus BTA+ yang ditemukan berjenis kelamin
laki-laki dan 40,7% kasus berjenis kelamin perempuan. Seluruh kasus di 33 provinsi di
Indonesia lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling
tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Aceh, yaitu 65,9% penderita laki-laki dan
34,1%-nya merupakan penderita perempuan.
Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada kelompok
umur 25-34 tahun yaitu sebesar 22,3% diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,3%
dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 18,9%. Pada seluruh kelompok umur
tersebut penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, kecuali pada kelompok
umur 0-14 tahun penderita perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan data WHO Report 2011 Global Tuberculosis Control, angka insidens
semua tipe TB tahun 2011 sebesar 189 per 100.000 penduduk, mengalami penurunan
dibanding tahun 1990 yang sebesar 343 per 100.000 penduduk. Demikian juga dengan
angka prevalensi tuberkulosis yang berhasil diturunkan hampir sepertiganya dari 423 per
100. 000 penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk pada tahun 2011. Sejalan dengan
itu, angka mortalitas akibat penyakit TB juga berhasil diturunkan hampir separuhnya dari
51 per 100.000 penduduk pada tahun 1990 menjadi 27 per 100.000 penduduk pada tahun
2011. Hal tersebut membuktikan bahwa Program pengendalian TB yang selama ini
dilakukan berhasil menurunkan angka insidens dan prevalensi akibat penyakit TB.
Riskesdas 2010 menyajikan period prevalence TB yang terdiri dari kelompok yang
pernah didiagnosis (D) dan yang memiliki gejala klinis (G). Laporan Riskesdas 2010
menyebutkan bahwa untuk memperoleh indikator prevalensi TB Paru 2009/2010 yang
pernah didiagnosis (D) kepada penduduk ditanyakan apakah pernah didiagnosis
menderita Tuberkulosis Paru melalui pemeriksaan dahak dan/atau foto paru oleh
tenaga kesehatan/nakes, seperti dokter/perawat/bidan selama 12 bulan terakhir.
Sedangkan untuk memperoleh indikator Prevalensi TB Paru 2009/2010 berdasarkan
gejala klinis (G) atau suspek TB, maka penduduk yang menjawab tidak pernah
didiagnosis Tuberkulosis Paru kemudian ditanyakan apakah selama 12 bulan terakhir
pernah menderita batuk berdahak selama dua minggu atau lebih dan disertai satu atau
lebih gejala seperti dahak bercampur darah/batuk berdarah, berat badan menurun,
berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam lebih dari satu bulan.
Berdasarkan pertanyaan tersebut, pada tahun 2010 didapatkan prevalensi TB paru
berdasarkan diagnosis (D) sebesar 725 per 100.000 penduduk di Indonesia. Provinsi dengan
prevalensi TB tertinggi yaitu Papua sebesar 1.441 per 100.000 penduduk diikuti oleh
Banten sebesar 1.282 per 100.000 penduduk, dan Sulawesi Utara sebesar 1.221 per 100.000
penduduk. Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Lampung sebesar 270 per
100.000 penduduk, diikuti oleh Bali sebesar 306 per 100.000 penduduk, dan DI Yogyakarta
62
sebesar 311 per 100.000 penduduk. Prevalensi TB Paru menurut provinsi berdasarkan
diagnostik dan gejala dapat dilihat di Lampiran 3.14.
Berikut ini disajikan prevalensi TB paru menurut karakteristik responden.
TABEL 3.4
PERIOD PREVALENCE TB (D) DAN PERIOD PREVALENCE SUSPEK TB (G)
PADA PENDUDUK > 15 TAHUN MENURUT KARAKTERISTIK, RISKESDAS 2010
Period Prevalence (%)
Karakteristik Responden
D G
Perkotaan 0,703 2,320
Tempat Tinggal
Perdesaan 0,750 3,182
Tidak sekolah 1,041 4,074
Tidak Tamat SD 0,974 3,948
Tingkat Pendidikan Tamat SD 0,904 3,060
Tamat SMP 0,566 2,305
Tamat SMA 0,455 1,922
Tamat SMA Plus 0,535 1,366
Kuintil 1 0,733 3,012
Kuintil 2 0,707 2,870
Tingkat Pengeluaran
per Kapita Kuintil 3 0,768 2,745
Kuintil 4 0,801 2,516
Kuintil 5 0,607 2,410
Sumber: Riskesdas 2010, Badan Litbangkes, Kemenkes RI

Pada tabel di atas nampak bahwa period prevalence TB (D) di perdesaan lebih tinggi
dibandingkan di perkotaan. Prevalensi TB berdasarkan diagnosis menunjukkan
kecenderungan penurunan seiring dengan peningkatan tingkat pendidikan. Selain itu juga
terdapat kecenderungan penurunan prevalensi TB berdasarkan gejala klinis seiring dengan
meningkatnya tingkat pendidikan. Prevalensi TB berdasarkan gejala klinis juga
menunjukkan penurunan seiring dengan peningkatan tingkat pengeluaran per kapita.
Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan
telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif
(cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu: 1) Komitmen politis; 2)
Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3) Pengobatan jangka pendek
yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk
pengawasan langsung pengobatan; 4) Jaminan ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) yang bermutu; dan 5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara
keseluruhan. Pengembangan strategi DOTS telah dilaksanakan di seluruh provinsi (33
provinsi) pada 497 kabupaten/kota yang ada. Pada fasilitas pelayanan kesehatan,
strategi DOTS telah dilaksanakan di Puskesmas (96%) dan di Rumah Sakit (40%) baik
Rumah Sakit Pemerintah, Swasta, BUMN, TNI-POLRI, B/BPKPM dan RSTP.

63
Proporsi pasien baru BTA positif di antara semua kasus
Proporsi pasien baru BTA positif di antara semua kasus adalah persentase
pasien baru BTA positif di antara semua pasien TB paru tercatat. Indikator ini
menggambarkan prioritas penemuan pasien TB yang menular di antara seluruh pasien
TB paru yang diobati. Angka ini diharapkan tidak lebih rendah dari 65%. Apabila
proporsi pasien baru BTA positif di bawah 65% maka hal itu menunjukkan mutu
diagnosis yang rendah dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien
yang menular (pasien BTA Positif).
GAMBAR 3.21
PROPORSI BTA POSITIF DI ANTARA SELURUH KASUS TB PARU
DI INDONESIA TAHUN 2007-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada Gambar 3.21 di atas, terlihat bahwa sejak tahun 2007 sampai dengan
tahun 2011 proporsi pasien baru BTA positif di antara seluruh kasus belum mencapai
target yang diharapkan meskipun tidak terlalu jauh berada di bawah target (yang
sebesar 65%). Hal itu mengindikasikan kurangnya prioritas menemukan kasus BTA
positif. Namun, menurut provinsi, terdapat beberapa provinsi yang telah mencapai
target tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 3.22.
Pada tahun 2011 proporsi BTA positif di antara seluruh kasus TB Paru tertinggi
dicapai oleh Provinsi Sulawesi Tenggara (94%), Jambi (92%) dan Gorontalo (92%).
Sedangkan capaian terendah yaitu Provinsi DKI Jakarta (33%), Papua Barat (36%) dan
Papua (36%). Sebanyak 21 dari 33 provinsi (63,6%) telah mencapai target lebih dari
65%.

64
GAMBAR 3.22
PROPORSI BTA POSITIF DI ANTARA SELURUH KASUS
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Proporsi kasus TB anak


Proporsi kasus TB anak adalah persentase pasien TB anak umur 0-14 tahun di
antara seluruh pasien TB tercatat. Angka ini sebagai salah satu indikator untuk
menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka yang ditoleransi
berkisar 5-15%. Bila angka tersebut kurang dari 5% kemungkinan terjadi under-diagnosis.
Sebaliknya, jika lebih dari 15% kemungkinan terjadi overdiagnosis.
Sebelum tahun 2008, pencatatan dan pelaporan program TB belum mempunyai
format yang memuat variabel anak secara rinci sehingga kasus TB anak pada tahun
tersebut tidak terlaporkan.
GAMBAR 3.23
PROPORSI TB ANAK DI ANTARA SEMUA KASUS TB PARU
TAHUN 2008-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada Gambar 3.23, terlihat proporsi TB anak di antara semua kasus dari tahun 2008
– 2011 berada dalam batas normal, namun jika dilihat pada tingkat provinsi seperti dapat
dilihat pada Gambar 3.24, menunjukkan proporsi yang sangat bervariasi, berkisar antara
1,8% dan 15,8%.

65
GAMBAR 3.24
PROPORSI TB ANAK DI ANTARA SEMUA KASUS TB PARU
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Gambar 3.24 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2011 terdapat variasi proporsi
TB anak dibanding semua kasus yang diobati. Pada tahun 2011, provinsi dengan proporsi
lebih dari 15% adalah Jawa Barat. Hal itu mengindikasikan adanya kemungkinan over-
diagnosis. Sedangkan sekitar setengah provinsi di Indonesia (17 provinsi) memiliki proporsi
TB anak <5%. Hal itu mengindikasikan kemungkinan adanya under-diagnosis dan under-
reporting terutama kasus TB anak yang diterapi di rumah sakit. Sebanyak 15 provinsi
selebihnya (45,5%) memenuhi batas optimal proporsi TB anak.

Angka notifikasi kasus atau case notification rate (CNR)


Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan
tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila
dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun
ke tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan
(trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.
Gambar 3.25 menunjukkan angka notifikasi kasus baru TB paru BTA positif dan
semua kasus dari tahun 2007-2011 mengalami peningkatan. Dengan demikian terjadi
peningkatan kasus baru BTA+ per 100.000 penduduk sejak 2007 sampai 2011.

66
GAMBAR 3.25
ANGKA NOTIFIKASI KASUS BTA+ DAN SELURUH KASUS
PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 2007-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Gambar 3.26 menunjukkan besarnya angka notifikasi atau case notification rate
(CNR) kasus baru BTA positif per provinsi tahun 2011 yang secara nasional terjadi
peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010. Provinsi dengan angka capaian
tertinggi adalah Sulawesi Utara sedangkan yang terendah D.I.Yogyakarta.
GAMBAR 3.26
ANGKA NOTIFIKASI KASUS BARU TB PARU BTA+
PER 100.000 PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2010-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Angka Penemuan Kasus


Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection
Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati
terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah
tersebut. Berikut ini ditampilkan angka penemuan kasus tahun 2006-2011.

67
GAMBAR 3.27
ANGKA PENEMUAN KASUS (CASE DETECTION RATE) TB PARU BTA+
DI INDONESIA TAHUN 2006-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada Gambar 3.27 terlihat kecenderungan peningkatan angka penemuan kasus


BTA+ sejak 2007 sampai tahun 2011. WHO menetapkan standar angka penemuan kasus
sebesar 70%. Dengan demikian sejak tahun 2006 sampai tahun 2011, Indonesia telah
mencapai standar tersebut, kecuali pada tahun 2007 dengan angka penemuan kasus sedikit
di bawah target. Sedangkan Kemenkes menetapkan target Renstra minimal 75% untuk
angka penemuan kasus pada tahun 2011. Berdasarkan hal tersebut, capaian angka
penemuan kasus tahun 2011 yang sebesar 83,5% juga telah memenuhi target Renstra.
Pencapaian CDR TB Paru menurut provinsi tahun 2011 disajikan pada Gambar 3.28
berikut ini.
GAMBAR 3.28
ANGKA PENEMUAN KASUS (CASE DETECTION RATE) TB PARU BTA+
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Menurut provinsi, penemuan kasus TB BTA+ tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi


Utara sebesar 111,0%, diikuti DKI Jakarta sebesar 86,2% dan Maluku sebesar 84,3%.
Sedangkan provinsi dengan CDR terendah adalah Kalimantan Tengah sebesar 33,1%,
diikuti oleh Kalimantan Timur sebesar 35,3% dan Riau sebesar 35,6%. Pada gambar di atas
nampak hanya 8 provinsi (24%) yang telah memenuhi target Renstra untuk CDR TB Paru
68
pada tahun 2011, yaitu Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Maluku, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Banten, Sumatera Utara dan Jawa Barat. Dari 33 provinsi, delapan provinsi
tersebut juga telah memenuhi standar WHO 70%.

b. HIV & AIDS


HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut
menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat
mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.
Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV
positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu
pada layanan Voluntary, Counseling, and Testing (VCT), sero survey, dan Survei Terpadu
Biologis dan Perilaku (STBP). Pada tahun 2011, terdapat 278.608 orang pada layanan VCT
yang ikut konseling dan menjalani tes, sebanyak 21.031 orang dinyatakan HIV positif.
Dengan demikian positive rate di layanan VCT pada tahun 2011 sebesar 7,5%, lebih rendah
dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 10,4%.
Perkembangan kasus HIV positif sejak 2005 sampai dengan tahun 2011 disajikan
pada Gambar 3.29 berikut ini.
GAMBAR 3.29
JUMLAH KASUS BARU HIV POSITIF
DI INDONESIA TAHUN 2005 – 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Sejak tahun 2005 terjadi peningkatan kasus baru HIV positif dari 859 kasus menjadi
21.031 kasus pada tahun 2011. Sedangkan jumlah kasus AIDS kumulatif sampai dengan
Desember 2011 sebesar 29.879 kasus. Gambar berikut menampilkan kasus baru dan
kumulatif penderita AIDS yang terjadi sampai dengan tahun 2011.

69
GAMBAR 3.30
JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF PENDERITA AIDS
YANG TERDETEKSI DARI BERBAGAI SARANA KESEHATAN
DI INDONESIA TAHUN 2001 – 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas nampak adanya kecenderungan peningkatan penemuan


kasus baru sejak 2001 sampai tahun 2010. Peningkatan kasus yang cukup besar terjadi
pada tahun 2004, 2005, 2008, dan tahun 2010. Dibandingkan tahun 2010, terjadi
penurunan penemuan kasus baru pada tahun 2011 dari 5.744 menjadi 4.162 kasus.
Menurut provinsi, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan penemuan kasus
baru AIDS tertinggi pada tahun 2011, yaitu sebesar 1.122 kasus, diikuti oleh Papua dan
Jawa Timur yang masing-masing sebesar 601 dan 520 kasus. Sedangkan 4 provinsi
melaporkan tidak adanya penemuan kasus baru pada tahun 2011 yaitu Kalimantan
Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Maluku Utara. Gambar 3.31 berikut ini
menyajikan sepuluh provinsi dengan jumlah kasus baru penderita AIDS terbanyak
pada tahun 2011.
GAMBAR 3.31
JUMLAH KASUS BARU PENDERITA AIDS
10 PROVINSI TERTINGGI DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Menurut jenis kelamin, persentase kasus baru AIDS tahun 2011 pada kelompok
laki-laki lebih besar dibandingkan persentase pada kelompok perempuan yaitu sebesar
63,1% berbanding 34,0%.

70
GAMBAR 3.32
PROPORSI KASUS BARU AIDS MENURUT JENIS KELAMIN
DI INDONESIA TAHUN 2005-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012


Catatan: terdapat penderita yang tidak diketahui jenis kelaminnya

Walaupun pada tahun 2011 proporsi kasus baru AIDS pada kelompok penderita
laki-laki masih lebih besar daripada perempuan, namun gambar di atas
memperlihatkan proporsi penderita perempuan semakin lama cenderung semakin
meningkat. Sebaliknya, proporsi penderita laki-laki semakin lama semakin menurun.
Hal itu berarti laju peningkatan penderita baru AIDS perempuan lebih tinggi
dibandingkan pada laki-laki.
Pada Gambar 3.33 disajikan penderita AIDS menurut kelompok umur.
GAMBAR 3.33
PERSENTASE KASUS BARU AIDS MENURUT KELOMPOK UMUR
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

71
Gambaran kasus baru AIDS menurut kelompok umur menunjukkan bahwa
sebagian besar kasus baru AIDS terdapat pada usia 20-29 tahun, 30-39 tahun, dan 40-
49 tahun. Kelompok umur tersebut memang termasuk ke dalam kelompok usia
produktif yang juga aktif secara seksual dan termasuk kelompok umur yang
menggunakan NAPZA suntik.
HIV/AIDS dapat ditularkan melalui beberapa cara penularan, yaitu hubungan
seksual lawan jenis (heteroseksual), hubungan sejenis melalui Lelaki Seks dengan
Lelaki (LSL), penggunaan alat suntik secara bergantian, transfusi darah dan dari ibu
ke anak. Berikut ini disajikan persentase kasus AIDS menurut cara penularan tersebut.
GAMBAR 3.34
PERSENTASE KASUS AIDS MENURUT FAKTOR RISIKO
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas nampak bahwa hubungan heteroseksual masih merupakan


cara penularan dengan persentase tertinggi pada kasus AIDS yaitu sebesar 71,0%,
diikuti oleh Injecting Drug User (IDU) sebesar 18,7% dan LSL sebesar 3,9%.
Angka kematian (Case Fatality Rate) akibat AIDS pada periode 2000-2011
secara umum cenderung menurun seperti Gambar 3.35 berikut ini. Pada tahun 2011
CFR AIDS di Indonesia sebesar 2,4%.
GAMBAR 3.35
ANGKA KEMATIAN AKIBAT AIDS
DI INDONESIA TAHUN 2000-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

72
Tabel berikut ini memuat informasi capaian indikator MDG’s mengenai HIV
AIDS.
TABEL 3.5
TARGET DAN CAPAIAN INDIKATOR RENSTRA KEMENKES DAN MDG’s
TENTANG HIV AIDS TAHUN 2011

Indikator Target Pencapaian 2011


Prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15-49 <0,5 0,3
tahun
Persentase ODHA yang mendapatkan ART 35% 84,1%
Persentase penduduk 15 tahun ke atas dengan 75% 11,4%
pengetahuan komprehensif tentang HIV dan AIDS
Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko P : 35% P : 35%
L : 20% L : 14%
Jumlah penduduk yg berumur 15 tahun atau lebih 400.000 579.185
yang menerima konseling dan testing HIV
Persentase kab/kota yang melaksanakan pencegahan 60% 72%
penularan HIV sesuai pedoman (291 kab/kota) (335 kab/kota)
Persentase provinsi yang menyelenggarakan 72,7% 78,8%
surveilans HIV dan Sifilis (24 prov) (26 prov)
Persentase kab/kota yang melaksanakan upaya 41% 56,7%
peningkatan pengetahuan komprehensif tentang HIV (200 kab/kota) (275 kab/kota)
dan AIDS pada penduduk usia 15-24 tahun

c. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi
dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi
akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan
terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari
65 tahun atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan
imunologi).
ISPA, khususnya pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia terutama pada balita. Menurut hasil Riskesdas 2007, pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor dua pada balita (13,2%) setelah diare (17,2%).
Data cakupan penemuan pneumonia balita pada kurun waktu lima tahun terakhir
disajikan pada gambar berikut ini.
GAMBAR 3.36
CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA PADA BALITA
DI INDONESIA TAHUN 2007-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

73
Sejak tahun 2007 sampai 2011, angka cakupan penemuan pneumonia balita
berkisar antara 23%-28%. Selama kurun waktu tersebut cakupan penemuan
pneumonia tidak pernah mencapai target nasional.
Cakupan penemuan pneumonia balita sejak tahun 2007 hingga tahun 2010
cenderung menurun. Pada tahun 2011 mengalami sedikit peningkatan dari 23%
menjadi sebesar 23,98%. Berikut ini ditampilkan angka cakupan penemuan pneumonia
balita menurut provinsi tahun 2011.
GAMBAR 3.37
CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada tingkat provinsi, hanya Nusa Tenggara Barat yang melampaui target 70%
pada tahun 2011 yaitu sebesar 72,76%. Tiga provinsi dengan cakupan penemuan
pneumonia pada balita tertinggi berturut-turut yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat
sebesar 72,76%, DKI Jakarta sebesar 45,68%, dan Jawa Barat sebesar 39,11%.
Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah yaitu Provinsi Kalimantan Tengah
sebesar 2,82%, Maluku Utara sebesar 3,88%, dan Aceh sebesar 4,30%. Provinsi Papua
Barat dan Papua tidak melaporkan data pneumonia pada balita. Data cakupan masing-
masing provinsi menurut kelompok umur terdapat pada Lampiran 3.17.

d. Kusta
Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta
menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak,
dan mata.
Pada tahun 2000, dunia (termasuk Indonesia) telah berhasil mencapai status
eliminasi. Eliminasi didefinisikan sebagai pencapaian jumlah penderita terdaftar
kurang dari 1 kasus per 10.000 penduduk. Dengan demikian, sejak tahun tersebut di

74
tingkat dunia maupun nasional, kusta bukan lagi menjadi masalah kesehatan bagi
masyarakat.
Sejak tercapainya status eliminasi kusta, situasi kusta di Indonesia
menunjukkan kondisi yang relatif statis. Hal ini dapat terlihat dari angka penemuan
kasus baru kusta yang berkisar antara 7 hingga 8 per 100.000 penduduk per tahunnya.
Begitu pula halnya dengan angka prevalensi kusta yang berkisar antara 0,8 hingga 1,0
per 10.000 penduduk. Situasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
GAMBAR 3.38
ANGKA PREVALENSI DAN ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA (NCDR)
TAHUN 2007-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada tahun 2011 dilaporkan terdapat 20.023 kasus baru kusta, terdiri dari
kasus tipe Multi Basiler sebanyak 16.099 kasus dan tipe Pausi Basiler sebanyak 3.924
kasus dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 8,3 per 100.000 penduduk.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen
PP&PL) telah menetapkan 33 provinsi di Indonesia ke dalam 2 kelompok beban kusta,
yaitu provinsi dengan beban kusta tinggi (high endemic) dan beban kusta rendah (low
endemic). Provinsi dengan high endemic jika NCDR > 10 per 100.000 penduduk atau
jumlah kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan low endemic jika NCDR < 10 per
100.000 penduduk atau jumlah kasus baru kurang dari 1.000 kasus.
Pada Gambar 3.39 terlihat bahwa terdapat sebanyak 14 provinsi (42,4%) yang
termasuk dalam beban kusta tinggi. Sebanyak 19 provinsi lainnya (57,6%) termasuk
dalam beban kusta rendah.

75
GAMBAR 3.39
ANGKA PENEMUAN KASUS BARU PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi rendahnya
proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan di
masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) di antara penderita baru.
Proporsi cacat tingkat II pada tahun 2011 sebesar 10,11%. Sedangkan proporsi anak di
antara penderita baru pada tahun 2011 sebesar 11,97%.
GAMBAR 3.40
PROPORSI CACAT TINGKAT II
DAN PROPORSI ANAK DI ANTARA KASUS BARU KUSTA
DI INDONESIA TAHUN 2001-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada kurun waktu 2001-2011 terjadi kecenderungan peningkatan proporsi cacat


tingkat II. Kecenderungan peningkatan proporsi pada anak nampak dari tahun 2005
sampai dengan tahun 2011. Data/informasi menurut provinsi terkait penyakit kusta
terdapat pada Lampiran 3.20 dan Lampiran 3.21.

e. Diare
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan
penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Laporan Riskesdas
tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit Diare merupakan penyebab kematian nomor

76
satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur
merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%).
Selain sebagai penyebab kematian, angka kesakitan penyakit Diare juga masih
cukup tinggi walaupun pada tahun 2010 mengalami sedikit penurunan yaitu dari 423
per 1.000 penduduk pada tahun 2006 turun menjadi 411 per 1.000 penduduk pada
tahun 2010.
Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare masih sering terjadi terutama di daerah yang
pengendalian faktor risikonya masih rendah. Dari tahun ke tahun kejadian KLB Diare
sangat bervariasi, tetapi pada Tahun 2011 KLB Diare berhasil turun dengan signifikan.
Pada tahun 2010 terjadi KLB Diare di 26 lokasi yang tersebar di 11 provinsi dan pada
tahun 2011 terjadi KLB di 19 lokasi yang tersebar di 15 provinsi. Berikut ini disajikan
gambaran distribusi provinsi dengan KLB Diare pada tahun 2011.
GAMBAR 3.41
KLB DIARE MENURUT PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada Gambar 3.42 disajikan kecenderungan CFR Diare pada periode tahun
2007-2011.
GAMBAR 3.42
CASE FATALITY RATE (CFR) PADA KLB DIARE
DI INDONESIA TAHUN 2007–2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas terlihat adanya peningkatan CFR yang cukup signifikan
pada tahun 2007-2008, dari 1,79% menjadi 2,94%. Angka ini terus menurun menjadi

77
0,4% pada tahun 2011. Penurunan ini dapat disebabkan oleh adanya perbaikan
penatalaksanaan kasus Diare.
Pada tahun 2010 dan 2011 terdapat 7 provinsi yang setiap tahun mengalami
KLB Diare yaitu Jawa Barat, Riau, Sulawesi Tengah, Aceh, Banten, Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Target CFR saat KLB Diare diharapkan < 1%. Pada tahun 2010 CFR
tertinggi terjadi di Kab. Paniai Provinsi Papua yaitu 21,62% dan pada tahun 2011 CFR
tertinggi terjadi di Provinsi Gorontalo yaitu 7.69%. Hal ini terjadi pada umumnya
karena penderita terlambat memperoleh pertolongan, yang antara lain akibat letak
geografis yang sulit dan biasanya jauh dari sarana pelayanan kesehatan.
Dari 15 provinsi yang terkena KLB diare tahun 2011, jumlah tertinggi penderita
terjadi di Kepulauan Riau yang menyerang 1.426 orang. Sedangkan di Provinsi Jawa
Barat, Banten, dan Sulawesi Barat KLB diare menyerang lebih dari 200 jiwa.

3. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

a. Tetanus Neonatorum
Tetanus Neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk
ke tubuh melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang salah satunya
disebabkan oleh pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril. Kasus TN banyak
ditemukan di negara berkembang khususnya dengan cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang rendah.
Pada tahun 2011, dilaporkan terdapat 114 kasus TN dengan jumlah meninggal
69 kasus. Dengan demikian, Case Fatality Rate (CFR) Tetanus Neonatorum pada tahun
2011 sebesar 60,5%. Pada tahun 2011, kasus TN tersebut terjadi di 15 provinsi dengan
13 provinsi melaporkan adanya kasus meninggal.
Gambaran kasus menurut faktor risiko status imunisasi menunjukkkan bahwa
sebagian kasus terjadi pada kelompok yang tidak diimunisasi yaitu 67 kasus (59%).
Menurut faktor risiko penolong persalinan, 77 kasus (68%) ditolong oleh penolong
persalinan tradisional, misalnya dukun. Distribusi kasus menurut cara perawatan tali
pusat, sebagian kasus dilakukan perawatan tali pusat tradisional yaitu 57 kasus (50%).
Gambaran kasus Tetanus Neonatorum beserta persentase kasus berdasarkan faktor
risiko menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.22.

b. Campak
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak, golongan Paramyxovirus.
Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh droplet (ludah)
orang yang telah terinfeksi. Sebagian besar kasus campak menyerang anak-anak usia
pra sekolah dan usia SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka dia akan
mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tersebut seumur hidupnya.
Pada tahun 2011 dilaporkan terdapat 21.893 kasus campak. Jumlah kasus
meninggal sebanyak 9 kasus, yang dilaporkan dari 2 provinsi, yaitu Banten 5 kasus dan
Sulawesi Tengah 4 tengah. Incidence Rate pada tahun 2011 sebesar 9,22 per 100.000
penduduk. Incidence Rate tertinggi terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 54,93
per 100.000 penduduk, kemudian DKI Jakarta sebesar 43,72 per 100.000 penduduk dan
78
DI Yogyakarta sebesar 37,13 per 100.000 penduduk. Incidence Rate terendah terdapat
di Maluku sebesar 0,0 per 100.000 penduduk (yang melaporkan tidak ada kasus di
provinsi tersebut), Sulawesi Barat sebesar 0,26 per 100.000 penduduk, dan Nusa
Tenggara Barat sebesar 0,67 per 100.000 penduduk.
GAMBAR 3.43
INCIDENCE RATE (IR) CAMPAK PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada tahun 2011, jumlah KLB campak yang terjadi sebanyak 328 KLB dengan
jumlah kasus sebanyak 3.846 kasus. Frekuensi KLB campak tertinggi terjadi di Jawa
Barat (58 kejadian) dan Jawa Tengah (37 kejadian). Untuk jumlah kasus KLB campak,
kasus terbanyak terdapat di Jawa Barat (508 kasus) dan Sulawesi Tengah (483 kasus).
Jumlah kasus yang meninggal pada KLB campak tersebut sebanyak 10 kasus yang
dilaporkan dari Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
Data/informasi mengenai penyakit campak menurut provinsi terdapat pada
Lampiran 3.23 sampai Lampiran 3.27.

c. Difteri
Penyakit difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang
menyerang sistem pernapasan bagian atas. Penyakit difteri pada umumnya menyerang
anak-anak usia 1-10 tahun.
Jumlah kasus difteri pada tahun 2011 sebanyak 806 kasus dengan jumlah kasus
meninggal sebanyak 38 kasus. CFR difteri pada tahun 2011 sebesar 4,71%. Dari 18
provinsi yang melaporkan adanya kasus difteri, kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur
sebanyak 663 kasus (82,3%), diikuti oleh Kalimantan Timur dan Jawa Barat masing-
masing sebanyak 52 kasus (6,5%) dan 45 kasus (5,6%).
Gambaran kasus menurut kelompok umur pada tahun 2011 menunjukkan
jumlah kasus terbanyak pada kelompok umur 4-9 tahun sebanyak 37% (299 kasus),
kemudian diikuti oleh kelompok umur 1-3 tahun sebanyak 28% (224 kasus).
79
GAMBAR 3.44
PROPORSI KASUS DIFTERI MENURUT KELOMPOK UMUR
DI INDONESIA TAHUN 2011

3% <1 Tahun
1-3 Tahun
16% 4-9 Tahun
10-14 Tahun
28%
> 14 Tahun

16%

37%

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Gambaran penyakit difteri menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.28
dan Lampiran 3.29.

d. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut)


Polio adalah salah satu penyakit menular yang termasuk PD3I. Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf hingga penderita
mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak berusia 0-3
tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher,
serta sakit di tungkai dan lengan.
AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan
kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas kemudian berakibat pada kelumpuhan.
Sedangkan Non Polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus Polio
sampai dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus Polio. Kementerian
Kesehatan menetapkan Non Polio AFP Rate minimal 2/100.000 populasi anak usia < 15
tahun. Pada tahun 2011, secara nasional Non Polio AFP Rate sebesar 2.76/100.000
populasi anak < 15 tahun.
GAMBAR 3.45
NON POLIO AFP RATE PER 100.000 ANAK < 15 TAHUN
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

80
Pada tahun 2011 hampir seluruh provinsi telah mencapai target non polio AFP
rate >2 kecuali Papua dengan non polio AFP rate sebesar 1,71 per 100.000 penduduk
<15 tahun. Dibandingkan tahun sebelumnya (2010) yang sebanyak 30 provinsi, jumlah
provinsi yang mencapai target tahun ini lebih banyak yaitu sebanyak 32 provinsi.
Provinsi dengan non polio AFP rate tertinggi yaitu Gorontalo sebesar 6,33 per 100.000
penduduk <15 tahun, Nusa Tenggara Timur sebesar 5,33 per 100.000 penduduk <15
tahun dan Sulawesi Utara sebesar 5,00 per 100.000 penduduk <15 tahun. Informasi
lebih rinci mengenai AFP menurut provinsi terdapat pada Lampiran 3.30.

4. Penyakit Bersumber Binatang


Terdapat beberapa penyakit yang penularannya bersumber dari binatang, di
antaranya adalah Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya, dan Rabies.
Penyakit tersebut dapat mengakibatkan kematian dan kerugian secara ekonomi.

a. Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya
menjadi komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs). Malaria
disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah
merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles) betina, dapat menyerang
semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi,
anak-anak dan orang dewasa.
Ditjen PP&PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan stratifikasi
endemisitas malaria suatu wilayah di Indonesia menjadi 4 strata yaitu :
1. Endemis Tinggi bila API >5 per 1.000 penduduk.
2. Endemis Sedang bila API berkisar antara 1 - 5 per 1.000 penduduk.
3. Endemis Rendah bila API 0 - 1 per 1.000 penduduki.
4. Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria (Daerah
pembebasan malaria) atau API = 0.
Dari data yang dilaporkan ke Subdit Malaria diperoleh gambaran peta
endemisitas malaria sebagai berikut ini.

GAMBAR 3.46
PETA ENDEMISITAS MALARIA DI INDONESIA
TAHUN 2010 DAN 2011
Tahun 2010 Tahun 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI

Berdasarkan peta endemisitas tersebut di atas diperoleh gambaran tentang


situasi endemisitas malaria di kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2010 dan 2011.

81
Dibandingkan tahun 2010, pada tahun 2011 kabupaten dengan endemisitas sangat
tinggi (API 10-50) sangat berkurang. Bahkan pada tahun 2011 tidak terdapat lagi
kabupaten/kota dengan API >50 per 1.000 penduduk. Sedangkan persentase
kabupaten/kota berdasarkan tingkat endemisitasnya pada tahun 2009 sampai 2011
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
GAMBAR 3.47
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA MENURUT TINGKAT ENDEMISITAS

Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Dari Gambar 3.46 dan Gambar 3.47 terlihat penurunan jumlah daerah endemis
tinggi dimana pada tahun 2009 kabupaten/kota yang termasuk daerah endemis tinggi
sebanyak 24,1%, pada tahun 2010 turun menjadi 16,97% dan terus menurun pada
tahun 2011 menjadi sebesar 12%.

1) Angka Kesakitan Malaria


Secara nasional kasus malaria selama tahun 2005 – 2011 cenderung menurun
yaitu pada tahun 2005 angka Annual Paracite Incidence (API/Insidens parasit malaria)
sebesar 4,10 per 1.000 penduduk menjadi 1,75 per 1.000 penduduk pada tahun 2011.
Sementara target Rencana Strategi Kementerian Kesehatan untuk API tahun 2011
<1,75 per 1.000 penduduk. Dengan demikian cakupan API 2011 telah mencapai target
Renstra 2011. Angka cakupan tersebut cukup bermakna karena diikuti dengan
intensifikasi upaya pengendalian malaria yang salah satu hasilnya adalah peningkatan
cakupan pemeriksaan sediaan darah atau konfirmasi laboratorium. Penurunan API
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

82
GAMBAR 3.48
ANGKA KESAKITAN MALARIA (ANNUAL PARACITE INCIDENCE /API)
PER 1.000 PENDUDUK TAHUN 2000-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Menurut provinsi, sebanyak 19 dari 33 provinsi (57,6%) yang mencapai target


Renstra Kemenkes 2011. Tiga provinsi dengan API tertinggi yaitu Papua Barat (33,3
per 1.000 penduduk), Papua (23,3) dan Nusa Tenggara Timur (14,8). Sedangkan 5
provinsi dengan API < 0,1 yaitu Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten dan
Bali. DKI Jakarta merupakan satu-satunya provinsi yang melaporkan tidak ada kasus
malaria.
Terdapat 2 jenis tes sediaan darah untuk mendeteksi penyakit malaria yaitu
pemeriksaan mikroskopis dan Rapid Diagnostic Test (RDT). Pemeriksaan mikroskopis
menghasilkan hasil tes sediaan darah lebih akurat dibandingkan RDT. Di dua provinsi
seluruh sediaan darah telah dites dengan pemeriksaan mikroskopis, yaitu di Jawa
Timur dan Maluku. Sebaliknya, di Provinsi Bali seluruh sediaan darah dites
menggunakan RDT. Secara nasional, sebesar 79,3% sediaan darah dites dengan
pemeriksaan mikroskopis dan 20,7% dites dengan RDT.
Informasi lengkap mengenai jumlah kasus malaria, jenis tes sediaan darah, dan
angka kesakitan per provinsi tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 3.33 dan
Lampiran 3.34.

2). Jumlah Kasus pada KLB Malaria


Pada tahun 2011 masih terjadi peningkatan kasus maupun KLB malaria di 9
kabupaten/kota di 7 provinsi. Upaya penanggulangan dengan pengobatan massal, Mass
Blood Survey (MBS), penyemprotan rumah, penyelidikan vektor penyakit dan tindakan
lain misalnya pengeringan tempat perkembangbiakan nyamuk telah dilakukan dengan
baik.
Dari Gambar 3.49 dapat dilihat, laporan adanya KLB malaria berasal dari
Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tenggara.

83
GAMBAR 3.49
PETA SEBARAN KASUS KLB MALARIA DI INDONESIA
TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

b.Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus
Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang
paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus
dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah
masa inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat
mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya.
Pada tahun 2011, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 65.725
kasus dengan jumlah kematian 597 orang (IR= 27,67 per 100.000 penduduk dan CFR=
0,91%). Angka insidens (IR) tertinggi terdapat di Provinsi Bali, yaitu 86,33 kasus per
100.000 penduduk dan terendah di Provinsi Papua Barat dan Papua yang melaporkan
tidak adanya kasus DBD. Sedangkan angka kematian (CFR) tertinggi adalah Provinsi
Sulawesi Barat sebesar 2,44 %, dan angka kematian terendah DKI Jakarta
(CFR=0,05%).
Selama tahun 2011 terdapat 13 kabupaten/kota dari 7 provinsi yang melaporkan
terjadinya KLB DBD yaitu Kab. Labuhan Batu (Sumatera Utara), Kab. Limapuluhkota
(Sumatera Barat), Kab. Karimun (Kepulauan Riau), Kab. Rokan Hilir (Riau), Kab.
Kuantan Sengigi (Riau) dan Kab. Bengkalis (Riau), Kota Jambi (Jambi),
Kab.Batanghari (Jambi), Kab. Muaro Jambi (Jambi), Kab. Tanjung Jabung Timur
(Jambi), Kab. Lampung Utara (Lampung), Kab. Maluku Tenggara (Maluku) dan Kota

84
Tual (Maluku). Pemetaan Angka Kesakitan (Incidence Rate) DBD menurut provinsi
tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 3.50 berikut ini.
GAMBAR 3.50
ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000 PENDUDUK
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Target rencana strategi Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan DBD


tahun 2011 <54 per 100.000 penduduk. Dengan demikian, berdasarkan gambar di atas,
pada tahun 2011 masih terdapat 7 provinsi yang belum mencapai target renstra tahun
2011 karena memiliki angka kesakitan (IR) di atas 54 per 100.000 penduduk. Ketujuh
provinsi tersebut yaitu Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, DKI Jakarta, Bali dan
Sulawesi Tengah. Sebanyak 26 provinsi lainnya (78,8%) telah mencapai target.
Walaupun insiden DBD tahun 2011 yang sebesar 27,67 per 100.000 penduduk
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2010 yang sebesar 65,7 per 100.000
penduduk, namun upaya penanggulangan kasus, pengendalian vektor dan upaya-upaya
pemutusan rantai penularan penyakit harus ditingkatkan dan dioptimalkan dengan
mengedepankan upaya promotif dan preventif antara lain dengan meningkatkan peran
serta masyarakat untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) 3 M Plus.
Pemetaan Angka Kematian (Case Fatality Rate) DBD tahun 2011 dapat dilihat
pada Gambar 3.51 berikut ini.
GAMBAR 3.51
CASE FATALITY RATE DEMAM BERDARAH DENGUE
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

85
Pada tahun 2011 terdapat 5 provinsi yang memiliki Angka Kematian ( CFR)
akibat DBD tinggi (> 2%) yaitu Provinsi Riau, Jambi, Gorontalo, Sulawesi Barat dan
Nusa Tenggara Timur. Hal ini menunjukkan bahwa masih perlu upaya peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan, manajemen tata laksana penderita di sarana-sarana
pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kesehatan di rumah
sakit dan puskesmas (dokter, perawat dan lain-lain) termasuk peningkatan sarana-
sarana penunjang diagnostik dan penatalaksanaan bagi penderita di sarana-sarana
pelayanan kesehatan.
Kecenderungan jumlah kasus dan jumlah kematian akibat DBD di Indonesia
tahun 2002 sampai 2011 dapat dilihat pada Gambar 3.52 berikut ini.
GAMBAR 3.52
JUMLAH KASUS DAN KEMATIAN AKIBAT DEMAM BERDARAH DENGUE
DI INDONESIA TAHUN 2002-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pola perkembangan DBD pada tahun 2011 secara nasional menunjukkan


terjadinya penurunan kasus dan kematian DBD dibandingkan tahun 2010. Pola grafik
di atas memperlihatkan perbedaan perjalanan jumlah kasus DBD antara tahun 2009-
2011 dibandingkan tahun 2002-2007 dimana pada tahun 2002-2007 menunjukkan
kecenderungan peningkatan kasus, sedangkan pada tahun 2009-2011 mengalami
kecenderungan penurunan kasus DBD.
Sejalan dengan penurunan jumlah/angka kesakitan maupun kematian, jumlah
kabupaten/kota terjangkit DBD pada tahun 2011 juga mengalami penurunan, dari 400
kab/kota (84,4%) pada tahun 2010 turun menjadi 374 kab/kota (75,2%) pada tahun
2011.
Informasi lebih rinci menurut provinsi terkait dengan penyakit DBD dapat
dilihat pada Lampiran 3.35 dan Lampiran 3.36.

c. Chikungunya
Chikungunya adalah penyakit infeksi akut yang ditandai gejala utama demam,
ruam/bercak-bercak kemerahan di kulit dan nyeri persendian, penyakit ini disebabkan
oleh infeksi virus Chik yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.

86
Demam chik dijumpai terutama di daerah tropis/subtropis dan sering
menimbulkan epidemi. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya demam chik
yaitu rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat dan kepadatan populasi
nyamuk penular karena banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi
pada musim penghujan. Pada Gambar 3.53 tampak terjadinya penurunan jumlah kasus
chikungunya yang dilaporkan pada tahun 2011 sebesar 2.998 kasus dibandingkan
tahun 2009 dan 2010 yang sebanyak 83.756 dan 52.703 kasus.
GAMBAR 3.53
JUMLAH KASUS CHIKUNGUNYA DI INDONESIA
TAHUN 2007-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Sebesar 2.998 kasus dilaporkan dari 12 provinsi yaitu Aceh, Sumatera Barat,
Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, NTB,
Gorontalo dan Sulawesi Barat dengan rincian seperti pada Gambar 3.54 berikut ini.
GAMBAR 3.54
JUMLAH KASUS CHIKUNGUNYA MENURUT PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Jumlah kasus tertinggi terjadi di Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Banten.
Pada tahun 2011 tidak ada kematian akibat chikungunya yang dilaporkan.

d. Rabies
Rabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus rabies yang
ditularkan melalui gigitan hewan seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musang dan
serigala yang di dalam tubuhnya mengandung virus rabies.
87
Terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam memantau upaya
pengendalian rabies, yaitu: GHPR (kasus Gigitan Hewan Penular Rabies), kasus yang
divaksinasi dengan Vaksin Anti Rabies (VAR), dan kasus yang positif rabies dan mati
berdasarkan uji Lyssa.
Pada tahun 2011 penyakit rabies telah terjadi di 24 provinsi dari 33 provinsi di
Indonesia. Saat ini terdapat 9 provinsi yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas
rabies, yaitu Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah,
Jawa Timur, NTB, Kalimantan Barat, Papua Barat dan Papua. Penentuan suatu
daerah dikatakan tertular rabies berdasarkan ditemukannya positif hasil pemeriksaan
laboratorium terhadap hewannya, kewenangan ini ditentukan oleh Kementerian
Pertanian.
Gambar 3.55 berikut ini merupakan sebaran kasus rabies di Indonesia selama
tahun 2011.
GAMBAR 3.55
SITUASI RABIES (GHPR DAN LYSSA) DI INDONESIA
TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 kasus gigitan hewan
penular rabies dilaporkan terjadi di 24 provinsi. Kasus GHPR paling banyak terjadi di
Bali yaitu sebanyak 52.798 kasus dengan kasus meninggal berdasarkan tes lyssa yang
positif rabies dan mati berjumlah 23 orang. Menyusul kemudian Nusa Tenggara Timur
dengan 5500 GHPR dan 12 positif rabies serta Sumatera Utara sebanyak 3.909 GHPR
dan 31 positif.

88
GAMBAR 3.56
SITUASI RABIES DI INDONESIA
TAHUN 2008 - 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI

Gambar di atas menunjukkan bahwa kasus GHPR di Indonesia meningkat sejak


tahun 2008-2011. Kasus GHPR yang diberi Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Post
Exposure Treatment (PET) berkisar 85,5% dari semua kasus gigitan hewan penular
rabies. Pada tahun 2011 tercatat 84.010 kasus GHPR, sebanyak 71.843 yang diberi
vaksin anti rabies, dan kasus lyssa berjumlah 184 orang. Pada tahun 2011 terjadi
penurunan kasus lyssa karena menurunnya kasus lyssa di Bali.
Perkembangan jumlah kasus lyssa dari tahun 2008-2011 menurut provinsi dapat
dilihat pada Gambar 3.57 berikut ini.
GAMBAR 3.57
JUMLAH KASUS RABIES (LYSSA) MENURUT PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2010 - 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kasus rabies pada manusia pada tahun
2011, terbanyak dilaporkan dari Provinsi Sumatera Utara dan Maluku masing-masing
sebanyak 31 kasus. Adapun provinsi yang berhasil menekan jumlah lyssa menjadi 0
kasus pada tahun 2011 adalah Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kepulauan Riau,
Jawa Barat, Banten, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Provinsi Bali juga mampu
menurunkan banyak jumlah kasus menjadi 23 kasus pada tahun 2011 dibandingkan
pada tahun 2010 sebanyak 82 kasus.

89
e. Filariasis
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria,
yang terdiri dari 3 (tiga) spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular
melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh
manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe
sehingga menyebabkan pembengkakan di kaki, tungkai, payudara, lengan dan organ
genital.
GAMBAR 3.58
JUMLAH KUMULATIF KASUS KLINIS FILARIASIS
DI INDONESIA TAHUN 2005 – 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada tahun 2011 dilaporkan jumlah kasus klinis filariasis secara kumulatif
sebanyak 12.066 kasus yang tersebar di 401 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota di
Indonesia. Jumlah ini mengalami kenaikan dari tahun 2010 dengan 11.968 kasus,
sehingga jumlah kasus baru yang ditemukan pada tahun 2011 sebanyak 97 kasus.
Dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 55 kasus baru, jumlah kasus baru pada tahun
2011 lebih tinggi. Peningkatan jumlah kasus klinis tersebut mungkin terjadi karena
meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas, kegiatan surveilans kasus
filariasis, dan advokasi serta sosialisasi filariasis.
Provinsi Lampung, Jawa Timur dan Sulawesi Tengah, merupakan 3 (tiga)
provinsi dengan jumlah penemuan kasus tertinggi. Sementara Kepulauan Riau, DI
Yogyakarta, Bali, Sulawesi Utara dan Maluku Utara merupakan provinsi dengan
jumlah kasus klinis filariasis kumulatif kurang dari 50 kasus. Untuk kelima provinsi
dengan jumlah kasus yang rendah tersebut belum tentu menggambarkan situasi yang
sebenarnya, kemungkinan masih ada kasus lain yang belum dilaporkan sehingga masih
perlu ditingkatkan penemuan kasus klinis filariasis di masyarakat.
Pada tahun 2011 sebanyak 334 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota (67,2%)
di Indonesia merupakan endemis filariasis. Penentuan endemisitas kabupaten/kota
tersebut didasarkan pada hasil survei darah jari dengan mikrofilaria ratenya (mf rate)
>1%. Dari 334 kabupaten/kota endemis tersebut, dilaporkan sebanyak 9 kabupaten/kota
telah melaksanakan survei Stop POMP (Pemberian Obat Massal Pencegahan) filariasis,
4 kabupaten/kota selesai melaksanakan POMP filariasis tahun kelima dan 98
kabupaten/kota yang tersebar di 26 provinsi masih dalam proses pelaksanaan POMP

90
filariasis. Gambaran kabupaten/kota endemis filariasis dapat dilihat pada Gambar 3.59
berikut ini.

GAMBAR 3.59
KABUPATEN/KOTA ENDEMIS FILARIASIS DI INDONESIA
TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas, sebagian besar kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali
merupakan daerah non endemis filariasis. Sebaliknya, sebagian besar kabupaten/ kota
di luar Pulau Jawa dan Bali merupakan daerah endemis filariasis. Upaya pengendalian
filariasis akan dibahas di bagian Upaya Kesehatan.

f. Leptospirosis
Leptospira merupakan zoonosis yang diduga paling luas penyebarannya di
dunia. Sumber infeksi pada manusia biasanya akibat kontak secara langsung atau
tidak langsung dengan urine hewan yang terinfeksi. Insidensi pada negara beriklim
hangat lebih tinggi dari negara yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa
hidup Leptospira yang lebih panjang dalam lingkungan yang hangat dan kondisi
lembab. Kebanyakan negara-negara tropis merupakan negara berkembang, di mana
terdapat kesempatan lebih besar pada manusia untuk terpapar dengan hewan yang
terinfeksi.
Penyakit ini bersifat musiman, di daerah yang beriklim sedang masa puncak
insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah
faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup Leptospira, sedangkan di daerah tropis
insidens tertinggi selama musim hujan.
Pada tahun 2007, leptospirosis mengalami lonjakan kasus yang sangat tinggi,
dari 146 kasus pada tahun 2006 menjadi 664 kasus pada tahun 2007. Setelah tahun
2007 jumlah kasus Leptospirosis mengalami penurunan walaupun jumlahnya belum
bisa lebih rendah dari jumlah kasus tahun 2005 maupun 2006. Pada tahun 2011,
kembali terjadi lonjakan kasus menjadi 857 kasus. Gambar 3.60 berikut
memperlihatkan situasi leptospirosis di Indonesia tahun 2005 sampai tahun 2011.

91
GAMBAR 3.60
SITUASI LEPTOSPIROSIS DI INDONESIA
TAHUN 2005 - 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Angka kematian akibat Leptospirosis cenderung menurun pada periode tahun


2005-2008. Namun, pada periode tahun 2008-2010 case fatality rate cenderung
meningkat. Pada tahun 2011 angka kematian sebesar 9,56%. Sebaran kasus
lepotospirosis menurut provinsi di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini.
TABEL 3.6
SITUASI KASUS LEPTOSPIROSIS DI PROVINSI ENDEMIS
DI INDONESIA TAHUN 2005 - 2011
T AHU N
P ROVIN SI
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
DKI Jakarta 56 51 470 141 8 15 11
Jawa Barat 0 0 9 0 0 1 29
Jawa Tengah 35 35 67 231 232 133 184
DI Yogyakarta 16 9 1 23 95 230 626
Jawa Timur 0 0 48 31 0 19 5
Banten 0 0 53 0 0 0 0
Kalimantan Timur 0 0 0 0 0 0 2
Sulawesi Selatan 8 2 16 0 0 11 0
Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Kasus leptospirosis pada tahun 2011 terjadi di 6 provinsi, yaitu DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Dari
857 kasus yang ada, 73% di antaranya terjadi di DI Yogyakarta. Meningkatnya kasus
leptospirosis di DI Yogyakarta pada tahun 2011 disebabkan letusan Gunung Merapi di
mana pada tahun 2010 dilaporkan sebanyak 230 kasus, kemudian meningkat menjadi
626 kasus pada tahun 2011.

g. Antraks
Antraks adalah penyakit yang disebabkan oleh Bacillus anthracis yang bersifat
zoonotik, sehingga dapat menyerang hewan pemamah biak maupun binatang buas.
Hewan yang terinfeksi tersebut dapat menularkan kepada manusia dan dapat
menimbulkan kematian. Penyakit ini berhubungan dengan pekerjaan; oleh karena itu
yang diserang umumnya pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan

92
hewan, dan dokter hewan yang menangani ternak. Di samping itu antraks dapat pula
menyerang pekerja pabrik yang menangani produk hewan yang terkontaminasi dengan
spora antraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak dan pupuk.
GAMBAR 3.61
JUMLAH KASUS DAN CFR ANTRAKS
DI INDONESIA TAHUN 2006-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Sejak tahun 2008 sampai 2011 jumlah kasus antraks cenderung meningkat dari
11 kasus tahun 2008 menjadi 41 kasus pada tahun 2011. Selama enam tahun terakhir
jumlah kasus antraks tertinggi terjadi pada tahun 2007 seperti yang terlihat pada
Gambar 3.61. Lonjakan kasus tersebut terjadi di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak
86 kasus. Sedangkan angka kematian akibat antraks menurun sejak 2009 sampai 2011
dari 6,90% pada tahun 2009 menjadi 0,00% pada tahun 2011. Dengan demikian tidak
ada kasus antraks yang meninggal pada tahun 2011.
Pada tahun 2011 kasus antraks ditemukan di Provinsi Jawa Tengah dan Nusa
Tenggara Timur. Di Provinsi Jawa Tengah kasus antraks ditemukan di Kabupaten
Boyolali sebanyak 14 kasus dan Kabupaten Sragen 13 kasus, sedangkan di Provinsi
NTT, di Kabupaten Sabu Raijua ditemukan 14 kasus antraks.

h. Flu Burung
Avian Influenza atau flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus influenza tipe A (H5N1) yang umumnya menginfeksi unggas dan sedikit
kemungkinan menginfeksi babi. Penyakit ini bisa menular kepada manusia dan dapat
menyebabkan kematian
Di Indonesia flu burung pada manusia pertama kali dikonfirmasi secara
laboratorium pada awal bulan Juli 2005 dari Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten
dengan jumlah konfirmasi H5N1 2 orang dan 1 orang probabel (suspek dengan bukti
laboratorium terbatas yang mengarah kepada virus influenza A H5N1, misal : tes HI
yang menggunakan antigen H5N1 dalam waktu singkat berlanjut menjadi pneumonia
gagal pernafasan/ meninggal atau terbukti tidak terdapat penyebab lain), semuanya
meninggal dunia. Awal sakit (onset) kasus tersebut pada akhir Juni 2005, dan
merupakan kasus klaster pertama di Indonesia. Dalam menanggulangi flu burung
merupakan suatu keharusan untuk mencermati perkembangan kasus flu burung pada
unggas dan manusia secara terus menerus.

93
TABEL 3.7
SITUASI FLU BURUNG MENURUT PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2005-2011

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Tot a l


No Provi ns i
K M K M K M K M K M K M K M K M

1 DKI 8 7 11 10 8 7 7 5 10 8 3 3 4 3 51 43
2 Banten 5 4 4 4 11 9 9 9 1 1 1 1 0 0 31 28
3 Jabar 3 2 22 18 5 4 4 4 6 6 2 1 4 3 46 38
4 Jateng 1 0 3 3 5 5 2 2 1 1 1 1 0 0 13 12
5 Jatim 0 0 5 3 2 2 0 0 1 1 1 0 0 0 9 6
6 Lampung 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0
7 Sumbar 0 0 2 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 4 1
8 Sumut 0 0 7 6 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 8 7
9 Sulsel 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
10 Sumsel 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
11 Riau 0 0 0 0 6 5 1 0 1 1 1 1 0 0 9 7
12 Bali 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 0 3 3 5 5
13 D.I.Y 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 2 2
T otal 20 13 55 45 42 37 24 20 21 19 9 7 12 10 183 151
CF R (%) 65, 0 81, 8 88, 1 83, 3 90, 5 77, 8 83, 3 82, 5
Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012
Keterangan: K = Kasus M = Meninggal

Secara kumulatif jumlah kasus flu burung pada manusia dari tahun 2005
sampai Desember 2011 sebanyak 183 kasus dengan 151 di antaranya meninggal (rata-
rata case fatality rate sebesar 82,5%).
Gambar 3.62 berikut ini memperlihatkan kecenderungan kasus dan kematian
akibat flu burung sejak tahun 2005 sampai tahun 2011.
GAMBAR 3.62
SITUASI KASUS KONFIRMASI FLU BURUNG
DI INDONESIA TAHUN 2005-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Dari gambar di atas dapat dilihat jumlah kasus konfirmasi flu burung di
Indonesia paling banyak dilaporkan pada tahun 2006, setelah itu jumlah kasus flu
burung terus menurun dari tahun ke tahun dari 55 pada tahun 2006 menjadi 9 kasus
pada tahun 2010. Namun, pada tahun 2011 terlihat sedikit kenaikan menjadi 12 kasus.
Koordinasi lintas sektor, khususnya dengan peternakan, dalam memantau kejadian flu
burung pada unggas semakin ditingkatkan.

94
Gambar 3.63 berikut ini memperlihatkan jumlah kasus kumulatif flu burung,
kematian dan case fatality rate menurut provinsi sejak tahun 2005 sampai tahun 2011.
GAMBAR 3.63
SITUASI KASUS KONFIRMASI FLU BURUNG
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2005-2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Dari gambar di atas terlihat kasus konfirmasi flu burung terbanyak ditemukan
di Provinsi DKI Jakarta 51 kasus, diikuti Jawa Barat 46 kasus dan Banten 31 kasus.
Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten merupakan wilayah dengan kepadatan
populasi unggas dan manusia cukup tinggi serta mobilitas manusia dan unggas juga
cukup tinggi. Berikut ini disajikan kasus konfirmasi menurut riwayat kontak.
GAMBAR 3.64
KASUS KONFIRMASI FLU BURUNG MENURUT RIWAYAT KONTAK
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012

Dari Gambar 3.64 dapat dilihat jumlah terbanyak kasus konfirmasi flu burung
pada tahun 2011 mempunyai riwayat kontak lingkungan, diikuti keterpaparan secara
langsung dengan unggas sakit, mati atau dengan produk unggas lainnya, sehingga
kegiatan promosi mengenai flu burung dan intervensi terhadap kebersihan lingkungan
perlu dilakukan.

95
5. Penyakit Tidak Menular

a. Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah salah satu penyebab utama kematian yang
disebabkan oleh karena pola makan/nutrisi, perilaku tidak sehat, kurang aktifitas fisik
dan stres. Menurut laporan Riskesdas 2007, DM menyumbang 4,2% kematian pada
kelompok umur 15-44 tahun di daerah perkotaan dan merupakan penyebab kematian
tertinggi ke-6. Selain pada kelompok tersebut, DM juga merupakan penyebab kematian
tertinggi ke-2 pada kelompok umur 45-54 tahun di perkotaan (14,7%) dan tertinggi ke-6
di daerah perdesaan (5,8%).
Menurut riset yang sama, prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2007 sebesar
0,7% berdasarkan diagnosis dan sebesar 1,1% berdasarkan diagnosis atau gejala.
Berikut ini disajikan prevalensi diabetes mellitus berdasarkan doagnosis atau gejala
menurut provinsi tahun 2007.
GAMBAR 3.65
PREVALENSI DIABETES MELITUS MENURUT PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2007

Sumber: Balitbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2007

Berdasarkan diagnosis atau gejala, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan


prevalensi DM tertinggi yaitu sebesar 2,6%, diikuti oleh Aceh sebesar 1,7%. Sedangkan
provinsi dengan prevalensi terendah yaitu Lampung sebesar 0,4% serta Sumatera,
Bengkulu, dan Maluku yang masing-masing memiliki prevalensi DM sebesar 0,5%.
Berdasarkan kategori, terdapat 5 provinsi (15,2%) dengan prevalensi lebih dari 1,5%,
sebanyak 15 provinsi (45,5%) dengan prevalensi 1%-1,5%, dan sebanyak 13 provinsi
(39,4%) dengan prevalensi kurang dari 1%.
Diabetes mellitus sangat berkaitan dengan obesitas. Prevalensi obesitas
penduduk > 18 tahun di Indonesia sebesar 11,7%, sebesar 7,8% pada laki-laki dan
15,5% pada perempuan. Berikut ini gambaran prevalensi obesitas menurut provinsi di
Indonesia.

96
GAMBAR 3.66
PREVALENSI OBESITAS PENDUDUK >18 TAHUN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2007 DAN 2010

Tahun 2010

Sumber: Balitbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2007 dan 2010

Menurut data morbiditas pada pasien rawat inap RS di seluruh Indonesia pada
tahun 2009, jumlah penderita DM tertinggi terdapat pada kelompok umur 45-64 tahun,
diikuti kelompok umur 65 tahun ke atas dan kelompok umur 25-44 tahun. Sedangkan
data mortalitas DM di RS menggambarkan 74,3% merupakan pasien DM yang tidak
bergantung pada insulin dan 25,7% selebihnya merupakan pasien DM yang bergantung
pada insulin.

b. Penyakit jantung dan pembuluh darah


Prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7,2% berdasarkan wawancara,
sementara berdasarkan riwayat diagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar
0,9%. Cakupan kasus jantung yang sudah didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar
12,5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif menyerupai gejala
penyakit jantung. Prevalensi penyakit jantung berdasarkan riwayat diagnosis tenaga
kesehatan menurut provinsi tahun 2007 disajikan pada Gambar 3.67 berikut ini.
GAMBAR 3.67
PREVALENSI PENYAKIT JANTUNG
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2007

Sumber: Balitbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2007

97
Prevalensi penyakit jantung menurut provinsi, berkisar antara 0,4% di Sulawesi
Barat sampai 2,0% di Aceh.

D. DAMPAK KESEHATAN AKIBAT BENCANA


Menurut Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, bencana dapat dikategorikan menjadi 3 jenis bencana yaitu bencana alam,
bencana non alam, dan bencana sosial. Di Indonesia pada tahun 2011 dari ketiga
kategori bencana tersebut telah terjadi 211 kali kejadian bencana yang menimbulkan
krisis kesehatan terdiri dari 17 jenis bencana.
Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan kejadian bencana
yang paling tinggi frekuensinya selama tahun 2011 adalah bencana banjir yaitu 57
kejadian bencana atau 27 % dari total kejadian bencana yang terjadi di 27 provinsi,
dengan jumlah total korban meninggal sebanyak 14 orang, luka berat/rawat inap
sebanyak 8 orang, luka ringan/rawat jalan sebanyak 617 orang, dan hilang sebanyak 6
orang. Adapun jumlah pengungsi akibat banjir mencapai 59.869 orang atau 62,3% dari
angka total pengungsian bencana sepanjang tahun 2011.
GAMBAR 3.68
FREKUENSI KEJADIAN BENCANA
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Pusat Penanggulangan Krisis, 2012

Adapun korban meninggal dunia pada tahun 2011 paling banyak disebabkan
oleh kejadian kecelakaan transportasi dengan jumlah total 324 jiwa dari 22 kejadian di
12 provinsi. Jumlah korban akibat kecelakaan transportasi yang luka berat/rawat inap
sebanyak 308 orang, luka ringan/rawat jalan 438 orang, dan hilang sebanyak 198 orang.
Rincian jumlah korban dan pengungsi berdasarkan jenis bencana dan keadaan korban
selama tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 3.40.

***

98
Secara umum upaya kesehatan terdiri atas dua unsur utama, yaitu upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Upaya kesehatan masyarakat
adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta
swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Upaya kesehatan
masyarakat mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan,
pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan
lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, kesehatan jiwa,
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif
dalam makanan dan minuman, pengamanan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan
bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan.
Upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan. Upaya kesehatan perorangan mencakup upaya-upaya promosi kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan
pemulihan kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan.
Berikut ini diuraikan upaya kesehatan yang dilakukan selama beberapa tahun
terakhir, khususnya pada tahun 2011.

A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR


Salah satu komponen penting dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat
adalah pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan dasar yang dilakukan secara
tepat dan cepat diharapkan dapat mengatasi sebagian besar masalah kesehatan
masyarakat. Pada uraian berikut dijelaskan jenis pelayanan kesehatan dasar yang
diselenggarakan di Indonesia.

1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak


UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa upaya
kesehatan ibu ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan
generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu. Upaya
kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang tersebut meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk
mempersiapkan generasi akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk
menurunkan angka kematian bayi dan anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak

101
dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan
sampai berusia 18 (delapan belas) tahun.
Upaya kesehatan ibu dan anak diharapkan mampu menurunkan Angka
Kematian. Indikator angka kematian yang berhubungan dengan ibu dan anak adalah
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi
(AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB
sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup, dan
AKABA sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup.
Komitmen global dalam MDGs menetapkan target terkait kematian ibu dan
kematian anak yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam
kurun waktu 1990-2015 dan menurunkan angka kematian anak hingga dua per tiga
dalam kurun waktu 1990-2015.

a. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil


Upaya kesehatan ibu hamil diwujudkan dalam pemberian pelayanan antenatal
sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan, dengan distribusi waktu minimal 1
kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), 1 kali pada trimester kedua
(usia kehamilan 12-24 minggu), dan 2 kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24-36
minggu). Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
terhadap ibu hamil dan atau janin, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan
penanganan dini komplikasi kehamilan.
Pelayanan antenatal diupayakan agar memenuhi standar kualitas 7 T, yaitu :
1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan;
2. Pengukuran tekanan darah;
3. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri);
4. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid
sesuai status imunisasi;
5. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan;
6. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling,
termasuk keluarga berencana); serta
7. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb) dan
pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya).
Hasil pencapaian upaya kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan menggunakan
indikator Cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal pertama kali, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil
di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan Cakupan K4 adalah
jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar
paling sedikit 4 kali sesuai jadwal yang dianjurkan, dibandingkan sasaran ibu hamil di
satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan
akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam
memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.
Gambar 4.1 memperlihatkan tren Cakupan K1 dan Cakupan K4 dari tahun 2004
sampai dengan tahun 2011. Terlihat bahwa Cakupan K1 dan K4 mengalami
kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan semakin
102
membaiknya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu hamil yang
diberikan oleh tenaga kesehatan.
GAMBAR 4.1
CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K1 DAN K4
DI INDONESIA TAHUN 2004 – 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI

Pada tahun 2011, pencapaian indikator kinerja “Persentase Ibu Hamil Mendapat
Pelayanan Antenatal (Cakupan K4)” dapat terealisasi dengan baik yaitu mencapai
88,27%. Walaupun secara nasional target indikator cakupan K4 sebesar 88% telah
tercapai, namun masih terdapat disparitas cakupan antarprovinsi. Menurut laporan
yang diperoleh dari dinas kesehatan provinsi tahun 2011, terdapat kesenjangan
cakupan K4 antar provinsi, yaitu capaian tertinggi di Jawa Tengah sebesar 97,63%,
diikuti DKI Jakarta sebesar 95,86%, dan Sumatera Utara sebesar 93,71% dan capaian
terendah di Papua Barat sebesar 24,99%, diikuti oleh Papua sebesar 41,53%, dan
Sulawesi Barat sebesar 57,63%.
GAMBAR 4.2
CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar 4.2 dapat diketahui bahwa, dibandingkan terhadap target cakupan
K4 tahun 2011 sebesar 88%, terdapat 9 provinsi yang telah memenuhi target yaitu
103
Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sumater Utara, Riau, Jawa Timur, Sumatera Selatan,
Jawa Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan.
Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan
untuk semakin mendekatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada
masyarakat hingga ke pelosok desa, termasuk untuk meningkatkan cakupan pelayanan
antenatal. Dari segi sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan, hingga Desember 2011,
tercatat terdapat 9.321 Puskesmas di seluruh Indonesia. Dengan demikian rasio
Puskesmas terhadap 30.000 penduduk sudah melampaui rasio ideal 1:30.000 penduduk.
Demikian pula dengan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) seperti
Poskesdes dan Posyandu. Hingga saat ini tercatat terdapat 52.850 Poskesdes yang
beroperasi dan 268.439 Posyandu di seluruh Indonesia.
Pada aspek ketenagaan, dari data tahun 2011, tercatat jumlah dokter umum
sebanyak 32.492 orang dan jumlah bidan sebanyak 124.164 orang. Untuk dokter umum,
saat ini kondisinya memang masih mengalami kekurangan jumlah. Terkait dengan
penempatan bidan di desa, kebijakan Kementerian Kesehatan adalah menempatkan
satu orang bidan di setiap desa. Hingga tahun 2011, tercatat terdapat 66.442
desa/kelurahan (85,8%) dari total 77.465 desa/kelurahan telah memiliki bidan. Namun
kenyataan di lapangan memang belum semua bidan yang ditugaskan di desa dapat
sepenuhnya tinggal di desa tempat tugasnya karena adanya kendala teknis di
lapangan, seperti kendala geografis, alasan keamanan, atau tidak disediakannya
tempat tinggal yang layak huni di desa tersebut bagi bidan yang bersangkutan.
Upaya meningkatkan cakupan pelayanan antenatal juga makin diperkuat
dengan adanya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak tahun 2010 dan
diluncurkannya Jaminan Persalinan (Jampersal) sejak tahun 2011, dimana keduanya
saling bersinergi. BOK dapat dimanfaatkan untuk kegiatan luar gedung, seperti
pendataan, pelayanan di Posyandu, kunjungan rumah, sweeping kasus drop out, serta
penguatan kemitraan bidan dan dukun. Sementara itu Jampersal mendukung paket
pelayanan antenatal, termasuk yang dilakukan pada saat kunjungan rumah atau
sweeping, baik pada kehamilan normal maupun kehamilan dengan risiko tinggi.
Semakin kuatnya kerja sama dan sinergi berbagai program yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk sektor swasta diharapkan
dapat mendorong tercapainya target cakupan pelayanan antenatal. Informasi lebih
rinci terkait pelayanan kesehatan ibu hamil menurut provinsi terdapat pada Lampiran
4.1.

b. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin


Upaya kesehatan ibu bersalin diwujudkan dalam upaya mendorong agar setiap
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada
kala I sampai dengan kala IV persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin
diukur melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih
(Cakupan Pn). Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan Pemerintah dalam
menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih.

104
Pada tahun 2011, pencapaian indikator kinerja “Persentase persalinan yang
ditolong tenaga kesehatan terlatih (cakupan Pn)” dapat terealisasi dengan baik yaitu
mencapai 86,38% atau berarti 100,44% dari target yang ditetapkan sebesar 86%.
Berdasarkan laporan rutin Dinas Kesehatan Provinsi, pencapaian indikator Pn dari
tahun 2004 sampai tahun 2011 memperlihatkan kecenderungan yang semakin
meningkat. Cakupan Pn tahun 2004 sebesar 74,27%. Cakupan ini terus meningkat
menjadi 86,38% pada tahun 2011.
GAMBAR 4.3
CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN
OLEH TENAGA KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2004 – 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI

Walaupun secara nasional target indikator Pn tersebut telah terlampaui, namun


kesenjangan antar provinsi masih ada. Menurut laporan dari dinas kesehatan provinsi
tahun 2011, provinsi dengan cakupan tertinggi adalah DKI Jakarta sebesar 96,49%,
diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 94,64%, dan Jawa Timur sebesar 91,6% dan provinsi
dengan capaian terendah adalah Papua Barat sebesar 41,61% diikuti oleh Papua
sebesar 46,61%, dan Sulawesi Barat sebear 56,15%.
GAMBAR 4.4
CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI

105
Pada Gambar 4.4, diketahui bahwa terdapat 12 provinsi dengan capaian
melebihi target Renstra tahun 2011 sebesar 86%, yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan,
Sumatera Barat, DI Yogyakarta, NTT, dan Jawa Barat.
Analisis kematian ibu yang dilakukan Direktorat Bina Kesehatan Ibu pada
tahun 2010 membuktikan bahwa kematian ibu terkait erat dengan penolong persalinan
dan tempat/fasilitas persalinan. Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terbukti
berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu. Demikian pula dengan
tempat/fasilitas, jika persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan, juga akan semakin
menekan risiko kematian ibu.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan tetap konsisten dalam menerapkan
kebijakan bahwa seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan didorong
untuk dilakukan di fasilitas kesehatan. Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang
Kesehatan menggariskan bahwa pembangunan Puskesmas harus satu paket dengan
rumah dinas tenaga kesehatan. Demikian pula dengan pembangunan Poskesdes yang
harus bisa sekaligus menjadi rumah tinggal bidan di desa. Dengan disediakan rumah
tinggal, maka tenaga kesehatan termasuk bidan akan siaga di tempat tugasnya.
Untuk daerah dengan akses sulit, kebijakan Kementerian Kesehatan adalah
dengan mengembangkan program Kemitraan Bidan dan Dukun serta Rumah Tunggu
Kelahiran. Para dukun diupayakan bermitra dengan bidan dengan hak dan kewajiban
yang jelas. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan tidak lagi dikerjakan
oleh dukun, namun dirujuk ke bidan.
Ibu hamil yang di daerahnya tidak ada bidan atau memang memiliki kondisi
penyulit, maka menjelang hari taksiran persalinan diupayakan sudah berada di dekat
fasilitas kesehatan, yaitu di Rumah Tunggu Kelahiran. Rumah Tunggu Kelahiran
tersebut dapat berupa rumah tunggu khusus maupun di rumah sanak saudara yang
dekat dengan fasilitas kesehatan.
Salah satu hal yang menjadi alasan seorang ibu melahirkan di rumah dan
dibantu oleh dukun adalah kekurangan biaya. Beberapa penelitian ilmiah telah
membuktikan hal tersebut, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Women
Research Institute pada tahun 2007-2008 di tujuh kabupaten/kota di Indonesia.
Penelitian tersebut membuktikan di kalangan masyarakat masih terdapat
kekhawatiran akan mahalnya biaya persalinan ditolong dokter atau bidan di fasilitas
kesehatan yang berakibat masyarakat menjatuhkan pilihan kepada dukun, meskipun
masyarakat tahu risikonya.
Menyadari hal tersebut, Kementerian Kesehatan sejak tahun 2011 meluncurkan
Jaminan Persalinan (Jampersal) yang merupakan jaminan paket pembiayaan sejak
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, hingga pelayanan nifas termasuk
pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Penyediaan Jampersal diyakini
turut meningkatkan cakupan Pn di seluruh wilayah Indonesia. Keberhasilan
pencapaian target indikator Pn merupakan buah dari kerja keras dan pelaksanaan
berbagai program yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat termasuk sektor swasta. Informasi lebih rinci terkait pelayanan kesehatan
ibu bersalin menurut provinsi terdapat pada Lampiran 4.1.

106
c. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Nifas adalah periode mulai dari 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai
standar, yang dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali sesuai jadwal yang
dianjurkan, yaitu pada 6 jam sampai dengan 3 hari pasca persalinan, pada hari ke-4
sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari
ke-42 pasca persalinan.
Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi :
a) Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu);
b) Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
c) Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
d) Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif;
e) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan
bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana;
f) Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.
Pencapaian upaya kesehatan ibu nifas diukur melalui indikator cakupan
pelayanan kesehatan ibu nifas (Cakupan Kf-3). Indikator ini mengukur kemampuan
negara dalam menyediakan pelayanan kesehatan ibu nifas yang berkualitas sesuai
standar.
Berdasarkan laporan rutin dinas kesehatan provinsi, capaian indikator Kf-3 dari
tahun 2008 sampai tahun 2011 memperlihatkan kecenderungan yang semakin
meningkat. Cakupan Kf-3 pada tahun 2008 sebesar 17,90% terus meningkat hingga
mencapai 76,96% pada tahun 2011.
GAMBAR 4.5
CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF-3)
DI INDONESIA TAHUN 2008-2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI

Peningkatan cakupan Kf-3 dari tahun ke tahun tidak lepas dari berbagai upaya
yang dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat termasuk sektor swasta. Program
penempatan Pegawai Tidak Tetap (PTT) untuk dokter dan bidan terus dilaksanakan.
Selain itu, dengan diluncurkannya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak tahun
2010, Puskesmas, Poskesdes, dan Posyandu lebih terbantu dalam mengintensifkan
implementasi upaya kesehatan termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan ibu nifas,

107
di antaranya kegiatan sweeping atau kunjungan rumah bagi yang tidak datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Dukungan Pemerintah makin meningkat sejak
diluncurkannya Jampersal pada tahun 2011, dimana pelayanan nifas termasuk paket
manfaat yang dijamin oleh Jampersal.
Gambar 4.6 berikut ini menyajikan persentase pelayanan ibu nifas menurut
provinsi di Indonesia.
GAMBAR 4.6
CAKUPAN PELAYANAN IBU NIFAS (KF3)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas nampak cakupan pelayanan ibu nifas di Indonesia pada
tahun 2011 adalah 77,65%. Terdapat 5 provinsi dengan capaian di atas 90%, yaitu Jawa
Timur, Bali, Jawa Tengah, Gorontalo, dan NTB. Diharapkan pada tahun 2015 seluruh
provinsi telah melampaui target cakupan kunjungan nifas sebesar 90%, sebagaimana
ditargetkan dalam Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Cakupan pelayanan ibu nifas pada tahun 2011 menunjukkan gambaran provinsi
dengan capaian tertinggi adalah Jawa Timur sebesar 94,75%, diikuti oleh Bali sebesar
94,3%, dan Jawa Tengah sebesar 91,06. Provinsi dengan capaian teredah adalah Papua
Barat Sebesar 12,47%, diikuti oleh Papua sebesar 21,18%, dan Sumatera Utara sebesar
22,96%. Informasi lebih rinci menurut provinsi terkait pelayanan kesehatan ibu nifas
menurut provinsi terdapat pada Lampiran 4.1.

d. Pelayanan/Penanganan Komplikasi Maternal


Komplikasi maternal adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
dan atau janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak langsung, termasuk
penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam jiwa ibu dan atau janin,
yang tidak disebabkan oleh trauma/kecelakaan. Pencegahan dan penanganan
komplikasi maternal adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi maternal untuk

108
mendapatkan perlindungan/pencegahan dan penanganan definitif sesuai standar oleh
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
Upaya pencegahan dan penanganan komplikasi maternal diukur melalui
indikator cakupan penanganan komplikasi maternal (Cakupan PK). Indikator ini
mengukur kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara
profesional kepada ibu (hamil, bersalin, nifas) dengan komplikasi.
Gambar berikut menyajikan capaian indikator PK dari tahun 2008 sampai
dengan tahun 2011. Penurunan nampak terjadi pada tahun 2009, yaitu dari 44,84%
pada tahun 2008 menjadi 42,29% pada tahun 2009. Capaian ini meningkat menjadi
59,68% pada tahun 2011.
GAMBAR 4.7
CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI MATERNAL
DI INDONESIA TAHUN 2008-2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) tahun 2001,


penyebab kematian ibu di Indonesia meliputi penyebab langsung, yaitu perdarahan
(28%), hipertensi dalam kehamilan (24%), infeksi (11%), komplikasi nifas (8%) dan
partus macet/lama (5%). Walaupun sebagian komplikasi maternal tidak dapat dicegah
dan diperkirakan sebelumnya, tidak berarti bahwa komplikasi tersebut tidak dapat
ditangani. Mengingat bahwa setiap ibu hamil/bersalin/nifas berisiko mengalami
komplikasi, maka mereka perlu mempunyai akses terhadap pelayanan
kegawatdaruratan maternal/obstetrik.
Terdapat tiga jenis area intervensi yang dilakukan untuk menurunkan angka
kematian dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui : 1) peningkatan pelayanan
antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai;
2) pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil,
pelayanan pasca persalinan dan kelahiran; serta 3) pelayanan emergensi obstetrik dan
neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau.
Upaya terobosan dalam penurunan AKI dan AKB di Indonesia adalah melalui
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) yang
menitikberatkan fokus totalitas monitoring yang menjadi salah satu upaya deteksi dini,
menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil serta menyediakan akses dan pelayanan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar di tingkat Puskesmas (PONED) dan
pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal komprehensif di Rumah Sakit

109
(PONEK). Dalam implementasinya, P4K merupakan salah satu unsur dari Desa Siaga.
Sampai dengan tahun 2011, tercatat 61,731 (80%) desa/kelurahan telah melaksanakan
P4K.
Sesuai Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014,
ditargetkan pada akhir tahun 2014 di setiap kabupaten/kota terdapat minimal 4
(empat) Puskesmas rawat inap mampu PONED dan 1 (satu) Rumah Sakit
Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan PONEK. Melalui pengelolaan pelayanan
PONED dan PONEK, Puskesmas dan Rumah Sakit diharapkan bisa menjadi institusi
terdepan dimana kasus komplikasi dan rujukan dapat diatasi dengan cepat dan tepat.
Standardisasi PONEK untuk rumah sakit dilakukan oleh Direktorat Bina Upaya
Kesehatan Rujukan bekerjasama dengan Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-
Kesehatan Reproduksi (Badan Khusus POGI yang menghimpun unit-unit pelatihan
klinik organisasi profesi POGI, IDAI, IBI dan PPNI). Lokakarya PONEK dilakukan
selama 5 hari, meliputi materi manajemen dan klinik PONEK yang kemudian diikuti
dengan latihan on the job training PONEK untuk mengenalkan cara melakukan
bimbingan teknis untuk perbaikan kinerja Tim PONEK rumah sakit. Jumlah rumah
sakit siap PONEK di Indonesia sampai dengan tahun 2011 sebanyak 388 (87,39%)
rumah sakit dari 444 rumah sakit umum milik Pemerintah.
Selain itu dilakukan pula kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP), yang
merupakan upaya dalam penilaian pelaksanaan serta peningkatan mutu pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir melalui pembahasan kasus kematian ibu atau bayi
baru lahir sejak di level masyarakat sampai di level fasilitas pelayanan kesehatan.
Kendala yang timbul dalam upaya penyelamatan ibu pada saat terjadi
kegawatdaruratan maternal dan bayi baru lahir akan dapat menghasilkan suatu
rekomendasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi di
masa mendatang. Data dan informasi tentang penanganan komplikasi maternal
menurut provinsi terdapat pada Lampiran 4.6.

e. Penanganan Neonatal Komplikasi


Neonatal komplikasi adalah neonatus dengan penyakit dan atau kelainan yang
dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia, ikterus, hipotermia,
tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (Berat Lahir < 2.500 gram),
sindroma gangguan pernafasan, dan kelainan kongenital maupun yang termasuk
klasifikasi kuning pada pemeriksaan dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM).
Yang dimaksud dengan penanganan Neonatus komplikasi adalah neonatus sakit
dan atau neonatus dengan kelainan yang mendapat pelayanan sesuai standar oleh
tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) baik di rumah, sarana pelayanan
kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan sesuai
standar antara lain sesuai dengan standar MTBM, manajemen Asfiksia Bayi Baru
Lahir, manajemen Bayi Berat Lahir Rendah, pedoman pelayanan neonatal essensial di
tingkat pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional
pelayanan lainnya.

110
Pada Gambar berikut, nampak bahwa capaian cakupan penanganan neonatal
komplikasi pada tahun 2011 sebesar 39,46%. Angka ini lebih besar dibandingkan tahun
2009 dan tahun 2010 sebesar 24% dan 25,23%.
GAMBAR 4.8
CAKUPAN PENANGANAN NEONATAL KOMPLIKASI
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas, diketahui bahwa capaian nasional belum mencapai target
tahun 2011 sebesar 65%. Selain itu, terjadi disparitas pencapaian yang sangat lebar
dimana capaian tertinggi terdapat di Provinsi Bali sebesar 86,26%, diikuti oleh Jawa
Timur sebesar 65,72%, dan Maluku Utara sebesar 62%, dan capaian terendah Provinsi
Sumatera Utara sebesar 2,47%, diikuti Papua sebesar 7%, dan Lampung sebesar
10,51%.
Rendahnya cakupan penanganan komplikasi neonatal dapat disebabkan sistem
pencatatan dan pelaporan penanganan neonatus dengan komplikasi belum
mengakomodir semua laporan fasilitas kesehatan dasar dan rujukan swasta. Selain itu
juga dapat disebabkan masih banyak tenaga kesehatan yang belum memahami definisi
operasional dari terminologi penanganan neonatus dengan komplikasi. Informasi lebih
rinci tentang penanganan neonatal komplikasi menurut provinsi terdapat pada
Lampiran 4.6.

f. Kunjungan Neonatal
Neonatus atau bayi baru lahir (0-28 hari) merupakan kelompok umur yang
memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan
untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan memberikan pelayanan
kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir.
Data Riskesdas tahun 2007 menyebutkan bahwa sebagian besar kematian
neonatus, yaitu 78,5% terjadi pada minggu pertama kehidupan (0-7 hari). Mengingat
111
besarnya risiko kematian pada minggu pertama ini, setiap bayi baru lahir harus
mendapatkan pemeriksaan sesuai standar lebih sering dalam minggu pertama untuk
mendeteksi adanya penyakit atau tanda bahaya sehingga dapat dilakukan intervensi
sedini mungkin untuk mencegah kematian. Terkait hal tersebut, tahun 2008 ditetapkan
perubahan kebijakan dalam pelaksanaan kunjungan neonatus dari semula 2 kali (satu
kali pada minggu pertama dan satu kali pada 8-28 hari), menjadi 3 kali (dua kali pada
minggu pertama). Dengan perubahan ini, jadwal kunjungan neonatus dilaksanakan
pada umur 6-48 jam, umur 3-7 hari dan umur 8-28 hari.
Pelayanan kesehatan neonatal sesuai standar adalah pelayanan kesehatan
neonatal saat lahir dan pelayanan kesehatan saat kunjungan neonatus sebanyak 3 kali.
Pelayanan yang diberikan saat kunjungan neonatus adalah pemeriksaan sesuai
standar Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan konseling perawatan bayi baru
lahir termasuk ASI eksklusif dan perawatan tali pusat. Untuk kunjungan neonatal
pertama (KN1), dilakukan juga pemberian vitamin K1 injeksi dan pemberian imunisasi
hepatitis B0 bila belum diberikan pada saat lahir. Indikator ini mengukur kemampuan
manajemen program KIA dalam menyelenggarakan pelayanan neonatal yang
komprehensif.
GAMBAR 4.9
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA (KN1)
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas nampak bahwa capaian KN1 pada tahun 2011 sebesar
90,51% telah melampaui target Renstra Kementerian Kesehatan sebesar 86%. Dengan
demikian, sebanyak 20 provinsi (60,6%) telah memenuhi target Renstra Kemenkes.
Namun terjadi disparitas capaian antar provinsi yang sangat lebar, dimana capaian
tertinggi terdapat di Kalimantan Selatan sebesar 99,62%, diikuti oleh Kep. Bangka
Belitung sebesar 99,26%, dan Jawa Tengah sebesar 98,19%, dan capaian terendah di
Papua sebesar 20,84%, diikuti Papua Barat sebesar 42,75%, dan Kalimantan Timur
sebesar 71,47%. Meskipun Capaian Kunjungan Neonatal Pertama masih terjadi
disparitas pencapaian yang sangat lebar hingga mencapai 78,78 poin pada tahun 2011,
112
namun capaian nasional menunjukan peningkatan dalam tiga tahun terakhir (2009-
2011) yaitu 80,6%; 84,01%; dan 90,51%.
Selain KN1, indikator yang menggambarkan pelayanan kesehatan bagi neonatal
adalah KN Lengkap. Pada gambar berikut terlihat capaian KN lengkap secara nasional
Tahun 2011 mencapai 84,18% yang telah melebihi target nasional sebesar 82%.
GAMBAR 4.10
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL LENGKAP
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas terlihat bahwa terjadi disparitas pencapaian yang sangat
lebar, dimana capaian tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Tengah sebesar 95,36%,
diikuti oleh Kalimantan Selatan sebesar 95,25%, dan Kep.Bangka Belitung sebesar
93,55, dan capaian terendah terdapat di Provinsi Papua Sebesar 18,86%, diikuti oleh
Papua Barat sebesar 32,64%, dan Kalimantan Timur sebesar 54,31%. Hanya 15
provinsi yang mencapai target nasional Tahun 2011 atau 45,45% dari 33 provinsi.
Pada gambar 4.11 ditampilkan cakupan KN lengkap sesudah dan sebelum tahun
2008 ketika kebijakan KN lengkap mensyaratkan adanya 3 kali kunjungan.
Cakupan KN lengkap sebelum tahun 2008 nampak berfluktuasi. Sejak
Kebijakan KN lengkap yang mensyaratkan 3 kali kunjungan diimplementasikan,
cakupan menujukkan peningkatan dari tahun 2008 ke tahun 2009 dan dari tahun 2010
ke tahun 2011. Informasi lebih lanjut mengenai pelayanan kunjungan neonatal dapat
dilihat pada Lampiran 4.7.

113
GAMBAR 4.11
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL LENGKAP
DI INDONESIA TAHUN 2004-2011

KN Lengkap : KN Lengkap :
KN1, KN2 KN1, KN2, KN3

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

g. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi


Pelayanan kesehatan bayi ditujukan pada bayi usia 29 hari – 11 bulan yang
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi klinis kesehatan (dokter, bidan, dan perawat) minimal 4 kali.
Pelayanan ini meliputi pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/ HB1-3, Polio 1-4, dan
Campak), stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) bayi, pemberian
vitamin A pada bayi, dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi serta penyuluhan ASI
Eksklusif, MP ASI dan lain-lain.
Indikator cakupan pelayanan kesehatan bayi merupakan penilaian terhadap
upaya peningkatan akses bayi memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui
sedini mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas hidup bayi.
Cakupan kunjungan bayi pada tahun 2011 sebesar 85,21%. Angka ini telah
mencapai target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2011 sebesar 85%. Cakupan
kunjungan tahun 2011 juga meningkat dibandingkan tahun 2009 dan 2010 yaitu
sebesar 73,7% dan 84,04%.
Gambar 4.12 menujukkan adanya disparitas pencapaian yang sangat lebar
dimana capaian tertinggi sebesar 99,10% di Provinsi Nusa Tenggara Barat, diikuti oleh
DKI Jakarta sebesar 96,14% dan Kalimantan Timur sebesar 94,22%, capaian terendah
sebesar 26,24% di Provinsi Papua diikuti oleh Kalimantan Selatan sebesar 45,54%, dan
Papua Barat 46,68%. Terdapat 19 provinsi belum mencapai target Renstra 2011 yang
sebagian besar berada di regional tengah dan timur Indonesia.
Hal ini menunjukkan adanya kesulitan akses di daerah luar Pulau Jawa
terutama regional timur dan tengah.

114
GAMBAR 4.12
CAKUPAN KUNJUNGAN BAYI
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

h. Pelayanan Kesehatan pada Anak Balita


Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan pada anak usia 12-59 bulan dalam upaya meningkatkan kualitas
hidup anak balita diantaranya adalah melakukan pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan dan stimulasi tumbuh kembang pada anak dengan menggunakan
instrumen SDIDTK, pembinaan posyandu, pembinaan anak prasekolah (PAUD) dan
konseling keluarga pada kelas ibu balita dengan memanfaatkan Buku KIA, perawatan
anak balita dengan pemberian ASI sampai 2 tahun, makanan gizi seimbang dan
vitamin A.
Cakupan pelayanan kesehatan anak balita pada tahun 2011 sebesar 80,96%.
Angka ini lebih besar dibandingkan tahun 2010 sebesar 78,11%. Cakupan tahun 2011
telah melampaui target Renstra tahun 2011 sebesar 80%. Pada tahun 2011 jumlah
provinsi dengan capaian melebihi target Renstra adalah 14 provinsi atau 42,4% dari
seluruh provinsi.
Gambar 4.13 menunjukkan bahwa provinsi dengan capaian tertinggi adalah
Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 96,7%, diikuti oleh Jawa Tengah sebsar 96,14%,
dan Jawa Barat sebesar 88,8%. Sedangkan provinsi dengan capaian terendah adalah
Papua sebesar 41,8%, diikuti oleh Kalimantan Timur sebesar 56,61%, dan Lampung
sebesar 57,52%. Data dan informasi mengenai pelayanan kesehatan bayi dan anak
balita menurut provinsi terdapat pada Lampiran 4.8.

115
GAMBAR 4.13
CAKUPAN KUNJUNGAN ANAK BALITA
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

i. Pelayanan Kesehatan Pada Siswa SD dan Setingkat


Masalah kesehatan anak usia sekolah semakin kompleks, mulai dari yang
terkait dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan
baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun sampai dengan masalah
kesehatan lainnya yang sering dialami anak usia sekolah tingkat dasar seperti karies
gigi, kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi. Dengan
adanya penjaringan kesehatan terhadap murid SD/MI kelas I diharapkan dapat
meningkatkan kualitas kesehatan anak usia sekolah.
Penjaringan kesehatan merupakan serangkaian kegiatan pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan terhadap siswa kelas 1 Sekolah Dasar atau yang setingkat
untuk memilah siswa yang mempunyai masalah kesehatan agar segera mendapatkan
penanganan sedini mungkin. Kegiatan tersebut meliputi pemeriksaan kesehatan dalam
penjaringan kesehatan siswa yang terdiri dari pemeriksaan kebersihan perorangan
(rambut, kulit dan kuku), pemeriksaan status gizi melalui pengukuran antropometri,
pemeriksaan ketajaman indera (penglihatan dan pendengaran), pemeriksaan kesehatan
gigi dan mulut, pemeriksaan laboratorium untuk anemia dan kecacingan, pengukuran
kebugaran jasmani dan deteksi dini masalah mental emosional.
Cakupan SD atau sederajat yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk
siswa kelas 1 Tahun 2011 di Indonesia sebesar 74,86%. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan tahun 2010 sebesar 61,08%. Capaian pada tahun 2011 belum memenuhi
target Renstra Kemenkes sebesar 90%.

116
GAMBAR 4.14
CAKUPAN SEKOLAH DASAR YANG MELAKSANAKAN PENJARINGAN
SISWA SD/SETINGKAT KELAS 1 DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas diketahui bahwa hanya tujuh provinsi yang telah mencapai
target, yaitu Jawa Timur (100%), Kepulauan Bangka Belitung (99,75%), Daerah
Istimewa Yogyakarta (97,67%), Sumatera Barat (93,19%), Bengkulu (92,64%), DKI
Jakarta (91,90%) dan Jawa Tengah (90,69%). Sedangkan 26 provinsi yang lain belum
mencapai target Renstra.
Masalah utama yang sering ditemukan di daerah adalah tenaga yang sudah
dilatih dipindahkan ke bidang/tempat lain dan juga kurangnya tenaga di Puskesmas
untuk melaksanakan penjaringan, sehingga untuk melaksanakan penjaringan
kesehatan membutuhkan waktu lebih lama. Data dan informasi mengenai penjaringan
siswa SD/sederajat kelas 1 menurut provinsi terdapat pada Lampiran 4.11.

j. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)


Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas telah dikembangkan
Kementerian Kesehatan RI sejak tahun 2003, dengan tujuan khusus untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang kesehatan reproduksi
dan perilaku hidup sehat serta memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas
kepada remaja.
Puskesmas PKPR memberikan layanan di dalam dan di luar gedung pada
kelompok remaja berbasis sekolah ataupun masyarakat sehingga dapat menjangkau
semua kelompok remaja (10-19 tahun). Suatu puskesmas dikatakan mampu laksana
PKPR apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Melakukan pembinaan pada minimal 1 sekolah (sekolah umum, sekolah berbasis
agama) dengan melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
(KIE) di sekolah binaan minimal 2 kali dalam setahun;
2) Melatih Kader Kesehatan Remaja di sekolah minimal sebanyak 10% dari jumlah
murid di sekolah binaan; dan
117
3) Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan
konseling yang kontak dengan petugas PKPR.
Layanan kesehatan diberikan secara komprehensif, dengan penekanan pada
langkah promotif/preventif berupa pembekalan kesehatan dan peningkatan
keterampilan psikososial dengan pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS). Sesuai
dengan permasalahan remaja yang tidak hanya terkait fisik tetapi juga psikososial
maka konseling merupakan layanan yang menjadi ciri khas PKPR. Konseling diberikan
oleh tenaga kesehatan yang terampil, ‘ramah’ remaja dan berwawasan. Tenaga
kesehatan puskesmas juga melaksanakan kegiatan KIE ke sekolah dan kelompok-
kelompok remaja lainnya melalui penyuluhan, atau Focus Group Discussion (FGD).
Selain itu, agar pelayanan kepada remaja lebih efektif maka remaja juga
dilibatkan, khususnya menjadi konselor sebaya yang berperan sebagai agen pengubah
di kelompok sebayanya. Konselor sebaya sebagai kader memiliki peran yang besar
mengingat remaja lebih memilih teman sebayanya sebagai tempat curahan hati
dibandingkan orang tua bahkan tenaga kesehatan. Hal ini seperti ditunjukkan data
SKRRI (Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia) tahun 2007 yang
diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
dimana remaja cenderung memperoleh informasi kesehatan reproduksi melalui teman
sebayanya. Terdapat 44,3% remaja perempuan dan 46,9% remaja laki-laki menjadikan
temannya sebagai sumber informasi mengenai perubahan fisik saat pubertas. Selain
itu, sebesar 69,3% remaja perempuan dan 56,7% remaja laki-laki lebih suka
mencurahkan hati (curhat) tentang kesehatan reproduksi dengan temannya
dibandingkan dengan orang tua atau guru.
Berikut ini ditampilkan gambaran cakupan kabupaten/kota memiliki 4
puskesmas mampu tata laksana PKPR Tahun 2011.
GAMBAR 4.15
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA
DENGAN MINIMAL 4 PUSKESMAS MAMPU TATA LAKSANA PKPR
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

118
Gambar 4.15 menunjukkan bahwa cakupan kabupaten/kota yang telah memiliki
4 puskesmas mampu laksana PKPR Tahun 2011 mencapai 61,17%. Target cakupan
kabupaten/kota dengan 4 puskesmas PKPR tahun 2011 sebesar 60%. Dengan demikian,
sebanyak 17 provinsi telah mencapai target. Di antara 17 provinsi tersebut, terdapat 7
provinsi yang seluruh capaiannya 100%, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten,
Bali, NTB, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo. Data dan informasi
terkait persentase kabupaten/kota dengan puskesmas mampu laksana PKPR menurut
provinsi terdapat pada Lampiran 4.13.

k. Pelayanan Kesehatan pada Kasus Kekerasan terhadap Anak (KTA)


Dampak globalisasi, perkembangan teknologi, pengaruh negatif media massa
mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai sosial budaya dimana masyarakat terbiasa
dengan pola hidup konsumtif dan individual. Di sisi lain kemiskinan yang belum
teratasi, rendahnya tingkat pendidikan orang tua, banyaknya anak dalam keluarga
serta bencana alam yang akhir-akhir ini banyak terjadi di Indonesia merupakan faktor
pemicu terjadinya peningkatan tindakan kekerasan terhadap anak baik fisik, mental,
seksual maupun penelantaran.
Menurut UU RI Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia, bahwa hak
anak merupakan bagian dari hak asasi manusia seperti hak sipil, kesehatan,
pendidikan, politik, sosial, ekonomi, budaya, dan wajib dijamin, dilindungi, dipenuhi
oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pengertian kekerasan terhadap anak berdasarkan pengertian dari WHO adalah
semua bentuk tindakan/perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional,
penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi, komersial atau lainnya, yang
mengakibatkan cedera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak,
kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan
dalam konteks hubungan tanggungjawab.
Upaya penanganan di bidang kesehatan adalah menyediakan akses pelayanan
kesehatan bagi korban kekerasan pada anak yang terdiri dari pelayanan di tingkat
dasar melalui puskesmas mampu tatalaksana kekerasan terhadap anak dan Pusat
Pelayanan Terpadu (PPT) di rumah sakit untuk penanganan kasus rujukan.
Puskesmas mampu tatalaksana kekerasan terhadap anak memberikan pelayanan
penanganan gawat darurat, konseling, medikolegal dan rujukan (medis dan
psikososial). Pelayanan terpadu di rumah sakit menangani pelayanan spesialistik yang
melalui IGD, perawatan, medikolegal dan psikososial (bantuan hukum dan
perlindungan sosial bagi anak melalui panggilan telepon pada saat diperlukan)
Kriteria Puskesmas mampu tatalaksana kasus kekerasan terhadap anak yaitu :
1) Memiliki tenaga kesehatan terlatih /terorientasi tata laksana kasus KtA
2) Melaksanakan rujukan medis maupun psikososial
Cakupan hasil pelaksanaan program pada tahun 2011 adalah 54,12%. Angka ini
sudah memenuhi Target indikator Puskesmas Mampu Tatalaksana Kasus KtA pada
tahun 2011 sebesar 40%.

119
GAMBAR 4.16
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA
DENGAN MINIMAL 2 PUSKESMAS MAMPU TATA LAKSANA KTA
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas nampak sebagian besar provinsi telah melampaui target
nasional, yaitu 25 provinsi atau 75,8% dari seluruh provinsi. Bahkan sebanyak 7
provinsi memiliki capaian 100%. Data dan informasi terkait persentase kabupaten/kota
dengan puskesmas mampu tatalaksana KtA menurut provinsi terdapat pada Lampiran
4.14.

l. Pelayanan Kesehatan Anak Terlantar dan Anak Jalanan di Panti


Menurut hasil Susenas BPS, jumlah anak jalanan menujukkan peningkatan
yang signifikan sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2009, yaitu dari 94.674 anak
menjadi 230.000 anak. Data dari Direktorat Bina Kesehatan Kerja Kemenkes tahun
2005 menunjukkan bahwa masih terdapat anak yang bekerja di sektor informal yaitu
sebanyak 1% dari jumlah seluruh pekerja di Indonesia.

Kelompok umur remaja merupakan bagian terbesar dari kelompok anak jalanan
(usia 14 – 18 tahun). Masalah kesehatan yang dihadapi anak jalanan terkait dengan
perilaku hidup bersih dan sehat. Kondisi anak jalanan yang tidak memiliki tempat
tinggal yang sehat dan aktivitas di jalanan menyebabkan mereka rentan terhadap
gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan, diare, kulit dan lain
sebagainya. Secara psikologis, anak jalanan memiliki konsep diri negatif, tidak atau
kurang percaya diri, mudah tersinggung, ketergantungan pada orang lain, dan emosi
yang tidak stabil. Kondisi ini menyebabkan mereka mudah terpengaruh orang lain dan
cenderung berperilaku antisosial (berkelahi, mencuri, merampas, menggunakan
Narkoba dan menjalankan bisnis NAPZA, dan perilaku seks bebas). Selain itu, anak
dapat mengalami berbagai bentuk kekerasan baik fisik, psikis dan seksual. Mereka
juga dapat mengalami eksploitasi fisik dan seksual terutama oleh orang dewasa hingga

120
kehilangan nyawa, sehingga timbul masalah kesehatan yang terkait kesehatan
reproduksi seperti Infeksi Menular Seksual (IMS/PMS) dan HIV/AIDS.
Upaya penanganan di bidang kesehatan bagi anak terlantar/anak jalanan
meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif melalui pendekatan pada
kelompok-kelompok sasaran seperti di panti anak terlantar/anak jalanan, shelter,
rumah singgah dan lain-lain.
Pelayanan diberikan oleh tenaga kesehatan di puskesmas bekerja sama dengan
unsur dari sektor terkait dan LSM di wilayah kerjanya serta masyarakat lainnya.
Kriteria Puskesmas membina Panti Anak terlantar adalah Puskesmas yang melakukan
paket pembinaan kesehatan anak di panti yang meliputi kegiatan :
1. Penyuluhan tentang PHBS, bahaya penyalahgunaan NAPZA, kesehatan
reproduksi dan Infeksi Menular Seksual (IMS);
2. Pemberian tablet Fe pada remaja putri;
3. Konseling termasuk Pre dan Post Test HIV;
4. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada remaja putri;
5. Pengobatan;
6. Pelatihan peer konselor remaja; dan
7. Rujukan apabila diperlukan.
Target indikator Puskesmas membina Panti Anak Terlantar pada tahun 2011
adalah sebesar 100%. Pada tahun 2011 terdapat 1.751 puskesmas dengan panti anak
terlantar di wilayah kerjanya. Seluruh puskesmas tersebut telah melakukan
pembinaan terhadap panti di wilayah kerjanya. Dengan demikian target pada tahun
2011 telah terpenuhi. Informasi lebih rinci mengenai puskesmas yang melakukan
pembinaan di Panti Anak Terlantar dapat dilihat pada Lampiran 4.12.

m. Pelayanan Kesehatan Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Lapas/


Rutan
Masalah kesehatan yang banyak ditemukan di masyarakat hampir seluruhnya
berkaitan dengan rendahnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), rendahnya
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja, rendahnya kualitas kesehatan
lingkungan dan tidak kondusifnya kondisi lingkungan psikososial seperti bullying.
Masalah kesehatan yang dialami Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di
lapas/rutan antara lain penyakit kulit (scabies), TB, HIV & AIDS, NAPZA, dan sanitasi
lingkungan
Berdasarkan data UNICEF tahun 2000, diketahui bahwa setiap tahun terdapat
5.000 anak bermasalah dengan hukum, dimana hanya 10 % yang mendapat pelayanan
hukum, psikososial dan kesehatan. Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan bahwa pada tahun 2008
jumlah tahanan anak adalah 2.019 orang yang terdiri dari 1.838 laki-laki dan 181
perempuan. Terdapat 2.282 orang anak didik pemasyarakatan (andikpas) yang terdiri
dari 2.161 laki-laki dan 121 perempuan. Pada akhir tahun 2009 tercatat jumlah
andikpas sebanyak 7.397 orang yang terdiri 3.606 anak tahanan, 3.735 narapidana dan
56 anak negara. Menurut Sistem Database Pemasyarakatan, sampai dengan April
2012, jumlah tahanan anak sebanyak 1.994 dan narapidana anak sebanyak 3.264.

121
Upaya penanganan di bidang kesehatan bagi Anak yang Berhadapan dengan
Hukum (ABH) di Lapas/Rutan Anak meliputi aspek promotif, preventif kuratif dan
rehabilitatif yang dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan di poliklinik Lapas/Rutan
atau melalui sistem pelayanan kesehatan yang ada yaitu pelayanan strata pertama
(Puskesmas) dan pelayanan rujukan (rumah sakit).
Kriteria Puskesmas membina Lapas/Rutan Anak adalah Puskesmas yang
melakukan paket pembinaan kesehatan anak di Lapas/Rutan Anak yang meliputi
kegiatan :
1. Upaya Kesehatan Preventif
Upaya ini berupa pemeriksaan penapisan (screening) awal Andikpas baru,
pemeriksaan berkala pada andikpas lama, isolasi andikpas yang menderita
penyakit menular, pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan tablet besi
pada andikpas perempuan, pemantauan dan pembinaan penyelenggaraan
makanan, pencegahan penyakit menular dan pencegahan penyalahgunaan
NAPZA, pemantauan dan surveilans kejadian penyakit menular di
Lapas/Rutan dan kesehatan lingkungan.
2. Upaya Kesehatan Kuratif
Upaya ini berupa pelayanan kesehatan umum dan gigi, pelayanan
pengobatan penyakit khusus seperti tuberkulosis, malaria, kusta, infeksi
saluran reproduksi, dan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS,
pelayanan rujukan sesuai dengan kebutuhan Andikpas.
3. Upaya Kesehatan Rehabilitatif
Upaya ini berupa rehabilitasi fisik dan rehabilitasi mental.
Target indikator Puskesmas membina Lapas/Rutan Anak pada tahun 2011
adalah 100% Puskesmas membina Kesehatan Anak di 18 Lapas anak dan 1 Rutan
dewasa yang memiliki ABH. Cakupan hasil pelaksanaan program adalah 100%, yang
artinya berhasil memenuhi target tahun 2011. Sebaran Lapas/Rutan anak dapat dilihat
pada tabel berikut.
TABEL 4.1
PUSKESMAS MEMBINA LAPAS/RUTAN ANAK DI INDONESIA
SAMPAI DENGAN TAHUN 2011
No Provinsi Kabupaten/Kota Puskesmas Lapas/Rutan Anak

1 Sumatera Utara Kota Medan Puskesmas Tanjung Gusta Lapas Anak Medan

2 Sumatera Barat Lima Puluh Koto Puskesmas Tanjung Pati Lapas Anak Tanjung Pati

3 Riau Kota Pekanbaru Puskesmas Harapan Raya Lapas Anak Pekanbaru

4 Jambi Kab. Batang Hari Puskesmas Muara Bulian Lapas Anak Muara Bulian

5 Sumatera Selatan Kota Palembang Puskesmas Pakjo Lapas Anak Palembang

6 Lampung Kab. Lampung Utara Puskesmas Kotabumi Lapas Anak Kotabumi

7 Jawa Barat Bandung Puskesmas Ibrahim Adjie Rutan Kebon Waru

8 Jawa Tengah Purworejo Puskesmas Kutoarjo Lapas Anak Kutoarjo

9 Jawa Timur Kota Blitar Puskesmas Sananwetan Lapas Anak Blitar

122
No Provinsi Kabupaten/Kota Puskesmas Lapas/Rutan Anak
Lapas Anak Pria
10 Banten Kota Tangerang Puskesmas Tanah Tinggi Tangerang, Lapas Anak
Wanita Tangerang
11 Bali Kab. Karang Asem Puskesmas Karang Asem Lapas Anak Gianyar

12 Nusa Tenggara Timur Kupang Puskesmas Oesapa Lapas Anak Kupang

13 Kalimantan Barat Kubu Raya Puskesmas Sui Dalam Lapas Anak Sungai Raya

14 Kalimantan Selatan Kota Banjar Puskesmas Pelambuan Lapas Anak Martapura

15 Sulawesi Utara Tomohon Puskesmas Matani Lapas Anak Tomohon

16 Sulawesi Selatan Bone Puskesmas Bajoe Lapas Anak Bajoe


Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes, RI, 2012 ; Kementerian Hukum dan HAM, RI, 2012

n. Pelayanan Kesehatan Anak Penyandang Cacat Melalui Program UKS di


Sekolah Luar Biasa (SLB)
Anak berkelainan/anak dengan kecacatan merupakan anak yang paling rentan
terhadap masalah kesehatan karena lebih berisiko mendapat kekerasan dari
orangtua/lingkungannya akibat dari kelainan/kecacatan tersebut. Mereka juga
mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan gizi karena ketidakmampuan anak
dalam kebersihan perorangan (kebersihan mulut, kebersihan alat reproduksi, dan
lainnya).
Belum ada angka yang jelas tentang anak dengan kecacatan di Indonesia, oleh
karena penelitian tentang anak dengan kecacatan masih sangat kurang. WHO
memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7-10 % dari
total jumlah anak. Hasil Riskesdas 2010 menyebutkan bahwa persentase kecacatan
pada anak usia 24-59 bulan menunjukkan proporsi terbesar adalah tuna daksa (cacat
tubuh) sebesar 0,17%, tuna wicara sebesar 0,15% dan tuna grahita sebesar 0,14%.
Dewasa ini telah terbentuk kelompok-kelompok yang peduli terhadap Anak yang
membutuhkan perlindungan khusus yang tumbuh di kota-kota besar seperti Forum
Komunikasi Keluarga Anak Dengan Kecacatan (FKKADK) yang telah terbentuk di 27
provinsi, kelompok peduli autis, Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome
(POTADS), dll. Kelompok-kelompok tersebut umumnya berasal dari keluarga dengan
status ekonomi menengah ke atas yang mampu memberikan pelayanan kesehatan
sesuai kebutuhan. Sedangkan di kota-kota kecil atau pedesaan masih terdapat sebagian
besar anak dengan kecacatan yang belum memperoleh akses pelayanan kesehatan
sebagaimana mestinya.
Upaya penanganan di bidang kesehatan bagi anak penyandang cacat
dilaksanakan secara komprehensif, diutamakan pada upaya pengobatan dan pemulihan
kesehatan secara terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan. Paket program
yang dilaksanakan bersifat responsif terhadap permasalahan kesehatan anak dengan
kecacatan dapat mengantisipasi kebutuhan sesuai proses tumbuh kembang anak.
Kriteria Puskesmas membina kesehatan anak penyandang cacat adalah
puskesmas yang melakukan pembinaan kesehatan anak penyandang cacat melalui

123
program UKS di SLB yang meliputi kegiatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Kegiatan tersebut antara lain ; Penyuluhan PHBS, kesehatan reproduksi,
gizi, kesehatan lingkungan, pencegahan penularan penyakit dengan menggunakan
media yang dapat dimengerti anak, imunisasi, pengobatan dan rehabilitasi. Pada
kondisi anak dengan kecacatan yang membutuhkan pelayanan rujukan dapat
dilakukan rujukan kuratif dan rehabilitatif ke Puskesmas atau langsung ke rumah
sakit.
Kegiatan pelayanan kesehatan diawali dengan deteksi dini pada saat
penerimaan siswa baru baik di SLB, sekolah inklusi maupun sekolah umum. Pelayanan
kesehatan berkala dilakukan sama seperti yang dilaksanakan di sekolah-sekolah umum
yaitu enam bulan sekali. Khusus untuk SLB, pelayanan kesehatan insidentil sebaiknya
dilakukan sebulan sekali, karena anak dengan kecacatan berisiko lebih tinggi terhadap
penyakit dibanding anak normal di sekolah umum dan rawan bertambah parah
kecacatannya serta ketergantungannya pada orang lain. Penanganan kasusnya
disesuaikan dengan tingkat keparahan kecacatan serta melihat tanda-tanda untuk
masing-masing jenis kecacatan.
Target indikator Puskesmas membina kesehatan anak penyandang cacat tahun
2011 adalah 100% Puskesmas membina kesehatan anak penyandang cacat melalui
program UKS di 10 provinsi prioritas. Cakupan hasil pelaksanaan program pada tahun
2011 adalah 100% yang artinya berhasil memenuhi target tahun 2011.
TABEL 4.2
PUSKESMAS MEMBINA KESEHATAN ANAK PENYANDANG CACAT
MELALUI PROGRAM UKS DI SLB SAMPAI DENGAN TAHUN 2011
Jumlah Jumlah
No Provinsi
Kabupaten/Kota Puskesmas

1 Sumatera Barat 18 67

2 Riau 7 7

3 Sumatera Selatan 12 17

4 Lampung 7 9

5 Banten 7 11

6 Bali 9 13

7 NTB 10 27

8 Kalimantan Selatan 1 1

9 Kalimantan Timur 7 17

10 Sulawesi Selatan 16 360


Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes, RI, 2012

2. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)


Menurut hasil penelitian, usia subur seorang wanita biasanya antara 15 – 49
tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan

124
kelahiran, wanita/pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat/metode
KB.
Tingkat pencapaian pelayanan Keluarga Berencana dapat dilihat dari
cakupan Pasangan Usia Subur (PUS) yang sedang menggunakan alat/metode
kontrasepsi (KB aktif), cakupan peserta KB yang baru menggunakan alat/metode
kontrasepsi, tempat pelayanan KB, dan jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor.
Proporsi wanita umur 15-49 tahun berstatus menikah (pasangan usia subur/PUS)
yang sedang menggunakan alat/metode KB menurut provinsi dapat dilihat pada
Gambar 4.17 berikut ini.
GAMBAR 4.17
PERSENTASE PESERTA KB AKTIF
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 2012

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa cakupan peserta KB aktif di


Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar 75,96%. Persentase peserta KB aktif
tertinggi pada tahun 2011 terdapat di Provinsi Bengkulu sebesar 89,79%, diikuti oleh
Provinsi Gorontalo sebesar 85,76%, dan Provinsi Bali sebesar 85,67%. Sedangkan
provinsi dengan persentase peserta KB aktif terendah adalah Papua sebesar 49,08%,
diikuti oleh Maluku Utara sebesar 62,33%, dan Kepulauan Riau sebesar 65,06%.
Cakupan peserta KB aktif juga dapat digambarkan menurut metode
kontrasepsi yang sedang digunakan. Metode kontrasespsi yang paling banyak
digunakan pada tahun 2011 adalah alat kontrasepsi jangka pendek berupa suntikan
sebesar 46,47% dan pil KB sebesar 25,81%. Sedangkan metode kontrasepsi yang
paling sedikit digunakan adalah metode jangka panjang yaitu MOP (Metode Operasi
Pria) sebesar 0,71%.

125
GAMBAR 4.18
PERSENTASE PESERTA KB AKTIF
MENURUT ALAT/METODE KONTRASEPSI TAHUN 2011

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2012

Gambaran penggunaan metode kontrasepsi menurut provinsi menunjukkan


bahwa Intra Uterine Device (IUD) banyak digunakan di Bali (47,04%), NTB (30,53%),
dan Daerah Istimewa Yogyakarta (23,94%). Provinsi dengan penggunaan IUD terendah
adalah Kalimantan Selatan (1,81%), Kalimantan Tengah (2,08%), dan Maluku Utara
(2,32%).
Pada tahun 2011, sebagian besar peserta KB baru memanfaatkan klinik KB
pemerintah sebagai tempat pelayanan KB yaitu sebesar 62,26%. Selain klinik KB
pemerintah, bidan praktek swasta juga banyak dimanfaatkan peserta KB baru sebagai
tempat pelayanan KB yaitu sebesar 29,81%. Pola ini tidak jauh berbeda dalam 5 tahun
terakhir.
GAMBAR 4.19
PERSENTASE PESERTA KB BARU MENURUT TEMPAT PELAYANAN KB
DI INDONESIA TAHUN 2007 – 2011

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2012

Pemanfaatan klinik KB pemerintah menurut distribusi provinsi, pemanfaatan


tertinggi terdapat di NTT sebesar 97.53% diikuti oleh Papua Barat sebesar 91,5%, dan
NTB sebesar 90,76%. Sedangkan di 3 provinsi yaitu DKI Jakarta, Bali dan Daerah
Istimewa Yogyakarta pemanfaatan klinik KB pemerintah sebagai tempat pelayanan KB

126
tergolong rendah yaitu kurang dari 40% dengan besaran masing-masing sebesar
33,33%; 38,87%; dan 39,02%. Provinsi-provinsi tersebut lebih banyak memanfaatkan
pelayanan KB pada bidan praktek swasta. Data dan informasi lebih rinci menurut
provinsi mengenai kepesertaan KB baru dan KB aktif terdapat pada Lampiran 4.2, 4.3,
4.4, dan 4.5.

3. Pelayanan Imunisasi
Bayi dan anak memiliki risiko yang lebih tinggi terserang penyakit menular
dibandingkan kelompok penduduk dewasa. Penyakit menular yang kerap dikenal
sebagai Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu : Difteri,
Tetanus, Hepatitis B, radang selaput otak, radang paru-paru, pertusis, dan polio.
Dengan adanya fakta tersebut, salah satu bentuk upaya pencegahan yang terbaik dan
sangat vital agar kelompok berisiko tersebut dapat dilindungi adalah imunisasi.
Pada saat pertama kali kuman (antigen) masuk ke dalam tubuh, maka sebagai
reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya,
reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh
belum mempunyai "pengalaman". Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya,
tubuh sudah mempunyai “memori” untuk mengenali antigen tersebut sehingga
pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang
lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya,
dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan
pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena,
tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.

a. Imunisasi Dasar pada Bayi


Pemerintah telah menetapkan program lima imunisasi dasar lengkap (LIL) pada
bayi yang meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 4 dosis hepatitis B, dan 1
dosis campak.
Di antara penyakit pada balita yang dapat dicegah dengan imunisasi, campak
adalah penyebab utama kematian pada balita. Oleh karena itu pencegahan campak
merupakan faktor penting dalam mengurangi angka kematian balita. Dari beberapa
tujuan yang disepakati dalam pertemuan dunia mengenai anak, salah satunya adalah
mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Di seluruh negara ASEAN
dan SEARO, imunisasi campak diberikan pada bayi umur 9-11 bulan dan merupakan
imunisasi terakhir yang diberikan kepada bayi di antara imunisasi wajib lainnya.
Pada gambar 4.20 dapat diketahui bahwa pada tahun 2011, Indonesia telah
mencapai cakupan imunisasi campak sebesar 93,6% dari target nasional tahun 2011, ≥
90%. Pada tahun 2011, sebanyak 18 provinsi telah mencapai target tersebut. Provinsi
dengan cakupan imunisasi campak tertinggi yaitu provinsi DKI Jakarta, Bengkulu, dan
Sulawesi Selatan yaitu masing-masing sebesar 101,70%; 101%; dan 100,5%. Sedangkan
cakupan terendah adalah provinsi Papua, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan
Tengah yang masing-masing sebesar 69,9%; 72,4%; dan 80%.

127
GAMBAR 4.20
PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

Selain cakupan imunisasi campak, indikator lain yang digunakan dalam


mengukur keberhasilan program imunisasi adalah cakupan imunisasi dasar lengkap.
Capaian imunisasi dasar lengkap di Indonesia pada tahun 2011 adalah 93,3% dan telah
jauh mencapai target yang ditetapkan untuk tahun 2011 yaitu ≥ 82%. Dari 33 provinsi
yang ada di Indonesia, hampir seluruh provinsi telah dapat mencapai target tersebut,
hanya 5 provinsi yang belum mencapai yaitu provinsi Papua, NTT, Kalimantan Tengah
Papua Barat, dan Gorontalo.
Provinsi dengan cakupan tertinggi adalah DKI Jakarta sebesar 101,7%, diikuti
oleh Sulawesi Selatan sebesar 100,1%, dan Jambi sebesar 99,9%. Sedangkan Provinsi
Papua menempati posisi terendah sebesar 61,8% diikuti oleh NTT sebesar 71,6%, dan
Kalimantan Tengah sebesar 77%. Data mengenai cakupan imunisasi dasar pada bayi
menurut provinsi tahun 2011 terdapat pada Lampiran 4.19.
Universal Child Immunization atau yang biasa disingkat UCI merupakan
gambaran suatu desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) yang ada
di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Pada tahun 2011
target cakupan desa UCI adalah 85% dan diharapkan pada tahun 2014 akan dapat
mencapai 100%, artinya seluruh desa yang ada di Indonesia dapat mencapai UCI.
Capaian cakupan desa/kelurahan UCI di Indonesia pada tahun 2011 adalah
74,13%. Terdapat 10 provinsi yang telah mencapai target cakupan UCI desa > 85%.
Berikut ini disajikan gambaran persentase desa UCI pada tahun 2011 menurut
provinsi.

128
GAMBAR 4.21
CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

Gambar 4.21 memberikan informasi bahwa pada tahun 2011, provinsi dengan
capaian tertinggi adalah DIY sebesar 100%, diikuti oleh DKI Jakarta sebesar 99,63%,
dan Jawa Tengah 96,28%. Provinsi dengan capaian terendah adalah Gorontalo sebesar
50,96%, diikuti oleh Sumatera Utara sebesar 52,53%, dan Jawa Timur sebesar 54,6%.
Rincian capaian desa/kelurahan UCI menurut provinsi tahun 2008-2011 terdapat pada
Lampiran 4.18.
Gambar berikut menyajikan persentase desa/kelurahan UCI di Indonesia.
Cakupan desa/kelurahan UCI tertinggi dicapai pada tahun 2005 sebesar 76,23%.
Peningkatan cakupan terjadi pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010
GAMBAR 4.22
CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI
DI INDONESIA TAHUN 2004-2011

Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

Idealnya, seorang anak mendapatkan seluruh imunisasi dasar sesuai umurnya,


sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
129
imunisasi dapat optimal. Namun kenyataannya, sebagian anak tidak mendapatkan
imunisasi dasar secara lengkap. Anak-anak inilah yang disebut dengan drop out (DO)
imunisasi. Imunisasi DPT-HB1 adalah jenis imunisasi yang pertama kali diberikan
pada bayi. Sebaliknya, imunisasi campak adalah imunisasi dasar yang terakhir
diberikan pada bayi. Diasumsikan bayi yang mendapat imunisasi campak telah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Dengan demikian, maka drop out rate
imunisasi bayi dihitung berdasarkan persentase penurunan cakupan imunisasi campak
terhadap cakupan imunisasi DPT-HB1.
GAMBAR 4.23
ANGKA DROP OUT CAKUPAN IMUNISASI DPTHB1 - CAMPAK PADA BAYI
DI INDONESIA TAHUN 2006-2011

Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

DO rate secara nasional pada tahun 2011 telah memenuhi target, yaitu 4,4,
namun masih terdapat 15 provinsi yang belum memenuhi target ≤ 5. Drop out rate
menunjukkan penurunan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2011. Rincian angka
drop out rate cakupan imunisasi DPT-HB1-campak tahun 2011 menurut provinsi dapat
dilihat pada Lampiran 4.20.

b. Imunisasi pada Ibu Hamil


Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan berkomitmen
dalam program Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (Maternal and Neonatal
Tetanus Elimination atau MNTE). Menurut WHO, tetanus maternal dan neonatal
dikatakan tereliminasi apabila hanya terdapat kurang dari satu kasus tetanus neonatal
per 1.000 kelahiran hidup di setiap kabupaten.
Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan program
eliminasi tetanus pada neonatal dan wanita usia subur termasuk ibu hamil. Strategi
yang dilakukan untuk mengeliminasi tetanus neonatorum dan maternal adalah 1)
pertolongan persalinan yang aman dan bersih; 2) cakupan imunisasi rutin TT yang
tinggi dan merata; dan 3) penyelenggaraan surveilans Tetanus Neonatorum.
Pada tahun 2011 telah dilaksanakan Survei Validasi MNTE di regional
Kalimantan, Sulawesi, NTB dan NTT dengan hasil yaitu eliminasi tetanus maternal
dan neonatal di regional tersebut pada periode 1 Juni 2010 sampai dengan 31 Mei 2011
telah tercapai. Begitu juga dengan regional Jawa dan Bali serta regional Sumatera
yang juga telah mencapai eliminasi.

130
Cakupan imunisasi TT2+ (ibu hamil yang telah mendapat imunisasi TT minimal
2 dosis) pada ibu hamil pada tahun 2011 secara nasional sebesar 63,6%. Capaian ini
belum memenuhi target yang telah ditetapkan yaitu ≥ 80%.
GAMBAR 4.24
PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI TT2+ PADA IBU HAMIL
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2011 terdapat 9 provinsi


dengan capaian ≥ 80%, yaitu Jawa Tengah, Bali, Jawa Barat, NTB, Banten, Sulawesi
Selatan, Maluku, Jambi, dan Bengkulu. Data dan informasi mengenai cakupan
imunisasi TT pada ibu hamil menurut provinsi pada tahun 2011 terdapat pada
Lampiran 4.22.

4. Ketersediaan Obat
Kebijakan Pemerintah terhadap peningkatan akses obat telah ditetapkan antara
lain dalam Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Sistem Kesehatan
Nasional (SKN), dan Kebijakan Obat Nasional (KONAS). Dalam upaya pelayanan
kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin
khasiatnya, aman, efektif dan bermutu dengan harga terjangkau serta mudah diakses
adalah sasaran yang harus dicapai.
Obat adalah salah satu kebutuhan dasar dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan merupakan barang publik yang perlu dijamin
ketersediaannya dalam upaya pemenuhan pelayanan kesehatan. Sejalan dengan hal
tersebut, program peningkatan ketersediaan obat dan vaksin dilaksanakan
sebagaimana amanat yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 tahun
2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Dalam rangka mendukung
program tersebut dilakukan pengadaan buffer stock obat untuk menjamin ketersediaan
obat, pemerataan pelayanan dan terjaminnya mutu obat dan perbekalan kesehatan
sampai ke masyarakat.
Dalam hal perencanaan dan penyusunan kebutuhan obat (RKO) buffer stock
diperlukan data kebutuhan dari masing-masing kabupaten/kota. Dalam perhitungan
tersebut, tingkat kecukupan obat harus dapat tersedia untuk kurun waktu minimal
selama 18 bulan dengan asumsi 12 bulan untuk pemenuhan kebutuhan obat selama 1
tahun anggaran dan 6 bulan untuk pemenuhan kebutuhan selama waktu tunggu proses
131
pengadaan obat di tahun anggaran selanjutnya. Daftar obat yang disertakan dalam
perhitungan tersebut terdiri dari 135 jenis obat dan 9 jenis vaksin sehingga didapat
total ketersediaan untuk 144 jenis obat dan vaksin yang direkapitulasi per
kabupaten/kota di 33 provinsi secara nasional.
Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2011 mensyaratkan ketersediaan obat
dan vaksin sebesar 87%. Data dan informasi lebih rinci tentang ketersediaan obat dan
vaksin pada tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 4.39 dan Lampiran 4.40.

5. Pelayanan Kesehatan Haji


Penyelenggaraan ibadah haji diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 13
tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, bertujuan memberikan pembinaan,
pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jemaah haji. Dengan itu
pemerintah berkewajiban memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan
dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan ibadah haji, akomodasi,
transportasi, pelayanan kesehatan, keamanan dan hal-hal lain yang diperlukan.
Berkaitan dengan pelayanan kesehatan, Menteri Kesehatan berkewajiban
melakukan pembinaan dan pelayanan kesehatan haji. Pembinaan dan pelayanan
tersebut dilaksanakan secara menyeluruh yang meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif.
Penyelenggaraan kesehatan haji merupakan kegiatan pelayanan kesehatan haji
meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan haji,
pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans, Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan
respon KLB, penanggulangan KLB dan musibah masal, kesehatan lingkungan dan
manajemen penyelenggaraan kesehatan haji.
Tujuan dari penyelenggaraan kesehatan haji adalah :
1. Meningkatkan kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan.
2. Menjaga agar jemaah haji dalam kondisi sehat selama menunaikan ibadah,
sampai tiba kembali di tanah air.
3. Mencegah terjadinya transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa
keluar/masuk oleh jemaah haji.

Renstra Kementerian Kesehatan menetapkan dua indikator untuk pelayanan


kesehatan haji, yaitu angka kematian jemaah haji per 1000 jemaah dan persentase
kabupaten/kota yang melaksanakan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji sesuai
standar. Jemaah wafat adalah jemaah haji yang wafat pada saat di embarkasi, Arab
Saudi (selama operasional haji + 14 hari) dan di debarkasi sampai dengan 14 hari tiba
di tanah air. Jumlah jemaah haji yang wafat pada tahun 2011 sebanyak 531 jemaah,
dengan angka kematian jemaah haji per 1.000 jemaah sebesar 2,38. Angka ini masih
memenuhi target Renstra 2011 yaitu < 2,4 per 1.000 jemaah. Pada tahun 2011,
persentase kabupaten/kota yang melaksanakan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan
haji sesuai standar sebesar 54,33%, capaian ini telah memenuhi target Renstra 2011
sebesar 50%.
Pada tahun 2011 terdapat 223.395 jemaah haji di Indonesia yang terdiri dari
jemaah haji reguler sebanyak 199.848 orang, dan jemaah haji khusus/ONH Plus 23.547

132
orang. Selain itu juga terdapat petugas sebanyak 2.495 orang. Persentase terbesar
jemaah haji tahun 2010 dan 2011 adalah wanita dengan proporsi lebih dari 50%.
Pada penyelenggaraan ibadah haji terdapat jemaah haji yang tergolong risiko
tinggi. Jemaah haji risiko tinggi (risti) adalah jemaah dengan kondisi kesehatan yang
secara epidemiologi berisiko sakit dan atau meninggal selama perjalanan ibadah haji,
meliputi : jemaah haji lanjut usia, jemaah penderita penyakit menular tertentu yang
tidak boleh terbawa keluar negeri berdasarkan peraturan kesehatan, jemaah wanita
hamil (14-26 minggu dan telah divaksinasi meningitis), jemaah dengan
ketidakmampuan tertentu terkait penyakit kronis atau penyakit tertentu.

a. Penyelenggaraan Pra Operasional Haji


Penyelenggaraan pra operasional haji terdiri dari pelayanan kesehatan di
daerah (pra embarkasi), pembinaan jemaah, rekrutmen dan pelatihan petugas
kesehatan haji, dan penyehatan lingkungan dan sanitasi makanan asrama haji.
Pelayanan kesehatan pra embarkasi merupakan rangkaian pelayanan
kesehatan yang bersifat kontinum dan komprehensif dengan melaksanakan proses
pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan jemaah sesuai
standar. Pelayanan dilaksanakan di Puskesmas dan rumah sakit oleh tenaga kesehatan
yang sudah dilatih dan ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kegiatan ini
dilaksanakan paling lambat 1 bulan sebelum jemaah berangkat yang meliputi :
a) Pemeriksaan kesehatan awal di puskesmas oleh tim pemeriksa yang telah
ditetapkan dan dilatih;
b) Pemeriksaan lanjutan yang merupakan pemeriksaan setelah pemeriksaan awal
Pemeriksaan ini bisa dilakukan di Puskesmas ataupun rumah sakit di daerah
sebagai rujukan bagi jemaah yang berisiko tinggi (risti);dan
c) Vaksinasi Meningitis meningococcus.
Pelayanan kesehatan pada tahap ini merupakan penetapan awal status
kesehatan jemaah yang menghasilkan status : mandiri (sehat), observasi (perlu
perawatan), pengawasan (perlu perawatan dan pendampingan), tunda (tidak memenuhi
kriteria kesehatan untuk berangkat), dan berisiko tinggi atau tidak.
Dalam upaya menyediakan tenaga kesehatan yang akan melayani jemaah pada
saat operasional dilakukan perekrutan Petugas Kesehatan Haji Indonesia. Petugas
yang direkrut adalah Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) yang ditugaskan
menyertai jemaah di setiap kloternya dan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).
Proses pendaftaran petugas dilakukan secara online melalui website Pusat
Kesehatan Haji. Seleksi dan nominasi dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan
dinas kesehatan provinsi dengan komposisi sebanyak 75 % kuota TKHI ditentukan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi dan 25 % oleh Kementerian Kesehatan. Sedangkan untuk
PPIH seluruhnya ditentukan oleh Kementerian Kesehatan. Pada tahun 2011, sebanyak
449 dokter dan 998 perawat dinyatakan lulus dari 19.960 pendaftar. Sedangkan dari
11.247 pendaftar PPIH, sebanyak 306 orang dinyatakan lulus.

133
b. Penyelenggaraan Operasional Haji
Penyelenggaraan operasional haji dilaksanakan pada saat jemaah tiba di
embarkasi, selama beribadah di Arab Saudi, dan saat tiba kembali di tanah air.
Pemeriksaan kesehatan akhir jemaah sebelum berangkat ke Arab Saudi
dikoordinasikan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) embarkasi. Kegiatan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan kelengkapan dokumen kesehatan, identifikasi jemaah
risiko tinggi (risti), proses kekarantinaan, rawat jalan dan rawat inap 24 jam serta
rujukan. Berdasarkan pemeriksaan kesehatan di embarkasi, diketahui terdapat
102.346 (50,58%) jemaah risiko tinggi dan 99.997 (49,42%) non risiko tinggi.
Jumlah kunjungan rawat jalan embarkasi pada tahun 2011 tercatat sebanyak
8.963 kunjugan dengan jumlah terbanyak dari embarkasi Solo. Pelayanan rawat inap
Embarkasi tahun 2011 melayani 268 kunjungan dengan jumlah terbanyak juga dari
embarkasi Solo. Pada masa embarkasi terdapat jemaah haji yang wafat sebanyak 8
orang. Jemaah yang tidak jadi berangkat pada masa embarkasi sebanyak 70 orang
karena sakit, hamil dan pasangan yang tidak jadi berangkat.
Pelayanan kesehatan haji selama di Arab Saudi dilakukan di tiga lokasi, yaitu :
a. Pelayanan kesehatan di kloter
Pelayanan kesehatan terhadap jemaah oleh petugas TKHI kloter secara pasif dan
aktif. Secara pasif dimana jemaah datang memeriksakan kesehatan atau berobat
jalan kepada petugas TKHI. Secara aktif dimana petugas TKHI melakukan
pemantauan dan bimbingan terhadap jemaah haji di kloternya. Petugas juga
melakukan identifikasi kemungkinan terjadinya KLB penyakit.
b. Pelayanan kesehatan di sektor
Pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan rawat jalan dan rawat inap sederhana
oleh petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), jika tidak dapat ditangani
di sektor maka dirujuk ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) ataupun Rumah
Sakit Arab Saudi (RSAS). Di sektor tersedia tenaga kefarmasian untuk mengelola
apotek dan ketersediaan obat.
c. Pelayanan kesehatan di BPHI dan RSAS
Kegiatan di sini berupa pelayanan rawat jalan dan rawat inap dengan daya
tampung dan fasilitas yang setara dengan rumah sakit tipe C
Jumlah kunjungan rawat jalan pada tahun 2011 sebanyak 429.760 kunjungan.
Sebagian besar kunjungan terdapat di tingkat kloter, yaitu 419.080 kunjungan.
Terdapat 3.637 kunjungan rawat inap pada penyelenggaraan haji tahun 2011 dengan
kunjungan terbanyak di BPHI sebanyak 2.240 kunjungan.
TABEL 4.3
JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT JALAN (RJ)
DAN RAWAT INAP (RI)JEMAAH HAJI DI ARAB SAUDI TAHUN 2011
BPHI Sektor Kloter RSAS Jumlah
Daker
RJ RI RJ RI RJ RI RJ RI
Mekkah 2732 884 4.128 747 356.190 349 363.050 1.980
Madinah 1.495 1.247 719 0 49.930 204 52.144 1.451
Jedah 634 109 972 0 12.960 0 14.566 109
Mina* - 0 - 0 - 97 - 97
Jumlah 4861 2.240 5.819 747 419.080 650 429.760 3.637
Ket : tidak terdapat layanan rawat jalan di Mina
Sumber : Pusat Kesehatan Haji, Kemenkes, RI, 2012

134
Saat tiba di tanah air, jemaah haji ditempatkan di pondokan asrama haji.
Jemaah dapat melakukan konsultasi dan perawatan di poliklinik, dan bila memerlukan
penanganan lebih lanjut maka jemaah dirujuk ke RS yang telah ditentukan. Pada fase
debarkasi ini, terdapat 2.436 kunjungan rawat jalan dan 151 kunjungan rawat inap.
Jumlah jemaah haji yang wafat selama debarkasi sebanyak 20 orang dengan penyebab
kematian paling banyak adalah karena penyakit kardiovaskuler.

6. Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer


Pelayanan kesehatan tradisional merupakan warisan budaya yang telah
dimanfaatkan sejak dulu. Pelayanan kesehatan tradisional hingga kini masih diakui
keberadaannya di masyarakat dan cukup potensial perannya dalam menunjang
peningkatan kesehatan.
Pelayanan kesehatan tradisional sebagai bagian dari penyelenggaraan upaya
kesehatan juga diamanatkan pada UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Renstra Kementerian Kesehatan menetapkan dua indikator yaitu cakupan
kabupaten/kota yang menyelenggarakan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional,
alternatif, dan komplementer; dan jumlah rumah sakit yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat sebagai pelayanan
alternatif dan komplementer.
Cakupan kabupaten/kota yang menyelenggarakan pogram pelayanan kesehatan
tradisional diartikan sebagai kabupaten/kota yang minimal memiliki dua Puskesmas
yang melaksanakan pembinaan terhadap pengobat tradisional dan pembinaan kepada
masyarakat tentang pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Capaian indikator
ini pada tahun 2011 sebesar 19,5%.
Provinsi dengan cakupan tertinggi adalah DKI Jakarta sebesar 83,3% diikuti
oleh DI Yogyakarta dan Sulawesi Barat masing-masing sebesar 60%. Sedangkan
provinsi dengan cakupan terendah adalah Sumatera Utara sebesar 6,1% diikuti oleh
Papua sebesar 6,9% dan Aceh sebesar 8,7%. Informasi lebih rinci mengenai
pelaksanaan pelayanan kesehatan tradisional, alternatif, dan komplementer menurut
provinsi terdapat pada Lampiran 4.42.

B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN


Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran kunjungan di rumah sakit,
kualitas pelayanan di rumah sakit serta pelayanan kesehatan gigi dan mulut di rumah
sakit.

1. Kunjungan Rawat Inap


Data dan informasi terkait kunjungan rawat inap pasien di rumah sakit
menggambarkan jumlah pasien rawat inap keluar hidup, jumlah pasien rawat inap
keluar mati <48 jam, jumlah pasien rawat inap keluar mati ≥48 jam, jumlah hari
perawatan, dan lama dirawat. Berdasarkan data yang dirilis oleh Ditjen Bina Upaya
Kesehatan, jumlah pasien keluar hidup di rumah sakit pada tahun 2010 sebesar
2.357.345 pasien. Sedangkan pasien keluar mati pada tahun 2010 menunjukkan bahwa
jumlah pasien keluar mati > 48 jam lebih banyak dibandingkan pasien keluar mati < 48

135
jam, yaitu 47.022 pasien terhadap 45.092 pasien. Lama dirawat dan jumlah hari
perawatan pada tahun 2010 menunjukkan angka sebesar 10.699.801 hari dan
11.596.403 hari. Informasi lebih rinci menurut provinsi terkait dengan kunjungan
pasien rawat inap di rumah sakit terdapat pada Lampiran 4.28.

2. Indikator Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit


Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat dari
berbagai segi yaitu tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisiensi pelayanan.
Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang
dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR), rata-rata
lama hari perawatan (Length of Stay/LOS), rata-rata tempat tidur dipakai (Bed Turn
Over/BTO), rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur (Turn over Interval/TOI),
persentase pasien keluar yang meninggal (Gross Death Rate/GDR) dan persentase
pasien keluar yang meninggal ≥ 48 jam perawatan (Net Death Rate/NDR).
Gross Death Rate (GDR) yaitu angka kematian umum untuk tiap-tiap 1.000
penderita keluar. Pada GDR, tidak melihat berapa lama pasien berada di rumah sakit
dari masuk sampai meninggal. Nilai GDR yang baik yaitu tidak lebih dari 45 per 1.000
penderita keluar. Gross Death Rate/GDR (GDR) pada tahun 2010 di Indonesia sebesar
37,6. Angka ini masih berada pada kisaran nilai yang dianggap baik yaitu < 45 per
1.000 penderita.
GAMBAR 4.25
GROSS DEATH RATE (GDR) DI RUMAH SAKIT
DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber : Ditjen BUK, Kemenkes RI, 2012

Berdasarkan indikator GDR ini, maka dari gambar di atas dapat terlihat
beberapa provinsi dengan nilai GDR melebihi target 45 per 1.000 penderita keluar yaitu
Sulawesi Barat (61,99), Sumatera Barat (52,02), Sumatera Selatan (51,92), Sulawesi
Selatan (47,66), Maluku (47,05), D.I. Yogyakarta (46,01), dan Jawa Timur (45,18).
Indikator lain yang juga diukur dalam menilai pelayanan rumah sakit adalah
Net Death Rate (NDR). Net Death Rate yaitu angka kematian 48 jam setelah dirawat
136
untuk tiap-tiap 1.000 penderita keluar. Asumsinya jika pasien meninggal setelah
mendapatkan perawatan 48 jam berarti ada faktor pelayanan rumah sakit yang terlibat
dengan kondisi meninggalnya pasien. Namun jika pasien meninggal kurang dari 48 jam
masa perawatan, dianggap faktor keterlambatan pasien datang ke rumah sakit yang
menjadi penyebab utama pasien meninggal. Indikator ini dapat memberikan gambaran
mutu pelayanan di rumah sakit. Nilai NDR yang dianggap masih dapat ditolerir adalah
kurang dari 25 per 1.000 penderita keluar.
GAMBAR 4.26
NET DEATH RATE (NDR) DI RUMAH SAKIT
DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber : Ditjen BUK, Kemenkes RI, 2012

Berdasarkan indikator NDR ini, maka dari gambar di atas dapat terlihat
beberapa provinsi dengan nilai NDR melebihi batas < 25 per 1.000 penderita keluar
yaitu D.I. Yogyakarta (31,71), Maluku (28,86), Bali (28,51), Provinsi Sumatera Barat
(27,89), dan Provinsi Sulawesi Selatan (25,99).
Indikator lainnya yang digunakan untuk menilai keberhasilan pelayanan rumah
sakit adalah BOR, LOS, dan TOI. Pemanfaatan tempat tidur dilihat melalui indikator
BOR dengan memperhitungkan perbandingan jumlah hari perawatan di rumah sakit
terhadap jumlah tempat tidur dan jumlah hari dalam setahun. Besarnya BOR di
Indonesia pada tahun 2010 adalah 41,15, lebih rendah dibandingkan capaian tahun
2009 sebesar 58,7.
Indikator LOS mencerminkan rata-rata lama hari perawatan yang diperoleh
dari perbandingan jumlah hari perawatan pasien keluar terhadap jumlah pasien keluar
baik hidup maupun mati. LOS pada tahun 2010 sebesar 4,37, sedikit mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2009 sebesar 4,3. Provinsi dengan capaian LOS
tertinggi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 5,34, diikuti oleh Sumatera
Barat sebesar 5,15 dan Jawa Timur sebesar 5,04. Sedangkan provinsi dengan LOS
terendah adalah Kepulauan Bangka Belitung sebesar 2,36, diikuti oleh Nusa Tenggara
Barat sebesar 2,71, dan Kepulauan Riau sebesar 3,18.

137
Rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur di rumah sakit diukur melalui
indikator TOI. TOI pada tahun 2010 meningkat dibandingkan tahun 2009, yaitu dari
6,3 menjadi 6,77. Pada tahun 2010, TOI tertiggi terdapat di Provinsi Maluku sebesar
14,66, diikuti oleh Sumatera Utara sebesar 14,08, dan Sulawesi Tenggara sebesar
12,38. Sedangkan TOI terendah terdapat di Provinsi Papua sebesar 0,1 diikuti oleh
Maluku Utara sebesar 0,25, dan Sumatera Selatan sebesar 2,86.
Data dan informasi mengenai indikator pelayanan rumah sakit menurut
provinsi pada tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 4.29 dan Lampiran 4.30.

3. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


Jenis pelayanan kesehatan gigi dan mulut di rumah sakit berdasarkan data
yang diperoleh dari Ditjen Bina Upaya Kesehatan terdiri dari tumpatan gigi tetap,
tumpatan gigi sulung, pengobatan pulpa/tumpatan sementara, pencabutan gigi tetap,
pencabutan gigi sulung, pengobatan periodontal, pengobatan abses, pembersihan
karang gigi, prothese lengkap, prothese sebagian, prothese cekat, orthodonsi, dan bedah
mulut. Total jumlah pemeriksaan pada tahun 2010 sebanyak 858.613 pemeriksaan.
GAMBAR 4.27
JUMLAH PEMERIKSAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
DI RUMAH SAKIT TAHUN 2010

Sumber : Ditjen BUK, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa jenis pemeriksaan terbanyak yang
dilakukan di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2010 yaitu pengobatan pulpa/tumpatan
Sementara sebanyak 210.111. Sedangkan jenis pemeriksaan yang paling sedikit
dilakukan yaitu prothese lengkap sebanyak 2.327 pemerisaan. Informasi lebih rinci
terkait pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut menurut provinsi di Indonesia pada
tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 4.31.

C. PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT


Tujuan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yaitu
untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh
masyarakat miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat
138
yang optimal secara efektif dan efisien. Melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka
kematian bayi dan balita serta menurunkan angka kelahiran di samping dapat
terlayaninya kasus-kasus kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini telah
memberikan banyak manfaat bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat
miskin dan hampir miskin di Puskesmas dan jaringannya, pelayanan kesehatan di
rumah sakit serta memberikan perlindungan finasial dari pengeluaran kesehatan
akibat sakit.
Pelaksanaan program Jamkesmas 2011 merupakan kelanjutan pelaksanaan
tahun 2010 dengan penyempurnaan dan peningkatan terhadap aspek kepesertaan,
pelayanan kesehatan, pendanaan dan organisasi manajemen. Penyelenggarannya
diatur dalam Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas melalui Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 903/Menkes/Per/V/2011 tanggal 4 Mei 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.
Kepesertaan Jamkesmas 2011 tetap berjumlah 76.400.000 jiwa masyarakat
sangat miskin, miskin dan tidak mampu yang terdiri atas 73.726.290 jiwa kepesertaan
berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati/Walikota dan selebihnya adalah peserta di
luar SK Bupati/Walikota, meliputi: gelandangan, pengemis, anak terlantar, panti sosial,
penghuni rutan/lapas, korban bencana pasca tanggap darurat, peserta program
keluarga harapan (PKH), dan penderita thalasemia mayor yaitu sebanyak 2.673.710
jiwa.
Sejak tahun 2008 hingga 2011 sasaran Jamkesmas adalah tetap yaitu 76,4 juta
jiwa. Provinsi dengan jumlah sasaran terbesar adalah Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Jawa Barat. Gambar 4.30 berikut ini menyajikan pencapaian jumlah kunjungan RJTP,
RITP, RJTL & RITL tahun 2008-2011 yang makin meningkat jumlah kunjungannya
setiap tahun.
GAMBAR 4.28
PENCAPAIAN JUMLAH KUNJUNGAN
RJTP, RITP, RJTL & RITLDI INDONESIA TAHUN 2008-2011

Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Pada tahun 2011, terdapat 67,03 juta kunjungan peserta jamkesmas ke


pelayanan kesehatan rawat jalan, meliputi 61,79 juta kunjungan rawat jalan tingkat
pertama dan 5,24 juta kunjungan rawat jalan tingkat lanjut. Jumlah kunjungan rawat
139
jalan pada tahun 2011 relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Sedangkan pemanfaatan rawat inap pada peserta jamkesmas pada tahun
2011 sebesar 2,88 juta kunjungan meliputi 1,69 juta kunjungan rawat inap tingkat
pertama dan 1,19 juta kunjungan rawat inap tingkat lanjut.
GAMBAR 4.29
JUMLAH PESERTA JAMKESMAS MENURUT KELOMPOK UMUR
DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2011

Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Gambar di atas menunjukkan bahwa, bila dilihat dari pengelompokan umur,


peserta Jamkesmas terbanyak adalah pada usia remaja (11-15 tahun sebesar 10,30%)
kemudian secara proporsi menurun di kelompok usia yang lebih tua lalu meningkat
kembali pada kelompok umur ≥76 tahun (3,36%) seperti terlihat pada gambar berikut
ini. Hal ini menunjukkan bahwa Jamkesmas mencakup perlindungan kepada kelompok
rentan dan beresiko tinggi dalam kesehatan. Kelompok sasaran dari pencapaian target
MDGs bidang kesehatan seperti ibu hamil, bayi dan anak balita serta kelompok lanjut
usia pada kelompok masyarakat miskin dan mendekati miskin telah dilindungi haknya
oleh pemerintah untuk mendapat kepastian jaminan kesehatan melalui program
Jamkesmas. Pada gambar di atas juga dapat diketahui bahwa menurut jenis kelamin,
tidak ada perbedaan signifikan jumlah peserta Jamkesmas pada laki-laki dan
perempuan dimana perempuan 49,84% dan laki-laki 50,16%.
Perluasan program Jamkesmas pada tahun 2011 adalah dengan diluncurkannya
Jaminan Persalinan yaitu pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan
KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir sesuai dengan surat edaran Menkes
RI Nomor TU/Menkes/E/391/II/2011 tentang Jaminan Persalinan. Penerima manfaat
jaminan persalinan adalah seluruh ibu yang belum memiliki jaminan kesehatan.
Pada tahun 2011 jumlah kunjungan Jampersal untuk K1 dan K4 adalah
1.466.604 dan 1.540.785. Kunjungan persalinan sebanyak 1.686.738 yang terdiri dari
persalinan normal, tidak maju dan pasca keguguran. Pelayanan pasca persalinan
melalui kunjungan nifas (KF3) pada tahun 2011 sebesar 1.410.020. Informasi lebih rinci
terkait cakupan pelayanan Jamkesmas dan Jampersal terdapat pada Lampiran 4.32,
4.33 4.34, 4.35.

140
D. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT

1. Pengendalian Penyakit Polio

Pada tahun 1988, sidang ke-41 WHA (World Health Assembly) telah
menetapkan program eradikasi polio secara global (global polio eradication initiative)
yang ditujukan untuk mengeradikasi penyakit polio pada tahun 2000. Kesepakatan ini
diperkuat oleh sidang World Summit for Children pada tahun 1989, di mana Indonesia
turut menandatangani kesepakatan tersebut.
Eradikasi Polio adalah apabila tidak ditemukan virus Polio liar indigenous
selama 3 tahun berturut-turut di suatu region yang dibuktikan dengan surveilans AFP
yang sesuai standar sertifikasi. Dasar pemikiran Eradikasi Polio adalah:
a. Manusia satu-satunya reservoir dan tidak ada longterm carrier pada manusia.
b. Sifat virus polio yang tidak tahan lama hidup di lingkungan.
c. Tersedianya vaksin yang mempunyai efektivitas > 90% dan mudah dalam
pemberian.
d. Layak dilaksanan secara operasional.
Salah satu strategi yang dilakukan untuk mencapai eradikasi polio yaitu
melaksanakan surveilans AFP sesuai dengan standar sertifikasi. Surveilans AFP
adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus lumpuh layuh akut pada
anak usia < 15 tahun yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit polio.
Tujuan surveilans AFP antara lain mengidentifikasi daerah berisiko terjadinya
transmisi virus Polio liar, memantau perkembangan program Eradikasi Polio dan
membuktikan Indonesia bebas polio. Surveilans AFP di Indonesia dilaksanakan sejak
pertengahan tahun 1995. Sejak adanya tenaga khusus di tingkat provinsi ( district
surveillance officer), kinerja surveilans menunjukkan peningkatan yang cukup
bermakna.
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit polio telah dilakukan melalui
gerakan imunisasi polio. Upaya tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan
surveilans epidemiologi terhadap kasus AFP. Untuk mencari kemungkinan adanya
virus Polio liar, perlu dilakukan pemeriksaan spesimen tinja yang adekuat. Semakin
besar persentase pemeriksaan spesimen yang adekuat, semakin baik surveilans AFP
tersebut.
Pada tahun 2011, secara nasional Non Polio AFP rate sebesar 2,76 per 100.000
anak usia < 15 tahun. Angka ini telah memenuhi target sebesar ≥ 2 per 100.000 anak
usia < 15 tahun. Pada tahun 2011, seluruh provinsi telah memenuhi target tersebut
kecuali Provinsi Papua sebesar 1,71 per 100.000 anak usia < 15 tahun.

141
GAMBAR 4.30
NON POLIO AFP RATE PER 100.000 ANAK USIA < 15 TAHUN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2010

Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

Capaian indikator spesimen adekuat secara nasional telah mencapai target (≥


80%) yaitu sebesar 89,5%. Dari 33 provinsi, hanya ada 1 provinsi yang spesimen
adekuatnya mencapai 100%, yaitu Kalimantan Tengah. Namun, ada 6 provinsi dengan
spesimen adekuat yang berada di bawah target 80% yaitu Papua Barat, Maluku Utara,
Maluku, Papua, Sulawesi Barat, dan Aceh.
GAMBAR 4.31
PERSENTASE HASIL PENGIRIMAN SPESIMEN ADEKUAT
DAN NON POLIO AFP RATE TAHUN 2003 – 2011

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2012

Gambar di atas menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan non polio


AFP rate per 100.000 anak usia < 15 tahun pada tahun 2005 dari 2,44 menjadi 2,76
pada tahun 2011. Indikator penemuan kasus ini telah memenuhi target dalam kurun
waktu tersebut. Keterwakilan kondisi lapangan pada hasil pemeriksaan yang tercermin
dalam persentase spesimen yang adekuat juga menunjukkan peningkatan sejak tahun
2006 sampai dengan tahun 2011, dari 79,1% menjadi 89,4%. Persentase spesimen
adekuat mensyaratkan standar >80%, artinya minimal 80% spesimen tinja penderita
harus sesuai dengan persyaratan yaitu diambil ≤ 14 hari setelah kelumpuhan dan suhu

142
spesimen 0-8ºC sampai di laboratorium. Indikator ini telah memenuhi target sejak
tahun 2005 sampai dengan tahun 2011.

2. Pengendalian TB Paru
Millenium Development Goals menetapkan pengendalian penyakit TB paru
sebagai bagian dari tujuan di bidang kesehatan yang terdiri dari : 1) menurunkan
insidens TB Paru pada tahun 2015; 2) menurunkan prevalensi TB Paru dan angka
kematian akibat TB Paru menjadi setengahnya pada tahun 2015 dibandingkan tahun
1990; 3) sedikitnya 70% kasus TB Paru BTA+ terdeteksi dan diobati melalui program
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB-
Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO); dan 4)
sedikitnya 85% tercapai Succes Rate (SR).
DOTS adalah strategi penyembuhan TB yang menekankan pentingnya
pengawasan terhadap penderita TB Paru agar menelan obat secara teratur sesuai
ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi ini direkomendasikan oleh WHO secara
global untuk menanggulangi TB Paru, karena menghasilkan angka kesembuhan yang
tinggi yaitu mencapai 95%. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses
penyembuhan TB Paru dapat berlangsung secara cepat.

a. Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di Antara Suspek yang Diperiksa


Upaya Pemerintah dalam menanggulangi TB Paru setiap tahunnya semakin
menunjukkan kemajuan. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya jumlah penderita
yang ditemukan dan disembuhkan setiap tahun.
Gambar 4.32 memperlihatkan persentase TB Paru BTA+ terhadap suspek TB
Paru selama tahun 2005-2011. Selama tujuh tahun terakhir persentase TB Paru BTA+
terhadap suspek TB Paru tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu 13% dan terendah
terjadi pada tahun 2011 sebesar 10%.
GAMBAR 4.32
PERSENTASE BTA POSITIF
TERHADAP SUSPEK YANG DIPERIKSA DAHAKNYA
TAHUN 2005-2011

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI

Menurut standar, persentase BTA+ diperkirakan 10% dari suspek yang


diperkirakan di masyarakat dengan nilai yang ditoleransi antara 5-15%. Bila angka ini
terlalu besar (> 15%) kemungkinan disebabkan kriteria pada penjaringan suspek
143
terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek atau ada masalah
dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu). Sedangkan bila angka ini terlalu kecil
(< 5%) kemungkinan disebabkan kriteria yang digunakan penjaringan terlalu ketat
atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu). Dengan demikian,
sejak tahun 2005-2011 persentase BTA+ terhadap suspek masih dalam batas yang
ditolerir. Berarti, kriteria yang digunakan dalam penjaringan suspek cukup baik dan
petugas kesehatan mampu mendiagnosis kasus BTA+ sesuai standar dan kriteria.
Proporsi pasien TB Paru BTA Positif di antara suspek yang diperiksa menurut
provinsi tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 4.33 berikut ini.
GAMBAR 4.33
PERSENTASE PASIEN TB PARU BTA POSITIF
TERHADAP SUSPEK YANG DIPERIKSA DAHAKNYA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar provinsi mencapai
persentase pada kisaran 5-15% yaitu sebanyak 31 provinsi. Sedangkan provinsi dengan
persentase pasien TB Paru BTA+ terhadap suspek yang diperiksa >15% sebanyak 2
provinsi yaitu Maluku Utara (19%) dan DKI Jakarta (16%).

b. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA+ (Case Detection Rate/CDR) dan


Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate/SR)
Case Detection Rate
atau angka penemuan kasus TB Paru BTA+
menggambarkan proporsi antara penemuan TB Paru BTA+ terhadap jumlah perkiraan
kasus TB Paru. Indikator lain yang digunakan dalam upaya pengendalian TB adalah
Success Rate atau angka keberhasilan pengobatan.
CDR menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak tahun 2001 sampai
dengan tahun 2011, yaitu dari 21% menjadi 83,5%. Angka ini telah melampaui target
Renstra Kemenkes tahun 2011 sebesar 75%. Indikator angka keberhasilan (SR) juga
menunjukkan peningkatan, yaitu dari 87% pada tahun 2001 menjadi 90,3% pada tahun
2011. Angka keberhasilan pengobatan pada periode waktu tersebut telah mencapai
144
target keberhasilan pengobatan yang distandarkan oleh WHO yaitu minimal 85%.
Keberhasilan pengobatan TB paru ditentukan oleh kepatuhan dan keteraturan dalam
berobat, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
GAMBAR 4.34
PERSENTASE PENEMUAN KASUS BARU DAN
KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU
DI INDONESIA TAHUN 2001-2010

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

Gambar berikut menampilkan distribusi angka keberhasilan pengobatan


penderita pada tahun 2011 (penderita yang diobati tahun 2010) menurut provinsi.
GAMBAR 4.35
PERSENTASE KEBERHASILAN PENGOBATAN PENDERITA TB PARU
(SUCCESS RATE) DI INDONESIA TAHUN 2011 (PENGOBATAN TAHUN 2010)

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa terdapat 24 dari 33 provinsi (72,7%)
provinsi dengan SR yang telah berhasil memenuhi target keberhasilan pengobatan 85%
pada tahun 2011. Provinsi dengan capaian SR tertinggi yaitu Gorontalo (96,2%), diikuti
oleh Sulawesi Utara (94,9%), dan Sumatera Selatan (94,6%). Terdapat 9 provinsi

145
(27,3%) yang belum mencapai target SR. Informasi lebih rinci terkait pengendalian TB
paru, terdapat pada Lampiran 4.26.

3. Pengendalian Penyakit ISPA


ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan penyebab kematian
terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. Hal ini dapat dilihat melalui hasil
survei mortalitas subdit ISPA pada tahun 2005 di 10 provinsi, diketahui bahwa
pneumonia merupakan penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia, yaitu sebesar
22,3% dari seluruh kematian bayi. Survei yang sama juga menunjukkan bahwa
pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar pada anak balita yaitu sebesar
23,6%. Studi mortalitas pada Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa proporsi kematian
pada bayi (post neonatal) karena pneumonia sebesar 23,8% dan pada anak balita
sebesar 15,5%.
Program Pengendalian Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu Pneumonia dan bukan Pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat
beratnya penyakit yaitu Pneumonia berat dan Pneumonia tidak berat. Penyakit batuk
pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya
digolongkan sebagai bukan Pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan
napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh
kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati
dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik.
Program pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus yang ditemukan
harus ditatalaksana sesuai standar, dengan demikian angka penemuan kasus
pneumonia juga menggambarkan penatalaksanaan kasus ISPA.
Cakupan penemuan penderita pneumonia pada balita merupakan persentase
jumlah penderita pneumonia pada balita baik pneumonia berat maupun pneumonia
tidak berat terhadap jumlah target penemuan pneumonia balita. Target penemuan
pneumonia balita tersebut ditentukan berdasarkan proporsi 10% dari jumlah balita.
Berikut ini disajikan cakupan penemuan pneumonia balita pada tahun 2005-2011.
GAMBAR 4.36
CAKUPAN PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA PADA BALITA
DI INDONESIA TAHUN 2005 – 2011

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

146
Rata-rata cakupan penemuan pneumonia pada balita tahun 2011 sebesar
23,98%. Angka ini mengalami sedikit peningkatan dibandingkan cakupan penemuan
tahun 2010 sebesar 23%. Capaian ini belum memenuhi target cakupan penemuan pada
tahun 2011 sebesar 70%.
Cakupan penemuan penderita pneumonia belum memenuhi target yang
ditentukan sejak tahun 2005 hingga tahun 2011. Hambatan yang ditemui dalam
meningkatkan cakupan penemuan Pneumonia balita di puskesmas yaitu :
1) Sebagian besar pengelola program dan petugas ISPA di poliklinik belum
terlatih karena keterbatasan dana dan mutasi petugas yang tinggi.
2) Manajemen data:
a) Under reported yang disebababkan karena kerancuan antara diagnosa
kerja dan klasifikasi ISPA (Pneumonia, Pneumonia Berat, Batuk Bukan
Pneumonia/ISPA biasa), sehingga banyak kasus pneumonia dimasukkan
ke dalam ISPA biasa.
b) Keterlambatan pelaporan secara berjenjang
3) Pengendalian pneumonia balita masih berbasis Puskesmas. Data kasus
pneumonia belum mencakup RS Pemerintah dan swasta, klinik, praktek, dan
sarana kesehatan lain.
4) Pada beberapa kabupaten dan provinsi masih terjadi kesalahan perhitungan
target cakupan.
Data dan informasi lebih rinci menurut provinsi terkait dengan pengendalian
ISPA terdapat pada Lampiran 4.27.

4. Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS dan PMS


Upaya pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit HIV dan
AIDS di samping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga
diarahkan pada upaya pencegahan melalui penemuan penderita secara dini yang
dilanjutkan dengan kegiatan konseling.
Upaya penemuan penderita dilakukan melalui skrining HIV dan AIDS terhadap
darah donor, pemantauan pada kelompok berisiko penderita Penyakit Menular Seksual
(PMS) seperti Wanita Penjaja Seks (WPS), penyalahguna NAPZA dengan suntikan
(IDUs), penghuni Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) atau sesekali dilakukan penelitian
pada kelompok berisiko rendah seperti ibu rumah tangga dan sebagainya.
Hasil pelaksanaan surveilans HIV dan AIDS selama tujuh tahun terakhir
terlihat pada tabel berikut ini.

147
TABEL 4.4
PENEMUAN PENDERITA HIV DAN AIDS DI INDONESIA
TAHUN 2005 – 2011
Penderita AIDS
Tahun Pengidap HIV Kasus Baru AIDS
Meninggal
2005 859 2.639 509
2006 7.195 2.873 635
2007 6.048 2.947 788
2008 10.362 4.969 711
2009 9.793 3.863 331
2010 21.591 5.744 979
2011 21.031 4.162 597

Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI

Dalam rangka mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru


HIV dan AIDS, diperlukan upaya khusus yang difokuskan pada kelompok remaja.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan remaja terkait HIV dan
AIDS adalah melalui kampanye "Aku Bangga Aku Tahu" (ABAT). Kampanye ABAT
merupakan sosialisasi mengenai perilaku seksual yang harus dihindari sebelum ada
komitmen yaitu pernikahan dan penyadaran tentang cara penularan penyakit HIV dan
AIDS. Kegiatan kampanye untuk tahap pertama dilaksanakan di 10 provinsi terpilih,
yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara,
Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi dan Papua. Selanjutnya, akan diperluas untuk
seluruh provinsi di Indonesia. Dengan demikian diharapkan, pemerintah, dunia usaha,
masyarakat, khususnya generasi muda, dapat lebih mengenal HIV dan AIDS, serta
melindungi diri dan orang lain dari risiko penularan HIV dan AIDS.
Upaya lain yang dilakukan dalam rangka pengendalian HIV dan AIDS yaitu
peningkatan akses masyarakat terhadap pengobatan dan penyediaan layanan
terpadu/komprehensif HIV dan AIDS. Dengan upaya penyediaan layanan terpadu
tersebut, upaya pencegahan, perawatan, dan pelayanan kasus HIV dan AIDS termasuk
layanan konseling dan tes, layanan perawatan, dukungan dan pengobatan, serta
pengurangan dampak buruk dapat dilakukan di satu titik layanan. Upaya terpadu ini
disepakati akan diterapkan di seluruh ASEAN. Di Indonesia, pilot percontohan untuk
menerapkan upaya terpadu ini telah diterapkan di Bogor, Tangerang dan Singkawang.
Sampai dengan Desember 2011, layanan HIV dan AIDS yang terdapat di Indonesia
antara lain :
1. Layanan konseling tes HIV sukarela (KTS) sebanyak 500 layanan termasuk
konseling dan tes HIV yang diprakarsai oleh petugas kesehatan
2. Layanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP) sebanyak 303 layanan
yang aktif melakukan pengobatan ARV terdiri dari 235 RS rujukan PDP
(induk) dan 68 satelit
3. Layanan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) sebanyak 74 layanan
4. Layanan Jarum Suntik Steril (LJSS) sebanyak 194 layanan di puskesmas
5. Layanan Infeksi Menular Seksual (IMS) sebanyak 643 layanan
6. Layanan Pencegahan Penularan Ibu ke Anak (PPIA) sebanyak 90 layanan
7. Layanan kolaborasi TB-HIV sebanyak 223 layanan.

148
Data dan informasi lebih rinci menurut provinsi terkait dengan pengendalian
HIV dan AIDS terdapat pada Lampiran 4.24 dan Lampiran 4.25.

5. Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia. Perjalanan
penyakit ini cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat.
Upaya pemberantasan DBD terdiri dari 3 hal yaitu: 1) peningkatan kegiatan
surveilans penyakit dan surveilans vektor; 2) diagnosis dini dan pengobatan dini; dan 3)
peningkatan upaya pemberantasan vektor penular penyakit DBD. Upaya
pemberantasan vektor ini yaitu dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan
pemeriksaan jentik berkala. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur
dengan Angka Bebas Jentik (ABJ).
Permasalahan yang ditemui dalam pengedalian DBD di Indonesia secara umum dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Tren peningkatan kasus DBD sejak tahun 2002 sampai tahun 2007 yang
mungkin berkaitan dengan makin banyaknya daerah-daerah perkotaan dengan
tingkat kepadatan penduduk yang makin meningkat seiring peningkatan arus
urbanisasi dan transportasi, disamping itu pengaruh perubahan iklim menjadi
salah satu faktor penyebab semakin luasnya penyebaran vektor penular DBD.
Namun demikian, secara umum angka kematian relatif mengalami penurunan.
2. Vektor DBD khususnya Aedes aegypti sebenarnya mudah dikendalikan, karena
sarang-sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya
maksimum 100 meter. Tetapi karena vektor tersebar luas, maka untuk
keberhasilan pengendaliannya diperlukan total coverage (meliputi seluruh
wilayah) agar nyamuk tidak dapat berkembang biak lagi. Untuk itu sangat
memerlukan partisipasi seluruh lapisan masyarakat khususnya dalam PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk) melalui 3 M Plus.
3. Partisipasi masyarakat dalam PSN masih rendah, meskipun pada umumnya
pengetahuan tentang DBD dan cara-cara pencegahannya sudah cukup tinggi.
Peran lintas sektor juga masih perlu ditingkatkan.
4. Banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue
antara lain : kepadatan penduduk/pemukiman, urbanisasi yang tidak terkendali,
lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perubahan/variasi iklim ( climate
change), kebersihan lingkungan dan rendahnya perilaku hidup sehat, serta
keganasan (virulensi) virus.
5. Belum optimalnya peran media massa dalam mensosialisasikan upaya preventif
dan promotif dalam rangka mendukung keberhasilan upaya pengendalian
Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah melakukan beberapa
kegiatan terkait upaya pengendalian DBD pada tahun 2011, yaitu :
1. Pertemuan Review of National Dengue Programme In Indonesia pada tanggal
26 – 29 Januari 2011 di Jakarta, bekerja sama dengan tim ahli (expert team)
dari Thailand.

149
2. Pencanangan Hari Dengue Se-ASEAN pertama (Launching 1st ASEAN Dengue
Day) di Jakarta pada tanggal 15 Juni 2011, sebagai tonggak baru dalam upaya
meningkatkan komitmen bersama antar negara-negara anggota ASEAN dalam
pengendalian DBD. Acara ini dihadiri oleh para perwakilan negara-negara
anggota ASEAN dan perwakilan kepala daerah dari 33 provinsi di Indonesia,
menghasilkan Jakarta Call For Action dan Komitmen Kepala Daerah dalam
pengendalian DBD.
3. Penyusunan Modul Pengendalian DBD
4. Bimbingan teknis dan monitoring kasus DBD dilaksanakan di 7 lokasi yaitu:
Jawa Timur, Sulawesi Utara, Aceh, Sumatera Barat, Maluku Utara,
Kepulauan Riau dan Kalimantan Tengah
5. Bimbingan teknis dan monitoring kasus Chikungunya dilaksanakan di 5 lokasi
: Kalimantan Selatan, Riau, Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan Sulawesi
Selatan
6. Monitoring kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB DBD yang
dilaksanakan di Sulawesi Tengah
7. Asistensi pencapaian indikator SPM DBD dilaksanakan di 3 lokasi yaitu:
Kalimantan Tengah, Kepulauan Bangka Belitung dan NTB
8. Evaluasi Logistik pengendalian vektor DBD dan Chikungunya yang
dilaksanakan di Jambi

6. Pengendalian Penyakit Malaria


Kejadian penyakit malaria dan terjadinya Kejadian Luar Biasa malaria di
Indonesia sangat berkaitan erat dengan beberapa hal sebagai berikut: 1) Adanya
perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat perindukan nyamuk penular
malaria; 2) Mobilitas penduduk yang cukup tinggi; 3) Perubahan iklim yang
menyebabkan musim hujan lebih panjang dari musim kemarau; 4) Krisis ekonomi yang
berkepanjangan memberikan dampak pada daerah-daerah tertentu dengan adanya
masyarakat yang mengalami gizi buruk sehingga lebih rentan untuk terserang malaria;
5) Tidak efektifnya pengobatan karena resistensi Plasmodium falciparum terhadap
klorokuin dan meluasnya daerah resisten, serta 6) Menurunnya perhatian dan
kepedulian masyarakat terhadap upaya penanggulangan malaria secara terpadu.
Penggalakkan pemberantasan malaria melalui gerakan masyarakat yang
dikenal dengan Gerakan Berantas Kembali Malaria atau ”Gebrak Malaria” telah
dicetuskan pada tahun 2000. Gerakan ini merupakan embrio pengendalian malaria
yang berbasis kemitraan dengan berbagai sektor dengan slogan “Ayo Berantas
Malaria”. Pengendalian malaria di Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009
tentang Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang
hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030.
Sasaran wilayah eliminasi dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut :
a. Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali, dan pulau Batam pada
tahun 2010;
b. Pulau Jawa, Provinsi Aceh, dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015;
c. Pulau Sumatera (Kecuali Provinsi Aceh dan Provinsi Kepulauan Riau), Provinsi
NTB, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020; dan

150
d. Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku, Provinsi Nusa
Tenggara Timur dan Provinsi Maluku Utara, pada tahun 2030.

a. Persentase Penderita Malaria yang Diobati


Persentase penderita malaria yang diobati adalah persentase penderita malaria
yang diobati sesuai pengobatan standar dalam kurun waktu 1 tahun dibandingkan
dengan tersangka malaria dan atau positif malaria yang datang ke sarana pelayanan
kesehatan.
Setiap penderita tersangka malaria dilakukan pemeriksaan sediaan darah dan
apabila hasilnya positif maka diobati menggunakan Artemisinin-based Combination
Therapy (ACT). Persentase penderita malaria yang diobati ACT pada tahun 2011
sebesar 66,3%. Persentase ini meningkat dibanding tahun 2010 sebesar 46,7%.

b. Pencapaian Pemeriksaan Sediaan Darah (Konfirmasi Laboratorium)


Berdasarkan cakupan konfirmasi laboratorium belum semua suspek malaria
dilakukan pemeriksaan sediaan darahnya (dikonfirmasi laboratorium). Dari tahun 2000
sampai dengan tahun 2011 pemeriksaan sediaan darah terhadap jumlah suspek
malaria terus meningkat secara signifikan yaitu pada tahun 2005 sebesar 47%
kemudian pada tahun 2011 menjadi 83,5%.
GAMBAR 4.37
CAKUPAN KONFIRMASI LABORATORIUM/MIKROSKOP MALARIA
TAHUN 2005 - 2011

Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

7. Pengendalian Penyakit Kusta


Dalam upaya pengendalian penyakit kusta digunakan indikator penemuan
kasus baru atau New Case Detection Rate (NCDR), proporsi cacat tingkat II, dan
proporsi kasus anak di antara kasus baru. NCDR menggambarkan jumlah kasus baru
terhadap 100.000 penduduk. Porporsi cacat tingkat II mampu menggambarkan kinerja
petugas dalam menemukan kasus baru. Sedangkan proporsi kasus pada anak di antara
kasus baru menggambarkan tingkat penularan di masyarakat. Tabel berikut
menampilkan indikator NDCR per 100.000 penduduk dan proporsi kecacatan tingkat II.

151
TABEL 4.5
HASIL PEMERIKSAAN SUSPEK, PENEMUAN KASUS BARU (NCDR)
DAN PENDERITA CACAT TINGKAT II DI INDONESIA TAHUN 2004 - 2011

Suspek Positif NCDR


Penderita Cacat
Tahun
PB MB (per 100.000 penduduk) Tingkat II (%)

2004 3.615 12.957 7,8 8,6


2005 4.056 15.639 8,9 8,7
2006 3.55 14.75 8,3 8,6
2007 3.643 14.083 7,8 8,6
2008 3.113 14.328 7,41 9,6
2009 2.958 14,277 7,1 10,27
2010 3.278 13.734 7,22 10,71
2011 3.924 16.099 8,30 10,11
Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI
Catatan : MB = Multi Basiller, PB = Pausi Basiller, NCDR = New Case Detection Rate

NCDR per 100.000 penduduk menunjukkan peningkatan, yaitu dari 7,1 pada
tahun 2009 menjadi 8,3 pada tahun 2011. Proporsi cacat tingkat II menunjukkan
penurunan, dari 10,27 pada tahun 2009 menjadi 10,11 pada tahun 2011. Proporsi cacat
tingkat II pada tahun 2011 juga belum mencapai target program yaitu < 5%. Hal itu
berarti penularan masih terjadi di masyarakat dan kasus ditemukan terlambat
sehingga pada saat penemuan penderita sudah mengalami cacat tingkat II.

8. Pengendalian Penyakit Filariasis


Program eliminasi filariasis di Indonesia dilaksanakan atas dasar kesepakatan
global WHO tahun 2000 yaitu “The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis
as a Public Health Problem the year 2020” yang merupakan realisasi dari resolusi WHA
pada tahun 1997.
Program Eliminasi ini dilaksanakan melalui dua pilar kegiatan yaitu :
1. Pemberian obat massal pencegahan (POMP) filariasis kepada semua
penduduk di kabupaten/kota endemis filariasis dengan menggunakan DEC 6
mg/kg BB dikombinasikan dengan Albendazole 400 mg sekali setahun
selama 5 tahun, guna memutuskan rantai penularan.
2. Tatalaksana kasus klinis filariasis guna mencegah dan mengurangi
kecatatan.
Dengan ditetapkannya kabupaten/kota sebagai Implementation Unit (IU) dalam
program eliminasi filariasis sejak tahun 2005, maka ketika suatu kabupaten/kota
dinyatakan endemis filariasis, maka kegiatan POMP filariasis harus segera
dilaksanakan untuk memutus rantai penularan. Sasaran pengobatan massal adalah
semua penduduk di kabupaten/kota tersebut kecuali anak berumur < 2 tahun, ibu
hamil, orang yang sedang sakit berat, penderita kronis filariasis yang dalam serangan
akut, dan balita dengan marasmus/kwasiorkor dapat ditunda pengobatannya.
Kegiatan tatalaksana kasus klinis filariasis harus dilakukan pada semua
penderita. Tatalaksana ini bertujuan untuk mencegah atau mengurangi kecacatan
penderita dan agar penderita menjadi mandiri dalam merawat dirinya. Setiap

152
penderita dibuatkan status rekam medis yang disimpan di Puskesmas, dan
mendapatkan kunjungan dari petugas kesehatan minimal 6 kali dalam setahun.
Persentase penatalaksanaan kasus klinis filariasis tahun 2005 sampai dengan tahun
2011 menunjukkan gambaran bahwa persentase kasus filariasis ditatalaksana
mengalami peningkatan sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2011, yaitu dari
17,72% menjadi 45,57%. Kasus kumulatif sampai dengan tahun 2011 sebesar 12.066
kasus dengan jumlah kasus ditatalaksana 5.498 kasus.
GAMBAR 4.38
PERSENTASE PENATALAKSANAAN KASUS KLINIS FILARIASIS
DI INDONESIA TAHUN 2005-2011

Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

Belum semua kabupaten/kota dapat melakukan POMP Filariasis dengan


sasaran seluruh penduduknya disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah
karena besarnya biaya operasional yang harus disediakan serta belum semua
pemerintah daerah mempunyai komitmen untuk melakukan POMP filariasis tersebut.
GAMBAR 4.39
CAKUPAN PEMBERIAN OBAT MASSAL PENCEGAHAN (POMP) FILARIASIS
DI INDONESIA TAHUN 2005-2011

Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012

Pada tahun 2011, target POMP filariasis adalah sekitar 57 juta penduduk,
dengan realisasi 21,84 juta dan cakupan 37,84%. Cakupan POMP filariasis pada tahun
2011 ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010 karena sejumlah 8
kabupaten/kota tidak melanjutkan POMP Filariasis (discontinued). Hal ini terjadi

153
karena ketidaktersediaan dana operasional sehingga perlu dilakukan advokasi yang
lebih intensif kepada pemangku kepentingan di kabupaten/kota untuk mendapatkan
komitmen dan kesinambungan alokasi penganggaran dalam upaya mencapai tujuan
eliminasi filariasis di Indonesia tahun 2020.

9. Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


Ruang lingkup pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD)
yang menjadi tanggung jawab Subdirektorat Penyakit Jantung Dan Pembuluh Darah,
Ditjen PPPL meliputi sebagai berikut : hipertensi essensial, penyakit ginjal hipertensi,
penyakit jantung hipertensi, stroke, gagal jantung, Penyakit Jantung Koroner (PJK),
kardiomipathy, penyakit jantung rheumatic, penyakit jantung bawaan, dan infark
miocard akut. Prioritas program pengendalian tahun 2010 memperhatikan pada
pengendalian faktor risiko PJPD berbasis masyarakat, deteksi dini, dan jejaring kerja
dengan tahapan kegiatan sebagai berikut :
1. Penyusunan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK). Sampai dengan tahun
2010, NSPK yang telah disusun berupa :
a Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 854/MENKES/SK/IX/2009 Tentang
Pedoman Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah
b Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 853/MENKES/SK/IX/2009 Tentang
Jejaring Kerja Nasional
c Buku pedoman “Pengendalian Hipertensi pada Ibu Hamil”
d Buku Deteksi Dini Faktor Risiko penyakit Jantung dan pembuluh Darah
2. Pengembangan SDM yang terdiri dari Training of Trainers (TOT) di 15 wilayah,
dan kalakarya di lokasi pelaksanaan bimbingan teknis dan sosialisasi.
3. Penyediaan alat stimulan berupa masscrening yang terdiri dari timbangan
badan, alat ukur tinggi badan, lingkar pinggang, tekanan darah, cardiochek, dan
EKG yang didistribusikan ke 17 provinsi dan 36 kabupaten/kota
4. Surveilans Epidemiologi. Kegiatan ini berupa penemuan dan tata laksana
penyakit jantung dan pembuluh darah. Salah satu kegiatan pokok pengendalian
penyakit jantung dan pembuluh darah yaitu penemuan dan tatalaksana yang
dilaksanakan melalui deteksi dini faktor risiko. Lokasi deteksi dini yang
dilakukan pada tahun 2010 adalah Bireuen, Kota Cimahi, Pontianak,
Lamongan, Badung, Kota Balikpapan, Kota Pare Pare, dan Kota Banjar Baru.
5. Pengendalian faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah berbasis
masyarakat melalui peningkatan pemberdayaan peran serta masyarakat.
Kegiatan ini dilakukan dengan melatih kader-kader Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) di 17 provinsi dan 36 kabupaten/kota.
6. Jejaring kerja berdasarkan faktor risiko PJPD. Kegiatan ini dilakukan dengan
menjalin kerjasama dengan lintas sektor, lintas program dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM).

10. Pengendalian Penyakit Kanker


Program pengedalian penyakit kanker dilakukan untuk semua jenis kanker,
tetapi saat ini masih diprioritaskan pada dua kanker tertinggi di Indonesia yaitu
kanker leher rahim dan kanker payudara. Kegiatan yang dilakukan meliputi
154
pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer dilakukan melalui
pengendalian faktor risiko dan peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi.
Pencegahan sekunder dilakukan melalui deteksi dini dan tatalaksana yang dilakukan
di Puskesmas dan rujukan ke rumah sakit. Deteksi dini kanker leher rahim
menggunakan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan krioterapi untuk
IVA (lesi pra kanker leher rahim) positif, sedangkan deteksi dini kanker payudara
menggunakan metode Clinical Breast Examiniation (CBE). Pencegahan tersier
dilakukan melalui perawatan paliatif dan rehabilitatif di unit-unit pelayanan
kesehatan yang menangani kanker dan pembentukan kelompok survivor kanker di
masyarakat.
Selain itu, dilakukan juga pengembangan registrasi kanker sebagai suatu sistem
surveilans dengan menggunakan software SriKanDI (Sistem Registrasi Kanker di
Indonesia) di DKI Jakarta sebagai model, yang akan dikembangkan ke daerah lain di
Indonesia. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengendalian penyakit kanker
antara lain :
1. Pencegahan dan pengendalian faktor risiko.
Sampai dengan tahun 2010 telah disusun Pedoman Pengendalian Penyakit
Kanker yang menjadi acuan bagi petugas kesehatan dan berbagai pihak yang
terlibat dalam pengendalian kanker. Pengendalian faktor risiko kanker juga
dilakukan dengan memberikan konseling dan penyuluhan bagi perempuan yang
melakukan deteksi dini kanker leher rahim dan payudara di Puskesmas. Sampai
tahun 2010 terdapat layanan konseling di 68 kabupaten/kota pada 14 provinsi.
2. Penemuan dan tatalaksana kasus.
Program deteksi dini dan tatalaksana yang dilakukan masih diprioritaskan pada
2 kanker tertinggi di Indonesia yaitu kanker payudara dan kanker leher rahim.
Program ini dimulai sejak tahun 2007 dan telah dicanangkan sebagai program
nasional yang dicanangkan oleh Ibu Negara pada 21 April 2008. Program tersebut
dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dan Female Cancer Program (FCP).
Program deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim telah
dikembangkan di 16 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera
Selatan, Lampung, DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.
GAMBAR 4.40
PENGEMBANGAN PROGRAM DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM
DAN KANKER PAYUDARA DI INDONESIA TAHUN 2007-2010

Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012


155
3. Peningkatan surveilans epidemiologi.
Dalam upaya meningkatkan kualitas surveilans epidemiologi penyakit kanker,
agar diperoleh data kanker yang valid dan tidak ada duplikasi pencatatan di
masyarakat, maka dikembangkan modeling registrasi kanker berbasis populasi di
DKI Jakarta. Program tersebut akan dikembangkan ke daerah lain di Indonesia.
Sampai tahun 2010, registrasi di DKI Jakarta telah dilaksanakan di 79 rumah
sakit, 2 klinik, 90 laboratorium patologi, dan 34 Puskesmas kecamatan yang
membawahi 301 Puskesmas kelurahan.
4. Peningkatan jejaring kerja dan kemitraan.
Dalam mengembangkan program pengendalian kanker di Indonesia, Kementerian
Kesehatan bekerja sama dengan lintas sektor terkait, pemerintah daerah,
organisasi profesi, LSM dalam dan luar negeri, dan pihak-pihak lainnya.
Kerjasama ini diantaranya diwujudkan dalam penyusunan rencana kerja 5 tahun
(2010-2014), yaitu Indonesian Cancer Control Program (ICCP) yang disusun dari
rencana kerja semua pihak yang diintegrasikan. Rencana kerja tersebut meliputi
aspek pencegahan, deteksi dini, diagnosis dan pengobatan, pelayanan paliatif,
surveilans epidemiologi, riset/penelitian, support dan rehabilitasi. Rencana kerja
ini diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun rencana
kegiatan pengendalian kanker di masing-masing daerah.

11. Pengendalian Penyakit Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik


Ruang lingkup pengendalian penyakit diabetes melitus dan penyakit metabolik
yang ditangani oleh Subdirektorat Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit
Metabolik adalah : diabetes melitus, obesitas, gangguan kelenjar tiroid, dislipidemia,
gangguan metabolisme kalsium, gangguan sekresi korteks adrenal, dan gangguan
kelenjar hipotalamus.
Diabetes melitus disebabkan oleh pola makan/nutrisi, kebiasaan tidak sehat,
kurang aktifitas fisik, dan stress. Tujuan program pengendalian diabetes melitus dan
penyakit metabolik adalah terselenggaranya peningkatan kemandirian masyarakat
dalam pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular dengan
melibatkan pengelola program pusat, daerah, UPT, lintas program, lintas sektor,
organisasi profesi, LSM dan masyarakat.
Kegiatan pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik yang telah
dilaksanakan terdiri dari pokok-pokok kegiatan yaitu :
1. Penyusunan pedoman
Sampai dengan tahun 2010 telah disusun 7 pedoman dengan revisi sebanyak 3
kali. Sosialisasi dan advokasi sampai dengan tahun 2010 juga telah dilakukan di
33 provinsi.
2. Peningkatan kapasitas SDM.
Upaya ini telah dilakukan melalui TOT deteksi dini dan tatalaksana diabetes
melitus dan penyakit metabolik di 16 provinsi. Selain itu juga dilaksanakan
pelatihan terhadap 180 dokter spesialis penyakit dalam dan 180 dokter umum di 6
kota, yaitu Medan, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar.
3. Menjalin kemitraan
Upaya lain terkait pencegahan dan penanggulangan faktor risiko adalah menjalin
kemitraan dengan lintas program/lintas sektor melalui pembentukan jejaring
156
kelompok kerja diabetes melitus, pengembangan partisipasi masyarakat dalam
pengendalian diabetes dan penyakit metabolik di 10 provinsi, serta
pengembangan Forum Diabetes Melitus di Indonesia. Pada tahun 2010 di bentuk
Project Partnership Agreement (PPA) antara Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia melalui Ditjen PPPL dengan World Diabetes Foundation (WDF) yaitu
lembaga swasta dunia yang berdedikasi dalam pencegahan dan pengobatan
diabetes melitus di negara berkembang. Tujuan dari kerja sama ini adalah
melakukan intervensi pada masyarakat dalam rangka pencegahan dan
pengendalian diabetes melitus beserta faktor risikonya.

E. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT


Upaya perbaikan gizi masyarakat dimaksudkan untuk menangani
permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat. Berdasarkan pemantauan yang telah
dilakukan ditemukan beberapa permasalahan gizi yang sering dijumpai pada kelompok
masyarakat antara lain anemia gizi besi, kekurangan vitamin A, dan gangguan akibat
kekurangan yodium.

1. Pemberian Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil (Fe)


Anemia Gizi adalah rendahnya kadar Haemoglobin (Hb) dalam darah yang
disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb
tersebut. Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat
besi (Fe) hingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi. Untuk
penanggulangan masalah ini telah dilakukan intervensi dengan distribusi tablet Fe.
Cakupan pemberian tablet Fe terkait erat dengan pelayanan antenatal care
(ANC). Analisis cakupan K4 dengan Fe3 sering menunjukkan adanya kesenjangan yang
cukup besar, hal ini mungkin disebabkan karena belum optimalnya koordinasi lintas
program terkait atau pencatatan dan pelaporan cakupan Fe ibu hamil belum
terlaporkan dengan baik.
Pada tahun 2011 secara nasional cakupan pemberian tablet Fe sebesar 83,3%.
Angka tersebut belum mencapai target nasional yaitu 86%. Ada 12 provinsi (36,4%)
yang sudah mencapai target nasional yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Bengkulu, Sumatera Selatan,
Sumatera Utara, Jambi, Riau, Maluku Utara dan DI Yogyakarta.
Provinsi dengan cakupan ibu hamil yang mendapat Fe3 tertinggi adalah
Provinsi Kep. Bangka Belitung (95,3%), diikuti oleh Sulawesi Selatan (93,7%), dan Bali
(93,5%). Sedangkan cakupan terendah adalah di Provinsi Papua Barat (30%), Papua
(50,5%), dan NTT (59%).

157
GAMBAR 4.41
PERSENTASE IBU HAMIL YANG MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (FE3)
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen Gizi dan KIA Kemenkes RI

Cakupan pemberian tablet tambah darah terkait erat dengan antenatal care
(ANC). Pada tahun 2011 cakupan kunjungan K4 pada ibu hamil sebesar 88,27%,
sedangkan cakupan ibu hamil yang mendapat Fe3 sebesar 83,3%. Padahal salah satu
kriteria K4 adalah ibu hamil tersebut mendapatkan tablet Fe sebanyak 90 tablet yang
diindikasikan dengan besarnya cakupan Fe3. Oleh karena itu seharusnya cakupan
Fe3 lebih besar atau sama dengan cakupan K4. Namun yang terjadi sebaliknya,
cakupan ibu hamil yang mendapat Fe3 lebih rendah dibandingkan dengan cakupan
K4. Faktor yang diduga menyebabkan hal tersebut adalah belum optimalnya
koordinasi sistem pencatatan dan pelaporan antar program terkait.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kepatuhan ibu hamil menelan tablet
Fe. Walaupun dari pelaporan dihasilkan bahwa cakupan ibu hamil yang mendapat
tablet Fe3 cukup baik namun jika tidak dikonsumsi oleh ibu hamil maka efek minum
tablet Fe yang diharapkan tidak akan tercapai.

1. Pemberian Kapsul Vitamin A


Tujuan pemberian kapsul Vitamin A adalah untuk menurunkan prevalensi dan
mencegah kekurangan vitamin A (KVA) pada balita. Kapsul vitamin A dosis tinggi
terbukti efektif untuk mengatasi masalah KVA pada masyarakat apabila cakupannya
tinggi. Bukti-bukti lain menunjukkan peranan vitamin A dalam menurunkan angka
kematian yaitu sekitar 30%-54%, maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya
vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup anak, kesehatan dan
pertumbuhan anak.
Masalah vitamin A pada balita secara klinis sudah tidak merupakan masalah
kesehatan masyarakat (prevalensi xeropthalmia < 0,5%). Hasil studi masalah gizi
mikro di 10 kota pada 10 provinsi tahun 2006, diperoleh prevalensi xeropthalmia pada

158
balita 0,13%, sedangkan hasil survey vitamin A tahun 1992 menunjukkan prevalensi
xeropthalmia sebesar 0,33%.
Namun demikian KVA subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala
nyata, masih ada pada kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat
diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Disamping
itu sebaran cakupan pemberian vitamin A pada balita menurut provinsi masih ada
yang dibawah 75%. Dengan demikian kegiatan pemberian vitamin A pada balita masih
perlu dilanjutkan, karena bukan hanya untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan,
dan lebih penting lagi, vitamin A meningkatkan kelangsungan hidup anak, kesehatan
dan pertumbuhan anak.
Hasil laporan Dinas Kesehatan Provinsi tahun 2011 menunjukkan bahwa
cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita 6-59 bulan sebesar 82,66%, dengan
target sebesar 78%. Berdasarkan laporan tersebut hanya 16 provinsi (48,5%) yang
cakupannya sudah mencapai target. Dengan demikian masih diperlukan upaya-upaya
untuk meningkatkan cakupan tersebut, antara lain melalui: peningkatan integrasi
pelayanan kesehatan anak, sweeping pada daerah yang cakupannya masih rendah dan
kampanye pemberian kapsul vitamin A. Sebaran cakupan pemberian vitamin A pada
balita tahun 2011 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
GAMBAR 4.42
CAKUPAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BALITA (6-59 BULAN)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Sumber: Ditjen Gizi dan KIA Kemenkes RI

Terdapat 3 (tiga) provinsi dengan cakupan tinggi, masing-masing: DI


Yogyakarta (98,19%) Jawa Tengah (98,14%) dan Bali (96,23%). Sedangkan provinsi
yang cakupannya rendah, masing-masing: Papua (23,79%), Papua Barat (32,79%) dan
Maluku Utara (52,28%).
Sasaran pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi adalah bayi (umur 6-11 bulan)
diberikan kapsul vitamin A 100.000 SI, anak balita (umur 12-59 bulan) diberikan
kapsul vitamin A 200.000 SI, dan ibu nifas diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI,

159
sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI. Pada bayi (6-11
bulan) diberikan pada bulan Februari atau Agustus dan untuk anak balita enam bulan
sekali, yang diberikan secara serentak pada bulan Februari dan Agustus. Pemberian
Kapsul Vitamin A diberikan secara serentak setiap bulan Februari dan Agustus pada
balita usia 6 – 59 bulan.

3. Cakupan Pemberian ASI Eksklusif


Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi
secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui
anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan
pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya.
Cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan dan persentase bayi
usia 6 bulan yang menyusu eksklusif sampai 6 bulan menunjukan kecenderungan
meningkat, sebagaimana digambarkan dalam grafik berikut.
GAMBAR 4.43
PERSENTASE PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 0-6 BULAN
DAN BAYI USIA 6 BULAN YANG MENYUSU EKSKLUSIF SAMPAI 6 BULAN
DI INDONESIA TAHUN 2004-2010

Sumber: Badan Pusat Statistik

Persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia sebesar
61,5%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 dan tahun 2009 sebesar 56,2%
dan 61,3%. Provinsi dengan cakupan tinggi diantaranya adalah Provinsi Nusa
Tenggara Barat (79.7%), Nusa Tenggara Timur (79,4%) dan Bengkulu (77,5%). Provinsi
dengan cakupan rendah adalah Aceh (49,6%), Jawa Timur (49,7%), dan Bali (50,2%).
Gambar berikut menyajikan persentase cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi
usia 0-6 bulan menurut provinsi tahun 2010.

160
GAMBAR 4.44
CAKUPAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI 0-6 BULAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2010

Sumber: BPS, Susenas 2010

Cakupan pemberian ASI Eksklusif dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :


Permasalahan terkait pencapaian cakupan ASI Eksklusif diantaranya :
a) Pemasaran susu formula masih gencar dilakukan untuk bayi 0-6 bulan yg
tidak ada masalah medis
b) Masih banyaknya perusahaan yang mempekerjakan perempuan tidak
memberi kesempatan bagi ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan untuk
melaksanakan pemberian ASI secara eksklusif. Hal ini terbukti dengan
belum tersedianya ruang laktasi dan perangkat pendukungnya
c) Masih banyak tenaga kesehatan ditingkat layanan yang belum peduli atau
belum berpihak pada pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI
Eksklusif, yaitu masih mendorong untuk memberi susu formula pada bayi 0-
6 bulan.
d) Pemasaran susu formula masih banyak yang ditujukan pada bayi yang tidak
punya masalah kesehatan.
e) Masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI
f) Belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye
terkait pemberian ASI, dan belum semua rumah sakit melaksanakan 10
Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM),
Upaya yang dilakukan dalam memecahkan masalah tersebut yaitu :
a) Penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pemberian ASI
Eksklusif
b) Melakukan pelatihan konseling menyusui dan konseling MP-ASI. Sampai
tahun 2011 telah dilakukan pelatihan konseling menyusui kepada 2.872
orang dan MP-ASI 333 orang.
c) Melaksanakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM), yaitu:

161
1) Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan
kepada semua staf pelayanan kesehatan;
2) Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan
kebijakan menyusui tersebut;
3) Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan
manajemen menyusui;
4) Membantu ibu menyusi dini dalam 30 menit pertama persalinan;
5) Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun
ibu dipisah dari bayinya;
6) Memberikan ASI saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis;
7) Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu (24
jam);
8) Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi;
9) Tidak memberi dot kepada bayi;
10) Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk
ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari sarana pelayanan;
d) Sosialisasi dan kampanye ASI Eksklusif
e) KIE melalui media cetak dan elektronik
f) Mengembangkan Strategi Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif
g) Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap perilaku menyusui melalui
peraturan perundang-undangan dan kebijakan atau PP
h) Penguatan sarana pelayanan kesehatan (RS/RSIA, Puskesmas perawatan,
klinik bersalin) dalam menerapkan 10 LMKM
i) Peningkatan komitmen dan kapasitas stakeholder dalam meningkatan,
melindungi, dan mendukung pemberian ASI
j) Pemberdayaan ibu, keluarga, dan masyarakat dalam praktek pemberian ASI
k) Menjamin terlaksananya strategi pemberian ASI
l) Pengembangan peraturan perundangan-undangan dan kebijakan atau PP
m) Pelaksanaan revitalisasi RS dan sarana pelayanan kesehatan sayang bayi
n) Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan
o) Pemberdayaan ibu, bapak, dan keluarga, serta masyarakat
p) Perlindungan pekerja perempuan
q) Bekerjasama dengan lintas sektor terkait dalam pengawasan pemasaran
susu formula dan produk makanan bayi sesuai standar produk makanan
(codex alimentarius)
r) Advokasi dan promosi peningkatan pemberian ASI

4. Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S)


Cakupan penimbangan balita di Posyandu (D/S) merupakan indikator yang
berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan kesehatan
dasar khususnya imunisasi serta penanganan prevalensi gizi kurang pada balita.
Semakin tinggi cakupan D/S, seyogyanya semakin tinggi pula cakupan vitamin A,
semakin tinggi cakupan imunisasi dan diharapkan semakin rendah prevalensi gizi
kurang.
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi tahun 2011 cakupan D/S di
Indonesia sudah melebihi target nasional yaitu sebesar 71,4% (Target 2011= 70%).

162
Terdapat 12 provinsi (36,4%) dengan cakupan D/S telah mencapai target nasional.
Sebaran cakupan penimbangan balita menurut provinsi tahun 2011 dapat dilihat pada
gambar berikut.
GAMBAR 4.45
CAKUPAN PENIMBANGAN BALITA (D/S)
DI INDONESIATAHUN 2011

Sumber: Ditjen Gizi dan KIA Kemenkes RI

Provinsi dengan cakupan tertinggi adalah Gorontalo (85,68%), diikuti oleh Jawa
Barat (84,85%), dan Jawa Timur (84,16%). Provinsi dengan cakupan D/S rendah adalah
Kalimantan Timur (39,9%), diikuti oleh Papua (44,09%), dan Papua Barat (44,87%).
Masalah yang berkaitan dengan kunjungan balita Posyandu antara lain: dana
operasional dan sarana prasarana untuk menggerakkan kegiatan Posyandu, tingkat
pengetahuan kader dan kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan dan
konseling, tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat terhadap manfaat Posyandu,
serta pelaksanaan pembinaan kader. Informasi lebih rinci terkait cakupan
penimbangan balita di Posyandu menurut provinsi pada tahun 2011 dapat dilihat pada
Lampiran 4.9.

***

163
164
Sumber daya kesehatan merupakan salah satu faktor pendukung dalam
penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas, yang diharapkan dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada bab ini, sumber daya kesehatan
diulas dengan menyajikan gambaran keadaan sarana kesehatan, tenaga kesehatan,
dan pembiayaan kesehatan.

A. SARANA KESEHATAN
Sarana kesehatan yang disajikan dalam bab ini meliputi: Puskesmas, rumah
sakit (rumah sakit umum dan rumah sakit khusus), sarana Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), sarana produksi dan distribusi kefarmasian
dan alat kesehatan, serta institusi pendidikan tenaga kesehatan.

1. Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, adalah
unit pelaksana teknis (UPT) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas
memiliki fungsi sebagai: 1) pusat pembangunan berwawasan kesehatan; 2) pusat
pemberdayaan masyarakat; 3) pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer; dan 4)
pusat pelayanan kesehatan perorangan primer. Wilayah kerja Puskesmas meliputi
wilayah kerja adminsitratif, yaitu satu wilayah kecamatan, atau beberapa
desa/kelurahan di satu wilayah kecamatan. Di setiap kecamatan harus ada minimal
satu unit Puskesmas. Faktor luas wilayah, kondisi geografis, kepadatan jumlah
penduduk, merupakan dasar pertimbangan untuk membangun dan menentukan
wilayah kerja Puskesmas.
Jumlah Puskesmas di Indonesia yang tercatat sampai dengan akhir tahun 2011
sebanyak 9.321 unit, dengan rincian jumlah Puskesmas perawatan 3.019 unit dan
Puskesmas non perawatan sebanyak 6.302 unit, jumlah ini meningkat dari tahun 2010
(9.005 unit). Peningkatan jumlah Puskesmas berkisar 2-4% setiap tahunnya.
Kecenderungan kenaikan jumlah Puskesmas terjadi hampir di seluruh provinsi di
Indonesia, meskipun terdapat beberapa provinsi yang tidak mengalami kenaikan
jumlah Puskesmas dalam kurun waktu 2 tahun terakhir yaitu Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Kalimantan Timur
dan Sulawesi Utara. Gambar 5.1 memperlihatkan jumlah Puskesmas tahun 2007
sampai dengan 2011.

167
GAMBAR 5.1
JUMLAH PUSKESMAS TAHUN 2007 – 2011

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2012

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui keterjangkauan


penduduk terhadap Puskesmas adalah rasio Puskesmas per 100.000 penduduk.
Dalam kurun waktu 2007 hingga 2011 rasio Puskesmas menunjukkan adanya
peningkatan. Rasio Puskesmas per 100.000 penduduk pada tahun 2007 sebesar 3,61
dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 3,86 Puskesmas. Peningkatan ini
merupakan salat satu upaya pemerataan Puskesmas dalam menjangkau penduduk
sasaran di wilayah kerjanya, seperti terlihat pada Gambar 5.2 berikut ini.
GAMBAR 5.2
RASIO PUSKESMAS PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 2007 – 2011

Sumber : Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2012

Rasio Puskesmas per 100.000 penduduk menurut provinsi menunjukkan


bahwa rasio tertinggi pada tahun 2011 adalah di Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar
15,99, sedangkan rasio terendah di Provinsi Banten, yaitu sebesar 2,06. Provinsi-
provinsi di kawasan timur Indonesia menunjukkan rasio yang cukup tinggi di atas
angka rata-rata nasional, hal ini diperkirakan karena wilayah kerja yang luas namun
jumlah penduduk relatif sedikit.

168
Terdapat 5 lima provinsi dengan rasio Puskesmas per 100.000 penduduk
berada di bawah 3,0 yaitu Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Bali. Angka tersebut menunjukkan bahwa satu Puskesmas di lima provinsi
tersebut rata-rata melayani lebih dari 30.000 penduduk. Untuk mengatasi hal
tersebut dimungkinkan untuk adanya penambahan Puskesmas, meskipun di lima
provinsi tersebut banyak fasilitas pelayanan kesehatan dasar lainnya, namun yang
perlu menjadi perhatian adalah fungsi Puskesmas sebagai penanggungjawab
penyelenggaraan pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Di
samping itu, di dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
Puskesmas juga dibantu satu atau beberapa puskesmas pembantu. Gambaran rasio
puskesmas per 100.000 penduduk menurut provinsi pada tahun 2011 terdapat pada
Gambar 5.3. Sedangkan rincian jumlah dan rasio puskesmas per 100.000 penduduk
menurut provinsi pada tahun 2007-2011 terdapat pada Lampiran 5.1.
GAMBAR 5.3
RASIO PUSKESMAS PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 2011

Sumber : Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2012

Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat di


Puskesmas, beberapa Puskesmas non perawatan telah ditingkatkan statusnya
menjadi Puskesmas perawatan. Jumlah Puskesmas perawatan pada tahun 2010
sebanyak 2.920 unit meningkat menjadi 3.019 unit pada tahun 2011. Dukungan
Kementerian Kesehatan RI terhadap peningkatan jumlah Puskesmas perawatan
melalui dana alokasi khusus (DAK) kepada dinas kesehatan kabupaten/kota untuk
pembangunan Puskesmas perawatan termasuk dengan penyediaan peralatan
kesehatan dan rumah dinas tenaga medis, bidan dan perawat. Peningkatan jumlah
Puskesmas perawatan tidak hanya mengutamakan upaya kuratif tetapi juga tetap
menyelenggarakan upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif yang telah terbukti
mempunyai daya ungkit yang lebih besar terhadap peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, bila diselenggarakan secara baik, melibatkan secara aktif masyarakat,
konsisten, dan berkesinambungan. Perkembangan jumlah Puskesmas perawatan dan
non perawatan pada tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Gambar 5.4. Rincian
mengenai jumlah Puskesmas perawatan dan non perawatan menurut provinsi
terdapat pada Lampiran 5.2.

169
GAMBAR 5.4
JUMLAH PUSKESMAS PERAWATAN DAN NON PERAWATAN
TAHUN 2007 – 2011

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2012

Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan tingkat pertama dan terdepan


dalam sistem pelayanan kesehatan, melaksanakan upaya kesehatan wajib dan upaya
kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib harus diselenggarakan oleh setiap
Puskesmas dan upaya kesehatan pengembangan yang diselenggarakan disesuaikan
dengan masalah, kondisi, kebutuhan, kemampuan dan inovasi serta kebijakan
pemerintah daerah setempat. Upaya kesehatan pengembangan di Puskesmas antara
lain pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi dasar (PONED), pelayanan
kesehatan peduli remaja (PKPR), upaya kesehatan kerja dan upaya kesehatan
olahraga.

a. Puskesmas dengan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar


(PONED)
Pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi dasar (PONED) yang
dilaksanakan Puskesmas merupakan upaya terobosan Kementerian Kesehatan RI
dalam rangka mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) sebagai salah satu target pencapaian MDGs 2015. Puskesmas
PONED bertujuan mendekatkan akses masyarakat kepada pelayanan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
tahun 2010–2014 serta dijabarkan pula dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2010 dan
indikator Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 telah ditetapkan
target Puskesmas PONED yaitu persentase Puskesmas rawat inap yang mampu
PONED dari tahun 2010 sampai dengan 2014. Pada akhir tahun 2014 diharapkan
100% Puskesmas rawat inap yang mampu PONED.
Strategi dan kebijakan yang diambil Kementerian Kesehatan RI dalam
mencapai target tersebut yaitu di masing-masing kabupaten/kota minimal terdapat 4
Puskesmas PONED (mengacu standar WHO). Dengan asumsi jumlah kabupaten/kota

170
tetap (497 kabupaten/kota) sampai dengan tahun 2014 maka jumlah Puskesmas
PONED yang ada pada tahun 2014 minimal sejumlah 1.988 unit.
Sampai tahun 2011, Puskesmas PONED berjumlah 2.037 unit yang terdiri dari
1.573 unit merupakan Puskesmas perawatan (77,2%) dan 464 unit merupakan
Puskesmas non perawatan (22,8%). Namun masih terdapat 18 provinsi yang rasio
Puskesmas PONED terhadap jumlah kabupaten/kota masih di bawah 4. Terdapat
perbedaan konsep istilah rawat inap yang digunakan dalam PONED dan Puskesmas
perawatan. Konsep rawat inap yang digunakan dalam Puskesmas PONED adalah
Puskesmas yang dapat melakukan perawatan inap kepada pasien pasca tindakan
emergensi, dalam arti tidak langsung pulang (one day care). Kenyataan menunjukkan
bahwa Puskesmas non perawatan juga memiliki tempat tidur yang mampu
memberikan pelayanan rawat inap kepada pasien dan mampu melakukan tindakan
emergensi obstetri dan neonatal dasar.
GAMBAR 5.5
JUMLAH PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN OBSTETRIK DAN NEONATAL
EMERGENSI DASAR (PONED) DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen. Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Jumlah Puskesmas PONED tahun 2011 telah memenuhi target Renstra (1.988
unit) namun distribusinya belum merata di kabupaten/kota. Kabupaten/kota yang
memiliki Puskesmas PONED ≥4 unit sejumlah 244 (49%) kabupaten/kota, 1-3 unit
sejumlah 199 (40%) kabupaten/kota, dan yang belum mempunyai Puskesmas PONED
sejumlah 54 (11%) kabupaten/kota. Gambar 5.5 memperlihatkan jumlah Puskesmas
PONED menurut provinsi tahun 2011.

b. Puskesmas dengan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)


Sejak tahun 2003 Kementerian Kesehatan RI mengembangkan program
pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) di Puskesmas. Puskesmas PKPR
memberikan layanan di dalam dan di luar gedung pada kelompok remaja (10-19
tahun) berbasis sekolah ataupun masyarakat. Sejak tahun 2009 diupayakan setiap

171
kabupaten/kota minimal memiliki 4 Puskesmas mampu tata laksana pelayanan
kesehatan peduli remaja. Hingga tahun 2011 Puskesmas PKPR berjumlah 2.429 unit.
Rincian jumlah Puskesmas PKPR menurut provinsi tahun 2011 dapat dilihat pada
Gambar 5.6.
GAMBAR 5.6
JUMLAH PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen. Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

c. Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Kerja


Keadaan ketenagakerjaan di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah angkatan
kerja sebesar 117,4 juta orang (BPS, Agustus 2011). Dari jumlah angkatan kerja
tersebut yang bekerja sebanyak 109,7 juta orang. Angkatan kerja tersebut bekerja di
sektor formal sebesar 41,5 juta (37,83%) dan di sektor informal sebesar 68,2 juta
(62,17%) serta tersebar di seluruh Indonesia.
Upaya kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat
dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan yang mencakup pekerja di sektor formal dan informal. Upaya kesehatan
kerja juga berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat
kerja dan juga bagi kesehatan pada lingkungan Tentara Nasional Indonesia baik
darat, laut, maupun udara serta Kepolisian Republik Indonesia. Selain itu,
pemerintah harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap masyarakat dan
terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya
kesehatan di bidang kesehatan.
Permasalahan kesehatan kerja sampai saat ini belum mendapat perhatian
khusus karena upaya kesehatan kerja di Puskesmas masih menjadi upaya
pengembangan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 128 tahun 2004
tentang Kebijakan Dasar Puskesmas. Penyelenggaraan upaya kesehatan kerja di
Puskesmas adalah bagian dari upaya pencapaian tujuan di atas dan merupakan
upaya pengembangan sesuai dengan keadaan dan permasalahan yang ada di wilayah

172
Puskesmas atau spesifik lokal sehingga untuk saat ini upaya kesehatan kerja lebih
difokuskan pada Puskesmas di kawasan industri. Upaya kesehatan kerja diharapkan
dapat diintegrasikan dalam pokok kegiatan yang wajib dilaksanakan di Puskesmas,
misalnya promosi kesehatan pada pekerja, pelayanan kesehatan reproduksi bagi
pekerja perempuan dan gizi di tempat kerja.
Pembinaan upaya kesehatan kerja dilaksanakan melalui kegiatan penguatan
pelayanan kesehatan kerja, seperti pelatihan peningkatan kapasitas petugas
kesehatan dalam bidang kesehatan kerja, pelatihan diagnosa Penyakit Akibat Kerja
(PAK), peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan bidang kesehatan kerja, gerakan
pekerja perempuan sehat dan produktif termasuk kesehatan reproduksi di tempat
kerja dan pembinaan pelayanan kesehatan kerja di sektor informal dan formal
termasuk perkantoran serta pembinaan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI)
dengan fokus kegiatan pembinaan pelayanan kesehatan Tenaga Kerja Indonesia
(TKI).
Pedoman bagi Puskesmas dalam memberikan Pelayanan Kesehatan Kerja pada
Puskesmas Kawasan/Sentra Industri ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 038/MENKES/SK/I/2007 tanggal 15 Januari 2007. Puskesmas yang
melaksanakan kesehatan kerja di kawasan/sentra industri berdasarkan indikator
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014 (Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.03/01/60/I/2010) sampai dengan tahun 2011 berjumlah
412 Puskesmas di 98 kabupaten/kota yang tersebar di 16 provinsi. Data tersebut
diperoleh dari Puskesmas yang melaksanakan kesehatan kerja sesuai definisi
operasional, yaitu Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan kerja yang
dibuktikan dengan adanya Laporan Bulanan Kesehatan Kerja Puskesmas (LBKKP)
tiap bulan. Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan kerja menurut
provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.3.

d. Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Olahraga


Upaya kesehatan olahraga bertujuan meningkatkan derajat kesehatan dan
kebugaran jasmani masyarakat melalui aktivitas fisik, latihan fisik dan atau
olahraga. Kesehatan olahraga ditetapkan sebagai salah satu indikator keberhasilan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Upaya kesehatan olahraga dapat
dilaksanakan di berbagai institusi pelayanan kesehatan termasuk di Puskesmas.
Upaya kesehatan olahraga yang diselenggarakan di Puskesmas meliputi
pembinaan dan pelayanan kesehatan olahraga. Pembinaan kesehatan olahraga
ditujukan pada kelompok olahraga di sekolah, klub jantung sehat, Posyandu usia
lanjut, kelompok senam ibu hamil, kelompok senam diabetes, kelompok senam
pencegahan osteoporosis, pembinaan kebugaran jasmani jemaah calon haji, fitness
center dan kelompok olahraga/latihan fisik lain. Pembinaan yang dilakukan
Puskesmas meliputi pendataan kelompok, pemeriksaan kesehatan dan penyuluhan
kesehatan olahraga.
Pelayanan kesehatan olahraga yang dilakukan Puskesmas antara lain
konsultasi kesehatan olahraga, pengukuran tingkat kebugaran jasmani, penanganan
cedera olahraga akut dan sebagai tim kesehatan pada event olahraga.

173
Sampai dengan tahun 2011, upaya kesehatan olahraga telah dilakukan di 217
Puskesmas, pada 67 kabupaten/kota di 17 provinsi. Data tersebut diperoleh dari
Puskesmas yang melaksanakan kesehatan olahraga sesuai definisi operasional, yaitu
Puskesmas yang membina kelompok/klub olahraga di wilayah kerjanya yang
dibuktikan dengan adanya Laporan Bulanan Kesehatan Olahraga (LBKO) tiap bulan.
Untuk provinsi, kabupaten/kota dan Puskesmas lainnya akan dikembangkan secara
bertahap untuk melaksanakan upaya kesehatan olahraga sesuai dengan kondisi
wilayah kerja masing-masing. Rincian jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya
pengembangan kesehatan olahraga menurut provinsi terdapat pada Lampiran 5.3.

2. Rumah Sakit
Ruang lingkup pembangunan kesehatan selain upaya promotif dan preventif,
di dalamnya juga terdapat pembangunan kesehatan bersifat kuratif dan rehabilitatif.
Rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan pada masyarakat yang terutama
menyelenggarakan upaya kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit juga berfungsi
sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan.
Sejak tahun 2011, berdasarkan kepemilikan, rumah sakit dikelompokkan
menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Pengelompokkan ini
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/PER/I/2010 tentang
Perizinan Rumah Sakit. Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola
Pemerintah, pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba, dan rumah
sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh bahan hukum dengan tujuan
profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero. Pada tahun 2011 jumlah
rumah sakit publik di Indonesia sebanyak 1.406 unit, yang terdiri atas Rumah Sakit
Umum (RSU) berjumlah 1.127 unit dan Rumah Sakit Khusus (RSK) berjumlah 279
unit. Rumah sakit publik tersebut dikelola oleh Kementerian Kesehatan, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota, TNI/POLRI, kementerian lain serta swasta non
profit. Sedangkan jumlah rumah sakit privat sebanyak 315 unit, yang terdiri atas
rumah sakit umum (RSU) berjumlah 245 unit dan rumah sakit khusus (RSK)
berjumlah 70 unit. Rumah sakit privat tersebut dikelola oleh BUMN dan swasta.
Jumlah rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit yang telah terdata dan
mendapatkan kode rumah sakit melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS).
Tabel 5.1 berikut menampilkan jumlah rumah sakit (umum dan khusus) di
Indonesia tahun 2007-2011. Sedangkan jumlah seluruh rumah sakit pada tahun 2011
menurut pengelola dan provinsi terdapat pada Lampiran 5.4

174
TABEL 5.1
PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT (UMUM & KHUSUS)
DI INDONESIA TAHUN 2007 – 2011

No Pengelola/Kepemilikan 2007 2008 2009 2010 2011

1 Kementerian Kesehatan dan 477 509 552 585 614


Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/Kota

2 TNI/POLRI 112 112 125 131 134

3 Kementerian Lain 3
78 78 78 78
4 BUMN 77

5 Swasta 238
652 673 768 838
6 Swasta Non Profit 655

Jumlah 1.292 1.319 1.372 1.523 1.721

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Selama kurun waktu 5 tahun terakhir (2007-2011) jumlah rumah sakit


(umum dan khusus) baik yang dikelola oleh institusi pemerintah maupun sektor
swasta mengalami peningkatan, pada tahun 2007 terdapat 1.292 unit menjadi 1.721
unit pada tahun 2011. Jumlah rumah sakit umum di Indonesia menurut pengelola
dapat dilihat pada Lampiran 5.4 dan jumlah tempat tidur di RSU terdapat pada
Lampiran 5.5. Perkembangan RSU di Indonesia selama 5 tahun terakhir dapat
dilihat pada Gambar 5.7 berikut ini.
GAMBAR 5.7
PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM
DI INDONESIA TAHUN 2007 – 2011

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Jumlah rumah sakit khusus (RSK) dalam kurun waktu tahun 2007-2011
menunjukkan adanya peningkatan. Pada tahun 2007 terdapat 286 unit rumah sakit
khusus, meningkat menjadi 349 unit pada tahun 2011. Perkembangan jumlah RSK
selama 5 tahun terakhir terdapat pada Gambar 5.8 berikut ini.

175
GAMBAR 5.8
PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT KHUSUS
DI INDONESIA TAHUN 2007 – 2011

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Sebagian besar rumah sakit khusus tersebut adalah RS Ibu dan Anak
sebanyak 114 unit, RS Bersalin sebanyak 65 unit, dan RS Jiwa sebanyak 52 unit,
seperti dapat dilihat pada Gambar 5.9. Adapun yang termasuk dalam RS Khusus
lainnya yaitu RS Mata, RS Tuberkulosis Paru, RS Kanker, RS Penyakit Infeksi, RS
Orthopedi, RS Khusus Penyakit Dalam, RS Khusus Bedah, RS Jantung, RS Khusus
THT, RS Stroke, RS Khusus Anak, RS Khusus Ginjal, serta RS Khusus Gigi dan
Mulut. Jumlah rumah sakit khusus beserta jumlah tempat tidurnya menurut
provinsi tahun 2007-2011 terdapat pada Lampiran 5.6.
GAMBAR 5.9
PERSENTASE RUMAH SAKIT KHUSUS (RSK) MENURUT JENIS DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Dari rumah sakit yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan RI dan


pemerintah daerah (umum dan khusus) menunjukkan bahwa sebagian besar

176
tergolong kelas C. Dari jumlah 614 unit RS, terdapat 262 unit (42,67%) kelas C, 154
unit (25,08%) kelas B, 133 unit (21,66%) kelas D, 40 unit (6,51%) kelas A dan 25 unit
(4,07%) belum ditetapkan kelasnya. Gambar 5.10 berikut ini menyajikan persentase
RSU dan RSK menurut kelas. Informasi lebih rinci mengenai jumlah rumah sakit
dan tempat tidur yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan RI dan pemerintah
daerah menurut kelas rumah sakit dan provinsi terdapat pada Lampiran 5.7.
GAMBAR 5.10
PERSENTASE RUMAH SAKIT MILIK KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DAN PEMERINTAH DAERAH MENURUT KELAS TAHUN 2011

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Jumlah dan rasio tempat tidur rumah sakit terhadap penduduk dapat
digunakan untuk menggambarkan kemampuan rumah sakit tersebut dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, termasuk sebagai sarana
pelayanan kesehatan rujukan. Jumlah tempat tidur pada rumah sakit umum dan
rumah sakit khusus dalam 5 tahun terakhir menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan. Gambaran peningkatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.11 di
berikut ini.

177
GAMBAR 5.11
PERKEMBANGAN JUMLAH TEMPAT TIDUR
RUMAH SAKIT UMUM DAN RUMAH SAKIT KHUSUS
DI INDONESIA TAHUN 2007 – 2011

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Rasio tempat tidur rumah sakit terhadap penduduk dari tahun 2007-2011
cenderung mengalami peningkatan, rasio pada tahun 2007 sebesar 63,25 naik
menjadi 70,76 per 100.000 penduduk pada tahun 2011. Gambar 5.12 menyajikan
jumlah tempat tidur dan rasio tempat tidur per 100.000 penduduk di rumah sakit
pada tahun 2007-2011.
GAMBAR 5.12
JUMLAH TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT DAN
RASIONYA PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 2007 – 2011

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Proporsi tempat tidur di rumah sakit umum dan rumah sakit khusus menurut
kelas perawatan menunjukkan gambaran bahwa sebagian besar adalah kelas III
sebesar 37,91%, kemudian tempat tidur kelas II sebesar 29,71%, tempat tidur kelas I

178
sebesar 16,91%, tempat tidur kelas VIP sebesar 9,89%, serta tempat tidur kelas VVIP
sebesar 5,59%. Rincian mengenai jumlah dan persentase tempat tidur di RSU dan
RSK menurut kelas perawatan dan provinsi terdapat pada Lampiran 5.8.

a. Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)


Menurut Lancet (2005) disebutkan bahwa angka kematian ibu (AKI) 40-70%
terjadi di rumah sakit, 20-35% terjadi di rumah dan 10-18% terjadi di perjalanan. Hal
ini menunjukkan bahwa masih tingginya kematian ibu yang terjadi di rumah sakit,
sehingga diperlukan upaya penurunan AKI yang difokuskan di rumah sakit. Data lain
yang menunjukkan bahwa rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan dianggap
berperan terhadap tingginya AKI didapat dari penelitian Matlab-Bangladesh, yaitu
risiko kematian ibu tertinggi (100 kali dari kondisi normal) terjadi pada hari
persalinan. Untuk itu Kementerian Kesehatan RI melaksanakan upaya terobosan
dalam rangka mempercepat penurunan AKI yaitu rumah sakit melaksanakan
Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK). Hal tersebut
tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 yaitu
persentase rumah sakit kabupaten/kota yang melaksanakan PONEK dari tahun 2010
sampai dengan 2014 (dengan target 100% dari 444 rumah sakit kabupaten/kota).
Sampai dengan tahun 2011 terdapat 388 rumah sakit umum melaksanakan
PONEK. Rincian menurut provinsi tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 5.3.

b. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)


Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) sudah
menjadi masalah di tingkat nasional, regional maupun global. Survei Badan
Narkotika Nasional (BNN) tahun 2011 menyatakan sekitar 3,8 juta penduduk
Indonesia adalah pengguna Napza. Bagi pengguna Napza penyalahgunaannya
berdampak bagi fisik, mental, emosional serta sosial.
Upaya penanggulangan penyalahgunaan Napza melalui 3 pilar yaitu reduksi
suplai, reduksi permintaan dan pengurangan dampak buruk ( harm reduction). Salah
satu komponen dari pengurangan dampak buruk adalah program terapi yaitu
program terapi substitusi yang di antaranya Program Terapi Rumatan Metadon
(PTRM). Tujuan PTRM yaitu untuk mengurangi risiko terkait penyakit infeksi
(HIV/AIDS, hepatitis), memperbaiki kesehatan fisik dan psikologis, mengurangi
perilaku kriminal, dan memperbaiki fungsi sosial pasien. Sampai dengan akhir tahun
2011 terdapat 72 unit layanan rawat jalan terapi rumatan metadon di 13 provinsi,
yang terdiri atas 26 rumah sakit, 37 Puskesmas dan 9 Lapas/Rutan. Rincian menurut
provinsi terdapat pada Lampiran 5.12.

c. Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer


Program pelayanan kesehatan tradisional terus berkembang dan mendapat
perhatian khusus dari pemerintah. Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat

179
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Pengobatan secara tradisional dilakukan penelitian dan bila dapat
dibuktikan secara ilmiah menjadi pengobatan tradisional yang aman dan bermanfaat
sehingga dapat diterapkan di fasilitas kesehatan sebagai pengobatan alternatif dan
komplementer. Unit yang melakukan penelitian/pengkajian/pengujian ini yaitu
Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T). Fungsi
lainnya dari Sentra P3T yaitu pelayanan kesehatan tradisional, institusi pendidikan
dan pelatihan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat dan
menyelenggarakan jaringan informasi dan dokumentasi pelayanan kesehatan
tradisional. Sejak tahun 1995 hingga tahun 2011 terdapat 17 Sentra P3T di 16
provinsi.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
tahun 2010–2014, ditetapkan 2 indikator terkait pelayanan kesehatan tradisisonal,
alternatif dan komplementer, yaitu: 1) cakupan kabupaten/kota yang
menyelenggarakan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional, alternatif, dan
komplementer; tahun 2011 terdapat 97 kabupaten/kota yang memiliki minimal 2
Puskesmas yang melaksanakan pembinaan terhadap pengobatan tradisional dan
pembinaan kepada masyarakat dalam memanfatkan TOGA (tanaman obat keluarga),
dan 2) jumlah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan tradisional yang aman
dan bermanfaat sebagai pelayanan alternatif dan komplementer; tahun 2011
terdapat 55 unit. Definisi operasional indikator kedua yaitu RS pemerintah yang
melaksanakan pelayanan komplementer dan atau alternatif berupa hiperbarik dan
atau media akupunktur dan atau medik herbal yang ditetapkan oleh direktur RS dan
dilaksanakan oleh dokter/dokter gigi dan atau tenaga kesehatan lain yang telah
mendapatkan pendidikan terstruktur dan atau pelatihan terakreditasi. Jumlah
Puskesmas dan rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kesehatan tradisional,
alternatif dan komplementer menurut provinsi terdapat pada Lampiran 5.3.
 
3. Sarana Produksi dan Distribusi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Obat merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan
kesehatan. Akses terhadap obat terutama obat esensial merupakan salah satu hak
asasi manusia. Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi
pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan baik publik maupun privat. Sebagai
komoditi khusus, semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan
mutunya agar dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Oleh karena itu salah satu
upaya yang dilakukan untuk menjamin mutu obat hingga ke tangan konsumen adalah
menyediakan sarana penyimpanan obat dan alat kesehatan yang dapat menjaga
keamanan secara fisik serta dapat mempertahankan kualitas obat di samping tenaga
pengelola yang terlatih.
Instalasi farmasi merupakan unit pengelola perbekalan kefarmasian dan alat
kesehatan yang ada di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sebagai sarana
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, administrasi
dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian.
Sampai dengan tahun 2010 jumlah instalasi farmasi secara nasional adalah 490 unit,
rincian menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 5.13.

180
GAMBAR 5.13
JUMLAH INSTALASI FARMASI TAHUN 2010

Sumber: Ditjen. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2011

Salah satu kebijakan pelaksanaan dalam Program Obat dan Perbekalan


Kesehatan adalah pengendalian obat dan perbekalan kesehatan diarahkan untuk
menjamin keamanan, khasiat dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Hal ini
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penyalahgunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan atau penggunaan yang
salah/tidak tepat serta tidak memenuhi mutu keamanan dan pemanfaatan yang
dilakukan sejak proses produksi, distribusi hingga penggunaannya di masyarakat.
Sarana produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan menggambarkan tingkat
ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang melakukan upaya produksi di bidang
kefarmasian dan alat kesehatan. Yang termasuk sarana produksi di bidang
kefarmasian dan alat kesehatan antara lain Industri Farmasi, Industri Obat
Tradisional (IOT), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), Produksi Alat Kesehatan,
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dan Industri Kosmetika.
Jumlah sarana produksi dan distribusi yang tersebar di 33 provinsi
menggambarkan variasi sarana di bidang farmasi dan alat kesehatan memiliki
disparitas jumlah yang masih relatif tinggi antara wilayah Indonesia bagian Barat,
Tengah dan Timur. Umumnya sarana baik produksi maupun distribusi berlokasi di
Indonesia bagian Barat, yaitu sebesar 93,94% sarana produksi dan 75,28% sarana
distribusi berada di Pulau Sumatera dan Jawa. Kenyataan ini dapat dijadikan
sebagai salah satu acuan dalam kebijakan untuk mengembangkan jumlah sarana
produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan terutama di Indonesia
bagian Timur, sehingga terjadi pemerataan jumlah sarana tersebut di seluruh
Indonesia. Selain itu, hal ini bertujuan untuk membuka akses terhadap
keterjangkauan masyarakat terhadap sarana kesehatan di bidang kefarmasian dan
alat kesehatan.
Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, sejak tahun 2007 hingga 2011 terlihat
adanya kecenderungan peningkatan jumlah sarana produksi kefarmasian dan alat

181
kesehatan. Pada tahun 2011 sebanyak 212 industri farmasi di Indonesia tersebar di 9
provinsi dan terdapat 24 provinsi yang belum mempunyai sarana industri farmasi,
begitu pula dengan sarana IOT. Sementara sarana IKOT tersebar di 21 provinsi,
hanya 12 provinsi yang belum memiliki sarana IKOT. Gambar 5.14. menyajikan
jumlah sarana produksi di Indonesia pada tahun 2011 dan rincian menurut provinsi
dapat dilihat pada Lampiran 5.9
GAMBAR 5.14
JUMLAH SARANA PRODUKSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DI INDONESIA TAHUN 2007 - 2011

Sumber: Ditjen. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Sementara yang termasuk sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan


antara lain Pedagang Besar Farmasi (PBF), Apotek, Toko Obat, Penyalur Alat
Kesehatan (PAK) dan Sub serta Cabang Penyalur Alat Kesehatan (Sub/Cab PAK).
Jumlah sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan selama lima tahun
terakhir (2007-2011) terdapat pada Gambar 5.15. Jumlah sarana distribusi di
Indonesia pada tahun 2011 dirinci menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.10.

182
GAMBAR 5.15
JUMLAH SARANA DISTRIBUSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DI INDONESIA TAHUN 2007-2011

Sumber: Ditjen. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

4. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat


Dalam mewujudkan masyarakat sehat, diperlukan kesadaran setiap anggota
masyarakat akan pentingnya perilaku sehat, berkeinginan, serta berdaya untuk
hidup sehat. Masyarakat bersinergi membangun kondisi lingkungan yang kondusif
untuk hidup sehat. Langkah tersebut tercermin dalam pengembangan sarana Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) di desa dan kelurahan. Beberapa
UKBM di antaranya Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes).
Desa Siaga Aktif merupakan desa/kelurahan yang penduduknya dapat
mengakses pelayanan kesehatan dasar dan mengembangkan UKBM yang dapat
melaksanakan surveilans berbasis masyarakat (pemantauan penyakit, kesehatan ibu
dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan
penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan sehingga masyarakatnya
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Tahun 2011 terdapat 29.532
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dari 77.465 desa dan kelurahan di Indonesia, atau
sebesar 32,8%. Persentase Desa dan Kelurahan Siaga Aktif tertinggi di Provinsi Bali
(92,2%) dan terendah di Provinsi Papua Barat (2,3%). Jumlah Desa Siaga Aktif di
Provinsi DKI Jakarta merupakan jumlah RW Siaga Aktif dan jumlah Desa Siaga
Aktif di Provinsi Sumatera Barat merupakan jumlah Desa Siaga Aktif ditambah
Nagari Siaga Aktif.
Poskesdes merupakan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang
dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan penyediaan pelayanan kesehatan dasar
bagi masyarakat desa, dengan kata lain sebagai salah satu wujud upaya untuk
mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. Poskesdes
minimal melakukan kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa berupa
pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan kompetensinya (pelayanan kesehatan ibu
hamil, pelayanan kesehatan ibu menyusui, pelayanan kesehatan anak, penemuan dan

183
penanganan penderita penyakit) dan menumbuhkembangkan UKBM lain yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Pada tahun 2011 terdapat 52.850 unit Poskesdes dan
rasio Poskesdes terhadap desa secara nasional pada tahun 2011 sebesar 0,76.
Posyandu merupakan salah satu UKBM yang dilaksanakan oleh, dari dan
bersama masyarakat, untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama ibu,
bayi dan anak. Dalam menjalankan fungsinya, Posyandu diharapkan dapat
melaksanakan 5 program prioritas yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana,
imunisasi, gizi dan penanggulangan diare. Pada tahun 2011 terdapat 268.439
Posyandu di seluruh Indonesia, dengan demikian maka rasio Posyandu terhadap
desa/kelurahan sebesar 3,47 Posyandu per desa/kelurahan. Informasi selengkapnya
mengenai rasio Posyandu menurut provinsi pada tahun 2011 dapat dilihat pada
Gambar 5.16 berikut ini.
GAMBAR 5.16
RASIO POSYANDU TERHADAP DESA/KELURAHAN MENURUT PROVINSI
TAHUN 2011

Sumber: Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, diperlukan


peran serta kader dan tokoh masyarakat sebagai penggerak masyarakat. Jumlah
kader dan tokoh masyarakat yang telah dilatih sampai tahun 2011 adalah 131.383
orang. Jumlah kader dan tokoh masyarakat yang telah dilatih terbanyak ada di
Provinsi Jawa Barat (37.622 orang), DKI Jakarta (12.283 orang), dan Banten (8.969
orang). Namun masih terdapat 3 provinsi yang belum melatih kader/tokoh masyarakat
yaitu Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dan Maluku Utara. Data jumlah
UKBM menurut provinsi tahun 2011 terdapat pada Lampiran 5.11.

184
5. Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan

a. Jumlah, Jenis dan Persebaran Institusi


Pembangunan kesehatan berkelanjutan membutuhkan tenaga kesehatan
yang memadai baik dari segi jenis, jumlah maupun kualitas. Untuk menghasilkan
tenaga kesehatan yang berkualitas tentu saja dibutuhkan proses pendidikan yang
berkualitas pula. Kementerian Kesehatan RI merupakan institusi dari sektor
pemerintah yang berperan di dalam penyediaan tenaga kesehatan yang berkualitas
tersebut. Institusi pendidikan tenaga kesehatan dikelompokkan menjadi 2 (dua)
yaitu Politeknik Kesehatan (Poltekkes) dan Non Politeknik Kesehatan (Non
Poltekkes) baik Jenjang Pendidikan Menengah (JPM) maupun Jenjang Pendidikan
Tinggi (JPT) dengan status kepemilikan pemerintah daerah, TNI/Polri dan Swasta.
Institusi pendidikan tenaga kesehatan (Diknakes) saat ini berkembang dengan
pesat, baik jenis maupun jumlah di masing-masing provinsi. Sampai dengan Desember
2011 jumlah institusi Diknakes sebanyak 1.417 institusi, yang terdiri dari 262
jurusan/program studi (yang berada pada 38 Poltekkes) dan 1.155 institusi Non
Poltekkes. Perkembangan jumlah program studi (prodi) pada institusi Poltekkes dan
Non Poltekkes terdapat pada Gambar 5.17 berikut ini.
GAMBAR 5.17
PERKEMBANGAN JUMLAH PROGRAM STUDI INSTITUSI POLTEKKES
DAN NON POLTEKKES DI INDONESIA TAHUN 2006-2011

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Pada Gambar 5.17 dapat dilihat adanya peningkatan jumlah jurusan/prodi


Poltekkes setiap tahunnya, hal ini sesuai dengan kebutuhan jenis tenaga kesehatan
dan pemerataan produksi tenaga kesehatan, serta bertambahnya jumlah Poltekkes
dari 34 unit (tahun 2010) menjadi 38 unit (tahun 2011). Tahun 2011 terjadi
penambahan 19 prodi, dari 243 prodi pada tahun 2010 menjadi 262 prodi. Demikian
juga dengan jumlah institusi Non Poltekkes bertambah sebanyak 169 institusi, dari
986 institusi pada tahun 2010 menjadi 1.155 institusi pada tahun 2011.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan dikategorikan menjadi 6 (enam) jenis tenaga yaitu Keperawatan,
Kefarmasian, Kesehatan Masyarakat, Gizi, Keterapian Fisik dan Keteknisian Medis.

185
Gambar 5.18 menunjukkan program studi pada institusi Diknakes Poltekkes dengan
urutan prodi yang terbanyak yaitu 151 prodi Keperawatan (57,60%), 36 prodi
Keteknisian Medis (13,74%), 32 prodi Gizi (12,20%), 26 prodi Kesehatan Masyarakat
(9,90%), 12 prodi Kefarmasian (4,60%) dan 5 prodi Ketarapian Fisik (1,91%). Rincian
menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.13.
GAMBAR 5.18
PERSENTASE PROGRAM STUDI PADA INSTITUSI POLTEKKES
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Gambar 5.19 menunjukkan jumlah jurusan/program studi pada institusi


Diknakes Non Poltekkes; untuk jurusan/prodi keperawatan terdiri dari keperawatan,
kebidanan dan kesehatan gigi; untuk jurusan/prodi keterapian fisik terdiri dari
fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara dan akupunktur; untuk jurusan/prodi
keteknisian medis terdiri dari analis kesehatan, teknik elektromedik, teknik
radiodiagnostik, teknik gigi, ortotik prostetik dan perekam informasi kesehatan.

186
GAMBAR 5.19
JUMLAH JURUSAN/PROGRAM STUDI PADA INSTITUSI DIKNAKES NON POLTEKKES
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Jumlah institusi Diknakes Non Poltekkes menurut status kepemilikan


menunjukkan sebagian besar institusi dimiliki oleh swasta yaitu sebesar 90,20%,
sedangkan kepemilikan pemerintah daerah sebesar 6,80% dan TNI/Polri sebesar
3,00%. Informasi lebih rinci mengenai jumlah dan persentase institusi Diknakes Non
Poltekkes menurut kepemilikan dapat dilihat pada Lampiran 5.18.
Sejak tahun 2004 Poltekkes selain menyelenggarakan program Diploma III
(DIII) juga menyelenggarakan Program Diploma IV (DIV). Sampai dengan Desember
2011 jumlah Program Diploma IV sebanyak 129 program studi. Rincian menurut
Poltekkes dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.14.

b. Akreditasi Institusi
Dengan banyaknya institusi pendidikan tenaga kesehatan yang ada saat ini,
Kementerian Kesehatan RI berupaya untuk tetap memperhatikan mutu
penyelenggaraan pendidikan. Akreditasi merupakan salah satu upaya pembinaan yang
dilakukan pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan kesehatan yang ada,
selain itu juga untuk melihat mutu dari masing-masing institusi penyelenggara.
Akreditasi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI hanya untuk
Jenjang Pendidikan Tinggi (JPT) dalam hal ini Diploma III (DIII), sedangkan untuk
institusi Jenjang Pendidikan Menengah (JPM) dilakukan oleh Badan Akreditasi
Sekolah (BAS) yang ada di setiap provinsi.
Pada tahun 2006 sesuai dengan Keputusan Kepala Badan PPSDM Kesehatan
Nomor HK.00.06.1.03.03853 tanggal 16 Agustus 2006 tentang pelaksanaan dan
borang akreditasi, menyatakan bahwa pelaksanaan akreditasi menggunakan 1 (satu)
alat ukur dan dipusatkan.
Akreditasi dilaksanakan bagi institusi Diknakes yang telah menjalankan
perkuliahan sampai dengan semester V (lima), dan institusi Diknakes yang telah

187
habis masa berlaku akreditasinya. Sampai dengan Desember tahun 2011 sebanyak
225 prodi Poltekkes (89.6%) telah diakreditasi dan yang belum terakreditasi
sebanyak 37 prodi (10.4%). Dari jumlah yang sudah terakreditasi, terdapat 95 prodi
(42,2%) dengan strata A, 127 prodi (56.4%) dengan strata B dan 3 prodi (1.3%) dengan
strata C. Gambar 5.20 berikut ini menunjukkan persentase akreditasi program studi
pada institusi Poltekkes. Informasi selengkapnya mengenai jumlah dan persentase
program studi Poltekkes yang telah terakreditasi menurut provinsi dapat dilihat
pada Lampiran 5.16.
GAMBAR 5.20
PERSENTASE STRATA AKREDITASI
PROGRAM STUDI POLTEKKES DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Akreditasi juga dilakukan pada institusi Diknakes Non Poltekkes. Jumlah


institusi Diknakes Non Poltekkes JPT (DI-DIII) yang telah terakreditasi sebanyak
640 institusi (69.2%) dan yang belum terakreditasi sebanyak 285 institusi (30.8%).
Dari jumlah yang sudah terakreditasi, terdapat 89 institusi (13,9%) dengan strata A,
501 institusi (78,3%) dengan strata B dan 50 institusi (7,8%) dengan strata C.
Gambar 5.21 berikut ini menunjukkan persentase strata akreditasi institusi
Diknakes Non Poltekkes pada tahun 2011. Sedangkan informasi selengkapnya
menurut provinsi terdapat pada Lampiran 5.17.

188
GAMBAR 5.21
PERSENTASE STRATA AKREDITASI
INSTITUSI DIKNAKES NON POLTEKKES DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Jumlah institusi Diknakes Non Poltekkes menurut status kepemilikan


menunjukkan sebagian besar institusi dimiliki oleh swasta, yaitu sebesar 90,2%,
sedangkan kepemilikan oleh Pemerintah Daerah sebesar 6,8% dan TNI/POLRI
sebesar 3%. Informasi lebih rinci mengenai jumlah dan persentase institusi Diknakes
Non Poltekkes menurut kepemilikan dapat dilihat pada Lampiran 5.18.

c. Peserta Didik
Jumlah peserta didik institusi pendidikan tenaga kesehatan baik Poltekes
maupun Non Poltekkes jalur umum tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 324.468 orang
dengan perincian jumlah peserta didik Poltekkes sejumlah 66.699 orang dan Non
Poltekkes sejumlah257.769 orang.
Program D-IV mempunyai jenis institusi pendidikan yang lebih khusus bidang
keilmuannya yaitu untuk jenis institusi keperawatan, kebidanan dan kesehatan gigi.
Jenis institusi keperawatan terdiri dari keperawatan medical bedah, keperawatan
gawat darurat, keperawatan klinik kemahiran, keperawatan kardiovaskuler,
keperawatan anestesi, keperawatan jiwa, keperawatan intensive dan keperawatan
anestesi reanimasi. Jenis institusi kebidanan terdiri dari bidan pendidik dan
kebidanan komunitas. Jenis institusi kesehatan gigi terdiri dari kesehatan gigi,
kesehatan gigi komunitas, kesehatan gigi prothodonsia, dental bedah mulut dan
perawat gigi pendidik. Informasi lebih rinci mengenai jumlah peserta didik menurut
jenis institusi pendidikan dapat dilihat pada Lampiran 5.19 dan Lampiran 5.20.

d. Lulusan
Jumlah lulusan Poltekkes dan Non Poltekkes pada tahun 2011 sebanyak
74.122 orang, yang terdiri dari lulusan Poltekkes sebanyak 20.866 orang (28,15%)
dan lulusan Non Poltekkes sebanyak 53.256 orang (71,85%). Jumlah lulusan

189
Poltekkes dan Non Poltekkes terbanyak pada jurusan keperawatan, yaitu sebanyak
35.821 orang, kemudian jurusan kebidanan sebanyak 15.963 orang.
TABEL 5.2
JUMLAH LULUSAN PROGRAM DIPLOMA III POLTEKKES DAN NON POLTEKKES
TAHUN 2007-2011

Tahun Rerata
Total
Jenis Tenaga Lulusan
2007 2008 2009 2010 2011 5 Tahun
per Tahun
Keperawatan 25.200 26.446 28.835 37.055 35.821 153.357 30.671
Kebidanan 13,337 9.131 18.545 17.828 15.963 74.804 14.960
Kesehatan Gigi 857 1.166 1.085 1.468 1.655 6.231 1.246
Kefarmasian 2.285 5.562 4.864 8.134 7.144 27.989 5.597
Kesehatan Lingkungan 1.396 1.870 1.685 2.177 2.678 9.806 1.961
Gizi 1.693 2.039 1.812 2.063 2.755 10.362 2.072
Keterapian Fisik 965 998 781 1.653 1.406 5.803 1.160
Keteknisian Medis 3.644 5.131 4.764 7.160 6.700 27.399 5.479
Jumlah 49.377 52.343 62.371 77.538 74.122 315.751 63.150

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Dari Tabel 5.2 di atas terlihat bahwa selama 5 tahun terakhir jumlah lulusan
Diknakes Diploma III Poltekkes dan Non Poltekkes sebanyak 63.150 orang per tahun,
dengan lulusan terbanyak adalah tenaga Keperawatan (rata-rata 30.671 orang per
tahun), yang tersebar hampir di semua provinsi. Tiga provinsi yang menghasilkan
lulusan tenaga kesehatan terbanyak (Poltekkes dan Non Poltekkes) tahun 2011 adalah
Provinsi Jawa Tengah (11.390 orang), Jawa Timur (9.572 orang), dan Sumatera Utara
(8.041 orang). Rekapitulasi jumlah lulusan Diknakes Poltekkes dan Non Poltekkes
menurut jenis tenaga dapat dilihat pada Lampiran 5.21. Sedangkan rincian menurut
provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.22 dan Lampiran 5.23.

e. Pendidikan Dokter dan Dokter Gigi


Menurut data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), sampai dengan tahun 2011
institusi pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun swasta di Indonesia berjumlah 72 Fakultas Kedokteran (FK) dan
26 Fakultas Kedokteran Gigi (FKG). Institusi pendidikan kedokteran dan kedokteran
gigi yang melaksanakan penyelenggaraan Program Pendidikan Dokter Spesialis
(PPDS) sebanyak 14 universitas dan penyelenggaraan Program Pendidikan Dokter
Gigi Spesialis (PPDGS) sebanyak 7 universitas.
Dalam rangka menjaga mutu pendidikan Kedokteran dan Kedokteran Gigi,
KKI melaksanakan penilaian pendirian program studi Kedokteran dan Kedokteran
Gigi dan pemberian rekomendasi terhadap pendirian program studi baru tersebut,
selain itu juga mengusulkan proses adaptasi bagi dokter/dokter gigi lulusan luar
negeri, serta memberikan rekomendasi dan persetujuan alih ilmu pengetahuan dan
teknologi (Iptek). Pada tahun 2011, KKI memproses pengusulan 15 permohonan
adaptasi dokter lulusan luar negeri dan 1 permohonan adaptasi dokter spesialis, serta

190
mengeluarkan 20 permohonan persetujuan alih Iptek kedokteran dan 4 permohonan
dari kedokteran gigi (bedah mulut).

B. TENAGA KESEHATAN
Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDM Kesehatan) di daerah terdiri dari
SDM Kesehatan yang bertugas di unit kesehatan (sarana pelayanan dan non
pelayanan) di provinsi dan kabupaten/kota, dengan status kepegawaian PNS, CPNS,
PTT, TNI/POLRI dan swasta. SDM Kesehatan tersebut bekerja di dinas kesehatan
provinsi dan unit pelaksana teknis (UPT), dinas kabupaten/kota dan UPT (termasuk
Puskesmas), rumah sakit/poliklinik dan sarana kesehatan lainnya milik pemerintah
pusat, pemerintah daerah, TNI/POLRI dan swasta.
Data SDM Kesehatan yang terkumpul dari 33 provinsi belum sepenuhnya
dapat menggambarkan SDM Kesehatan secara lengkap, dikarenakan:
1. Kabupaten/Kota belum memiliki data SDM Kesehatan secara lengkap, terutama
data rumah sakit, baik milik kementerian lain, TNI/POLRI dan swasta.
2. Belum ada sistem yang handal yang mengatur manajemen pengumpulan data
SDM di daerah.

1. Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan


Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan kesehatan
adalah tenaga kesehatan yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan di
masyarakat. Menurut pendataan Badan PPSDMK, pada tahun 2011 jumlah SDM
Kesehatan yang tercatat sebanyak 668.704 orang yang terdiri atas 545.367 tenaga
kesehatan dan 123.337 tenaga non kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri atas 59.492
tenaga medis, 358.340 tenaga keperawatan (234.176 perawat dan perawat gigi,
124.164 bidan), 26.274 tenaga kefarmasian, 61.654 tenaga kesehatan masyarakat,
15.716 tenaga gizi, 3.292 tenaga keterapian fisik dan 20.599 keteknisian medis.
Jumlah dokter umum tercatat sebanyak 32.492 orang, dengan rasio sebesar
13,47 dokter per 100.000 penduduk. Provinsi dengan rasio tertinggi yaitu Sulawesi
Utara sebesar 39,20 dokter per 100.000 penduduk, sedangkan yang terendah yaitu
Banten dengan rasio 6,22 dokter per 100.000 penduduk. Rasio dokter umum terhadap
jumlah penduduk menurut provinsi pada tahun 2011 terlihat pada Gambar 5.22
berikut ini.

191
GAMBAR 5.22
RASIO DOKTER UMUM TERHADAP 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Jumlah dokter gigi pada tahun 2011 tercatat sebanyak 10.164 orang dengan
rasio sebesar 4,21 dokter gigi per 100.000 penduduk. Provinsi dengan rasio tertinggi
yaitu DI Yogyakarta sebesar 12,83 dokter gigi per 100.000 penduduk, sedangkan
terendah yaitu Sumatera Selatan dengan rasio 1,63 dokter gigi per 100.000
penduduk. Jumlah bidan pada tahun 2011 tercatat sebanyak 124.164 orang, sehingga
rasionya terhadap penduduk sebesar 51,48 bidan per 100.000 penduduk. Provinsi
dengan rasio tertinggi yaitu Aceh sebesar 195,91 bidan per 100.000 penduduk
sedangkan terendah yaitu DKI Jakarta sebanyak 21,78 bidan per 100.000 penduduk.
Jumlah perawat pada tahun 2011 tercatat sebanyak 220.575 orang, sehingga
rasionya terhadap penduduk sebesar 91,46 perawat per 100.000 penduduk. Provinsi
dengan rasio tertinggi yaitu Maluku Utara sebesar 332,02 perawat per 100.000
penduduk sedangkan terendah yaitu Jawa Barat sebanyak 31,89 perawat per 100.000
penduduk. Rasio perawat terhadap jumlah penduduk menurut provinsi pada tahun
2011 terlihat pada Gambar 5.23 berikut ini. Jumlah tenaga kesehatan dan non
kesehatan tahun 2011 menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.24.

192
GAMBAR 5.23
RASIO PERAWAT TERHADAP 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

a. Tenaga Kesehatan di Puskesmas


Puskesmas yang merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan
masyarakat, kinerjanya sangat dipengaruhi ketersediaan sumber daya manusia yang
dimiliki, terutama ketersediaan tenaga kesehatan. Pada tahun 2011, terdapat 340.493
orang yang bertugas di Puskesmas dengan rincian 305.960 tenaga kesehatan dan
34.533 tenaga non kesehatan. Dari seluruh jumlah tenaga kesehatan, dokter umum
yang bertugas di Puskesmas sebanyak 17.152 orang, dengan rasio 1,84 dokter umum
per Puskesmas. Rasio dokter umum terhadap Puskesmas tertinggi terdapat di Provinsi
Kepulauan Riau sebesar 4,81, DI Yogyakarta sebesar 3,02 dan Riau sebesar 2,85
dokter umum per Puskesmas. Sedangkan rasio yang terendah di Provinsi Banten yang
sebesar 0,35 dan Papua Barat sebesar 0,67 dokter umum per Puskesmas. Beberapa
provinsi memiliki tenaga dokter spesialis yang bertugas di Puskesmas. Rasio dokter
umum di Puskesmas terhadap jumlah Puskesmas tahun 2011 menurut provinsi dapat
dilihat pada Gambar 5.24 berikut ini.

193
GAMBAR 5.24
RASIO DOKTER UMUM DI PUSKESMAS TERHADAP JUMLAH PUSKESMAS
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Jumlah dokter gigi pada tahun 2011 sebanyak 6.603 orang. Bila dibandingkan
dengan jumlah seluruh Puskesmas maka dapat diartikan bahwa belum seluruh
puskesmas memiliki dokter gigi. Sejumlah 281 dokter spesialis yang bertugas di
Puskesmas, sebagian besar dokter spesialis tersebut berada di Provinsi Kalimantan
Selatan dengan jumlah 58 orang (20,6%).
Jumlah perawat di seluruh Puskesmas sebanyak 107.284 orang, sehingga rata-
rata tiap Puskesmas memiliki 11-12 orang perawat. Jumlah tenaga bidan sebanyak
104.151 orang, sehingga rata-rata tiap Puskesmas memiliki 11 orang bidan. Jumlah
masing-masing tenaga kesehatan di Puskesmas dapat dilihat pada Gambar 5.25
berikut ini. Rincian jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas dapat dilihat pada
Lampiran 5.25, sedangkan rasio dokter umum, dokter gigi, perawat dan bidan
terhadap jumlah Puskesmas dapat dilihat pada Lampiran 5.26.

194
GAMBAR 5.25
JUMLAH TENAGA KESEHATAN DI PUSKESMAS
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

b. Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit


Data tenaga kesehatan di rumah sakit yang tercatat di Badan PPSDM
Kesehatan tahun 2011 bersumber dari 1.584 rumah sakit (dari 1.721 rumah sakit yang
ada). Pada tahun 2011, terdapat 251.000 orang yang bertugas di rumah sakit dengan
rincian 185.633 tenaga kesehatan dan 65.367 tenaga non kesehatan. Dari seluruh
jumlah tenaga kesehatan, dokter spesialis yang bertugas di rumah sakit sebanyak
15.276 orang, dengan rata-rata 10 dokter spesialis per rumah sakit; dokter umum yang
bertugas di rumah sakit sebanyak 12.263 orang, dengan rata-rata 8 dokter umum per
rumah sakit dan dokter gigi yang bertugas di rumah sakit sebanyak 2.877 orang,
dengan rata-rata 2 dokter gigi per rumah sakit. Bidan yang bertugas di rumah sakit
sebanyak 15.399 orang, dengan rata-rata 10 bidan per rumah sakit dan perawat yang
bertugas di rumah sakit sebanyak 99.954 orang, dengan rata-rata 63 perawat per
rumah sakit. Rincian jumlah tenaga kesehatan di rumah sakit pemerintah dapat
dilihat pada Lampiran 5.27.

2. Tenaga Kesehatan dengan Status Pegawai Tidak Tetap (PTT)


Pemenuhan tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan dasar terutama
puskesmas dan jaringannya di daerah terpencil/sangat terpencil, tertinggal,
perbatasan dan kepulauan (DTPK) serta daerah bermasalah kesehatan (DBK) antara
lain diisi melalui pengangkatan Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan Penugasan Khusus.
Kontribusi pemenuhan tenaga kesehatan dengan status PTT terdiri dari
dokter umum, dokter gigi, dokter/dokter gigi spesialis dan bidan cukup besar
pengaruhnya dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2011 tercatat
sebanyak 39.722 tenaga kesehatan PTT Pusat yang masih aktif bertugas di daerah
dengan kriteria Biasa, Terpencil, dan Sangat Terpencil dengan komposisi dokter

195
umum sejumlah 3.767 orang, dokter gigi sejumlah 936 orang, dokter/dokter gigi
spesialis sejumlah 59 orang dan bidan sejumlah 34.960 orang.
Dokter umum PTT dan dokter gigi PTT sebagian besar tersebar di wilayah
dengan kriteria Sangat Terpencil yaitu 2.345 orang dokter umum dan 610 orang
dokter gigi. Sedangkan dokter spesialis sebagian besar tersebar di RSUD
kabupaten/kota dengan kriteria wilayah Terpencil sejumlah 45 orang. Sedangkan
dokter spesialis PTT sebagian besar tersebar di rumah sakit umum daerah (RSUD)
kabupaten/kota sejumlah 58 orang. Dari 34.960 bidan PTT sebagian besar bertugas di
daerah dengan kriteria Biasa, yaitu sejumlah 19.021 orang (54,4%), yang bertugas di
daerah terpencil sebanyak 15.309 bidan (43,8%), dan yang bertugas di daerah sangat
terpencil sebanyak 630 bidan (1,8%). Provinsi dengan jumlah keberadaan dokter
umum PTT terbanyak di Nusa Tenggara Timur sejumlah 497 orang, diikuti oleh Aceh
sejumlah 314 orang dan Papua sejumlah 290 orang. Dokter gigi PTT terbanyak
bertugas di Provinsi Nusa Tenggara Timur sejumlah 115 orang, diikuti oleh Sulawesi
Tenggara sejumlah 76 orang dan Maluku sejumlah 69 orang. Sedangkan dokter
spesialis PTT terbanyak bertugas di Provinsi Kalimantan Tengah sejumlah 9 orang,
diikuti oleh Kepulauan Riau sejumlah 8 orang dan Papua sejumlah 6 orang. Bidan
PTT terbanyak bertugas di Provinsi Sumatera Utara, yaitu sejumlah 5.120 orang,
diikuti Jawa tengah sejumlah 4.721 orang, Aceh sejumlah 3.547 orang dan Jawa
Timur sejumlah 3.345 orang.
Gambar 5.26 menampilkan keadaan tenaga PTT di Indonesia tahun 2011 di
daerah dengan kriteria Biasa, Terpencil, dan Sangat Terpencil. Data selengkapnya
mengenai distribusi tenaga kesehatan PTT di seluruh provinsi dapat dilihat pada
Lampiran 5.30, 5.31, 5.32 dan 5.33.
GAMBAR 5.26
KEBERADAAN DOKTER UMUM PTT, DOKTER GIGI PTT DAN BIDAN PTT
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012

Pada tahun 2011 telah diangkat tenaga kesehatan PTT untuk daerah dengan
kriteria Biasa, Terpencil, dan Sangat Terpencil sebanyak 20.491 orang, yang terdiri
dari dokter umum PTT sejumlah 3.941 orang, dokter spesialis PTT sejumlah 59

196
orang, dokter gigi PTT sebanyak 1.000 orang dan bidan PTT sejumlah 15.491 orang.
Adapun pengangkatan dokter umum PTT dan dokter gigi PTT terbanyak berada di
Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan jumlah 537 orang dokter umum dan 132
orang dokter gigi, dengan pengangkatan untuk daerah Sangat Terpencil adalah
sejumlah 470 orang untuk dokter umum dan 123 orang untuk dokter gigi. Untuk
dokter/dokter gigi spesialis di Provinsi Kepulauan Riau sejumlah 7 orang.
Pengangkatan dokter PTT untuk kriteria Biasa di provinsi di Pulau Jawa dan Bali,
merupakan realisasi dari pengangkatan kembali atau perpanjangan Dokter PTT
(bukan pengangkatan baru). Pada tahun 2011 tidak dilakukan pengangkatan dokter
gigi PTT di Provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Gambar 5.27 menampilkan
pengangkatan dokter umum dan dokter gigi PTT di Indonesia tahun 2011.
GAMBAR 5.27
PENGANGKATAN DOKTER UMUM PTT DAN DOKTER GIGI PTT
DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012

Pengangkatan bidan PTT terbanyak berada di Provinsi Sumatera Utara


sejumlah 2.635 orang dengan jumlah pengangkatan untuk daerah dengan kriteria
Terpencil 1.547 orang dan 1.088 orang untuk daerah dengan kriteria Biasa, diikuti
provinsi kedua terbanyak adalah Jawa Tengah sejumlah 1.777 orang dan semua
untuk pengangkatan di daerah dengan kriteria Biasa. Pada tahun 2011 tidak
dilakukan pengangkatan bidan PTT di Provinsi DKI Jakarta. Gambar 5.28
menampilkan pengangkatan bidan PTT di Indonesia tahun 2010-2011. Terlihat
bahwa pengangkatan bidan PTT tahun 2011 lebih banyak di daerah dengan kriteria
Terpencil berbeda dengan tahun 2010 pengangkatan bidan PTT lebih banyak di
daerah dengan kriteria Biasa.

197
GAMBAR 5.28
PENGANGKATAN BIDAN PTT DI INDONESIA TAHUN 2010-2011

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012

Data selengkapnya mengenai pengangkatan tenaga kesehatan PTT menurut


provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.34, 5.35, 5.36, 5.37, 5.38 dan 5.39.
Pemenuhan tenaga kesehatan melalui penugasan khusus memiliki peran yang
sangat penting, di samping pemenuhan sebagai PTT. Penugasan khusus bagi tenaga
kesehatan baru dilakukan terhadap lulusan DIII Kesehatan, yaitu perawat, gizi,
kesehatan lingkungan, analis kesehatan, bidan, farmasi, kesehatan gigi, fisioterapi,
radiologi, perekam medik dan info kesehatan. Pada tahun 2011 telah dilakukan
pengangkatan penugasan khusus sebanyak 1.391 orang, yang terdiri dari perawat
sejumlah 923 orang, gizi sejumlah 139, kesehatan lingkungan sejumlah 140 orang,
analis kesehatan sejumlah 79 orang, bidan sejumlah 24 orang, farmasi sejumlah 61
orang, kesehatan gigi sejumlah 22 orang, selanjutnya fisioterapi, radiologi, perekam
dan info kesehatan masing-masing sejumlah 1 orang. Adapun penugasan khusus
terbanyak berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan jumlah 236 orang, diikuti
oleh Aceh sejumlah 154 orang, dan Papua sejumlah 116 orang. Data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 5.40.

3. Registrasi Dokter dan Dokter Gigi


Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
mengatur pelaksanaan praktik kedokteran dengan tujuan untuk memberikan
perlindungan kepada pasien; mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan memberikan kepastian hukum
kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Untuk melindungi masyarakat penerima
jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter
dan dokter gigi, dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). KKI mempunyai tugas
: 1) melakukan registrasi dokter dan dokter gigi; 2) mengesahkan standar pendidikan
profesi dokter dan dokter gigi; dan 3) melakukan pembinaan terhadap
penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait.

198
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi (STR) dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi termasuk dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri. STR
dokter dan dokter gigi diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan
berlaku selama lima tahun dan diregistrasi ulang setiap lima tahun sekali. Data yang
tercatat di KKI sampai dengan 31 Desember 2011 yaitu dokter dan dokter gigi yang
telah melakukan registrasi dan memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sejumlah
125.252 orang yang terdiri dari dokter umum 80.591 orang, dokter spesialis 20.770
orang, dokter gigi 22.095 orang dan dokter gigi spesialis 1.796 orang. Dengan
demikian maka rasio dokter umum dan dokter spesialis yang memiliki STR sebesar
42,03 dokter per 100.000 penduduk. Provinsi dengan rasio tertinggi di DKI Jakarta,
yaitu sebesar 189 dokter per 100.000 penduduk, sedangkan yang terendah di
Sulawesi Barat, yaitu sebesar 9,50 dokter per 100.000 penduduk. Rasio dokter umum
dan dokter spesialis yang memiliki STR terhadap jumlah penduduk menurut provinsi
pada tahun 2011 terlihat pada Gambar 5.29 berikut ini.
GAMBAR 5.29
RASIO DOKTER UMUM DAN DOKTER SPESIALIS YANG MEMILIKI SURAT TANDA REGISTRASI
(STR) TERHADAP 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Rasio dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang memiliki STR sebesar 9,91
dokter gigi per 100.000 penduduk. Provinsi dengan rasio tertinggi di DKI Jakarta,
yaitu sebesar 56,39 dokter gigi per 100.000 penduduk, sedangkan yang terendah di
Nusa Tenggara Timur dengan rasio 2,30 dokter gigi per 100.000 penduduk. Rasio
dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang memiliki STR terhadap jumlah penduduk
menurut provinsi pada tahun 2011 terlihat pada Gambar 5.30 berikut ini. Rincian
jumlah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang telah
memiliki STR menurut provinsi terdapat pada Lampiran 5.28.

199
GAMBAR 5.30
RASIO DOKTER GIGI DAN DOKTER GIGI SPESIALIS YANG MEMILIKI SURAT TANDA
REGISTRASI (STR) TERHADAP 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2011

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik
kedokteran di Indonesia juga harus memiliki STR Sementara atau STR Bersyarat.
STR Sementara diberikan kepada dokter dan dokter gigi WNA yang akan melakukan
kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di
bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia. STR
Sementara berlaku selama satu tahun dan dapat diperpanjang untuk satu tahun
berikutnya. STR Bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan dokter
spesialis atau dokter gigi spesialis WNA yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di
Indonesia. Sampai dengan akhir tahun 2011, data tentang STR dokter dan dokter
gigi WNA, yaitu STR Sementara sebanyak 2 orang dan STR Bersyarat sebanyak 6
orang.

C. PEMBIAYAAN KESEHATAN
Salah satu komponen sumber daya yang diperlukan dalam menyelenggarakan
pembangunan kesehatan adalah pembiayaan kesehatan. Pembiayaan kesehatan
bersumber dari pemerintah dan pembiayaan yang bersumber dari masyarakat.
Berikut ini diuraikan anggaran kesehatan yang dialokasikan untuk Kementerian
Kesehatan RI, pembiayaan jaminan kesehatan masyarakat dan Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK).

1. Anggaran Kementerian Kesehatan


Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2011 mengalokasikan anggaran
sebesar Rp 30.919.269.941.000 dengan jumlah realisasi sebesar Rp
26.962.234.887.439 (87.20%). Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir terdapat
peningkatan alokasi dan realisasi anggaran Kementerian Kesehatan RI. Pada Tahun

200
2007 Kementerian Kesehatan RI memiliki alokasi anggaran sebesar Rp 19,12 trilyun
dengan realisasi Rp 15,53 trilyun (81,24%), jumlah tersebut meningkat pada tahun
2011 menjadi Rp 30,92 trilyun dengan realisasi Rp 26,96 trilyun (87,20%). Alokasi
dan realisasi anggaran Kementerian Kesehatan RI tahun 2007 sampai dengan 2011
dijelaskan dalam Gambar 5.31 di bawah ini.
GAMBAR 5.31
ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2007 – 2011

Sumber : Biro Keuangan dan BMN, Kemenkes RI, 2012

Distribusi anggaran Kementerian Kesehatan RI menurut unit kerja eselon I


menunjukkan bahwa alokasi terbesar untuk Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan (Ditjen BUK) sejumlah Rp 18.939.453.427.000 (64,1%), sedangkan alokasi
terendah untuk Inspektorat Jenderal sebesar Rp 88.352.641.000 (0,29%). Anggaran
pada Ditjen BUK sebesar tersebut didistribusikan pada 346 satuan kerja (kantor
pusat, kantor daerah, dekonsentrasi dan tugas pembantuan), sedangkan anggaran
pada Inspektorat Jenderal hanya untuk satu Satker (1 DIPA). Realisasi anggaran
tertinggi adalah Ditjen BUK dengan persentase penyerapan sebesar 91,22%,
sedangkan realisasi terendah adalah Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan dengan persentase penyerapan sebesar 68,38%. Informasi
selengkapnya tentang alokasi dan realisasi anggaran Kementerian Kesehatan RI
tahun 2011 terdapat pada Lampiran 5.41.

2. Pembiayaan Jaminan Kesehatan Masyarakat


Menurut data Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, sampai dengan bulan
Juni 2011 jumlah penduduk yang mempunyai jaminan/asuransi kesehatan sebanyak
153.353.315 orang (64,98% dari jumlah penduduk). Persentase penduduk yang memiliki
jaminan kesehatan oleh program jaminan/asuransi disajikan pada Gambar 5.32 berikut
ini.

201
GAMBAR 5.32
PERSENTASE PENDUDUK YANG DILINDUNGI JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT/
ASURANSI KESEHATAN DI INDONESIA SAMPAI DENGAN JUNI 2011

Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

Peserta Jamkesmas mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif dan


berjenjang dari pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya hingga
pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit. Pada tahun 2011 terdapat 9.133 unit
Puskesmas di seluruh Indonesia yang melayani peserta Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas). Untuk pelayanan kesehatan rujukan tersedia 1.105 rumah
sakit/balai/klinik terdiri dari 591 rumah sakit milik pemerintah, 395 rumah sakit
swasta, 40 balai kesehatan dan 79 rumah sakit TNI/POLRI. Secara keseluruhan
peserta Jamkesmas dilayani oleh 10.238 PPK (pemberi pelayanan kesehatan).
Gambar 5.33 di bawah ini menunjukkan persentase pemberi pelayanan kesehatan
rujukan peserta Jamkesmas tahun 2011.
GAMBAR 5.33
PERSENTASE PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN PESERTA JAMKESMAS
TAHUN 2011

Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemenkes RI, 2012

202
Dalam upaya meningkatkan keterjangkauan masyarakat miskin dan hampir
miskin terhadap pelayanan kesehatan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan
RI dan beberapa pemerintah daerah menanggung biaya pelayanan kesehatan di
Puskesmas dan kelas III di rumah sakit bagi peserta Jamkesmas. Data cakupan
kepesertaan jaminan kesehatan menurut provinsi sampai tahun 2011 terdapat pada
Lampiran 5.43.

3. Bantuan Operasional Kesehatan


Bantuan Operasional Kesehatan merupakan bantuan dana dari Pemerintah
melalui Kementerian Kesehatan RI dalam membantu pemerintahan kabupaten dan
pemerintahan kota melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bidang Kesehatan menuju Millennium Development Goals (MDGs)
dengan meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
promotif dan preventif.
Kebijakan BOK dimulai pada bulan Maret tahun 2010 untuk 8.737 Puskesmas
dengan total anggaran sebesar Rp 215.262.000.000,-. Data per 25 Mei 2011,
kabupaten/kota yang melaporkan pemanfaatan dana BOK tahun 2010 sejumlah 300
kabupaten/kota. Dari jumlah yang melaporkan tersebut, dana BOK yang
dimanfaatkan sebesar Rp 128.868.901.768,- (59,87%), sedangkan yang
mengembalikan sisa dana sebesar Rp 14.066.390.259,- (6,53%), sehingga total dana
yang telah dilaporkan kabupaten/kota sebanyak Rp 142.935.292.027,- (66,4%).
Pada tahun 2011 terdapat perubahan mekanisme penyaluran dana BOK yang
semula melalui mekanisme Bantuan Sosial menjadi mekanisme Tugas Pembantuan.
Terdapat kendala teknis dalam penyaluran dana ini yaitu kurangnya pemahaman
kabupaten/kota tentang mekanisme tugas pembantuan, kesalahan dalam penentuan
kode anggaran dalam rencana kerja dan anggaran kementerian dan lembaga
(RKAKL), kebijakan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang
berbeda antar wilayah, sehingga diperlukan koordinasi dengan Kementerian
Keuangan RI untuk memantau kinerja unit di bawahnya, serta akses yang sulit dari
Puskesmas ke kabupaten/kota dan provinsi.

203
GAMBAR 5.34
PERSENTASE PENYERAPAN DANA BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Sumber : Ditjen. Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012

Pada pelaksanaan BOK tahun 2011, jumlah dana yang dialokasikan sebesar
Rp 904.555.000.000,- untuk seluruh kabupaten/kota dengan realisasi sebesar Rp
790.373.121.294,- (87,38%). Pada Gambar 5.34 penyerapan dana BOK tertinggi
Provinsi Riau (99,36%) dan terrendah Provinsi Kalimantan Timur (57,78%). Terdapat
6 kabupaten yang tidak menggunakan/tidak merealisasikan dana BOK, yaitu
Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), Lingga (Kepulauan Riau), Kepulauan
Anambas (Kepulauan Riau), Penajam Paser Utara (Kalimantan Timur), Kutai
Kartanegara (Kalimantan Timur), dan Lanny Jaya (Papua). Data alokasi serta
realisasi dana BOK menurut provinsi tahun 2011 terdapat pada Lampiran 5.44.
BOK sebagai salah satu program strategis Kementerian Kesehatan RI di
samping Jamkesmas/Jampersal, sehingga banyak pihak yang menyoroti
pemanfaatannya, mulai dari masyarakat, LSM, pers/media massa, penyidik, hingga
tim yang dibentuk seperti UKP-PPP (Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan) dan TNP2K (Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan) yang sengaja dibentuk Sekretariat Wakil Presiden
untuk mendorong percepatan pemanfaatan anggaran untuk masyarakat terutama
masyarakat miskin. Kementerian Kesehatan RI terus berupaya melakukan
perbaikan agar BOK bisa dimanfaatkan dengan optimal oleh Puskesmas. Dalam
perencanaan BOK berikutnya, provinsi akan lebih ditingkatkan perannya, terutama
dalam memantau dan mengkoordinasikan penyusunan DIPA TP BOK, pelaksanaan
dan mengkoordinasikan pelaporan.
Kehadiran BOK dirasakan manfaatnya oleh petugas Puskesmas untuk
menjangkau masyarakat dalam melakukan kegiatan yang bersifat promotif dan
preventif. Diharapkan dengan adanya BOK, petugas kesehatan/kader kesehatan,
tidak lagi mengalami kendala dalam melakukan kegiatan untuk mendekatkan akses
pada masyarakat.

204
Hal penting yang perlu disadari, BOK hanyalah dana tambahan yang bersifat
bantuan sehingga tidak dapat menjawab semua permasalahan di lapangan dan
seharusnya tidak selamanya disediakan pemerintah pusat. Sumber pembiayaan
kesehatan yang utama tetap harus disediakan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota sehingga mekanisme sharring harus berjalan, dana pusat
seharusnya makin lama makin dikurangi, sedangkan dana dari daerah semakin
meningkat.

***

205
206
ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) merupakan sebuah
organisasi geopolitik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara
yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan
pengembangan kebudayaan negara-negara anggota, serta memajukan perdamaian di
tingkat regional. Anggota ASEAN ada 10 negara yaitu Brunei Darussalam, Filipina
(Philippines), Indonesia, Kamboja (Cambodia), Laos (Lao People's Democratic
Republic), Malaysia, Myanmar, Singapura (Singapore), Thailand, dan Vietnam.
Berdasarkan pengelompokan negara menurut WHO, Indonesia termasuk
dalam negara SEARO (South East Asia Region) bersama 10 negara lainnya, yaitu
Bangladesh, Bhutan, Korea Utara (Democratic People's Republic of Korea), India,
Maladewa (Maldives), Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste.
Perbandingan data/indikator kesehatan/yang terkait antar negara, baik
dengan negara-negara ASEAN maupun SEARO, dilakukan untuk melihat posisi
Indonesia terhadap negara-negara lain dalam kawasan yang sama. Bab ini akan
membahas perbandingan antara Indonesia dengan negara ASEAN dan SEARO dari
aspek yang berhubungan dengan kesehatan yaitu aspek kependudukan, derajat
kesehatan, dan upaya kesehatan.

A. KEPENDUDUKAN
Informasi tentang penduduk penting diketahui agar pembangunan dapat
diarahkan sesuai kebutuhan penduduk yang merupakan sasaran sekaligus pelaku
pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dapat dipandang sebagai beban
sekaligus juga modal dalam pembangunan. Beberapa indikator yang digunakan
untuk mengetahui keadaan penduduk yaitu jumlah penduduk, kepadatan penduduk,
laju pertumbuhan penduduk, angka beban tanggungan, dan angka kelahiran.

1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk


Menurut World Populations Data Sheet 2011, pada pertengahan tahun 2011,
Indonesia adalah negara dengan penduduk terbanyak di antara 10 negara anggota
ASEAN dengan jumlah penduduk 238,2 juta jiwa (data Estimasi Penduduk Sasaran
Program Kesehatan 2011-2014 menyatakan estimasi penduduk Indonesia tahun 2011
berjumlah 241,18 juta jiwa). Dengan wilayah negara terluas, di antara negara
ASEAN Indonesia selalu menempati peringkat satu negara dengan jumlah penduduk
tertinggi. Sedangkan Brunei Darussalam memiliki jumlah penduduk paling rendah
yaitu sekitar 0,4 juta jiwa.

207
Jika di kawasan ASEAN, Indonesia menempati peringkat pertama dengan
jumlah penduduk terbesar, di kawasan SEARO Indonesia menempati peringkat
kedua setelah India (dengan jumlah penduduk 1.241,3 juta jiwa). Selain Bangladesh
yang berpenduduk 150,7 juta jiwa, 8 negara lainnya berpenduduk kurang dari 70 juta
jiwa, bahkan terdapat 2 negara dengan jumlah penduduk kurang dari 1 juta, yaitu
Bhutan (0,7 juta), dan Maladewa (0,3 juta). Jumlah penduduk di kawasan ASEAN
dan SEARO dapat dilihat pada Gambar 6.1.
GAMBAR 6.1
JUMLAH PENDUDUK DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2011

Sumber: Population Reference Bureau, World Population Data Sheet 2011

Bila dilihat berdasarkan kepadatan penduduk, Singapura tercatat sebagai


negara yang paling padat di kawasan ASEAN dengan kepadatan 7.565 penduduk per
km2. Angka tersebut jauh di atas negara anggota ASEAN lainnya. Sementara, negara
dengan kepadatan penduduk terendah adalah Laos dengan 26 penduduk per km2.
GAMBAR 6.2
KEPADATAN PENDUDUK DI NEGARA ASEAN & SEARO (Jiwa per km 2)
TAHUN 2011

Sumber: World Population Data Sheet 2011

208
Di kawasan SEARO, Maladewa yang memiliki luas negara terkecil memiliki
kepadatan penduduk tertinggi dengan 1.091 jiwa per km2. Negara dengan kepadatan
penduduk terendah adalah Bhutan yaitu 15 jiwa per km2.
Dengan kepadatan penduduk sebesar 125 jiwa per km2, Indonesia di kawasan
ASEAN berada pada peringkat ke-5 terpadat. Sedangkan di kawasan SEARO,
Indonesia menempati peringkat ke-8 terpadat, atau peringkat ke-4 untuk negara
dengan kepadatan paling rendah di antara 11 negara. Tingkat kepadatan penduduk
negara-negara ASEAN dan SEARO tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 6.2
berikut ini.
Secara nasional, kepadatan penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk
tahun 2010 adalah 124 jiwa per km2.

2. Laju Pertumbuhan Penduduk


Indikator tingkat pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memprediksi
jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara di masa yang akan datang. Dengan
diketahuinya jumlah penduduk yang akan datang, diketahui pula kebutuhan dasar
penduduk di segenap bidang kehidupan termasuk di bidang kesehatan. Indikator
tersebut biasa dikenal dengan laju pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan
penduduk dipengaruhi tiga faktor, yakni kelahiran, kematian dan migrasi penduduk.
Perkiraan laju pertumbuhan penduduk di negara-negara ASEAN dan SEARO dapat
dilihat pada Gambar 6.3 di bawah ini.
GAMBAR 6.3
PERKIRAAN LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK PER TAHUN
DI NEGARA ASEAN & SEARO TAHUN 2010-2030

Sumber: The State of The Worlds Children 2011

Pada periode 2010-2030, perkiraan laju pertumbuhan penduduk per tahun


yang tertinggi di antara negara anggota ASEAN adalah Filipina dengan perkiraan
laju pertumbuhan penduduk 1,5%, sedangkan Thailand merupakan negara dengan
perkiraan laju pertumbuhan penduduk paling rendah yaitu 0,3%.
Pada negara-negara SEARO selama periode yang sama, perkiraan laju
pertumbuhan penduduk berkisar antara 0,3% hingga 2,9%. Perkiraan laju
pertumbuhan penduduk terendah pada Thailand dan tertinggi di Timor Leste.

209
Perkiraan laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 0,8%. Di kawasan
ASEAN, Singapura dan Indonesia memiliki angka yang sama dan menduduki
peringkat ke-4 dan ke-5 terendah untuk perkiraan laju pertumbuhan penduduk.
Sedangkan bila dilihat dari kawasan SEARO, Indonesia menduduki peringkat ke-5
terendah dari 11 negara. Data kependudukan negara-negara ASEAN dan SEARO
tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 6.1.

3. Penduduk Menurut Kelompok Umur


Salah satu indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi
suatu negara apakah tergolong negara maju atau negara yang sedang berkembang
adalah Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio). Semakin tinggi persentase
Angka Beban Tanggungan menunjukkan semakin tingginya beban yang harus
ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum
produktif (kelompok umur 0-14 tahun) dan tidak produktif lagi (kelompok umur 65
tahun ke atas).
Persentase penduduk menurut kelompok umur non produktif (kelompok umur
0-14 tahun dan kelompok umur 65 tahun ke atas) untuk keadaan tahun 2011, Laos
merupakan negara yang terbesar untuk kelompok umur tersebut dibandingkan
negara-negara lain di kawasan ASEAN yaitu 45% dari total penduduk. Sebaliknya
Singapura merupakan negara dengan komposisi penduduk kelompok umur non
produktif terendah yaitu 26%.
Di antara negara-negara di kawasan SEARO, Timor Leste adalah negara
dengan komposisi penduduk usia non produktif tertinggi yaitu 48%. Sebaliknya,
negara dengan penduduk non produktif terendah di kawasan tersebut adalah
Thailand yaitu 30%, yang dapat dilihat pada Gambar 6.4 di bawah ini.
GAMBAR 6.4
KOMPOSISI PENDUDUK YANG PRODUKTIF DAN NON PRODUKTIF
DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2011

Sumber: Population Reference Bureau, World Population Data Sheet 2011

Dengan distribusi penduduk seperti yang telah digambarkan di atas, Laos


merupakan negara dengan Angka Beban Tanggungan tertinggi di kawasan ASEAN

210
yaitu 82%. Sedangkan Singapura merupakan negara dengan Angka Beban
Tanggungan terendah yaitu 35%.
Di kawasan SEARO, Timor Leste merupakan negara dengan Angka Beban
Tanggungan tertinggi yaitu 92% sedangkan Thailand merupakan negara dengan
Angka Beban Tanggungan terendah yaitu 43%.
Sementara Indonesia memiliki Angka Beban Tanggungan sebesar 52%. Ini
berarti setiap 100 penduduk usia produktif di Indonesia menanggung 52 penduduk
yang belum produktif dan yang dianggap tidak produktif lagi.
Komposisi penduduk menurut kelompok umur serta besar Angka Beban
Tanggungan di negara-negara kawasan ASEAN dan SEARO dapat dilihat pada
Lampiran 6.1.

4. Indeks Pembangunan Manusia


Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
merupakan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia,
yaitu panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari angka harapan hidup),
terdidik (diukur dari angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan memiliki
standar hidup yang layak (diukur dari penghasilan/pengeluaran riil per kapita).
Berdasarkan standar internasional, Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
dikategorikan sebagai berikut: kategori sangat tinggi, jika IPM > 0,900; kategori
tinggi, jika IPM > 0,800 – 0,899; kategori sedang, jika IPM 0,500-0,799; dan kategori
rendah, jika IPM <0,500.
GAMBAR 6.5
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI NEGARA ASEAN & SEARO TAHUN 2011

Sumber: UNDP, Human Development Report 2011

Menurut kategori tersebut di atas, pada tahun 2011 tidak ada negara anggota
ASEAN masuk dalam kategori sangat tinggi. Hanya 2 (dua) negara masuk dalam
kategori tinggi, yaitu Brunei Darussalam dan Singapura, 5 (lima) negara, termasuk
211
Indonesia, masuk kategori sedang, dan 3 negara masuk kategori rendah. Bila dilihat
dari peringkat di negara ASEAN pada tahun yang sama, Singapura merupakan
negara dengan peringkat IPM tertinggi yaitu pada peringkat ke-26 dari 187 negara di
dunia, dan yang terendah adalah Myanmar dengan peringkat ke-149; sedangkan
Indonesia berada pada peringkat ke-124.
IPM Indonesia pada tahun 2011 sebesar 0,617. Bila dibandingkan dengan
tahun 2010, secara urutan negara Indonesia mengalami penurunan (dari peringkat
ke-108 pada tahun 2010 menjadi peringkat ke-124 pada tahun 2011), namun secara
nilai Indonesia mengalami sedikit peningkatan (IPM 2010 adalah 0,600).
Pada tahun 2011 di kawasan SEARO, dari 10 negara (Korea Utara tidak ada
data), tidak ada negara yang memiliki IPM dengan kategori sangat tinggi dan tinggi,
7 (tujuh) negara memiliki IPM dengan kategori sedang, dan 3 (tiga) negara yaitu
Timor Leste, Myanmar dan Nepal masuk dalam kategori rendah. Data IPM negara-
negara di kawasan ASEAN dan SEARO tahun 2010 - 2011 dapat dilihat pada
Lampiran 6.2.

5. Gender Inequality Index


Gender-related Development Index (GDI) dan Gender Empowerment Measure
(GEM) pertama kali diperkenalkan dalam Human Development Report 1995 yang
diterbitkan oleh UNDP. Pada awalnya, GDI dan GEM merupakan indikator utama
untuk mengukur ketidaksetaraan gender. GDI mengukur pembangunan suatu
negara dan menilai pada ketidaksetaraan gender, sementara GEM mengukur akses
perempuan pada dunia politik, ekonomi dan dalam pengambilan keputusan. Namun
baik GDI maupun GEM masih belum dapat mengukur ketidaksetaraan gender
karena komponen yang digunakan adalah komponen yang sama dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI).
Selanjutnya, UNDP memperkenalkan Gender Inequality Index (GII) atau
Indeks Ketidaksetaraan Gender pada Human Development Report 2010. GII
dihasilkan dari 3 dimensi variabel, yaitu kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan
partisipasi dalam lapangan pekerjaan.
Dimensi kesehatan reproduksi terdiri dari AKI (Maternal Mortality
Ratio=MMR) dan AFR (Adolescent Fertility Rate). AKI merupakan alat ukur akses
wanita terhadap layanan kesehatan, dan AFR menunjukkan tingkat kelahiran pada
usia dini. Rendahnya AKI mengimplikasikan bahwa ibu hamil sudah memiliki akses
untuk mendapatkan layanan kesehatan yang tepat. Sementara tingginya AFR dapat
mengakibatkan tingginya resiko kesehatan ibu dan bayi.
Dimensi pemberdayaan perempuan dilihat dari variabel jumlah kursi
perempuan dalam parlemen dan variabel tingkat pendidikan. Dengan jumlah
perempuan yang berimbang dalam parlemen, keputusan yang dibuat dapat lebih
menyuarakan kepentingan perempuan. Sementara besarnya akses perempuan pada
pendidikan tinggi akan meningkatkan akses perempuan terhadap informasi dan
memperluas peran dalam urusan publik. Tingginya akses perempuan terhadap
pendidikan akan membantu mengurangi AFR dan AKB.

212
Dimensi terakhir adalah lapangan pekerjaan, yang diukur dengan partisipasi
tenaga kerja perempuan dalam dunia kerja.
Keempat dimensi tersebut menjadi dasar penghitungan Indeks
Ketidaksetaraan Gender (GII). Nilai (value) GII berbanding terbalik dengan Indeks
Pembangunan Manusia (HDI). Semakin besar nilai HDI maka semakin tinggi posisi
ranking, sementara semakin kecil nilai GII maka semakin tinggi posisi ranking.
Human Development Report 2011 selain menerbitkan angka Indeks
Pembangunan Manusia (HDI) 2011 juga Indeks Ketidaksetaraan Gender (GII) 2011.
Dari 18 negara ASEAN dan SEARO, Korea Utara tidak memiliki data HDI dan GII,
sementara Brunei Darussalam dan Timor Leste tidak memiliki data nilai GII.
Gambar 6.6 menunjukkan bahwa di antara 18 negara anggota ASEAN dan
SEARO, negara dengan angka GII tertinggi adalah India (0,617), dan negara dengan
angka GII terendah adalah Singapura (0,086). Indonesia dengan angka GII sebesar
0,505 menempati urutan ke-5 tertinggi di ASEAN dan SEARO.
GAMBAR 6.6
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN INDEKS KETIDAKSETARAAN GENDER
DI NEGARA ASEAN & SEARO TAHUN 2011

Sumber: UNDP, Human Development Report 2011

Data GII negara-negara di kawasan ASEAN dan SEARO tahun 2010 - 2011
dapat dilihat pada Lampiran 6.3.

6. Total Fertility Rate


Angka Fertilitas Total atau Total Fertility Rate (TFR) merupakan gambaran
mengenai rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang perempuan dari usia 15
sampai 49 tahun. Perbandingan TFR antar negara dapat menunjukkan keberhasilan
negara dalam melaksanakan pembangunan sosial ekonominya. TFR yang tinggi
merupakan cerminan rata-rata usia kawin yang rendah, tingkat pendidikan yang
rendah, terutama perempuannya, tingkat sosial ekonomi rendah atau tingkat
kemiskinan yang tinggi. Selain itu, angka fertilitas total tentu saja menunjukkan

213
tingkat keberhasilan program keluarga berencana yang dilaksanakan di negara
tersebut.
Angka Fertilitas Total suatu negara dapat dipergunakan bagi para perencana
program pembangunan untuk meningkatkan rata-rata usia kawin, dan
meningkatkan program pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan pelayanan ibu
hamil dan perawatan anak.
Angka Fertilitas Total dapat diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan yaitu
rendah, sedang, dan tinggi (ADB, Key Indicators 2002). Kesuburan rendah terjadi
ketika angka kesuburan wanita 2,1 atau kurang; kesuburan sedang antara 2,2 - 3,9;
dan kesuburan tinggi jika angka kesuburan wanita 4 atau lebih.
Dengan menggunakan klasifikasi tersebut, maka pada tahun 2011 ada 4
negara yang termasuk dalam kategori angka kesuburan wanita rendah, yaitu
Singapura (1,2), Thailand (1,6), Brunei Darussalam (1,7), serta Vietnam (2,0).
Sedangkan Indonesia masuk dalam kategori sedang dengan angka kesuburan wanita
2,3 yang berarti untuk setiap wanita di Indonesia rata-rata memiliki anak 2 sampai 3
orang selama masa suburnya.
Pada tahun 2011, di antara 11 negara SEARO, hanya Thailand dan Korea
Utara termasuk negara dengan Angka Fertilitas Total berkategori rendah. Delapan
negara: Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Bangladesh, Maladewa, Bhutan, India, dan
Nepal termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan Timor Leste merupakan satu-
satunya negara di SEARO yang masuk dalam kategori tinggi yaitu sebesar 5,7.
Besaran Angka Fertilitas Total di negara ASEAN dan SEARO dapat dilihat pada
Gambar 6.7 berikut ini.
GAMBAR 6.7
ANGKA KESUBURAN WANITA DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2011

Layer 1

Sumber: Population Reference Bureau, World Population Data Sheet 2011

Data Angka Fertilitas Total di negara ASEAN dan SEARO dapat dilihat pada
Lampiran 6.2.

214
7. Angka Kelahiran Kasar
Crude Birth Rate (CBR) atau Angka Kelahiran Kasar adalah angka yang
menunjukkan banyaknya kelahiran hidup pada tahun tertentu per 1.000 penduduk
pada pertengahan tahun yang sama.
Angka Kelahiran Kasar pada tahun 2011 di negara-negara ASEAN dengan
kisaran 9 sampai 31 per 1.000 penduduk. Angka tertinggi terjadi di Laos dengan
Angka Kelahiran Kasar 31 per 1.000 penduduk dan diikuti oleh Kamboja yaitu 26 per
1.000 penduduk. Singapura memiliki Angka Kelahiran Kasar terendah yaitu 9
kelahiran per 1.000 penduduk. Sedangkan Indonesia memiliki Angka Kelahiran
Kasar sebesar 19 kelahiran untuk setiap 1.000 penduduk.
Pada tahun 2011, Angka Kelahiran Kasar di negara-negara SEARO berkisar
antara 12 sampai 40 per 1.000 penduduk. Terendah di Thailand dan tertinggi di
Timor Leste.
Dengan 19 kelahiran per 1.000 penduduk, di kawasan ASEAN Indonesia
menempati peringkat ke-5 terendah, sedangkan di kawasan SEARO menempati
peringkat ke-4 terendah untuk Angka Kelahiran Kasar.
Gambar 6.8 memperlihatkan perbandingan Angka Kelahiran Kasar negara-
negara kawasan ASEAN dan SEARO. Data Angka Kelahiran Kasar di negara
ASEAN dan SEARO tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 6.2.
GAMBAR 6.8
ANGKA KELAHIRAN KASAR DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2011

Sumber: Population Reference Bureau, World Population Data Sheet 2011

8. Sosial Ekonomi
Pendapatan Nasional merupakan salah satu indikator untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendapatan Nasional Bruto perkapita (Gross
National Income) terdiri atas sejumlah nilai barang dan jasa yang diproduksi dalam
suatu negara, beserta pendapatan yang diterima dari negara lain.
Di antara negara ASEAN (Brunei Darussalam dan Myanmar tidak ada data),
pendapatan nasional bruto per kapita tertinggi pada tahun 2009 adalah Singapura
215
dengan US$ 49.780 per kapita dan terendah adalah Kamboja dengan US$ 1.820 per
kapita. Indonesia memiliki pendapatan nasional bruto perkapita sebesar US$ 3.720
dan menempati urutan ke-4 tertinggi.
GAMBAR 6.9
PENDAPATAN NASIONAL BRUTO DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2009

Sumber: Population Reference Bureau, World Population Data Sheet 2011

Sementara itu, di antara negara SEARO (tidak ada data untuk Korea Utara
dan Myanmar), negara dengan pendapatan nasional bruto per kapita tertinggi adalah
Thailand yaitu sebesar US$ 7.640 dan terendah adalah Nepal dengan US$ 1.180.
Jika dibandingkan dengan seluruh negara di ASEAN dan SEARO, Indonesia berada
di peringkat ke-8 tertinggi pendapatan nasional bruto per kapita.
Data Pendapatan Nasional Bruto per kapita 2009 di negara ASEAN dan
SEARO dapat dilihat pada Lampiran 6.1.

B. DERAJAT KESEHATAN

MORTALITAS

1. Angka Kematian Bayi


Angka Kematian Bayi diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu rendah
jika AKB kurang dari 20; sedang 20-49; tinggi 50-99; dan sangat tinggi jika AKB di
atas 100 per 1.000 kelahiran hidup.
Gambar 6.10 menunjukkan bahwa pada tahun 2010, lima negara ASEAN
yaitu Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Vietnam termasuk
negara dengan Angka Kematian Bayi rendah. Empat negara, yaitu Filipina,
Indonesia, Laos dan Kamboja termasuk kelompok sedang, sementara Myanmar
masuk dalam kelompok negara yang memiliki Angka Kematian Bayi tinggi. Dari 10
negara anggota ASEAN, tidak ada yang masuk dalam kelompok angka kematian bayi
sangat tinggi (>100 per 1.000 kelahiran hidup).

216
GAMBAR 6.10
ANGKA KEMATIAN BAYI DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2010

Sumber: World Population Data Sheet 2007, USAID

Sumber: WHO, World Health Statistics 2012

Berdasarkan klasifikasi yang sama maka 3 negara di SEARO, yaitu Thailand,


Maladewa, dan Sri Lanka masuk dalam kategori negara dengan angka kematian bayi
rendah dengan angka 11, 14 dan 14 per 1.000 kelahiran hidup. Tujuh negara masuk
kategori sedang dan satu negara (Myanmar) masuk kategori tinggi.
Besaran Angka Kematian Bayi di negara-negara ASEAN dan SEARO berkisar
antara 2 dan 50. Singapura merupakan negara dengan AKB terendah, yaitu 2 per
1.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB tertinggi di Myanmar, yaitu sebesar 50 per
1.000 kelahiran hidup. Indonesia memiliki angka kematian bayi 27 per 1.000
kelahiran hidup dan berada di peringkat 10 terendah di antara 18 negara tersebut.
Data Angka Kematian Bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2010 dapat dilihat
pada Lampiran 6.2.

2. Angka Kematian Balita


Penurunan kasus kematian pada anak merupakan salah satu hal yang
dianggap penting dalam tujuan pembangunan milenium. Pada kasus kematian yang
tinggi biasanya jumlah kematian terbanyak terjadi pada usia balita saat mereka
rentan terhadap penyakit. Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian
balita disebabkan diare, pneumonia, campak, malaria, dan malnutrisi.

217
GAMBAR 6.11
ANGKA KEMATIAN BALITA (PER 1000 KELAHIRAN HIDUP)
DI NEGARA ASEAN & SEARO TAHUN 2010

Sumber: WHO, World Health Statistics 2012

Data yang didapat dari “World Health Statistics 2012” memperlihatkan


kisaran yang mencolok pada Angka Kematian Balita di antara negara-negara
anggota ASEAN tahun 2010. Angka Kematian Balita terendah dicapai Singapura
yaitu 3 kematian per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan yang tertinggi adalah
Myanmar yaitu sebesar 66 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Sebagian besar
negara ASEAN memiliki Angka Kematian Balita kurang dari 50 per 1.000 kelahiran
hidup, hanya Kamboja, Laos, dan Myanmar yang memiliki Angka Kematian Balita di
atas 50 per 1.000 kelahiran hidup.
Menurut sumber yang sama, Angka Kematian Balita di SEARO berkisar
antara 13 sampai 66 per 1.000 kelahiran hidup. Sebagaimana di ASEAN, di SEARO
Myanmar juga merupakan negara dengan Angka Kematian Balita tertinggi.
Sedangkan Thailand adalah negara dengan Angka Kematian Balita terendah. Jika di
ASEAN hanya terdapat 3 negara (dari 10 negara) dengan AKABA lebih dari 50 per
1.000 kelahiran hidup, di SEARO ada 4 negara dengan AKABA lebih dari 50, yaitu:
Timor Leste, Bhutan, India, dan Myanmar.
Pada Gambar 6.11 terlihat bahwa negara-negara ASEAN memiliki Angka
Kematian Balita relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara
SEARO. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa sebagian besar kematian balita
disebabkan oleh diare, pneumonia, dan malnutrisi. Hal itu berarti negara-negara
ASEAN mungkin memiliki sanitasi dan keadaan ekonomi yang lebih baik
dibandingkan negara-negara SEARO.
Pada tahun 2010, di Indonesia terdapat 35 kematian balita per 1.000
kelahiran hidup (menurut SDKI 2007 AKABA Indonesia adalah 44). Di kawasan
ASEAN, Indonesia menempati peringkat ke-4 tertinggi kematian balitanya,
sedangkan pada kawasan SEARO, Indonesia menempati peringkat ke-5 terendah
kematian balita per 1.000 kelahiran hidup. Data Angka Kematian Balita di negara
ASEAN dan SEARO tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 6.2.

218
3. Angka Kematian Ibu
Berdasarkan klasifikasi Angka Kematian Ibu dari WHO adalah sebagai
berikut; <15 per 100.000 kelahiran hidup; 15-199 per 100.000 kelahiran hidup; 200-
499 per 100.000 kelahiran hidup; 500-999 per 100.000 kelahiran hidup; dan ≥1.000
per kelahiran hidup.
GAMBAR 6.12
ANGKA KEMATIAN IBU DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2010

Sumber: WHO, World Health Statistics 2012

Pada tahun 2010 di negara ASEAN hanya Singapura yang mencapai Angka
Kematian Ibu <15 yaitu 3 per 100.000 kelahiran hidup. Lima (5) negara memiliki
Angka Kematian Ibu 15-199 per 100.000 kelahiran hidup, dan empat (4) negara
memiliki Angka Kematian Ibu 200-499 per 100.000 kelahiran hidup.
Pada tahun yang sama, negara-negara di SEARO tidak ada yang mencapai
Angka Kematian Ibu <15 kelahiran hidup dan Angka Kematian Ibu > 500 kelahiran
hidup. Enam negara memiliki Angka Kematian Ibu antara 15-199 per 100.000
kelahiran hidup, dan lima negara memiliki Angka Kematian Ibu 200-499 per 100.000
kelahiran hidup.
Di antara kedua kawasan tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-14 (dari
18 negara di ASEAN dan SEARO) untuk Angka Kematian Ibu atau peringkat ke-5
tertinggi, yaitu 220 per 100.000 kelahiran hidup. Data Angka Kematian Ibu di negara
ASEAN dan SEARO tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 6.2.
Sementara, berdasarkan data SDKI 2007, Angka Kematian Ibu di Indonesia
sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup.

4. Angka Kematian Kasar


Crude Death Rate (CDR) atau Angka Kematian Kasar adalah angka yang
menunjukkan berapa besarnya kematian yang terjadi pada suatu tahun tertentu
untuk setiap 1.000 penduduk. Pada umumnya penduduk tua mempunyai risiko
kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang masih muda. Jika
219
tidak ada indikator kematian yang lain angka ini berguna untuk memberikan
gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada suatu tahun yang
bersangkutan.
GAMBAR 6.13
ANGKA KEMATIAN KASAR (PER 1000 PENDUDUK)
DI NEGARA ASEAN & SEARO TAHUN 2011

Sumber: Population Reference Bureau, World Population Data Sheet 2011

Di antara negara-negara anggota ASEAN, pada tahun 2011 Myanmar, Laos


dan Kamboja memiliki Angka Kematian Kasar tertinggi, yakni sebesar 8 per 1.000
penduduk, dan Brunei Darussalam memiliki Angka Kematian Kasar terendah, yakni
3 per 1.000 penduduk. Angka Kematian Kasar di negara-negara kawasan SEARO
tidak terlalu berbeda dengan di ASEAN. Timor Leste dengan 10 kematian per 1.000
penduduk merupakan negara dengan Angka Kematian Kasar tertinggi, sementara
terendah adalah Maladewa dengan 4 kematian per 1.000 penduduk.
Pada tahun 2011, di Indonesia terdapat 6 kematian per 1.000 penduduk. Di
kawasan ASEAN, Indonesia dan Filipina menduduki peringkat ke-4 terendah Angka
Kematian Kasar; sedangkan di kawasan SEARO, Indonesia bersama-sama Sri
Lanka, Nepal, dan Bangladesh menduduki peringkat ke-2 terendah. Data Angka
Kematian Kasar di negara ASEAN dan SEARO tahun 2011 dapat dilihat pada
Lampiran 6.2.

5. Angka Harapan Hidup


Angka Harapan Hidup merupakan indikator untuk mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan
meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya.
Gambar 6.14 memperlihatkan bahwa pada tahun 2011 di antara sepuluh
negara anggota ASEAN, Singapura merupakan negara dengan Angka Harapan
Hidup waktu lahir (Expectation of Life at Birth) paling tinggi yaitu 81 tahun. Negara
yang memiliki Angka Harapan Hidup waktu lahir terendah adalah Kamboja yaitu 62
tahun.

220
GAMBAR 6.14
ANGKA HARAPAN HIDUP DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2011

Sumber: Population Reference Bureau, World Population Data Sheet 2011

Untuk kawasan SEARO, Thailand dan Sri Lanka merupakan negara dengan
Angka Harapan Hidup waktu lahir (Expectation of Life at Birth) paling tinggi yaitu
74 tahun. Negara yang memiliki umur harapan hidup waktu lahir terendah adalah
Timor Leste yaitu 62 tahun.
Di kawasan ASEAN, Indonesia dengan Angka Harapan Hidup waktu lahir 71
tahun menempati peringkat ke-6 tertinggi, sedangkan di kawasan SEARO
menempati peringkat ke-4 tertinggi. Data Angka Harapan Hidup di negara ASEAN
dan SEARO tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 6.2.

MORBIDITAS
1. Prevalensi Tuberkulosis (TBC)
Data dari “World Health Statistics 2012” menunjukkan besarnya perbedaan
prevalensi tuberkulosis per 100.000 penduduk dan kematian yang berhubungan
dengan tuberkulosis per 100.000 penduduk di negara-negara ASEAN dan SEARO.
Angka prevalensi tuberkulosis pada tahun 2010 di negara-negara anggota ASEAN
berkisar antara 44 sampai 660 per 100.000 penduduk. Kamboja merupakan negara
dengan prevalensi tuberkulosis tertinggi di ASEAN yaitu 660 per 100.000 penduduk.
Sedangkan Singapura memiliki prevalensi tuberkulosis terendah yaitu 44 kasus per
100.000 penduduk.
Masih menurut sumber yang sama, kematian akibat tuberkulosis pada tahun
2010 tertinggi terjadi di Kamboja yaitu 61 per 100.000 penduduk. Sedangkan kasus
kematian akibat tuberkulosis terendah terjadi di Singapura dan Brunei Darussalam
masing-masing 2,3 dan 2,7 kematian per 100.000 penduduk.

221
GAMBAR 6.15
PREVALENSI DAN KEMATIAN AKIBAT TUBERKULOSIS PER 100.000 PENDUDUK
DI NEGARA ASEAN & SEARO TAHUN 2010

Sumber: WHO, World Health Statistics 2012

Seperti halnya negara-negara di ASEAN, angka prevalensi tuberkulosis pada


tahun 2010 di negara-negara SEARO memiliki kesenjangan yang cukup besar,
berkisar antara 13 sampai 643 per 100.000 penduduk. Negara dengan prevalensi
tuberkulosis tertinggi tahun 2010 adalah Timor Leste (643 per 100.000 penduduk)
dan terendah adalah Maladewa (13 per 100.000 penduduk).
Sedangkan kematian akibat tuberkulosis di negara-negara kawasan SEARO
berkisar antara 3,4 sampai 46 per 100.000 penduduk. Seperti angka prevalensi
tuberkulosis, angka kematian tertinggi akibat tuberkulosis juga terjadi di Timor
Leste yaitu 46 kematian per 100.000 penduduk. Dan seperti halnya angka prevalensi,
angka kematian akibat tuberkulosis yang terendah juga di Maladewa (3,4 per 100.00
penduduk).
Di antara 18 negara di ASEAN dan SEARO, Indonesia dengan prevalensi 289
per 100.000 penduduk berada pada urutan ke-11 tertinggi. Sedangkan dengan angka
kematian 27, Indonesia menempati urutan ke-7 tertinggi. Selengkapnya mengenai
Tuberkulosis di ASEAN dan SEARO dapat dilihat pada Lampiran 6.5.

2. Avian Influenza
Kemunculan strain virus influenza yang baru pada manusia (strain H5N1)
pertama kali terdeteksi di Hongkong. Akibatnya sebanyak 18 orang harus dirawat di
rumah sakit, dan 6 di antaranya meninggal dunia. Ditemukan fakta pertama kali
bahwa virus Avian Influenza dapat menular langsung dari unggas ke manusia.
Sebelum tahun 1997, ilmuwan meyakini penularan virus influenza dari unggas ke
manusia tidak terjadi secara langsung.
Avian Influenza pertama kali masuk ke wilayah ASEAN pada tahun 2003
melalui Vietnam, 3 orang dinyatakan menderita penyakit tersebut dan seluruhnya
meninggal. Sampai dengan akhir tahun 2011, 6 negara di wilayah ASEAN telah
terinfeksi Avian Influenza yaitu Vietnam, Thailand, Indonesia, Laos, Myanmar dan
Kamboja.

222
GAMBAR 6.16
JUMLAH KASUS DAN KEMATIAN AKIBAT AVIAN INFLUENZA
DI NEGARA ASEAN DAN SEARO TAHUN 2003-2011

Sumber: http://www.who.int/influenza/human_animal_interface/EN_GIP_20120706CumulativeNumberH5N1cases.pdf (diakses Agustus


2012)

Gambar 6.16 memperlihatkan jumlah kasus dan kematian akibat Avian


Influenza di wilayah ASEAN sejak tahun 2003 sampai 2011. Kasus pertama kali
menyerang Vietnam dengan 3 korban yang keseluruhannya berakhir pada kematian.
Tahun 2004 jumlah kasus meningkat menjadi 46 dengan 32 kematian. Pada tahun
tersebut selain Vietnam, Thailand pun telah terinfeksi virus H5N1 ini. Akhir tahun
2005 jumlah penderita dan negara yang terinfeksi Avian Influenza terus bertambah,
90 orang menjadi korban. Namun kali ini jumlah kematian bisa ditekan, jika
sebelumnya hampir 100% berakhir pada kematian, tahun 2005 dari 90 penderita 38
meninggal (CFR = 42,22%). Semenjak itu jumlah kasus Avian Influenza terus
menurun, namun tidak demikian dengan angka kematiannya (CFR). Pada tahun
2009 terdapat 27 kasus dari 3 negara di ASEAN dengan 24 kematian (CFR =
88,89%). Tahun 2010, terjadi penurunan CFR menjadi 58,82% (17 kasus dengan 10
kematian), namun meningkat kembali pada tahun 2011 dengan CFR sebesar 90% (20
kasus dengan 18 kematian).
Penyakit flu burung mulai menyerang manusia di kawasan SEARO pada
tahun 2004, yaitu di Thailand. Negara-negara di SEARO yang terjangkit flu burung
sejak 2005 adalah negara-negara yang juga tergabung dalam ASEAN. Negara-negara
tersebut adalah Thailand dan Indonesia, serta Myanmar pada tahun 2007 dengan 1
kasus. Selain negara SEARO yang juga negara ASEAN tersebut (Indonesia,
Myanmar, dan Thailand), Bangladesh merupakan satu Negara SEARO yang
memiliki kasus Avian Influenza. Sejak munculnya kasus Avian Influenza tahun 2003,
Bangladesh tercatat 2 kali terinfeksi, yaitu 1 kasus pada tahun 2008 dan 2 kasus
pada tahun 2011. Selama 2 tahun tersebut, tidak ada kematian akibat Avian
Influenza di Bangladesh.
Selengkapnya mengenai kasus dan kematian akibat Avian Influenza di
Negara ASEAN dan SEARO dapat dilihat pada Lampiran 6.7.

3. Polio
Beberapa penyakit dapat berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa.
Namun, di antara penyakit-penyakit tersebut terdapat penyakit yang dapat dicegah
dengan melakukan imunisasi, atau biasa disebut dengan PD3I (Penyakit yang Dapat
223
Dicegah Dengan Imunisasi). Penyakit-penyakit tersebut adalah Tuberkulosis,
Hepatitis B, Difteri, Pertusis, Tetanus, Tetanus Neonatorum, Campak, dan Polio.
TABEL 6.1
JUMLAH KASUS POLIO PER NEGARA
TAHUN 2004-2011
NEGARA 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Kamboja 0 1 1 0 0 0 0 0
Laos 1 0 0 0 0 0 0 0
Indonesia 0 349 2 0 0 0 0 0
Myanmar 0 0 1 15 0 0 0 0
Bangladesh 0 0 18 0 0 0 0 0
India 134 66 676 873 559 756 43 1
Nepal 0 4 5 5 6 0 6 0
ASEAN 1 350 4 15 0 0 0 0
SEARO 134 419 702 893 565 756 49 1
Sumber: WHO, (http://apps.who.int/immunization_monitoring/en/globalsummary/countryprofileresult.cfm)

Sejak tahun 2001 kasus polio tidak ditemukan di negara-negara di ASEAN.


Namun, pada tahun 2004 virus polio liar kembali menyerang penduduk di kawasan
ASEAN. Dilaporkan terdapat 1 kasus ditemukan di Laos. Pada tahun 2005 jumlah
kasus polio mencapai puncaknya, sebanyak 350 penduduk dari 2 negara di ASEAN
yaitu Kamboja dan Indonesia terserang penyakit polio, 349 di antaranya terjadi di
Indonesia. Tahun 2006 penularan penyakit polio mulai dapat dikendalikan, sehingga
hanya ditemukan 4 penderita di kawasan ini, 2 penderita berasal dari Indonesia dan
masing-masing 1 penderita berasal dari Kamboja dan Myanmar. Pada tahun 2007, di
antara negara-negara anggota ASEAN, hanya Myanmar yang masih ditemukan
kasus polio bahkan jumlahnya meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang
hanya ditemukan 1 kasus menjadi 15 kasus. Indonesia, yang pada tahun 2005 terjadi
kejadian luar biasa dengan ditemukannya 349 kasus polio, telah mampu
mengendalikan kejadian tersebut sehingga sejak 2007 tidak ditemukan lagi kasus
polio.
Pada tahun 2008, di wilayah ASEAN sudah tidak ditemukan lagi kasus Polio.
Namun, di SEARO masih ditemukan sebanyak 565 kasus dari 2 negara, yaitu India
dengan 559 kasus dan Nepal dengan 6 kasus. India mengalami penurunan 36% dari
tahun sebelumnya, sementara Nepal mengalami kenaikan 20%. Tahun 2009 terjadi
peningkatan kembali kasus Polio di India menjadi 756 kasus. Namun, tahun 2010
terjadi penurunan tajam menjadi 49 kasus (India 43 kasus, Nepal 6), dan menurun
kembali pada tahun 2011 menjadi 1 kasus polio.

224
GAMBAR 6.17
JUMLAH KASUS POLIO DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2004-2011

Sumber: WHO vaccine-preventable disease monitoring system, 2012 global summary


(http://apps.who.int/immunization_monitoring/en/globalsummary/countryprofileresult.cfm)

Jika dibandingkan dengan kawasan ASEAN, jumlah seluruh kejadian polio di


kawasan SEARO cukup tinggi dan terjadi kenaikan hingga tahun 2007. Tingginya
angka kejadian ini karena kontribusi jumlah kasus yang sangat besar oleh India
yang merupakan salah satu dari 4 negara endemis polio. Walau sempat turun dan
kembali naik di tahun 2009, tahun 2010 kasus polio menurun tajam dan nyaris
hilang di tahun 2011 dengan hanya tersisa 1 kasus.

4. Campak
Campak adalah penyakit sangat menular yang biasanya menyerang anak-
anak. Campak disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui cairan hidung, mulut
atau tenggorokan yang berasal dari orang yang terinfeksi. Gejala awal muncul 10-12
hari setelah terjadi infeksi, berupa demam tinggi, pilek, mata merah dan bintik putih
kecil di dalam mulut. Setelah beberapa hari, ruam merah menyebar pada wajah,
leher bagian atas dan secara bertahap ke bagian tubuh.
Seperti penyakit lain yang disebabkan oleh virus, tidak ada pengobatan
khusus untuk campak dan kebanyakan penderita mengalami kesembuhan dalam 2-3
minggu. Campak dapat menyebabkan komplikasi serius, termasuk kebutaan,
ensefalitis, diare parah, infeksi telinga dan radang paru-paru, terutama pada anak
yang kekurangan gizi serta orang-orang dengan daya tahan tubuh rendah. Namun,
penyakit campak dapat dicegah dengan imunisasi.
Pada tahun 2011, Indonesia merupakan negara ASEAN yang memiliki kasus
penyakit campak terbanyak dengan jumlah 16.529 kasus, jauh melebihi 9 negara
ASEAN lainnya. Dua negara memiliki kasus di bawah 100, yaitu Malaysia dengan 73
kasus dan Singapura dengan 50 kasus. Hanya Brunei Darussalam yang melaporkan
tidak ada kasus campak di tahun tersebut.
Di wilayah SEARO, pada tahun 2011 kasus campak terbanyak ditemukan di
India dengan jumlah total 29.808 kasus. Tiga negara memiliki kasus di bawah 100,
yaitu Bhutan dengan 97 kasus, Sri Lanka dengan 79 kasus dan Timor Leste dengan
50 kasus. Di antara negara SEARO, hanya di Maladewa yang tidak ditemukan kasus
campak. Sementara, Korea Utara tidak melaporkan data mengenai penyakit campak.

225
Bila dibandingkan kasus campak di ASEAN dan SEARO, jumlah penyakit
campak di SEARO sebagian besar ditemukan di India. Jumlah ini hampir menyamai
total kasus campak di 10 negara ASEAN.

5. Tetanus Neonatorum
Kasus tetanus banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang
masih memiliki kondisi kesehatan lingkungan rendah. Data organisasi kesehatan
dunia WHO menunjukkan, kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah
135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Tetanus adalah salah satu penyakit
menular dan paling berisiko mengakibatkan kematian, khususnya pada bayi baru
lahir.
Tetanus pada bayi, dikenal dengan istilah Tetanus Neonatorum, karena
umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau usia di bawah satu bulan. Penyebabnya,
spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau
perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan.
Pada tahun 2011, Tetanus Neonatorum terjadi di 8 negara ASEAN, dengan
jumlah kasus tertinggi di Filipina dan Indonesia yang melebihi 100 orang. Di
Singapura dan Brunei Darussalam dilaporkan tidak ada kasus Tetanus Neonatorum.
Berdasarkan Vaccine-Preventable Disease Monitoring System 2012, tahun
2011 pada kawasan SEARO jumlah kasus tetanus neonatorum yang terjadi di India
jauh melebihi kasus di negara lain di kawasan ASEAN, yaitu 653 kasus. Indonesia
menempati urutan kedua terbesar dengan 114 kasus. Bhutan, Maladewa dan Sri
Lanka dilaporkan tidak ada kasus tetanus neonatorum. Sedangkan Korea Utara
tidak ada data mengenai kasus ini.
Jumlah kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi di
negara ASEAN dan SEARO tahun 2011 secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran
6.8.

C. UPAYA KESEHATAN

1. Cakupan Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah
kematian pada bayi dengan memberikan vaksin. Beberapa imunisasi yang wajib
diberikan pada bayi adalah imunisasi BCG, campak, polio, DPT dan HB. BCG
seringkali digunakan sebagai cerminan proporsi anak-anak yang dilindungi dari
bentuk tuberkulosis yang parah selama 1 tahun pertama hidupnya, dan juga
digunakan sebagai salah satu indikator akses ke pelayanan kesehatan. Imunisasi
Campak diberikan pada bayi usia 9 bulan untuk memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit campak. Imunisasi polio merupakan imunisasi untuk mencegah
penyakit polio, dan diberikan pada bayi sebanyak 3 dosis sehingga untuk mengukur
keberhasilan upaya kesehatan pencegahan terhadap penyakit polio yang digunakan
adalah polio3 yaitu ketika bayi telah mendapatkan imunisasi polio sebanyak 3 dosis
(3 kali). Selain BCG, campak, dan polio, bayi mendapatkan imunisasi DPT dan HB
untuk kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis, tetanus, dan hepatitis B.
226
Di antara penyakit pada anak-anak yang dapat dicegah dengan imunisasi,
campak adalah penyebab utama kematian anak. Oleh karena itu pencegahan campak
merupakan faktor penting dalam mengurangi angka kematian balita. Dari 22 tujuan
yang disepakati dalam pertemuan dunia tentang anak, salah satunya adalah
mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Di seluruh negara
ASEAN dan SEARO, imunisasi campak diberikan pada bayi usia 9-12 bulan dan
merupakan imunisasi terakhir yang diberikan kepada bayi di antara imunisasi wajib
lainnya (BCG, DPT, Polio, Hepatitis, dan Campak). Dengan demikian, diasumsikan
bayi yang mendapatkan imunisasi campak telah mendapatkan imunisasi lengkap.
Berarti besarnya cakupan imunisasi campak juga menggambarkan besarnya cakupan
bayi yang telah mendapat imunisasi lengkap.
Jika dibandingkan dengan imunisasi lainnya, seperti dapat dilihat pada
Gambar 6.18, cakupan imunisasi BCG pada bayi umumnya lebih tinggi. Hal tersebut
terjadi karena jadwal pemberian imunisasi BCG yang relatif lebih awal dibandingkan
dengan imunisasi yang lain—bahkan beberapa negara memberikan imunisasi BCG
sesaat setelah bayi dilahirkan—sehingga bayi diimunisasi saat masih dalam
pantauan petugas kesehatan. Pada tahun 2010 cakupan imunisasi BCG tertinggi di
antara negara anggota ASEAN dicapai Malaysia, Singapura, dan Thailand dengan
masing-masing 99% dan terendah Laos 72%.
Di kawasan SEARO, 9 dari 11 negara mencapai cakupan imunisasi BCG 90%.
Negara-negara tersebut adalah Indonesia, Myanmar, Thailand, Bangladesh, Bhutan,
Korea Utara, Maladewa, Nepal, dan Sri Lanka. Dua negara belum mencapai target
90%. Timor Leste merupakan negara dengan cakupan imunisasi BCG terendah yaitu
71%.
GAMBAR 6.18
CAKUPAN BEBERAPA IMUNISASI DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2010

Sumber : WHO Immunization Summary, 2012: A Statistical Reference Containing Data through 2010

Pada tahun 2010, 8 dari 10 negara anggota ASEAN telah mencapai target
cakupan imunisasi polio3 sebesar 90%. Cakupan tertinggi dicapai oleh Brunei
Darussalam dan Thailand yaitu 99% dan terendah adalah Laos yaitu 76%. Menurut
sumber yang sama, 8 dari 11 negara di kawasan SEARO telah mencapai cakupan

227
imunisasi polio3 sebesar 90%. Cakupan imunisasi polio tertinggi adalah Thailand dan
Korea Utara dengan 99% dan terendah adalah India dengan 70%.
Pada tahun yang sama, 6 negara anggota ASEAN juga telah mencapai target
imunisasi campak yaitu 90%. Negara-negara tersebut adalah Brunei Darussalam,
Kamboja, Malaysia, Singapura, Vietnam dan Thailand. Vietnam dan Thailand
merupakan negara dengan cakupan imunisasi campak tertinggi yaitu 98%.
Sedangkan yang terendah adalah Laos dengan cakupan campak sebesar 64%.
Cakupan imunisasi Campak di Indonesia 2010 sebesar 89%.
Di kawasan SEARO, 6 dari 11 negara mencapai cakupan imunisasi Campak 90%.
Negara-negara tersebut adalah Thailand, Bangladesh, Bhutan, Korea Utara,
Maladewa dan Sri Lanka. Timor Leste merupakan negara dengan cakupan imunisasi
Campak terendah yaitu 66%.
Hampir di seluruh negara ASEAN dan SEARO imunisasi hepatitis merupakan
imunisasi dasar yang diberikan pada bayi, namun tidak demikian halnya dengan
yang terjadi di India. Di India imunisasi hepatitis bukan merupakan imunisasi dasar,
maka pada Lampiran 6.8 dapat dilihat hanya India yang merupakan negara dengan
persentase rendah bayi yang mendapat imunisasi hepatitis3, yaitu 37%. Sedangkan
negara-negara lain telah mencapai imunisasi tersebut di atas 70%, bahkan sebagian
besar di antaranya telah melebihi 90%.
Sementara di Indonesia sebanyak 97% bayi telah mendapatkan imunisasi
BCG, 93% mendapatkan imunisasi polio3, dan 89% mendapatkan imunisasi campak.
Cakupan 5 imunisasi dasar di ASEAN dan SEARO lebih lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 6.9.

2. Pengendalian TB Paru
WHO telah menetapkan target untuk temuan kasus TB Paru melalui strategi
DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) sebesar 70% dan angka
kesembuhan 85%. Sementara pencapaian secara global temuan kasus TB Paru
adalah 60% dan angka kesembuhan mencapai 84%. Hal tersebut berarti pencapaian
kedua indikator tersebut belum mencapai target walaupun untuk angka kesembuhan
hampir mencapai target.
Menurut World Health Statistics 2012, pada tahun 2010, 6 negara ASEAN
telah mencapai target penemuan penderita yang ditetapkan WHO yaitu 70%. Empat
negara ASEAN lainnya belum mencapai target penemuan penderita penyakit paru
karena masih berkisar 54 - 69%. Brunei Darussalam merupakan negara dengan
angka penemuan penderita tertinggi (88%) dan Vietnam merupakan negara dengan
angka penemuan penderita terendah (54%).
Dari 10 negara-negara di kawasan SEARO (Timor Leste tidak ada data),
hanya 6 negara yang sudah mencapai target penemuan penderita Tuberkulosis.
Negara dengan angka cakupan penemuan tertinggi adalah Bhutan dengan 120%.
Penemuan penderita tuberkulosis terendah terdapat di Bangladesh dengan cakupan
46%.

228
Menurut sumber yang sama, pada tahun 2009 terdapat 7 negara di ASEAN
dengan angka kesembuhan mencapai target (85%). Indonesia termasuk salah satu
negara yang mencapai target untuk angka kesembuhan ini, yaitu 91%. Brunei
Darussalam, Malaysia, dan Singapura termasuk negara yang belum mencapai target
penyembuhan penderita. Angka kesembuhan tertinggi dicapai Kamboja dengan 95%
dan terendah adalah Brunei Darussalam dengan 71%.

GAMBAR 6.19 GAMBAR 6.20


PENEMUAN PENDERITA TB PARU DI NEGARA ASEAN & SEARO ANGKA KESEMBUHAN TB PARU DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2010 TAHUN 2009

Sumber: WHO, World Health Statistic 2012 Sumber: WHO, World Health Statistic 2012

Pada Gambar 6.20 terlihat bahwa 9 negara di kawasan SEARO telah


mencapai angka penyembuhan penderita. Tertinggi dicapai Bangladesh dan Buthan
dengan angka kesembuhan masing-masing 92% dan terendah adalah Maladewa
dengan angka kesembuhan 47%.
Sementara itu, dari Gambar 6.19 dan 6.20 terlihat bahwa Indonesia telah
mencapai target yang ditetapkan terhadap indikator Success Rate (Angka
Kesembuhan), namun belum mencapai target pada indikator Case Detection Rate
(Angka Penemuan Penderita). Bahkan untuk angka kesembuhan, Indonesia
mencapai angka tertinggi ke-3 di kawasan SEARO setelah Bangladesh dan Bhutan.

3. Sumber Air Bersih dan Sanitasi


Pada tahun 2008, di antara 9 negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam
tidak ada data), penduduk yang menggunakan sumber air bersih yang telah
mencapai 80% atau lebih sebanyak 6 negara. Hanya Kamboja, Laos dan Myanmar
dengan persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air bersih kurang dari
80%. Persentase tertinggi dicapai Malaysia dan Singapura yaitu 100% dan terendah
Laos dengan 57%.
Pada tahun yang sama, di antara negara-negara di kawasan SEARO hampir
seluruh negara dengan penduduk yang menggunakan sumber air bersih 80% atau
lebih, kecuali Timor Leste dengan persentase sebesar 69%. Negara dengan persentase
tertinggi adalah Korea Utara yaitu 100%.

229
Seperti terlihat pada Gambar 6.21, di antara negara-negara ASEAN dan
SEARO terdapat perbedaan persentase yang besar antar negara dengan penduduk
yang menggunakan sarana sanitasi sehat tertinggi dan yang terendah dengan
kisaran 29% dan 100%. Negara dengan cakupan 29% adalah Kamboja dan negara
dengan cakupan 100% adalah Singapura.
GAMBAR 6.21
PERSENTASE PENDUDUK YANG MENGGUNAKAN SUMBER AIR BERSIH DAN
SARANA SANITASI SEHAT DI NEGARA-NEGARA ASEAN & SEARO TAHUN 2008

Sumber: UNDP, States of the Worlds Children 2012

Dibandingkan persentase penduduk yang menggunakan sumber air bersih,


maka persentase penduduk yang menggunakan sarana sanitasi sehat relatif rendah,
masih terdapat 10 negara di kawasan ini dengan penduduk yang menggunakan
sarana sanitasi sehat di bawah 80%. Persentase penduduk yang menggunakan
sumber air bersih dan sarana sanitasi sehat di negara ASEAN dan SEARO tahun
2008 dapat dilihat pada Lampiran 6.4.

4. Pelayanan Kesehatan Ibu


Untuk periode 2005-2011, dari 6 anggota ASEAN (Laos, Malaysia, Singapura
dan Vietnam tidak ada data), Brunei Darussalam merupakan negara dengan
persentase pemeriksaan ibu hamil (K4) tertinggi yaitu sebesar 100%. Sedangkan
yang terendah tercatat di Myanmar yaitu sebesar 43%. Untuk kawasan SEARO
cakupan pemeriksaaan ibu hamil (K4) tertinggi dicapai oleh Korea Utara yaitu
sebesar 94%, diikuti oleh Sri Lanka (93%), dan yang terendah adalah Bangladesh
sebesar 23 %.
Cakupan pertolongan persalinan di negara ASEAN bervariasi dengan cakupan
tertinggi di Brunei Darussalam dan Singapura masing-masing sebesar 100% dan
yang terendah di Laos dengan cakupan 37%. Indonesia dengan cakupan salinakes
77% berada pada peringkat ke-6 dari 10 negara. Untuk kawasan SEARO cakupan
salinakes tertinggi dicapai oleh Korea Utara sebesar 100% dan yang terendah di
Bangladesh sebesar 27%.
Persentase peserta KB aktif pada wanita subur tahun 2011 di negara anggota
ASEAN (Brunei Darussalam dan Malaysia tidak ada data) yang tertinggi dicapai
230
oleh Thailand dengan cakupan sebesar 77%, dan yang terendah di Laos sebesar 29%.
Indonesia dengan cakupan peserta KB aktif sebesar 57% berada pada peringkat ke-3
dari 10 negara ASEAN. Untuk negara-negara anggota SEARO cakupan peserta KB
aktif tertinggi dicapai oleh Thailand sebesar 70% dan yang terendah di Timor Leste
sebesar 21%.

D. STATUS GIZI
Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya
dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur,
berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dan TB disajikan dalam bentuk
tiga indikator antropometri, yaitu berat badan per umur (BB/U) atau underweight,
tinggi badan per umur (TB/U) atau stunting, dan berat badan per tinggi badan
(BB/TB) atau wasting. Underweight mengindikasikan masalah gizi secara umum
karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan; stunting
merupakan masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang
berlangsung lama (kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/makan) dan
mengindikasikan malnutrisi; dan wasting merupakan masalah gizi bersifat akut
sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (wabah
penyakit, kelaparan).
GAMBAR 6.22
PREVALENSI BALITA MENURUT STATUS GIZI
DI NEGARA-NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2006-2010

Sumber: UNDP, States of the Worlds Children 2012

Gambar 6.22 menunjukkan prevalensi balita menurut status gizi


(underweight, wasting, dan stunting) di 18 negara ASEAN dan SEARO. Prevalensi
underweight berkisar antara 7%-45%.
Tiga angka prevalensi stunting tertinggi terdapat pada Timor Leste (58),
Nepal (49) serta Laos dan India (masing-masing 48). Tiga angka prevalensi stunting
terendah terdapat pada Thailand (16), Malaysia dan Srilanka (masing-masing 17)
serta Maladewa (19).
Data selengkapnya mengenai prevalensi balita menurut status gizi di negara
ASEAN dan SEARO dapat dilihat pada lampiran 6.12.

***
231
232
Badan Pusat Statistik. 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2002-2003. Calverton, Maryland, USA.

___________. 2004. Statistik Indonesia 2003. BPS, Jakarta.

___________. 2005. Beberapa Indikator Penting Sosial-Ekonomi Indonesia 2005. BPS,


Jakarta.

___________. 2005. Statistik Indonesia 2004. BPS, Jakarta.

___________. 2006. Estimasi Parameter Demografi SUPAS 2005. BPS, Jakarta.

___________. 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. BPS, Jakarta.

___________. 2006. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2005. BPS, Jakarta.

___________. 2007. Beberapa Indikator Penting mengenai Indonesia. BPS, Jakarta.

___________. 2007. Statistik Indonesia 2007. BPS, Jakarta.

___________. 2007. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2006. BPS, Jakarta.

___________. 2008.. Pedoman Millenium Development Goals. BPS, Jakarta.

___________. 2008.. Press Release BPS 2008: Jumlah Kemiskinan. www.bps.go.id,


Jakarta.

___________. 2008. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2007. BPS, Jakarta.

___________. 2009. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2008. BPS, Jakarta.

___________. 2010. Analisis Dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2010. BPS,


Jakarta.

___________. 2010. Berita Resmi Statistik, BPS, No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010.

___________. 2010.. Data Strategis BPS, BPS, Jakarta.

233
___________. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010, Data Agregat Per Provinsi, BPS,
Jakarta.

___________. 2010. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi


Indonesia. BPS, Jakarta.

___________. 2011. Data Strategis BPS. BPS, Jakarta.

___________. 2011. Statistik Indonesia 2010. BPS, Jakarta.

___________. 2011. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2010. BPS, Jakarta.

___________. 2012. Statistik Indonesia 2011. BPS, Jakarta.

___________.2011. Berita Resmi Statistik, BPS, No. 72/11/Th. XIV, 7 November 2011.
BPS, Jakarta.

___________.2011. Hasil Sensus Penduduk 2010, Data Agregat Per Provinsi. BPS,
Jakarta.

___________.2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi


Indonesia. BPS, Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS) dan Macro International, 1998. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997. Calverton, Maryland, USA.

___________. 2008. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007. Macro.
Calverton, Maryland, USA.

Badan Pusat Statistik, BAPPENAS, UNFPA. 2005. Proyeksi Penduduk Indonesia


(Indonesia Population Projection 2000 - 2025). BPS, Jakarta.

Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar. 2011. Data 101 Puskesmas Prioritas
Nasional DTPK Tahun 2007-2010 Edisi 5. Kemenkes, Jakarta.

Kementerian Dalam Negeri. 2010. Kode Dan Data Wilayah Administrasi


Pemerintahan 2010. Depdagri, Jakarta. www.depdagri.goid

___________. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2011 Tentang
Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Kementerian Dalam Negeri,
Jakarta.

Kementerian Kesehatan. 1996. Publikasi Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga


1995. Badan Litbangkes, Jakarta.

___________.2000. Indonesia Sehat 2010, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

___________.2005. Pencegahan dan Pemberantasan DBD di Indonesia, Ditjen PPPL


Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

234
___________. 2005. Publikasi Hasil Analisis Data Survei Kesehatan Nasional 2004.
Badan Litbangkes, Depkes RI, Jakarta.

___________. 2006. Profil Pendidikan Tenaga Kesehatan Tahun 2006. Pusdiknakes,


Depkes RI, Jakarta.

___________. 2006. Profil Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia


Kesehatan 2005. Depkes, Jakarta.

___________. 2006. Statistik Rumah Sakit Di Indonesia Seri 1: Kegiatan Pelayanan.


Depkes, Jakarta.

___________. 2006. Statistik Rumah Sakit Di Indonesia Seri 2: Ketenagaan. Depkes,


Jakarta.

___________. 2006. Statistik Rumah Sakit Di Indonesia Seri 3:Morbiditas/Mortalitas.


Depkes, Jakarta.

___________. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS Indonesia


Tahun 2007. Depkes, Jakarta.

___________. 2010. Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat


(Jamkesmas) 2010. Depkes, Jakarta.

___________.2008. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA, Departemen


Kesehatan RI, Jakarta.

___________. 2008. Profil Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan 2007.


Depkes, Jakarta.

___________. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Departemen Kesehatan RI,


Jakarta.

___________. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS Indonesia


Tahun 2010. Kemenkes, Jakarta.

___________. 2010. Pendataan SDM Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Kemenkes RI,
Badan PPSDM Kesehatan, Jakarta.

Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal RI, 2010. Strategi Nasional


Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal 2004-2009. Jakarta.

PRB, 2011. The World Population Data Sheet 2011. Population Reference Bureau.

Pusat Data dan Informasi. 2011. Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan
Kesehatan 2011-2014. Kemenkes, Jakarta.

The United Nations Development Programme. 2008. Human Development Report


2011. UNDP, New York.

UNAIDS. 2010. 2010 Report on The Global AIDS Epidemic. UNAIDS/WHO.


235
UNICEF. 2012. Immunization Summary: A Statistical Reference Containing Data
Through 2010 (The 20011 Edition). UNICEF/WHO, New York.

___________. 2008. Incidence Series Immunization 2007. UNICEF/WHO, New York.

___________. 2012. The State of the World’s Children 2012. UNICEF/WHO, New York.

WHO. 2012. World Health Statistics 2012. WHO Press, Geneva.

___________. 2010. WHO Vaccine – Preventable Diseases, Monitoring System. WHO,


New York.

___________. 2010. Cumulative Number of Confirmed Human Cases of Avian


Influenza A/(H5N1) Repoerted to WHO 13 May 2011
(http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/country/cases_table_2011_05_13/en/i
ndex.html diakses 20 Juni 2011)

***

236
Lampiran 1.1

CAPAIAN INDIKATOR PADA INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PROGRAM PEMBANGUNAN YANG BERKEADILAN

PENANGGUNG
RENCANA AKSI INSTANSI TERKAIT KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN CAPAIAN % CAPAIAN
JAWAB
1 2 3 4 5 6 7
D2P9: Program Pembinaan Kesehatan bagi Anak Terlantar
D2P9A26: Peningkatan Kementerian Kementerian Sosial, Terlayaninya pelayanan TARGET 2011 : 100 % anak 100% 100%
akses pelayanan Kesehatan Pemerintah daerah kesehatan anak terlantar di terlantar dalam panti asuhan yang
kesehatan dasar terhadap panti asuhan yang teregistrasi sudah diregistrasi Kemensos
anak terlantar di panti
asuhan
D2P13: Program Perlindungan dan Kesehatan Kesejahteraan Sosial ABH
D2P13A37: Peningkatan Kementerian KemenHukHAM Meningkatnya status TARGET 2011: Meningkatnya status 9 Lapas dan 1 rutan; Sumut (Puskesmas Labuhan 100%
akses pelayanan Kesehatan kesehatan anak berhadapan kesehatan anak berhadapan Batu), Jambi , (Puskesmas Muara Bulian) Riau
kesehatan dasar kepada dengan hukum di Lapas anak dengan hukum di Lapas anak yang (Puskesmas Harapan Jaya), Banten (Puskesmas
anak berhadapan dengan yang sudah diregistrasi oleh sudah diregistrasi oleh Tanah Tinggi), Kalsel (Puskesmas Pelambuan), Sulut
hukum di Lapas anak KemHukHAM KemHukHAM sebanyak 9 lapas (Puskesmas Matani), NTT (Puskesmas Oesapa),
anak Kalbar (Puskesmas Sui Raya Dalam) dan 1 rutan:
Jabar (Puskesmas Ibrahim Adjie)

D2P19 Pelayanan Kesehatan Anak dengan Kecacatan


D2P19A50: Pelayanan Kementerian Pemerintah Daerah Meningkatnya pembinaan TARGET 2011 : 10 Provinsi 10 provinsi yang melaksanakan pembinaan terhadap 100 %
Kesehatan bagi anak Kesehatan kesehatan pada anak dengan anak dengan kecacatan di SLB: Sumatera Barat,
dengan kecacatan di SLB kecacatan di SLB melalui Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Bali,
melalui program Usaha program Usaha Kesehatan NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi
Kesehatan Sekolah Sekolah Selatan

D3P29: Perbaikan Gizi Masyarakat


D3P29A75: Kementerian Pemerintah Daerah Peningkatan persentase TARGET 2011: 100%. 101,3% (Jumlah balita yang dirawat 40.412) 101,03%
Peningkatan kualitas gizi Kesehatan Provinsi: NTT, balita gizi buruk yang
anak Maluku, Sulteng, mendapat perawatan
Kalsel, NAD,
Persentase balita ditimbang TARGET 2011 : 70 % 71,40% 102 %
Gorontalo, Sulbar,
berat badannya (jumlah balita
NTB, Kalteng, Papua
ditimbang dibagi seluruh
Barat, Malut, Sumut,
balita atau D/S)
Sultra, Kalbar, Riau,
Papua, Sumbar,
Kaltim, Jambi
PENANGGUNG
RENCANA AKSI INSTANSI TERKAIT KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN CAPAIAN % CAPAIAN
JAWAB
1 2 3 4 5 6 7

D3P34A86: Kementerian Kementerian Dalam Persentase anak usia 0-11 TARGET 2011: 85 % 85,1% (3.850.091 bayi) 100,1 %
Peningkatan pelayanan Kesehatan Negeri, Pemerintah bulan yang mendapatkan
kesehatan anak Daerah Provinsi imunisasi campak
diprioritaskan di: NAD,
Sumut, Papua Barat,
Maluku, Jambi, Kalsel,
Papua, Kalbar, Babel,
Sulsel, Gorontalo,
Malut, Sulteng,
Sumbar, Sumsel,
Sulbar

D3P35: Penurunan Angka Kematian Ibu


D3P35A87: Kementerian Kemendagri, Persentase puskesmas rawat TARGET 2011: 70% 90,7% (Puskesmas Poned = 2.047 Puskesmas) 129,63 %
Peningkatan pelayanan Kesehatan Pemerintah daerah inap yang mampu
kesehatan ibu provinsi terutama melaksanakan Pelayanan
provinsi dengan Obstetrik Neonatal Emergensi
angka pertolongan Dasar (PONED)
persalinan oleh Persentase RS TARGET 2011: 85% 87,7% (RS PONEK = 389 RS) 103,18%
tenaga kesehatan kabupaten/kota yang
terlatih di bawah melaksanakan Pelayanan
angka rata-rata Obstetrik Neonatal Emergensi
nasional (<77,37%) Komprehensif (PONEK)
yaitu : Maluku, Malut,
Sulbar, Sultra, Papua,
NTT, Kalbar, Papua
Barat, Sulteng,
Gorontalo, Kalteng,
Sulsel, Jabar, Sumsel,
NTB, Kalsel, Lampung

D3P35A89: Kementerian Kemen PAN & RB, Persentase penempatan TARGET 2011 : 30% 60,68% 202,3 %
Penempatan tenaga Kesehatan Kemendagri, BKN tenaga kesehatan strategis
kesehatan strategis di terutama dokter bidan dan
fasilitas kesehatan, perawat di daerah-daerah
terutama di Puskesmas sesuai kebutuhan terutama di
dan Rumah Sakit daerah bermasalah
Kabupaten/Kota (Program kesehatan (DBK) dan daerah
2011) terpencil, perbatasan dan
kepulauan (DTPK), sesuai
formasi yang tersedia
PENANGGUNG
RENCANA AKSI INSTANSI TERKAIT KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN CAPAIAN % CAPAIAN
JAWAB
1 2 3 4 5 6 7
D3P37: Pengendalian Penyakit HIV dan AIDS, Malaria dan TB
D3P37A91: Kementerian Komisi Jumlah orang yang berumur TARGET 2011: 400.000 orang 548.256 orang 137,1 %
Pengendalian penyakit Kesehatan Penanggulangan 15 tahun atau lebih yang
HIV dan AIDS AIDS Nasional, menerima konseling dan
Pemerintah Daerah testing HIV
Provinsi: Papua, DKI
Jakarta, Jabar, Jatim,
Bali, Sumut, Kalbar,
Jateng, Riau, Sumsel

Persentase Orang dengan TARGET 2011: 75% 80,3% (23.311 ODHA mendapat ART) 107%
HIV dan AIDS (ODHA) yang
mendapatkan Anti retroviral
Treatment (ART)
Persentase kabupaten/kota TARGET 2011: 60% 72% (335 kab/kota) 115,1 %
yang melaksanakan
pencegahan penularan HIV
sesuai pedoman
Persentase penggunaan TARGET 2011: Laki-laki : 14% Laki-laki :
kondom pada kelompok Laki-laki : 20 % 70%
hubungan seks beresiko
tinggi (berdasarkan
pengakuan pengguna)
(program 2011)
Perempuan : 35% Perempuan : 35,5% Perempuan :
101,5%
0 0
D3P37A92: Kementerian Pemerintah Daerah Angka penemuan kasus TARGET 2011: 1.75 /oo 1,75 /oo 100%
Pengendalian penyakit Kesehatan Provinsi: Papua Barat, malaria per 1,000 penduduk
Malaria NTT, Papua, Malut,
Babel, Maluku,
Bengkulu, NTB,
Jambi, Sulteng
D3P37A93: Kementerian Pemerintah Daerah Persentase kasus baru TB TARGET 2011 : 75 % 75.26%. 100,34%
Pengendalian penyakit TB Kesehatan Provinsi: Bali, Paru (BTA Positif) yang
Gorontalo, Sumut, ditemukan
Jambi, Bengkulu,
Papua, Jatim, Babel,
DIY, Sultra, Sumbar,
Jateng, Kalbar,
Sumsel, Aceh, Sulbar,
Papua Barat,
Lampung, Kalsel,
Sulsel, Sulteng, Malut,
Kepri, NTT, NTB,
Riau, Kaltim dan
Kalteng
PENANGGUNG
RENCANA AKSI INSTANSI TERKAIT KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN CAPAIAN % CAPAIAN
JAWAB
1 2 3 4 5 6 7
D3P40 : Peningkatan Akses Penduduk terhadap Sanitasi Dasar yang Layak
D3P40A97: Kementerian Pemerintah Daerah Jumlah desa yang TARGET 2011: 5.500 desa 6.235 desa 113 %
Peningkatan akses Kesehatan Provinsi: NTT, Papua, melaksanakan Sanitasi Total
sanitasi dasar yang layak Kalteng, Papua Barat, Berbasis Masyarakat (STBM)
Bengkulu, Lampung,
Maluku, Kalbar,
Sumbar, NTB, Jambi,
Kalsel, Sumsel,
Sulteng, Aceh, Malut,
Gorontalo, Sulbar,
Kepri, Sultra, Jatim
Lampiran 1.2

CAPAIAN INDIKATOR PADA INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI

PENANGGUNG %
RENCANA AKSI INSTANSI TERKAIT KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN CAPAIAN
JAWAB CAPAIAN
1 2 3 4 5 6 7

S1P27 Penyaluran dan penggunaan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang transparan dan akunLampiran
S1P27A75: Kementerian Kemendagri, Pemda Sistem pengawasan atas TARGET : Terlaksananya pengawasan atas penyaluran dan 100 %
Pengawasan atas Kesehatan Prov/Kab/Kota penyaluran Terciptanya sistem penggunaan dana BOK o nline di 15 kabupaten/kota
penyaluran dan dan penggunaan dana BOK pengawasan atas
penggunaan dana yang penyaluran dan
BOK yang bebas transparan dan akunLampiran penggunaan dana BOK
dari korupsi secara on line
Lampiran 1.3

CAPAIAN INDIKATOR PADA INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

PENANGGUNG %
RENCANA AKSI INSTANSI TERKAIT KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN CAPAIAN
JAWAB CAPAIAN
1 2 3 4 5 8 7
N3P15: Pelaksanaan Upaya Kesehatan Preventif Terpadu
N3P15A1: Kementerian Kemendagri, Semakin tinggi persentase ibu TARGET: 86,38% 100,44%
Pembinaan pelayanan Kesehatan Kemeneg PP dan PA, bersalin yang ditolong oleh Tercapainya 86% ibu bersalin yang
kesehatan ibu dan BKKBN, PKK, tenaga kesehatan terlatih ditolong oleh tenaga kesehatan
reproduksi Organisasi profesi (cakupan pertolongan terlatih (cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga persalinan oleh tenaga kesehatan
kesehatan (PN)) (PN))

Semakin tinggi persentase ibu TARGET: 88,27% 100,31%


hamil yang mendapatkan Tercapainya 88% ibu hamil yang
pelayanan antenatal (cakupan mendapatkan pelayanan antenatal
kunjungan kehamilan ke (cakupan kunjungan kehamilan ke
empat (K4)) empat (K4))

Semakin tinggi persentase TARGET: 40,85% (26.554 fasilitas pelayanan kesehatan yang 102,13%
fasilitas pelayanan kesehatan Tercapainya 40% fasilitas memberikan pelayanan KB sesuai standar)
yang memberikan pelayanan pelayanan kesehatan yang
KB sesuai standar memberikan pelayanan KB sesuai
standar

N3P15A2: Pembinaan Kementerian Kemendagri, Semakin besar cakupan TARGET: 87,26 % 101,46 %
pelayanan kesehatan Kesehatan Kemeneg PP dan PA, kunjungan neonatal pertama Tercapainya 86% cakupan
anak BKKBN, PKK (KN1) kunjungan neonatal pertama (KN1)

Semakin besar cakupan TARGET: 85,16 % 100,18 %


pelayanan kesehatan bayi Tercapainya 85% cakupan
pelayanan kesehatan bayi
Semakin besar cakupan TARGET: 80,95 % 101,18 %
pelayanan kesehatan balita Tercapainya 80% Cakupan
pelayanan kesehatan balita

N3P15A3: Kementerian Kemendagri, MUI, Semakin tinggi presentase TARGET: 84,7% (3.828.738 bayi) 103,3 %
Pembinaan imunisasi dan Kesehatan BKKBN, PKK, IDAI, bayi usia 0-11 bulan yang Tercapainya 82% bayi usia 0-11
karantina kesehatan IBI, PPNI, IDI mendapat imunisasi dasar bulan yang mendapat imunisasi
lengkap dasar lengkap
PENANGGUNG %
RENCANA AKSI INSTANSI TERKAIT KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN CAPAIAN
JAWAB CAPAIAN
1 2 3 4 5 8 7
N3P15A4: Kementerian Kemendagri, Semakin banyaknya jumlah TARGET: 8.740 Puskesmas 101,53 %
Pengembangan Bantuan Kesehatan Bappenas. puskesmas yang Tercapainya 8.608 puskesmas yang
Operasional Kesehatan mendapatkan bantuan mendapatkan bantuan operasional
operasional kesehatan dan kesehatan dan menyelenggarakan
menyelenggarakan lokakarya lokakarya mini untuk menunjang
mini untuk menunjang pencapaian Standar Pelayanan
pencapaian Standar Minimal (SPM)
Pelayanan Minimal (SPM)

N3P16A1: Penyehatan Kementerian Kemen PU Semakin besar persentase TARGET: 90,80 %


lingkungan Kesehatan kualitas air minum yang Tercapainya 90% kualitas air minum 100 %
memenuhi syarat yang memenuhi syarat

N3P16A2: Pengendalian Kementerian Badan POM Semakin tingginya angka TARGET: 86.22%. 100,26%
penyakit menular Kesehatan keberhasilan pengobatan TB Tercapainya 86% angka
langsung keberhasilan pengobatan

Persentase provinsi yang TARGET: 26 provinsi 108,3 %


melakukan sero survey HIV Tercapainya 24 Provinsi yang
dan Sifilis melakukan sero survey HIV dan
Sifilis

Upaya peningkatan TARGET: 275 Kab/Kota 137,5 %


pengetahuan komprehensif Jumlah Kabupaten/kota yang sudah
tentang HIV dan AIDS pada melakukan upaya peningkatan
penduduk usia 15-24 tahun pengetahuan komprehensif tentang
HIV dan AIDS pada penduduk usia
15-24 tahun sebesar 200 kab/kota,
yang dilengkapi rapid survey untuk
melihat dampak upaya tsb secara
acak di beberapa kab/kota

N3P17: Kefarmasian dan Alat Kesehatan


N3P17A1: Peningkatan Kementerian Jumlah bahan baku obat dan TARGET: 4 27 %
produksi dan Kesehatan obat tradisional produksi di Tercapainya jumlah 15 bahan baku
distribusi kefarmasian dalam negeri obat dan obat tradisional yang
diproduksi di dalam negeri
PENANGGUNG %
RENCANA AKSI INSTANSI TERKAIT KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN CAPAIAN
JAWAB CAPAIAN
1 2 3 4 5 8 7
N3P18: Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan
N3P18A1: Standardisasi, Kementerian Meningkatnya jumlah SDM TARGET: 8274 103,43 %
sertifikasi, dan pendidikan Kesehatan kesehatan di fasilitas Terlaksananya pendidikan
berkelanjutan SDM kesehatan yang telah berkelanjutan bagi 8000 SDM
Kesehatan ditingkatkan kemampuannya kesehatan melalui pendidikan
melalui pendidikan berkelanjutan
berkelanjutan

Semakin meningkatnya TARGET: Penetapan standar kompetensi sebanyak 9


persentase profesi tenaga Tercapainya 55% profesi tenaga (kumulatif) dari 16 profesi tenaga kesehatan. Tahun 100 %
kesehatan yang memiliki kesehatan yang memiliki standar 2010 = 6 standar kompetensi, tahun 2011 = 3 standar
standar kompetensi kompetensi (standar profesi promotor & pendidik
kompetensi kesehatan (PPKMI), standar profesi psikolog klinik
(IPK), standar profesi entomolog kesehatan (PEKI)

N3P20: Penyediaan Obat Essensial Nasional


N3P20A1: Peningkatan Kementerian Pemda Terkait, Badan Meningkatnya persentase TARGET: 87 % 102 %
ketersediaan obat publik Kesehatan POM atau Balai ketersediaan obat dan vaksin Tercapainya 85% ketersediaan obat
dan perbekalan Besar/Balai POM yang aman, bermutu dan dan vaksin yang aman bermutu dan
kesehatan berkhasiat berkhasiat

N3P21: Pembinaan Upaya Kesehatan


N3P21A1: Pembinaan Kementerian Semakin banyak jumlah kota TARGET: 2 kota
upaya kesehatan rujukan Kesehatan di Indonesia yang memiliki RS Tercapainya 2 kota di Indonesia 100 %
standar kelas dunia ( world yang memiliki RS standar kelas
class ) dunia (world class )

Semakin meningkatnya TARGET: 70% (311 Rumah Sakit)


persentase RS Pemerintah Tercapainya 70% RS Pemerintah 100 %
menyelenggarakan pelayanan menyelenggarakan pelayanan
rujukan bagi Orang dengan rujukan bagi Orang dengan HIV dan
HIV AIDS (ODHA)
dan AIDS (ODHA)

N4P23: Penyempurnaan Program Bantuan Sosial Berbasis Keluarga


N4P23A1: Kementerian Kemennaker, Persentase penduduk TARGET: Tercapainya 70.3% 80,70% 114,79 %
Peningkatan pelayanan Kesehatan Kemensos, BPS, (termasuk seluruh penduduk penduduk (termasuk seluruh
kesehatan masyarakat Kemendagri, Pemda miskin) yang memiliki jaminan penduduk miskin) yang memiliki
berpendapatan rendah terkait kesehatan jaminan kesehatan

Kementerian Kemenkeu, Jumlah puskesmas yang TARGET: Tercapainya 9.005 TARGET B12 : Transfer ke tiga dana Jamkesmas 101,3 %
Kesehatan Kemendagri, memberikan pelayanan puskesmas yang memberikan untuk 497 kabupaten/kota yang mencakup 9.005
Bappenas, Setkab, PT kesehatan dasar bagi pelayanan kesehatan dasar bagi puskesmas
Pos penduduk miskin penduduk miskin

Kementerian Persentase RS peserta TARGET: Tercapainya 80% RS 80,6% (1.096 RS) 100,8 %
Kesehatan Jamkesmas yang yang melayani pasien penduduk
memberikan pelayanan miskin peserta program Jamkesmas
kesehatan rujukan bagi
penduduk miskin
PENANGGUNG %
RENCANA AKSI INSTANSI TERKAIT KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN CAPAIAN
JAWAB CAPAIAN
1 2 3 4 5 8 7
N10P64: Pelayanan Kesehatan di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik
N10P64A1: Kementerian Peningkatan puskesmas di TARGET: Tercapainya 81 83 Puskesmas 102,46 %
Pembinaan upaya Kesehatan perbatasan dan pulau-pulau puskesmas yang menjadi
kesehatan dasar dan kecil terluar menjadi puskesmas perawatan di
kesehatan rujukan puskesmas perawatan perbatasan dan pulau-pulau kecil
terluar
Peningkatan pelayanan TARGET: Terealisasinya 10 RS bergerak
kesehatan RS bergerak pembangunan 10 RS bergerak 100 %
terutama di kabupaten/kota di didaerah tertinggal perbatasan dan
daerah tertinggal, perbatasan kepulauan (DTPK)
dan kepulauan (DTPK)
Lampiran 1.4

CAPAIAN INDIKATOR RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011

TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA

1 2 3 4 5 6 7
I Dukungan Manajemen dan Meningkatnya koordinasi pelaksanaan 1 Jumlah Kab/Kota yang mempunyai kemampuan 150 150 Sekretariat Jenderal
Pelaksanaan Tugas Teknistugas, pembinaan dan pemberian tanggap darurat dalam penanganan bencana
Lainnya dukungan manajemen Kementerian 2 Persentase rumah tangga yang melaksanakan Perilaku 55 53.9
Kesehatan Hidup Bersih dan Sehat (PHBS )
1 Pemberdayaan Masyarakat Meningkatnya pelaksanaan 1 Persentase rumah tangga yang melaksanakan Perilaku 55 53.9 Pusat Promkes, Setjen
dan Promosi Kesehatan pemberdayaan dan promosi kesehatan Hidup Bersih dan Sehat (PHBS )
kepada masyarakat 2 Persentase Desa Siaga aktif 25 32.3
3 Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi 72,000 52,850

2 Penanggulangan Krisis Meningkatnya penanggulangan krisis Jumlah Kab/Kota yang mempunyai kemampuan tanggap 150 150 Pusat Penanggulangan
Kesehatan secara cepat darurat dalam penanganan bencana Krisis Kesehatan, Setjen
3 Pembinaan, Pengembangan Terumuskannya kebijakan pembiayaan 1 Persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk 70,3 80.70 Pusat Pembiayaan dan
Pembiayaan dan Jaminan dan jaminan pemeliharaan kesehatan miskin) yang memiliki jaminan kesehatan Jaminan Kesehatan, Setjen
Kesehatan 2 Tersedianya data NHA setiap tahun 1 1
4 Perumusan Peraturan Meningkatnya produk-produk hukum yang 1 Jumlah produk hukum bidang kesehatan yang Biro Hukum dan Organisasi,
Perundang-undangan dan akan mendukung penyelenggaraan diselesaikan: Setjen
Pembinaan Organisasi pembangunan bidang kesehatan a. RUU , RPP/ R.Per/ Keppres 9 9
Tatalaksana b. Per/Kepmenkes 35 144
2 Jumlah kasus-kasus hukum bidang kesehatan yang 40 40
tertangani
3 Jumlah organisasi dan tatalaksana serta klasifikasi yang 10 25
ditetapkan di lingkungan Kementerian Kesehatan
termasuk UPT
5 Pertimbangan Kesehatan Terselenggaranya pertimbangan Jumlah kebijakan Nasional yang direview 12 0 (Menunggu Perpres)
Nasional kesehatan nasional
6 Pengelolaan Data dan Meningkatnya pengembangan sistem 1 Persentase ketersediaan profil kesehatan Nasional, 70 87.43 Pusat Data dan Informasi,
Informasi Kesehatan informasi kesehatan Provinsi, dan Kab/Kota per tahun Setjen

2 Persentase Provinsi dan Kab/Kota yang memiliki bank 45 65.05


data kesehatan

3 Persentase Provinsi dan Kab/Kota yang 70 25.05


menyelenggarakan sistem informasi kesehatan
terintegrasi

7 Peningkatan Kerjasama Meningkatnya peran dan posisi Indonesia Jumlah naskah kerjasama Internasional 23 23 Pusat Kerjasama Luar
Luar Negeri dalam kerjasama luar negeri di bidang Negeri, Setjen
kesehatan
TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA

1 2 3 4 5 6 7
8 Pengelolaan Komunikasi Meningkatnya pengelolaan komunikasi 1 Jumlah informasi kesehatan yang disebarluaskan 820 1,120 Pusat Komunikasi Publik,
Publik publik kepada publik (publikasi) Setjen
2 Persentase opini publik tentang kesehatan yang positif 82 94
(%)
3 Persentase pelayanan informasi yang telah 70 95
diselesaikan (%)
9 Perencanaan dan Meningkatnya kualitas perencanaan dan 1 Jumlah dokumen perencanaan, anggaran, kebijakan, 21 47 Biro Perencanaan dan
Penganggaran Program penganggaran program pembangunan dan evaluasi pembangunan kesehatan Anggaran, Setjen
Pembangunan Kesehatan kesehatan 2 Persentase unit utama Kementerian Kesehatan yang 40 87.5
membuat perencanaan dan melaksanakan kegiatan
yang responsif gender
10 Pembinaan Administrasi Meningkatnya pelayanan administrasi 1 Persentase pemenuhan kebutuhan SDM Aparatur 75 85.78 Biro Kepegawaian, Setjen
Kepegawaian kepegawaian (PNS/PTT dan penugasan khusus)
2 Persentase Produk Administrasi Kepegawaian yang 40 73
dikelola melalui sistem layanan kepegawaian
3 Jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan dan 2,445 2,714
diberi insentif di DTPK dan di DBK
4 Jumlah residen yang didayagunakan dan diberikan 1,550 746
insentif
11 Pembinaan Pengelolaan Meningkatnya kualitas pengelolaan 1 Tersusunnya laporan keuangan Kementerian Kesehatan 2 2 Biro Keuangan dan Barang
Administrasi Keuangan dan anggaran dan Barang Milik Negara (BMN) setiap tahun anggaran sesuai Standar Akuntansi Milik Negara, Setjen
Barang Milik Negara Kementerian Kesehatan secara efektif, Pemerintah (SAP) dengan Opini Wajar Tanpa
efisien dan dilaporkan sesuai ketentuan Pengecualian (WTP)
2 Persentase pengadaan menggunakan e-procurement 65 72.31

12 Pengelolaan Urusan Tata Meningkatnya kualitas 1 Persentase pengelolaan pembayaran gaji PNS, CPNS, 96 98.3 Biro Umum, Setjen
Usaha, Keprotokolan, pengelolaan/manajemen pembayaran gaji dan PTT tepat jumlah, waktu, dan sasaran
Rumah Tangga, Keuangan, PNS , CPNS, dan PTT tepat jumlah,
dan Gaji waktu, dan sasaran

13 Peningkatan Kesehatan Meningkatnya pembinaan dan pelayanan 1 Angka kematian jemaah haji (per 1.000 jemaah) 2,4 2.38 Pusat Kesehatan Haji,
Jemaah Haji kesehatan sebelum, saat pelaksanaan dan 2 Persentase Kab/Kota yang melaksanakan pemeriksaan 50 54.33 Setjen
pasca haji dan pembinaan kesehatan haji sesuai standar

14 Pengelolaan Inteligensia Meningkatnya Kesehatan Intelegensia 1 Jumlah kebijakan yang dihasilkan oleh Pusat 16 16 Pusat Intelegensia
Kesehatan secara optimal Inteligensia Kesehatan Kesehatan, Setjen
2 Jumlah pelaksanaan penilaian inteligensia pejabat Pusat 300 314
dan Daerah (orang)
3 Jumlah Kab/Kota yang melakukan pemeliharaan, 9 10
peningkatan kemampuan dan penanggulangan masalah
inteligensia kesehatan
15 Peningkatan Manajemen Terselenggaranya registrasi, pendidikan 1 Jumlah surat tanda registrasi (STR) dokter dan dokter 118,000 125,252 Sekretariat KKI
Konsil Kedokteran profesi, pembinaan serta penanganan gigi yang teregistrasi
Indonesia kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter 2 Jumlah penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin 77 78
dan dokter gigi dokter dan dokter gigi
Lampiran 1.5

CAPAIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011

TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA

1 2 3 4 6 6 10
II Peningkatan Pengawasan Meningkatnya pengawasan dan Persentase unit kerja yang menerapkan administrasi 65 93.75 Inspektorat Jenderal
dan Akuntabilitas Aparatur akuntabilitas aparatur Kementerian yang akuntabel
Kementerian Kesehatan Kesehatan
1 Pengawasan dan Meningkatnya pengawasan dan 1 Jumlah Satuan Kerja di lingkungan Ditjen Pembinaan 145 496 Inspektur I
pembinaan pelaksanaan pembinaan pelaksanaan kebijakan Ditjen Upaya Kesehatan dan Setjen yang dievaluasi laporan
kebijakan Ditjen Pembinaan Pembinaan Upaya Kesehatan dan Setjen kinerja dan keuangannya untuk memperoleh opini Wajar
Upaya Kesehatan dan Tanpa Pengecualian (WTP)
Setjen 2 Persentase temuan laporan hasil pengawasan yang 65 78.6
ditindaklanjuti
2 Pengawasan dan Meningkatnya pengawasan dan 1 Jumlah Satuan Kerja di lingkungan Ditjen Bina Gizi & 40 131 Inspektur II
pembinaan pelaksanaan pembinaan pelaksanaan kebijakan Ditjen Kesehatan Ibu & Anak dan Itjen yang dievaluasi laporan
kebijakan Ditjen Bina Gizi Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak kinerja dan keuangannya untuk memperoleh opini Wajar
dan Kesehatan Ibu dan dan Itjen Tanpa Pengecualian (WTP)
Anak dan Itjen 2 Persentase temuan laporan hasil pengawasan yang 65 67.21
ditindaklanjuti
3 Pengawasan dan Meningkatnya pengawasan dan 1 Jumlah Satuan Kerja di lingkungan Ditjen PP-PL dan 115 62 Inspektur III
pembinaan pelaksanaan pembinaan pelaksanaan kebijakan Ditjen Badan Litbangkes yang dievaluasi laporan kinerja dan
kebijakan Ditjen PP-PL, dan PP dan PL dan Balitbangkes keuangannya untuk memperoleh opini Wajar Tanpa
Balitbangkes Pengecualian (WTP)
2 Persentase temuan laporan hasil pengawasan yang 65 69.02
ditindaklanjuti
4 Pengawasan dan Meningkatnya pengawasan dan 1 Jumlah Satuan Kerja di lingkungan Ditjen Binfar dan 100 103 Inspektur IV
pembinaan pelaksanaan pembinaan pelaksanaan kebijakan Ditjen Alkes dan Badan PPSDMK yang dievaluasi laporan
kebijakan Ditjen Kefarmasian dan Alkes dan Badan kinerja dan keuangannya untuk memperoleh opini Wajar
Kefarmasian dan Alkes dan PPSDMK Tanpa Pengecualian (WTP)
Badan PPSDMK 2 Persentase temuan laporan hasil pengawasan yang 65 78.6
ditindaklanjuti
5 Pengusutan dan Investigasi Meningkatnya pengusutan dan investigasi 1 Persentase Pengusutan dan Investigasi kasus-kasus 40 46.76 Inspektorat Investigasi
kasus-kasus yang kasus-kasus yang berindikasi merugikan yang berindikasi merugikan negara dan menghambat
berindikasi merugikan negara dan menghambat kelancaran kelancaran tugas dan fungsi Kementerian Kesehatan
negara dan menghambat tugas dan fungsi Kementerian Kesehatan
kelancaran tugas dan fungsi 2 Jumlah NSPK tentang pemeriksaan investigasi yang 2 2
Kementerian Kesehatan ditetapkan

6 Dukungan Manajemen dan Meningkatnya dukungan manajemen dan 1 Persentase hasil pemutakhiran tindak lanjut hasil 50 83.33 Sekretariat Itjen
Pelaksanaan Tugas Teknis pelaksanaan tugas teknis lainnya pada pengawasan
Lainnya pada Program Program Peningkatan Pengawasan dan 2 Persentase unit kerja yang menerapkan SPIP 40 30.2
Peningkatan Pengawasan Akuntabilitas Aparatur Kementerian
dan Akuntabilitas Aparatur Kesehatan 3 Jumlah rancangan regulasi dan standar yang disusun 10 9
Kementerian Kesehatan
Lampiran 1.6

CAPAIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011

TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA
1 2 3 4 6 6 10
III Penelitian dan Meningkatnya kualitas penelitian, Jumlah Penelitian yang diproses dalam HAKI 4 4 Badan Litbangkes
Pengembangan Kesehatan pengembangan dan pemanfaatan di
bidang kesehatan

Meningkatnya penapisan, pengaturan,


pemanfaatan, serta pengawasan terhadap
penggunaan teknologi dan produk
teknologi kesehatan melalui penelitian,
pengembangan, pemanfaatan di bidang
kesehatan
1 Riset Operasional Meningkatnya jumlah riset operasional Jumlah riset operasional yang dihasilkan: Sekretariat Badan
Kesehatan dan Ilmu kesehatan dan Ilmu Pengetahuan dan 1.   Riset skala Nasional 1 1 Litbangkes
Pengetahuan dan Teknologi Teknologi Kedokteran (IPTEKDOK) 2.   Riset Ancaman Potensial (KLB) 1 1
Kedokteran 3.   Riset Pembinaan 80 87
2 Penelitian dan Meningkatnya penelitian dan 1 Jumlah produk/model intervensi/prototipe/standar/ 6 13 Pusat Bio Medis dan
Pengembangan Biomedis pengembangan di bidang biomedis dan formula di bidang biomedis dan teknologi dasar Teknologi Dasar
dan Teknologi Dasar teknologi dasar kesehatan kesehatan Kesehatan
Kesehatan 2 Jumlah publikasi ilmiah di bidang biomedis dan
teknologi dasar kesehatan yang dimuat pada media
cetak dan elektronik:
a.   Nasional 15 15
b.   Internasional 2 3
3 Penelitian dan Meningkatnya penelitian dan 1 Jumlah produk/model intervensi/prototipe/ 8 11 Pusat Teknologi
Pengembangan Teknologi pengembangan di bidang Teknologi standar/formula di bidang teknologi terapan kesehatan Terapan Kesehatan
Terapan Kesehatan dan Terapan Kesehatan dan Epidemiologi dan epidemiologi klinik dan Epidemiologi Klinik
Epidemiologi Klinik Klinik 2 Jumlah publikasi ilmiah di bidang teknologi terapan
kesehatan dan epidemiologi klinik yang dimuat pada
media cetak dan elektronik:
a.   Nasional 10 10
b.   Internasional 2 2
4 Penelitian dan Meningkatnya penelitian dan 1 Jumlah produk/model intervensi/prototipe/standar/ 10 10 Pusat Teknologi
Pengembangan Teknologi pengembangan di bidang teknologi formula di bidang teknologi intervensi kesehatan Intervensi Kesehatan
Intervensi Kesehatan intervensi kesehatan masyarakat masyarakat Masyarakat
Masyarakat 2 Jumlah publikasi ilmiah di bidang teknologi intervensi
kesehatan masyarakat yang dimuat pada media cetak
dan elektronik:
a.   Nasional 10 35
b.   Internasional 2 9
TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA
1 2 3 4 6 6 10
5 Penelitian dan Meningkatnya penelitian dan 1 Jumlah produk/model intervensi/prototipe/standar/ 18 21 Pusat Humaniora,
Pengembangan Humaniora, pengembangan di bidang humaniora, formula di bidang humaniora, kebijakan kesehatan dan Kebijakan Kesehatan
Kebijakan Kesehatan dan kebijakan kesehatan dan pemberdayaan pemberdayaan masyarakat dan Pemberdayaan
Pemberdayaan Masyarakat masyarakat 2 Jumlah publikasi ilmiah di bidang humaniora, Masyarakat
Kebijakan kesehatan dan pemberdayaan yang dimuat
pada media cetak dan elektronik:
a.   Nasional, 15 26
b.   Internasional 2 2
6 Desentralisasi dan Daerah Meningkatnya kajian daerah bermasalah Jumlah kajian daerah bermasalah kesehatan (DBK) 4 4 Sekretariat Badan
Bermasalah Kesehatan kesehatan (DBK) Litbangkes
(DBK)
7 Dukungan manajemen dan Meningkatnya dukungan manajemen dan Hasil Kegiatan: Sekretariat Badan
dukungan pelaksanaan pelaksanaan tugas generik dan tugas 1.   Regulasi Litbangkes 12 15 Litbangkes
tugas teknis lainnya pada teknis lainnya pada program penelitian dan 2.   Manajemen bidang ilmiah dan etik 2 2
program penelitian dan pengembangan kesehatan 3.   Manajemen fungsi generik Litbang (perencanaan; 4 4
pengembangan kesehatan umum dan keuangan; hukum, organisasi dan
kepegawaian; informasi, publikasi; dan diseminasi)
Lampiran 1.7

CAPAIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011

TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA

1 2 3 4 6 6 10
IV Bina Gizi dan Kesehatan Meningkatnya ketersediaan dan 1 Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh Nakes 86 86.38 Ditjen Bina Gizi dan
Ibu dan Anak keterjangkauan pelayanan kesehatan terlatih (cakupan PN) Kesehatan Ibu dan
yang bermutu bagi seluruh masyarakat 2 Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) 86 90.51 Anak
3 Persentase balita ditimbang berat badannya (jumlah 70 71.36
balita ditimbang/balita seluruhnya (D/S)
1 Pembinaan Gizi Meningkatnya kualitas penanganan 1 Persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) 70 71.36 Direktorat Bina Gizi
masalah gizi masyarakat
2 Persentase balita gizi buruk yang mendapat 100 100
perawatan
2 Pembinaan Pelayanan Meningkatnya kualitas pelayanan 1 Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh Nakes 86 86.38 Direktorat Bina
Kesehatan Ibu dan kesehatan ibu dan reproduksi terlatih (cakupan PN) Kesehatan Ibu
Reproduksi 2 Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan 88 88.27
antenatal (cakupan K4)
3 Persentase fasilitas pelayanan kesehatan yang 40 40.85
memberikan pelayanan KB sesuai standar
3 Pembinaan Pelayanan Meningkatnya kualitas pelayanan 1 Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) 86 90.51 Direktorat Bina
Kesehatan Anak kesehatan anak 2 Cakupan pelayanan kesehatan bayi 85 85.21 Kesehatan Anak
3 Cakupan pelayanan kesehatan anak balita 80 80 96
80.96
4 Cakupan SD/MI melaksanakan penjaringan siswa 90 74.86
kelas I
4 Bantuan Operasional Tersedianya Bantuan Operasional Jumlah Puskesmas yang mendapatkan Bantuan 8,608 8,740 Setditjen Bina Gizi dan
Kesehatan (BOK) Kesehatan (BOK) untuk Puskesmas Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan KIA
lokakarya mini untuk menunjang pencapaian SPM
5 Pembinaan , Meningkatnya pembinaan, pengawasan, 1 Cakupan kabupaten/kota yang menyelenggarakan 20 19.5 Direktorat Bina
Pengembangan, dan dan pengembangan pelayanan kesehatan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional, alternatif, Pelayanan Kesehatan
Pengawasan Program tradisional, alternatif dan komplementer. dan komplementer. Tradisional, Alternatif
Pelayanan Kesehatan 2 Jumlah RS yang menyelenggarakan pelayanan 36 55 dan Komplementer
Tradisional, Alternatif dan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat
Komplementer sebagai pelayanan alternatif dan komplementer
6 Pembinaan Upaya Meningkatnya pembinaan upaya 1 Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya 384 412 Direktorat Bina
Kesehatan Kerja dan kesehatan kerja dan olahraga kesehatan kerja di wilayah industri Kesehatan Kerja dan
Olahraga 2 Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya 176 217 Olahraga
kesehatan olahraga
7 Dukungan Manajemen dan Meningkatnya dukungan manajemen dan 1 Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan 85 97.11 Setditjen Bina Gizi dan
Pelaksanaan Tugas Teknis pelaksanaan tugas teknis lainnya pada administrasi kepemerintahan sesuai ketentuan KIA
Lainnya Pada Program Bina Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan 2 Persentase sarana dan prasarana kerja yang sesuai 70 66.72
Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak standar
Anak
Lampiran 1.8

CAPAIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011

TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA
1 2 3 4 6 6 10
V Pembinaan Upaya Meningkatkan upaya kesehatan dasar, 1 Jumlah Kota di Indonesia yang memiliki RS standar 2 2 Ditjen Bina Upaya
Kesehatan rujukan, keperawatan dan keteknisian kelas dunia (world class ) Kesehatan
medik, penunjang medik dan sarana 2 Jumlah Puskesmas yang menjadi Puskesmas 81 83
kesehatan, dan kesehatan jiwa perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar
berpenduduk
1 Pembinaan Upaya Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar 1 Jumlah Puskesmas yang menjadi Puskesmas 81 83 Direktorat Bina Upaya
Kesehatan Dasar kepada masyarakat perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar Kesehatan Dasar
berpenduduk
2 Persentase Puskesmas rawat inap yang mampu 70 102,97
PONED
2 Pelayanan Kesehatan Dasar Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar Jumlah Puskesmas yang memberikan pelayanan 8.608 9.125 Setditjen BUK
bagi Masyarakat Miskin bagi penduduk miskin di Puskesmas kesehatan dasar bagi penduduk miskin di Puskesmas
(Jamkesmas)
3 Pembinaan Upaya Meningkatnya pelayanan medik 1 Jumlah Kota yang memiliki RS standar kelas dunia 2 2 Direktorat Bina Upaya
Kesehatan Rujukan spesialistik kepada masyarakat (world class ) kesehatan Rujukan
2 Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK 85 87,61

3 Persentase RS Pemerintah menyelenggarakan 70 80


pelayanan rujukan bagi ODHA (Orang dengan HIV dan
AIDS)
4 Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh RS bergerak di 14 24
Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan Terluar
(DTPK)
4 Pelayanan Kesehatan Meningkatnya pelayanan kesehatan Persentase RS yang melayani pasien penduduk miskin 80 83 Setditjen BUK
Rujukan bagi Masyarakat rujukan bagi penduduk miskin di RS peserta program Jamkesmas
Miskin (Jamkesmas)
5 Pelaksanaan Pengelolaan Meningkatnya jumlah rumah sakit yang Jumlah RS yang mendapat sarana dan alat bantu 14 20 Direktorat Bina Upaya
Pendidikan Tinggi mendapat sarana dan alat bantu pendidikan kesehatan Rujukan
pendidikan
6 Pembinaan Upaya Meningkatnya Pembinaan Pelayanan 1 Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan 354 450 Dit.Bina Pelayanan
Keperawatan dan Keperawatan, Kebidanan, dan Keteknisian keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan Keperawatan dan
Keteknisian Medik Medik pedoman Keteknisian Medik
2 Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan 220 237
keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan
pedoman
3 Jumlah RS yang melaksanakan pelayanan keteknisian 95 95
medik dan keterapian fisik sesuai pedoman
TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA
1 2 3 4 6 6 10
7 Pembinaan Upaya Meningkatnya pelayanan penunjang medik 1 Persentase laboratorium kesehatan aktif yang 41 42 Dit. Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan dan sarana kesehatan sesuai standar melaksanakan pelayanan sesuai standar Penunjang Medik dan
Sarana Kesehatan 2 Persentase RS yang melaksanakan pelayanan 50 50,1 Sarana Kesehatan
radiologi sesuai standar
3 Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan 206 388
Puskesmas) yang memenuhi standar sarana,
prasarana dan peralatan
8 Pembinaan Upaya Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan 1 Persentase RSJ yang memberikan layanan 30 64,5 Dit. Bina Kesehatan
Kesehatan Jiwa jiwa subspesialis utama dan Napza Jiwa
2 Persentase RSU Kab/Kota yang memberikan layanan 20 23
kesehatan jiwa dasar termasuk Napza
3 Persentase Puskesmas yang memberikan layanan 10 13,7
kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa masyarakat

9 Peningkatan dan Terselenggaranya pengawasan rumah Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan pengawasan 5 0 Sekretariat Ditjen Bina
Pengawasan Rumah Sakit sakit Indonesia RS Upaya Kesehatan
Indonesia
10 Dukungan Manajemen dan Meningkatnya dukungan manajemen dan 1 Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) vertikal yang 44 44 Sekretariat Ditjen Bina
Pelaksanaan Tugas Teknis pelaksanaan tugas teknis lainnya pada ditingkatkan sarana dan prasarananya Upaya Kesehatan
Lainnya Pada Program Program Pembinaan Upaya Kesehatan
Pembinaan Upaya 2 Jumlah rancangan Norma, Standar, Prosedur, dan 90 100
Kesehatan Kriteria yang disusun
Lampiran 1.9

CAPAIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011

TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA

1 2 3 4 6 6 10
VI Pengendalian Penyakit dan Menurunnya angka kesakitan, kematian 1 Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapat 82 93.3 Ditjen PP dan PL
Penyehatan Lingkungan dan kecacatan akibat penyakit imunisasi dasar lengkap

2 Angka penemuan kasus Malaria per 1.000 penduduk 1,75 1.75

3 Jumlah kasus TB (per 100.000 penduduk) 231 289


4 Persentase kasus baru TB Paru (BTA positif) yang 75 83.5
ditemukan
5 Persentase kasus baru TB Paru (BTA positif) yang 86 90.30
disembuhkan
6 Angka kesakitan penderita DBD per100.000 penduduk 54 27.67

7 Prevalensi kasus HIV <0,5 0.3


8 Jumlah kasus Diare per 1.000 penduduk 330 N.A
9 Jumlah desa yang melaksanakan Sanitasi Total 5,500 6,235
Berbasis Masyarakat (STBM)
10 Persentase provinsi yang melakukan pembinaan 70 77
pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak
menular (SE, deteksi dini, KIE dan tata laksana)
1 Pembinaan Surveilans, Meningkatnya pembinaan di bidang 1 Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapat 82 93.3 Direktorat Imunisasi
Imunisasi, Karantina dan surveilans, imunisasi, karantina dan imunisasi dasar lengkap dan Karantina (update
Kesehatan Matra kesehatan matra sampai dengan 6 April
2 Persentase desa yang mencapai UCI 85 74.13 2012)

3 Persentase faktor risiko potensial PHEIC yang 80 91.49


terdeteksi di pintu negara
4 Persentase penanggulangan KLB < 24 jam 73 70
5 Persentase terlaksananya penanggulangan faktor 65 65
risiko dan pelayanan kesehatan pada wilayah kondisi
matra
2 Pengendalian Penyakit Menurunnya angka kesakitan dan 1 Prevalensi kasus HIV <0,5 0.3 Direktorat
Menular Langsung kematian akibat penyakit menular 2 Jumlah kasus TB per 100.000 penduduk 231 289 Pengendalian Penyakit
langsung 3 Persentase Kasus baru TB Paru (BTA positif) yang 75 83.5 Menular
ditemukan
4 Persentase Kasus baru TB Paru (BTA positif) yang 86 90.30
disembuhkan
5 Jumlah kasus Diare per 1.000 penduduk 330 N.A
6 Persentase ODHA yang mendapatkan ART 35 84,1
TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA

1 2 3 4 6 6 10
7 Persentase penduduk 15 tahun ke atas menurut 75 20,59
pengetahuan tentang HIV dan AIDS (Rapid Survey
2011)
3 Pengendalian Penyakit Meningkatnya pencegahan dan 1 Angka kesakitan penderita DBD per 100.000 54 27.67 Direktorat
Bersumber Binatang penanggulangan penyakit bersumber penduduk Pengendalian Penyakit
binatang Bersumber Binatang
2 Angka penemuan kasus Malaria per 1.000 penduduk 1,75 1.75

3 Persentase kasus zoonosis yang ditemukan ditangani 75 75


sesuai standar
4 Penyehatan Lingkungan Meningkatnya penyehatan dan 1 Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap 62,5 44.19 Direktorat Penyehatan
pengawasan kualitas lingkungan air minum berkualitas Lingkungan
2 Persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat 90 90.8

3 Persentase penduduk yang menggunakan jamban 67 55.5


sehat
4 Jumlah desa yang melaksanakan Sanitasi Total 5,500 6,235
Berbasis Masyarakat STBM
5 Pengendalian Penyakit 1. Menurunnya angka kesakitan dan 1 Persentase provinsi yang memiliki Perda tentang 60 63.6 Direktorat
Tidak Menular kematian akibat penyakit tidak menular Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pengendalian Penyakit
Tidak Menular
2. Meningkatnya pencegahan dan 2 Persentase provinsi yang melakukan pembinaan 70 77
penanggulangan penyakit tidak menular pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak
menular (SE, deteksi dini, KIE dan tata laksana)

6 Dukungan Manajemen dan Meningkatnya dukungan manajemen dan 1 1. Jumlah UPT Vertikal yang ditingkatkan sarana dan 59 59 Sekretariat Ditjen
Pelaksanaan Tugas Teknis pelaksanaan tugas teknis lainnya pada prasarananya PPPL
Lainnya pada Program Program Pengendalian Penyakit dan 2 2. Jumlah rancangan regulasi dan standar yang 21 21
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan disusun
Penyehatan Lingkungan
Lampiran 1.10

CAPAIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011

TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA
1 2 3 4 6 6 10
VII Kefarmasian dan Alat Meningkatnya sediaan farmasi dan alat Persentase ketersediaan obat dan vaksin 85 87 Ditjen Binfar dan Alkes
Kesehatan kesehatan yang memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat
1 Peningkatan Ketersediaan Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial 1 Persentase ketersediaan obat dan vaksin 85 87 Direktorat Bina Obat
Obat Publik dan Perbekalan Generik di Sarana Pelayanan Kesehatan Publik dan Perbekalan
Kesehatan Dasar Kesehatan
2 Persentase penggunaan obat generik di fasilitas 65 82
pelayanan kesehatan
3 Persentase instalasi farmasi kab/kota sesuai standar 65 71

2 Peningkatan Produksi dan Meningkatnya mutu dan keamanan alat 1 Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang 80 84,93 Direktorat Bina
Distribusi Alat Kesehatan kesehatan dan PKRT beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan Produksi dan Distribusi
manfaat Alkes

2 Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT 45 65,91


yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik

3 Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang 55 58,95


memenuhi persyaratan distribusi
3 Peningkatan Pelayanan Meningkatnya penggunaan obat rasional 1 Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah 30 30 Direktorat Bina
Kefarmasian melalui pelayanan kefarmasian yang yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai Pelayanan
berkualitas untuk tercapainya pelayanan standar Kefarmasian
kesehatan yang optimal 2 Persentase Puskesmas perawatan yang 7 15
melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar

3 Persentase penggunaan obat rasional di sarana 40 66,12


pelayanan kesehatan dasar pemerintah
4 Peningkatan Produksi dan 1.  Meningkatnya produksi bahan baku 1 Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi 15 4 Direktorat Bina
Distribusi Kefarmasian dan obat lokal serta mutu sarana di dalam negeri Produksi dan Distribusi
produksi dan distribusi kefarmasian Kefarmasian
2.  Meningkatnya kualitas produksi dan 2 Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun 4 4
distribusi kefarmasian dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi
3.  Meningkatnya produksi bahan baku
obat dan obat tradisional produksi di
dalam negeri
5 Dukungan Manajemen dan Meningkatnya dukungan manajemen dan 1 Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan 85 85 Sekretariat Ditjen
Pelaksanaan Tugas Teknis Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada 2 Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan 70 90,92 Binfar dan Alkes
Lainnya pada Program Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka
Kefarmasian dan Alat dekonsentrasi
Kesehatan 3 Jumlah rancangan regulasi yang disusun 10 12
Lampiran 1.11

CAPAIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011

TARGET REALISASI
UNIT ORGANISASI
NO PROGRAM/ KEGIATAN OUTCOME/OUTPUT INDIKATOR 2011 2011 PELAKSANA
1 2 3 4 6 6 10
VIII Pengembangan dan Meningkatnya ketersediaan dan mutu 1 Persentase tenaga kesehatan yang profesional dan 65 25,44 Badan PPSDMK
Pemberdayaan Sumber sumber daya manusia kesehatan sesuai memenuhi standar kompetensi
Daya Manusia Kesehatan dengan standar pelayanan kesehatan 2 Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM 65 81,12
(PPSDMK) kesehatan sesuai standar
3 Jumlah institusi pendidikan tenaga kesehatan yang 15 27
memenuhi standar
1 Perencanaan dan Meningkatnya perencanaan dan 1 Jumlah kab/kota di 33 provinsi yang telah mampu 100 100 Pusat Perencanaan
Pendayagunaan SDM pendayagunaan SDM kesehatan melaksanakan perencanaan kebutuhan SDM dan Pendayagunaan
Kesehatan Kesehatan (FK=Fungsi Kesehatan) SDM Kesehatan
2 Jumlah standar ketenagaan di fasilitas pelayanan 8 8
kesehatan (FK)
3 Jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan di 2.418 1.968
dalam dan di luar negeri (FK)
2 Pendidikan dan Pelatihan Meningkatnya pendidikan dan pelatihan 1 Jumlah aparatur yang telah mengikuti pelatihan 10.000 11.013 Pusat Pendidikan dan
Aparatur aparatur kepemimpinan dan prasyarat jabatan, MOT dan TOT Pelatihan Aparatur
pelatihan teknis, fungsional, dan pelatihan manajemen
kesehatan serta pelatihan yang berskala nasional dan
global (FK)
2 Jumlah institusi pelatihan kesehatan yang terakreditasi 7 8
(FK)
3 Jumlah pelatihan bagi aparatur yang terakreditasi (FK) 140 177
3 Pendidikan dan Pelatihan Meningkatnya pengelolaan pendidikan dan 1 Jumlah tenaga pendidik dan kependidikan yang 4.820 6.984 Pusat Pendidikan dan
Tenaga Kesehatan pelatihan tenaga kesehatan ditingkatkan kemampuannya (FP) Pelatihan Tenaga
2 Jumlah tenaga pendidik yang bersertifikat dosen (FK) 1.500 1.910 Kesehatan
3 Jumlah kurikulum pendidikan yang dikembangkan 8 14
yang mengacu pada standar Nasional pendidikan (FK)
4 Standarisasi, sertifikasi, dan Terselenggaranya standarisasi, sertifikasi, 1 Jumlah SDM kesehatan di fasilitas kesehatan yang 8.000 8.274 Pusat Standarisasi,
pendidikan berkelanjutan dan pendidikan berkelanjutan SDM telah ditingkatkan kemampuannya melalui pendidikan sertifikasi dan
SDMK Kesehatan berkelanjutan (FP) pendidikan
2 Persentase profesi tenaga kesehatan yang memiliki 55 56 berkelanjutan SDM
standar kompetensi (FK) Kesehatan
3 Jumlah tenaga kesehatan selain dokter dan dokter gigi 6.600 7.000
yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) (FK)
5 Dukungan Manajemen dan Meningkatnya dukungan manajemen dan 1 Jumlah kantor pusat dan UPT yang ditingkatkan 35 36 Sekretariat Badan
Pelaksanaan Tugas Teknis pelaksanaan tugas teknis lainnya pada sarana dan prasarananya (FP) PPSDM Kesehatan
Lainnya pada Program program pengembangan dan 2 Jumlah lulusan tenaga kesehatan dari lembaga 27.000 46.574
Pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan pendidikan pemerintah (FP)
Pemberdayaan SDM 3 Jumlah dokumen Norma, Standar, Prosedur, dan 62 64
Kesehatan Kriteria PPSDM Kesehatan: UU, PP Permenkes,
Kepmenkes, Pedoman (FK)
Lampiran 1.12

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2010 DAN TAHUN 2011

TARGET CAPAIAN
NO INDIKATOR KINERJA UTAMA 2010 2011 2010 2011
1 2 3 4 5 6

1 Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan PN) 84% 86% 84.78% 86.38%

2 Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) 84% 86% 84.01% 90.51%

3 Persentase Balita (0-59 bulan) ditimbang berat badannya (D/S) 65% 70% 67.90% 71.36%

4 Persentase Kasus baru TB Paru (BTA positif) yang disembuhkan 85% 86% 89.60% 90.30%

Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan
5 231 463 110 388
kesehatan

6 Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class) 1 2 2 2

7 Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar 60% 65% 79.8% 81.1%

8 Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Beroperasi - 72,000 52,279 52,850

9 Persentase penduduk mempunyai jaminan kesehatan 59% 70.3% 59.07% 80.70%

10 Persentase rumah tangga yang melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 50% 55% 54.85% 53.89%

Jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan dan diberi insentif di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan
11 1,200 2,445 1,323 2.714
Kepulauan (DTPK)

12 Persentase provinsi yang memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) 40% 60% 33.30% 63,60%

Persentase kabupaten/kota yang telah menganggarkan APBD bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD
13 40% 60% 51.78% 39.50%
dalam rangka pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM)

14 Persentase ketersediaan obat dan vaksin 80% 85% 82.00% 87.00%

15 Jumlah produk/model/intervensi/ prototipe/formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan 45 42 70 78

16 Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan 40% 45% 60.00% 65.05%

17 Persentase produk administrasi kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian 30% 40% 70% 73%

18 Persentase pengadaan menggunakan e-procurement 65% 65% 70.00% 72.31%

19 Persentase unit kerja yang menerapkan administrasi yang akuntabel 60% 65% 54.17% 93.75%
Lampiran 2.1

PEMBAGIAN WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Pembagian Wilayah

No Provinsi Kabupaten Kota Kabupaten + Kota Kecamatan Kelurahan + Desa


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Aceh 18 5 23 286 6.429


2 Sumatera Utara 25 8 33 414 5.687
3 Sumatera Barat 12 7 19 176 1.014
4 Riau 10 2 12 154 1.629
5 Jambi 9 2 11 128 1.406
6 Sumatera Selatan 11 4 15 223 3.126
7 Bengkulu 9 1 10 123 1.448
8 Lampung 12 2 14 206 2.423
9 Kepulauan Bangka Belitung 6 1 7 44 361
10 Kepulauan Riau 5 2 7 59 351
11 DKI Jakarta 1 5 6 44 267
12 Jawa Barat 17 9 26 625 5.863
13 Jawa Tengah 29 6 35 573 8.589
14 DI Yogyakarta 4 1 5 78 438
15 Jawa Timur 29 9 38 662 8.523
16 Banten 4 4 8 154 1.535
17 Bali 8 1 9 57 714
18 Nusa Tenggara Barat 8 2 10 116 962
19 Nusa Tenggara Timur 20 1 21 293 2.925
20 Kalimantan Barat 12 2 14 175 1.958
21 Kalimantan Tengah 13 1 14 131 1.469
22 Kalimantan Selatan 11 2 13 151 1.984
23 Kalimantan Timur 10 4 14 140 1.460
24 Sulawesi Utara 11 4 15 156 1.634
25 Sulawesi Tengah 10 1 11 149 1.740
26 Sulawesi Selatan 21 3 24 304 2.955
27 Sulawesi Tenggara 10 2 12 204 1.971
28 Gorontalo 5 1 6 70 700
29 Sulawesi Barat 5 5 69 570
30 Maluku 9 2 11 77 902
31 Maluku Utara 7 2 9 112 1.062
32 Papua Barat 10 1 11 160 1.373
33 Papua 28 1 29 381 3.997
Indonesia 399 98 497 6.694 77.465
Sumber: Kementerian Dalam Negeri
Lampiran 2.2

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN RASIO JENIS KELAMIN MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

No Provinsi Laki-Laki Perempuan Laki-Laki dan Perempuan Rasio Jenis Kelamin

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Aceh 2.277.892 2.275.323 4.553.215 100


2 Sumatera Utara 6.550.849 6.567.478 13.118.327 100
3 Sumatera Barat 2.434.870 2.474.488 4.909.358 98
4 Riau 2.953.322 2.780.399 5.733.721 106
5 Jambi 1.620.275 1.549.538 3.169.813 105
6 Sumatera Selatan 3.860.359 3.724.004 7.584.363 104
7 Bengkulu 890.868 852.411 1.743.279 105
8 Lampung 3.962.684 3.736.144 7.698.828 106
9 Kepulauan Bangka Belitung 654.217 606.848 1.261.065 108
10 Kepulauan Riau 903.874 857.511 1.761.385 105
11 DKI Jakarta 4.936.618 4.801.679 9.738.297 103
12 Jawa Barat 22.311.424 21.537.996 43.849.420 104
13 Jawa Tengah 16.141.941 16.343.985 32.485.926 99
14 DI Yogyakarta 1.725.318 1.766.353 3.491.671 98
15 Jawa Timur 18.634.165 19.108.191 37.742.356 98
16 Banten 5.587.025 5.335.152 10.922.177 105
17 Bali 2.002.011 1.970.374 3.972.385 102
18 Nusa Tenggara Barat 2.207.584 2.342.962 4.550.546 94
19 Nusa Tenggara Timur 2.372.950 2.405.398 4.778.348 99
20 Kalimantan Barat 2.265.710 2.168.018 4.433.728 105
21 Kalimantan Tengah 1.173.311 1.077.228 2.250.539 109
22 Kalimantan Selatan 1.871.312 1.825.591 3.696.903 103
23 Kalimantan Timur 1.941.526 1.745.114 3.686.640 111
24 Sulawesi Utara 1.173.666 1.124.823 2.298.489 104
25 Sulawesi Tengah 1.375.999 1.309.025 2.685.024 105
26 Sulawesi Selatan 3.967.840 4.156.805 8.124.645 95
27 Sulawesi Tenggara 1.144.091 1.133.773 2.277.864 101
28 Gorontalo 532.952 530.179 1.063.131 101
29 Sulawesi Barat 596.321 592.776 1.189.097 101
30 Maluku 796.299 779.343 1.575.642 102
31 Maluku Utara 543.756 519.431 1.063.187 105
32 Papua Barat 416.629 371.604 788.233 112
33 Papua 1.585.756 1.398.824 2.984.580 113
Indonesia 121.413.414 119.768.768 241.182.182 101
Sumber: Diolah Pusdatin, Kemenkes RI (dengan bimbingan Badan Pusat Statistik) berdasarkan hasil SP 2010
Lampiran 2.3

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA MENURUT KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2011

No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Laki-Laki dan Perempuan

(1) (2) (3) (4) (5)

1 0-4 12.086.387 11.425.945 23.512.851


2 5-9 12.409.963 11.731.840 24.142.336
3 10 - 14 12.087.627 11.427.117 23.515.263
4 15 - 19 10.846.995 10.552.946 21.400.095
5 20 - 24 9.905.359 10.026.204 19.931.296
6 25 - 29 10.704.691 10.726.933 21.431.449
7 30 - 34 10.067.869 9.988.901 20.056.710
8 35 - 39 9.495.536 9.328.693 18.824.269
9 40 - 44 8.422.579 8.356.515 16.779.044
10 45 - 49 7.082.249 7.096.966 14.179.100
11 50 - 54 5.993.781 5.831.296 11.825.162
12 55 - 59 4.621.571 4.248.785 8.870.681
13 60 - 64 2.840.910 3.061.089 5.901.728
14 65 - 69 2.122.754 2.363.517 4.485.989
15 70 - 74 1.370.646 1.716.867 3.087.132
16 75+ 1.354.497 1.885.154 3.239.077
Jumlah 121.413.414 119.768.768 241.182.182
Sumber: Diolah Pusdatin, Kemenkes RI (dengan bimbingan Badan Pusat Statistik) berdasarkan hasil SP 2010
Lampiran 2.4

ESTIMASI JUMLAH LAHIR HIDUP, JUMLAH BAYI (0 TAHUN), JUMLAH BATITA (0-2 TAHUN), JUMLAH ANAK BALITA (1 - 4 TAHUN), JUMLAH BALITA (0 - 4 TAHUN) MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Lahir Hidup Jumlah Bayi (0 tahun) Jumlah Batita (0-2 tahun) Jumlah Anak Balita (1 - 4 tahun) Jumlah Balita (0 - 4 tahun)
No Provinsi
Laki-laki + Laki-laki + Laki-laki + Laki-laki + Laki-laki +
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)

1 Aceh 50.483 47.668 98.151 49.486 46.726 96.212 154.352 145.774 300.126 207.320 195.943 403.263 256.814 242.661 499.475
2 Sumatera Utara 152.522 146.224 298.746 146.457 140.411 286.868 444.403 423.381 867.784 605.082 572.741 1.177.823 751.544 713.147 1.464.691
3 Sumatera Barat 53.824 51.645 105.469 51.684 49.592 101.276 154.466 146.417 300.883 210.517 197.365 407.882 262.233 246.924 509.157
4 Riau 68.048 63.860 131.908 66.022 61.960 127.982 204.927 193.057 397.984 277.678 262.396 540.074 343.712 324.345 668.057
5 Jambi 34.033 32.250 66.283 33.020 31.290 64.310 101.015 95.746 196.761 136.216 129.110 265.326 169.243 160.393 329.636
6 Sumatera Selatan 81.386 77.179 158.565 78.149 74.111 152.260 239.413 226.845 466.258 322.637 304.968 627.605 400.793 379.071 779.864
7 Bengkulu 18.765 17.768 36.533 18.019 17.061 35.080 54.273 51.251 105.524 73.774 69.488 143.262 91.801 86.542 178.343
8 Lampung 81.999 76.560 158.559 78.739 73.516 152.255 233.298 219.509 452.807 305.593 288.853 594.446 384.324 362.374 746.698
9 Kepulauan Bangka Belitung 13.950 13.097 27.047 13.534 12.708 26.242 40.676 38.360 79.036 54.119 51.304 105.423 67.659 64.006 131.665
10 Kepulauan Riau 22.952 21.220 44.172 22.269 20.588 42.857 66.970 62.350 129.320 86.568 81.261 167.829 108.843 101.842 210.685
11 DKI Jakarta 85.401 84.978 170.379 83.714 83.299 167.013 258.822 248.241 507.063 348.805 324.446 673.251 432.415 407.846 840.261
12 Jawa Barat 428.308 405.830 834.138 415.563 393.755 809.318 1.267.226 1.199.527 2.466.753 1.740.385 1.644.969 3.385.354 2.155.961 2.038.713 4.194.674
13 Jawa Tengah 291.123 269.847 560.970 285.371 264.516 549.887 843.241 790.816 1.634.057 1.113.254 1.054.552 2.167.806 1.398.516 1.319.170 2.717.686
14 DI Yogyakarta 27.306 26.001 53.307 26.766 25.488 52.254 81.270 76.678 157.948 106.775 100.188 206.963 133.541 125.676 259.217
15 Jawa Timur 293.807 281.122 574.929 288.002 275.568 563.570 882.895 841.781 1.724.676 1.218.590 1.158.100 2.376.690 1.506.601 1.433.662 2.940.263
16 Banten 108.887 102.790 211.677 104.557 98.703 203.260 325.493 307.084 632.577 450.304 424.456 874.760 554.867 523.155 1.078.022
17 Bali 34.643 31.655 66.298 33.958 31.030 64.988 105.852 97.747 203.599 143.050 133.395 276.445 177.011 164.422 341.433
18 Nusa Tenggara Barat 52.110 48.917 101.027 50.038 46.973 97.011 145.535 137.321 282.856 196.749 186.589 383.338 246.792 233.556 480.348
19 Nusa Tenggara Timur 60.785 57.934 118.719 58.368 55.631 113.999 179.854 171.344 351.198 252.669 240.178 492.847 311.045 295.802 606.847
20 Kalimantan Barat 46.192 43.712 89.904 44.355 41.974 86.329 137.793 130.350 268.143 189.701 179.731 369.432 234.063 221.699 455.762
21 Kalimantan Tengah 22.639 21.385 44.024 22.191 20.963 43.154 70.844 66.965 137.809 99.471 94.025 193.496 121.670 114.980 236.650
22 Kalimantan Selatan 39.384 37.050 76.434 37.818 35.577 73.395 112.452 105.658 218.110 149.363 140.244 289.607 187.189 175.812 363.001
23 Kalimantan Timur 41.756 39.373 81.129 40.931 38.595 79.526 125.796 118.421 244.217 168.129 157.858 325.987 209.066 196.447 405.513
24 Sulawesi Utara 20.688 19.677 40.365 20.071 19.092 39.163 61.584 58.144 119.728 85.376 79.892 165.268 105.462 98.969 204.431
25 Sulawesi Tengah 29.071 27.620 56.691 27.915 26.522 54.437 87.401 82.701 170.102 123.604 116.654 240.258 151.531 143.165 294.696
26 Sulawesi Selatan 83.113 79.201 162.314 79.808 76.052 155.860 241.729 228.914 470.643 331.111 312.061 643.172 410.951 388.080 799.031
27 Sulawesi Tenggara 28.505 27.101 55.606 27.371 26.024 53.395 82.467 78.009 160.476 113.393 106.800 220.193 140.772 132.815 273.587
28 Gorontalo 11.189 10.606 21.795 10.744 10.185 20.929 32.953 31.090 64.043 45.281 42.744 88.025 56.033 52.922 108.955
29 Sulawesi Barat 14.019 13.336 27.355 13.461 12.806 26.267 41.875 39.611 81.486 59.269 55.951 115.220 72.739 68.748 141.487
30 Maluku 19.048 18.323 37.371 18.290 17.595 35.885 57.448 54.789 112.237 80.580 76.069 156.649 98.877 93.657 192.534
31 Maluku Utara 12.494 12.029 24.523 11.997 11.551 23.548 38.372 36.795 75.167 54.669 52.194 106.863 66.672 63.740 130.412
32 Papua Barat 9.898 9.360 19.258 9.504 8.988 18.492 29.723 27.962 57.685 40.535 38.017 78.552 50.044 47.000 97.044
33 Papua 24.600 22.336 46.936 23.868 21.672 45.540 91.654 82.668 174.322 149.952 134.251 284.203 173.787 155.962 329.749
Indonesia 2.362.928 2.237.654 4.600.582 2.292.040 2.170.522 4.462.562 6.996.072 6.615.306 13.611.378 9.540.519 9.006.793 18.547.312 11.832.571 11.177.303 23.009.874

Sumber : Diolah Pusdatin, Kemenkes RI (dengan bimbingan Badan Pusat Statistik) berdasarkan hasil SP 2010
Lampiran 2.5

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN, KELOMPOK UMUR TERTENTU, ANGKA BEBAN TANGGUNGAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Penduduk Usia Muda (<15 Tahun) Jumlah Penduduk Usia Produktif (15-64 Tahun) Jumlah Penduduk Usia non Produktif (65+ Tahun) Angka Beban
No Provinsi Laki-laki + Laki-laki + Laki-laki + Tanggungan
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Perempuan Perempuan Perempuan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 Aceh 747.833 708.127 1.455.960 1.455.258 1.468.014 2.923.272 74.801 99.182 173.983 55,76
2 Sumatera Utara 2.240.897 2.117.146 4.358.043 4.096.514 4.152.012 8.248.526 213.438 298.320 511.758 59,04
3 Sumatera Barat 806.841 758.658 1.565.499 1.515.399 1.548.525 3.063.924 112.630 167.305 279.935 60,23
4 Riau 977.593 921.763 1.899.356 1.904.851 1.783.267 3.688.118 70.878 75.369 146.247 55,46
5 Jambi 496.845 470.701 967.546 1.069.174 1.020.546 2.089.720 54.256 58.291 112.547 51,69
6 Sumatera Selatan 1.178.722 1.114.477 2.293.199 2.538.762 2.442.310 4.981.072 142.875 167.217 310.092 52,26
7 Bengkulu 273.799 258.586 532.385 585.101 558.101 1.143.202 31.968 35.724 67.692 52,49
8 Lampung 1.165.209 1.099.162 2.264.371 2.609.974 2.448.305 5.058.279 187.501 188.677 376.178 52,20
9 Kepulauan Bangka Belitung 190.419 181.023 371.442 442.721 400.666 843.387 21.077 25.159 46.236 49,52
10 Kepulauan Riau 266.263 250.179 516.442 619.696 589.115 1.208.811 17.915 18.217 36.132 45,71
11 DKI Jakarta 1.195.041 1.132.388 2.327.429 3.600.169 3.511.228 7.111.397 141.408 158.063 299.471 36,94
12 Jawa Barat 6.585.567 6.234.060 12.819.627 14.781.345 14.218.537 28.999.882 944.512 1.085.399 2.029.911 51,21
13 Jawa Tengah 4.387.789 4.149.949 8.537.738 10.717.259 10.896.250 21.613.509 1.036.893 1.297.786 2.334.679 50,30
14 DI Yogyakarta 394.263 372.100 766.363 1.184.449 1.207.328 2.391.777 146.606 186.925 333.531 45,99
15 Jawa Timur 4.755.214 4.515.720 9.270.934 12.741.812 13.049.478 25.791.290 1.137.139 1.542.993 2.680.132 46,34
16 Banten 1.684.645 1.582.369 3.267.014 3.762.053 3.584.559 7.346.612 140.327 168.224 308.551 48,67
17 Bali 531.470 496.261 1.027.731 1.349.205 1.332.717 2.681.922 121.336 141.396 262.732 48,12
18 Nusa Tenggara Barat 726.584 690.019 1.416.603 1.384.400 1.541.319 2.925.719 96.600 111.624 208.224 55,54
19 Nusa Tenggara Timur 916.109 865.756 1.781.865 1.343.014 1.415.592 2.758.606 113.827 124.050 237.877 73,22
20 Kalimantan Barat 723.686 687.683 1.411.369 1.463.257 1.399.618 2.862.875 78.767 80.717 159.484 54,87
21 Kalimantan Tengah 358.146 337.802 695.948 782.602 706.361 1.488.963 32.563 33.065 65.628 51,15
22 Kalimantan Selatan 554.737 520.980 1.075.717 1.260.125 1.227.330 2.487.455 56.450 77.281 133.731 48,62
23 Kalimantan Timur 581.689 545.188 1.126.877 1.315.001 1.156.805 2.471.806 44.836 43.121 87.957 49,15
24 Sulawesi Utara 331.038 308.752 639.790 786.174 743.781 1.529.955 56.454 72.290 128.744 50,23
25 Sulawesi Tengah 458.884 432.583 891.467 869.557 826.773 1.696.330 47.558 49.669 97.227 58,28
26 Sulawesi Selatan 1.290.355 1.218.397 2.508.752 2.488.674 2.679.476 5.168.150 188.811 258.932 447.743 57,21
27 Sulawesi Tenggara 411.022 386.583 797.605 693.585 699.743 1.393.328 39.484 47.447 86.931 63,48
28 Gorontalo 174.291 166.023 340.314 341.768 342.758 684.526 16.893 21.398 38.291 55,31
29 Sulawesi Barat 220.382 207.973 428.355 353.564 358.533 712.097 22.375 26.270 48.645 66,99
30 Maluku 294.309 275.082 569.391 471.731 470.719 942.450 30.259 33.542 63.801 67,19
31 Maluku Utara 194.741 183.412 378.153 334.213 320.070 654.283 14.802 15.949 30.751 62,50
32 Papua Barat 139.282 129.651 268.933 270.054 236.003 506.057 7.293 5.950 13.243 55,76
33 Papua 561.101 485.492 1.046.593 1.007.961 900.778 1.908.739 16.694 12.554 29.248 56,36
Indonesia 35.814.766 33.804.045 69.618.811 80.139.422 79.236.617 159.376.039 5.459.226 6.728.106 12.187.332 51,33
Sumber: Diolah Pusdatin, Kemenkes RI (dengan bimbingan Badan Pusat Statistik) berdasarkan hasil SP 2010
Lampiran 2.6

ESTIMASI JUMLAH WANITA USIA SUBUR (15 - 49 TAHUN), WUS IMUNISASI (15 - 39 TAHUN), IBU HAMIL, IBU BERSALIN
DAN IBU NIFAS MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Wanita Usia Subur (15 Jumlah WUS Imunisasi


No Provinsi Jumlah Ibu Hamil Jumlah Ibu Bersalin Jumlah Ibu Nifas
- 49 tahun) (15 - 39 tahun)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Aceh 1.264.604 1.013.076 107.966 103.058 103.058


2 Sumatera Utara 3.493.921 2.712.727 328.621 313.684 313.684
3 Sumatera Barat 1.262.075 967.878 116.016 110.743 110.743
4 Riau 1.578.619 1.275.233 145.098 138.503 138.503
5 Jambi 880.979 698.265 72.911 69.597 69.597
6 Sumatera Selatan 2.082.460 1.638.427 174.421 166.493 166.493
7 Bengkulu 481.918 380.040 40.186 38.359 38.359
8 Lampung 2.075.938 1.605.805 174.415 166.487 166.487
9 Kepulauan Bangka Belitung 339.831 270.427 29.752 28.400 28.400
10 Kepulauan Riau 534.847 454.985 48.589 46.380 46.380
11 DKI Jakarta 3.030.042 2.404.767 187.417 178.898 178.898
12 Jawa Barat 11.964.224 9.254.411 917.553 875.846 875.846
13 Jawa Tengah 8.723.905 6.354.491 617.067 589.019 589.019
14 DI Yogyakarta 952.212 692.117 58.637 55.972 55.972
15 Jawa Timur 10.431.303 7.582.038 632.421 603.675 603.675
16 Banten 3.156.181 2.527.302 232.844 222.260 222.260
17 Bali 1.086.370 808.435 72.928 69.613 69.613
18 Nusa Tenggara Barat 1.302.024 1.029.107 111.130 106.079 106.079
19 Nusa Tenggara Timur 1.178.534 912.551 130.591 124.655 124.655
20 Kalimantan Barat 1.191.790 942.164 98.894 94.399 94.399
21 Kalimantan Tengah 620.992 498.794 48.426 46.225 46.225
22 Kalimantan Selatan 1.051.079 818.853 84.077 80.255 80.255
23 Kalimantan Timur 1.019.741 807.543 89.242 85.186 85.186
24 Sulawesi Utara 600.131 446.429 44.401 42.383 42.383
25 Sulawesi Tengah 706.679 555.388 62.360 59.525 59.525
26 Sulawesi Selatan 2.220.137 1.713.545 178.545 170.429 170.429
27 Sulawesi Tenggara 602.779 484.985 61.167 58.387 58.387
28 Gorontalo 288.509 224.301 23.975 22.885 22.885
29 Sulawesi Barat 306.389 244.831 30.090 28.722 28.722
30 Maluku 398.491 315.903 41.108 39.239 39.239
31 Maluku Utara 276.927 224.500 26.975 25.749 25.749
32 Papua Barat 210.314 171.295 21.184 20.221 20.221
33 Papua 833.801 685.782 51.630 49.283 49.283
Indonesia 66.147.746 50.716.395 5.060.637 4.830.609 4.830.609
Sumber: Diolah Pusdatin, Kemenkes RI (dengan bimbingan Badan Pusat Statistik) berdasarkan hasil SP 2010
Lampiran 2.7

ESTIMASI JUMLAH ANAK PRA SEKOLAH, JUMLAH ANAK USIA KELAS 1 SD/SETINGKAT, DAN JUMLAH ANAK USIA SD/SETINGKAT MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Anak Prasekolah (5-6 tahun) Jumlah Anak Usia Kelas 1 SD/Setingkat (7 Tahun) Jumlah Anak Usia SD/Setingkat (7 - 12 Tahun)
No Provinsi Laki-laki + Laki-laki + Laki-laki +
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Perempuan Perempuan Perempuan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1 Aceh 95.031 89.945 184.976 49.135 46.508 95.643 298.726 282.727 581.453
2 Sumatera Utara 303.007 285.086 588.093 151.699 142.618 294.317 895.520 842.437 1.737.957
3 Sumatera Barat 108.731 101.264 209.995 54.604 50.920 105.524 328.898 308.083 636.981
4 Riau 136.469 128.923 265.392 66.891 63.084 129.975 380.426 358.444 738.870
5 Jambi 66.711 63.131 129.842 33.578 31.750 65.328 197.941 187.332 385.273
6 Sumatera Selatan 159.070 149.476 308.546 79.568 74.715 154.283 467.522 441.894 909.416
7 Bengkulu 36.599 34.378 70.977 18.263 17.164 35.427 109.767 103.681 213.448
8 Lampung 148.253 139.472 287.725 75.751 71.093 146.844 471.387 445.576 916.963
9 Kepulauan Bangka Belitung 26.144 24.907 51.051 13.050 12.444 25.494 73.870 70.534 144.404
10 Kepulauan Riau 39.033 36.936 75.969 18.199 17.204 35.403 93.507 87.824 181.331
11 DKI Jakarta 163.514 151.860 315.374 81.817 76.813 158.630 461.660 433.911 895.571
12 Jawa Barat 877.834 827.917 1.705.751 449.835 424.344 874.179 2.678.772 2.536.066 5.214.838
13 Jawa Tengah 555.681 528.086 1.083.767 290.009 274.976 564.985 1.810.099 1.715.479 3.525.578
14 DI Yogyakarta 50.853 48.021 98.874 25.952 24.599 50.551 156.283 147.304 303.587
15 Jawa Timur 614.347 582.509 1.196.856 320.920 304.128 625.048 1.967.244 1.862.661 3.829.905
16 Banten 220.262 207.119 427.381 113.017 106.089 219.106 687.146 643.405 1.330.551
17 Bali 71.115 66.721 137.836 36.557 34.275 70.832 216.971 203.295 420.266
18 Nusa Tenggara Barat 93.201 88.623 181.824 48.384 45.942 94.326 293.265 278.295 571.560
19 Nusa Tenggara Timur 132.603 125.123 257.726 64.110 60.310 124.420 363.787 342.404 706.191
20 Kalimantan Barat 98.701 93.984 192.685 50.796 48.422 99.218 298.539 283.785 582.324
21 Kalimantan Tengah 49.498 46.658 96.156 25.207 23.728 48.935 144.605 136.239 280.844
22 Kalimantan Selatan 74.888 70.313 145.201 38.802 36.425 75.227 223.827 209.945 433.772
23 Kalimantan Timur 80.638 75.317 155.955 39.930 37.257 77.187 225.181 210.794 435.975
24 Sulawesi Utara 47.313 43.751 91.064 23.596 21.791 45.387 135.110 125.606 260.716
25 Sulawesi Tengah 66.801 63.015 129.816 33.300 31.407 64.707 187.872 176.687 364.559
26 Sulawesi Selatan 171.610 161.516 333.126 89.600 84.371 173.971 541.652 509.977 1.051.629
27 Sulawesi Tenggara 57.398 53.895 111.293 28.274 26.528 54.802 163.999 153.606 317.605
28 Gorontalo 25.271 24.117 49.388 12.264 11.749 24.013 70.735 67.517 138.252
29 Sulawesi Barat 31.088 29.458 60.546 15.659 14.844 30.503 90.144 84.778 174.922
30 Maluku 41.549 38.637 80.186 20.595 19.074 39.669 118.906 110.213 229.119
31 Maluku Utara 28.121 26.623 54.744 13.593 12.804 26.397 76.860 71.719 148.579
32 Papua Barat 19.856 18.618 38.474 9.456 8.853 18.309 53.947 49.915 103.862
33 Papua 75.882 66.917 142.799 39.158 34.119 73.277 243.490 206.447 449.937
Indonesia 4.767.072 4.492.316 9.259.388 2.431.569 2.290.348 4.721.917 14.527.658 13.688.580 28.216.238
Sumber: Diolah Pusdatin, Kemenkes RI (dengan bimbingan Badan Pusat Statistik) berdasarkan hasil SP 2010
Lampiran 2.8

DISTRIBUSI PENGELUARAN MENURUT KELOMPOK BARANG MAKANAN DAN NON MAKANAN PER KAPITA SEBULAN
PERKOTAAN DAN PERDESAAN TAHUN 2010

Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan (Rp)


No Kelompok Barang Kurang dari 100.000 - 150.000 - 200.000 - 300.000 - 500.000 - 750.000 - 1.000.000 dan Rata-rata per
100.000 149.000 199.999 299.999 499.999 749.999 999.999 lebih Kapita
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

A Makanan
1 Padi-padian 28,40 26,95 23,96 19,22 13,60 8,87 6,27 2,91 9,33
2 Umbi-umbian 3,19 2,02 1,38 0,92 0,63 0,46 0,35 0,18 0,47
3 Ikan 3,97 4,66 4,89 5,27 5,56 5,18 4,31 2,44 4,36
4 Daging 0,27 0,45 0,72 1,06 1,68 2,30 2,38 1,76 1,84
5 Telur dan Susu 0,30 2,02 2,39 2,78 3,40 3,97 4,03 2,98 3,39
6 Sayur-sayuran 6,04 6,27 6,10 5,85 5,33 4,31 3,39 1,73 3,88
7 Kacang-kacangan 2,25 3,06 3,16 3,07 2,48 1,81 1,34 0,67 1,74
8 Buah-buahan 1,24 1,02 1,20 1,29 1,57 1,86 2,00 1,80 1,72
9 Minyak dan Lemak 4,17 3,78 3,52 3,23 2,71 2,06 1,56 0,79 1,93
10 Bahan Minuman 4,17 3,91 3,72 3,53 3,05 2,39 1,90 1,12 2,26
11 Bumbu-bumbuan 2,43 2,10 1,98 1,84 1,58 1,21 0,93 0,47 1,13
12 Konsumsi Lainnya 1,68 1,94 2,16 2,21 2,14 1,88 1,61 1,05 1,71
13 Makanan dan Minuman Jadi 3,56 4,74 6,35 8,12 10,05 12,26 14,76 17,40 12,99
14 Minuman Beralkohol 0,13 0,08 0,07 0,08 0,08 0,08 0,07 0,14 0,10
15 Tembakau dan Sirih 5,84 5,63 6,42 7,39 7,88 7,25 6,23 4,04 6,33
Jumlah Makanan 68,64 68,62 68,00 65,87 61,74 55,89 51,15 39,49 53,18

Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan (Rp)

No Kelompok Barang Kurang dari 100.000 - 150.000 - 200.000 - 300.000 - 500.000 - 750.000 - 1.000.000 dan Rata-rata per
100.000 149.000 199.999 299.999 499.999 749.999 999.999 lebih Kapita
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

B Bukan Makanan
1 Perumahan dan Fasilitasnya 16,25 16,37 16,35 17,16 19,15 21,96 24,02 28,41 22,82
2 Barang dan Jasa 5,14 5,49 5,84 6,75 7,91 9,14 9,98 11,87 9,43
3 Biaya Pendidikan 3,21 3,05 2,93 2,78 2,70 2,85 3,22 4,76 3,42
4 Biaya Kesehatan 1,30 1,45 1,59 1,75 2,06 2,37 2,66 3,23 2,50
5 Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala 3,26 3,20 3,38 3,36 3,20 3,01 2,88 2,50 2,93
6 Barang Tahan Lama 1,11 0,67 0,74 0,97 1,55 2,59 3,50 5,65 3,14
7 Pajak dan Asuransi 0,52 0,58 0,69 0,84 1,04 1,34 1,68 2,85 1,69
8 Keperluan Pesta dan Upacara 0,58 0,56 0,48 0,52 0,66 0,85 0,92 1,24 0,89
Jumlah Bukan Makanan 31,36 31,38 32,00 34,13 38,26 44,11 48,85 60,51 46,82
Sumber : Susenas 2010, BPS
Lampiran 2.9

GARIS KEMISKINAN, JUMLAH PENDUDUK MISKIN, DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 1996 - 2011

Garis Kemiskinan (Rp/Bulan/Kapita) Jumlah Penduduk Miskin (dalam Ribuan) Persentase Penduduk Miskin
No Tahun Kota Desa Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota + Desa
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

1 1996 42.032 31.366 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47


2 1998 96.959 72.780 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,23
3 1999 92.409 74.272 15,64 32,33 47,97 19,41 26,08 23,43
4 2000 91.632 73.648 12,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19,14
5 2001 100.011 80.382 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41
6 2002 130.499 96.512 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20
7 2003 138.803 105.888 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42
8 2004 143.455 108.725 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66
9 2005 150.799 117.259 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97
10 2006 174.290 130.584 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75
11 2007 187.942 146.837 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58
12 2008 204.896 161.831 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42
13 2009 222.123 179.835 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15
14 2010 232.989 192.354 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33
15 2011 253.016 213.395 11,05 18,97 30,02 9,23 15,72 12,49
Sumber : Susenas Maret 2011, BPS
Lampiran 2.10

GARIS KEMISKINAN, JUMLAH, DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI DAERAH PERKOTAAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2010-2011

Jumlah Penduduk Miskin (dalam


Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Persentase Penduduk Miskin
No Provinsi Ribuan)
2010 2011 2010 2011 2010 2011
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Aceh 308.306 333.355 173,4 176,0 14,7 13,7


2 Sumatera Utara 247.547 271.713 689,0 691,1 11,3 10,7
3 Sumatera Barat 262.173 293.018 106,2 140,5 6,8 7,4
4 Riau 276.627 306.504 208,9 141,9 7,2 6,4
5 Jambi 262.826 294.522 110,8 108,2 11,8 11,2
6 Sumatera Selatan 258.304 275.006 471,2 409,1 16,7 15,1
7 Bengkulu 255.762 284.337 117,2 95,3 18,8 17,7
8 Lampung 236.098 270.303 301,7 241,9 14,3 12,3
9 Kepulauan Bangka Belitung 289.644 323.328 21,9 25,3 4,4 4,1
10 Kepulauan Riau 321.668 350.828 67,1 106,4 7,9 7,3
11 DKI Jakarta 331.169 355.480 312,2 363,4 3,5 3,7
12 Jawa Barat 212.210 228.401 2.350,5 2.654,7 9,4 9,3
13 Jawa Tengah 205.606 222.430 2.258,9 2.092,5 14,3 14,1
14 DI Yogyakarta 240.282 265.752 308,4 304,3 14,0 13,2
15 Jawa Timur 213.383 234.546 1.873,5 1.768,2 10,6 9,9
16 Banten 220.771 236.672 318,3 335,5 5,5 4,6
17 Bali 222.868 248.431 83,6 93,0 4,0 3,9
18 Nusa Tenggara Barat 223.784 244.960 552,6 448,1 28,2 23,7
19 Nusa Tenggara Timur 241.807 267.669 107,4 117,0 13,6 12,5
20 Kalimantan Barat 207.884 225.245 83,4 84,5 6,3 6,3
21 Kalimantan Tengah 220.658 244.312 33,2 29,4 4,0 3,9
22 Kalimantan Selatan 230.712 256.850 65,8 59,5 4,0 3,8
23 Kalimantan Timur 307.479 339.392 79,2 92,1 4,0 4,1
24 Sulawesi Utara 202.469 220.805 76,4 77,3 7,8 7,5
25 Sulawesi Tengah 231.225 263.326 54,2 61,9 9,8 9,5
26 Sulawesi Selatan 186.693 200.781 119,2 137,0 4,7 4,6
27 Sulawesi Tenggara 177.787 194.234 22,2 29,8 4,1 4,8
28 Gorontalo 180.606 194.161 17,8 19,3 6,3 5,4
29 Sulawesi Barat 182.206 196.261 33,7 29,7 9,7 10,8
30 Maluku 249.895 265.475 36,3 59,6 10,2 10,2
31 Maluku Utara 238.533 251.429 7,6 8,1 2,7 2,8
32 Papua Barat 319.170 342.709 9,6 10,8 5,7 6,0
33 Papua 298.285 314.606 26,2 35,3 5,5 4,6
Indonesia 232.988 253.016 11.097,8 11.046,8 9,9 9,2
Sumber : Susenas Maret 2011, BPS
Lampiran 2.11

GARIS KEMISKINAN, JUMLAH, DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI DAERAH PERDESAAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2010 - 2011

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) (dalam


Jumlah Penduduk Miskin (dalam Ribuan) Persentase Penduduk Miskin
No Provinsi Ribuan)
2010 2011 2010 2011 2010 2011
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Aceh 266,3 292,1 688,5 718,8 23,5 21,9


2 Sumatera Utara 201,8 222,2 801,9 790,2 11,3 11,9
3 Sumatera Barat 214,5 241,9 323,8 301,6 10,9 10,1
4 Riau 235,3 267,0 291,3 340,1 10,2 9,8
5 Jambi 293,8 219,1 130,8 164,5 6,7 7,5
6 Sumatera Selatan 196,6 214,7 654,5 665,7 14,7 13,7
7 Bengkulu 209,6 236,0 207,7 208,3 18,1 17,4
8 Lampung 190,0 222,5 1.178,2 1.056,8 20,7 18,5
9 Kepulauan Bangka Belitung 283,3 323,9 45,9 46,7 8,5 7,4
10 Kepulauan Riau 265,3 291,7 62,6 23,2 8,2 7,6
11 DKI Jakarta - - - - - -
12 Jawa Barat 185,3 204,2 2.423,2 1.993,9 13,9 13,3
13 Jawa Tengah 180,0 198,8 3.110,2 3.014,8 18,7 17,1
14 DI Yogyakarta 195,4 217,9 268,9 256,5 22,0 21,8
15 Jawa Timur 185,9 206,3 3.655,8 3.588,0 29,7 18,2
16 Banten 188,7 206,6 439,9 355,0 10,4 9,7
17 Bali 188,1 210,1 91,3 73,3 6,0 4,6
18 Nusa Tenggara Barat 176,3 194,5 456,7 446,6 16,8 16,9
19 Nusa Tenggara Timur 160,7 181,7 906,7 895,9 25,1 23,4
20 Kalimantan Barat 182,3 198,9 345,3 295,6 10,1 9,6
21 Kalimantan Tengah 232,8 240,1 131,0 117,5 8,2 7,9
22 Kalimantan Selatan 196,8 225,2 116,2 135,2 5,7 6,3
23 Kalimantan Timur 248,6 279,9 163,8 155,8 13,7 11,2
24 Sulawesi Utara 158,1 206,2 130,4 117,6 10,1 9,4
25 Sulawesi Tengah 195,8 226,5 420,8 361,7 20,3 17,9
26 Sulawesi Selatan 151,9 167,9 794,3 695,9 14,9 13,6
27 Sulawesi Tenggara 161,5 176,8 378,5 300,2 20,9 18,2
28 Gorontalo 167,2 183,6 192,1 179,0 30,9 25,7
29 Sulawesi Barat 165,9 183,0 107,6 135,2 15,5 14,8
30 Maluku 217,6 233,1 342,3 300,7 33,9 30,5
31 Maluku Utara 202,2 215,4 83,4 89,2 12,3 11,6
32 Papua Barat 287,5 311,7 246,7 239,1 43,5 39,6
33 Papua 247,6 262,6 735,4 909,5 46,0 41,6
Indonesia 192,4 213,4 19.925,6 18.972,2 16,6 15,7
Sumber : Susenas Maret 2011, BPS
Lampiran 2.12

JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MENURUT PROVINSI DAN TIPE DAERAH TAHUN 2009 - 2011

Maret Tahun 2009 Maret Tahun 2010 Maret Tahun 2011 September Tahun 2011
Perkotaan + Perkotaan + Perkotaan + Perkotaan +
Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan
No Provinsi
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
% % % % % % % % % % % %
(ribu) (ribu) (ribu) (ribu) (ribu) (ribu) (ribu) (ribu) (ribu) (ribu) (ribu) (ribu)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

1 Aceh 182,10 15,44 710,68 24,37 892,78 21,80 173,37 14,65 688,5 23,54 861,9 20,98 176,02 13,69 718,78 21,87 894,80 19,57 169,30 13,03 730,89 22,01 900,19 19,48

2 Sumatera Utara 688,04 11,45 811,64 11,56 1499,68 11,51 689,00 11,34 801,9 11,29 1490,9 11,31 691,13 10,75 790,18 11,89 1.481,31 11,33 652,09 10,10 769,35 11,53 1.421,44 10,83

3 Sumatera Barat 115,78 7,50 313,48 10,00 429,26 9,54 106,18 6,84 323,8 10,88 430,0 9,50 140,49 7,42 301,59 10,07 442,08 9,04 145,01 7,61 296,79 9,85 441,80 8,99

4 Riau 225,60 8,04 301,89 10,93 527,49 9,48 208,92 7,17 291,3 10,15 500,3 8,65 141,92 6,37 340,13 9,83 482,05 8,47 136,10 6,01 336,35 9,56 472,45 8,17

5 Jambi 117,29 12,71 132,41 6,88 249,70 8,77 110,82 11,80 130,8 6,67 241,6 8,34 108,17 11,19 164,51 7,53 272,68 8,65 97,26 9,95 154,53 6,99 251,79 7,90

6 Sumatera Selatan 470,03 16,93 697,85 15,87 1167,88 16,28 471,22 16,73 654,5 14,67 1125,7 15,47 409,15 15,15 665,66 13,73 1.074,81 14,24 407,42 14,94 654,45 13,39 1.061,87 13,95

7 Bengkulu 117,60 19,16 206,53 18,28 324,13 18,59 117,21 18,75 207,7 18,05 324,9 18,30 95,28 17,74 208,33 17,39 303,61 17,50 88,19 16,30 215,16 17,83 303,35 17,36

8 Lampung 349,31 16,78 1208,97 21,49 1558,00 20,22 301,73 14,30 1178,2 20,65 1479,9 18,94 241,94 12,27 1.056,77 18,54 1.298,71 16,93 224,23 11,32 1.053,70 18,39 1.277,93 16,58

9 Kepulauan Bangka Belitung 28,78 5,86 47,85 8,93 76,63 7,46 21,85 4,39 45,9 8,45 67,8 6,51 25,32 4,11 46,74 7,35 72,06 5,75 20,96 3,35 44,59 6,91 65,55 5,16

10 Kepulauan Riau 62,58 7,63 65,63 8,98 128,21 8,27 67,08 7,87 62,6 8,24 129,7 8,05 106,35 7,35 23,21 7,65 129,56 7,40 104,78 7,09 17,72 5,46 122,50 6,79

11 DKI Jakarta 323,17 3,62 - - 323,00 3,62 312,18 3,48 - - 312,2 3,48 363,42 3,75 0,00 0,00 363,42 3,75 355,20 3,64 0,00 0,00 355,20 3,64

12 Jawa Barat 2531,37 10,33 2452,20 14,28 4983,57 11,96 2350,53 9,43 2423,2 13,88 4773,7 11,27 2654,69 9,26 1.993,93 13,32 4.648,62 10,65 2.628,35 9,09 2.022,45 13,39 4.650,80 10,57

13 Jawa Tengah 2420,94 15,41 3304,75 19,89 5725,69 17,72 2258,94 14,33 3110,2 18,66 5369,2 16,56 2092,51 14,12 3.014,85 17,14 5.107,36 15,76 2.175,82 14,67 3.080,17 17,50 5.255,99 16,21

14 DI Yogyakarta 311,47 14,25 274,31 22,60 585,78 17,23 308,36 13,98 268,9 21,95 577,3 16,83 304,34 13,16 256,55 21,82 560,89 16,08 298,92 12,88 265,31 22,57 564,23 16,14

15 Jawa Timur 2148,51 12,17 3874,07 21,00 6022,58 16,68 1873,55 10,58 3655,8 19,74 5529,3 15,26 1768,23 9,87 3.587,98 18,19 5.356,21 14,23 1.734,31 9,66 3.493,00 17,66 5.227,31 13,85

16 Banten 348,74 5,62 439,33 10,70 788,07 7,64 318,29 4,99 439,9 10,44 758,2 7,16 335,53 4,61 354,96 9,75 690,49 6,32 335,12 4,54 355,75 9,74 690,87 6,26

17 Bali 92,06 4,50 89,66 5,98 181,72 5,13 83,62 4,04 91,3 6,02 174,9 4,88 92,95 3,91 73,28 4,65 166,23 4,20 100,86 4,20 82,27 5,17 183,13 4,59

18 Nusa Tenggara Barat 557,54 28,84 493,41 18,40 1050,95 22,78 552,62 28,16 456,7 16,78 1009,4 21,55 448,14 23,67 446,63 16,90 894,77 19,73 445,23 23,42 450,96 16,99 896,19 19,67

19 Nusa Tenggara Timur 109,41 14,01 903,74 25,35 1013,15 23,31 107,38 13,57 906,7 25,10 1014,1 23,03 117,04 12,50 895,57 23,36 1.012,61 21,23 99,23 10,47 887,27 22,93 986,50 20,48

20 Kalimantan Barat 93,98 7,23 340,79 10,09 434,77 9,30 83,43 6,31 345,3 10,06 428,8 9,02 84,47 6,33 295,64 9,59 380,11 8,60 89,89 6,70 286,24 9,25 376,13 8,48

21 Kalimantan Tengah 35,78 4,45 130,08 8,34 165,86 7,02 33,23 4,03 131,0 8,19 164,2 6,77 29,36 3,91 117,54 7,89 146,90 6,56 28,29 3,74 121,73 8,10 150,02 6,64

22 Kalimantan Selatan 68,76 4,82 107,21 5,33 175,97 5,12 65,76 4,54 116,2 5,69 182,0 5,21 59,47 3,84 135,15 6,34 194,62 5,29 59,96 3,83 138,66 6,45 198,62 5,35

23 Kalimantan Timur 77,06 4,00 162,16 13,86 239,22 7,73 79,24 4,02 163,8 13,66 243,0 7,66 92,14 4,06 155,77 11,21 247,91 6,77 87,90 3,80 159,23 11,26 247,13 6,63

24 Sulawesi Utara 79,25 8,14 140,31 11,05 219,56 9,79 76,38 7,75 130,4 10,14 206,7 9,10 77,25 7,46 117,65 9,37 194,90 8,51 78,14 7,51 116,58 9,25 194,72 8,46

25 Sulawesi Tengah 54,67 10,09 435,17 21,35 489,84 18,98 54,22 9,82 420,8 20,26 475,0 18,07 61,90 9,46 361,74 17,89 423,64 15,83 65,90 10,05 366,17 17,96 432,07 16,04

26 Sulawesi Selatan 124,50 4,94 839,06 15,81 963,56 12,31 119,18 4,70 794,3 14,88 913,4 11,60 137,02 4,61 695,89 13,57 832,91 10,29 133,58 4,48 701,93 13,63 835,51 10,27

27 Sulawesi Tenggara 26,19 4,96 408,15 23,11 434,34 18,93 22,18 4,10 378,5 20,92 400,7 17,05 29,84 4,80 300,17 18,24 330,01 14,56 28,33 4,51 305,95 18,43 334,28 14,61

28 Gorontalo 22,19 7,89 202,43 32,82 224,62 25,01 17,84 6,29 192,1 30,89 209,9 23,19 19,29 5,37 178,98 25,65 198,27 18,75 14,76 4,06 177,64 25,21 192,40 18,02

29 Sulawesi Barat 43,51 12,59 114,72 16,65 158,23 15,29 33,73 9,70 107,6 15,52 141,3 13,58 29,68 10,77 135,19 14,83 164,87 13,89 33,44 12,21 129,74 14,06 163,18 13,64

30 Maluku 38,77 11,03 341,24 34,30 380,01 28,23 36,35 10,20 342,3 33,94 378,6 27,74 59,60 10,24 300,72 30,54 360,32 23,00 56,49 9,59 299,92 30,03 356,40 22,45

31 Maluku Utara 8,72 3,10 89,27 13,42 97,99 10,36 7,64 2,66 83,4 12,28 91,1 9,42 8,09 2,80 89,22 11,58 97,31 9,18 8,55 2,95 98,53 12,61 107,08 10,00

32 Papua Barat 8,55 5,22 248,29 44,71 256,84 35,71 9,59 5,73 246,7 43,48 256,3 34,88 10,78 6,05 239,06 39,56 249,84 31,92 13,62 5,71 213,49 38,30 227,12 28,53

33 Papua 28,19 6,10 732,16 46,81 760,35 37,53 26,18 5,55 735,4 46,02 761,6 36,80 35,27 4,60 909,53 41,58 944,80 31,98 37,35 4,75 909,05 40,53 946,39 31,24
Indonesia 11.910,53 10,72 20.619,44 17,35 32.529,97 14,15 11.097,77 9,87 19.925,62 16,56 31.023 13,33 11.046,75 9,23 18.972,18 15,72 30.018,93 12,49 10.954,58 9,09 18.935,56 15,59 29.890,14 12,36

Sumber : Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, BPS


Lampiran 2.13.1

INDIKATOR PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN 2006 - 2010

No Indikator 2006 2007 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

I Partisipasi Pendidikan Formal

1 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7-12 th 97,39 97,60 97,83 97,95 97,96
2 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 th 84,08 84,26 84,41 85,43 86,11
3 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 16-18 th 53,92 54,61 54,70 55,05 55,83
4 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 19-24 th 11,38 12,20 12,43 12,66 13,67
5 Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI 109,96 110,35 109,41 110,35 111,63
6 Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs 81,87 82,03 81,38 81,09 80,35
7 Angka Partisipasi Kasar (APK) SM/MA 56,69 56,71 57,42 62,37 62,53
8 Angka Partisipasi Kasar (APK) PT 12,16 13,31 14,42 14,59 16,35
9 Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI 93,54 93,75 93,99 94,37 94,72
10 Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs 66,52 66,64 66,98 67,40 67,62
11 Angka Partisipasi Murni (APM) SM/MA 43,77 44,56 44,75 45,06 45,48
12 Angka Partisipasi Murni (APM) PT 8,87 9,64 10,07 10,30 11,01
II Partisipasi Pendidikan Formal dan Non Formal **

1 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7-12 th * 97,64 97,88 97,95 98,02


2 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 th * 84,65 84,89 85,47 86,24
3 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 16-18 th * 55,49 55,50 55,16 56,01
4 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 19-24 th * 13,08 13,29 12,72 13,77
5 Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI/Paket A * 112,19 111,12 110,42 111,68
6 Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/Paket B * 86,37 86,86 81,25 80,59
7 Angka Partisipasi Kasar (APK) SM/MA/Paket C * 59,46 59,06 62,55 62,85
8 Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/Paket A * 93,78 93,99 94,37 94,76
9 Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs/Paket B * 66,90 67,39 67,43 67,73
10 Angka Partisipasi Murni (APM) SM/MA/Paket C * 44,84 44,97 45,11 45,59
Sumber: Susenas 2003-2010, BPS

Keterangan : * data tidak tersedia

** Pendidikan non formal yang dicakup adalah paket A setara SD/MI, paket B setara SMP/MTs dan paket C setara SM/SMK/MA
Lampiran 2.13.2

INDIKATOR PENDIDIKAN DI INDONESIA (LANJUTAN) TAHUN 2006 - 2010

No Indikator 2006 2007 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

I Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk 15 Tahun ke Atas

Tidak/belum sekolah 8,34 8,59 8,24 7,50 7,28


Tidak tamat SD 14,99 14,42 14,98 14,86 12,74
SD/sederajat 31,0 30,43 29,08 29,31 29,72
SMP/sederajat 19,88 19,83 20,23 19,85 20,57
SM +/sederajat 25,78 26,73 27,46 28,49 29,69
II Rata-rata Lama Sekolah Penduduk 15 tahun ke Atas 7,44 7,47 7,52 7,72 7,92
III Partisipasi Pra Sekolah (sedang)

Usia 3-4 tahun 15,23 12,26 13,45 17,15 19,41


Usia 5-6 tahun 23,74 21,83 27,07 27,22 27,18
Usia 3-6 tahun 19,53 16,71 20,23 22,04 23,22
IV Partisipasi Pra Sekolah (pernah + sedang)

Usia 3-4 tahun 15,23 14,68 16,09 20,19 22,59


Usia 5-6 tahun 37,77 37,57 41,78 49,41 53,38
Usia 3-6 tahun 26,64 25,32 28,87 34,39 37,67
V Buta Huruf

Angka Buta Huruf 10 tahun + 7,61 7,26 6,95 6,59 6,34


Angka Buta Huruf 15 tahun + 8,55 8,13 7,81 7,42 7,09
Angka Buta Huruf 15-44 tahun 2,89 2,96 1,95 1,80 1,71
Angka Buta Huruf 45 tahun + 21,09 18,94 19,59 18,68 18,25
Sumber: Susenas 2003-2010, BPS
Lampiran 2.14

PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 5 TAHUN KE ATAS


MENURUT GOLONGAN UMUR DAN STATUS SEKOLAH TAHUN 2010

Perkotaan + Perdesaan
No Golongan Umur Tidak/Belum
Masih Sekolah Tidak sekolah Lagi
Pernah Sekolah
(1) (2) (3) (4) (5)

1 5 - 9 22,38 77,39 0,24

2 10 - 14 0,82 94,77 4,41

3 15 - 19 0,94 55,01 44,05

4 20 - 24 1,22 12,12 86,66

5 25 - 29 1,56 2,01 96,44

6 30 - 34 2,0 0,72 97,28

7 35 - 39 2,82 0,52 96,66

8 40 - 44 5,10 0,51 94,39

9 45+ 17,84 0,81 81,99


Total 8,21 25,19 66,59

Sumber: Susenas 2010, BPS

Keterangan: termasuk pendidikan nonformal (Paket A, Paket B, dan Paket C)


Lampiran 2.15

ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS) PENDIDIKAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2006 - 2010

2006 2007* 2008* 2009* 2010*


No Provinsi 7 - 12 13-15 16-18 19-24 7 - 12 13-15 16-18 19-24 7 - 12 13-15 16-18 19-24 7 - 12 13-15 16-18 19-24 7 - 12 13-15 16-18 19-24
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22)

1 Aceh 98,88 93,83 72,43 20,95 98,95 94,06 72,79 23,60 99,03 94,15 72,73 23,13 99,07 94,31 72,74 22,82 99,19 94,99 73,53 24,11
2 Sumatera Utara 98,19 90,62 65,09 13,22 98,37 90,73 65,87 14,42 98,66 91,10 65,87 14,60 98,70 91,43 66,34 14,68 98,90 92,26 66,94 15,65
3 Sumatera Barat 97,71 88,45 64,29 18,29 97,78 88,52 65,35 20,88 98,07 88,70 65,73 21,22 98,02 88,79 65,25 20,58 98,24 89,51 65,65 21,26
4 Riau 97,68 91,15 62,87 12,33 97,94 91,14 63,92 13,44 98,36 91,83 64,11 13,77 98,55 91,58 63,92 13,14 98,75 92,09 64,54 14,02
5 Kepulauan Riau 97,78 90,36 63,24 5,96 97,88 91,34 64,26 7,58 98,31 91,10 64,62 10,99 98,95 91,26 64,62 7,07 99,35 92,16 66,56 8,64
6 Jambi 97,20 83,77 53,75 10,41 97,28 84,53 55,39 12,31 97,59 84,78 55,72 12,77 98,11 85,10 55,13 11,83 98,27 85,56 56,11 12,81
7 Sumatera Selatan 96,84 83,43 52,77 10,35 97,55 84,26 54,43 12,04 97,88 84,55 54,27 12,30 97,80 84,65 54,12 11,61 98,00 85,41 54,79 12,07
8 Kep Bangka Belitung 96,26 79,04 44,95 6,07 96,30 80,38 46,90 8,41 96,76 79,71 47,31 8,75 96,90 79,98 46,70 8,25 97,10 80,59 47,51 8,90
9 Bengkulu 98,10 86,75 58,77 14,77 98,25 86,93 59,00 16,46 98,38 87,42 58,64 16,07 98,53 87,47 58,80 15,97 98,67 88,25 59,63 16,95
10 Lampung 97,77 84,14 49,47 7,26 97,90 84,99 50,02 8,71 98,26 85,10 50,69 9,06 98,53 85,92 50,44 8,97 98,71 86,62 51,34 9,82
11 DKI Jakarta 98,46 90,16 60,26 15,84 98,73 90,53 61,49 17,18 98,82 90,53 61,86 17,75 99,06 90,75 61,53 17,23 99,16 91,45 61,99 17,91
12 Jawa Barat 97,64 79,70 45,62 8,88 97,84 80,36 47,57 10,20 98,24 81,00 47,58 10,54 98,22 81,85 47,06 10,01 98,29 82,73 47,82 10,38
13 Banten 97,36 80,35 48,65 10,36 97,55 81,08 51,05 11,34 97,75 81,28 50,35 11,66 97,85 80,86 49,96 11,07 98,01 81,70 50,90 11,70
14 Jawa Tengah 98,47 83,41 51,31 9,26 98,67 84,03 53,20 10,28 98,83 84,27 53,36 10,55 98,80 84,59 52,84 10,20 98,95 85,33 53,72 11,34
15 DI Yogyakarta 99,35 90,55 71,18 39,71 99,29 92,62 71,82 43,38 99,62 92,91 72,46 43,47 99,65 93,42 72,26 43,30 99,69 94,02 73,06 44,03
16 Jawa Timur 98,22 85,99 56,79 10,28 98,39 86,40 58,26 11,50 98,63 86,54 58,14 11,63 98,57 88,00 58,44 11,51 98,74 88,82 59,39 12,43
17 Bali 98,27 87,16 63,21 10,98 98,36 87,59 63,38 13,10 98,45 88,07 63,36 13,53 98,52 88,43 64,59 13,84 98,69 89,26 65,22 15,31
18 Nusa Tenggara Barat 96,75 84,84 55,62 12,92 97,07 85,24 57,30 14,84 97,25 85,57 57,22 14,60 98,12 85,81 56,92 14,41 98,26 86,52 57,71 15,39
19 Nusa Tenggara Timur 94,00 77,24 46,51 11,62 93,73 78,11 49,58 14,42 93,72 77,76 49,67 14,38 95,99 79,28 47,95 12,56 96,49 81,24 49,22 14,44
20 Kalimantan Barat 96,53 83,46 48,55 9,30 96,71 84,08 50,17 11,03 97,08 84,50 50,73 10,62 96,94 83,92 49,83 10,17 97,04 84,48 50,35 11,43
21 Kalimantan Tengah 98,33 86,08 53,39 9,32 98,31 86,47 54,14 10,49 98,45 86,42 53,64 11,15 98,50 86,64 53,65 10,16 98,70 86,83 54,50 11,06
22 Kalimantan Selatan 96,36 78,41 48,75 9,50 97,21 78,99 50,01 11,21 97,48 79,68 50,30 11,40 97,59 79,83 49,43 11,20 97,90 80,59 50,23 12,18
23 Kalimantan Timur 97,51 89,91 64,03 13,10 98,12 90,62 64,58 14,41 98,35 90,78 64,71 14,43 98,42 91,55 64,07 13,97 98,68 92,49 64,76 14,88
24 Sulawesi Utara 97,37 88,01 55,84 11,15 97,55 88,14 56,98 12,09 97,87 88,46 56,84 12,80 97,82 88,40 56,56 12,07 98,30 89,06 56,75 13,30
25 Gorontalo 93,39 75,84 47,60 7,96 93,62 77,91 50,30 12,82 94,23 77,68 50,17 13,01 96,55 80,94 48,77 11,10 96,86 81,78 49,61 12,87
26 Sulawesi Tengah 97,12 80,74 47,90 12,35 96,82 80,96 50,54 14,19 97,16 81,13 50,75 14,75 97,22 83,41 49,30 13,43 97,52 84,17 50,06 14,69
27 Sulawesi Selatan 95,08 78,40 50,85 12,88 95,40 79,25 52,52 15,99 95,71 78,99 52,29 16,08 96,53 80,96 51,67 15,79 97,00 82,63 53,00 18,64
28 Sulawesi Barat 94,02 74,13 42,80 7,44 94,13 75,89 44,05 10,07 94,53 75,75 45,68 10,20 95,71 77,09 43,58 9,10 95,93 77,92 44,54 10,47
29 Sulawesi Tenggara 97,04 85,22 58,19 14,64 97,31 85,48 58,58 16,09 97,66 85,62 59,17 16,08 97,69 87,20 59,19 16,45 97,81 88,17 59,93 18,28
30 Maluku 97,55 90,61 70,39 15,86 97,24 91,10 72,63 17,70 97,52 91,20 71,95 18,13 97,87 91,98 72,28 19,24 98,27 92,85 72,40 21,88
31 Maluku Utara 97,35 88,37 61,85 14,40 96,71 88,94 63,38 15,72 96,80 89,20 63,39 16,60 96,85 90,02 63,38 15,67 97,23 90,76 64,12 17,04
32 Papua Barat 90,94 88,38 56,00 11,53 93,17 88,58 57,61 13,13 93,38 88,55 58,15 14,70 93,35 88,59 57,95 12,72 94,04 89,95 58,98 14,45
33 Papua 80,38 77,54 53,64 13,50 83,36 78,01 54,72 15,88 83,38 78,22 54,13 15,68 76,09 73,68 47,51 12,45 76,22 74,35 48,28 13,18
Indonesia 97,39 84,08 53,92 11,38 97,64 84,65 55,49 13,08 97,88 84,89 55,50 13,29 97,95 85,47 55,16 12,72 98,02 86,24 56,01 13,77

Sumber : Susenas 2003-2010, BPS

Keterangan : * Mulai tahun 2007 dan tahun-tahun berikutnya APS mencakup pendidikan non formal (paket A setara SD/MI, paket B setara SMP/MTs dan paket C setara SM/SMK/MA)
Lampiran 2.16

ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) PENDIDIKAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2006-2010

2006 2007* 2008* 2009* 2010*


No Provinsi SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/ SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/ SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/ SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/
SD/MI SMP/Mts SM/MA
Paket A Paket B MA/ Paket Paket A Paket B MA/ Paket Paket A Paket B MA/ Paket Paket A Paket B MA/Paket
C C C C
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)

1 Aceh 113,40 96,50 73,70 116,36 94,48 81,81 115,20 92,16 78,19 111,77 88,65 82,84 115,06 87,99 80,96
2 Sumatera Utara 111,57 89,48 68,78 112,27 93,93 71,45 112,73 92,48 69,58 112,89 89,74 73,36 114,20 89,83 72,69
3 Sumatera Barat 108,85 83,53 67,69 112,05 84,87 70,47 110,87 85,27 71,04 110,31 81,13 74,37 110,63 80,34 72,82
4 Riau 110,00 89,88 63,18 111,95 90,80 67,94 112,25 90,68 69,42 110,76 85,24 72,46 114,73 85,43 67,94
5 Kepulauan Riau 111,33 91,79 67,52 116,97 93,20 81,24 114,08 107,53 68,88 113,44 92,15 70,75 111,61 89,68 79,63
6 Jambi 113,35 81,47 51,51 113,54 84,73 59,27 112,53 84,54 59,90 112,34 79,63 61,51 113,02 79,29 63,21
7 Sumatera Selatan 112,92 84,24 53,16 115,39 86,95 56,78 113,13 87,89 54,72 115,75 80,78 61,27 113,75 82,12 60,87
8 Kep Bangka Belitung 114,87 73,74 50,27 116,33 75,41 55,34 114,13 79,04 54,16 113,79 71,26 58,56 116,19 68,75 60,59
9 Bengkulu 110,40 85,60 60,72 111,23 89,35 62,86 111,28 88,58 63,16 110,46 84,45 67,25 112,83 81,34 68,83
10 Lampung 111,55 80,83 51,55 110,84 84,70 54,90 109,54 85,84 53,16 109,09 82,74 60,62 111,18 82,05 57,81
11 DKI Jakarta 109,63 92,66 68,95 112,55 92,33 68,74 110,77 95,72 65,58 108,70 87,65 68,38 110,45 91,42 63,14
12 Jawa Barat 107,52 75,13 51,07 108,90 84,64 49,32 107,25 86,62 48,73 107,69 80,49 51,75 110,31 79,27 51,37
13 Banten 108,28 77,47 50,16 109,37 81,45 54,29 109,11 81,75 53,44 112,21 72,67 57,66 111,28 74,19 58,35
14 Jawa Tengah 111,00 82,11 54,54 114,08 87,64 56,91 111,58 88,07 58,72 112,02 80,42 60,85 113,19 80,60 61,61
15 DI Yogyakarta 107,97 91,30 72,57 112,20 102,35 75,87 115,03 104,81 79,04 111,10 92,47 78,33 108,16 93,47 79,29
16 Jawa Timur 109,26 86,19 58,14 112,23 90,37 64,17 111,41 90,06 63,86 108,86 84,42 66,47 110,20 83,10 67,06
17 B a l i 110,45 85,01 67,33 113,73 81,90 73,67 112,50 85,68 73,21 110,85 77,90 83,59 111,56 76,69 82,36
18 Nusa Tenggara Barat 107,19 83,58 54,87 109,99 88,03 58,14 111,08 87,60 57,95 108,06 85,94 60,79 109,47 85,07 62,89
19 Nusa Tenggara Timur 114,12 65,39 44,65 115,22 72,38 49,92 112,09 68,65 52,59 114,45 69,93 51,85 115,59 68,52 58,95
20 Kalimantan Barat 114,56 77,93 43,76 121,31 74,03 51,01 119,17 73,87 53,37 114,13 72,87 53,80 115,61 69,65 57,55
21 Kalimantan Tengah 113,11 80,46 50,84 118,91 77,99 51,32 117,60 79,70 52,52 114,77 77,24 53,19 117,70 74,60 57,61
22 Kalimantan Selatan 112,21 78,02 47,37 116,82 79,98 47,05 115,50 81,32 44,58 112,53 76,70 54,42 112,77 75,59 55,75
23 Kalimantan Timur 111,45 83,41 71,54 112,73 97,54 75,35 112,35 97,25 71,26 110,45 88,77 76,54 113,85 90,86 72,39
24 Sulawesi Utara 112,70 83,71 67,53 114,53 87,89 71,58 115,43 90,09 70,76 116,83 82,21 71,67 115,61 82,92 71,31
25 Gorontalo 111,20 65,68 46,48 112,80 73,73 55,91 114,03 72,75 52,61 108,02 70,90 59,30 109,16 73,50 61,93
26 Sulawesi Tengah 113,45 77,48 53,34 110,39 83,79 55,39 110,32 85,23 59,86 113,79 76,69 59,35 112,08 74,46 60,32
27 Sulawesi Selatan 107,70 74,28 55,54 110,80 75,05 54,99 111,51 76,02 54,73 107,54 76,54 62,78 108,57 75,05 67,71
28 Sulawesi Barat 106,06 68,90 44,41 111,09 71,49 45,29 109,69 66,57 44,79 112,63 68,00 51,91 110,88 65,09 52,17
29 Sulawesi Tenggara 109,25 91,40 57,58 110,70 85,79 61,40 113,04 85,72 63,99 113,67 82,02 69,55 114,77 77,28 73,02
30 Maluku 112,24 96,96 70,05 116,15 90,13 79,98 114,69 89,64 78,83 114,53 84,53 89,87 118,13 86,76 86,92
31 Maluku Utara 116,06 84,28 67,80 113,90 89,23 70,31 114,38 87,09 69,55 113,65 81,75 72,73 116,74 80,52 74,96
32 Papua Barat 114,44 77,68 52,21 120,14 69,94 60,66 119,27 69,24 58,23 117,50 66,29 62,04 115,00 66,68 72,07
33 Papua 98,83 71,87 49,41 102,69 77,95 53,34 101,14 73,18 52,68 91,28 58,35 52,57 93,27 60,05 48,20
Indonesia 109,96 81,87 56,69 112,19 86,37 59,46 111,12 86,86 59,06 110,42 81,25 62,55 111,68 80,59 62,85
Sumber: Susenas 2003-2010, BPS

Keterangan : * Mulai tahun 2007 dan tahun-tahun berikutnya APS mencakup pendidikan non formal (paket A setara SD/MI, paket B setara SMP/MTs dan paket C setara SM/SMK/MA)
Lampiran 2.17

ANGKA PARTISIPASI MURNI (APM) PENDIDIKAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2006 - 2010

2006 2007* 2008* 2009* 2010*

SD/ MI/ SMP/ Mts/ SM/SMK/M SD/ MI/ SMP/ Mts/ SM/SMK/M SD/ MI/ SMP/ Mts/ SM/SMK/M SD/ MI/ SMP/ Mts/ SM/SMK/M
No Provinsi SD/MI SMP/Mts SM/MA
Paket A Paket B A/ Paket C Paket A Paket B A/ Paket C Paket A Paket B A/ Paket C Paket A Paket B A/ Paket C
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)

1 Aceh 95,48 78,39 57,07 95,75 76,44 61,95 96,05 76,58 62,19 96,95 77,40 62,12 97,32 78,58 62,42
2 Sumatera Utara 93,96 73,08 54,14 93,96 73,61 54,95 94,26 74,17 55,16 94,46 74,21 55,30 95,33 74,76 55,72
3 Sumatera Barat 94,17 67,77 51,05 94,45 67,33 54,23 94,66 67,63 54,68 94,75 67,61 54,50 95,51 68,22 55,06
4 Riau 94,72 72,93 49,43 94,80 70,00 51,54 95,04 70,66 51,84 95,52 70,57 51,78 96,24 71,36 52,24
5 Kepulauan Riau 93,66 72,01 52,13 93,50 71,69 52,63 93,79 72,18 53,40 93,92 72,53 53,42 94,56 72,92 54,74
6 Jambi 94,36 65,32 40,95 93,88 65,88 44,41 94,31 66,31 44,81 95,05 66,42 44,71 95,61 66,91 45,31
7 Sumatera Selatan 93,01 68,01 43,15 92,81 65,15 42,72 92,97 65,87 43,05 93,61 65,86 43,01 94,17 66,27 43,49
8 Kep Bangka Belitung 91,51 55,30 34,84 91,59 52,58 37,53 91,77 53,11 37,72 92,52 53,10 38,13 92,86 53,58 38,69
9 Bengkulu 93,89 66,73 47,10 94,30 68,92 48,67 94,40 69,70 48,67 94,98 69,84 48,99 95,53 70,39 49,97
10 Lampung 93,94 66,65 39,87 94,04 68,47 40,72 94,28 68,94 41,05 94,79 69,17 41,43 95,20 69,61 41,97
11 DKI Jakarta 90,78 71,41 52,82 93,27 71,36 49,76 93,81 71,50 50,05 94,07 72,02 50,43 94,59 71,96 50,57
12 Jawa Barat 94,21 62,13 37,84 94,17 67,27 38,29 94,19 68,20 38,31 94,56 67,91 38,59 95,02 68,43 38,84
13 Banten 94,83 66,56 41,44 93,03 58,96 38,97 93,39 59,50 38,83 94,07 59,69 38,77 94,73 60,32 39,61
14 Jawa Tengah 94,05 67,67 42,36 94,78 69,19 44,11 95,14 69,68 44,39 95,63 69,67 44,53 95,93 69,92 45,00
15 DI Yogyakarta 94,38 72,30 55,85 93,53 74,94 57,88 94,32 75,31 58,96 94,38 75,34 58,69 94,76 75,55 59,35
16 Jawa Timur 94,20 70,28 46,35 94,50 69,21 47,97 94,57 69,55 47,93 95,27 69,90 48,26 95,63 70,17 48,60
17 B a l i 93,33 70,15 53,54 94,49 66,69 55,81 94,93 67,34 55,65 94,99 67,38 56,48 95,53 67,83 57,14
18 Nusa Tenggara Barat 94,50 69,62 43,58 94,20 70,79 48,26 94,20 71,44 48,38 94,75 71,32 48,51 95,16 71,73 49,35
19 Nusa Tenggara Timur 91,58 47,23 30,97 91,61 49,75 33,75 91,72 49,87 34,67 92,46 50,21 34,15 93,03 51,03 34,93
20 Kalimantan Barat 93,82 60,92 34,77 93,48 54,77 36,16 93,96 55,55 36,65 93,96 55,45 36,40 94,76 56,06 36,83
21 Kalimantan Tengah 95,97 67,69 42,66 95,48 60,12 39,28 95,71 60,46 39,13 96,14 60,59 39,27 96,63 61,30 39,62
22 Kalimantan Selatan 93,28 62,12 37,23 94,00 59,65 35,73 94,17 60,56 35,78 94,49 60,56 35,71 95,00 60,90 36,24
23 Kalimantan Timur 92,86 64,00 50,41 93,34 71,24 52,88 93,59 71,43 53,19 93,74 72,06 53,10 94,14 72,56 53,66
24 Sulawesi Utara 90,40 66,03 48,78 90,75 66,25 50,45 91,17 66,58 50,45 91,90 66,69 50,46 92,25 67,07 50,70
25 Gorontalo 90,48 52,31 34,47 90,18 53,15 37,87 90,52 52,90 38,26 90,40 53,05 38,47 90,81 53,83 39,15
26 Sulawesi Tengah 92,87 62,97 39,51 92,04 59,36 39,27 92,82 59,73 39,93 92,98 60,22 39,52 93,54 60,83 40,23
27 Sulawesi Selatan 91,08 60,27 40,86 92,19 60,80 41,91 92,17 61,06 41,99 92,27 61,74 42,03 92,86 62,32 42,75
28 Sulawesi Barat 91,67 55,19 32,35 92,17 53,39 33,28 92,75 53,24 34,21 92,77 53,35 33,41 93,94 54,24 34,03
29 Sulawesi Tenggara 92,26 72,42 47,28 93,64 65,89 47,32 94,24 66,41 47,98 94,71 66,45 47,90 95,06 67,14 48,54
30 Maluku 92,24 76,86 55,66 93,45 70,08 59,38 93,87 70,58 59,38 94,38 71,48 59,58 95,00 71,88 59,80
31 Maluku Utara 93,10 65,31 48,66 91,95 64,67 51,39 92,47 65,13 51,73 93,39 65,49 51,74 93,97 66,01 52,68
32 Papua Barat 88,16 53,94 35,31 90,67 48,76 43,16 90,76 48,98 43,74 91,25 49,03 43,55 92,29 50,10 44,75
33 Papua 78,11 47,36 33,36 80,94 48,69 35,78 81,76 48,95 35,79 76,09 49,08 35,77 76,22 49,62 36,06
Indonesia 93,54 66,52 43,77 93,78 66,90 44,84 93,99 67,39 44,97 94,37 67,43 45,11 94,76 67,73 45,59
Sumber: Susenas 2003-2010, BPS

Keterangan : * Mulai tahun 2007 dan tahun-tahun berikutnya APM mencakup pendidikan non formal (paket A setara SD/MI, paket B setara SMP/MTs dan paket C setara SM/SMK/MA)
Lampiran 2.18

PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS YANG MELEK HURUF


MENURUT GOLONGAN UMUR DAN DAERAH TEMPAT TINGGAL TAHUN 2009 DAN 2010

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan


No Golongan Umur 2009 2010 2009 2010 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 15 - 19 99,92 99,86 99,38 99,23 99,64 99,56


2 20 - 24 99,75 99,82 98,75 98,92 99,28 99,42
3 25 - 29 99,57 99,56 97,89 97,77 98,76 98,73
4 30 - 34 99,35 99,42 97,16 97,15 98,27 98,35
5 35 - 39 99,13 99,06 96,65 95,98 97,88 97,55
6 40 - 44 97,49 98,11 92,0 93,16 94,73 95,69
7 45 - 49 95,41 94,98 87,09 87,36 91,13 91,13
8 50 + 85,70 85,88 71,08 72,25 77,82 78,46
9 Jumlah/Total 95,82 96,07 89,42 89,68 92,58 92,91

10 15 - 24 99,84 99,84 99,10 99,09 99,47 99,49


11 15 - 44 99,26 99,35 97,11 97,12 98,20 98,29
12 15 + 95,82 96,07 89,42 89,68 92,58 92,91
13 45 + 88,35 88,39 75,15 75,97 81,32 81,75
Sumber: Statistik Indonesia 2010, BPS
Lampiran 2.19

PERSENTASE PENDUDUK BUTA HURUF MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN 2006 - 2010

< 15 Tahun 15 - 44 Tahun ≥ 45 Tahun


No Provinsi
2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)

1 Aceh 5,73 5,49 4,06 3,61 3,12 2,44 2,09 1,11 0,88 0,74 14,81 14,48 11,71 10,79 9,30
2 Sumatera Utara 3,39 3,27 2,96 2,85 2,68 1,57 1,51 0,81 0,61 0,51 7,90 7,41 7,85 7,80 7,65
3 Sumatera Barat 4,12 3,90 3,34 3,19 2,91 1,50 1,76 0,83 0,69 0,55 9,43 7,97 7,99 7,68 7,29
4 Riau 2,76 2,72 2,24 1,89 1,65 1,20 1,35 0,47 0,38 0,30 7,85 6,85 7,52 6,40 5,99
5 Kepulauan Riau 4,71 4,33 4,19 3,92 2,81 1,94 1,76 1,57 0,94 0,65 15,34 15,12 12,60 12,53 11,12
6 Jambi 5,29 5,17 4,69 4,49 4,12 2,22 2,15 1,11 0,78 0,68 13,79 13,38 14,01 13,66 12,67
7 Sumatera Selatan 3,41 3,34 2,95 2,79 2,64 1,11 1,40 0,86 0,51 0,37 9,29 8,05 8,00 8,27 8,10
8 Kep Bangka Belitung 5,14 5,13 4,66 4,59 4,54 2,09 2,59 1,61 0,86 0,65 12,99 11,46 12,00 13,25 14,03
9 Bengkulu 6,31 6,09 5,40 5,10 4,70 2,42 2,36 1,20 1,03 0,82 17,08 15,76 16,15 14,95 14,27
10 Lampung 7,16 6,87 6,37 5,63 5,36 2,12 2,33 0,97 0,68 0,63 19,64 17,15 18,08 16,13 15,53
11 DKI Jakarta 1,77 1,24 1,26 1,06 0,87 0,62 0,38 0,30 0,28 0,19 5,22 3,63 3,89 3,07 2,77
12 Jawa Barat 5,09 4,68 4,47 4,02 3,82 1,57 1,57 0,76 0,54 0,42 13,03 11,25 11,99 11,25 11,54
13 Banten 4,99 4,76 4,79 4,05 3,80 1,74 2,06 1,02 0,85 0,67 14,99 12,94 15,15 13,23 13,01
14 Jawa Tengah 11,76 11,38 10,76 10,54 10,05 2,53 2,98 1,67 1,53 1,32 28,29 25,13 24,92 24,49 23,52
15 DI Yogyakarta 13,57 12,22 10,55 9,82 9,16 2,29 1,53 0,74 0,67 0,62 31,34 28,76 24,87 22,81 21,95
16 Jawa Timur 12,90 12,58 12,69 12,20 11,66 3,54 4,08 2,73 2,59 2,39 29,13 26,48 28,24 27,20 26,22
17 B a l i 14,21 14,02 13,06 12,78 11,60 4,41 4,38 3,20 2,86 2,63 33,18 31,59 30,69 29,31 28,40
18 Nusa Tenggara Barat 21,22 20,25 20,15 19,82 18,95 10,24 8,90 7,54 7,08 6,48 48,03 45,38 47,61 47,19 46,33
19 Nusa Tenggara Timur 13,50 12,75 12,34 12,04 11,41 6,50 6,54 4,49 4,44 3,95 29,04 26,15 28,89 27,55 26,70
20 Kalimantan Barat 11,01 10,60 11,48 10,30 9,74 4,69 5,02 3,78 3,68 3,29 27,71 24,22 29,83 26,42 25,46
21 Kalimantan Tengah 3,65 3,36 2,73 2,61 2,52 1,38 1,46 0,71 0,48 0,45 10,74 8,89 8,33 8,58 8,54
22 Kalimantan Selatan 6,10 5,95 4,92 4,59 4,06 2,70 2,36 0,98 0,94 0,78 14,85 15,22 14,54 13,36 12,36
23 Kalimantan Timur 4,52 4,30 3,64 3,11 2,95 1,55 1,86 1,04 0,91 0,78 13,61 11,93 11,40 9,36 9,27
24 Sulawesi Utara 1,01 1,05 0,85 0,78 0,70 0,60 0,69 0,32 0,30 0,29 1,79 1,74 1,83 1,62 1,43
25 Gorontalo 4,30 4,25 4,49 4,29 4,00 3,06 3,35 1,84 1,86 1,30 7,75 6,63 11,01 9,91 10,58
26 Sulawesi Tengah 5,19 5,14 4,32 4,22 3,92 2,51 2,89 1,63 1,55 1,14 12,61 11,37 11,34 11,07 10,94
27 Sulawesi Selatan 14,30 13,76 13,47 12,98 12,25 6,07 6,49 4,97 4,72 4,04 32,87 29,49 31,34 30,02 29,21
28 Sulawesi Barat 14,10 13,60 12,69 12,41 11,52 7,57 7,52 6,70 5,48 4,94 31,57 29,91 28,82 29,43 29,29
29 Sulawesi Tenggara 10,16 9,50 8,85 8,49 8,15 3,81 4,53 2,11 2,03 1,96 28,69 22,94 26,67 25,37 24,43
30 Maluku 3,50 3,15 2,69 2,58 2,54 2,21 1,92 1,17 1,05 0,80 6,98 6,19 6,29 5,87 6,58
31 Maluku Utara 5,59 5,35 4,56 4,26 3,92 2,69 2,33 1,15 0,85 0,59 14,25 14,63 14,70 13,24 13,11
32 Papua Barat 11,45 9,68 7,85 7,06 5,17 7,95 7,60 5,58 5,01 3,55 22,65 17,15 16,15 13,40 10,37
33 Papua 30,99 24,94 27,53 29,71 31,73 29,41 22,99 26,23 29,23 30,73 38,52 32,93 32,94 31,70 36,14
Indonesia 8,55 8,13 7,81 7,42 7,09 2,89 2,96 1,95 1,80 1,71 21,09 18,94 19,59 18,68 18,25
Sumber: Susenas 2003-2010, BPS
Keterangan : * data tidak tersedia
Lampiran 2.20

JUMLAH KECAMATAN, JUMLAH PENDUDUK DAN PUSKESMAS DI 45 KABUPATEN PERBATASAN DAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR
BERPENDUDUK SASARAN PRIORITAS DALAM PENGEMBANGAN PELAYANAN KESEHATAN DTPK TAHUN 2011

Jumlah Jumlah Jumlah Puskesmas 101 Puskesmas Prioritas 2011


No Provinsi Kabupaten Kecamatan Penduduk/Kab Non Jumlah Pustu Non
Perawatan Total Perawatan Total
Perawatan Perawatan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh Kota Sabang 2 30.653 4 2 6 1 0 0 0
2 Sumatera Utara Nias Selatan 21 368.028 4 17 21 43 1 0 1
Serdang Bedagai 17 594.383 5 15 20 104 0 0 0
3 Riau Indragiri Hilir 17 661.779 7 16 23 94 0 0 0
Bengkalis 8 498.336 4 7 11 70 0 0 0
Rokan Hilir 14 553.216 8 8 16 53 0 0 0
Kepulauan Meranti 7 176.290 2 6 8 0 0 0 0
Kota Dumai 5 253.803 3 2 5 13 0 0 0
4 Bengkulu Bengkulu Utara 12 257.675 8 12 20 102 0 1 1
5 Kepulauan Riau Karimun 9 212.561 3 6 9 33 0 1 1
Natuna 16 69.003 8 4 12 30 3 0 3
Kota Batam 12 944.285 3 10 13 47 1 0 1
Bintan 10 142.300 5 7 12 30 0 0 0
Anambas 7 37.411 3 4 7 0 0 0 0
Sumatera 157 4.799.723 67 116 183 620 5 2 7
6 Kalimantan Barat Sambas 17 496.120 6 21 27 73 2 0 2
Bengkayang 17 215.277 3 14 17 61 2 0 2
Sanggau 15 408.468 12 6 18 87 2 0 2
Sintang 14 364.759 6 14 20 80 2 0 2
Kapuas Hulu 23 222.160 14 9 23 72 4 1 5
7 Kalimantan Timur Kutai Barat 21 165.091 16 7 23 102 2 0 2
Berau 13 179.079 7 10 17 71 1 0 1
Malinau 12 62.580 2 11 13 28 5 0 5
Nunukan 9 140.841 7 5 12 48 7 1 8
Kalimantan 141 2.254.375 73 97 170 622 27 2 29
8 Sulawesi Utara Kep. Sangihe 15 126.100 11 5 16 87 2 0 2
Kep. Talaud 19 83.434 10 9 19 39 4 1 5
Minahasa Utara 10 188.904 5 5 10 29 1 0 1
Sitaro 10 63.801 7 5 12 23 1 0 1
9 Sulawesi Tengah Toli - Toli 10 211.296 5 9 14 75 1 0 1
Sulawesi 64 673.535 38 33 71 253 9 1 10
10 Nusa Tenggara Timur Kupang 30 304.548 8 15 23 194 2 0 2
Timor Tengah Utara 24 229.803 14 12 26 52 6 0 6
Belu 24 352.297 6 20 26 5 3 6 9
Alor 17 190.026 6 15 21 47 3 1 4
Rotendao 9 119.908 5 7 12 0 0 0 0
11 Maluku Maluku Tenggara Barat 17 105.341 9 2 11 36 4 0 4
Kep. Aru 3 84.138 6 15 21 17 1 1 2
Maluku Barat Daya 8 70.714 4 8 12 39 4 2 6
12 Maluku Utara Morotai 5 52.697 4 7 11 52 2 1 3
13 Papua Merauke 20 195.716 11 6 17 95 5 0 5
Boven Digoel 6 55.784 3 13 16 27 1 1 2
Peg. Bintang 33 65.434 4 25 29 11 3 0 3
Sarmi 5 32.971 2 4 6 33 1 0 1
Keerom 7 48.536 4 4 8 36 3 1 4
Supiori 5 15.874 2 3 5 19 2 0 2
Kota Jayapura 5 256.705 1 11 12 15 1 0 1
14 Papua Barat Raja Ampat 13 42.507 3 10 13 23 1 0 1
Nusa Tenggara, Maluku, Papua 231 2.222.999 92 177 269 701 42 13 55

Indonesia 593 9.950.632 270 423 693 2.196 83 18 101


Sumber : Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar, Kemenkes RI

Keterangan : *DTPK = Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan


Lampiran 2.21

JUMLAH DAN PERSENTASE KABUPATEN TERTINGGAL MENURUT PROVINSI TAHUN 2006 - 2010

2006 2007 2008 2009 2010


No Provinsi
Jumlah Kabupaten Jumlah Kabupaten Jumlah Kabupaten Jumlah Kabupaten Jumlah Kabupaten
(%) (%) (%) (%) (%)
Kab/Kota Tertinggal Kab/Kota Tertinggal Kab/Kota Tertinggal Kab/Kota Tertinggal Kab/Kota Tertinggal
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)

1 Aceh 21 16 76,19 23 16 69,57 23 16 69,57 23 16 69,57 23 12 52,17


2 Sumatera Utara 25 6 24,00 28 6 21,43 33 6 18,18 33 6 18,18 33 6 18,18
3 Sumatera Barat 19 9 47,37 19 9 47,37 19 9 47,37 19 9 47,37 19 8 42,11
4 Riau 11 2 18,18 11 2 18,18 11 2 18,18 12 2 16,67 12 0 0,00
5 Jambi 10 2 20,00 10 2 20,00 11 2 18,18 11 2 18,18 11 0 0,00
6 Sumatera Selatan 14 6 42,86 15 6 40,00 15 6 40,00 15 6 40,00 15 7 46,67
7 Bengkulu 9 8 88,89 9 8 88,89 10 8 80,00 10 8 80,00 10 6 60,00
8 Lampung 10 5 50,00 11 5 45,45 14 5 35,71 14 5 35,71 14 4 28,57
9 Kepulauan Bangka Belitung 7 3 42,86 7 3 42,86 7 3 42,86 7 3 42,86 7 1 14,29
10 Kepulauan Riau 6 1 16,67 6 1 16,67 7 1 14,29 7 1 14,29 7 2 28,57
11 DKI Jakarta 6 0 0,00 6 0 0,00 6 0 0,00 6 0 0,00 6 0 0,00
12 Jawa Barat 25 2 8,00 26 2 7,69 26 2 7,69 26 2 7,69 26 2 7,69
13 Jawa Tengah 35 3 8,57 35 3 8,57 35 3 8,57 35 3 8,57 35 0 0,00
14 DI Yogyakarta 5 2 40,00 5 2 40,00 5 2 40,00 5 2 40,00 5 0 0,00
15 Jawa Timur 38 8 21,05 38 8 21,05 38 8 21,05 38 8 21,05 38 5 13,16
16 Banten 6 2 33,33 7 2 28,57 8 2 25,00 8 2 25,00 8 2 25,00
17 Bali 9 1 11,11 9 1 11,11 9 1 11,11 9 1 11,11 9 0 0,00
18 Nusa Tenggara Barat 9 7 77,78 9 6 66,67 10 6 60,00 10 7 70,00 10 8 80,00
19 Nusa Tenggara Timur 16 15 93,75 20 15 75,00 21 15 71,43 21 15 71,43 21 20 95,24
20 Kalimantan Barat 12 9 75,00 14 10 71,43 14 10 71,43 14 9 64,29 14 10 71,43
21 Kalimantan Tengah 14 7 50,00 14 7 50,00 14 7 50,00 14 7 50,00 14 1 7,14
22 Kalimantan Selatan 13 0 0,00 13 2 15,38 13 2 15,38 13 2 15,38 13 2 15,38
23 Kalimantan Timur 13 5 38,46 14 3 21,43 14 3 21,43 14 3 21,43 14 3 21,43
24 Sulawesi Utara 9 2 22,22 13 2 15,38 15 2 13,33 15 2 13,33 15 3 20,00
25 Sulawesi Tengah 10 9 90,00 10 9 90,00 11 9 81,82 11 9 81,82 11 10 90,91
26 Sulawesi Selatan 23 13 56,52 23 13 56,52 24 13 54,17 24 13 54,17 24 4 16,67
27 Sulawesi Tenggara 10 8 80,00 12 8 66,67 12 8 66,67 12 8 66,67 12 9 75,00
28 Gorontalo 5 4 80,00 6 4 66,67 6 4 66,67 6 4 66,67 6 3 50,00
29 Sulawesi Barat 5 5 100,00 5 5 100,00 5 5 100,00 5 5 100,00 5 5 100,00
30 Maluku 8 7 87,50 9 7 77,78 11 7 63,64 11 7 63,64 11 8 72,73
31 Maluku Utara 8 6 75,00 8 6 75,00 9 6 66,67 9 6 66,67 9 7 77,78
32 Papua Barat 9 7 77,78 9 7 77,78 10 7 70,00 11 7 63,64 11 8 72,73
33 Papua 20 19 95,00 21 19 90,48 29 19 65,52 29 19 65,52 29 27 93,10
Indonesia 440 199 45,23 465 199 42,80 495 199 40,20 497 199 40,04 497 183 36,82
Catatan: data tahun 2011 = data tahun 2010

Sumber: Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal


Lampiran 2.22

PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT KUALITAS FISIK AIR MINUM DAN PROVINSI DI INDONESIA, RISKESDAS 2010

Kualitas Fisik Air Minum


No Provinsi Keruh Berwarna Berasa Berbusa Berbau Baik*)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 12,3 6,2 2,1 1,1 2,2 84,5
2 Sumatera Utara 11,4 7,0 5,6 1,5 4,2 84,5
3 Sumatera Barat 6,4 5,7 2,8 1,3 3,4 91,3
4 Riau 5,6 4,9 3,9 2,3 3,9 90,5
5 Kepulauan Riau 11,9 6,6 2,5 1,2 3,8 84,2
6 Jambi 14,7 7,4 6,3 2,2 4,5 81,4
7 Sumatera Selatan 10,3 6,0 7,8 1,3 3,4 84,1
8 Kep.Bangka Belitung 10,4 5,1 3,3 2,3 3,2 87,1
9 Bengkulu 2,2 1,0 6,2 0,7 0,7 92,0
10 Lampung 3,8 3,0 2,3 0,9 1,5 94,9
11 DKI Jakarta 4,0 1,9 3,0 0,5 3,6 92,4
12 Jawa Barat 4,6 2,8 2,5 0,8 2,2 92,6
13 Jawa Tengah 4,5 2,3 1,4 0,7 1,9 94,1
14 D.I. Yogyakarta 4,6 2,0 0,8 0,2 0,9 94,3
15 Jawa Timur 4,5 2,4 2,2 0,7 1,8 93,8
16 Banten 5,8 3,5 4,7 1,6 3,0 90,5
17 Bali 1,9 2,2 1,6 0,4 1,2 95,7
18 Nusa Tenggara Barat 6,8 3,8 5,7 1,0 2,0 89,0
19 Nusa Tenggara Timur 5,7 5,4 3,0 0,8 1,0 88,2
20 Kalimantan Barat 14,6 12,0 8,9 6,5 5,9 75,6
21 Kalimantan Tengah 19,3 12,1 4,0 1,3 4,9 76,8
22 Kalimantan Timur 18,2 10,5 6,2 1,1 4,1 76,3
23 Kalimantan Selatan 11,1 7,4 3,5 1,6 3,2 87,2
24 Sulawesi Utara 7,7 4,5 2,0 0,4 1,3 91,5
25 Sulawesi Tengah 11,1 7,5 9,0 1,9 4,8 79,2
26 Sulawesi Selatan 7,6 3,3 5,5 1,7 4,1 87,9
27 Sulawesi Tenggara 11,8 4,7 10,0 0,8 1,7 79,4
28 Gorontalo 9,1 5,6 10,3 2,9 4,7 84,5
29 Sulawesi Barat 9,8 3,4 3,1 1,3 2,7 87,6
30 Maluku 16,8 5,5 6,3 2,4 3,6 80,3
31 Maluku Utara 1,4 1,2 5,4 0,3 1,2 92,3
32 Papua Barat 5,1 9,3 1,4 0,9 3,6 88,8
33 Papua 24,2 15,4 15,6 3,0 10,4 69,0
Indonesia 6,9 4,0 3,4 1,2 2,7 90,0
Sumber: Riskesdas 2010, Balitbangkes Kemenkes RI

Keterangan : *) Baik = Tidak Keruh, Tidak Berwarna, Tidak Berasa, Tidak Berbusa dan Tidak Berbau
Lampiran 2.23

DAFTAR KABUPATEN/KOTA PENYELENGGARA KABUPATEN/KOTA SEHAT (KKS) DI INDONESIA SAMPAI DESEMBER 2011

Jumlah Kabupaten/Kota
No Provinsi Jumlah Kabupaten/Kota KKS (%)
Penyelenggara KKS
(1) (2) (3) (4) (5)

1 Aceh 23 2 8,7
2 Sumatera Utara 33 11 33,3
3 Bengkulu 10 5 50,0
4 Jambi 11 4 36,4
5 Riau 12 4 33,3
6 Sumatera Barat 19 15 78,9
7 Sumatera Selatan 15 8 53,3
8 Lampung 14 6 42,9
9 Kepulauan Bangka-Belitung 7 3 42,9
10 Kepulauan Riau 7 2 28,6
11 Banten 7 4 57,1
12 Jawa Barat 26 24 92,3
13 Jakarta 6 5 83,3
14 Jawa Tengah 35 32 91,4
15 Jawa Timur 38 38 100,0
16 DI Yogyakarta 5 5 100,0
17 Bali 9 5 55,6
18 Nusa Tenggara Barat 10 10 100,0
19 Nusa Tenggara Timur 21 4 19,0
20 Kalimantan Barat: 14 3 21,4
21 Kalimantan Selatan 13 4 30,8
22 Kalimantan Tengah 14 1 7,1
23 Kalimantan Timur 14 7 50,0
24 Gorontalo 6 3 50,0
25 Sulawesi Selatan 24 23 95,8
26 Sulawesi Tenggara 12 3 25,0
27 Sulawesi Tengah 11 1 9,1
28 Sulawesi Utara 16 5 31,3
29 Sulawesi Barat 5 0 0,0
30 Maluku 11 0 0,0
31 Maluku Utara 9 0 0,0
32 Papua Barat 11 0 0,0
33 Papua 29 0 0,0
Total 497 237 47,7
Sumber: Direktorat Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI
Keterangan :
Yang mengikuti penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat adalah semua kab/kota yang telah memulai inisiasi pengembangan KKS baik itu mulai tahapan sosialisasi,
advokasi, pembentukan kelembangan dan bahkan yang telah menerima penghargaan KKS tingkat nasional.
Lampiran 2.24

PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG AKSES AIR MINUM LAYAK DAN AIR KEMASAN/ISI ULANG TAHUN 1993 - 2011

Air Minum Layak Air Minum Kemasan dan Isi Ulang


No Tahun
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 1993 50,58 31,62 37,73 - - -


2 1994 51,45 30,79 37,74 - - -
3 1995 51,66 30,77 38,03 - - -
4 1996 53,37 34,36 41,18 - - -
5 1997 54,42 35,86 42,76 - - -
6 1998 52,70 35,55 41,95 1,57 0,28 0,76
7 1999 52,97 35,19 42,18 1,84 0,26 0,88
8 2000 46,02 31,31 37,51 1,56 0,17 0,75
9 2001 59,51 40,39 48,68 2,94 0,27 1,43
10 2002 58,22 40,29 48,33 2,88 0,25 1,43
11 2003 57,26 40,98 47,73 4,02 0,29 1,83
12 2004 56,77 42,93 48,81 4,94 0,60 2,45
13 2005 55,62 41,50 47,62 7,78 1,21 4,06
14 2006 54,57 42,68 47,79 8,95 1,02 4,43
15 2007 54,07 43,93 48,31 14,45 1,65 7,18
16 2008 50,15 42,95 46,45 20,16 2,85 11,26
17 2009 49,82 45,72 47,71 22,73 3,94 13,05
18 2010 42,51 45,85 44,19 33,11 5,81 19,37
19 2011 41,10 43,92 42,52 35,80 8,67 22,13
Sumber: Susenas 1993 - 2011, BPS
Lampiran 2.25

PERSENTASE AKSES AIR MINUM LAYAK DAN SANITASI LAYAK TAHUN 2010

Akses Air Minum Layak Akses Sanitasi Layak


No Provinsi Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Aceh 24,74 30,68 29,02 74,00 34,00 45,17


2 Sumatera Utara 52,11 40,34 46,06 75,37 39,83 57,10
3 Sumatera Barat 47,94 38,17 41,92 68,70 29,06 44,26
4 Riau 29,05 46,96 40,01 81,98 36,70 54,27
5 Jambi 54,14 45,78 48,28 78,71 40,60 51,98
6 Sumatera Selatan 50,65 43,55 45,99 73,84 28,94 44,36
7 Bengkulu 37,02 24,37 28,23 67,51 30,26 41,64
8 Lampung 34,02 39,36 38,07 72,81 34,61 43,85
9 Kepulauan Bangka Belitung 36,13 40,22 38,17 82,44 47,59 65,06
10 Kepulauan Riau 21,69 34,72 23,82 81,18 27,46 72,37
11 DKI Jakarta 28,33 - 28,33 84,55 - 84,55
12 Jawa Barat 34,35 37,04 35,32 65,15 38,39 55,57
13 Jawa Tengah 58,63 56,49 57,44 70,99 47,13 57,76
14 DI Yogyakarta 54,50 73,12 60,41 89,71 64,98 81,85
15 Jawa Timur 47,95 57,26 52,94 69,72 38,47 52,96
16 Banten 22,19 22,61 22,32 79,30 29,26 63,78
17 Bali 37,77 65,47 48,44 90,09 61,65 79,13
18 Nusa Tenggara Barat 50,44 43,15 46,20 56,92 40,61 47,43
19 Nusa Tenggara Timur 69,43 44,43 49,29 56,35 18,94 26,23
20 Kalimantan Barat 67,54 48,98 54,47 84,76 28,76 45,32
21 Kalimantan Selatan 48,71 36,40 40,55 63,98 20,52 35,14
22 Kalimantan Tengah 67,18 35,94 48,97 72,56 32,06 48,95
23 Kalimantan Timur 45,35 39,83 43,27 80,83 47,80 68,37
24 Sulawesi Utara 44,95 44,13 44,51 72,00 59,09 65,00
25 Sulawesi Tengah 38,30 34,07 35,10 77,40 38,85 48,25
26 Sulawesi Selatan 49,04 42,92 45,12 80,47 50,79 61,45
27 Sulawesi Tenggara 51,34 50,50 50,74 82,75 38,70 50,87
28 Gorontalo 47,10 36,40 40,09 68,16 33,83 45,66
29 Sulawesi Barat 55,96 32,12 37,44 68,37 33,52 41,30
30 Maluku 65,56 51,47 56,95 75,15 31,17 48,28
31 Maluku Utara 68,75 48,57 54,18 81,98 42,19 53,26
32 Papua Barat 40,69 49,02 45,26 61,46 34,90 46,91
33 Papua 43,63 28,59 32,42 66,01 9,61 23,97
INDONESIA 42,51 45,85 44,19 72,78 38,50 55,54
Sumber: Susenas 2010, BPS
Lampiran 2.26

REKAPITULASI HASIL PEMERIKSAAN KUALITAS AIR MINUM PDAM BULAN DESEMBER TAHUN 2011

Parameter yang Disampling (memenuhi Persyaratan)


No Provinsi Mikrobiologi (%) Fisik (%) Kimia (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 88.89 100.00 100.00
2 Sumatera Utara 90.59 100.00 90.10
3 Sumatera Barat 100.00 100.00 100.00
4 Riau 100.00 100.00 100.00
5 Jambi 90.00 100.00 100.00
6 Sumatera Selatan 83.33 100.00 87.50
7 Bengkulu 88.89 100.00 100.00
8 Lampung 48.00 96.00 84.00
9 Kep.Bangka Belitung 97.86 97.86 100.00
10 Kepulauan Riau 91.67 100.00 100.00
11 DKI Jakarta 99.79 99.45 99.93
12 Jawa Barat 79.17 90.24 86.59
13 Jawa Tengah 82.69 99.60 93.80
14 D.I. Yogyakarta 71.25 100.00 86.25
15 Jawa Timur 70.69 100.00 100.00
16 Banten 46.67 100.00 100.00
17 Bali 80.37 80.37 0.00
18 Nusa Tenggara Barat 92.47 100.00 92.64
19 Nusa Tenggara Timur 100.00 92.86 100.00
20 Kalimantan Barat 55.00 95.00 35.00
21 Kalimantan Tengah 90.91 81.82 90.91
22 Kalimantan Selatan 100.00 100.00 100.00
23 Kalimantan Timur 88.89 100.00 92.59
26 Sulawesi Utara 83.33 100.00 86.11
25 Sulawesi Tengah 100.00 100.00 100.00
26 Sulawesi Selatan 90.52 100.00 100.00
27 Sulawesi Tenggara 65.63 85.94 100.00
28 Gorontalo 83.33 50.00 66.67
29 Sulawesi Barat 100.00 100.00 .00
30 Maluku 90.40 66.67 100.00
31 Maluku Utara 87.50 100.00 100.00
32 Papua Barat 87.50 100.00 81.25
33 Papua 90.00 90.00 90.00
85.31 94.72 92.37
RATA-RATA
90.80
Sumber: Direktorat Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI
Lampiran 2.27

PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT AKSES TERHADAP AIR MINUM "BERKUALITAS"


MENURUT PROVINSI DI INDONESIA, RISKESDAS 2010

Akses Terhadap Air Minum "Berkualitas"


No Provinsi Kurang Baik Baik*)
(1) (2) (3) (4)
1 Aceh 37,10 62,90
2 Sumatera Utara 35,60 64,50
3 Sumatera Barat 33,70 66,40
4 Riau 41,80 58,20
5 Jambi 51,30 48,70
6 Sumatera Selatan 49,00 51,10
7 Bengkulu 36,50 63,50
8 Lampung 26,20 73,90
9 Kep.Bangka Belitung 53,90 46,10
10 Kepulauan Riau 49,30 50,70
11 DKI Jakarta 13,00 87,00
12 Jawa Barat 29,60 70,40
13 Jawa Tengah 26,00 74,00
14 D.I. Yogyakarta 23,20 76,80
15 Jawa Timur 24,90 75,10
16 Banten 25,80 74,20
17 Bali 20,30 79,70
18 Nusa Tenggara Barat 34,10 65,90
19 Nusa Tenggara Timur 46,20 53,80
20 Kalimantan Barat 64,10 35,90
21 Kalimantan Tengah 55,80 44,20
22 Kalimantan Timur 50,50 49,50
23 Kalimantan Selatan 36,60 63,40
24 Sulawesi Utara 28,10 71,90
25 Sulawesi Tengah 38,80 61,20
26 Sulawesi Selatan 43,20 56,80
27 Sulawesi Tenggara 39,20 60,80
28 Gorontalo 30,30 69,70
29 Sulawesi Barat 37,00 63,00
30 Maluku 59,40 40,60
31 Maluku Utara 43,40 56,60
32 Papua Barat 35,50 64,50
33 Papua 58,70 41,30
Indonesia 32,50 67,50
Sumber: Riskesdas 2010, Balitbangkes Kemenkes RI
Keterangan : *) Sumber air minum terlindung (termasuk air kemasan) sarana berada dalam radius 1 KM
tersedia sepanjang waktu, dan kualitas airnya baik (tidak keruh, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbusa
Lampiran 2.28

PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT AKSES TERHADAP PEMBUANGAN TINJA LAYAK


SESUAI MDGs MENURUT PROVINSI DI INDONESIA, RISKESDAS 2010

No Provinsi Tidak Akses Akses

(1) (2) (3) (4)

1 Aceh 46,2 53,8


2 Sumatera Utara 42,7 57,3
3 Sumatera Barat 58,5 41,5
4 Riau 45,7 54,3
5 Jambi 48,7 51,3
6 Sumatera Selatan 52,9 47,1
7 Bengkulu 42,5 57,5
8 Lampung 53,3 46,7
9 Kepulauan Bangka Belitung 45,1 54,9
10 Kepulauan Riau 31,1 68,9
11 DKI Jakarta 17,3 82,7
12 Jawa Barat 45,7 54,3
13 Jawa Tengah 41,1 58,9
14 DI Yogyakarta 20,8 79,2
15 Jawa Timur 45,7 54,3
16 Banten 38,8 61,2
17 Bali 28,2 71,8
18 Nusa Tenggara Barat 57,2 42,8
19 Nusa Tenggara Timur 74,8 25,2
20 Kalimantan Barat 57,3 42,7
21 Kalimantan Tengah 64,1 35,9
22 Kalimantan Selatan 49,1 50,9
23 Kalimantan Timur 34,3 65,7
24 Sulawesi Utara 31,9 68,1
25 Sulawesi Tengah 54,2 45,8
26 Sulawesi Selatan 39,2 60,8
27 Sulawesi Tenggara 54,4 45,6
28 Gorontalo 64,7 35,3
29 Sulawesi Barat 64,4 35,6
30 Maluku 49,0 51,0
31 Maluku Utara 49,4 50,6
32 Papua Barat 52,0 48,0
33 Papua 60,9 39,1
Indonesia 44,5 55,5
Sumber : Riskesdas 2010, Balitbangkes Kemenkes RI
Lampiran 2.29

TREN PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN AKSES SANITASI LAYAK TAHUN 1993 - 2011

No Tahun Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

(1) (2) (3) (4) (5)

1 1993 53,64 11,10 24,81


2 1994 57,71 12,24 27,52
3 1995 45,02 9,63 21,93
4 1996 49,04 12,16 25,40
5 1997 50,66 14,04 27,65
6 1998 51,19 15,62 28,90
7 1999 56,14 17,27 32,56
8 2000 53,73 17,39 32,72
9 2001 56,56 17,26 34,30
10 2002 57,29 18,03 35,64
11 2003 56,73 20,66 35,61
12 2004 59,20 22,52 38,13
13 2005 - - -
14 2006 54,13 20,64 35,03
15 2007 64,67 28,63 44,20
16 2008 66,70 31,40 48,56
17 2009 69,51 33,96 51,19
18 2010 72,78 38,50 55,54
19 2011 71,52 38,72 54,99
Sumber: Susenas 1993 - 2011, BPS
Lampiran 2.30

JUMLAH LOKASI SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT BERDASARKAN INDIKATOR INPRES NOMOR 3 TAHUN 2010 DAN 2011

2010 2011
No Provinsi Desember Maret Juni September Desember
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Aceh 8 8 8 8 11
2 Sumatera Utara 0 1 1 1 6
3 Sumatera Barat 240 240 240 346 360
4 Riau 92 92 92 164 187
5 Jambi 90 90 90 149 149
6 Sumatera Selatan 218 362 361 450 459
7 Bengkulu 53 53 53 99 99
8 Lampung 0 0 0 0 25
9 Bangka Belitung 1 1 1 1 56
10 Kepulauan Riau 0 0 0 0 28
11 DKI Jakarta 0 0 0 0 0
12 Jawa Barat 104 109 109 174 371
13 Jawa Tengah 425 505 513 928 971
14 DI Yogyakarta 0 0 0 2 8
15 Jawa Timur 180 371 628 682 1248
16 Banten 26 26 26 52 63
17 Bali 0 0 0 0 8
18 Nusa Tenggara Barat 52 52 52 55 334
19 Nusa Tenggara Timur 328 397 388 547 557
20 Kalimantan Barat 85 85 85 176 182
21 Kalimantan Tengah 82 82 82 177 177
22 Kalimantan Selatan 106 106 106 201 220
23 Kalimantan Timur 0 0 0 0 25
24 Sulawesi Utara 0 0 0 0 0
25 Sulawesi Tengah 97 97 174 181 186
26 Sulawesi Selatan 104 104 104 175 175
27 Sulawesi Tenggara 3 3 3 3 5
28 Gorontalo 39 39 39 76 76
29 Sulawesi Barat 45 45 62 81 81
30 Maluku 29 29 29 41 43
31 Maluku Utara 39 39 39 47 48
32 Papua Barat 54 54 54 54 54
33 Papua 10 12 12 23 23
Indonesia 2.510 3.002 3.351 4.893 6.235
Sumber: Direktorat Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI
Lampiran 2.31

PENCAPAIAN RUMAH TANGGA BERPERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT (PHBS) TAHUN 2011

Jumlah Rumah Tangga yang


No Provinsi Jumlah Rumah Tangga Rumah Tangga Ber - PHBS Pencapaian (%)
Dipantau
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Aceh 987.900 237.085 111.955 47,22


2 Sumatera Utara 3.074.100 1.182.858 738.701 62,45
3 Sumatera Barat 1.172.000 108.018 19.407 17,97
4 Riau 1.269.900 93.812 45.750 48,77
5 Jambi 703.300 73.141 31.741 43,40
6 Sumatera Selatan 1.714.700 881.649 409.897 46,49
7 Bengkulu 415.500 176.337 86.756 49,20
8 Lampung 1.865.300 352.884 139.225 39,45
9 Kepulauan Bangka Belitung 284.400 39.112 21.866 55,91
10 Kepulauan Riau 429.300 111.710 42.833 38,34
11 DKI Jakarta 2.324.600 705.543 500.262 70,90
12 Jawa Barat 11.012.500 2.104.319 965.870 45,90
13 Jawa Tengah 8.674.200 3.249.436 2.528.896 77,83
14 DI Yogyakarta 1.068.100 347.528 104.251 30,00
15 Jawa Timur 10.223.500 1.006.824 362.457 36,00
16 Banten 2.376.100 661.027 233.590 35,34
17 Bali 912.100 256.457 150.613 58,73
18 Nusa Tenggara Barat 1.172.200 114.431 56.936 49,76
19 Nusa Tenggara Timur 1.007.100 242.617 118.942 49,02
20 Kalimantan Barat 985.400 193.284 87.116 45,07
21 Kalimantan Tengah 522.400 30.933 15.861 51,28
22 Kalimantan Selatan 938.800 80.569 32.047 39,78
23 Kalimantan Timur 775.600 233.377 185.100 79,31
24 Sulawesi Utara 597.900 170.117 120.280 70,70
25 Sulawesi Tengah 600.700 2.665 824 30,92
26 Sulawesi Selatan 1.831.100 932.133 434.374 46,60
27 Sulawesi Tenggara 482.500 179.714 67.793 37,72
28 Gorontalo 253.900 351.627 166.461 47,34
29 Sulawesi Barat 239.800 44.145 13.620 30,85
30 Maluku 293.200 60.688 27.534 45,37
31 Maluku Utara 211.600 26.066 10.883 41,75
32 Papua Barat 184.600 22.275 5.681 25,50
33 Papua 514.600 501.157 124.443 24,83
Indonesia 59.118.900 14.773.538 7.961.965 53,89
Sumber: Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes RI
Ket: Data Per 6 Agustus 2012
Lampiran 2.32

PERATURAN TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK TINGKAT PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2011

Provinsi
No Keterangan
Kabupaten/Kota
(1) (2) (3)

Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2005 tentang Kawasan Tanpa Rokok


1 DKI Jakarta
Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok
2 Bali Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
3 DI Yogyakarta Peraturan Gubernur No. 42 Tahun 2007 tentang Kawasan Tanpa Rokok
4 Kota Payakumbuh Peraturan Daerah No.15 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Peraturan Daerah No. 12 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok
5 Kota Bogor Peraturan Walikota No. 7 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Kota Bogor No.12 Tahun 2009
tentang Kawasan Tanpa Rokok
6 Kota Palembang Peraturan Daerah No. 7 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok
7 Kota Pontianak Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok
8 Kab. Sragen Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
9 Kota Bukit Tinggi Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
10 Kota Tangerang Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok
11 Kota Padang Panjang Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok Dan Kawasan Tertib Rokok
12 Kab. Tulung Agung Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Terbatas Merokok
13 Kab. Minahasa Utara Peraturan Bupati No. 11 Tahun 2011 tentang Kawasan Dilarang Merokok
14 Kota Surabaya Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok
15 Kota Palu Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2010 tentang Sistem Kesehatan Daerah
16 Kota Makassar Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
17 Kota Bitung Peraturan Walikota No. 10 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok
18 Kota Banda Aceh Peraturan Walikota No. 47 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
19 Kota Semarang Peraturan Walikota No. 12 Tahun 2009 tentang KTR dan KTM
20 Kota Probolinggo Peraturan Walikota No. 188 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok
21 Kota Cirebon SK Walikota No. 27A/2006 tentang Perlindungan Masyarakat Bukan Perokok di Kota Cirebon
22 Kota Bengkulu Peraturan Walikota No. 38 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
23 Kota Samarinda Peraturan Walikota No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok
24 Kab. Bone Bolango Peraturan Bupati No. 48 Tahun 2011 tentang Kawasan Bebas Rokok
25 Kota Surakarta Peraturan Walikota No. 13 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok
26 Kota Bangli Peraturan Bupati No. 24 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok
27 Kota Bandung Peraturan Bupati No. 15 Tahun 2008 tentang Kawasan Bebas Asap Rokok
28 Kab. Lombok Timur Instruksi Bupati Lombok Timur No. 02 tahun 2004 tentang Pelaksanaan PHBS
Sumber: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes RI
Lampiran 3.1

ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI, ANGKA KEMATIAN BALITA TAHUN 2007


DAN ANGKA HARAPAN HIDUP MENURUT PROVINSI TAHUN 2010

Estimasi
No Provinsi Angka Kematian Bayi* Angka Kematian Balita* Angka Harapan Hidup
(IMR) 2007 (AKABA) 2007 (eo) 2010
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 25 45 68,70
2 Sumatera Utara 46 67 69,50
3 Sumatera Barat 47 62 69,50
4 Riau 37 47 71,40
5 Jambi 39 47 69,10
6 Sumatera Selatan 42 52 69,60
7 Bengkulu 46 65 69,90
8 Lampung 43 55 69,50
9 Kepulauan Bangka Belitung 39 46 68,90
10 Kepulauan Riau 43 58 69,80
11 DKI Jakarta 28 36 73,20
12 Jawa Barat 39 49 68,20
13 Jawa Tengah 26 32 71,40
14 DI Yogyakarta 19 22 73,22
15 Jawa Timur 35 45 69,60
16 Banten 46 58 64,90
17 Bali 34 38 70,72
18 Nusa Tenggara Barat 72 92 62,11
19 Nusa Tenggara Timur 57 80 67,50
20 Kalimantan Barat 46 59 66,60
21 Kalimantan Tengah 30 34 71,20
22 Kalimantan Selatan 58 75 63,81
23 Kalimantan Timur 26 38 71,20
24 Sulawesi Utara 35 43 72,22
25 Sulawesi Tengah 60 69 66,60
26 Sulawesi Selatan 41 53 70,00
27 Sulawesi Tenggara 41 62 67,80
28 Gorontalo 52 69 66,81
29 Sulawesi Barat 74 96 67,80
30 Maluku 59 93 67,40
31 Maluku Utara 51 74 66,01
32 Papua Barat 41 62 68,51
33 Papua 36 64 68,60
Indonesia 34 44 69,43
Sumber: BPS, Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007
* : Periode lima tahunan sebelum survei.
AHH : BPS, Indeks Pembangunan Manusia 2009
Lampiran 3.2

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KOMPONEN MENURUT PROVINSI TAHUN 2009- 2010

2009 2010
No. Provinsi Rata-rata Lama Pengeluaran Rata-rata Lama Pengeluaran Reduksi
Angka Harapan Angka Melek Angka Harapan Angka Melek
Sekolah Riil / Kapita IPM Peringkat Sekolah Riil / Kapita IPM Peringkat Shortfall
Hidup (Tahun) Huruf (%) Hidup (Tahun) Huruf (%)
(Tahun) (Rp.000) (Tahun) (Rp.000)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)

1 Aceh 68,60 8,63 96,39 610,27 71,31 17 68,70 8,81 96,88 611,42 71,70 17 1,33

2 Sumatera Utara 69,35 8,65 97,15 634,73 73,80 8 69,50 8,85 97,32 636,33 74,19 8 1,49

3 Sumatera Barat 69,25 8,45 96,81 633,72 73,44 9 69,50 8,48 97,09 635,29 73,78 9 1,29

4 Riau 71,25 8,56 98,11 642,55 75,60 3 71,40 8,58 98,35 646,63 76,07 3 1,91

5 Jambi 68,95 7,68 96,06 632,60 72,45 13 69,10 7,84 96,07 633,67 72,74 13 1,05

6 Sumatera Selatan 69,40 7,66 97,21 628,30 72,61 10 69,60 7,82 97,36 629,38 72,95 10 1,25

7 Bengkulu 69,65 8,23 94,90 626,82 72,55 12 69,90 8,25 95,30 628,51 72,92 11 1,36

8 Lampung 69,25 7,49 94,37 617,42 70,93 21 69,50 7,75 94,64 618,63 71,42 21 1,66

9 Kepulauan Bangka Belitung 68,75 7,41 95,63 639,10 72,55 11 68,90 7,45 95,69 641,51 72,86 12 1,13

10 Kepulauan Riau 69,75 8,96 96,08 641,63 74,54 6 69,80 9,16 97,19 643,0 75,07 6 2,08

11 DKI Jakarta 73,05 10,90 98,94 627,46 77,36 1 73,20 10,93 99,13 628,67 77,60 1 1,08

12 Jawa Barat 68,0 7,72 95,98 628,71 71,64 15 68,20 8,02 96,18 632,22 72,29 15 2,30

13 Jawa Tengah 71,25 7,07 89,46 636,39 72,10 14 71,40 7,24 89,95 637,27 72,49 14 1,38

14 DI Yogyakarta 73,16 8,78 90,18 644,67 75,23 4 73,22 9,07 90,84 646,56 75,77 4 2,18

15 Jawa Timur 69,35 7,20 87,80 640,12 71,06 18 69,60 7,24 88,34 643,60 71,62 18 1,92

16 Banten 64,75 8,15 95,95 627,63 70,06 23 64,90 8,32 96,20 629,70 70,48 23 1,42

17 Bali 70,67 7,83 87,22 632,15 71,52 16 70,72 8,21 88,40 634,67 72,28 16 2,69

18 Nusa Tenggara Barat 61,80 6,73 80,18 637,98 64,66 32 62,11 6,77 81,05 639,89 65,20 32 1,51

19 Nusa Tenggara Timur 67,25 6,60 87,96 602,60 66,60 31 67,50 6,99 88,59 603,75 67,26 31 1,98

20 Kalimantan Barat 66,45 6,75 89,70 630,34 68,79 28 66,60 6,82 90,26 631,65 69,15 28 1,17

21 Kalimantan Tengah 71,10 8,02 97,69 633,91 74,36 7 71,20 8,03 97,78 636,47 74,64 7 1,09

22 Kalimantan Selatan 63,45 7,54 95,41 634,59 69,30 26 63,81 7,65 95,94 637,46 69,92 26 2,02

23 Kalimantan Timur 71,0 8,85 96,89 638,73 75,11 5 71,20 8,87 97,05 642,51 75,56 5 1,81

24 Sulawesi Utara 72,12 8,82 99,41 631,0 75,68 2 72,22 8,89 99,45 634,88 76,09 2 1,72

25 Sulawesi Tengah 66,35 7,89 95,78 627,40 70,70 22 66,60 8,0 96,08 629,30 71,14 22 1,49

26 Sulawesi Selatan 69,80 7,41 87,02 635,48 70,94 20 70,0 7,84 87,75 636,60 71,62 19 2,34

27 Sulawesi Tenggara 67,60 7,90 91,51 615,29 69,52 25 67,80 8,11 91,85 616,99 70,0 25 1,56

28 Gorontalo 66,50 7,18 95,77 621,31 69,79 24 66,81 7,38 96,0 622,92 70,28 24 1,63

29 Sulawesi Barat 67,60 7,05 87,59 630,32 69,18 27 67,80 7,11 88,48 631,76 69,64 27 1,51

30 Maluku 67,20 8,63 98,13 610,73 70,96 19 67,40 8,76 98,14 614,01 71,42 20 1,59

31 Maluku Utara 65,70 8,61 95,74 598,45 68,63 29 66,01 8,63 96,08 600,20 69,03 30 1,26

32 Papua Barat 68,20 8,01 92,34 595,28 68,58 30 68,51 8,21 93,19 596,08 69,15 29 1,81

33 Papua 68,35 6,57 75,58 603,88 64,53 33 68,60 6,66 75,60 606,38 64,94 33 1,15

Indonesia 69,21 7,72 92,58 631,46 71,76 69,43 7,92 92,91 633,64 72,27 1,80
Sumber : Badan Pusat Statistik, Indeks Pembangunan Manusia
Ket : Reduksi Short Fall : Percepatan pembangunan manusia untuk mencapai angka IPM ideal
Lampiran 3.3

10 BESAR PENYAKIT RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TAHUN 2010

Kasus Proporsi Kasus Jumlah


No Golongan Sebab Sakit Berdasarkan Pasien Meninggal CFR (%)
Daftar Tabulasi Dasar (DTD) Laki-laki Perempuan Laki-laki (%) Perempuan (%) Keluar
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Diare & gastroenteritis oleh penyebab infeksi
1 37.281 34.608 51,86 48,14 71.889 1.289 1,79
tertentu (kolitis infeksi)

2 Demam Berdarah Dengue 30.232 28.883 51,14 48,86 59.115 325 0,55

3 Demam tifoid dan paratifoid 19.706 21.375 47,97 52,03 41.081 274 0,67

4 Penyulit kehamilan dan persalinan lainnya 0 40.636 0,00 100,00 40.636 276 0,68

5 Dispepsia 9.594 15.122 38,82 61,18 24.716 166 0,67

Cedera YDT lainnya YTT dan daerah badan


6 14.405 7.328 66,28 33,72 21.733 605 2,78
Multipel

7 Hipertensi esensial (primer) 8.423 11.451 42,38 57,62 19.874 955 4,81

8 Cedera intrakranial 12.010 7.371 61,97 38,03 19.381 1.025 5,29

9 Infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya 9.737 8.181 54,34 45,66 17.918 589 3,29

10 Pneumonia 9.340 7.971 53,95 46,05 17.311 1.315 7,60

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012


Lampiran 3.4

10 BESAR PENYAKIT RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT TAHUN 2010

Kasus
No Golongan Sebab Sakit Berdasarkan Jumlah Jumlah
Laki-laki Perempuan Kasus Baru Kunjungan
Daftar Tabulasi Dasar (DTD)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya 147.410 143.946 291.356 433.354

Cedera YDT lainnya YTT dan daerah badan


2 77.337 49.739 127.076 168.768
Multipel

3 Penyakit kulit dan jaringan subkutan lainnya 48.576 73.500 122.076 192.414

4 Gangguan refraksi dan akomodasi 42.349 69.164 111.513 143.404

Diare & gastroenteritis oleh penyebab infeksi


5 53.389 51.890 105.279 141.556
tertentu (kolitis infeksi)

6 Dispepsia 34.981 53.618 88.599 163.428

7 Penyakit pulpa dan periapikal 39.427 46.994 86.421 163.211

8 Hipertensi esensial (primer) 35.462 45.153 80.615 277.846

9 Konjungtivitis dan gangguan lain konjungtiva 30.250 37.776 68.026 87.513

10 Penyakit telinga dan prosesus mastoid 30.583 30.855 61.438 99.663


Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.5

PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN BERAT BADAN PER UMUR (BB/U)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2010

Status Gizi Menurut BB/U


No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) Gizi Baik (%) Gizi Lebih (%) Jumlah (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 7,1 16,6 72,1 4,2 100,0
2 Sumatera Utara 7,8 13,5 71,1 7,5 100,0
3 Sumatera Barat 2,8 14,4 81,3 1,6 100,0
4 Riau 4,8 11,4 75,2 8,6 100,0
5 Jambi 5,4 14,3 76,3 4,1 100,0
6 Sumatera Selatan 5,5 14,4 74,5 5,6 100,0
7 Bengkulu 4,3 11,0 73,7 10,9 100,0
8 Lampung 3,5 10,0 79,8 6,8 100,0
9 Kepulauan Bangka Belitung 3,2 11,7 80,6 4,5 100,0
10 Kepulauan Riau 4,3 9,8 81,3 4,6 100,0
11 DKI Jakarta 2,6 8,7 77,7 11,1 100,0
12 Jawa Barat 3,1 9,9 81,6 5,4 100,0
13 Jawa Tengah 3,3 12,4 78,1 6,2 100,0
14 DI Yogyakarta 1,4 9,9 81,5 7,3 100,0
15 Jawa Timur 4,8 12,3 75,3 7,6 100,0
16 Banten 4,8 13,7 77,5 4,0 100,0
17 Bali 1,7 9,2 81,0 8,0 100,0
18 Nusa Tenggara Barat 10,6 19,9 66,9 2,6 100,0
19 Nusa Tenggara Timur 9,0 20,4 67,5 3,1 100,0
20 Kalimantan Barat 9,5 19,7 67,0 3,9 100,0
21 Kalimantan Tengah 5,3 22,3 69,4 2,9 100,0
22 Kalimantan Selatan 6,0 16,8 73,1 4,0 100,0
23 Kalimantan Timur 4,4 12,7 75,9 7,0 100,0
24 Sulawesi Utara 3,8 6,8 84,3 5,1 100,0
25 Sulawesi Tengah 7,9 18,6 69,1 4,4 100,0
26 Sulawesi Selatan 6,4 18,6 72,2 2,8 100,0
27 Sulawesi Tenggara 6,5 16,3 66,9 10,2 100,0
28 Gorontalo 11,2 15,3 69,4 4,1 100,0
29 Sulawesi Barat 7,6 12,9 74,9 4,7 100,0
30 Maluku 8,4 17,8 70,5 3,4 100,0
31 Maluku Utara 5,7 17,9 73,2 3,2 100,0
32 Papua Barat 9,1 17,4 67,3 6,2 100,0
33 Papua 6,3 10,0 78,4 5,3 100,0
Indonesia 4,9 13,0 76,2 5,8 100,0
Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010
Lampiran 3.6

PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN TINGGI BADAN PER UMUR (TB/U)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2010

Status Gizi Menurut TB/U


No Provinsi
Sangat Pendek (%) Pendek (%) Normal (%) Jumlah (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


1 Aceh 24,2 14,8 61,1 100,0
2 Sumatera Utara 23,4 18,9 57,7 100,0
3 Sumatera Barat 14,3 18,4 67,2 100,0
4 Riau 19,6 12,5 67,8 100,0
5 Jambi 15,4 14,8 69,8 100,0
6 Sumatera Selatan 23,1 17,3 59,6 100,0
7 Bengkulu 18,3 13,3 68,4 100,0
8 Lampung 20,6 15,6 63,7 100,0
9 Kepulauan Bangka Belitung 12,5 16,6 71,0 100,0
10 Kepulauan Riau 11,4 15,5 73,1 100,0
11 DKI Jakarta 14,3 12,3 73,4 100,0
12 Jawa Barat 16,6 17,1 66,4 100,0
13 Jawa Tengah 16,9 17,0 66,1 100,0
14 DI Yogyakarta 10,2 12,3 77,5 100,0
15 Jawa Timur 20,9 14,9 64,1 100,0
16 Banten 16,5 17,0 66,5 100,0
17 Bali 14,0 15,3 70,7 100,0
18 Nusa Tenggara Barat 27,8 20,5 51,8 100,0
19 Nusa Tenggara Timur 30,9 27,5 41,6 100,0
20 Kalimantan Barat 20,7 19,0 60,3 100,0
21 Kalimantan Tengah 18,0 21,6 60,4 100,0
22 Kalimantan Selatan 15,9 19,4 64,7 100,0
23 Kalimantan Timur 14,4 14,7 70,9 100,0
24 Sulawesi Utara 12,7 15,1 72,2 100,0
25 Sulawesi Tengah 16,0 20,1 63,8 100,0
26 Sulawesi Selatan 15,8 23,1 61,1 100,0
27 Sulawesi Tenggara 20,8 17,0 62,2 100,0
28 Gorontalo 21,6 18,7 59,7 100,0
29 Sulawesi Barat 21,6 20,0 58,4 100,0
30 Maluku 16,5 21,0 62,5 100,0
31 Maluku Utara 14,4 15,0 70,6 100,0
32 Papua Barat 28,6 20,6 50,8 100,0
33 Papua 13,3 15,0 71,7 100,0
Indonesia 18,5 17,1 64,4 100,0
Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010
Lampiran 3.7

PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN BERAT BADAN PER TINGGI BADAN (BB/TB)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2010

Status Gizi Menurut BB/TB


No Provinsi
Sangat Kurus (%) Kurus (%) Normal (%) Gemuk (%) Jumlah (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)


1 Aceh 6,3 7,9 69,6 16,2 100,0
2 Sumatera Utara 5,6 8,4 67,6 18,3 100,0
3 Sumatera Barat 4,0 4,2 83,5 8,3 100,0
4 Riau 9,2 8,0 66,8 16,0 100,0
5 Jambi 11,3 8,7 70,4 9,6 100,0
6 Sumatera Selatan 7,3 7,3 68,7 16,8 100,0
7 Bengkulu 9,7 8,1 66,7 15,5 100,0
8 Lampung 5,4 8,5 69,6 16,4 100,0
9 Kepulauan Bangka Belitung 1,7 5,8 82,8 9,6 100,0
10 Kepulauan Riau 2,0 6,0 81,4 10,6 100,0
11 DKI Jakarta 4,4 6,9 69,1 19,6 100,0
12 Jawa Barat 4,6 6,4 74,4 14,6 100,0
13 Jawa Tengah 6,4 7,8 71,8 14,0 100,0
14 DI Yogyakarta 2,6 6,5 77,3 13,6 100,0
15 Jawa Timur 7,3 6,8 68,8 17,1 100,0
16 Banten 6,2 7,9 74,2 11,7 100,0
17 Bali 5,2 7,9 69,4 17,5 100,0
18 Nusa Tenggara Barat 5,9 8,0 73,5 12,5 100,0
19 Nusa Tenggara Timur 6,8 6,4 74,8 11,9 100,0
20 Kalimantan Barat 7,6 9,1 72,5 10,8 100,0
21 Kalimantan Tengah 6,0 9,6 75,4 9,0 100,0
22 Kalimantan Selatan 8,4 7,2 74,6 9,8 100,0
23 Kalimantan Timur 5,8 7,1 77,6 9,6 100,0
24 Sulawesi Utara 2,6 6,7 82,3 8,5 100,0
25 Sulawesi Tengah 8,4 6,4 75,1 10,2 100,0
26 Sulawesi Selatan 4,8 7,2 81,1 6,9 100,0
27 Sulawesi Tenggara 6,2 9,6 66,1 18,1 100,0
28 Gorontalo 4,1 7,7 80,4 7,8 100,0
29 Sulawesi Barat 6,1 10,6 71,5 11,8 100,0
30 Maluku 6,3 6,9 78,5 8,2 100,0
31 Maluku Utara 6,4 11,3 77,2 5,0 100,0
32 Papua Barat 6,0 5,5 73,8 14,8 100,0
33 Papua 8,2 5,7 75,5 10,7 100,0
Indonesia 6,0 7,3 72,8 14,0 100,0
Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010
Lampiran 3.8

PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN TINGGI BADAN PER UMUR DAN BERAT BADAN PER TINGGI BADAN (TB/U DAN BB/TB)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2010

Status Gizi Menurut TB/U dan BB/TB


No Provinsi Pendek-Kurus Pendek-Normal Pendek-Gemuk Normal-Kurus Normal-Normal Normal-Gemuk
Jumlah (%)
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Aceh 3,1 26,1 9,2 11,2 47,2 3,2 100,0
2 Sumatera Utara 3,1 28,3 10,2 11,2 41,4 5,9 100,0
3 Sumatera Barat 1,2 25,6 5,7 6,9 59,2 1,4 100,0
4 Riau 1,7 20,7 7,7 15,6 46,9 7,3 100,0
5 Jambi 3,1 22,2 4,3 16,8 49,6 4,1 100,0
6 Sumatera Selatan 2,0 27,2 10,3 12,8 43,9 3,8 100,0
7 Bengkulu 1,2 20,8 7,7 16,2 48,1 6,0 100,0
8 Lampung 1,6 24,2 8,7 12,4 47,4 5,7 100,0
9 Kepulauan Bangka Belitung 2,3 22,7 4,2 5,1 61,0 4,9 100,0
10 Kepulauan Riau 2,1 17,9 4,9 6,0 64,3 4,8 100,0
11 DKI Jakarta 0,4 15,8 8,4 10,8 54,5 10,1 100,0
12 Jawa Barat 1,4 23,4 8,4 9,4 52,7 4,8 100,0
13 Jawa Tengah 1,3 23,9 7,8 12,5 49,4 5,1 100,0
14 DI Yogyakarta 0,4 16,3 5,2 8,8 61,3 8,0 100,0
15 Jawa Timur 1,6 24,2 9,7 12,4 46,4 5,7 100,0
16 Banten 2,3 24,9 6,5 11,9 50,6 3,8 100,0
17 Bali 0,9 18,7 8,6 12,6 51,9 7,3 100,0
18 Nusa Tenggara Barat 5,3 36,4 6,8 9,0 40,1 2,5 100,0
19 Nusa Tenggara Timur 4,9 44,3 9,7 8,3 31,9 1,0 100,0
20 Kalimantan Barat 5,3 28,9 4,6 11,9 44,4 5,0 100,0
21 Kalimantan Tengah 3,9 31,1 4,6 11,7 45,1 3,6 100,0
22 Kalimantan Selatan 2,5 26,6 4,9 12,5 49,3 4,2 100,0
23 Kalimantan Timur 2,1 22,7 3,2 10,8 55,4 5,7 100,0
24 Sulawesi Utara 2,2 21,2 3,9 6,8 62,5 3,5 100,0
25 Sulawesi Tengah 4,3 25,8 5,0 10,4 51,9 2,7 100,0
26 Sulawesi Selatan 2,6 32,8 3,9 9,3 49,2 2,1 100,0
27 Sulawesi Tenggara 3,7 25,6 7,2 13,4 44,0 6,1 100,0
28 Gorontalo 4,5 31,5 4,7 7,0 49,6 2,9 100,0
29 Sulawesi Barat 4,2 29,8 6,3 13,1 42,9 3,6 100,0
30 Maluku 4,0 28,4 5,4 9,4 50,8 2,0 100,0
31 Maluku Utara 1,9 25,3 2,3 15,8 52,3 2,4 100,0
32 Papua Barat 2,6 37,1 9,2 8,6 38,5 4,1 100,0
33 Papua 2,3 22,1 4,6 11,4 54,5 5,1 100,0
Indonesia 2,1 25,3 7,6 11,1 49,1 4,8 100,0
Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010
Lampiran 3.9

PREVALENSI STATUS GIZI PENDUDUK DEWASA (>18 TAHUN)


BERDASARKAN KATEGORI INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DAN PROVINSI TAHUN 2010

Kategori IMT
No Provinsi
Kurus (%) Normal (%) BB Lebih (%) Obese (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


1 Aceh 11,1 64,5 10,9 13,4
2 Sumatera Utara 8,7 65,9 11,9 13,5
3 Sumatera Barat 14,1 64,1 9,4 12,5
4 Riau 9,2 69,4 11,1 10,3
5 Jambi 11,6 65,9 11,3 11,2
6 Sumatera Selatan 14,9 65,9 9,2 10,0
7 Bengkulu 12,7 68,0 9,3 10,0
8 Lampung 12,0 70,7 8,5 8,8
9 Kepulauan Bangka Belitung 10,2 63,4 9,9 16,5
10 Kepulauan Riau 9,1 60,0 13,2 17,6
11 DKI Jakarta 9,7 61,8 12,3 16,2
12 Jawa Barat 12,5 64,8 10,0 12,8
13 Jawa Tengah 13,7 67,4 9,3 9,5
14 DI Yogyakarta 17,5 60,8 9,7 12,1
15 Jawa Timur 12,3 67,1 9,5 11,1
16 Banten 15,3 63,0 9,5 12,2
17 Bali 11,0 68,2 10,5 10,4
18 Nusa Tenggara Barat 16,1 67,1 8,0 8,8
19 Nusa Tenggara Timur 19,7 67,3 6,5 6,5
20 Kalimantan Barat 14,7 67,2 8,6 9,5
21 Kalimantan Tengah 12,1 68,4 9,2 10,3
22 Kalimantan Selatan 18,6 60,1 10,5 10,8
23 Kalimantan Timur 8,4 62,1 12,1 17,3
24 Sulawesi Utara 6,0 56,8 15,2 21,9
25 Sulawesi Tengah 10,2 65,7 10,8 13,3
26 Sulawesi Selatan 14,6 64,7 9,7 11,0
27 Sulawesi Tenggara 10,9 72,8 8,9 7,4
28 Gorontalo 11,6 60,9 11,3 16,1
29 Sulawesi Barat 9,9 69,3 9,8 11,0
30 Maluku 10,6 64,8 9,5 15,1
31 Maluku Utara 10,4 62,4 12,8 14,4
32 Papua Barat 10,4 62,1 12,1 15,4
33 Papua 9,2 66,0 11,0 13,8
Indonesia 12,6 65,8 10,0 11,7
Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010
Lampiran 3.10

HASIL CAKUPAN PENEMUAN KASUS PENYAKIT TB PARU


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Cakupan Penemuan
Perkiraan Kasus Menular Semua Kasus BTA Positif Case Detection Rate (CDR) %
No Provinsi Laki-laki + Laki-laki + Laki-laki + Laki-laki +
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1 Aceh 3.584 3.617 7.201 2.880 1.497 4.377 2.379 1.232 3.611 66,4 34,1 50,1
2 Sumatera Utara 10.883 10.963 21.847 13.674 7.386 21.060 11.048 5.921 16.969 101,5 54,0 77,7
3 Sumatera Barat 3.919 4.011 7.930 4.338 2.375 6.713 3.005 1.581 4.586 76,7 39,4 57,8
4 Riau 4.645 4.216 8.861 3.066 1.721 4.787 2.069 1.084 3.153 44,5 25,7 35,6
5 Jambi 2.385 2.295 4.680 2.080 1.345 3.425 1.919 1.237 3.156 80,5 53,9 67,4
6 Sumatera Selatan 5.999 5.875 11.874 4.927 3.190 8.117 3.332 2.135 5.467 55,5 36,3 46,0
7 Bengkulu 1.394 1.352 2.746 1.125 645 1.770 1.016 549 1.565 72,9 40,6 57,0
8 Lampung 6.269 6.038 12.307 4.546 3.181 7.727 3.591 2.403 5.994 57,3 39,8 48,7
9 Kep. Bangka Belitung 984 885 1.870 868 537 1.405 633 395 1.028 64,3 44,6 55,0
10 Kepulauan Riau 1.272 1.361 2.634 1.161 746 1.907 645 420 1.065 50,7 30,8 40,4
11 DKI Jakarta 4.892 5.126 10.017 15.159 10.778 25.937 5.297 3.338 8.635 108,3 65,1 86,2
12 Jawa Barat 22.994 22.647 45.641 34.768 28.285 63.053 19.852 14.806 34.658 86,3 65,4 75,9
13 Jawa Tengah 17.714 17.935 35.648 21.849 17.855 39.704 11.501 9.069 20.570 64,9 50,6 57,7
14 DI Yogyakarta 1.149 1.134 2.283 1.356 1.063 2.419 659 467 1.126 57,4 41,2 49,3
15 Jawa Timur 19.984 20.296 40.280 22.808 18.763 41.571 14.461 11.583 26.044 72,4 57,1 64,7
16 Banten 5.478 5.379 10.857 8.483 6.415 14.898 5.000 3.461 8.461 91,3 64,3 77,9
17 Bali 1.168 1.147 2.315 1.897 1.282 3.179 952 631 1.583 81,5 55,0 68,4
18 Nusa Tenggara Barat 4.600 4.999 9.600 3.287 2.269 5.556 2.194 1.471 3.665 47,7 29,4 38,2
19 Nusa Tenggara Timur 5.011 5.048 10.059 3.240 2.623 5.863 2.368 1.805 4.173 47,3 35,8 41,5
20 Kalimantan Barat 4.722 4.638 9.360 3.636 2.045 5.681 3.075 1.673 4.748 65,1 36,1 50,7
21 Kalimantan Tengah 2.340 2.156 4.497 1.489 987 2.476 907 580 1.487 38,8 26,9 33,1
22 Kalimantan Selatan 3.787 3.759 7.547 2.914 1.991 4.905 2.026 1.302 3.328 53,5 34,6 44,1
23 Kalimantan Timur 3.627 3.315 6.942 2.568 1.638 4.206 1.529 918 2.447 42,2 27,7 35,3
24 Sulawesi Utara 2.426 2.340 4.766 3.601 2.253 5.854 3.255 2.037 5.292 134,2 87,0 111,0
25 Sulawesi Tengah 2.740 2.643 5.382 1.924 1.291 3.215 1.681 1.115 2.796 61,4 42,2 51,9
26 Sulawesi Selatan 8.224 8.810 17.034 6.409 4.643 11.052 5.214 3.721 8.935 63,4 42,2 52,5
27 Sulawesi Tenggara 2.282 2.347 4.629 2.323 1.652 3.975 2.186 1.543 3.729 95,8 65,7 80,6
28 Gorontalo 1.068 1.047 2.115 1.059 767 1.826 983 691 1.674 92,0 66,0 79,2
29 Sulawesi Barat 1.145 1.120 2.265 942 603 1.545 822 531 1.353 71,8 47,4 59,7
30 Maluku 1.460 1.432 2.892 2.017 1.662 3.679 1.384 1.054 2.438 94,8 73,6 84,3
31 Maluku Utara 1.069 1.044 2.113 735 469 1.204 510 316 826 47,7 30,3 39,1
32 Papua Barat 849 771 1.620 921 802 1.723 353 281 634 41,6 36,5 39,1
33 Papua 2.369 2.208 4.577 3.670 2.829 6.499 1.507 1.094 2.601 63,6 49,6 56,8
Indonesia 118.591 118.363 236.954 185.720 135.588 321.308 117.353 80.444 197.797 99,0 68,0 83,5
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.11

JUMLAH KASUS BARU TB PARU BTA POSITIF


MENURUT JENIS KELAMIN DAN PROVINSI TAHUN 2011

Jenis Kelamin

No Provinsi Laki-laki Perempuan


Laki-laki+ Perempuan
Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 2.379 65,9 1.232 34,1 3.611
2 Sumatera Utara 11.048 65,1 5.921 34,9 16.969
3 Sumatera Barat 3.005 65,5 1.581 34,5 4.586
4 Riau 2.069 65,6 1.084 34,4 3.153
5 Jambi 1.919 60,8 1.237 39,2 3.156
6 Sumatera Selatan 3.332 60,9 2.135 39,1 5.467
7 Bengkulu 1.016 64,9 549 35,1 1.565
8 Lampung 3.591 59,9 2.403 40,1 5.994
9 Kepulauan Bangka Belitung 633 61,6 395 38,4 1.028
10 Kepulauan Riau 645 60,6 420 39,4 1.065
11 DKI Jakarta 5.297 61,3 3.338 38,7 8.635
12 Jawa Barat 19.852 57,3 14.806 42,7 34.658
13 Jawa Tengah 11.501 55,9 9.069 44,1 20.570
14 DI Yogyakarta 659 58,5 467 41,5 1.126
15 Jawa Timur 14.461 55,5 11.583 44,5 26.044
16 Banten 5.000 59,1 3.461 40,9 8.461
17 Bali 952 60,1 631 39,9 1.583
18 Nusa Tenggara Barat 2.194 59,9 1.471 40,1 3.665
19 Nusa Tenggara Timur 2.368 56,7 1.805 43,3 4.173
20 Kalimantan Barat 3.075 64,8 1.673 35,2 4.748
21 Kalimantan Tengah 907 61,0 580 39,0 1.487
22 Kalimantan Selatan 2.026 60,9 1.302 39,1 3.328
23 Kalimantan Timur 1.529 62,5 918 37,5 2.447
24 Sulawesi Utara 3.255 61,5 2.037 38,5 5.292
25 Sulawesi Tengah 1.681 60,1 1.115 39,9 2.796
26 Sulawesi Selatan 5.214 58,4 3.721 41,6 8.935
27 Sulawesi Tenggara 2.186 58,6 1.543 41,4 3.729
28 Gorontalo 983 58,7 691 41,3 1.674
29 Sulawesi Barat 822 58,6 531 39,2 1.353
30 Maluku 1.384 56,8 1.054 43,2 2.438
31 Maluku Utara 510 61,7 316 38,3 826
32 Papua Barat 353 55,7 281 44,3 634
33 Papua 1.507 57,9 1.094 42,1 2.601
Indonesia 117.353 59,3 80.444 40,7 197.797
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.12

JUMLAH KASUS BARU TB PARU BTA POSITIF


MENURUT KELOMPOK UMUR, JENIS KELAMIN DAN PROVINSI TAHUN 2011

Kelompok Umur (Tahun)


No Provinsi 0 - 14 15 - 24 25 - 34 35 - 44 45 - 54 55 - 64 > 65 Total
L P L P L P L P L P L P L P L P T
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)

1 Aceh 20 13 282 216 454 267 485 222 491 216 435 217 212 81 2.379 1.232 3.611
2 Sumatera Utara 53 68 1.431 1.093 2.262 1.343 2.275 1.217 2.469 1.134 1.861 780 697 286 11.048 5.921 16.969
3 Sumatera Barat 19 15 461 319 647 371 506 280 552 268 533 227 287 101 3.005 1.581 4.586
4 Riau 25 31 275 207 490 285 417 208 435 182 302 119 125 52 2.069 1.084 3.153
5 Jambi 18 20 213 196 396 291 384 266 417 241 333 170 158 53 1.919 1.237 3.156
6 Sumatera Selatan 13 24 436 327 676 490 692 458 693 393 558 330 264 113 3.332 2.135 5.467
7 Bengkulu 7 7 136 97 214 132 185 94 226 115 168 80 80 24 1.016 549 1.565
8 Lampung 22 22 418 412 723 551 705 456 702 443 638 370 383 149 3.591 2.403 5.994
9 Kepulauan Bangka Belitung 2 6 85 76 135 95 116 82 131 71 106 42 58 23 633 395 1.028
10 Kepulauan Riau 6 4 93 96 177 136 139 74 101 57 90 38 39 15 645 420 1.065
11 DKI Jakarta 30 30 1.028 805 1.568 877 1.071 710 878 556 544 274 178 86 5.297 3.338 8.635
12 Jawa Barat 116 152 3.761 3.515 4.981 3.789 3.787 2.909 3.347 2.378 2.606 1.534 1.254 529 19.852 14.806 34.658
13 Jawa Tengah 81 120 1.681 1.820 2.326 2.008 2.031 1.708 2.232 1.654 2.035 1.249 1.115 510 11.501 9.069 20.570
14 DI Yogyakarta 7 3 105 112 115 115 119 92 117 61 111 55 85 29 659 467 1.126
15 Jawa Timur 109 125 1.648 1.914 2.566 2.413 2.671 2.345 3.180 2.379 3.012 1.784 1.275 623 14.461 11.583 26.044
16 Banten 15 27 999 809 1.377 882 986 720 816 589 624 325 183 109 5.000 3.461 8.461
17 Bali 3 2 132 117 209 162 162 111 146 86 154 96 146 57 952 631 1.583
18 Nusa Tenggara Barat 7 14 279 244 432 336 409 271 463 312 472 228 132 66 2.194 1.471 3.665
19 Nusa Tenggara Timur 29 20 329 332 507 391 385 308 408 297 436 305 274 152 2.368 1.805 4.173
20 Kalimantan Barat 34 35 350 251 594 360 609 340 645 346 542 249 301 92 3.075 1.673 4.748
21 Kalimantan Tengah 5 9 96 88 166 130 190 138 230 115 151 66 69 34 907 580 1.487
22 Kalimantan Selatan 17 12 263 213 401 292 404 287 433 280 366 170 142 48 2.026 1.302 3.328
23 Kalimantan Timur 14 21 188 155 353 236 306 210 303 152 251 98 114 46 1.529 918 2.447
24 Sulawesi Utara 20 16 406 352 624 415 614 395 680 379 566 334 345 146 3.255 2.037 5.292
25 Sulawesi Tengah 13 9 203 182 300 268 374 270 374 186 297 144 120 56 1.681 1.115 2.796
26 Sulawesi Selatan 21 27 646 588 929 720 960 743 1.052 765 1.081 622 525 256 5.214 3.721 8.935
27 Sulawesi Tenggara 11 8 301 274 465 333 381 278 417 303 413 256 198 91 2.186 1.543 3.729
28 Gorontalo 11 7 158 138 173 149 187 129 225 122 154 104 75 42 983 691 1.674
29 Sulawesi Barat 3 10 130 106 174 117 180 106 151 93 131 81 53 18 822 531 1.353
30 Maluku 17 18 228 198 301 254 265 211 244 178 202 120 127 75 1.384 1.054 2.438
31 Maluku Utara 4 2 104 82 129 88 86 49 88 59 67 28 32 8 510 316 826
32 Papua Barat 6 6 92 92 105 76 50 53 60 28 32 20 8 6 353 281 634
33 Papua 29 44 449 414 460 331 222 160 179 95 133 41 35 9 1.507 1.094 2.601
Indonesia 787 927 17.406 15.840 25.429 18.703 22.353 15.900 22.885 14.533 19.404 10.556 9.089 3.985 117.353 80.444 197.797
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Keterangan: L = Laki-laki P = Perempuan T = Jumlah laki-laki danpPerempuan
Lampiran 3.13

CAKUPAN TB PARU BTA POSITIF SEMBUH, PENGOBATAN LENGKAP


DAN SUCCESS RATE (SR) MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Sembuh Pengobatan Lengkap


Semua Kasus Kasus Sembuh dan
No Provinsi BTA BTA Positif Pengobatan Success Rate
Jumlah % Jumlah %
Lengkap
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Aceh 4,592 3,670 3,207 87.4 208 5.7 3,415 93.1
2 Sumatera Utara 19,673 16,078 14,365 89.3 814 5.1 15,179 94.4
3 Sumatera Barat 6,068 4,156 3,390 81.6 314 7.6 3,704 89.1
4 Riau 4,553 2,996 1,978 66.0 323 10.8 2,301 76.8
5 Jambi 3,459 3,149 2,815 89.4 129 4.1 2,944 93.5
6 Sumatera Selatan 8,046 5,705 4,929 86.4 467 8.2 5,396 94.6
7 Bengkulu 2,083 1,784 1,418 79.5 199 11.2 1,617 90.6
8 Lampung 7,241 5,139 4,547 88.5 299 5.8 4,846 94.3
9 Kepulauan Bangka Belitung 1,500 1,130 1,004 88.8 3 0.3 1,007 89.1
10 Kepulauan Riau 1,621 917 585 63.8 111 12.1 696 75.9
11 DKI Jakarta 24,895 7,944 5,559 70.0 1,005 12.7 6,564 82.6
12 Jawa Barat 61,010 32,649 28,019 85.8 2,122 6.5 30,141 92.3
13 Jawa Tengah 37,986 19,190 15,908 82.9 937 4.9 16,845 87.8
14 DI Yogyakarta 2,450 1,193 930 78.0 79 6.6 1,009 84.6
15 Jawa Timur 37,511 23,350 19,980 85.6 1,164 5.0 21,144 90.6
16 Banten 13,877 8,018 7,082 88.3 489 6.1 7,571 94.4
17 Bali 2,942 1,449 1,072 74.0 197 13.6 1,269 87.6
18 Nusa Tenggara Barat 5,122 3,151 2,439 77.4 459 14.6 2,898 92.0
19 Nusa Tenggara Timur 5,507 3,755 2,845 75.8 286 7.6 3,131 83.4
20 Kalimantan Barat 5,797 4,634 4,213 90.9 94 2.0 4,307 92.9
21 Kalimantan Tengah 2,094 1,323 1,014 76.6 140 10.6 1,154 87.2
22 Kalimantan Selatan 4,710 3,253 2,894 89.0 151 4.6 3,045 93.6
23 Kalimantan Timur 3,848 2,210 1,621 73.3 198 9.0 1,819 82.3
24 Sulawesi Utara 4,997 4,546 4,189 92.1 127 2.8 4,316 94.9
25 Sulawesi Tengah 2,719 2,307 2,030 88.0 136 5.9 2,166 93.9
26 Sulawesi Selatan 9,633 7,820 6,825 87.3 129 1.6 6,954 88.9
27 Sulawesi Tenggara 3,445 3,185 2,731 85.7 237 7.4 2,968 93.2
28 Gorontalo 1,822 1,617 1,414 87.4 141 8.7 1,555 96.2
29 Sulawesi Barat 1,361 1,149 986 85.8 65 5.7 1,051 91.5
30 Maluku 3,199 2,175 1,578 72.6 375 17.2 1,953 89.8
31 Maluku Utara 1,176 792 375 47.3 266 33.6 641 80.9
32 Papua Barat 1,487 635 268 42.2 93 14.6 361 56.9
33 Papua 6,437 2,297 1,225 53.3 372 16.2 1,597 69.5
Indonesia 302,861 183,366 153,435 83.7 12,129 6.6 165,564 90.3
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.14

PERIOD PREVALENCE TB (D) DAN PERIOD PREVALENCE SUSPECT TB (G)


PADA PENDUDUK > 15 TAHUN, MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2010

Period Prevalence
No Provinsi D (%) G (%)
(1) (2) (3) (4)
1 Aceh 0,644 2,652
2 Sumatera Utara 0,539 3,009
3 Sumatera Barat 0,674 4,757
4 Riau 0,433 1,988
5 Jambi 0,630 5,337
6 Sumatera Selatan 0,351 1,765
7 Bengkulu 0,827 3,886
8 Lampung 0,270 1,746
9 Kepulauan Bangka Belitung 0,640 3,585
10 Kepulauan Riau 0,427 3,220
11 DKI Jakarta 1,032 2,240
12 Jawa Barat 0,937 2,746
13 Jawa Tengah 0,687 2,163
14 DI Yogyakarta 0,311 2,065
15 Jawa Timur 0,628 1,843
16 Banten 1,282 3,127
17 Bali 0,306 1,339
18 Nusa Tenggara Barat 0,927 2,877
19 Nusa Tenggara Timur 0,577 6,511
20 Kalimantan Barat 0,903 2,802
21 Kalimantan Tengah 0,426 4,305
22 Kalimantan Selatan 0,810 4,201
23 Kalimantan Timur 0,789 2,758
24 Sulawesi Utara 1,221 3,382
25 Sulawesi Tengah 0,542 5,367
26 Sulawesi Selatan 0,577 4,844
27 Sulawesi Tenggara 0,418 2,147
28 Gorontalo 1,200 6,992
29 Sulawesi Barat 0,668 2,126
30 Maluku 0,887 4,022
31 Maluku Utara 0,546 3,016
32 Papua Barat 0,637 6,722
33 Papua 1,441 3,813
Indonesia 0,725 2,728
Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010
Lampiran 3.15

JUMLAH KASUS BARU AIDS DAN KASUS KUMULATIF AIDS


MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN DESEMBER 2011

Jumlah Kasus Jumlah Kasus


No Provinsi
Baru Kumulatif
(1) (2) (3) (4)
1 Aceh 32 90
2 Sumatera Utara 6 515
3 Sumatera Barat 18 428
4 Riau 99 705
5 Jambi 22 290
6 Sumatera Selatan 41 260
7 Bengkulu 18 149
8 Lampung 11 192
9 Kepulauan Bangka Belitung 2 122
10 Kepulauan Riau 30 404
11 DKI Jakarta 1.122 5.117
12 Jawa Barat 211 3.939
13 Jawa Tengah 412 1.602
14 DI Yogyakarta 31 536
15 Jawa Timur 520 4.598
16 Banten 8 408
17 Bali 370 2.428
18 Nusa Tenggara Barat 77 219
19 Nusa Tenggara Timur 22 338
20 Kalimantan Barat 150 1.269
21 Kalimantan Tengah 37 94
22 Kalimantan Selatan - 27
23 Kalimantan Timur 3 14
24 Sulawesi Utara 74 361
25 Sulawesi Tengah - 12
26 Sulawesi Selatan 129 874
27 Sulawesi Tenggara 36 58
28 Gorontalo 6 13
29 Sulawesi Barat - -
30 Maluku 3 195
31 Maluku Utara - 17
32 Papua Barat 71 156
33 Papua 601 4.449
Indonesia 4.162 29.879
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.16

JUMLAH DAN PERSENTASE KASUS AIDS PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIKAN (IDU)
MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN DESEMBER 2011

Jumlah Persentase
Jumlah Kasus Baru Jumlah Kasus Baru Persentase Kasus Jumlah
No Provinsi Kasus Kumulatif AIDS Kasus Kumulatif AIDS
AIDS AIDS pada IDU Baru AIDS pada IDU Kasus Kumulatif AIDS
pada IDU pada IDU
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 32 4 12,5 90 25 27,8
2 Sumatera Utara 6 0 0,0 515 222 43,1
3 Sumatera Barat 18 5 27,8 428 273 63,8
4 Riau 99 9 9,1 705 162 23,0
5 Jambi 22 14 63,6 290 169 58,3
6 Sumatera Selatan 41 3 7,3 260 107 41,2
7 Bengkulu 18 3 16,7 149 69 46,3
8 Lampung 11 3 27,3 192 130 67,7
9 Kepulauan Bangka Belitung 2 0 0,0 122 41 33,6
10 Kepulauan Riau 30 1 3,3 404 32 7,9
11 DKI Jakarta 1.122 578 51,5 5.117 3.215 62,8
12 Jawa Barat 211 74 35,1 3.939 2.779 70,6
13 Jawa Tengah 412 16 3,9 1.602 222 13,9
14 DI Yogyakarta 31 8 25,8 536 186 34,7
15 Jawa Timur 520 57 11,0 4.598 1.141 24,8
16 Banten 8 4 50,0 408 246 60,3
17 Bali 370 13 3,5 2.428 290 11,9
18 Nusa Tenggara Barat 77 14 18,2 219 61 27,9
19 Nusa Tenggara Timur 22 0 0,0 338 15 4,4
20 Kalimantan Barat 150 17 11,3 1.269 200 15,8
21 Kalimantan Tengah 37 2 5,4 94 16 17,0
22 Kalimantan Selatan 0 0 0,0 27 9 33,3
23 Kalimantan Timur 3 0 0,0 14 4 28,6
24 Sulawesi Utara 74 0 0,0 361 40 11,1
25 Sulawesi Tengah 0 0 0,0 12 6 50,0
26 Sulawesi Selatan 129 47 36,4 874 362 41,4
27 Sulawesi Tenggara 36 1 2,8 58 2 3,4
28 Gorontalo 6 1 16,7 0 0 0,0
29 Sulawesi Barat 0 0 0,0 13 3 23,1
30 Maluku 3 0 0,0 195 79 40,5
31 Maluku Utara 0 0 0,0 17 5 29,4
32 Papua Barat 71 0 0,0 156 5 3,2
33 Papua 601 0 0,0 4.449 2 0,0
Indonesia 4.162 874 21,0 29.879 10.118 33,9
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.17

JUMLAH KASUS PNEUMONIA PADA BALITA


MENURUT PROVINSI DAN KELOMPOK UMUR TAHUN 2011

Realisasi Penemuan Penderita Pneumonia Balita


No Provinsi Pneumonia Pneumonia Berat Jumlah
Jumlah %
< 1 Tahun 1-4 Tahun < 1 Tahun 1-4 Tahun < 1 Tahun 1-4 Tahun
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Aceh 557 1.211 57 100 614 1.311 1.925 4,30
2 Sumatera Utara 7.408 10.670 352 388 7.760 11.058 18.818 14,55
3 Sumatera Barat 2.036 5.311 82 96 2.118 5.407 7.525 15,57
4 Riau 2.159 5.904 19 63 2.178 5.967 8.145 14,79
5 Jambi 242 720 32 29 274 749 1.023 3,33
6 Sumatera Selatan 1.364 3.660 39 63 1.403 3.723 5.126 6,89
7 Bengkulu 8.176 11.938 1.138 950 9.314 12.888 22.202 129,77
8 Lampung 358 903 13 35 371 938 1.309 1,73
9 Kep. Bangka Belitung 837 3.203 23 63 860 3.266 4.126 32,91
10 Kepulauan Riau 1.678 3.154 50 91 1.728 3.245 4.973 29,69
11 DKI Jakarta 7.440 13.364 4.980 8.788 12.420 22.152 34.572 36,34
12 Jawa Barat 56.830 106.307 2.724 2.279 59.554 108.586 168.140 39,11
13 Jawa Tengah 14.517 28.343 322 273 14.839 28.616 43.455 13,45
14 DI Yogyakarta 18.935 44.805 988 1.333 19.923 46.138 66.061 191,31
15 Jawa Timur 638 1.687 133 111 771 1.798 2.569 0,69
16 Banten 23.776 47.102 2.366 2.545 26.142 49.647 75.789 71,60
17 Bali 931 1.987 40 36 971 2.023 2.994 7,71
18 Nusa Tenggara Barat 208 364 12 39 220 403 623 1,39
19 Nusa Tenggara Timur 3.691 8.693 263 358 3.954 9.051 13.005 27,83
20 Kalimantan Barat 1.851 3.523 52 176 1.903 3.699 5.602 12,77
21 Kalimantan Tengah 419 792 188 15 607 807 1.414 6,40
22 Kalimantan Selatan 575 922 91 123 666 1.045 1.711 4,73
23 Kalimantan Timur 2.663 5.126 175 196 2.838 5.322 8.160 23,07
24 Sulawesi Utara 722 1.404 43 111 765 1.515 2.280 10,07
25 Sulawesi Tengah 2.326 5.610 258 190 2.584 5.800 8.384 31,95
26 Sulawesi Selatan 1.398 2.977 226 454 1.624 3.431 5.055 6,30
27 Sulawesi Tenggara 1.059 1.966 123 67 1.182 2.033 3.215 14,70
28 Gorontalo 12.114 17.602 1.431 1.522 13.545 19.124 32.669 314,28
29 Sulawesi Barat 2.227 2.827 302 159 2.529 2.986 5.515 47,64
30 Maluku 115 286 0 1 115 287 402 2,63
31 Maluku Utara 849 1.451 14 13 863 1.464 2.327 22,47
32 Papua Barat 0 0 0 0 t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d
33 Papua 0 0 0 0 t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d
Indonesia 178.099 343.812 16.536 20.667 194.635 364.479 559.114 23,98
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.18

CASE FATALITY RATE PNEUMONIA PADA BALITA


MENURUT PROVINSI DAN KELOMPOK UMUR TAHUN 2011

Penderita Pneumonia Jumlah Kematian Balita Karena Pneumonia CFR (%)


No Provinsi < 1 Tahun 1-4 Tahun Jumlah < 1 Tahun 1-4 Tahun Jumlah < 1 Tahun 1-4 Tahun 0-4 Tahun
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 Aceh 614 1.311 1.925 4 2 6 0,65 0,15 0,31
2 Sumatera Utara 7.760 11.058 18.818 1 55 56 0,01 0,50 0,30
3 Sumatera Barat 2.118 5.407 7.525 12 9 21 0,57 0,17 0,28
4 Riau 2.178 5.967 8.145 0 0 0 0,00 0,00 0,00
5 Jambi 274 749 1.023 0 0 0 0,00 0,00 0,00
6 Sumatera Selatan 1.403 3.723 5.126 60 4 64 4,28 0,11 1,25
7 Bengkulu 9.314 12.888 22.202 4 2 6 0,04 0,02 0,03
8 Lampung 371 938 1.309 6 8 14 1,62 0,85 1,07
9 Kep. Bangka Belitung 860 3.266 4.126 0 0 0 0,00 0,00 0,00
10 Kepulauan Riau 1.728 3.245 4.973 12 11 23 0,69 0,34 0,46
11 DKI Jakarta 12.420 22.152 34.572 3 0 3 0,02 0,00 0,01
12 Jawa Barat 59.554 108.586 168.140 53 23 76 0,09 0,02 0,05
13 Jawa Tengah 14.839 28.616 43.455 15 3 18 0,10 0,01 0,04
14 DI Yogyakarta 19.923 46.138 66.061 0 0 0 0,00 0,00 0,00
15 Jawa Timur 771 1.798 2.569 15 39 54 1,95 2,17 2,10
16 Banten 26.142 49.647 75.789 60 55 115 0,23 0,11 0,15
17 Bali 971 2.023 2.994 0 1 1 0,00 0,05 0,03
18 Nusa Tenggara Barat 220 403 623 72 11 83 32,73 2,73 13,32
19 Nusa Tenggara Timur 3.954 9.051 13.005 2 1 3 0,05 0,01 0,02
20 Kalimantan Barat 1.903 3.699 5.602 0 0 0 0,00 0,00 0,00
21 Kalimantan Tengah 607 807 1.414 3 1 4 0,49 0,12 0,28
22 Kalimantan Selatan 666 1.045 1.711 5 1 6 0,75 0,10 0,35
23 Kalimantan Timur 2.838 5.322 8.160 1 0 1 0,04 0,00 0,01
24 Sulawesi Utara 765 1.515 2.280 2 0 2 0,26 0,00 0,09
25 Sulawesi Tengah 2.584 5.800 8.384 11 15 26 0,43 0,26 0,31
26 Sulawesi Selatan 1.624 3.431 5.055 5 4 9 0,31 0,12 0,18
27 Sulawesi Tenggara 1.182 2.033 3.215 3 1 4 0,25 0,05 0,12
28 Gorontalo 13.545 19.124 32.669 0 1 1 0,00 0,01 0,00
29 Sulawesi Barat 2.529 2.986 5.515 0 0 0 0,00 0,00 0,00
30 Maluku 115 287 402 4 1 5 3,48 0,35 1,24
31 Maluku Utara 863 1.464 2.327 5 3 8 0,58 0,20 0,34
32 Papua Barat t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d
33 Papua t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d
Indonesia 194.635 364.479 559.114 358 251 609 0,18 0,07 0,11
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.19

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DIARE


MENURUT PROVINSI TAHUN 2008 - 2011

2008 2009 2010 2011


No Provinsi P M CFR (%) P M CFR (%) P M CFR (%) P M CFR (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1 Aceh 178 0 0,00 45 3 6,67 121 3 2,48 40 2 5,00
2 Sumatera Utara 636 12 1,89 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
3 Sumatera Barat 0 0 0,00 0 0 0,00 51 0 0,00 0 0 0,00
4 Riau 0 0 0,00 86 0 0,00 116 1 0,86 163 2 1,23
5 Jambi 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
6 Sumatera Selatan 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
7 Bengkulu 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
8 Lampung 0 0 0,00 11 2 18,18 0 0 0 33 0 0,00
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
10 Kepulauan Riau 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 1.426 2 0,14
11 DKI Jakarta 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
12 Jawa Barat 380 2 0,53 1.425 14 0,98 1.068 5 0,47 229 1 0,44
13 Jawa Tengah 216 1 0,46 95 6 6,32 35 1 2,86 153 0 0,00
14 DI Yogyakarta 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
15 Jawa Timur 362 9 2,49 0 0 0,00 1.181 12 1,02 32 0 0,00
16 Banten 0 0 0,00 351 10 2,85 385 3 0,78 268 1 0,37
17 Bali 1.047 4 0,38 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
18 Nusa Tenggara Barat 814 1 0,12 1.147 3 0,26 0 0 0 0 0 0,00
19 Nusa Tenggara Timur 217 3 1,38 416 17 4,09 0 0 0 50 0 0,00
20 Kalimantan Barat 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
21 Kalimantan Tengah 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 179 0 0,00
22 Kalimantan Selatan 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
23 Kalimantan Timur 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
24 Sulawesi Utara 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 121 0 0,00
25 Sulawesi Tengah 106 2 1,89 437 21 4,81 817 30 3,67 57 2 3,51
26 Sulawesi Selatan 41 1 2,44 37 1 2,70 169 4 2,37 - - -
27 Sulawesi Tenggara 229 5 2,18 0 0 0,00 0 0 0 36 1 2,78
28 Gorontalo 0 0 0,00 0 0 0,00 0 0 0 13 1 7,69
29 Sulawesi Barat 2.023 23 1,14 423 10 2,36 0 0 0 203 0 0,00
30 Maluku 130 18 13,85 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0,00
31 Maluku Utara 169 14 8,28 205 3 1,46 0 0 0 0 0 0,00
32 Papua Barat 1.585 144 9,09 473 7 1,48 37 8 21,62 0 0 0,00
33 Papua 0 0 0,00 605 3 0,50 224 6 2,68 0 0 0,00
Indonesia 8.133 239 2,94 5.756 100 1,74 4.204 73 1,74 3.003 12 0,40
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Ket . : P = Penderita, M = Meninggal,CFR = Case Fatality Rate
Lampiran 3.20

PENEMUAN KASUS DIARE DITANGANI


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Perkiraan Diare di
No Provinsi Diare Ditangani % Diare Ditangani
Fasilitas Kesehatan
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 169.464 49.517 29,2
2 Sumatera Utara 549.038 147.793 26,9
3 Sumatera Barat 187.617
4 Riau 258.533 24.495 9,5
5 Jambi 121.771 63.803 52,4
6 Sumatera Selatan 340.579
7 Bengkulu 80.885 25.482 31,5
8 Lampung 326.729 43.959 13,5
9 Kep. Bangka Belitung 43.545
10 Kepulauan Riau 60.670 30.556 50,4
11 DKI Jakarta 370.808
12 Jawa Barat 1.777.546 1.035.839 58,3
13 Jawa Tengah 1.337.427 225.332 16,8
14 DI Yogyakarta 141.906 33.240 23,4
15 Jawa Timur 1.495.518
16 Banten 449.959 94.541 21,0
17 Bali 149.448
18 Nusa Tenggara Barat 195.969
19 Nusa Tenggara Timur 183.812 62.887 34,2
20 Kalimantan Barat 199.113
21 Kalimantan Tengah 102.845 23.499 22,8
22 Kalimantan Selatan 146.139
23 Kalimantan Timur 134.356 72.078 53,6
24 Sulawesi Utara 94.616 20.234 21,4
25 Sulawesi Tengah 110.493
26 Sulawesi Selatan 324.961 229.149 70,5
27 Sulawesi Tenggara 99.495 48.669 48,9
28 Gorontalo 37.508
29 Sulawesi Barat 47.533 46.053 96,9
30 Maluku 48.206 0
31 Maluku Utara 34.323 24.298 70,8
32 Papua Barat 28.898
33 Papua 89.454
Indonesia 9.739.163 2.301.424 35,5
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.21

JUMLAH KASUS BARU KUSTA DAN CASE DETECTION RATE (CDR) PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Case Detection
Penduduk Klasifikasi Jenis Kelamin
Rate
No Provinsi Laki-laki + Laki-laki + per 100.000
Laki-laki Perempuan PB MB PB + MB Laki-laki Perempuan
Perempuan Perempuan Penduduk
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 2.277.892 2.275.323 4.553.215 151 441 592 297 295 592 13,00
2 Sumatera Utara 6.550.849 6.567.478 13.118.327 21 149 170 106 64 170 1,30
3 Sumatera Barat 2.434.870 2.474.488 4.909.358 17 58 75 51 24 75 1,53
4 Riau 2.953.322 2.780.399 5.733.721 22 107 129 75 54 129 2,25
5 Jambi 1.620.275 1.549.538 3.169.813 16 82 98 53 45 98 3,09
6 Sumatera Selatan 3.860.359 3.724.004 7.584.363 48 248 296 176 120 296 3,90
7 Bengkulu 890.868 852.411 1.743.279 6 16 22 14 8 22 1,26
8 Lampung 3.962.684 3.736.144 7.698.828 14 129 143 101 42 143 1,86
9 Kep. Bangka Belitung 654.217 606.848 1.261.065 7 27 34 19 15 34 2,70
10 Kepulauan Riau 903.874 857.511 1.761.385 7 10 17 10 7 17 0,97
11 DKI Jakarta 4.936.618 4.801.679 9.738.297 82 461 543 377 166 543 5,58
12 Jawa Barat 22.311.424 21.537.996 43.849.420 275 1.910 2.185 1.360 825 2.185 4,98
13 Jawa Tengah 16.141.941 16.343.985 32.485.926 394 1.881 2.275 1.432 843 2.275 7,00
14 DI Yogyakarta 1.725.318 1.766.353 3.491.671 10 69 79 50 29 79 2,26
15 Jawa Timur 18.634.165 19.108.191 37.742.356 759 4.525 5.284 3.142 2.142 5.284 14,00
16 Banten 5.587.025 5.335.152 10.922.177 59 441 500 289 211 500 4,58
17 Bali 2.002.011 1.970.374 3.972.385 30 84 114 77 37 114 2,87
18 Nusa Tenggara Barat 2.207.584 2.342.962 4.550.546 124 246 370 200 170 370 8,13
19 Nusa Tenggara Timur 2.372.950 2.405.398 4.778.348 72 210 282 131 151 282 5,90
20 Kalimantan Barat 2.265.710 2.168.018 4.433.728 10 42 52 30 22 52 1,17
21 Kalimantan Tengah 1.173.311 1.077.228 2.250.539 6 55 61 45 16 61 2,71
22 Kalimantan Selatan 1.871.312 1.825.591 3.696.903 15 170 185 128 57 185 5,00
23 Kalimantan Timur 1.941.526 1.745.114 3.686.640 26 157 183 132 51 183 4,96
24 Sulawesi Utara 1.173.666 1.124.823 2.298.489 49 345 394 242 152 394 17,14
25 Sulawesi Tengah 1.375.999 1.309.025 2.685.024 69 251 320 204 116 320 11,92
26 Sulawesi Selatan 3.967.840 4.156.805 8.124.645 210 1.128 1.338 811 527 1.338 16,47
27 Sulawesi Tenggara 1.144.091 1.133.773 2.277.864 50 272 322 186 136 322 14,14
28 Gorontalo 532.952 530.179 1.063.131 10 177 187 118 69 187 17,59
29 Sulawesi Barat 596.321 592.776 1.189.097 38 121 159 110 49 159 13,37
30 Maluku 796.299 779.343 1.575.642 148 523 671 371 300 671 42,59
31 Maluku Utara 543.756 519.431 1.063.187 188 409 597 336 261 597 56,15
32 Papua Barat 416.629 371.604 788.233 375 456 831 510 321 831 105,43
33 Papua 1.585.756 1.398.824 2.984.580 616 899 1.515 872 643 1.515 50,76
Indonesia 121.413.414 119.768.768 241.182.182 3.924 16.099 20.023 12.055 7.968 20.023 8,30
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.22

PROPORSI KECACATAN KUSTA TINGKAT 2 DAN KASUS KUSTA PADA ANAK 0-14 TAHUN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Cacat Tingkat 2 0 - 14 Tahun


No Provinsi Penderita Baru Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 592 74 12,50 60 10,14
2 Sumatera Utara 170 17 10,00 23 13,53
3 Sumatera Barat 75 4 5,33 2 2,67
4 Riau 129 6 4,65 18 13,95
5 Jambi 98 3 3,06 6 6,12
6 Sumatera Selatan 296 101 34,12 29 9,80
7 Bengkulu 22 4 18,18 1 4,55
8 Lampung 143 25 17,48 4 2,80
9 Kepulauan Bangka Belitung 34 1 2,94 1 2,94
10 Kepulauan Riau 17 0,00 2 11,76
11 DKI Jakarta 543 15 2,76 26 4,79
12 Jawa Barat 2.185 267 12,22 159 7,28
13 Jawa Tengah 2.275 296 13,01 225 9,89
14 DI Yogyakarta 79 22 27,85 32 40,51
15 Jawa Timur 5.284 697 13,19 574 10,86
16 Banten 500 75 15,00 72 14,40
17 Bali 114 4 3,51 5 4,39
18 Nusa Tenggara Barat 370 21 5,68 92 24,86
19 Nusa Tenggara Timur 282 9 3,19 27 9,57
20 Kalimantan Barat 52 1 1,92 8 15,38
21 Kalimantan Tengah 61 6 9,84 2 3,28
22 Kalimantan Selatan 185 27 14,59 11 5,95
23 Kalimantan Timur 183 4 2,19 2 1,09
24 Sulawesi Utara 394 21 5,33 46 11,68
25 Sulawesi Tengah 320 8 2,50 46 14,38
26 Sulawesi Selatan 1.338 162 12,11 83 6,20
27 Sulawesi Tenggara 322 13 4,04 23 7,14
28 Gorontalo 187 23 12,30 16 8,56
29 Sulawesi Barat 159 6 3,77 34 21,38
30 Maluku 671 32 4,77 86 12,82
31 Maluku Utara 597 23 3,85 94 15,75
32 Papua Barat 831 3 0,36 198 23,83
33 Papua 1.515 12 0,79 311 20,53
Indonesia 20.023 1.982 9,90 2.318 11,58
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.23

JUMLAH KASUS TETANUS NEONATORUM DAN FAKTOR RISIKO


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Faktor Risiko

Case Fatality Rate (%)


Pemeriksaan Kehamilan Status Imunisasi Penolong Persalinan Perawatan Tali Pusat Pemotongan Tali Pusat Dirawat di RS

Tanpa pemeriksaan
Meninggal
No Provinsi

Tidak Diimunisasi
Tidak Diketahui

Tidak Diketahui

Tidak Diketahui

Tidak Diketahui

Tidak Diketahui

Tidak Diketahui
Total

Alkohol/Iodium
Bidan/Perawat

Bidan/Perawat
Tradisional

Tradisional

Tradisional

Lain-lain

Lain-lain
Gunting

Bambu
Dokter

Dokter

Tidak
TT2+

TT1

Ya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29)
1 Aceh 3 1 33,3 1 2 0 0 0 0 2 0 1 1 2 0 0 1 0 0 2 3 0 0 0 3 0 0
2 Sumatera Utara 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Sumatera Barat 7 2 28,6 0 6 0 0 1 0 0 1 6 0 2 2 3 2 1 2 2 2 1 2 2 6 1 0
4 Riau 7 4 57,1 1 0 3 2 1 1 0 6 0 1 1 5 0 2 5 0 0 6 1 0 0 7 0 0
5 Jambi 1 1 100,0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0
6 Sumatera Selatan 2 2 100,0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1
7 Bengkulu 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Lampung 7 6 85,7 1 2 2 1 1 3 1 1 2 0 1 5 1 3 1 0 3 5 0 1 1 5 0 2
9 Kep. Bangka Belitung 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Kepulauan Riau 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 DKI Jakarta 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Jawa Barat 2 0 0,0 0 1 0 0 1 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0 2 0 2 0 0 0 2 0 0
13 Jawa Tengah 3 2 66,7 1 2 0 0 0 1 0 2 0 0 2 1 0 3 0 0 0 3 0 0 0 2 0 1
14 DI Yogyakarta 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Jawa Timur 22 13 59,1 0 13 2 7 0 1 4 17 0 0 7 14 1 6 5 11 0 13 6 3 0 22 0 0
16 Banten 38 23 60,5 1 28 0 9 0 8 8 21 1 1 4 33 0 7 31 0 0 27 5 4 2 35 3 0
17 Bali 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 Nusa Tenggara Barat 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Nusa Tenggara Timur 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Kalimantan Barat 13 9 69,2 1 7 0 5 0 1 0 11 1 0 3 10 0 3 9 0 1 7 5 0 1 9 2 2
21 Kalimantan Tengah 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Kalimantan Selatan 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 Kalimantan Timur 2 2 100,0 0 0 0 2 0 0 0 2 0 0 0 0 2 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1
24 Sulawesi Utara 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 Sulawesi Tengah 3 1 33,3 0 0 2 0 1 0 0 3 0 0 1 2 0 0 2 0 1 3 0 0 0 3 0 0
26 Sulawesi Selatan 3 3 100,0 0 3 0 0 0 1 1 1 0 0 1 2 0 1 2 0 0 2 1 0 0 3 0 0
27 Sulawesi Tenggara 1 0 0,0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0
28 Gorontalo 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Sulawesi Barat 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Maluku 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Maluku Utara 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 Papua Barat 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 Papua 0 0 - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Indonesia 114 69 60,5 6 65 11 26 6 19 16 67 12 5 24 77 8 28 57 17 12 73 21 11 9 99 8 7
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Update: 28 Februari 2012
Lampiran 3.24

JUMLAH KASUS, MENINGGAL, DAN INCIDENCE RATE (IR) CAMPAK


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Laporan Rutin
No Provinsi Jumlah Penduduk
Kasus Meninggal IR (per 100.000 Penduduk)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Aceh 4.486.570 704 0 15,69
2 Sumatera Utara 12.985.075 156 0 1,20
3 Sumatera Barat 4.845.998 484 0 9,99
4 Riau 5.543.031 331 0 5,97
5 Jambi 3.088.618 270 0 8,74
6 Sumatera Selatan 7.446.401 479 0 6,43
7 Bengkulu 1.713.393 123 0 7,18
8 Lampung 7.596.115 716 0 9,43
9 Kepulauan Bangka Belitung 1.223.048 157 0 12,84
10 Kepulauan Riau 1.685.698 926 0 54,93
11 DKI Jakarta 9.588.198 4.192 0 43,72
12 Jawa Barat 43.021.826 4.276 0 9,94
13 Jawa Tengah 32.380.687 1.839 0 5,68
14 DI Yogyakarta 3.452.390 1.282 0 37,13
15 Jawa Timur 37.476.011 1.221 0 3,26
16 Banten 10.644.030 1.903 5 17,88
17 Bali 3.891.428 124 0 3,19
18 Nusa Tenggara Barat 4.496.855 30 0 0,67
19 Nusa Tenggara Timur 4.679.316 276 0 5,90
20 Kalimantan Barat 4.393.239 222 0 5,05
21 Kalimantan Tengah 2.202.599 223 0 10,12
22 Kalimantan Selatan 3.626.119 115 0 3,17
23 Kalimantan Timur 3.550.586 131 0 3,69
24 Sulawesi Utara 2.265.937 211 0 9,31
25 Sulawesi Tengah 2.633.420 547 4 20,77
26 Sulawesi Selatan 8.032.551 603 0 7,51
27 Sulawesi Tenggara 2.230.569 104 0 4,66
28 Gorontalo 1.038.585 85 0 8,18
29 Sulawesi Barat 1.158.336 3 0 0,26
30 Maluku 1.531.402 0 0 0,00
31 Maluku Utara 1.035.478 64 0 6,18
32 Papua Barat 760.855 14 0 1,84
33 Papua 2.851.999 82 0 2,88
Indonesia 237.556.363 21.893 9 9,22
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Update: 28 Februari 2012
Lampiran 3.25

JUMLAH KASUS CAMPAK PER BULAN


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Kasus per Bulan


No Provinsi Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)

1 Aceh 72 76 103 99 57 61 44 36 38 52 38 28 704


2 Sumatera Utara 5 9 22 6 20 15 13 21 17 13 10 5 156
3 Sumatera Barat 22 56 44 51 50 42 43 23 38 44 42 29 484
4 Riau 43 37 12 36 66 33 24 17 32 0 31 0 331
5 Jambi 25 24 24 30 39 37 19 28 16 18 10 0 270
6 Sumatera Selatan 36 46 45 40 30 32 31 16 66 46 60 31 479
7 Bengkulu 9 11 1 4 9 5 18 19 12 20 15 0 123
8 Lampung 70 57 110 83 84 53 38 32 33 54 59 43 716
9 Kepulauan Bangka Belitung 5 8 31 20 38 5 11 11 9 5 8 6 157
10 Kepulauan Riau 137 134 74 99 123 90 83 36 27 44 48 31 926
11 DKI Jakarta 324 249 297 673 467 589 577 309 150 170 0 387 4.192
12 Jawa Barat 819 412 579 696 506 458 391 122 171 77 45 0 4.276
13 Jawa Tengah 145 139 172 179 182 139 142 179 225 214 7 116 1.839
14 DI Yogyakarta 75 77 84 62 60 57 91 105 124 236 165 146 1.282
15 Jawa Timur 162 151 146 169 173 121 62 96 52 18 0 71 1.221
16 Banten 156 129 122 181 176 174 142 129 127 195 220 152 1.903
17 Bali 4 20 4 13 18 19 10 19 17 0 0 0 124
18 Nusa Tenggara Barat 2 2 5 3 2 6 7 3 0 0 0 0 30
19 Nusa Tenggara Timur 33 0 53 35 65 51 16 5 15 3 0 0 276
20 Kalimantan Barat 12 5 12 16 20 15 32 27 12 33 18 20 222
21 Kalimantan Tengah 19 21 14 5 20 25 25 20 42 23 7 2 223
22 Kalimantan Selatan 8 8 2 12 18 9 8 3 8 24 5 10 115
23 Kalimantan Timur 17 2 69 13 5 12 6 7 0 0 0 0 131
24 Sulawesi Utara 16 27 33 39 28 18 8 9 10 5 12 6 211
25 Sulawesi Tengah 14 83 26 132 46 63 45 42 18 30 36 12 547
26 Sulawesi Selatan 44 45 57 79 45 71 86 96 35 45 0 0 603
27 Sulawesi Tenggara 10 8 5 11 6 0 8 4 3 9 18 22 104
28 Gorontalo 14 6 8 12 4 5 11 0 3 12 3 7 85
29 Sulawesi Barat 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3
30 Maluku 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Maluku Utara 9 10 13 12 8 0 7 5 0 0 0 0 64
32 Papua Barat 3 6 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14
33 Papua 9 4 15 6 18 17 5 8 0 0 0 0 82
Indonesia 2.319 1.864 2.187 2.816 2.383 2.223 2.003 1.427 1.300 1.390 857 1.124 21.893
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Update: 28 Februari 2012
Lampiran 3.26

JUMLAH KASUS CAMPAK DAN KASUS CAMPAK YANG DIVAKSINASI


MENURUT KELOMPOK UMUR DAN PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Kasus Menurut Kelompok Umur (Tahun) Proporsi


No Provinsi <1 Tahun 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun > 14 Tahun Total Divaksinasi
Total Kasus Divaksinasi terhadap
Total Divaksinasi Total Divaksinasi Total Divaksinasi Total Divaksinasi Total Divaksinasi Kasus
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1 Aceh 87 4 149 28 210 36 132 18 126 7 704 93 13,21
2 Sumatera Utara 22 4 50 26 62 32 10 6 12 5 156 73 46,79
3 Sumatera Barat 29 10 90 38 183 79 96 45 86 37 484 209 43,18
4 Riau 38 7 96 49 103 55 43 15 51 21 331 147 44,41
5 Jambi 36 6 71 34 66 45 44 25 51 8 270 118 43,70
6 Sumatera Selatan 33 3 141 43 166 58 72 30 67 15 479 149 31,11
7 Bengkulu 7 1 16 13 35 27 46 31 19 10 123 82 66,67
8 Lampung 50 10 134 78 256 159 150 88 126 42 716 377 52,65
9 Kepulauan Bangka Belitung 23 2 70 12 47 21 10 12 7 3 157 50 31,85
10 Kepulauan Riau 80 35 237 211 282 251 117 95 210 144 926 736 79,48
11 DKI Jakarta 583 - 1.504 - 1.043 - 363 14 699 - 4.192 14 0,33
12 Jawa Barat - - 695 351 2.527 759 598 151 456 53 4.276 1.314 30,73
13 Jawa Tengah 149 35 479 244 659 365 330 180 222 55 1.839 879 47,80
14 DI Yogyakarta 57 6 164 58 360 144 211 81 490 83 1.282 372 29,02
15 Jawa Timur 118 59 332 155 411 232 147 79 213 83 1.221 608 49,80
16 Banten 247 29 567 149 640 212 215 50 234 31 1.903 471 24,75
17 Bali 2 - 19 6 48 41 32 25 23 11 124 83 66,94
18 Nusa Tenggara Barat 2 2 5 4 11 10 10 9 2 - 30 25 83,33
19 Nusa Tenggara Timur 38 11 104 38 105 42 20 4 9 1 276 96 34,78
20 Kalimantan Barat 11 6 53 22 58 18 20 6 80 5 222 57 25,68
21 Kalimantan Tengah 40 40 55 55 55 55 28 28 45 45 223 223 100,00
22 Kalimantan Selatan 5 1 26 14 33 14 28 11 23 4 115 44 38,26
23 Kalimantan Timur 12 1 34 14 42 9 26 7 17 - 131 31 23,66
24 Sulawesi Utara 16 2 66 10 74 5 23 4 32 - 211 21 9,95
25 Sulawesi Tengah 46 4 184 17 171 9 112 - 34 - 547 30 5,48
26 Sulawesi Selatan 47 16 169 79 168 76 96 37 123 31 603 239 39,64
27 Sulawesi Tenggara 8 2 32 19 25 19 18 12 21 3 104 55 52,88
28 Gorontalo 8 5 24 9 23 9 10 1 20 4 85 28 32,94
29 Sulawesi Barat - - 1 - 1 1 1 1 - - 3 2 66,67
30 Maluku - - - - - - - - - - - -
31 Maluku Utara 10 9 24 22 18 10 9 5 3 2 64 48 75,00
32 Papua Barat - - 5 5 5 3 4 1 - - 14 9 64,29
33 Papua 12 5 41 16 14 10 7 4 8 5 82 40 48,78
Indonesia 1.816 315 5.637 1.819 7.901 2.806 3.028 1.075 3.509 708 21.893 6.723 325,64
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Update: 28 Februari 2012
Lampiran 3.27

FREKUENSI KLB DAN JUMLAH KASUS PADA KLB CAMPAK


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Laporan KLB

Frekuensi KLB dengan Frekuensi KLB dengan Frekuensi KLB dengan


No Provinsi Total KLB Total Kasus Meninggal
Spesimen > 5 Investigasi Penuh Laporan ke Pusat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 8 6 6 8 57 0
2 Sumatera Utara 2 2 2 2 69 0
3 Sumatera Barat 8 5 6 8 154 0
4 Riau 0 0 0 0 0 0
5 Jambi 13 13 13 13 149 0
6 Sumatera Selatan 9 7 7 9 271 0
7 Bengkulu 8 6 6 8 92 0
8 Lampung 21 14 14 14 219 0
9 Kepulauan Bangka Belitung 5 5 2 2 41 0
10 Kepulauan Riau 0 0 0 0 0 0
11 DKI Jakarta 7 4 1 1 31 0
12 Jawa Barat 58 50 4 4 508 0
13 Jawa Tengah 37 30 0 0 191 0
14 DI Yogyakarta 9 8 8 9 200 0
15 Jawa Timur 14 8 0 0 65 0
16 Banten 22 15 15 22 235 0
17 Bali 3 3 1 1 20 0
18 Nusa Tenggara Barat 7 7 0 0 35 0
19 Nusa Tenggara Timur 9 8 2 2 173 0
20 Kalimantan Barat 7 7 6 6 27 0
21 Kalimantan Tengah 0 0 0 0 0 0
22 Kalimantan Selatan 13 9 4 5 222 0
23 Kalimantan Timur 1 0 0 0 3 0
24 Sulawesi Utara 18 14 14 18 212 4
25 Sulawesi Tengah 20 19 18 20 483 6
26 Sulawesi Selatan 9 8 8 9 127 0
27 Sulawesi Tenggara 8 7 7 8 186 0
28 Gorontalo 4 2 2 4 20 0
29 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0 0
30 Maluku 0 0 0 0 0 0
31 Maluku Utara 2 2 2 2 25 0
32 Papua Barat 3 3 3 3 19 0
33 Papua 3 1 0 0 12 0
Indonesia 328 263 151 178 3.846 10
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Update: 28 Februari 2012
Lampiran 3.28

KLB CAMPAK BERDASARKAN KONFIRMASI LABORATORIUM


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Konfirmasi Laboratorium
Gabungan
No Provinsi Total Darah Campak Rubella Negatif Pending Lab. Tanpa Spesimen
(Campak dan Rubella)
(Serum) Sampel
Frekuensi Kasus Frekuensi Kasus Frekuensi Kasus Frekuensi Kasus Frekuensi Kasus Frekuensi Kasus
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1 Aceh 39 1 6 7 51 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Sumatera Utara 11 2 69 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Sumatera Barat 39 3 52 3 23 1 70 0 0 1 9 0 0
4 Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Jambi 72 6 91 4 39 0 0 3 19 0 0 0 0
6 Sumatera Selatan 44 6 257 0 0 1 6 0 0 2 8 0 0
7 Bengkulu 41 4 50 0 0 1 9 1 12 2 21 0 0
8 Lampung 108 13 130 6 64 1 14 0 0 0 0 1 11
9 Kep. Bangka Belitung 29 4 36 0 0 1 5 0 0 0 0 0 0
10 Kepulauan Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 DKI Jakarta 31 6 26 1 5 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Jawa Barat 315 41 263 5 29 6 182 4 22 2 12 0 0
13 Jawa Tengah 191 15 81 20 97 2 13 0 0 0 0 0 0
14 DI Yogyakarta 46 2 135 5 51 2 14 0 0 0 0 0 0
15 Jawa Timur 60 12 55 1 5 0 0 0 0 1 5 0 0
16 Banten 99 13 123 8 95 0 0 1 17 0 0 0 0
17 Bali 16 2 14 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0
18 Nusa Tenggara Barat 35 7 35 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Nusa Tenggara Timur 44 8 59 0 0 0 0 1 5 0 0 0 0
20 Kalimantan Barat 35 3 17 0 0 1 5 1 5 2 0 0 0
21 Kalimantan Tengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Kalimantan Selatan 59 9 139 1 6 0 0 0 0 3 77 0 0
23 Kalimantan Timur 3 0 0 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0
24 Sulawesi Utara 85 17 207 0 0 1 5 0 0 0 0 0 0
25 Sulawesi Tengah 99 18 473 0 0 2 10 0 0 0 0 0 0
26 Sulawesi Selatan 44 6 86 2 16 0 0 1 25 0 0 0 0
27 Sulawesi Tenggara 43 4 92 0 0 0 0 4 94 0 0 0 0
28 Gorontalo 18 4 18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Maluku 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Maluku Utara 10 1 15 0 0 1 10 0 0 0 0 0 0
32 Papua Barat 16 2 13 0 0 1 6 0 0 0 0 0 0
33 Papua 12 3 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Indonesia 1.644 212 2.554 65 490 21 349 16 199 13 132 1 11
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Update: 28 Februari 2012
Lampiran 3.29

JUMLAH KASUS DIFTERI MENURUT KELOMPOK UMUR


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Kasus Menurut Kelompok Umur (Bulan)

Proporsi
No Provinsi <1 Bulan 1-3 Bulan 4-9 Bulan 10-14 Bulan > 14 Bulan Case
Total Total Divaksinasi Total
Fatality
Kasus Divaksinasi Terhadap Total Meninggal
Divaksinasi Kasus Divaksinasi Kasus Divaksinasi Kasus Divaksinasi Kasus Divaksinasi Kasus Rate (%)
Kasus
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)
1 Aceh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
2 Sumatera Utara 0 0 2 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0,00 0 0,00
3 Sumatera Barat 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0,00 0 0,00
4 Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
5 Jambi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
6 Sumatera Selatan 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 2 0 0,00 0 0,00
7 Bengkulu 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0,00 1 100,00
8 Lampung 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0,00 0 0,00
9 Kep. Bangka Belitung 0 0 0 0 3 2 0 0 0 0 3 0 0,00 0 0,00
10 Kepulauan Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
11 DKI Jakarta 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0,00 1 100,00
12 Jawa Barat 2 1 13 0 19 3 9 2 2 0 45 6 13,33 6 13,33
13 Jawa Tengah 0 0 3 3 0 0 0 0 1 0 4 0 0,00 0 0,00
14 DI Yogyakarta 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0,00 0 0,00
15 Jawa Timur 17 9 177 139 245 165 104 43 120 19 663 375 56,56 20 3,02
16 Banten 1 1 3 0 6 1 2 2 0 0 12 0 0,00 7 58,33
17 Bali 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0,00 1 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
19 Nusa Tenggara Timur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
20 Kalimantan Barat 2 1 2 2 1 1 1 1 0 0 6 0 0,00 1 16,67
21 Kalimantan Tengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
22 Kalimantan Selatan 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0,00 0 0,00
23 Kalimantan Timur 0 0 19 16 19 15 7 5 7 3 52 0 0,00 0 0,00
24 Sulawesi Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
25 Sulawesi Tengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
26 Sulawesi Selatan 0 0 2 1 1 0 3 0 0 0 6 0 0,00 0 0,00
27 Sulawesi Tenggara 0 0 0 0 3 1 0 0 1 0 4 0 0,00 1 25,00
28 Gorontalo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
29 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
30 Maluku 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
31 Maluku Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
32 Papua Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
33 Papua 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00
Indonesia 22 12 224 164 299 190 130 55 131 22 806 443 54,96 38 4,71
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.30

JUMLAH KASUS DIFTERI PER BULAN


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Kasus per Bulan


No Provinsi
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1 Aceh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Sumatera Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 2
3 Sumatera Barat 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
4 Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Jambi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Sumatera Selatan 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2
7 Bengkulu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
8 Lampung 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
9 Kepulauan Bangka Belitung 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 3
10 Kepulauan Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 DKI Jakarta 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
12 Jawa Barat 4 4 1 1 6 0 3 3 0 5 15 3 45
13 Jawa Tengah 0 0 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 4
14 DI Yogyakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
15 Jawa Timur 20 31 36 37 54 47 36 50 25 105 121 101 663
16 Banten 1 1 0 1 0 2 0 0 1 1 2 3 12
17 Bali 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1
18 Nusa Tenggara Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Nusa Tenggara Timur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Kalimantan Barat 0 0 1 2 0 0 1 0 1 1 0 0 6
21 Kalimantan Tengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Kalimantan Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1
23 Kalimantan Timur 4 1 9 11 9 5 3 1 3 2 4 0 52
24 Sulawesi Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 Sulawesi Tengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 Sulawesi Selatan 0 0 0 1 0 0 0 1 1 2 1 0 6
27 Sulawesi Tenggara 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 4
28 Gorontalo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Maluku 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Maluku Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 Papua Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 Papua 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Indonesia 32 39 48 57 69 55 45 55 32 118 147 109 806
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.31

JUMLAH KASUS NON POLIO AFP DAN NON POLIO AFP RATE PER 100.000 PENDUDUK USIA < 15 TAHUN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Penduduk Non Polio AFP Rate


No Provinsi Jumlah Kasus Non Polio AFP per 100.000 Penduduk Usia
Berusia < 15 Tahun
< 15 Tahun
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 1.343.800 38 2,92
2 Sumatera Utara 4.181.702 99 2,36
3 Sumatera Barat 1.453.929 40 2,67
4 Riau 1.720.701 71 4,18
5 Jambi 839.730 26 3,25
6 Sumatera Selatan 2.172.002 65 2,95
7 Bengkulu 492.198 11 2,20
8 Lampung 2.148.803 44 2,10
9 Kepulauan Bangka Belitung 296.400 14 4,67
10 Kepulauan Riau 498.603 12 2,40
11 DKI Jakarta 2.173.639 55 2,50
12 Jawa Barat 11.526.497 294 2,56
13 Jawa Tengah 8.199.400 215 2,62
14 DI Yogyakarta 635.000 21 3,50
15 Jawa Timur 7.827.640 209 2,68
16 Banten 2.982.400 75 2,50
17 Bali 771.001 25 3,13
18 Nusa Tenggara Barat 1.401.203 42 3,00
19 Nusa Tenggara Timur 1.532.201 80 5,33
20 Kalimantan Barat 1.339.698 30 2,31
21 Kalimantan Tengah 617.602 12 2,00
22 Kalimantan Selatan 960.099 24 2,40
23 Kalimantan Timur 916.302 26 2,89
24 Sulawesi Utara 531.451 25 5,00
25 Sulawesi Tengah 733.701 26 3,71
26 Sulawesi Selatan 2.276.700 60 2,61
27 Sulawesi Tenggara 717.498 21 3,00
28 Gorontalo 280.118 19 6,33
29 Sulawesi Barat 300.343 7 2,33
30 Maluku 430.900 10 2,50
31 Maluku Utara 318.301 6 2,00
32 Papua Barat 222.502 6 3,00
33 Papua 660.201 12 1,71
Indonesia 62.502.265 1.720 2,76
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Keterangan: Update 13 April 2012
Lampiran 3.32

JUMLAH KASUS, MENINGGAL DAN CASE FATALITY RATE (%) FLU BURUNG
MENURUT PROVINSI TAHUN 2005 - 2011

2005 - 2009 2010 2011 Total Kumulatif (2005-2011)


No Provinsi K M CFR K M CFR K M CFR K M CFR
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1 Aceh 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
2 Sumatera Utara 8 7 87,5 0 0 0,0 0 0 0,0 8 7 87,5
3 Sumatera Barat 4 1 25,0 0 0 0,0 0 0 0,0 4 1 25,0
4 Riau 8 6 75,0 1 1 100,0 0 0 0,0 9 7 77,8
5 Jambi 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
6 Sumatera Selatan 1 1 100,0 0 0 0,0 0 0 0,0 1 1 100,0
7 Bengkulu 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
8 Lampung 3 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 3 0 0,0
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
10 Kepulauan Riau 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
11 DKI Jakarta 44 37 84,1 3 3 100,0 4 3 75,0 51 43 84,3
12 Jawa Barat 40 34 85,0 2 1 50,0 4 3 75,0 46 38 82,6
13 Jawa Tengah 12 11 91,7 1 1 100,0 0 0 0,0 13 12 92,3
14 DI Yogyakarta 1 1 100,0 0 0 0,0 1 1 100,0 2 2 100,0
15 Jawa Timur 8 6 75,0 1 0 0,0 0 0 0,0 9 6 66,7
16 Banten 30 27 90,0 1 1 100,0 0 0 0,0 31 28 90,3
17 Bali 2 2 100,0 0 0 0,0 3 3 100,0 5 5 100,0
18 Nusa Tenggara Barat 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
19 Nusa Tenggara Timur 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
20 Kalimantan Barat 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
21 Kalimantan Tengah 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
22 Kalimantan Selatan 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
23 Kalimantan Timur 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
24 Sulawesi Utara 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
25 Sulawesi Tengah 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
26 Sulawesi Selatan 1 1 100,0 0 0 0,0 0 0 0,0 1 1 100,0
27 Sulawesi Tenggara 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
28 Gorontalo 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
29 Sulawesi Barat 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
30 Maluku 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
31 Maluku Utara 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
32 Papua Barat 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
33 Papua 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0 0 0 0,0
Indonesia 162 134 82,7 9 7 77,8 12 10 83,3 183 151 82,5
Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Keterangan: K= Kasus M= Meninggal CFR = Case Fatality Rate
Lampiran 3.33

JUMLAH KASUS DAN ANGKA KESAKITAN MALARIA PER 1.000 PENDUDUK BERISIKO
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Sediaan Darah Diperiksa


No Provinsi Populasi Klinis Pemeriksaan Rapid Diagnostic Positif Annual Parasite
Berisiko Total Incidence (API)
Mikroskopik Test
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Aceh 4.486.570 39.818 21.176 19.457 40.633 1.973 0,4
2 Sumatera Utara 13.919.359 76.525 33.906 22.368 56.274 6.356 0,5
3 Sumatera Barat 4.534.067 3.833 2.861 757 3.618 743 0,2
4 Riau 5.025.353 5.134 3.341 699 4.040 1.873 0,4
5 Jambi 3.139.067 44.641 26.763 10.115 36.878 5.028 1,6
6 Sumatera Selatan 7.446.401 15.312 8.028 6.463 14.491 1.430 0,2
7 Bengkulu 1.751.914 44.368 23.014 16.059 39.073 5.295 3,0
8 Lampung 7.596.115 25.065 15.906 8.989 24.895 3.523 0,5
9 Kep. Bangka Belitung 1.171.076 31.715 29.693 1.783 31.476 2.667 2,3
10 Kepulauan Riau 1.685.698 8.791 5.638 2.871 8.509 2.331 1,4
11 DKI Jakarta 19.587 0 0 0 0 0 0,0
12 Jawa Barat 1.092.677 35.280 34.835 118 34.953 517 0,5
13 Jawa Tengah 32.626.390 10.655 10.448 131 10.579 196 0,0
14 DI Yogyakarta 3.565.783 - 0 0 0 14 0,0
15 Jawa Timur 6.814.535 1.810 1.810 0 1.810 45 0,0
16 Banten 3.473.302 1.303 813 121 934 88 0,0
17 Bali 1.627.661 1.587 0 2.587 2.587 7 0,0
18 Nusa Tenggara Barat 4.535.776 44.937 39.308 5.306 44.614 2.352 0,5
19 Nusa Tenggara Timur 4.708.982 233.717 244.731 26.804 271.535 69.465 14,8
20 Kalimantan Barat 4.513.980 98.240 48.840 20.850 69.690 8.613 1,9
21 Kalimantan Tengah 2.165.792 35.115 17.195 9.312 26.507 6.661 3,1
22 Kalimantan Selatan 3.460.145 22.086 15.419 6.567 21.986 7.914 2,3
23 Kalimantan Timur 3.345.487 16.321 9.079 5.777 14.856 3.744 1,1
24 Sulawesi Utara 2.452.635 30.477 19.017 9.303 28.320 6.175 2,5
25 Sulawesi Tengah 2.611.211 65.373 30.780 18.031 48.811 8.037 3,1
26 Sulawesi Selatan 8.328.957 23.810 17.614 3.475 21.089 3.140 0,4
27 Sulawesi Tenggara 2.304.324 26.139 16.211 7.028 23.239 3.136 1,4
28 Gorontalo 1.074.101 18.568 8.998 8.388 17.386 2.045 1,9
29 Sulawesi Barat 1.176.149 21.183 9.532 7.988 17.520 2.247 1,9
30 Maluku 1.676.914 8.718 7.101 0 7.101 6.663 4,0
31 Maluku Utara 1.035.585 13.578 6.288 4.680 10.968 2.450 2,4
32 Papua Barat 760.422 88.417 68.939 10.412 79.351 25.287 33,3
33 Papua 2.851.999 228.935 184.806 14.270 199.076 66.577 23,3
Indonesia 146.978.014 1.321.451 962.090 250.709 1.212.799 256.592 1,7
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.34

ANNUAL PARASITE INSIDENCE (API) MALARIA


MENURUT PROVINSI TAHUN 2007-2011

API
No Provinsi
2007 2008 2009 2010 2011

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Aceh 0,94 0,25 0,48 0,54 0,44


2 Sumatera Utara NA 0,28 0,25 0,61 0,46
3 Sumatera Barat 0,03 0,57 0,41 0,11 0,16
4 Riau NA 0,23 0,47 0,24 0,37
5 Jambi 1,21 2,12 1,89 1,64 1,60
6 Sumatera Selatan 0,08 0,54 0,45 0,45 0,19
7 Bengkulu 1,52 4,70 4,36 4,26 3,02
8 Lampung 0,33 0,33 0,78 0,32 0,46
9 Kepulauan Bangka Belitung 15,89 8,09 7,87 5,06 2,28
10 Kepulauan Riau 1,06 1,34 1,12 0,86 1,38
11 DKI Jakarta 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
12 Jawa Barat 0,37 0,58 0,36 0,43 0,47
13 Jawa Tengah 0,12 0,07 0,08 0,10 0,01
14 DI Yogyakarta 0,05 0,00 0,30 0,01 0,00
15 Jawa Timur 0,18 0,71 0,47 0,10 0,01
16 Banten 0,05 0,03 0,14 0,03 0,03
17 Bali 0,42 0,17 0,02 0,03 0,00
18 Nusa Tenggara Barat 3,47 4,88 1,93 1,81 0,52
19 Nusa Tenggara Timur 30,09 20,35 15,62 12,14 14,75
20 Kalimantan Barat NA 0,65 0,54 0,45 1,91
21 Kalimantan Tengah NA 2,53 1,38 3,48 3,08
22 Kalimantan Selatan 0,49 1,04 1,06 0,79 2,29
23 Kalimantan Timur 2,90 2,04 0,93 0,47 1,12
24 Sulawesi Utara 1,99 3,37 4,57 1,63 2,52
25 Sulawesi Tengah 2,01 2,56 1,35 2,08 3,08
26 Sulawesi Selatan 0,08 0,31 0,47 0,35 0,38
27 Sulawesi Tenggara 0,52 0,28 0,22 0,46 1,36
28 Gorontalo 0,43 4,13 0,54 1,71 1,90
29 Sulawesi Barat 0,48 0,57 0,85 0,55 1,91
30 Maluku 0,85 8,94 7,37 5,43 3,97
31 Maluku Utara 11,25 8,91 8,91 6,45 2,37
32 Papua Barat 53,57 46,10 27,66 17,86 33,25
33 Papua 41,66 18,35 9,94 18,03 23,34
Indonesia 2,89 2,47 1,85 1,96 1,75
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 3.35

JUMLAH PENDERITA, MENINGGAL, CASE FATALITY RATE (%), DAN INCIDENCE RATE PER 100.000 PENDUDUK
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD/DHF)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Demam Berdarah Dengue


No Provinsi Jumlah Penduduk Jumlah Kasus Incidence Rate
Jumlah Kasus Case Fatality Rate (%)
Meninggal per 100.000 Penduduk
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 4.448.477 2.568 15 57,73 0,58
2 Sumatera Utara 12.982.204 5.987 78 46,12 1,30
3 Sumatera Barat 4.733.392 2.202 14 46,52 0,64
4 Riau 5.422.961 2.955 61 54,49 2,06
5 Jambi 3.167.377 1.879 40 59,32 2,13
6 Sumatera Selatan 7.446.401 2.015 23 27,06 1,14
7 Bengkulu 1.686.088 681 10 40,39 1,47
8 Lampung 6.804.922 1.494 24 21,95 1,61
9 Kepulauan Bangka Belitung 1.253.569 320 6 25,53 1,88
10 Kepulauan Riau 1.422.505 1.036 5 72,83 0,48
11 DKI Jakarta 9.604.329 6.653 3 69,27 0,05
12 Jawa Barat 43.842.907 13.971 59 31,87 0,42
13 Jawa Tengah 32.959.576 4.474 44 13,57 0,98
14 DI Yogyakarta 3.448.072 982 3 28,48 0,31
15 Jawa Timur 37.875.094 5.401 66 14,26 1,22
16 Banten 9.991.392 1.736 32 17,37 1,84
17 Bali 3.470.460 2.996 7 86,33 0,23
18 Nusa Tenggara Barat 4.058.506 451 3 11,11 0,67
19 Nusa Tenggara Timur 4.767.382 304 8 6,38 2,63
20 Kalimantan Barat 4.249.142 741 10 17,44 1,35
21 Kalimantan Tengah 2.139.131 517 9 24,17 1,74
22 Kalimantan Selatan 3.798.276 400 7 10,53 1,75
23 Kalimantan Timur 3.550.586 1.416 13 39,88 0,92
24 Sulawesi Utara 2.265.937 364 5 16,06 1,37
25 Sulawesi Tengah 2.608.288 2.045 31 78,40 1,52
26 Sulawesi Selatan 7.629.689 1.520 11 19,92 0,72
27 Sulawesi Tenggara 2.093.661 214 - 10,22 0,00
28 Gorontalo 917.971 23 2 2,51 8,70
29 Sulawesi Barat 1.084.166 205 5 18,91 2,44
30 Maluku 1.439.404 11 - 0,76 0,00
31 Maluku Utara 1.032.182 164 3 15,89 1,83
32 Papua Barat 564.085 0 0 0 0
33 Papua 1.692.389 0 0 0 0
Indonesia 234.450.521 65.725 597 27,67 0,91
Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI
Lampiran 3.36

JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG TERJANGKIT DEMAM BERDARAH DENGUE


MENURUT PROVINSI TAHUN 2008 - 2011

Jumlah Jumlah Tahun


No Provinsi Kab/Kota Kab/Kota 2008 2009 2010 2011
2008 2009/2011 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 23 23 17 73,91 17 73,91 21 91,30 22 95,65
2 Sumatera Utara 33 33 22 66,67 22 66,67 22 66,67 23 69,70
3 Sumatera Barat 19 19 17 89,47 16 84,21 16 84,21 17 89,47
4 Riau 11 12 10 90,91 11 91,67 12 100,00 12 100,00
5 Jambi 11 11 9 81,82 7 63,64 7 63,64 9 81,82
6 Sumatera Selatan 15 15 9 60,00 12 80,00 13 86,67 14 93,33
7 Bengkulu 10 10 9 90,00 10 100,00 10 100,00 10 100,00
8 Lampung 14 14 10 71,43 11 78,57 11 78,57 11 78,57
9 Kepulauan Bangka Belitung 7 7 6 85,71 7 100,00 7 100,00 7 100,00
10 Kepulauan Riau 7 7 4 57,14 5 71,43 6 85,71 4 57,14
11 DKI Jakarta 6 6 6 100,00 6 100,00 6 100,00 6 100,00
12 Jawa Barat 26 26 26 100,00 26 100,00 26 100,00 26 100,00
13 Jawa Tengah 35 35 35 100,00 35 100,00 35 100,00 35 100,00
14 DI Yogyakarta 5 5 5 100,00 5 100,00 5 100,00 5 100,00
15 Jawa Timur 38 38 38 100,00 38 100,00 38 100,00 38 100,00
16 Banten 8 8 6 75,00 8 100,00 8 100,00 8 100,00
17 Bali 9 9 9 100,00 9 100,00 9 100,00 9 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 10 10 8 80,00 7 70,00 9 90,00 8 80,00
19 Nusa Tenggara Timur 21 21 5 23,81 6 28,57 9 42,86 6 28,57
20 Kalimantan Barat 14 14 10 71,43 14 100,00 11 78,57 12 85,71
21 Kalimantan Tengah 14 14 9 64,29 13 92,86 14 100,00 11 78,57
22 Kalimantan Selatan 13 13 13 100,00 13 100,00 13 100,00 11 84,62
23 Kalimantan Timur 14 14 13 92,86 13 92,86 14 100,00 14 100,00
24 Sulawesi Utara 15 15 9 60,00 11 73,33 12 80,00 8 53,33
25 Sulawesi Tengah 11 11 9 81,82 9 81,82 11 100,00 10 90,91
26 Sulawesi Selatan 24 24 21 87,50 22 91,67 21 87,50 20 83,33
27 Sulawesi Tenggara 12 12 3 25,00 6 50,00 8 66,67 5 41,67
28 Gorontalo 6 6 6 100,00 5 83,33 6 100,00 4 66,67
29 Sulawesi Barat 5 5 1 20,00 4 80,00 4 80,00 3 60,00
30 Maluku 11 11 0 0,00 0 0,00 1 9,09 2 18,18
31 Maluku Utara 9 9 4 44,44 4 44,44 6 66,67 4 44,44
32 Papua Barat 10 11 0 0,00 5 45,45 2 18,18 t.a.d t.a.d
33 Papua 29 29 6 20,69 7 24,14 7 24,14 t.a.d t.a.d
Indonesia 495 497 355 71,72 384 77,26 400 80,48 374 75,25
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI
Lampiran 3.37

SITUASI RABIES MENURUT PROVINSI DI INDONESIA


TAHUN 2009-2011

2009 2010 2011


No Provinsi GHPR VAR LYSSA GHPR VAR LYSSA GHPR VAR LYSSA
(1) (2) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 Aceh 329 294 5 524 471 0 280 184 0
2 Sumatera Utara 2,386 1,718 18 3,714 2,848 35 3,909 2,745 31
3 Sumatera Barat 2,818 2,061 14 858 514 5 2,586 1,923 7
4 Riau 653 636 5 1,293 1,082 2 930 698 6
5 Jambi 502 303 0 704 475 3 764 555 0
6 Sumatera Selatan 2,123 1,518 9 144 75 2 1,585 1,374 0
7 Bengkulu 575 422 0 261 181 0 788 563 6
8 Lampung 1,274 1,095 7 1,018 76 3 826 725 0
9 Kepulauan Bangka Belitung* 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Kepulauan Riau 9 0 1 1 0 1 0 0 0
11 DKI Jakarta* 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Jawa Barat 288 83 0 294 183 1 383 174 0
13 Jawa Tengah* 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 DI Yogyakarta* 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Jawa Timur* 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Banten 264 105 2 119 106 0 30 0 0
17 Bali 21,806 18,825 28 60,434 52,775 82 52,798 49,900 23
18 Nusa Tenggara Barat* 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Nusa Tenggara Timur 3,882 3,237 33 3,547 2,154 25 5,500 4,871 12
20 Kalimantan Barat* 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 Kalimantan Tengah 629 346 1 566 390 1 935 636 2
22 Kalimantan Selatan 110 104 0 65 53 0 179 171 2
23 Kalimantan Timur 240 173 1 42 2 0 315 260 1
24 Sulawesi Utara 1,859 689 12 1,412 439 10 2,961 1,086 26
25 Sulawesi Tengah 605 512 4 591 371 3 976 660 21
26 Sulawesi Selatan 947 827 3 99 85 0 2,454 1,053 0
27 Sulawesi Tenggara 1,994 805 4 1,267 478 4 1,134 959 5
28 Gorontalo 284 139 5 325 127 2 440 226 3
29 Sulawesi Barat 325 215 0 97 50 5 307 204 0
30 Maluku 1,288 933 35 778 359 21 3,206 2,074 31
31 Maluku Utara 276 276 8 50 40 1 237 232 6
32 Papua Barat* 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 Papua* 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Indonesia 45,466 35,316 195 78,203 63,334 206 83,523 71,273 182
Persentase (%) VAR 77.68% 80.99% 85.33%
Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI
Ket : GHPR = Gigitan Hewan Penular Rabies, VAR = Vaksin Anti Rabies, LYSSA = Positif rabies dan mati
* daerah bebas rabies
update 9 April 2012
Lampiran 3.38

JUMLAH PENDERITA FILARIASIS


MENURUT PROVINSI TAHUN 2008 - 2011

Tahun
No Provinsi 2008 2009 2010 2011
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Aceh 2,359 2,359 2,359 2,359
2 Sumatera Utara 141 141 141 148
3 Sumatera Barat 274 274 274 274
4 Riau 532 532 532 532
5 Jambi 257 257 221 222
6 Sumatera Selatan 210 210 210 210
7 Bengkulu 94 94 94 94
8 Lampung 74 74 74 94
9 Kepulauan Bangka Belitung 207 207 207 207
10 Kepulauan Riau 31 31 31 31
11 DKI Jakarta 53 53 53 53
12 Jawa Barat 404 474 474 480
13 Jawa Tengah 395 412 412 412
14 DI Yogyakarta 37 37 37 37
15 Jawa Timur 219 219 219 238
16 Banten 91 76 76 81
17 Bali 18 18 18 18
18 Nusa Tenggara Barat 71 71 71 71
19 Nusa Tenggara Timur 1,682 1,730 1,730 1,730
20 Kalimantan Barat 253 253 253 269
21 Kalimantan Tengah 225 225 225 238
22 Kalimantan Selatan 385 385 385 385
23 Kalimantan Timur 409 409 409 409
24 Sulawesi Utara 30 30 30 30
25 Sulawesi Tengah 451 451 451 468
26 Sulawesi Selatan 60 128 128 129
27 Sulawesi Tenggara 208 201 107 119
28 Gorontalo 224 224 224 224
29 Sulawesi Barat 96 96 96 96
30 Maluku 70 70 70 70
31 Maluku Utara 27 27 27 27
32 Papua Barat 985 988 988 988
33 Papua 1,127 1,158 1,343 1,343
Indonesia 11,699 11,914 11,969 12,086
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI
Lampiran 3.39

SITUASI PENYAKIT BERSUMBER BINATANG DI INDONESIA TAHUN 2011

JUMLAH KASUS, MENINGGAL, DAN CASE FATALITY RATE (CFR) LEPTOSPIROSIS


MENURUT PROVINSI TAHUN 2009 - 2011

2009 2010 2011


No Provinsi K M CFR K M CFR K M CFR
IR P IR IR
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1 DKI Jakarta 8 2 25,00 15 0 0,00 11 0 0,00


2 Jawa Barat 0 0 0,00 1 0 0,00 29 4 13,79
3 Jawa Tengah 232 14 6,03 133 14 10,53 184 33 17,93
4 DI Yogyakarta 95 7 7,37 230 23 10,00 626 43 6,87
5 Jawa Timur 0 0 0,00 19 6 31,58 5 2 40,00
6 Kalimantan Timur 0 0 0,00 0 0 0,00 2 0 0,00
Indonesia 335 23 6,87 398 43 10,80 857 82 9,57
Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI
Ket. : K= Kasus, M= Meninggal, CFR=Case Fatality Rate

SITUASI ANTRAKS PADA MANUSIA


MENURUT PROVINSI TAHUN 2009 - 2011

2009 2010 2011


No. Provinsi Kasus Diobati Meninggal Kasus Diobati Meninggal Kasus Diobati Meninggal
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1 DKI Jakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Jawa Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Jawa Tengah 0 0 0 24 24 1 27 27 0
4 Nusa Tenggara Timur 12 0 0 0 0 0 14 14 0
5 Sulawesi Selatan 17 15 2 7 4 0 0 0 0
Indonesia 29 15 2 31 28 1 41 41 0
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI
Lampiran 3.40

REKAPITULASI KEJADIAN BENCANA DAN JUMLAH KORBAN


TAHUN 2011

Jumlah Luka Berat/ Luka Ringan/


No Jenis Bencana Frekuensi Meninggal Hilang Pengungsi
Provinsi Rawat Inap Rawat Jalan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Banjir 57 21 14 8 617 6 59,869


2 Tanah Longsor 32 12 84 47 36 4 435
3 Kecelakaan Transportasi 22 12 324 308 438 198 0
4 Banjir Bandang 18 11 55 37 178 9 5,111
5 Angin Siklon Tropis 17 7 4 6 77 0 78
6 Kebakaran (Pemukiman) 12 6 6 11 51 0 2,436
7 Letusan/Peningkatan 7 4 2 49 8,893 0 15,533
Aktivitas Gunung Api
8 KLB Keracunan Makanan 5 5 4 412 286 0 0
9 Gempa Bumi 5 5 1 11 759 0 5
10 Konflik 21 16 34 158 274 14 4,542

11 Kegagalan Teknologi 3 3 25 37 20 1 0
12 Gelombang Pasang 3 2 0 2 0 0 261
13 Kecelakaan Industri 3 3 0 51 2 0 80
14 Banjir Lahar Dingin 2 2 6 11 250 0 6,732
15 Banjir dan Tanah Longsor 2 2 3 11 548 0 1,000
16 Tsunami 1 1 2 0 0 0 0
17 Tersambar Petir 1 1 1 5 0 0 0
Jumlah 211 30 565 1,164 12,429 232 96,082
Sumber: Pusat Penanggulangan Krisis, 2012
Lampiran 3.41

JUMLAH KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS


MENURUT KEPOLISIAN DAERAH TAHUN 2010

Jumlah Koban
No Kepolisian Daerah Jumlah Meninggal Dunia Luka Berat Luka Ringan
(Polda) Kejadian Laki - Laki Perempuan Total Laki - Laki Perempuan Total Laki - Laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 3.514 777 227 1.004 1.742 504 2.246 2.333 679 3.012
2 Sumatera Utara 8.284 1.837 530 2.367 4.115 1.182 5.297 5.510 1.591 7.101
3 Sumatera Barat 2.651 580 169 749 1.302 377 1.679 1.743 534 2.277
4 Riau 2.670 593 170 763 1.330 385 1.715 1.780 509 2.289

5 Jambi 1.701 377 109 486 847 245 1.092 1.134 324 1.458

6 Sumatera Selatan 4.273 948 273 1.221 2.127 609 2.736 2.849 814 3.663

7 Bengkulu 903 199 59 258 448 133 581 599 175 774

8 Lampung 4.228 938 270 1.208 2.099 609 2.708 2.811 813 3.624

9 Kep. Bangka Belitung 609 135 39 174 301 91 392 403 119 522
10 Kepulauan Riau 546 122 34 156 273 70 343 365 103 468
11 Metro Jaya 6.167 1.369 393 1.762 3.065 882 3.947 4.104 1.182 5.286
12 Jawa Barat 14.584 3.236 931 4.167 7.250 2.085 9.335 9.708 2.793 12.501
13 Jawa Tengah 15.291 3.391 978 4.369 7.600 2.183 9.783 10.176 2.931 13.107
14 DI Yogyakarta 1.571 349 100 449 784 224 1.008 1.049 298 1.347
15 Jawa Timur 16.534 3.668 1.056 4.724 8.215 2.366 10.581 11.001 3.171 14.172
16 Banten 1.904 422 122 544 945 273 1.218 1.265 367 1.632
17 Bali 2.121 472 134 606 1.057 301 1.358 1.415 403 1.818
18 Nusa Tenggara Barat 2.591 582 167 749 1.302 377 1.679 1.743 474 2.217
19 Nusa Tenggara Timur 1.011 224 65 289 504 140 644 675 192 867
20 Kalimantan Barat 2.110 468 135 603 1.050 301 1.351 1.406 403 1.809
21 Kalimantan Tengah 1.193 265 76 341 595 168 763 796 227 1.023
22 Kalimantan Selatan 1.827 406 116 522 910 259 1.169 1.218 348 1.566
23 Kalimantan Timur 1.767 393 112 505 882 252 1.134 1.181 334 1.515
24 Sulawesi Utara 1.148 255 73 328 574 161 735 768 216 984
25 Sulawesi Tengah 1.641 364 105 469 819 231 1.050 1.096 311 1.407
26 Sulawesi Selatan 5.428 1.205 346 1.551 2.701 770 3.471 3.617 1.036 4.653
27 Sulawesi Tenggara 871 193 56 249 434 125 559 581 166 747
28 Gorontalo 476 107 29 136 238 70 308 319 89 408
29 Maluku 581 129 37 166 287 84 371 384 114 498
30 Maluku Utara 143 32 9 41 70 21 91 94 29 123
31 Papua 973 217 61 278 483 150 633 647 187 834
Jumlah 104.824 23.259 6.693 29.952 52.124 14.974 67.098 69.790 20.066 89.856
Sumber: Koordinator Lalu Lintas, Kepolisian Negara RI, 2012
Lampiran 3.42

PERSENTASE PENDUDUK YANG MEMPUNYAI KELUHAN KESEHATAN SELAMA BULAN REFERENSI


MENURUT JENIS KELUHAN KESEHATAN YANG DIALAMI DAN PROVINSI TAHUN 2010

Keluhan Kesehatan % Penduduk


yang Mempunyai
Diare/ Buang- Asma/Nafas Keluhan Keluhan
No Provinsi Panas Sakit Kepala Batuk Pilek Sakit Gigi
Buang Air Sesak Lainnya Kesehatan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 Aceh 45,05 6,88 5,46 8,25 32,08 35,09 8,25 32,08 35,09
2 Sumatera Utara 4,47 8,23 47,25 50,40 15,25 26,68 50,40 15,25 26,68
3 Sumatera Barat 43,00 7,46 5,06 6,74 31,98 33,27 6,74 31,98 33,27
4 Riau 48,54 5,81 4,67 7,96 21,18 30,90 7,96 21,18 30,90
5 Jambi 43,54 5,11 4,84 6,30 29,65 29,62 6,30 29,65 29,62
6 Sumatera Selatan 45,75 5,13 5,01 5,86 31,34 29,68 5,86 31,34 29,68
7 Bengkulu 45,22 5,74 5,15 6,74 33,69 33,74 6,74 33,69 33,74
8 Lampung 51,97 5,21 3,86 5,97 30,10 34,65 5,97 30,10 34,65
9 Kepulauan Bangka Belitung 45,29 5,10 7,79 6,93 35,43 33,98 6,93 35,43 33,98
10 Kepulauan Riau 50,79 4,50 4,30 6,66 25,56 28,03 6,66 25,56 28,03
11 DKI Jakarta 50,88 5,14 3,13 3,66 30,11 33,81 3,66 30,11 33,81
12 Jawa Barat 44,71 4,99 5,32 5,28 34,44 28,00 5,28 34,44 28,00
13 Jawa Tengah 46,55 4,13 3,33 3,87 37,64 28,72 3,87 37,64 28,72
14 DI Yogyakarta 46,47 3,33 3,76 4,00 36,31 40,12 4,00 36,31 40,12
15 Jawa Timur 40,54 4,57 4,22 4,40 38,42 28,46 4,40 38,42 28,46
16 Banten 46,24 5,24 4,62 4,58 31,75 33,02 4,58 31,75 33,02
17 Bali 45,72 5,69 6,26 6,17 34,62 40,12 6,17 34,62 40,12
18 Nusa Tenggara Barat 41,51 5,51 5,53 4,96 39,23 38,10 4,96 39,23 38,10
19 Nusa Tenggara Timur 60,59 8,12 6,57 8,70 30,04 44,95 8,70 30,04 44,95
20 Kalimantan Barat 43,51 5,57 6,63 6,98 31,38 34,39 6,98 31,38 34,39
21 Kalimantan Tengah 44,96 7,22 6,10 7,34 25,34 31,03 7,34 25,34 31,03
22 Kalimantan Selatan 44,27 4,93 4,85 6,16 32,21 36,86 6,16 32,21 36,86
23 Kalimantan Timur 49,14 4,95 5,14 7,06 29,83 30,31 7,06 29,83 30,31
24 Sulawesi Utara 44,81 4,35 4,07 7,74 30,35 32,54 7,74 30,35 32,54
25 Sulawesi Tengah 40,46 6,27 6,39 9,37 31,10 39,05 9,37 31,10 39,05
26 Sulawesi Selatan 36,77 5,34 5,00 7,23 34,55 30,64 7,23 34,55 30,64
27 Sulawesi Tenggara 35,46 4,72 4,28 6,85 31,31 35,77 6,85 31,31 35,77
28 Gorontalo 41,17 7,70 6,03 8,27 25,46 42,65 8,27 25,46 42,65
29 Sulawesi Barat 31,31 7,12 6,13 8,28 34,57 35,86 8,28 34,57 35,86
30 Maluku 43,86 5,64 6,74 8,61 28,63 31,93 8,61 28,63 31,93
31 Maluku Utara 33,24 7,69 7,90 10,00 29,20 32,11 10,00 29,20 32,11
32 Papua Barat 40,98 5,13 4,68 5,45 36,34 31,50 5,45 36,34 31,50
33 Papua 48,34 8,52 5,80 7,99 26,91 31,95 7,99 26,91 31,95
Indonesia 45,11 5,35 4,72 5,60 33,49 30,98 5,60 33,49 30,98
Sumber: BPS, Susenas 2010
Lampiran 3.43

PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DAN TINGKAT KESULITAN MELIHAT


DI INDONESIA TAHUN 2010

Kesulitan Melihat
No Kelompok Umur Tidak Sulit Sedikit Sulit Parah Tidak Ditanyakan Jumlah Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 10-14 22.503.546 99,26 31.048 0,14 7.212 0,03 129.275 0,57 22.671.081 100,00

2 15-19 20.565.659 98,49 48.367 0,23 7.789 0,04 258.919 1,24 20.880.734 100,00

3 20-24 19.656.674 98,82 58.936 0,30 8.434 0,04 167.589 0,84 19.891.633 100,00

4 25-29 21.121.122 99,11 76.914 0,36 10.416 0,05 101.991 0,48 21.310.443 100,00

5 30-34 19.657.145 99,12 98.914 0,50 12.124 0,06 62.502 0,32 19.830.685 100,00

6 35-39 18.299.066 98,89 144.061 0,78 14.539 0,08 47.465 0,26 18.505.131 100,00

7 40-44 16.146.571 97,71 323.812 1,96 18.769 0,11 35.700 0,22 16.524.852 100,00

8 45-49 13.515.530 96,26 478.509 3,41 22.783 0,16 24.160 0,17 14.040.982 100,00

9 50-54 10.896.959 94,25 617.749 5,34 29.436 0,25 17.177 0,15 11.561.321 100,00

10 55-59 7.796.602 92,28 609.727 7,22 32.485 0,38 9.756 0,12 8.448.570 100,00

11 60-64 5.380.335 88,80 629.104 10,38 42.829 0,71 6.493 0,11 6.058.761 100,00

12 65-69 4.021.875 85,68 615.585 13,11 52.965 1,13 3.606 0,08 4.694.031 100,00

13 70-74 2.751.651 79,61 631.405 18,27 70.823 2,05 2.452 0,07 3.456.331 100,00

14 75-79 1.495.027 75,59 422.285 21,35 59.464 3,01 1.129 0,06 1.977.905 100,00

15 80-84 781.876 68,40 304.986 26,68 55.526 4,86 782 0,07 1.143.170 100,00

16 85-89 279.852 63,90 128.575 29,36 29.118 6,65 416 0,09 437.961 100,00

17 90-94 95.688 55,99 57.615 33,71 17.325 10,14 271 0,16 170.899 100,00

18 95+ 54.167 51,76 35.354 33,78 14.841 14,18 292 0,28 104.654 100,00
Jumlah 185.019.345 96,51 5.312.946 2,77 506.878 0,26 869.975 0,45 191.709.144 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, Data Sensus Penduduk 2010
Lampiran 3.44

PENDUDUK USIA 10 TAHUN KE ATAS MENURUT WILAYAH DAN TINGKAT KESULITAN MELIHAT
DI INDONESIA TAHUN 2010

Kesulitan Melihat
No Provinsi Tidak Sulit Sedikit Sulit Parah Tidak Ditanyakan Jumlah Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 Aceh 3.376.975 95,75 117.338 3,33 12.734 0,36 19.724 0,56 3.526.771 100,00
2 Sumatera Utara 9.722.535 96,51 276.391 2,74 25.634 0,25 50.054 0,50 10.074.614 100,00
3 Sumatera Barat 3.639.021 95,24 154.096 4,03 15.116 0,40 12.608 0,33 3.820.841 100,00
4 Riau 4.108.234 96,32 122.589 2,87 9.707 0,23 24.766 0,58 4.265.296 100,00
5 Jambi 2.347.019 95,75 78.137 3,19 6.331 0,26 19.595 0,80 2.451.082 100,00
6 Sumatera Selatan 5.709.849 96,37 182.887 3,09 17.054 0,29 15.047 0,25 5.924.837 100,00
7 Bengkulu 1.309.199 95,94 46.959 3,44 4.396 0,32 4.098 0,30 1.364.652 100,00
8 Lampung 5.930.590 96,64 166.791 2,72 15.747 0,26 23.792 0,39 6.136.920 100,00
9 Kep. Bangka Belitung 940.576 96,76 25.637 2,64 2.397 0,25 3.450 0,35 972.060 100,00
10 Kepulauan Riau 1.268.725 96,86 34.508 2,63 2.410 0,18 4.156 0,32 1.309.799 100,00
11 DKI Jakarta 7.631.889 95,38 270.390 3,38 16.372 0,20 82.764 1,03 8.001.415 100,00
12 Jawa Barat 33.519.219 96,77 975.550 2,82 85.438 0,25 58.255 0,17 34.638.462 100,00
13 Jawa Tengah 26.189.830 97,57 509.772 1,90 59.894 0,22 82.509 0,31 26.842.005 100,00
14 DI Yogyakarta 2.879.379 97,58 58.927 2,00 8.117 0,28 4.298 0,15 2.950.721 100,00
15 Jawa Timur 30.340.247 96,49 759.100 2,41 83.736 0,27 261.765 0,83 31.444.848 100,00
16 Banten 8.260.772 97,03 193.519 2,27 15.567 0,18 43.988 0,52 8.513.846 100,00
17 Bali 3.114.270 97,03 82.793 2,58 7.556 0,24 4.948 0,15 3.209.567 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 3.432.311 96,48 103.121 2,90 12.100 0,34 9.931 0,28 3.557.463 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 3.328.375 95,63 125.339 3,60 16.845 0,48 9.850 0,28 3.480.409 100,00
20 Kalimantan Barat 3.328.242 96,37 105.248 3,05 10.264 0,30 9.974 0,29 3.453.728 100,00
21 Kalimantan Tengah 1.676.830 96,35 54.865 3,15 4.787 0,28 3.873 0,22 1.740.355 100,00
22 Kalimantan Selatan 2.796.718 96,30 88.217 3,04 6.864 0,24 12.234 0,42 2.904.033 100,00
23 Kalimantan Timur 2.678.692 95,99 90.256 3,23 6.133 0,22 15.425 0,55 2.790.506 100,00
24 Sulawesi Utara 1.751.812 94,89 80.224 4,35 7.667 0,42 6.389 0,35 1.846.092 100,00
25 Sulawesi Tengah 1.928.784 94,97 85.648 4,22 6.890 0,34 9.617 0,47 2.030.939 100,00
26 Sulawesi Selatan 6.059.234 94,89 286.060 4,48 27.118 0,42 13.111 0,21 6.385.523 100,00
27 Sulawesi Tenggara 1.619.475 95,50 66.381 3,91 5.666 0,33 4.309 0,25 1.695.831 100,00
28 Gorontalo 766.043 93,76 46.399 5,68 3.887 0,48 668 0,08 816.997 100,00
29 Sulawesi Barat 835.366 95,71 33.763 3,87 2.611 0,30 1.057 0,12 872.797 100,00
30 Maluku 1.108.609 96,12 35.554 3,08 3.190 0,28 6.061 0,53 1.153.414 100,00
31 Maluku Utara 754.683 96,48 23.056 2,95 1.939 0,25 2.540 0,32 782.218 100,00
32 Papua Barat 559.255 96,68 11.935 2,06 765 0,13 6.530 1,13 578.485 100,00
33 Papua 2.106.587 96,96 21.496 0,99 1.946 0,09 42.589 1,96 2.172.618 100,00
Indonesia 185.019.345 96,51 5.312.946 2,77 506.878 0,26 869.975 0,45 191.709.144 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, Data Sensus Penduduk 2010
Lampiran 3.45

PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DAN TINGKAT KESULITAN MENDENGAR


DI INDONESIA TAHUN 2010

Kesulitan Mendengar
No Kelompok Umur Tidak Sulit Sedikit Sulit Parah Tidak Ditanyakan Jumlah Total
(Tahun) Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 10-14 22.511.690 99,30 17.517 0,08 12.599 0,06 129.275 0,57 22.671.081 100,00

2 15-19 20.589.201 98,60 18.835 0,09 13.779 0,07 258.919 1,24 20.880.734 100,00

3 20-24 19.690.121 98,99 20.815 0,10 13.108 0,07 167.589 0,84 19.891.633 100,00

4 25-29 21.166.540 99,32 27.112 0,13 14.800 0,07 101.991 0,48 21.310.443 100,00

5 30-34 19.722.419 99,45 32.302 0,16 13.462 0,07 62.502 0,32 19.830.685 100,00

6 35-39 18.406.327 99,47 38.448 0,21 12.891 0,07 47.465 0,26 18.505.131 100,00

7 40-44 16.417.608 99,35 56.042 0,34 15.502 0,09 35.700 0,22 16.524.852 100,00

8 45-49 13.928.295 99,20 73.995 0,53 14.532 0,10 24.160 0,17 14.040.982 100,00

9 50-54 11.406.152 98,66 120.615 1,04 17.377 0,15 17.177 0,15 11.561.321 100,00

10 55-59 8.250.138 97,65 169.401 2,01 19.275 0,23 9.756 0,12 8.448.570 100,00

11 60-64 5.745.988 94,84 277.036 4,57 29.244 0,48 6.493 0,11 6.058.761 100,00

12 65-69 4.296.753 91,54 354.375 7,55 39.297 0,84 3.606 0,08 4.694.031 100,00

13 70-74 2.913.940 84,31 479.569 13,88 60.370 1,75 2.452 0,07 3.456.331 100,00

14 75-79 1.553.947 78,57 367.363 18,57 55.466 2,80 1.129 0,06 1.977.905 100,00

15 80-84 793.783 69,44 291.689 25,52 56.916 4,98 782 0,07 1.143.170 100,00

16 85-89 276.809 63,20 129.084 29,47 31.652 7,23 416 0,09 437.961 100,00

17 90-94 93.107 54,48 58.491 34,23 19.030 11,14 271 0,16 170.899 100,00

18 95+ 52.080 49,76 35.535 33,95 16.747 16,00 292 0,28 104.654 100,00
Jumlah 187.814.898 97,97 2.568.224 1,34 456.047 0,24 869.975 0,45 191.709.144 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, Data Sensus Penduduk 2010
Lampiran 3.46

PENDUDUK USIA 10 TAHUN KE ATAS MENURUT WILAYAH DAN TINGKAT KESULITAN MENDENGAR
DI INDONESIA TAHUN 2010

Kesulitan Mendengar
No Provinsi Tidak Sulit Sedikit Sulit Parah Tidak Ditanyakan Jumlah Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 Aceh 3.442.536 97,61 54.205 1,54 10.306 0,29 19.724 0,56 3.526.771 100,00
2 Sumatera Utara 9.880.052 98,07 123.082 1,22 21.426 0,21 50.054 0,50 10.074.614 100,00
3 Sumatera Barat 3.733.714 97,72 62.269 1,63 12.250 0,32 12.608 0,33 3.820.841 100,00
4 Riau 4.194.226 98,33 39.959 0,94 6.345 0,15 24.766 0,58 4.265.296 100,00
5 Jambi 2.395.408 97,73 30.506 1,24 5.573 0,23 19.595 0,80 2.451.082 100,00
6 Sumatera Selatan 5.814.895 98,14 80.477 1,36 14.418 0,24 15.047 0,25 5.924.837 100,00
7 Bengkulu 1.336.569 97,94 20.135 1,48 3.850 0,28 4.098 0,30 1.364.652 100,00
8 Lampung 6.011.707 97,96 85.780 1,40 15.641 0,25 23.792 0,39 6.136.920 100,00
9 Kep. Bangka Belitung 957.022 98,45 9.488 0,98 2.100 0,22 3.450 0,35 972.060 100,00
10 Kepulauan Riau 1.295.448 98,90 8.812 0,67 1.383 0,11 4.156 0,32 1.309.799 100,00
11 DKI Jakarta 7.852.737 98,14 57.307 0,72 8.607 0,11 82.764 1,03 8.001.415 100,00
12 Jawa Barat 34.072.356 98,37 433.265 1,25 74.586 0,22 58.255 0,17 34.638.462 100,00
13 Jawa Tengah 26.301.895 97,99 394.446 1,47 63.155 0,24 82.509 0,31 26.842.005 100,00
14 DI Yogyakarta 2.883.377 97,72 53.180 1,80 9.866 0,33 4.298 0,15 2.950.721 100,00
15 Jawa Timur 30.643.832 97,45 461.026 1,47 78.225 0,25 261.765 0,83 31.444.848 100,00
16 Banten 8.384.138 98,48 73.139 0,86 12.581 0,15 43.988 0,52 8.513.846 100,00
17 Bali 3.148.409 98,09 48.113 1,50 8.097 0,25 4.948 0,15 3.209.567 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 3.481.521 97,87 54.479 1,53 11.532 0,32 9.931 0,28 3.557.463 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 3.388.426 97,36 63.589 1,83 18.544 0,53 9.850 0,28 3.480.409 100,00
20 Kalimantan Barat 3.388.679 98,12 46.160 1,34 8.915 0,26 9.974 0,29 3.453.728 100,00
21 Kalimantan Tengah 1.711.202 98,32 21.676 1,25 3.604 0,21 3.873 0,22 1.740.355 100,00
22 Kalimantan Selatan 2.850.555 98,16 35.278 1,21 5.966 0,21 12.234 0,42 2.904.033 100,00
23 Kalimantan Timur 2.746.291 98,42 24.792 0,89 3.998 0,14 15.425 0,55 2.790.506 100,00
24 Sulawesi Utara 1.805.840 97,82 28.115 1,52 5.748 0,31 6.389 0,35 1.846.092 100,00
25 Sulawesi Tengah 1.984.859 97,73 30.534 1,50 5.929 0,29 9.617 0,47 2.030.939 100,00
26 Sulawesi Selatan 6.204.515 97,17 141.641 2,22 26.256 0,41 13.111 0,21 6.385.523 100,00
27 Sulawesi Tenggara 1.660.530 97,92 26.109 1,54 4.883 0,29 4.309 0,25 1.695.831 100,00
28 Gorontalo 796.035 97,43 16.848 2,06 3.446 0,42 668 0,08 816.997 100,00
29 Sulawesi Barat 853.468 97,79 15.268 1,75 3.004 0,34 1.057 0,12 872.797 100,00
30 Maluku 1.133.353 98,26 11.611 1,01 2.389 0,21 6.061 0,53 1.153.414 100,00
31 Maluku Utara 770.496 98,50 7.524 0,96 1.658 0,21 2.540 0,32 782.218 100,00
32 Papua Barat 568.644 98,30 2.823 0,49 488 0,08 6.530 1,13 578.485 100,00
33 Papua 2.122.163 97,68 6.588 0,30 1.278 0,06 42.589 1,96 2.172.618 100,00
Indonesia 187.814.898 97,97 2.568.224 1,34 456.047 0,24 869.975 0,45 191.709.144 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, Data Sensus Penduduk 2010
Lampiran 3.47

PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DAN TINGKAT KESULITAN MENGURUS DIRI SENDIRI
DI INDONESIA TAHUN 2010

Kesulitan Mengurus Diri Sendiri

No Kelompok Tidak Sulit Sedikit Sulit Parah Tidak Ditanyakan


Umur (Tahun) Laki-laki + Laki-laki + Laki-laki + Laki-laki +
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

1 10-14 98,79 98,86 98,82 0,51 0,43 0,47 0,15 0,12 0,14 0,55 0,59 0,57

2 15-19 98,44 98,46 98,45 0,22 0,18 0,20 0,12 0,10 0,11 1,22 1,26 1,24

3 20-24 98,51 99,24 98,88 0,20 0,16 0,18 0,12 0,09 0,11 1,17 0,52 0,84

4 25-29 98,92 99,54 99,23 0,21 0,15 0,18 0,13 0,09 0,11 0,74 0,22 0,48

5 30-34 99,19 99,58 99,39 0,22 0,16 0,19 0,13 0,09 0,11 0,46 0,17 0,32

6 35-39 99,29 99,59 99,44 0,22 0,17 0,20 0,13 0,09 0,11 0,37 0,15 0,26

7 40-44 99,32 99,56 99,44 0,24 0,21 0,23 0,13 0,11 0,12 0,31 0,12 0,22

8 45-49 99,32 99,48 99,40 0,29 0,29 0,29 0,15 0,13 0,14 0,25 0,10 0,17

9 50-54 99,16 99,24 99,20 0,43 0,47 0,45 0,20 0,21 0,20 0,21 0,08 0,15

10 55-59 98,76 98,54 98,65 0,79 1,07 0,93 0,30 0,31 0,30 0,15 0,07 0,12

11 60-64 97,74 96,98 97,34 1,60 2,38 2,00 0,51 0,58 0,55 0,15 0,07 0,11

12 65-69 96,47 94,98 95,69 2,62 4,00 3,35 0,80 0,96 0,89 0,10 0,06 0,08

13 70-74 93,19 90,33 91,60 5,32 7,75 6,67 1,40 1,86 1,66 0,09 0,06 0,07

14 75-79 90,02 86,15 87,80 7,78 10,78 9,50 2,12 3,03 2,64 0,07 0,05 0,06

15 80-84 84,10 78,34 80,76 12,18 16,19 14,50 3,64 5,42 4,67 0,09 0,06 0,07

16 85-89 78,80 71,90 74,77 15,72 19,82 18,11 5,37 8,20 7,02 0,11 0,08 0,09

17 90-94 70,93 62,87 65,89 20,46 24,29 22,86 8,42 12,70 11,10 0,19 0,14 0,16

18 95+ 65,44 55,60 58,99 22,01 25,78 24,48 12,08 18,44 16,25 0,47 0,18 0,28

Jumlah 98,54 98,42 98,48 0,65 0,92 0,79 0,25 0,31 0,28 0,56 0,34 0,45
Sumber: Badan Pusat Statistik, Data Sensus Penduduk 2010
Lampiran 3.48

PENDUDUK USIA 10 TAHUN KE ATAS MENURUT WILAYAH DAN TINGKAT KESULITAN MENGURUS DIRI SENDIRI
DI INDONESIA TAHUN 2010

Kesulitan Mengurus Diri Sendiri

No Provinsi Tidak Sulit Sedikit Sulit Parah Tidak Ditanyakan


Laki-laki + Laki-laki + Laki-laki + Laki-laki +
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

1 Aceh 98,08 98,07 98,07 0,82 1,22 1,02 0,32 0,38 0,35 0,79 0,34 0,56
2 Sumatera Utara 98,49 98,31 98,40 0,69 0,95 0,82 0,27 0,30 0,29 0,55 0,44 0,50
3 Sumatera Barat 98,51 98,27 98,39 0,74 1,07 0,90 0,32 0,43 0,38 0,43 0,23 0,33
4 Riau 98,52 98,66 98,59 0,56 0,71 0,64 0,18 0,21 0,19 0,73 0,42 0,58
5 Jambi 98,25 98,34 98,30 0,57 0,76 0,67 0,22 0,26 0,24 0,96 0,64 0,80
6 Sumatera Selatan 98,82 98,72 98,77 0,60 0,86 0,73 0,22 0,27 0,24 0,36 0,15 0,25
7 Bengkulu 98,80 98,66 98,73 0,59 0,85 0,72 0,23 0,27 0,25 0,38 0,22 0,30
8 Lampung 98,71 98,58 98,65 0,61 0,82 0,71 0,23 0,27 0,25 0,44 0,33 0,39
9 Kep. Bangka Belitung 98,78 98,90 98,84 0,45 0,62 0,53 0,25 0,30 0,27 0,52 0,18 0,35
10 Kepulauan Riau 98,95 99,37 99,15 0,34 0,43 0,38 0,14 0,16 0,15 0,58 0,04 0,32
11 DKI Jakarta 98,22 98,26 98,24 0,48 0,63 0,55 0,16 0,18 0,17 1,14 0,93 1,03
12 Jawa Barat 98,98 98,85 98,91 0,57 0,81 0,69 0,20 0,25 0,23 0,24 0,09 0,17
13 Jawa Tengah 98,63 98,45 98,54 0,69 0,98 0,84 0,28 0,35 0,31 0,40 0,21 0,31
14 DI Yogyakarta 98,65 98,33 98,49 0,78 1,10 0,94 0,37 0,48 0,42 0,21 0,09 0,15
15 Jawa Timur 98,02 97,79 97,90 0,75 1,12 0,94 0,28 0,37 0,32 0,95 0,72 0,83
16 Banten 98,89 98,58 98,74 0,50 0,68 0,59 0,15 0,18 0,16 0,47 0,57 0,52
17 Bali 98,72 98,66 98,69 0,74 0,96 0,85 0,30 0,32 0,31 0,24 0,06 0,15
18 Nusa Tenggara Barat 98,61 98,42 98,52 0,76 0,99 0,88 0,29 0,36 0,33 0,34 0,23 0,28
19 Nusa Tenggara Timur 98,19 98,12 98,15 0,97 1,21 1,09 0,43 0,52 0,48 0,41 0,16 0,28
20 Kalimantan Barat 98,65 98,61 98,63 0,71 0,87 0,79 0,28 0,31 0,29 0,36 0,21 0,29
21 Kalimantan Tengah 98,82 98,75 98,79 0,62 0,89 0,75 0,21 0,27 0,24 0,34 0,09 0,22
22 Kalimantan Selatan 98,67 98,59 98,63 0,54 0,84 0,69 0,23 0,30 0,26 0,56 0,28 0,42
23 Kalimantan Timur 98,44 98,83 98,63 0,57 0,71 0,63 0,17 0,21 0,19 0,82 0,25 0,55
24 Sulawesi Utara 98,44 98,39 98,42 0,77 0,98 0,87 0,31 0,42 0,36 0,48 0,21 0,35
25 Sulawesi Tengah 98,41 98,61 98,51 0,65 0,83 0,74 0,26 0,31 0,28 0,68 0,25 0,47
26 Sulawesi Selatan 98,37 98,09 98,23 0,95 1,38 1,17 0,32 0,46 0,40 0,36 0,06 0,21
27 Sulawesi Tenggara 98,81 98,71 98,76 0,57 0,84 0,71 0,24 0,32 0,28 0,38 0,13 0,25
28 Gorontalo 98,95 98,79 98,87 0,62 0,82 0,72 0,27 0,38 0,33 0,15 0,02 0,08
29 Sulawesi Barat 98,88 98,56 98,72 0,67 1,02 0,85 0,25 0,37 0,31 0,19 0,05 0,12
30 Maluku 98,38 99,04 98,71 0,46 0,57 0,52 0,23 0,27 0,25 0,93 0,12 0,53
31 Maluku Utara 98,68 98,87 98,77 0,61 0,79 0,70 0,18 0,24 0,21 0,53 0,11 0,32
32 Papua Barat 97,75 99,19 98,42 0,33 0,37 0,35 0,10 0,10 0,10 1,82 0,34 1,13
33 Papua 96,99 98,38 97,64 0,30 0,33 0,32 0,08 0,08 0,08 2,63 1,20 1,96
Indonesia 98,54 98,42 98,48 0,65 0,92 0,79 0,25 0,31 0,28 0,56 0,34 0,45
Sumber: Badan Pusat Statistik, Data Sensus Penduduk 2010
Lampiran 3.49

PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DAN TINGKAT KESULITAN MENGINGAT/BERKONSENTRASI


DI INDONESIA TAHUN 2010

Kesulitan Mengingat/Berkonsentrasi/Berkomunikasi

Kelompok Umur Tidak Sulit Sedikit Sulit Parah Tidak Ditanyakan Jumlah Total
No
(Tahun) Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 10-14 22.443.958 99,00 58.373 0,26 39.475 0,17 129.275 0,57 22.671.081 100,00

2 15-19 20.528.419 98,31 53.234 0,25 40.162 0,19 258.919 1,24 20.880.734 100,00

3 20-24 19.631.014 98,69 53.865 0,27 39.165 0,20 167.589 0,84 19.891.633 100,00

4 25-29 21.099.498 99,01 63.153 0,30 45.801 0,21 101.991 0,48 21.310.443 100,00

5 30-34 19.663.360 99,16 62.151 0,31 42.672 0,22 62.502 0,32 19.830.685 100,00

6 35-39 18.358.947 99,21 60.647 0,33 38.072 0,21 47.465 0,26 18.505.131 100,00

7 40-44 16.386.990 99,17 66.024 0,40 36.138 0,22 35.700 0,22 16.524.852 100,00

8 45-49 13.916.396 99,11 70.666 0,50 29.760 0,21 24.160 0,17 14.040.982 100,00

9 50-54 11.424.231 98,81 92.106 0,80 27.807 0,24 17.177 0,15 11.561.321 100,00

10 55-59 8.292.002 98,15 122.439 1,45 24.373 0,29 9.756 0,12 8.448.570 100,00

11 60-64 5.836.747 96,34 187.326 3,09 28.195 0,47 6.493 0,11 6.058.761 100,00

12 65-69 4.419.312 94,15 238.134 5,07 32.979 0,70 3.606 0,08 4.694.031 100,00

13 70-74 3.075.055 88,97 332.280 9,61 46.544 1,35 2.452 0,07 3.456.331 100,00

14 75-79 1.670.512 84,46 263.531 13,32 42.733 2,16 1.129 0,06 1.977.905 100,00

15 80-84 876.764 76,70 220.741 19,31 44.883 3,93 782 0,07 1.143.170 100,00

16 85-89 309.750 70,73 102.000 23,29 25.795 5,89 416 0,09 437.961 100,00

17 90-94 105.649 61,82 48.531 28,40 16.448 9,62 271 0,16 170.899 100,00

18 95+ 58.171 55,58 30.991 29,61 15.200 14,52 292 0,28 104.654 100,00
Jumlah 188.096.775 98,12 2.126.192 1,11 616.202 0,32 869.975 0,45 191.709.144 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, Data Sensus Penduduk 2010
Lampiran 3.50

PENDUDUK USIA 10 TAHUN KE ATAS MENURUT WILAYAH DAN TINGKAT KESULITAN MENGINGAT/BERKONSENTRASI
DI INDONESIA TAHUN 2010

Kesulitan Mengingat/Berkonsentrasi/Berkomunikasi
No Provinsi Tidak Sulit Sedikit Sulit Parah Tidak Ditanyakan Jumlah Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 Aceh 3.443.911 97,65 48.435 1,37 14.701 0,42 19.724 0,56 3.526.771 100,00
2 Sumatera Utara 9.874.193 98,01 116.524 1,16 33.843 0,34 50.054 0,50 10.074.614 100,00
3 Sumatera Barat 3.735.917 97,78 55.380 1,45 16.936 0,44 12.608 0,33 3.820.841 100,00
4 Riau 4.195.548 98,36 35.635 0,84 9.347 0,22 24.766 0,58 4.265.296 100,00
5 Jambi 2.399.785 97,91 24.368 0,99 7.334 0,30 19.595 0,80 2.451.082 100,00
6 Sumatera Selatan 5.829.048 98,38 62.679 1,06 18.063 0,30 15.047 0,25 5.924.837 100,00
7 Bengkulu 1.340.170 98,21 15.899 1,17 4.485 0,33 4.098 0,30 1.364.652 100,00
8 Lampung 6.025.546 98,19 67.959 1,11 19.623 0,32 23.792 0,39 6.136.920 100,00
9 Kep. Bangka Belitung 957.305 98,48 8.195 0,84 3.110 0,32 3.450 0,35 972.060 100,00
10 Kepulauan Riau 1.295.797 98,93 7.669 0,59 2.177 0,17 4.156 0,32 1.309.799 100,00
11 DKI Jakarta 7.854.069 98,16 51.385 0,64 13.197 0,16 82.764 1,03 8.001.415 100,00
12 Jawa Barat 34.149.913 98,59 337.316 0,97 92.978 0,27 58.255 0,17 34.638.462 100,00
13 Jawa Tengah 26.329.732 98,09 333.335 1,24 96.429 0,36 82.509 0,31 26.842.005 100,00
14 DI Yogyakarta 2.888.333 97,89 43.974 1,49 14.116 0,48 4.298 0,15 2.950.721 100,00
15 Jawa Timur 30.677.055 97,56 393.920 1,25 112.108 0,36 261.765 0,83 31.444.848 100,00
16 Banten 8.390.503 98,55 62.750 0,74 16.605 0,20 43.988 0,52 8.513.846 100,00
17 Bali 3.147.741 98,07 45.628 1,42 11.250 0,35 4.948 0,15 3.209.567 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 3.490.469 98,12 43.362 1,22 13.701 0,39 9.931 0,28 3.557.463 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 3.398.933 97,66 51.808 1,49 19.818 0,57 9.850 0,28 3.480.409 100,00
20 Kalimantan Barat 3.392.710 98,23 38.487 1,11 12.557 0,36 9.974 0,29 3.453.728 100,00
21 Kalimantan Tengah 1.713.678 98,47 17.547 1,01 5.257 0,30 3.873 0,22 1.740.355 100,00
22 Kalimantan Selatan 2.854.555 98,30 28.485 0,98 8.759 0,30 12.234 0,42 2.904.033 100,00
23 Kalimantan Timur 2.747.668 98,46 21.484 0,77 5.929 0,21 15.425 0,55 2.790.506 100,00
24 Sulawesi Utara 1.811.279 98,11 21.488 1,16 6.936 0,38 6.389 0,35 1.846.092 100,00
25 Sulawesi Tengah 1.989.900 97,98 24.146 1,19 7.276 0,36 9.617 0,47 2.030.939 100,00
26 Sulawesi Selatan 6.243.949 97,78 99.555 1,56 28.908 0,45 13.111 0,21 6.385.523 100,00
27 Sulawesi Tenggara 1.664.838 98,17 20.704 1,22 5.980 0,35 4.309 0,25 1.695.831 100,00
28 Gorontalo 801.188 98,06 11.565 1,42 3.576 0,44 668 0,08 816.997 100,00
29 Sulawesi Barat 856.482 98,13 11.511 1,32 3.747 0,43 1.057 0,12 872.797 100,00
30 Maluku 1.135.255 98,43 9.052 0,78 3.046 0,26 6.061 0,53 1.153.414 100,00
31 Maluku Utara 771.257 98,60 6.480 0,83 1.941 0,25 2.540 0,32 782.218 100,00
32 Papua Barat 568.779 98,32 2.458 0,42 718 0,12 6.530 1,13 578.485 100,00
33 Papua 2.121.269 97,64 7.009 0,32 1.751 0,08 42.589 1,96 2.172.618 100,00
Indonesia 188.096.775 98,12 2.126.192 1,11 616.202 0,32 869.975 0,45 191.709.144 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, Data Sensus Penduduk 2010
Lampiran 4.1

CAKUPAN KUNJUNGAN IBU HAMIL K1, K4, PERSALINAN DITOLONG TENAGA KESEHATAN, DAN KUNJUNGAN IBU NIFAS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Ibu Hamil Ibu Bersalin Ibu Nifas


No Provinsi Ditolong % Ditolong Kunjungan
Jumlah K1 % K1 K4 % K4 Jumlah % KF3
Nakes Nakes Nifas 3 kali
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 111.315 106.643 95,80 93.523 84,02 103.822 87.545 84,32 81.431 78,43
2 Sumatera Utara 313.417 288.006 91,89 293.705 93,71 299.691 270.448 90,24 68.811 22,96
3 Sumatera Barat 112.407 109.222 97,17 96.382 85,74 107.297 93.155 86,82 82.143 76,56
4 Riau 137.331 110.992 80,82 128.183 93,34 131.084 117.796 89,86 77.417 59,06
5 Jambi 78.595 76.892 97,83 65.881 83,82 73.207 61.531 84,05 58.707 80,19
6 Sumatera Selatan 190.632 183.352 96,18 174.179 91,37 185.913 165.881 89,23 152.413 81,98
7 Bengkulu 39.710 38.727 97,52 30.556 76,95 37.203 28.230 75,88 31.317 84,18
8 Lampung 186.372 176.810 94,87 161.818 86,83 177.902 149.893 84,26 144.068 80,98
9 Kepulauan Bangka Belitung 28.897 29.121 100,78 23.256 80,48 27.570 22.335 81,01 24.377 88,42
10 Kepulauan Riau 49.968 44.710 89,48 41.067 82,19 46.094 38.695 83,95 27.434 59,52
11 DKI Jakarta 165.868 164.822 99,37 159.001 95,86 158.329 152.773 96,49 128.548 81,19
12 Jawa Barat 1.035.942 1.023.237 98,77 939.835 90,72 988.854 851.161 86,08 817.651 82,69
13 Jawa Tengah 632.198 624.125 98,72 617.231 97,63 590.921 559.226 94,64 538.097 91,06
14 DI Yogyakarta 49.801 49.791 99,98 42.312 84,96 44.968 38.881 86,46 39.989 88,93
15 Jawa Timur 654.565 632.483 96,63 602.406 92,03 601.260 550.744 91,60 569.667 94,75
16 Banten 240.817 235.492 97,79 207.235 86,06 232.734 192.910 82,89 131.288 56,41
17 Bali 70.424 69.609 98,84 63.432 90,07 67.227 61.420 91,36 63.397 94,30
18 Nusa Tenggara Barat 118.416 116.453 98,34 101.264 85,52 111.905 87.685 78,36 100.854 90,12
19 Nusa Tenggara Timur 127.374 116.017 91,08 91.255 71,64 121.737 104.843 86,12 78.116 64,17
20 Kalimantan Barat 104.526 99.329 95,03 88.099 84,28 99.360 77.267 77,76 73.229 73,70
21 Kalimantan Tengah 53.140 49.465 93,08 41.198 77,53 50.416 37.928 75,23 39.626 78,60
22 Kalimantan Selatan 76.106 66.744 87,70 64.523 84,78 76.106 63.734 83,74 64.476 84,72
23 Kalimantan Timur 81.192 74.726 92,04 68.015 83,77 77.286 61.865 80,05 46.871 60,65
24 Sulawesi Utara 48.532 45.594 93,95 38.884 80,12 46.325 37.376 80,68 34.668 74,84
25 Sulawesi Tengah 62.361 53.918 86,46 52.095 83,54 59.524 46.836 78,68 41.396 69,55
26 Sulawesi Selatan 173.836 174.332 100,29 154.137 88,67 173.836 154.909 89,11 139.746 80,39
27 Sulawesi Tenggara 47.760 45.302 94,85 38.065 79,70 40.488 30.494 75,32 33.842 83,59
28 Gorontalo 21.569 22.825 105,82 13.767 63,83 20.522 13.958 68,02 18.511 90,20
29 Sulawesi Barat 28.428 27.549 96,91 16.384 57,63 26.746 15.019 56,15 18.237 68,19
30 Maluku 41.295 37.980 91,97 28.772 69,68 39.339 26.345 66,97 28.093 71,41
31 Maluku Utara 25.755 23.362 90,71 15.501 60,19 24.619 15.077 61,24 19.137 77,73
32 Papua Barat 20.820 17.414 83,64 5.202 24,99 20.705 8.616 41,61 2.581 12,47
33 Papua 63.058 34.423 54,59 26.190 41,53 60.193 28.056 46,61 12.751 21,18
Indonesia 5.192.427 4.969.467 95,71 4.583.349 88,27 4.923.183 4.252.633 86,38 3.788.889 76,96
Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.2

CAKUPAN PESERTA KB BARU DAN KB AKTIF


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Peserta KB Baru Peserta KB Aktif


No Provinsi Jumlah PUS Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 803.763 182.617 22,72 609.929 75,88
2 Sumatera Utara 2.204.567 406.638 18,45 1.509.109 68,45
3 Sumatera Barat 828.604 165.458 19,97 611.415 73,79
4 Riau 746.748 203.845 27,30 492.449 65,95
5 Jambi 661.873 142.499 21,53 517.920 78,25
6 Sumatera Selatan 1.608.664 488.769 30,38 1.285.105 79,89
7 Bengkulu 384.154 123.737 32,21 344.919 89,79
8 Lampung 1.600.470 583.851 36,48 1.139.746 71,21
9 Kepulauan Bangka Belitung 232.292 58.902 25,36 182.831 78,71
10 Kepulauan Riau 343.946 71.541 20,80 223.763 65,06
11 DKI Jakarta 1.258.291 545.353 43,34 1.025.151 81,47
12 Jawa Barat 9.141.262 1.705.834 18,66 7.014.713 76,74
13 Jawa Tengah 6.663.396 1.087.108 16,31 5.285.530 79,32
14 DI Yogyakarta 549.894 55.781 10,14 432.989 78,74
15 Jawa Timur 7.992.674 1.317.768 16,49 6.150.153 76,95
16 Banten 1.880.104 434.575 23,11 1.271.193 67,61
17 Bali 669.944 78.967 11,79 573.932 85,67
18 Nusa Tenggara Barat 1.095.663 221.405 20,21 839.559 76,63
19 Nusa Tenggara Timur 683.059 110.193 16,13 499.630 73,15
20 Kalimantan Barat 873.575 178.227 20,40 619.160 70,88
21 Kalimantan Tengah 429.953 92.674 21,55 340.880 79,28
22 Kalimantan Selatan 728.806 164.884 22,62 574.652 78,85
23 Kalimantan Timur 593.710 111.284 18,74 431.338 72,65
24 Sulawesi Utara 441.125 128.834 29,21 372.555 84,46
25 Sulawesi Tengah 513.300 119.350 23,25 397.790 77,50
26 Sulawesi Selatan 1.351.935 385.344 28,50 980.883 72,55
27 Sulawesi Tenggara 404.291 86.354 21,36 306.801 75,89
28 Gorontalo 207.685 54.536 26,26 178.105 85,76
29 Sulawesi Barat 199.682 57.996 29,04 153.133 76,69
30 Maluku 271.852 73.690 27,11 199.162 73,26
31 Maluku Utara 199.758 47.255 23,66 124.515 62,33
32 Papua Barat 59.900 32.791 54,74 45.191 75,44
33 Papua 280.875 63.409 22,58 137.853 49,08
Indonesia 45.905.815 9.581.469 20,87 34.872.054 75,96
Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2012
Lampiran 4.3

PERSENTASE PESERTA KB BARU


MENURUT METODE KONTRASEPSI DAN PROVINSI TAHUN 2011

Metode Kontrasepsi
No Provinsi IUD MOW MOP Kondom Implan Suntikan Pil Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)

1 Aceh 5.547 3,04 1.247 0,68 27 0,01 20.875 11,43 6.168 3,38 80.578 44,12 68.175 37,33 182.617
2 Sumatera Utara 26.726 6,57 9.952 2,45 2.813 0,69 61.673 15,17 32.712 8,04 137.499 33,81 135.263 33,26 406.638
3 Sumatera Barat 8.216 4,97 1.751 1,06 384 0,23 18.890 11,42 18.996 11,48 72.687 43,93 44.534 26,92 165.458
4 Riau 5.660 2,78 2.434 1,19 378 0,19 13.561 6,65 12.280 6,02 102.923 50,49 66.609 32,68 203.845
5 Jambi 5.319 3,73 462 0,32 141 0,10 5.609 3,94 11.628 8,16 70.492 49,47 48.848 34,28 142.499
6 Sumatera Selatan 10.441 2,14 2.019 0,41 896 0,18 47.853 9,79 46.673 9,55 216.256 44,25 164.631 33,68 488.769
7 Bengkulu 4.814 3,89 875 0,71 149 0,12 10.289 8,32 11.282 9,12 56.798 45,90 39.530 31,95 123.737
8 Lampung 35.292 6,04 2.239 0,38 1.670 0,29 66.551 11,40 41.153 7,05 227.003 38,88 209.943 35,96 583.851
9 Kep. Bangka Belitung 2.175 3,69 238 0,40 93 0,16 6.766 11,49 3.744 6,36 27.110 46,03 18.776 31,88 58.902
10 Kep. Riau 2.473 3,46 634 0,89 91 0,13 16.414 22,94 3.611 5,05 29.000 40,54 19.318 27,00 71.541
11 DKI Jakarta 55.849 10,24 4.841 0,89 968 0,18 39.313 7,21 18.504 3,39 273.164 50,09 152.714 28,00 545.353
12 Jawa Barat 135.955 7,97 19.065 1,12 4.104 0,24 63.565 3,73 91.426 5,36 900.000 52,76 491.719 28,83 1.705.834
13 Jawa Tengah 80.140 7,37 22.114 2,03 3.207 0,30 67.103 6,17 126.377 11,63 594.283 54,67 193.884 17,83 1.087.108
14 DI Yogyakarta 11.583 20,77 1.620 2,90 358 0,64 5.469 9,80 4.970 8,91 26.891 48,21 4.890 8,77 55.781
15 Jawa Timur 113.780 8,63 21.654 1,64 4.619 0,35 56.308 4,27 135.898 10,31 695.296 52,76 290.213 22,02 1.317.768
16 Banten 23.607 5,43 2.057 0,47 1.021 0,23 24.533 5,65 33.486 7,71 222.665 51,24 127.206 29,27 434.575
17 Bali 22.663 28,70 2.397 3,04 312 0,40 7.207 9,13 3.003 3,80 35.688 45,19 7.697 9,75 78.967
18 Nusa Tenggara Barat 19.068 8,61 1.550 0,70 478 0,22 17.625 7,96 29.297 13,23 110.847 50,07 42.540 19,21 221.405
19 Nusa Tenggara Timur 8.980 8,15 5.012 4,55 461 0,42 6.727 6,10 17.577 15,95 56.360 51,15 15.076 13,68 110.193
20 Kalimantan Barat 6.857 3,85 1.452 0,81 171 0,10 24.177 13,57 9.464 5,31 77.020 43,21 59.086 33,15 178.227
21 Kalimantan Tengah 1.755 1,89 486 0,52 119 0,13 5.917 6,38 8.001 8,63 43.040 46,44 33.356 35,99 92.674
22 Kalimantan Selatan 2.369 1,44 917 0,56 344 0,21 8.428 5,11 9.406 5,70 68.242 41,39 75.178 45,59 164.884
23 Kalimantan Timur 4.751 4,27 1.633 1,47 189 0,17 13.903 12,49 4.717 4,24 54.647 49,11 31.444 28,26 111.284
24 Sulawesi Utara 6.746 5,24 1.159 0,90 635 0,49 13.245 10,28 14.855 11,53 56.475 43,84 35.719 27,72 128.834
25 Sulawesi Tengah 5.013 4,20 752 0,63 335 0,28 12.642 10,59 9.666 8,10 47.208 39,55 43.734 36,64 119.350
26 Sulawesi Selatan 9.287 2,41 2.894 0,75 470 0,12 50.440 13,09 22.575 5,86 166.637 43,24 133.041 34,53 385.344
27 Sulawesi Tenggara 1.557 1,80 610 0,71 283 0,33 10.779 12,48 8.291 9,60 34.469 39,92 30.365 35,16 86.354
28 Gorontalo 4.796 8,79 408 0,75 190 0,35 4.340 7,96 7.638 14,01 20.543 37,67 16.621 30,48 54.536
29 Sulawesi Barat 1.770 3,05 227 0,39 189 0,33 13.370 23,05 3.501 6,04 17.154 29,58 21.785 37,56 57.996
30 Maluku 2.034 2,76 571 0,77 159 0,22 11.453 15,54 5.377 7,30 30.454 41,33 23.642 32,08 73.690
31 Maluku Utara 1.179 2,49 315 0,67 156 0,33 4.116 8,71 9.418 19,93 22.006 46,57 10.065 21,30 47.255
32 Papua Barat 361 1,10 236 0,72 157 0,48 7.445 22,70 2.911 8,88 12.817 39,09 8.864 27,03 32.791
33 Papua 1.217 1,92 1.197 1,89 52 0,08 11.730 18,50 4.041 6,37 31.799 50,15 13.373 21,09 63.409
Indonesia 627.980 6,55 115.018 1,20 25.619 0,27 748.316 7,81 768.646 8,02 4.618.051 48,20 2.677.839 27,95 9.581.469
Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2012
Lampiran 4.4

PERSENTASE PESERTA KB BARU


MENURUT TEMPAT PELAYANAN DAN PROVINSI TAHUN 2011

Klinik KB
No Provinsi Pemerintah Swasta Dokter Praktik Swasta Bidan Praktek Swasta Jumlah

Peserta % Peserta % Peserta % Peserta % Peserta %


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 114.205 62,54 8.068 4,42 3.896 2,13 56.448 30,91 182.617 100,00
2 Sumatera Utara 310.470 76,35 36.186 8,90 6.581 1,62 53.401 13,13 406.638 100,00
3 Sumatera Barat 111.203 67,21 1.006 0,61 1.932 1,17 51.317 31,02 165.458 100,00
4 Riau 104.265 51,15 7.723 3,79 10.886 5,34 80.971 39,72 203.845 100,00
5 Jambi 92.035 64,59 2.203 1,55 3.360 2,36 44.901 31,51 142.499 100,00
6 Sumatera Selatan 335.876 68,72 34.106 6,98 10.003 2,05 108.784 22,26 488.769 100,00
7 Bengkulu 81.825 66,13 727 0,59 2.600 2,10 38.585 31,18 123.737 100,00
8 Lampung 400.405 68,58 14.568 2,50 10.017 1,72 158.861 27,21 583.851 100,00
9 Kep. Bangka Belitung 34.135 57,95 519 0,88 744 1,26 23.504 39,90 58.902 100,00
10 Kepulauan Riau 34.308 47,96 12.764 17,84 5.641 7,88 18.828 26,32 71.541 100,00
11 DKI Jakarta 181.773 33,33 23.241 4,26 72.832 13,36 267.507 49,05 545.353 100,00
12 Jawa Barat 990.623 58,07 116.879 6,85 36.019 2,11 562.313 32,96 1.705.834 100,00
13 Jawa Tengah 566.187 52,08 55.073 5,07 33.859 3,11 431.989 39,74 1.087.108 100,00
14 DI Yogyakarta 21.763 39,02 10.166 18,22 1.561 2,80 22.291 39,96 55.781 100,00
15 Jawa Timur 775.443 58,85 42.033 3,19 29.802 2,26 470.490 35,70 1.317.768 100,00
16 Banten 249.283 57,36 22.267 5,12 14.111 3,25 148.914 34,27 434.575 100,00
17 Bali 30.695 38,87 4.281 5,42 4.023 5,09 39.968 50,61 78.967 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 200.943 90,76 3.027 1,37 1.826 0,82 15.609 7,05 221.405 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 107.466 97,53 388 0,35 291 0,26 2.048 1,86 110.193 100,00
20 Kalimantan Barat 111.733 62,69 24.548 13,77 4.696 2,63 37.250 20,90 178.227 100,00
21 Kalimantan Tengah 66.832 72,12 9.076 9,79 1.256 1,36 15.510 16,74 92.674 100,00
22 Kalimantan Selatan 105.647 64,07 4.305 2,61 2.730 1,66 52.202 31,66 164.884 100,00
23 Kalimantan Timur 63.122 56,72 6.183 5,56 2.836 2,55 39.143 35,17 111.284 100,00
24 Sulawesi Utara 84.946 65,93 13.368 10,38 6.489 5,04 24.031 18,65 128.834 100,00
25 Sulawesi Tengah 107.964 90,46 2.456 2,06 1.278 1,07 7.652 6,41 119.350 100,00
26 Sulawesi Selatan 320.228 83,10 13.479 3,50 5.975 1,55 45.662 11,85 385.344 100,00
27 Sulawesi Tenggara 76.682 88,80 536 0,62 1.522 1,76 7.614 8,82 86.354 100,00
28 Gorontalo 38.673 70,91 2.690 4,93 622 1,14 12.551 23,01 54.536 100,00
29 Sulawesi Barat 50.814 87,62 85 0,15 515 0,89 6.582 11,35 57.996 100,00
30 Maluku 66.652 90,45 1.702 2,31 1.141 1,55 4.195 5,69 73.690 100,00
31 Maluku Utara 42.837 90,65 1.290 2,73 737 1,56 2.391 5,06 47.255 100,00
32 Papua Barat 30.003 91,50 1.056 3,22 81 0,25 1.651 5,03 32.791 100,00
33 Papua 56.810 89,59 2.557 4,03 1.295 2,04 2.747 4,33 63.409 100,00
Indonesia 5.965.846 62,26 478.556 4,99 281.157 2,93 2.855.910 29,81 9.581.469 100,00
Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2012
Lampiran 4.5

PERSENTASE PESERTA KB AKTIF


MENURUT METODE KONTRASEPSI DAN PROVINSI TAHUN 2011

Metode Kontrasepsi
No Provinsi Jumlah PUS Peserta KB Aktif IUD MOW MOP Implan Kondom Suntikan Pil
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)

1 Aceh 803.763 609.929 75,88 15.647 2,57 4.884 0,80 198 0,03 15.422 2,53 55.295 9,07 272.560 44,69 245.923 40,32

2 Sumatera Utara 2.204.567 1.509.109 68,45 160.152 10,61 112.896 7,48 6.002 0,40 140.363 9,30 100.287 6,65 496.712 32,91 492.697 32,65

3 Sumatera Barat 828.604 611.415 73,79 54.166 8,86 17.423 2,85 891 0,15 83.491 13,66 26.554 4,34 309.840 50,68 119.050 19,47

4 Riau 746.748 492.449 65,95 29.358 5,96 5.139 1,04 1.847 0,38 52.022 10,56 21.020 4,27 215.377 43,74 167.686 34,05

5 Jambi 661.873 517.920 78,25 36.891 7,12 3.965 0,77 1.222 0,24 70.981 13,71 10.182 1,97 212.125 40,96 182.554 35,25

6 Sumatera Selatan 1.608.664 1.285.105 79,89 56.027 4,36 40.050 3,12 5.259 0,41 221.466 17,23 71.322 5,55 538.174 41,88 352.807 27,45

7 Bengkulu 384.154 344.919 89,79 22.631 6,56 6.800 1,97 1.149 0,33 52.128 15,11 13.227 3,83 150.936 43,76 98.048 28,43

8 Lampung 1.600.470 1.139.746 71,21 141.896 12,45 15.183 1,33 13.851 1,22 163.341 14,33 26.641 2,34 404.122 35,46 374.712 32,88

9 Kep. Bangka Belitung 232.292 182.831 78,71 7.414 4,06 5.252 2,87 194 0,11 17.418 9,53 7.438 4,07 81.271 44,45 63.844 34,92

10 Kepulauan Riau 343.946 223.763 65,06 15.938 7,12 3.366 1,50 793 0,35 15.550 6,95 12.863 5,75 99.344 44,40 75.909 33,92

11 DKI Jakarta 1.258.291 1.025.151 81,47 215.285 21,00 35.743 3,49 10.553 1,03 71.960 7,02 36.963 3,61 383.960 37,45 270.687 26,40

12 Jawa Barat 9.141.262 7.014.713 76,74 822.574 11,73 170.534 2,43 64.891 0,93 320.924 4,58 91.912 1,31 3.595.998 51,26 1.947.880 27,77

13 Jawa Tengah 6.663.396 5.285.530 79,32 439.687 8,32 287.911 5,45 58.318 1,10 519.973 9,84 119.166 2,25 3.017.353 57,09 843.122 15,95

14 DI Yogyakarta 549.894 432.989 78,74 103.645 23,94 21.319 4,92 3.057 0,71 25.906 5,98 26.789 6,19 199.221 46,01 53.052 12,25

15 Jawa Timur 7.992.674 6.150.153 76,95 883.092 14,36 309.328 5,03 28.631 0,47 526.859 8,57 94.601 1,54 2.966.486 48,23 1.341.156 21,81

16 Banten 1.880.104 1.271.193 67,61 115.283 9,07 24.621 1,94 16.253 1,28 139.301 10,96 39.070 3,07 628.281 49,42 308.384 24,26

17 Bali 669.944 573.932 85,67 269.967 47,04 21.658 3,77 2.947 0,51 10.054 1,75 16.806 2,93 204.558 35,64 47.942 8,35

18 Nusa Tenggara Barat 1.095.663 839.559 76,63 256.283 30,53 32.070 3,82 6.909 0,82 81.011 9,65 16.464 1,96 290.842 34,64 155.980 18,58

19 Nusa Tenggara Timur 683.059 499.630 73,15 56.509 11,31 22.583 4,52 4.821 0,96 59.424 11,89 12.200 2,44 268.722 53,78 75.371 15,09

20 Kalimantan Barat 873.575 619.160 70,88 37.494 6,06 9.258 1,50 4.213 0,68 39.181 6,33 2.445 0,39 250.320 40,43 254.235 41,06

21 Kalimantan Tengah 429.953 340.880 79,28 7.105 2,08 3.768 1,11 529 0,16 33.327 9,78 23.794 6,98 142.569 41,82 129.788 38,07

22 Kalimantan Selatan 728.806 574.652 78,85 10.392 1,81 6.888 1,20 924 0,16 39.617 6,89 11.592 2,02 201.724 35,10 303.515 52,82

23 Kalimantan Timur 593.710 431.338 72,65 43.662 10,12 9.406 2,18 997 0,23 21.072 4,89 13.033 3,02 168.689 39,11 174.479 40,45

24 Sulawesi Utara 441.125 372.555 84,46 20.000 5,37 3.013 0,81 7.917 2,13 102.435 27,50 38.151 10,24 115.867 31,10 85.172 22,86

25 Sulawesi Tengah 513.300 397.790 77,50 22.675 5,70 8.463 2,13 1.007 0,25 36.029 9,06 10.488 2,64 162.451 40,84 156.677 39,39

26 Sulawesi Selatan 1.351.935 980.883 72,55 43.963 4,48 16.201 1,65 1.155 0,12 93.529 9,54 74.051 7,55 426.999 43,53 324.985 33,13

27 Sulawesi Tenggara 404.291 306.801 75,89 7.903 2,58 5.788 1,89 1.191 0,39 39.464 12,86 15.267 4,98 120.535 39,29 116.653 38,02

28 Gorontalo 207.685 178.105 85,76 19.657 11,04 2.654 1,49 742 0,42 27.610 15,50 4.431 2,49 66.519 37,35 56.492 31,72

29 Sulawesi Barat 199.682 153.133 76,69 5.271 3,44 1.335 0,87 370 0,24 11.181 7,30 14.134 9,23 58.083 37,93 62.759 40,98

30 Maluku 271.852 199.162 73,26 8.058 4,05 4.915 2,47 1.098 0,55 20.487 10,29 15.615 7,84 87.186 43,78 61.803 31,03

31 Maluku Utara 199.758 124.515 62,33 2.885 2,32 2.394 1,92 675 0,54 23.374 18,77 6.443 5,17 46.111 37,03 42.633 34,24

32 Papua Barat 59.900 45.191 75,44 2.121 4,69 1.547 3,42 81 0,18 2.517 5,57 3.789 8,38 20.747 45,91 14.389 31,84

33 Papua 280.875 137.853 49,08 t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d

Indonesia 45.905.815 34.872.054 75,96 3.933.631 11,28 1.216.355 3,49 248.685 0,71 3.077.417 8,82 1.032.033 2,96 16.203.682 46,47 9.000.384 25,81
Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2012
Lampiran 4.6

CAKUPAN PENANGANAN NEONATAL DENGAN KOMPLIKASI DAN OBSTETRI DENGAN KOMPLIKASI


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Neonatal Cakupan Penanganan Neonatal Obstetri Cakupan Penanganan Obstetri


No Provinsi Jumlah Bayi Komplikasi Komplikasi Komplikasi Komplikasi
Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Aceh 98.877 14.832 3.983 26,85 22.263 7.461 33,51
2 Sumatera Utara 273.279 40.992 1.012 2,47 62.683 2.989 4,77
3 Sumatera Barat 102.187 15.328 1.760 11,48 22.481 11.763 52,32
4 Riau 127.459 19.119 2.322 12,15 27.466 11.883 43,26
5 Jambi 71.338 10.701 4.661 43,56 15.719 8.981 57,13
6 Sumatera Selatan 183.907 27.586 12.341 44,74 38.126 22.231 58,31
7 Bengkulu 36.837 5.526 2.258 40,86 7.942 4.476 56,36
8 Lampung 168.772 25.316 2.661 10,51 37.274 13.928 37,37
9 Kepulauan Bangka Belitung 26.383 3.957 1.120 28,30 5.779 2.885 49,92
10 Kepulauan Riau 42.495 6.374 2.173 34,09 9.994 5.871 58,75
11 DKI Jakarta 150.788 22.618 13.337 58,97 33.174 24.033 72,45
12 Jawa Barat 941.766 141.265 44.330 31,38 207.188 149.101 71,96
13 Jawa Tengah 574.745 86.212 47.569 55,18 126.440 95.187 75,28
14 DI Yogyakarta 44.104 6.616 3.567 53,92 9.960 7.016 70,44
15 Jawa Timur 595.162 89.274 58.675 65,72 130.913 104.007 79,45
16 Banten 219.965 32.995 20.195 61,21 48.163 26.228 54,46
17 Bali 64.620 9.693 8.361 86,26 14.085 9.261 65,75
18 Nusa Tenggara Barat 106.577 15.987 7.242 45,30 23.683 20.661 87,24
19 Nusa Tenggara Timur 109.779 16.467 5.275 32,03 25.475 13.591 53,35
20 Kalimantan Barat 95.405 14.311 3.467 24,23 20.905 8.109 38,79
21 Kalimantan Tengah 48.136 7.220 891 12,34 10.628 2.551 24,00
22 Kalimantan Selatan 67.694 10.154 3.695 36,39 15.221 10.227 67,19
23 Kalimantan Timur 75.149 11.272 1.769 15,69 16.238 4.392 27,05
24 Sulawesi Utara 44.304 6.646 2.415 36,34 9.706 3.268 33,67
25 Sulawesi Tengah 49.245 7.387 4.306 58,29 12.472 5.933 47,57
26 Sulawesi Selatan 160.310 24.047 10.166 42,28 34.767 18.284 52,59
27 Sulawesi Tenggara 39.895 5.984 1.492 24,93 9.552 4.473 46,83
28 Gorontalo 20.353 3.053 1.201 39,34 4.314 2.523 58,49
29 Sulawesi Barat 25.482 3.822 1.441 37,70 5.686 3.580 62,97
30 Maluku 36.571 5.486 1.411 25,72 8.259 2.467 29,87
31 Maluku Utara 23.322 3.498 2.169 62,00 5.151 3.959 76,86
32 Papua Barat 17.467 2.620 297 11,34 4.164 6.076 145,92
33 Papua 57.326 8.599 602 7,00 12.612 2.361 18,72
Indonesia 4.699.699 704.955 278.164 39,46 1.038.485 619.756 59,68
Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.7

CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

No Provinsi Jumlah Bayi Kunjungan Neonatus


KN1 % KN1 KN Lengkap %KN Lengkap
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 98.877 84.074 85,03 80.919 81,84
2 Sumatera Utara 273.279 252.813 92,51 217.163 79,47
3 Sumatera Barat 102.187 89.573 87,66 81.816 80,06
4 Riau 127.459 104.917 82,31 97.484 76,48
5 Jambi 71.338 67.528 94,66 64.838 90,89
6 Sumatera Selatan 183.907 142.124 77,28 130.748 71,09
7 Bengkulu 36.837 32.668 88,68 30.460 82,69
8 Lampung 168.772 156.183 92,54 137.378 81,40
9 Kepulauan Bangka Belitung 26.383 26.189 99,26 24.682 93,55
10 Kepulauan Riau 42.495 36.655 86,26 30.755 72,37
11 DKI Jakarta 150.788 147.042 97,52 136.523 90,54
12 Jawa Barat 941.766 869.810 92,36 803.903 85,36
13 Jawa Tengah 574.745 564.368 98,19 548.085 95,36
14 DI Yogyakarta 44.104 37.731 85,55 33.193 75,26
15 Jawa Timur 595.162 584.105 98,14 554.552 93,18
16 Banten 219.965 204.479 92,96 191.629 87,12
17 Bali 64.620 55.656 86,13 52.906 81,87
18 Nusa Tenggara Barat 106.577 100.358 94,16 97.444 91,43
19 Nusa Tenggara Timur 109.779 89.255 81,30 83.316 75,89
20 Kalimantan Barat 95.405 80.559 84,44 72.060 75,53
21 Kalimantan Tengah 48.136 35.661 74,08 34.393 71,45
22 Kalimantan Selatan 67.694 67.434 99,62 64.476 95,25
23 Kalimantan Timur 75.149 53.708 71,47 40.810 54,31
24 Sulawesi Utara 44.304 38.326 86,51 36.594 82,60
25 Sulawesi Tengah 49.245 45.932 93,27 44.712 90,80
26 Sulawesi Selatan 160.310 140.776 87,81 129.937 81,05
27 Sulawesi Tenggara 39.895 37.322 93,55 36.112 90,52
28 Gorontalo 20.353 19.586 96,23 18.094 88,90
29 Sulawesi Barat 25.482 21.581 84,69 19.261 75,59
30 Maluku 36.571 27.928 76,37 26.183 71,59
31 Maluku Utara 23.322 20.005 85,78 19.156 82,14
32 Papua Barat 17.467 7.467 42,75 5.701 32,64
33 Papua 57.326 11.947 20,84 10.814 18,86
Indonesia 4.699.699 4.253.760 90,51 3.956.097 84,18
Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.8

CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN BAYI DAN ANAK BALITA


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Cakupan Pelayanan Jumlah Cakupan Pelayanan


No Provinsi Jumlah Bayi Kesehatan Bayi Anak Balita Kesehatan Anak Balita
Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 98.877 75.198 76,05 443.727 354.600 79,91
2 Sumatera Utara 273.279 217.996 79,77 1.009.566 779.155 77,18
3 Sumatera Barat 102.187 92.855 90,87 394.994 334.560 84,70
4 Riau 127.459 102.465 80,39 565.439 443.870 78,50
5 Jambi 71.338 63.684 89,27 304.344 256.562 84,30
6 Sumatera Selatan 183.907 140.674 76,49 718.334 581.851 81,00
7 Bengkulu 36.837 30.340 82,36 141.691 94.947 67,01
8 Lampung 168.772 149.395 88,52 896.568 515.697 57,52
9 Kepulauan Bangka Belitung 26.383 21.405 81,13 120.497 98.808 82,00
10 Kepulauan Riau 42.495 26.632 62,67 178.534 145.327 81,40
11 DKI Jakarta 150.788 144.967 96,14 664.653 543.154 81,72
12 Jawa Barat 941.766 835.619 88,73 3.255.727 2.891.086 88,80
13 Jawa Tengah 574.745 533.192 92,77 2.117.242 2.035.491 96,14
14 DI Yogyakarta 44.104 40.339 91,46 185.844 179.711 96,70
15 Jawa Timur 595.162 549.945 92,40 2.395.777 2.034.015 84,90
16 Banten 219.965 200.731 91,26 1.041.320 884.081 84,90
17 Bali 64.620 54.340 84,09 323.352 264.171 81,70
18 Nusa Tenggara Barat 106.577 105.623 99,10 532.879 373.587 70,11
19 Nusa Tenggara Timur 109.779 72.946 66,45 414.738 245.608 59,22
20 Kalimantan Barat 95.405 69.682 73,04 414.797 321.468 77,50
21 Kalimantan Tengah 48.136 29.391 61,06 201.491 152.185 75,53
22 Kalimantan Selatan 67.694 30.831 45,54 302.823 239.533 79,10
23 Kalimantan Timur 75.149 70.802 94,22 320.907 181.663 56,61
24 Sulawesi Utara 44.304 37.705 85,11 178.815 147.165 82,30
25 Sulawesi Tengah 49.245 36.818 74,77 208.040 146.011 70,18
26 Sulawesi Selatan 160.310 128.680 80,27 702.308 554.964 79,02
27 Sulawesi Tenggara 39.895 36.475 91,43 212.544 157.948 74,31
28 Gorontalo 20.353 16.044 78,83 97.487 80.305 82,38
29 Sulawesi Barat 25.482 21.865 85,81 112.801 79.709 70,66
30 Maluku 36.571 24.929 68,17 190.558 123.892 65,02
31 Maluku Utara 23.322 19.642 84,22 111.983 66.894 59,74
32 Papua Barat 17.467 8.154 46,68 83.646 58.469 69,90
33 Papua 57.326 15.041 26,24 282.358 118.026 41,80
Indonesia 4.699.699 4.004.405 85,21 19.125.784 15.484.513 80,96
Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.9

CAKUPAN BALITA DITIMBANG


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

No Provinsi Jumlah Balita Balita Ditimbang (D/S)


Jumlah Cakupan (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 430.179 259.148 60,24
2 Sumatera Utara 1.184.115 779.155 65,80
3 Sumatera Barat 502.996 355.607 70,70
4 Riau 679.020 416.189 61,29
5 Jambi 292.031 197.450 67,61
6 Sumatera Selatan 375.069 290.233 77,38
7 Bengkulu 153.586 94.947 61,82
8 Lampung 825.452 540.960 65,54
9 Kepulauan Bangka Belitung 133.417 68.092 51,04
10 Kepulauan Riau 219.783 129.422 58,89
11 DKI Jakarta 740.401 382.081 51,60
12 Jawa Barat 3.584.431 3.041.330 84,85
13 Jawa Tengah 2.597.811 2.057.207 79,19
14 DI Yogyakarta 170.455 134.434 78,87
15 Jawa Timur 2.735.364 2.302.189 84,16
16 Banten 855.445 536.423 62,71
17 Bali 196.653 160.009 81,37
18 Nusa Tenggara Barat 532.879 373.587 70,11
19 Nusa Tenggara Timur 815.461 598.768 73,43
20 Kalimantan Barat 428.880 225.565 52,59
21 Kalimantan Tengah 600.606 276.579 46,05
22 Kalimantan Selatan 349.324 212.769 60,91
23 Kalimantan Timur 429.883 171.511 39,90
24 Sulawesi Utara 162.846 128.000 78,60
25 Sulawesi Tengah 292.109 143.992 49,29
26 Sulawesi Selatan 709.241 470.476 66,34
27 Sulawesi Tenggara 210.948 157.948 74,88
28 Gorontalo 87.907 75.315 85,68
29 Sulawesi Barat 119.277 79.709 66,83
30 Maluku 180.198 116.300 64,54
31 Maluku Utara 127.974 66.894 52,27
32 Papua Barat 37.594 16.867 44,87
33 Papua 160.705 70.859 44,09
Indonesia 20.922.040 14.930.015 71,36
Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.10

KASUS GIZI BURUK DITEMUKAN DAN MENDAPAT PERAWATAN


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Kasus Gizi Buruk Mendapat Perawatan


No Provinsi
Kasus Gizi Buruk Ditemukan Kasus Gizi Buruk Dirawat %
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 226 226 100
2 Sumatera Utara 1.234 1.234 100
3 Sumatera Barat 764 764 100
4 Riau 66 66 100
5 Jambi 449 449 100
6 Sumatera Selatan 136 136 100
7 Bengkulu 128 128 100
8 Lampung 193 193 100
9 Kepulauan Bangka Belitung 85 85 100
10 Kepulauan Riau 253 253 100
11 DKI Jakarta 185 185 100
12 Jawa Barat 4.358 4.358 100
13 Jawa Tengah 1.597 1.597 100
14 DI Yogyakarta 291 291 100
15 Jawa Timur 9.859 9.859 100
16 Banten 5.117 5.117 100
17 Bali 51 51 100
18 Nusa Tenggara Barat 753 753 100
19 Nusa Tenggara Timur 8.235 8.235 100
20 Kalimantan Barat 776 776 100
21 Kalimantan Tengah 77 77 100
22 Kalimantan Selatan 113 113 100
23 Kalimantan Timur 168 168 100
24 Sulawesi Utara 90 90 100
25 Sulawesi Tengah 435 435 100
26 Sulawesi Selatan 621 621 100
27 Sulawesi Tenggara 726 726 100
28 Gorontalo 768 768 100
29 Sulawesi Barat 264 264 100
30 Maluku 152 152 100
31 Maluku Utara 110 110 100
32 Papua Barat 623 623 100
33 Papua 1.509 1.509 100
Indonesia 40.412 40.412 100
Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.11

CAKUPAN SEKOLAH DASAR (SD) YANG MELAKSANAKAN PENJARINGAN SISWA SD/MI KELAS 1
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Cakupan SD/MI Melaksanakan Penjaringan Siswa SD/MI


No Provinsi Jumlah SD/MI Kelas 1
Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 3.936 2.448 62,20
2 Sumatera Utara 8.996 5.627 62,55
3 Sumatera Barat 3.965 3.696 93,19
4 Riau 5.046 4.044 80,15
5 Jambi 2.692 2.314 85,96
6 Sumatera Selatan 4.523 2.977 65,82
7 Bengkulu 1.346 1.247 92,64
8 Lampung 5.481 3.420 62,40
9 Kepulauan Bangka Belitung 814 812 99,75
10 Kepulauan Riau 864 649 75,12
11 DKI Jakarta 3.023 2.778 91,90
12 Jawa Barat 21.192 13.789 65,07
13 Jawa Tengah 22.812 20.688 90,69
14 DI Yogyakarta 2.015 1.968 97,67
15 Jawa Timur 28.918 28.918 100,00
16 Banten 5.111 4.261 83,37
17 Bali 2.419 2.140 88,47
18 Nusa Tenggara Barat 3.690 3.311 89,73
19 Nusa Tenggara Timur 4.684 1.201 25,64
20 Kalimantan Barat 2.857 1.522 53,27
21 Kalimantan Tengah 2.543 1.683 66,18
22 Kalimantan Selatan 3.472 2.067 59,53
23 Kalimantan Timur 2.039 978 47,96
24 Sulawesi Utara 2.027 1.512 74,59
25 Sulawesi Tengah 2.846 1.445 50,77
26 Sulawesi Selatan 5.528 2.349 42,49
27 Sulawesi Tenggara 2.279 743 32,60
28 Gorontalo 961 811 84,39
29 Sulawesi Barat 1.203 558 46,38
30 Maluku 1.731 829 47,89
31 Maluku Utara 1.179 600 50,89
32 Papua Barat 718 176 24,51
33 Papua 2.140 493 23,04
Indonesia 163.050 122.054 74,86
Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.12

JUMLAH PUSKESMAS YANG MELAKUKAN PEMBINAAN KESEHATAN ANAK


DI PANTI ANAK TERLANTAR MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Puskesmas Dengan Puskesmas Membina Panti Anak Terlantar Jumlah Seluruh Panti
No Provinsi Panti Anak Terlantar di Wilayah Kerja
di Wilayah Kerja
di Wilayah Kerja Jumlah Persentase (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Aceh 83 83 100 111
2 Sumatera Utara 28 28 100 21
3 Sumatera Barat 68 68 100 102
4 Riau 51 51 100 68
5 Jambi 48 48 100 48
6 Sumatera Selatan 63 63 100 125
7 Bengkulu 22 22 100 28
8 Lampung 57 57 100 60
9 Kepulauan Bangka Belitung 11 11 100 16
10 Kepulauan Riau 19 19 100 52
11 DKI Jakarta 33 33 100 80
12 Jawa Barat 100 100 100 117
13 Jawa Tengah 25 25 100 33
14 DI Yogyakarta 28 28 100 16
15 Jawa Timur 415 415 100 993
16 Banten 19 19 100 23
17 Bali 27 27 100 60
18 Nusa Tenggara Barat 85 85 100 24
19 Nusa Tenggara Timur 90 90 100 180
20 Kalimantan Barat 54 54 100 115
21 Kalimantan Tengah 25 25 100 44
22 Kalimantan Selatan 44 44 100 84
23 Kalimantan Timur 37 37 100 50
24 Sulawesi Utara 23 23 100 33
25 Sulawesi Tengah 11 11 100 18
26 Sulawesi Selatan 140 140 100 291
27 Sulawesi Tenggara 48 48 100 73
28 Gorontalo 16 16 100 22
29 Sulawesi Barat 15 15 100 14
30 Maluku 20 20 100 36
31 Maluku Utara 17 17 100 21
32 Papua Barat 2 2 100 3
33 Papua 27 27 100 124
Indonesia 1.751 1.751 100 3.085
Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.13

PERSENTASE KABUPATEN/KOTA
DENGAN MINIMAL 4 PUSKESMAS MAMPU LAKSANA PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Persentase
Jumlah Jumlah Puskesmas
No Provinsi Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota Mampu PKPR
dengan PKPR dengan PKPR
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Aceh 23 69 11 47,83
2 Sumatera Utara 33 138 17 51,52
3 Sumatera Barat 19 114 18 94,74
4 Riau 12 143 9 75,00
5 Jambi 11 38 4 36,36
6 Sumatera Selatan 15 72 6 40,00
7 Bengkulu 10 47 7 70,00
8 Lampung 14 25 2 14,29
9 Kepulauan Bangka Belitung 7 48 6 85,71
10 Kepulauan Riau 7 12 2 28,57
11 DKI Jakarta 6 33 5 83,33
12 Jawa Barat 26 368 22 84,62
13 Jawa Tengah 35 203 28 80,00
14 DI Yogyakarta 5 55 5 100,00
15 Jawa Timur 38 271 37 97,37
16 Banten 8 110 8 100,00
17 Bali 9 56 9 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 10 40 10 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 21 77 18 85,71
20 Kalimantan Barat 14 70 7 50,00
21 Kalimantan Tengah 14 31 1 7,14
22 Kalimantan Selatan 13 52 13 100,00
23 Kalimantan Timur 14 35 5 35,71
24 Sulawesi Utara 15 32 8 53,33
25 Sulawesi Tengah 11 29 5 45,45
26 Sulawesi Selatan 24 72 12 50,00
27 Sulawesi Tenggara 12 48 12 100,00
28 Gorontalo 6 24 6 100,00
29 Sulawesi Barat 5 32 3 60,00
30 Maluku 11 34 2 18,18
31 Maluku Utara 9 11 2 22,22
32 Papua Barat 11 21 t.a.d t.a.d
33 Papua 29 19 4 13,79
Indonesia 497 2.429 304 61,17
Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.14

PERSENTASE KABUPATEN/KOTA
DENGAN MINIMAL 2 PUSKESMAS MAMPU TATALAKSANA KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Kabupaten/Kota dengan Persentase Kabupaten/Kota


Jumlah Puskesmas dengan
Minimal 2 Puskesmas Mampu dengan Minimal 2 Puskesmas
No Provinsi Jumlah Kabupaten/Kota Tatalaksana Kasus
Tatalaksana Kasus Kekerasasan Mampu Tatalaksana Kasus
Kekerasasan terhadap Anak
terhadap Anak Kekerasasan terhadap Anak

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


1 Aceh 23 12 6 26,09
2 Sumatera Utara 33 138 11 33,33
3 Sumatera Barat 19 26 11 57,89
4 Riau 12 22 11 91,67
5 Jambi 11 33 11 100,00
6 Sumatera Selatan 15 4 1 6,67
7 Bengkulu 10 16 5 50,00
8 Lampung 14 14 7 50,00
9 Kepulauan Bangka Belitung 7 15 5 71,43
10 Kepulauan Riau 7 17 5 71,43
11 DKI Jakarta 6 14 6 100,00
12 Jawa Barat 26 90 14 53,85
13 Jawa Tengah 35 138 29 82,86
14 DI Yogyakarta 5 18 5 100,00
15 Jawa Timur 38 115 17 44,74
16 Banten 8 18 8 100,00
17 Bali 9 18 9 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 10 20 10 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 21 38 19 90,48
20 Kalimantan Barat 14 24 5 35,71
21 Kalimantan Tengah 14 17 3 21,43
22 Kalimantan Selatan 13 26 13 100,00
23 Kalimantan Timur 14 6 2 14,29
24 Sulawesi Utara 15 20 10 66,67
25 Sulawesi Tengah 11 18 7 63,64
26 Sulawesi Selatan 24 27 5 20,83
27 Sulawesi Tenggara 12 20 7 58,33
28 Gorontalo 6 10 5 83,33
29 Sulawesi Barat 5 8 3 60,00
30 Maluku 11 13 5 45,45
31 Maluku Utara 9 11 4 44,44
32 Papua Barat 11 20 6 54,55
33 Papua 29 13 4 13,79
Indonesia 497 999 269 54,12
Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.15

CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN


MENURUT PROVINSI TAHUN 2010

No Provinsi Cakupan ASI Eksklusif Bayi 0-6 Bulan (%)

(1) (2) (3)


1 Aceh 49,6
2 Sumatera Utara 56,6
3 Sumatera Barat 71,4
4 Riau 57,6
5 Jambi 62,1
6 Sumatera Selatan 71,8
7 Bengkulu 77,5
8 Lampung 62,6
9 Kepulauan Bangka Belitung 54,9
10 Kepulauan Riau 55,5
11 DKI Jakarta 62,1
12 Jawa Barat 67,3
13 Jawa Tengah 57,8
14 DI Yogyakarta 71,0
15 Jawa Timur 49,7
16 Banten 52,7
17 Bali 50,2
18 Nusa Tenggara Barat 79,7
19 Nusa Tenggara Timur 79,4
20 Kalimantan Barat 50,9
21 Kalimantan Tengah 63,6
22 Kalimantan Selatan 61,7
23 Kalimantan Timur 70,0
24 Sulawesi Utara 63,1
25 Sulawesi Tengah 60,4
26 Sulawesi Selatan 77,1
27 Sulawesi Tenggara 64,3
28 Gorontalo 60,4
29 Sulawesi Barat 67,3
30 Maluku 62,3
31 Maluku Utara 61,3
32 Papua Barat 61,2
33 Papua 73,0
Indonesia 61,5
Sumber : BPS, Susenas, 2010
Lampiran 4.16

CAKUPAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BAYI, ANAK BALITA, DAN BALITA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Vitamin A Bayi 6-11 Bulan Vitamin A Anak Balita 12-59 Bulan Vitamin A Balita 6-59 Bulan
No Provinsi
Jumlah Bayi 6-11 Jumlah Anak Jumlah Balita
Dapat Vitamin A % Dapat Vitamin A % Dapat Vitamin A %
Bulan Balita 12-59 Bulan 6-59 Bulan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1 Aceh 121.959 84.728 69,47 380.708 287.400 75,49 502.667 372.128 74,03
2 Sumatera Utara 189.061 139.790 73,94 968.452 680.689 70,29 1.157.513 820.479 70,88
3 Sumatera Barat 122.624 96.528 78,72 394.995 300.391 76,05 517.619 396.919 76,68
4 Riau 153.029 123.756 80,87 536.314 424.184 79,09 689.343 547.940 79,49
5 Jambi 42.948 38.135 88,79 256.076 218.927 85,49 299.024 257.062 85,97
6 Sumatera Selatan 214.048 183.072 85,53 647.343 525.728 81,21 861.391 708.800 82,29
7 Bengkulu 46.386 38.085 82,10 125.487 102.409 81,61 171.873 140.494 81,74
8 Lampung 96.722 77.549 80,18 713.277 530.408 74,36 809.999 607.957 75,06
9 Kepulauan Bangka Belitung 26.865 24.559 91,42 102.052 86.476 84,74 128.917 111.035 86,13
10 Kepulauan Riau 42.884 34.457 80,35 178.502 123.596 69,24 221.386 158.053 71,39
11 DKI Jakarta 164.832 150.960 91,58 664.653 471.783 70,98 829.485 622.743 75,08
12 Jawa Barat 1.011.329 848.359 83,89 3.117.605 2.673.006 85,74 4.128.934 3.521.365 85,29
13 Jawa Tengah 635.438 629.375 99,05 2.054.722 2.010.688 97,86 2.690.160 2.640.063 98,14
14 DI Yogyakarta 50.503 49.876 98,76 185.130 181.493 98,04 235.633 231.369 98,19
15 Jawa Timur 594.613 579.433 97,45 2.405.679 2.148.631 89,31 3.000.292 2.728.064 90,93
16 Banten 110.573 105.491 95,40 890.933 745.676 83,70 1.001.506 851.167 84,99
17 Bali 58.369 57.518 98,54 206.570 197.422 95,57 264.939 254.940 96,23
18 Nusa Tenggara Barat 114.721 108.664 94,72 422.355 359.183 85,04 537.076 467.847 87,11
19 Nusa Tenggara Timur 121.385 100.929 83,15 382.978 314.130 82,02 504.363 415.059 82,29
20 Kalimantan Barat 159.492 98.727 61,90 426.469 282.501 66,24 585.961 381.228 65,06
21 Kalimantan Tengah 69.556 48.193 69,29 208.139 136.224 65,45 277.695 184.417 66,41
22 Kalimantan Selatan 87.110 72.506 83,23 343.977 256.121 74,46 431.087 328.627 76,23
23 Kalimantan Timur 81.818 67.840 82,92 341.298 237.831 69,68 423.116 305.671 72,24
24 Sulawesi Utara 73.539 61.998 84,31 137.427 115.915 84,35 210.966 177.913 84,33
25 Sulawesi Tengah 36.596 29.256 79,94 237.241 174.468 73,54 273.836 203.724 74,40
26 Sulawesi Selatan 86.510 77.556 89,65 597.822 522.209 87,35 684.332 599.765 87,64
27 Sulawesi Tenggara 22.793 11.371 49,89 210.948 151.925 72,02 233.741 163.296 69,86
28 Gorontalo 12.601 11.038 87,60 83.314 69.697 83,66 95.915 80.735 84,17
29 Sulawesi Barat 12.087 12.087 100,00 99.506 69.039 69,38 111.593 81.126 72,70
30 Maluku 52.208 31.201 59,76 161.261 103.911 64,44 213.469 135.112 63,29
31 Maluku Utara 29.833 20.163 67,59 116.636 56.409 48,36 146.469 76.572 52,28
32 Papua Barat 15.282 8.942 58,51 66.956 18.022 26,92 82.238 26.964 32,79
33 Papua 33.316 12.893 38,70 215.476 46.296 21,49 248.792 59.189 23,79
Indonesia 4.691.029 4.035.035 86,02 17.880.301 14.622.787 81,78 22.571.330 18.657.823 82,66
Sumber: Ditjen. Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.17

CAKUPAN PEMBERIAN 90 TABLET BESI (Fe3) PADA IBU HAMIL


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Ibu Hamil Mendapat Fe3


No Provinsi Jumlah Ibu Hamil Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 111.300 81.897 73,6
2 Sumatera Utara 122.217 109.946 90,0
3 Sumatera Barat 112.505 92.216 82,0
4 Riau 138.214 122.399 88,6
5 Jambi 78.595 70.651 89,9
6 Sumatera Selatan 190.632 173.356 90,9
7 Bengkulu 40.556 37.020 91,3
8 Lampung 147.232 117.320 79,7
9 Kepulauan Bangka Belitung 28.863 27.496 95,3
10 Kepulauan Riau 47.008 38.391 81,7
11 DKI Jakarta 165.868 152.525 92,0
12 Jawa Barat 1.056.144 868.149 82,2
13 Jawa Tengah 632.198 581.988 92,1
14 DI Yogyakarta 48.459 42.024 86,7
15 Jawa Timur 654.077 535.011 81,8
16 Banten 202.656 173.214 85,5
17 Bali 70.425 65.845 93,5
18 Nusa Tenggara Barat 117.233 92.439 78,9
19 Nusa Tenggara Timur 125.819 74.251 59,0
20 Kalimantan Barat 103.768 81.112 78,2
21 Kalimantan Tengah 58.209 43.844 75,3
22 Kalimantan Selatan 78.902 65.951 83,6
23 Kalimantan Timur 81.037 55.995 69,1
24 Sulawesi Utara 47.793 37.416 78,3
25 Sulawesi Tengah 56.551 37.666 66,6
26 Sulawesi Selatan 147.151 137.900 93,7
27 Sulawesi Tenggara 42.962 35.968 83,7
28 Gorontalo 22.207 15.321 69,0
29 Sulawesi Barat 28.030 21.027 75,0
30 Maluku 39.428 24.001 60,9
31 Maluku Utara 25.752 22.797 88,5
32 Papua Barat 16.821 5.042 30,0
33 Papua 36.724 18.557 50,5
Indonesia 4.875.336 4.058.735 83,3
Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.18

CAKUPAN DESA/KELURAHANUNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION (UCI) MENURUT PROVINSI TAHUN 2008-2011

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011


No Provinsi Jumlah Desa Desa UCI % Jumlah Desa Desa UCI % Jumlah Desa Desa UCI % Jumlah Desa Desa UCI %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1 Aceh 6.483 1.841 28,40 6.436 2.444 37,97 6.471 3.408 52,67 6.451 4.020 62,32
2 Sumatera Utara 5.772 4.079 70,67 5.978 4.150 69,42 5.771 3.997 69,26 5.734 3.012 52,53
3 Sumatera Barat 3.380 2.297 67,96 3.437 3.284 95,55 3.437 3.335 97,03 3.760 3.256 86,60
4 Riau 1.559 1.171 75,11 1.642 935 56,94 1.642 925 56,33 1.647 1.123 68,18
5 Jambi 1.271 1.095 86,15 1.329 1.116 83,97 1.363 1.215 89,14 1.380 1.310 94,93
6 Sumatera Selatan 251 235 93,63 251 234 93,23 3.108 2.637 84,85 3.105 2.730 87,92
7 Bengkulu 1.325 1.054 79,55 1.461 1.114 76,25 1.463 1.143 78,13 1.347 1.077 79,96
8 Lampung 2.310 1.511 65,41 2.247 1.008 44,86 2.401 2.048 85,30 2.462 2.182 88,63
9 Kep. Bangka Belitung 36 31 82,98 346 311 89,88 359 329 91,64 359 322 89,69
10 Kepulauan Riau 317 222 65,55 333 222 66,67 351 223 63,53 351 277 78,92
11 DKI Jakarta 282 234 86,83 267 267 100,00 267 265 99,25 267 266 99,63
12 Jawa Barat 6.000 3.933 94,52 5.877 4.754 80,89 5.880 4.858 82,62 5.893 4.653 78,96
13 Jawa Tengah 8.560 7.433 75,05 8.559 7.886 92,14 8.287 7.791 94,01 8.573 8.254 96,28
14 DI Yogyakarta 438 414 69,54 438 432 98,63 438 438 100,00 438 438 100,00
15 Jawa Timur 1.407 1.056 71,77 1.408 991 70,38 8.507 6.453 75,86 8.507 4.645 54,60
16 Banten 1.504 875 72,21 1.454 986 67,81 1.510 1.238 81,99 1.535 1.189 77,46
17 Bali 707 705 76,95 715 712 99,58 716 714 99,72 716 679 94,83
18 Nusa Tenggara Barat 885 793 76,38 897 823 91,75 911 844 92,65 951 893 93,90
19 Nusa Tenggara Timur 2.813 1.968 74,72 2.813 2.194 78,00 2.817 1.916 68,02 2.832 2.051 72,42
20 Kalimantan Barat 1.520 1.057 81,78 1.858 1.161 62,49 1.873 1.134 60,54 1.896 1.342 70,78
21 Kalimantan Tengah 1.456 1.045 65,86 1.479 1.012 68,42 1.492 1.160 77,75 1.510 1.136 75,23
22 Kalimantan Selatan 1.965 1.419 99,72 1.958 1.377 70,33 1.983 1.382 69,69 1.981 1.416 71,48
23 Kalimantan Timur 1.410 1.085 89,60 1.417 828 58,43 1.417 895 63,16 1.438 947 65,86
24 Sulawesi Utara 1.435 1.096 69,96 1.546 1.097 70,96 1.395 898 64,37 1.673 1.243 74,30
25 Sulawesi Tengah 1.634 1.221 53,51 1.710 1.189 69,53 1.778 1.063 59,79 1.817 1.365 75,12
26 Sulawesi Selatan 2.898 2.370 21,30 2.941 2.459 83,61 2.947 2.420 82,12 2.960 2.507 84,70
27 Sulawesi Tenggara 1.939 1.277 58,18 1.989 768 38,61 2.028 1.422 70,12 2.092 1.492 71,32
28 Gorontalo 601 371 49,22 606 399 65,84 622 382 61,41 622 317 50,96
29 Sulawesi Barat 543 196 61,73 558 235 42,11 604 396 65,56 603 409 67,83
30 Maluku 1.069 572 86,11 893 579 64,84 953 696 73,03 955 718 75,18
31 Maluku Utara 967 476 14,35 967 499 51,60 1.033 523 50,63 1.066 670 62,85
32 Papua Barat 683 98 70,03 1.253 265 21,15 1.106 443 40,05 748 414 55,35
33 Papua 2.361 503 36,10 3.380 782 23,14 1.060 635 59,91 1.360 745 54,78
Indonesia 65.781 43.733 66,48 68.443 46.513 67,96 75.990 57.226 75,31 77.029 57.098 74,13
Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012

Update sampai dengan 10 April 2012


Lampiran 4.19

CAKUPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Imunisasi Dasar pada Bayi


Imunisasi
BCG HB0 DPT/HB1 DPT/HB3 Polio 4 Campak
No Provinsi Sasaran Dasar Lengkap*
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)

1 Aceh 98.877 93.980 95,0 68.361 69,1 92.475 93,5 86.849 87,8 88.162 89,2 85.395 86,4 86,4
2 Sumatera Utara 298.893 285.644 95,6 217.564 72,8 288.540 96,5 277.735 92,9 268.203 89,7 277.372 92,8 89,7
3 Sumatera Barat 103.937 95.456 91,8 71.132 68,4 94.000 90,4 90.557 87,1 90.387 87,0 88.674 85,3 85,3
4 Riau 126.535 123.546 97,6 87.796 69,4 125.057 98,8 119.861 94,7 115.831 91,5 118.285 93,5 91,5
5 Jambi 72.413 75.730 104,6 65.867 91,0 73.968 102,1 72.363 99,9 72.933 100,7 72.380 100,0 99,9
6 Sumatera Selatan 180.074 174.709 97,0 137.394 76,3 176.912 98,2 174.453 96,9 171.211 95,1 173.185 96,2 95,1
7 Bengkulu 34.901 35.558 101,9 25.685 73,6 36.205 103,7 35.056 100,4 34.132 97,8 35.249 101,0 97,8
8 Lampung 163.429 157.174 96,2 121.457 74,3 158.085 96,7 156.488 95,8 151.752 92,9 150.941 92,4 92,4
9 Kep. Bangka Belitung 26.305 25.488 96,9 25.157 95,6 25.521 97,0 24.139 91,8 24.287 92,3 23.639 89,9 89,9
10 Kepulauan Riau 42.771 39.337 92,0 33.708 78,8 42.242 98,8 40.199 94,0 39.571 92,5 38.396 89,8 89,8
11 DKI Jakarta 160.137 166.505 104,0 118.672 74,1 170.644 106,6 166.277 103,8 164.068 102,5 162.862 101,7 101,7
12 Jawa Barat 941.766 940.145 99,8 813.620 86,4 919.221 97,6 898.427 95,4 868.718 92,2 888.924 94,4 92,2
13 Jawa Tengah 572.675 582.627 101,7 558.207 97,5 576.613 100,7 569.046 99,4 561.677 98,1 556.684 97,2 97,2
14 DI Yogyakarta 42.853 43.183 100,8 41.546 97,0 41.596 97,1 41.356 96,5 41.479 96,8 41.915 97,8 96,5
15 Jawa Timur 590.109 609.145 103,2 554.665 94,0 608.903 103,2 592.979 100,5 581.656 98,6 576.510 97,7 97,7
16 Banten 219.082 216.578 98,9 187.812 85,7 218.204 99,6 208.775 95,3 208.943 95,4 205.448 93,8 93,8
17 Bali 64.056 65.667 102,5 62.811 98,1 65.940 102,9 63.918 99,8 64.076 100,0 64.011 99,9 99,8
18 Nusa Tenggara Barat 106.576 104.612 98,2 99.070 93,0 109.966 103,2 108.513 101,8 104.094 97,7 103.078 96,7 96,7
19 Nusa Tenggara Timur 131.029 101.747 77,7 60.667 46,3 101.758 77,7 93.828 71,6 94.719 72,3 94.850 72,4 71,6
20 Kalimantan Barat 98.036 89.908 91,7 53.054 54,1 90.296 92,1 85.675 87,4 85.940 87,7 85.680 87,4 87,4
21 Kalimantan Tengah 48.100 40.872 85,0 20.560 42,7 40.384 84,0 37.600 78,2 37.055 77,0 38.474 80,0 77,0
22 Kalimantan Selatan 67.694 64.729 95,6 46.668 68,9 65.287 96,4 60.971 90,1 60.703 89,7 60.617 89,5 89,5
23 Kalimantan Timur 73.592 72.760 98,9 51.320 69,7 72.622 98,7 69.610 94,6 68.688 93,3 66.897 90,9 90,9
24 Sulawesi Utara 43.963 42.567 96,8 29.108 66,2 42.322 96,3 40.258 91,6 40.641 92,4 40.683 92,5 91,6
25 Sulawesi Tengah 57.977 51.041 88,0 30.020 51,8 51.571 89,0 49.102 84,7 49.529 85,4 49.323 85,1 84,7
26 Sulawesi Selatan 164.137 172.454 105,1 142.360 86,7 172.585 105,1 168.781 102,8 164.307 100,1 164.964 100,5 100,1
27 Sulawesi Tenggara 50.802 50.170 98,8 22.949 45,2 48.663 95,8 44.179 87,0 46.877 92,3 45.656 89,9 87,0
28 Gorontalo 25.601 21.239 83,0 16.875 65,9 21.265 83,1 21.461 83,8 21.520 84,1 20.714 80,9 80,9
29 Sulawesi Barat 25.223 23.938 94,9 15.303 60,7 24.277 96,2 23.720 94,0 23.953 95,0 23.512 93,2 93,2
30 Maluku 37.375 33.019 88,3 17.675 47,3 34.755 93,0 32.256 86,3 32.458 86,8 32.793 87,7 86,3
31 Maluku Utara 23.251 21.125 90,9 12.746 54,8 21.789 93,7 20.388 87,7 20.112 86,5 19.727 84,8 84,8
32 Papua Barat 16.447 14.466 88,0 6.283 38,2 14.724 89,5 13.080 79,5 13.673 83,1 14.343 87,2 79,5
33 Papua 53.962 34.402 63,8 18.545 34,4 37.900 70,2 33.367 61,8 33.804 62,6 37.718 69,9 61,8
Indonesia 4.762.578 4.669.521 98,0 3.834.657 80,5 4.664.290 97,9 4.521.267 94,9 4.445.159 93,3 4.458.899 93,6 93,3
Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012
Update sampai dengan 7 Mei 2012
Catatan : *) Imunisasi Dasar Lengkap per Provinsi dihitung berdasarkan persentase terendah antara cakupan imunisasi BCG, DPT/HB3, Polio4, dan Campak per Provinsi.
Lampiran 4.20

DROP OUT RATE CAKUPAN IMUNISASI DPT-HB1 - CAMPAK PADA BAYI MENURUT PROVINSI TAHUN 2007-2011

Tahun
No Provinsi
2007 2008 2009 2010 2011
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 21,6 13,3 6,7 7,8 7,7
2 Sumatera Utara 0,2 4,4 5,3 3,3 3,9
3 Sumatera Barat 15,0 7,8 8,9 10,1 5,7
4 Riau 7,2 6,7 7,8 3,7 5,4
5 Jambi 7,8 5,2 3,6 0,0 2,1
6 Sumatera Selatan 6,9 4,4 5,8 2,9 2,1
7 Bengkulu 17,8 4,9 3,0 0,9 2,6
8 Lampung -1,1 2,7 9,1 1,9 4,5
9 Kepulauan Bangka Belitung 4,0 7,5 3,9 1,4 7,4
10 Kepulauan Riau 10,7 9,6 5,5 2,9 9,1
11 DKI Jakarta 0,6 8,2 6,9 7,8 4,6
12 Jawa Barat 5,7 4,7 4,3 5,1 3,3
13 Jawa Tengah 4,3 3,2 4,2 3,7 3,5
14 DI Yogyakarta -0,8 -0,8 -1,0 0,4 -0,8
15 Jawa Timur 5,9 4,3 4,3 4,8 5,3
16 Banten 1,4 5,4 6,2 3,5 5,8
17 Bali 4,5 3,7 2,1 2,9 2,9
18 Nusa Tenggara Barat 4,0 3,1 4,0 4,3 6,3
19 Nusa Tenggara Timur 22,7 11,6 1,2 2,5 6,8
20 Kalimantan Barat 13,1 4,7 8,3 6,5 5,1
21 Kalimantan Tengah 3,3 5,0 5,5 3,9 4,7
22 Kalimantan Selatan 7,0 6,2 5,7 7,7 7,2
23 Kalimantan Timur 4,3 7,1 7,3 5,8 7,9
24 Sulawesi Utara 10,6 8,9 4,3 5,6 3,9
25 Sulawesi Tengah 11,0 9,2 7,0 7,4 4,4
26 Sulawesi Selatan 4,2 5,4 4,1 4,9 4,4
27 Sulawesi Tenggara 5,8 6,4 9,5 11,1 6,2
28 Gorontalo 6,8 6,0 2,8 4,8 2,6
29 Sulawesi Barat -1,5 9,8 12,2 2,0 3,2
30 Maluku 3,4 1,7 15,8 6,2 5,6
31 Maluku Utara 7,2 9,2 3,3 8,6 9,5
32 Papua Barat 19,8 19,9 6,3 11,6 2,6
33 Papua 16,1 14,2 3,8 9,4 0,5
Indonesia 6,0 5,3 5,2 4,6 4,4
Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012
Update sampai dengan 7 Mei 2012
Lampiran 4.21

CAKUPAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Sasaran Campak (Kelas 1) DT (Kelas 1) Td (Kelas 2) Td (Kelas 3) Td (Kelas 2+3)


No Provinsi Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 2+3 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)
1 Aceh 100.715 99.915 102.413 202.328 84.160 83,6 93.836 93,2 92.862 92,9 94.805 92,6 187.667 92,8
2 Sumatera Utara 340.033 326.160 308.971 635.131 248.906 73,2 314.261 92,4 315.993 96,9 300.579 97,3 616.571 97,1
3 Sumatera Barat 121.110 121.114 110.824 231.938 112.039 92,5 114.516 94,6 113.944 94,1 105.287 95,0 219.231 94,5
4 Riau 151.293 143.665 138.364 282.029 141.639 93,6 132.748 87,7 122.088 85,0 117.724 85,1 239.812 85,0
5 Jambi 77.201 75.542 72.488 148.030 74.563 96,6 75.183 97,4 73.217 96,9 70.572 97,4 143.789 97,1
6 Sumatera Selatan 188.310 171.202 163.588 334.790 185.639 98,6 172.959 91,8 167.706 98,0 161.972 99,0 329.678 98,5
7 Bengkulu 44.693 41.074 39.400 80.474 41.718 93,3 42.733 95,6 39.596 96,4 38.074 96,6 77.670 96,5
8 Lampung 175.193 148.084 147.205 295.289 170.743 97,5 149.477 85,3 145.216 98,1 144.223 98,0 289.439 98,0
9 Kep. Bangka Belitung 29.356 26.546 27.542 54.088 28.611 97,5 28.781 98,0 21.881 82,4 21.658 78,6 43.539 80,5
10 Kep. Riau 39.662 36.542 33.587 70.129 32.781 82,7 36.069 90,9 33.531 91,8 30.730 91,5 64.261 91,6
11 DKI Jakarta 156.333 149.869 157.754 307.623 139.536 89,3 145.724 93,2 142.623 95,2 138.058 87,5 280.681 91
12 Jawa Barat 824.920 467.040 482.114 949.154 728.534 88,3 396.457 48,1 336.421 72,0 337.776 70,1 674.197 71,0
13 Jawa Tengah 590.029 611.024 610.532 1.221.556 580.332 98,4 575.583 97,6 603.507 98,8 603.507 98,8 1.207.013 98,8
14 DI Yogyakarta 50.542 51.329 51.532 102.861 48.602 96,2 49.500 97,9 50.939 99,2 50.916 98,8 101.855 99,0
15 Jawa Timur 631.825 635.615 632.451 1.268.066 607.215 96,1 608.739 96,3 617.492 97,1 611.244 96,6 1.228.736 96,9
16 Banten 217.915 229.541 228.540 458.081 214.092 98,2 204.819 94,0 216.115 94,2 215.922 94,5 432.037 94,3
17 Bali 71.214 73.499 73.875 147.374 70.732 99,3 70.628 99,2 73.371 99,8 73.865 100,0 147.236 99,9
18 Nusa Tenggara Barat 110.520 106.554 105.228 211.782 98.117 88,8 99.935 90,4 99.005 92,9 98.180 93,3 197.185 93,1
19 Nusa Tenggara Timur 170.771 141.935 141.935 283.870 148.646 87,0 153.272 89,8 127.349 89,7 127.349 89,7 254.697 89,7
20 Kalimantan Barat 131.922 120.453 116.284 236.737 112.932 85,6 121.773 92,3 112.800 93,6 109.442 94,1 222.242 93,9
21 Kalimantan Tengah 58.718 54.195 52.898 107.093 34.853 59,4 28.378 48,3 27.187 50,2 30.101 56,9 57.288 53,5
22 Kalimantan Selatan 85.587 77.544 74.794 152.338 81.579 95,3 78.117 91,3 74.610 96,2 71.505 95,6 146.115 95,9
23 Kalimantan Timur 85.226 78.637 78.379 157.016 77.380 90,8 76.422 89,7 71.571 91,0 70.305 89,7 141.876 90,4
24 Sulawesi Utara 46.172 41.837 41.629 83.466 36.178 78,4 43.551 94,3 37.744 90,2 37.830 90,9 75.574 90,5
25 Sulawesi Tengah 77.609 76.590 71.403 147.993 44.226 57,0 49.232 63,4 47.345 61,8 44.614 62,5 91.959 62,1
26 Sulawesi Selatan 183.360 180.707 180.952 361.659 123.777 67,5 136.812 74,6 164.669 91,1 165.250 91,3 329.919 91,2
27 Sulawesi Tenggara 60.536 37.142 36.821 73.963 56.244 92,9 52.789 87,2 32.919 88,6 32.636 88,6 65.555 88,6
28 Gorontalo 7.652 6.875 7.008 13.883 4.938 64,5 7.028 91,8 6.399 93,1 6.667 95,1 13.066 94,1
29 Sulawesi Barat 32.387 32.387 32.387 64.774 28.641 88,4 28.414 87,7 27.439 84,7 27.692 85,5 55.131 85,1
30 Maluku 30.281 20.268 19.752 40.020 24.995 82,5 27.880 92,1 18.422 90,9 17.920 90,7 36.342 90,8
31 Maluku Utara 17.612 14.873 14.447 29.320 12.985 73,7 12.055 68,4 11.427 76,8 11.306 78,3 22.733 77,5
32 Papua Barat 13.826 10.769 8.294 19.063 7.796 56,4 7.021 50,8 7.756 72,0 4.329 52,2 12.085 63,4
33 Papua 22.911 19.961 19.770 39.731 17.848 77,9 20.530 89,6 19.016 95,3 18.010 91,1 37.026 93,2
Indonesia 4.945.434 4.428.488 4.383.161 8.811.649 4.420.977 89,4 4.155.221 84,0 4.052.159 91,5 3.990.047 91,0 8.042.205 91,3
Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012
Update sampai dengan 22 Juni 2012
Lampiran 4.22

CAKUPAN IMUNISASI TT PADA IBU HAMIL MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Ibu Hamil Diimunisasi


No Provinsi Jumlah Ibu TT1 TT2 TT3 TT4 TT5 TT2+
Hamil Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)

1 Aceh 108.762 42.858 39,4 41.543 38,2 19.549 18,0 13.051 12,0 11.178 10,3 85.321 78,4
2 Sumatera Utara 339.255 45.958 13,5 44.835 13,2 21.542 6,3 17.915 5,3 14.074 4,1 98.366 29,0
3 Sumatera Barat 111.705 35.255 31,6 33.768 30,2 17.191 15,4 15.167 13,6 11.921 10,7 78.047 69,9
4 Riau 269.331 36.670 13,6 36.974 13,7 29.363 10,9 28.205 10,5 25.733 9,6 120.275 44,7
5 Jambi 77.682 56.256 72,4 51.630 66,5 7.255 9,3 4.610 5,9 3.248 4,2 66.743 85,9
6 Sumatera Selatan 192.518 160.394 83,3 152.103 79,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 152.103 79,0
7 Bengkulu 38.461 31.602 82,2 30.058 78,2 985 2,6 320 0,8 272 0,7 31.635 82,3
8 Lampung 185.045 55.423 30,0 54.890 29,7 24.784 13,4 22.017 11,9 18.144 9,8 119.835 64,8
9 Kep. Bangka Belitung 28.897 9.057 31,3 8.629 29,9 5.543 19,2 3.960 13,7 2.667 9,2 20.799 72,0
10 Kepulauan Riau 52.166 24.368 46,7 21.312 40,9 5.645 10,8 3.966 7,6 4.279 8,2 35.202 67,5
11 DKI Jakarta 57.435 35.339 61,5 32.011 55,7 3.257 5,7 0 0,0 0 0,0 35.268 61,4
12 Jawa Barat 1.035.942 840.867 81,2 763.981 73,7 118.913 11,5 80.003 7,7 62.682 6,1 1.025.579 99,0
13 Jawa Tengah 533.474 226.254 42,4 226.254 42,4 150.176 28,2 121.992 22,9 103.800 19,5 602.222 112,9
14 DI Yogyakarta 47.138 8.747 18,6 9.516 20,2 9.455 20,1 6.224 13,2 4.123 8,7 29.318 62,2
15 Jawa Timur 654.074 34.286 5,2 34.822 5,3 33.047 5,1 54.863 8,4 64.665 9,9 187.397 28,7
16 Banten 240.990 138.031 57,3 126.291 52,4 39.099 16,2 26.508 11,0 22.896 9,5 214.794 89,1
17 Bali 71.477 2.585 3,6 2.621 3,7 3.832 5,4 21.008 29,4 43.311 60,6 70.772 99,0
18 Nusa Tenggara Barat 117.233 109.919 93,8 108.723 92,7 0 0,0 0 0,0 0 0,0 108.723 92,7
19 Nusa Tenggara Timur 137.692 9.619 7,0 5.174 3,8 3.139 2,3 2.212 1,6 1.827 1,3 12.352 9,0
20 Kalimantan Barat 107.494 34.716 32,3 32.846 30,6 9.809 9,1 6.696 6,2 6.448 6,0 55.799 51,9
21 Kalimantan Tengah 52.826 36.502 69,1 33.185 62,8 1.500 2,8 498 0,9 246 0,5 35.429 67,1
22 Kalimantan Selatan 74.464 43.633 58,6 39.445 53,0 5.482 7,4 3.330 4,5 2.005 2,7 50.262 67,5
23 Kalimantan Timur 81.086 21.259 26,2 18.903 23,3 10.001 12,3 7.468 9,2 6.683 8,2 43.055 53,1
24 Sulawesi Utara 48.351 36.550 75,6 31.647 65,5 1.947 4,0 606 1,3 387 0,8 34.587 71,5
25 Sulawesi Tengah 609.593 18.962 3,1 17.008 2,8 329 0,1 220 0,0 141 0,0 17.698 2,9
26 Sulawesi Selatan 180.091 118.590 65,9 110.639 61,4 16.355 9,1 16.793 9,3 15.460 8,6 159.247 88,4
27 Sulawesi Tenggara 57.597 21.438 37,2 19.801 34,4 8.610 14,9 6.876 11,9 6.103 10,6 41.390 71,9
28 Gorontalo 28.758 14.714 51,2 12.342 42,9 2.078 7,2 974 3,4 922 3,2 16.316 56,7
29 Sulawesi Barat 28.102 19.262 68,5 15.653 55,7 2.331 8,3 955 3,4 1.222 4,3 20.161 71,7
30 Maluku 39.404 25.928 65,8 22.469 57,0 6.775 17,2 2.590 6,6 2.207 5,6 34.041 86,4
31 Maluku Utara 25.366 9.053 35,7 7.423 29,3 2.060 8,1 1.181 4,7 1.372 5,4 12.036 47,4
32 Papua Barat 18.092 4.930 27,2 4.051 22,4 2.863 15,8 1.913 10,6 1.533 8,5 10.360 57,3
33 Papua 55.200 1.901 3,4 1.566 2,8 252 0,5 67 0,1 70 0,1 1.955 3,5
Indonesia 5.705.702 2.310.926 40,5 2.152.113 37,7 563.167 9,9 472.188 8,3 439.619 7,7 3.627.087 63,6
Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012
Catatan : *) Jumlah ibu hamil yang diimunisasi TT2+ adalah hasil penjumlahan ibu hamil yang diimunisasi TT2, TT3, TT4, dan TT5; *) Update sampai dengan 7 Mei 2012
Lampiran 4.23

CAKUPAN IMUNISASI TT PADA WANITA USIA SUBUR


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Wanita Usia Subur Diimunisasi


No Provinsi TT1 TT2 TT3 TT4 TT5
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 Aceh 97.239 8,90 89.617 8,20 50.130 4,59 34.284 3,14 29.872 2,73
2 Sumatera Utara 77.996 4,05 71.978 3,74 110.615 5,75 29.494 1,53 24.924 1,30
3 Sumatera Barat 48.816 4,37 42.431 3,80 27.443 2,46 23.991 2,15 22.400 2,01
4 Riau 44.646 3,31 43.833 3,25 36.092 2,67 32.982 2,44 29.619 2,19
5 Jambi 77.419 10,01 64.549 8,34 9.962 1,29 5.723 0,74 4.102 0,53
6 Sumatera Selatan 168.032 87,28 159.309 82,75 t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d
7 Bengkulu 33.755 6,84 31.231 6,32 1.830 0,37 1.991 0,40 1.909 0,39
8 Lampung 76.306 3,99 63.974 3,34 32.642 1,71 28.838 1,51 24.350 1,27
9 Kep. Bangka Belitung 10.153 3,61 9.362 3,32 6.771 2,40 4.705 1,67 3.070 1,09
10 Kep. Riau 32.824 6,98 26.718 5,68 7.237 1,54 5.291 1,12 5.545 1,18
11 DKI Jakarta 49.204 25,28 47.049 24,17 16.645 8,55 27.343 14,05 35.050 18,01
12 Jawa Barat 840.867 81,17 763.981 73,75 118.913 11,48 80.003 7,72 62.682 6,05
13 Jawa Tengah 922.180 14,50 842.493 13,25 756.773 11,90 735.360 11,56 1.009.311 15,87
14 DI Yogyakarta 17.144 31,36 12.727 23,28 10.938 20,01 6.776 12,40 4.172 7,63
15 Jawa Timur 62.166 0,74 65.063 0,78 88.099 1,05 134.132 1,60 165.388 1,98
16 Banten 154.065 6,55 143.320 6,09 57.936 2,46 43.941 1,87 40.979 1,74
17 Bali 2.749 0,37 2.773 0,37 4.598 0,62 24.715 3,34 48.494 6,55
18 Nusa Tenggara Barat 109.919 11,30 108.723 11,18 t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d
19 Nusa Tenggara Timur 9.619 7,07 5.174 3,80 3.139 2,31 2.212 1,63 1.827 1,34
20 Kalimantan Barat 60.022 5,78 56.414 5,43 31.068 2,99 26.252 2,53 27.133 2,61
21 Kalimantan Tengah 42.349 7,95 36.220 6,80 1.801 0,34 711 0,13 422 0,08
22 Kalimantan Selatan 71.514 9,86 57.804 7,97 7.950 1,10 4.301 0,59 2.629 0,36
23 Kalimantan Timur 31.603 4,07 27.561 3,55 16.239 2,09 13.542 1,74 11.907 1,53
24 Sulawesi Utara 38.838 7,84 32.152 6,49 2.127 0,43 703 0,14 454 0,09
25 Sulawesi Tengah 19.136 2,60 17.220 2,34 337 0,05 227 0,03 148 0,02
26 Sulawesi Selatan 128.340 7,45 114.460 6,65 19.249 1,12 18.961 1,10 17.070 0,99
27 Sulawesi Tenggara 21.438 37,22 19.801 34,38 8.610 14,95 6.876 11,94 6.103 10,60
28 Gorontalo 15.439 6,25 12.778 5,17 2.718 1,10 1.194 0,48 1.048 0,42
29 Sulawesi Barat 19.670 7,61 15.918 6,15 2.436 0,94 963 0,37 1.244 0,48
30 Maluku 39.601 11,60 35.101 10,29 13.968 4,09 7.293 2,14 6.974 2,04
31 Maluku Utara 12.380 5,08 11.158 4,58 4.855 1,99 2.815 1,16 3.091 1,27
32 Papua Barat 6.597 3,29 6.034 3,01 4.197 2,09 2.906 1,45 2.022 1,01
33 Papua 2.000 0,31 1.642 0,26 340 0,05 128 0,02 102 0,02
Indonesia 3.344.026 8,84 3.038.568 8,03 1.455.658 3,85 1.308.653 3,46 1.594.041 4,21
Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012
Catatan : *) Update sampai dengan 7 Mei 2012
Lampiran 4.24

JUMLAH LAYANAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (PPIA)


MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN TAHUN 2011

No Provinsi Jumlah Layanan Kasus Dilayani PPIA

(1) (2) (3) (4)


1 Aceh 1 3
2 Sumatera Utara 2 449
3 Sumatera Barat 1 20
4 Riau 1 30
5 Jambi 1 2
6 Sumatera Selatan 1 11
7 Bengkulu t.a.d t.a.d
8 Lampung 1 5
9 Kepulauan Bangka Belitung 1 -
10 Kepulauan Riau 4 38
11 DKI Jakarta 7 122
12 Jawa Barat 6 153
13 Jawa Tengah 4 43
14 DI Yogyakarta 1 17
15 Jawa Timur 12 77
16 Banten 4 13
17 Bali 2 299
18 Nusa Tenggara Barat 4 5
19 Nusa Tenggara Timur 3 71
20 Kalimantan Barat 2 17
21 Kalimantan Tengah t.a.d t.a.d
22 Kalimantan Selatan 1 1
23 Kalimantan Timur 3 148
24 Sulawesi Utara 3 9
25 Sulawesi Tengah 1 2
26 Sulawesi Selatan 3 29
27 Sulawesi Tenggara 1 4
28 Gorontalo t.ad t.ad
29 Sulawesi Barat t.a.d t.a.d
30 Maluku 2 27
31 Maluku Utara 1 t.a.d
32 Papua Barat 3 20
33 Papua 14 247
Indonesia 90 1.862
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.25

LAYANAN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON (TRM)


MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN TAHUN 2011

No Provinsi Jumlah Layanan Jumlah Pasien Aktif Tahun 2011

(1) (2) (3) (4)


1 Sumatera Utara 3 162
2 Sumatera Barat 1 t.a.d
3 Riau 1 14
4 Sumatera Selatan 2 36
5 Kepulauan Riau 1 26
6 DKI Jakarta 18 1.262
7 Jawa Barat 10 227
8 Jawa Tengah 5 58
9 DI Yogyakarta 5 45
10 Jawa Timur 8 169
11 Banten 5 148
12 Bali 6 187
13 Kalimantan Barat 3 74
14 Kalimantan Timur 1 t.a.d
15 Sulawesi Selatan 5 94
Indonesia 74 2.502

Sumber: Ditjen PP & PL, Kementerian Kesehatan RI, 2012


Lampiran 4.26

CAKUPAN TB PARU BTA POSITIF, SEMBUH, PENGOBATAN LENGKAP,


DAN SUCCESS RATE (SR) MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Cakupan TB Sembuh Pengobatan Lengkap Sembuh & Success Rate


No Provinsi Pengobatan (%)
Semua Kasus BTA Pos Jumlah % Jumlah %
Lengkap
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

1 Aceh 4.592 3.670 3.207 87,4 208 5,7 3.415 93,1


2 Sumatera Utara 19.673 16.078 14.365 89,3 814 5,1 13.085 94,4
3 Sumatera Barat 6.068 4.156 3.390 81,6 314 7,6 3.715 89,1
4 Riau 4.553 2.996 1.978 66,0 323 10,8 2.170 76,8
5 Jambi 3.459 3.149 2.815 89,4 129 4,1 2.944 93,5
6 Sumatera Selatan 8.046 5.705 4.929 86,4 467 8,2 5.134 94,6
7 Bengkulu 2.083 1.784 1.418 79,5 199 11,2 1.617 90,6
8 Lampung 7.241 5.139 4.547 88,5 299 5,8 4.846 94,3
9 Kepulauan Bangka Belitung 1.500 1.130 1.004 88,8 3 0,3 1.007 89,1
10 Kepulauan Riau 1.621 917 585 63,8 111 12,1 696 75,9
11 DKI Jakarta 24.895 7.944 5.559 70,0 1.005 12,7 5.903 82,6
12 Jawa Barat 61.010 32.649 28.019 85,8 2.122 6,5 29.848 92,3
13 Jawa Tengah 37.986 19.190 15.908 82,9 937 4,9 14.732 87,8
14 DI Yogyakarta 2.450 1.193 930 78,0 79 6,6 1.009 84,6
15 Jawa Timur 37.511 23.350 19.980 85,6 1.164 5,0 20.941 90,6
16 Banten 13.877 8.018 7.082 88,3 489 6,1 7.571 94,4
17 Bali 2.942 1.449 1.072 74,0 197 13,6 1.269 87,6
18 Nusa Tenggara Barat 5.122 3.151 2.439 77,4 459 14,6 2.896 92,0
19 Nusa Tenggara Timur 5.507 3.755 2.845 75,8 286 7,6 3.131 83,4
20 Kalimantan Barat 5.797 4.634 4.213 90,9 94 2,0 4.307 92,9
21 Kalimantan Tengah 2.094 1.323 1.014 76,6 140 10,6 1.116 87,2
22 Kalimantan Selatan 4.710 3.253 2.894 89,0 151 4,6 3.045 93,6
23 Kalimantan Timur 3.848 2.210 1.621 73,3 198 9,0 1.733 82,3
24 Sulawesi Utara 4.997 4.546 4.189 92,1 127 2,8 3.877 94,9
25 Sulawesi Tengah 2.719 2.307 2.030 88,0 136 5,9 2.166 93,9
26 Sulawesi Selatan 9.633 7.820 6.825 87,3 129 1,6 6.748 88,9
27 Sulawesi Tenggara 3.445 3.185 2.731 85,7 237 7,4 2.968 93,2
28 Gorontalo 1.822 1.617 1.414 87,4 141 8,7 1.555 96,2
29 Sulawesi Barat 1.361 1.149 986 85,8 65 5,7 1.051 91,5
30 Maluku 3.199 2.175 1.578 72,6 375 17,2 1.953 89,8
31 Maluku Utara 1.176 792 375 47,3 266 33,6 641 80,9
32 Papua Barat 1.487 635 268 42,2 93 14,6 361 56,9
33 Papua 6.437 2.297 1.225 53,3 372 16,2 1.597 69,5
Indonesia 302.861 183.366 153.435 83,7 12.129 6,6 159.047 90,3
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.27

PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA PADA BALITA


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Realisasi Penemuan Penderita Pneumonia Balita


No Provinsi Pneumonia Tidak Berat Pneumonia Berat Jumlah
Jumlah %
< 1 Tahun 1-4 Tahun < 1 Tahun 1-4 Tahun < 1 Tahun 1-4 Tahun
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

1 Aceh 557 1.211 57 100 614 1.311 1.925 4,30


2 Sumatera Utara 7.408 10.670 352 388 7.760 11.058 18.818 14,55
3 Sumatera Barat 2.036 5.311 82 96 2.118 5.407 7.525 15,57
4 Riau 2.159 5.904 19 63 2.178 5.967 8.145 14,79
5 Jambi 242 720 32 29 274 749 1.023 3,33
6 Sumatera Selatan 1.364 3.660 39 63 1.403 3.723 5.126 6,89
7 Bengkulu 8.176 11.938 1.138 950 9.314 12.888 22.202 129,77
8 Lampung 358 903 13 35 371 938 1.309 1,73
9 Kep. Bangka Belitung 837 3.203 23 63 860 3.266 4.126 32,91
10 Kepulauan Riau 1.678 3.154 50 91 1.728 3.245 4.973 29,69
11 DKI Jakarta 7.440 13.364 4.980 8.788 12.420 22.152 34.572 36,34
12 Jawa Barat 56.830 106.307 2.724 2.279 59.554 108.586 168.140 39,11
13 Jawa Tengah 14.517 28.343 322 273 14.839 28.616 43.455 13,45
14 DI Yogyakarta 18.935 44.805 988 1.333 19.923 46.138 66.061 191,31
15 Jawa Timur 638 1.687 133 111 771 1.798 2.569 0,69
16 Banten 23.776 47.102 2.366 2.545 26.142 49.647 75.789 71,60
17 Bali 931 1.987 40 36 971 2.023 2.994 7,71
18 Nusa Tenggara Barat 208 364 12 39 220 403 623 1,39
19 Nusa Tenggara Timur 3.691 8.693 263 358 3.954 9.051 13.005 27,83
20 Kalimantan Barat 1.851 3.523 52 176 1.903 3.699 5.602 12,77
21 Kalimantan Tengah 419 792 188 15 607 807 1.414 6,40
22 Kalimantan Selatan 575 922 91 123 666 1.045 1.711 4,73
23 Kalimantan Timur 2.663 5.126 175 196 2.838 5.322 8.160 23,07
24 Sulawesi Utara 722 1.404 43 111 765 1.515 2.280 10,07
25 Sulawesi Tengah 2.326 5.610 258 190 2.584 5.800 8.384 31,95
26 Sulawesi Selatan 1.398 2.977 226 454 1.624 3.431 5.055 6,30
27 Sulawesi Tenggara 1.059 1.966 123 67 1.182 2.033 3.215 14,70
28 Gorontalo 12.114 17.602 1.431 1.522 13.545 19.124 32.669 314,28
29 Sulawesi Barat 2.227 2.827 302 159 2.529 2.986 5.515 47,64
30 Maluku 115 286 1 115 287 402 2,63
31 Maluku Utara 849 1.451 14 13 863 1.464 2.327 22,47
32 Papua Barat t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d
33 Papua t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d
Indonesia 178.099 343.812 16.536 20.667 194.635 364.479 559.114 23,98
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.28

JUMLAH KUNJUNGAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT


MENURUT PROVINSI TAHUN 2010

Pasien Keluar Mati


No Provinsi Pasien Keluar Hidup <48 jam ≥48 jam Lama Dirawat Hari Perawatan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 55.703 1.031 1.096 266.021 281.054
2 Sumatera Utara 44.529 874 802 202.111 226.817
3 Sumatera Barat 71.339 1.816 2.099 387.216 406.470
4 Riau 62.147 1.374 1.031 228.490 254.927
5 Jambi 39.048 834 441 145.137 157.220
6 Sumatera Selatan 122.059 3.666 3.019 644.348 671.109
7 Bengkulu 16.844 366 264 61.059 63.812
8 Lampung 74.271 1.710 1.420 259.852 297.063
9 Kepulauan Bangka Belitung 18.663 322 200 45.242 48.466
10 Kepulauan Riau 36.910 557 513 120.943 125.296
11 DKI Jakarta 215.207 2.457 4.079 987.431 1.063.569
12 Jawa Barat 206.851 2.771 2.983 843.699 927.646
13 Jawa Tengah 417.745 7.919 8.187 1.936.098 2.212.890
14 DI Yogyakarta 45.703 685 1.519 256.059 270.544
15 Jawa Timur 340.344 8.423 7.682 1.797.322 1.888.164
16 Banten 22.397 179 183 93.317 98.635
17 Bali 73.573 989 2.188 355.168 387.899
18 Nusa Tenggara Barat 26.035 374 432 72.754 75.920
19 Nusa Tenggara Timur 62.510 957 1.136 254.550 263.546
20 Kalimantan Barat 60.151 1.217 1.070 221.753 241.663
21 Kalimantan Tengah 34.715 803 532 128.043 137.640
22 Kalimantan Selatan 33.369 786 509 120.543 128.792
23 Kalimantan Timur 69.513 832 922 315.384 332.948
24 Sulawesi Utara 18.238 231 167 65.914 68.149
25 Sulawesi Tengah 5.147 117 92 21.435 29.087
26 Sulawesi Selatan 107.062 2.436 2.922 557.869 622.504
27 Sulawesi Tenggara 17.362 500 287 68.406 76.434
28 Gorontalo 0 0 0 0 0
29 Sulawesi Barat 2.648 107 68 12.388 13.318
30 Maluku 16.610 317 503 82.615 87.217
31 Maluku Utara 16.455 180 298 58.451 54.247
32 Papua Barat 7.709 77 155 26.443 29.993
33 Papua 16.488 185 223 63.740 53.364
Indonesia 2.357.345 45.092 47.022 10.699.801 11.596.403
Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.29

GROSS DEATH RATE DAN NET DEATH RATE RUMAH SAKIT


MENURUT PROVINSI TAHUN 2008 - 2010

RSU dan RSK Milik Swasta dan


Rumah Sakit Umum Milik Kemenkes dan Pemda
Pemerintah
No Provinsi Gross Death Rate (GDR) Net Death Rate (NDR) GDR per 1.000 NDR per 1.000
per 1.000 Pasien Keluar per 1.000 Pasien Keluar Pasien Keluar Pasien Keluar
2008 2009 2008 2009 2010 2010
(1) (2) (3) (4) (6) (7) (8)

1 Aceh 36 39,5 18,0 19,6 36,78 18,95


2 Sumatera Utara 54 52,0 30,0 28,5 36,27 17,36
3 Sumatera Barat 36 48,5 16,0 24,5 52,02 27,89
4 Riau 38 31,4 18,0 11,2 37,26 15,97
5 Jambi 35 25,3 11,0 8,6 31,62 10,94
6 Sumatera Selatan 48 42,9 15,0 18,4 51,92 23,45
7 Bengkulu 3 37,2 - 12,7 36,05 15,11
8 Lampung 46 41,7 20,0 18,9 40,44 18,35
9 Kep. Bangka Belitung 42 35,9 15,0 13,6 27,21 10,42
10 Kepulauan Riau - 27,5 - 13,6 28,17 13,51
11 DKI Jakarta 44 29,5 26,0 18,0 29,48 18,40
12 Jawa Barat 39 29,2 18,0 15,8 27,06 14,03
13 Jawa Tengah 45 37,8 22,0 18,6 37,12 18,87
14 DI Yogyakarta 42 39,1 21,0 23,4 46,01 31,71
15 Jawa Timur 58 49,8 28,0 24,5 45,18 21,55
16 Banten 46 27,1 22,0 13,9 15,91 8,04
17 Bali 45 35,9 24,0 19,8 41,39 28,51
18 Nusa Tenggara Barat 40 43,0 19,0 18,8 30,03 16,09
19 Nusa Tenggara Timur 31 30,9 14,0 14,9 32,40 17,58
20 Kalimantan Barat 51 35,0 15,0 16,4 36,63 17,14
21 Kalimantan Tengah 26 28,0 11,0 12,4 37,03 14,76
22 Kalimantan Selatan 44 41,5 18,0 15,7 37,36 14,68
23 Kalimantan Timur 26 21,3 13,0 9,6 24,61 12,94
24 Sulawesi Utara 30 30,6 13,0 12,6 21,36 8,96
25 Sulawesi Tengah 31 32,0 11,0 13,6 39,02 17,18
26 Sulawesi Selatan 30 31,0 12,0 14,1 47,66 25,99
27 Sulawesi Tenggara 32 40,6 16,0 18,7 43,36 15,81
28 Gorontalo t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d
29 Sulawesi Barat t.a.d 48,2 t.a.d 12,4 61,99 24,09
30 Maluku 40 33,2 29,0 12,9 47,05 28,86
31 Maluku Utara t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d 28,23 17,60
32 Papua Barat 17 19,7 9,0 10,4 29,22 19,52
33 Papua 48 36,2 35,0 18,8 24,15 13,20
Indonesia 42 36,5 19,0 18,3 37,61 19,20
Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.30

BED OCCUPANCY RATE (BOR), LENGTH OF STAY (LOS), DAN TERM OVER INTERVAL (TOI)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2008 - 2010

Tahun 209 Tahun 2010


No Provinsi
BOR LOS TOI BOR LOS TOI
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Aceh 69,0 4,7 4,4 41,53 4,60 6,84


2 Sumatera Utara 47,9 4,8 18,0 25,85 4,37 14,08
3 Sumatera Barat 48,0 4,5 8,1 47,73 5,15 5,91
4 Riau 59,9 3,8 10,0 28,86 3,54 9,73
5 Jambi 67,9 3,4 2,6 36,41 3,60 6,81
6 Sumatera Selatan 63,9 4,7 3,7 64,60 5,00 2,86
7 Bengkulu 58,8 3,9 5,6 23,28 3,49 12,04
8 Lampung 62,9 3,8 3,6 42,08 3,36 5,28
9 Kep. Bangka Belitung 82,6 3,1 12,6 32,71 2,36 5,20
10 Kepulauan Riau 53,3 3,3 5,0 25,69 3,18 9,54
11 DKI Jakarta 53,7 4,4 4,9 34,76 4,45 9,00
12 Jawa Barat 63,9 4,2 5,0 33,62 3,97 8,62
13 Jawa Tengah 62,2 4,4 4,7 40,83 4,46 7,39
14 DI Yogyakarta 49,6 5,1 9,0 45,61 5,34 6,73
15 Jawa Timur 67,9 4,9 8,6 50,36 5,04 5,22
16 Banten 61,0 4,1 11,8 34,56 4,10 8,21
17 Bali 58,6 3,6 2,0 43,63 4,63 6,53
18 Nusa Tenggara Barat 66,3 3,6 4,6 41,85 2,71 3,93
19 Nusa Tenggara Timur 57,8 3,9 5,7 46,37 3,94 4,72
20 Kalimantan Barat 70,1 5,6 3,1 31,29 3,55 8,50
21 Kalimantan Tengah 52,1 3,5 14,8 41,48 3,55 5,39
22 Kalimantan Selatan 69,3 3,7 8,3 48,40 3,48 3,96
23 Kalimantan Timur 75,9 4,2 5,0 50,73 4,43 4,54
24 Sulawesi Utara 52,4 3,6 7,7 27,42 3,54 9,68
25 Sulawesi Tengah 42,7 3,6 14,7 32,66 4,00 11,20
26 Sulawesi Selatan 63,8 4,2 3,5 59,07 4,96 3,84
27 Sulawesi Tenggara 61,6 3,9 7,2 25,38 3,77 12,38
28 Gorontalo t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d
29 Sulawesi Barat 60,6 3,9 24,8 52,13 4,39 4,33
30 Maluku 34,5 4,7 19,8 25,45 4,74 14,66
31 Maluku Utara -- -- -- 92,89 3,45 0,25
32 Papua Barat 67,9 3,4 21,0 36,68 3,33 6,52
33 Papua 59,1 4,1 36,9 96,82 3,77 0,10
Indonesia 58,7 4,3 6,3 41,15 4,37 6,77
Ket : data merupakan indikator pelayanan yang terdapat di seluruh rumah sakit milik pemerintah dan swasta baik umum maupun khusus
Lampiran 4.31

PEMERIKSAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI RUMAH SAKIT


MENURUT PROVINSI TAHUN 2010

Pengobatan
Tumpatan Tumpatan Pencabutan Pencabutan Pembersihan
Pulpa/ Pengobatan Pengobatan Prothese Prothese Prothese Bedah Jumlah
No Provinsi Gigi Gigi Gigi Gigi Karang Orthodonsi
Tumpatan Periodontal Abses Lengkap Sebagian Cekat Mulut Pemeriksaan
Tetap Sulung Tetap Sulung Gigi
Sementara
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)
1 Aceh 3.249 920 7.323 5.648 2.205 2.812 1.413 3.729 10 0 37 137 358 27.841
2 Sumatera Utara 490 117 340 727 407 364 307 269 1 6 30 1 4 3.063
3 Sumatera Barat 4.970 35.990 5.769 3.830 1.276 3.649 1.661 2.522 0 28 0 0 1.226 60.921
4 Riau 7.107 514 9.574 5.394 1.958 3.880 2.066 84 23 7 220 624 31.451
5 Jambi 1.485 1.074 1.309 1.561 662 1.583 578 1.944 1 26 0 500 955 11.678
6 Sumatera Selatan 3.132 1.248 3.298 3.420 2.108 2.246 1.465 1.186 10 115 18 70 88 18.404
7 Bengkulu 1.361 244 289 1.026 259 72 317 83 1 14 0 0 23 3.689
8 Lampung 1.939 153 2.129 3.034 888 1.462 714 639 17 275 11 27 303 11.591
9 Kep. Bangka Belitung 388 53 362 539 312 235 212 220 37 0 0 0 95 2.453
10 KeP. Riau 5.029 1.548 5.364 2.480 1.541 1.980 910 1.870 51 199 111 153 776 22.012
11 DKI Jakarta 21.301 3.447 20.057 8.630 4.754 7.030 3.914 8.381 388 997 871 6.448 2.698 88.916
12 Jawa Barat 26.887 4.007 37.607 12.821 6.627 5.948 6.917 9.503 563 1.157 1.759 1.807 3.639 119.242
13 Jawa Tengah 23.695 2.505 20.948 14.416 4.932 8.162 4.597 8.214 274 409 96 1.933 4.366 94.547
14 DI Yogyakarta 1.707 504 4.566 3.145 987 2.442 554 1.387 81 438 209 601 1.247 17.868
15 Jawa Timur 36.276 2.788 54.679 21.203 14.983 37.215 11.020 14.667 639 2.962 671 692 3.444 201.239
16 Banten 2.656 372 1.698 662 432 288 210 808 23 28 127 1.339 213 8.856
17 Bali 3.442 374 4.471 3.470 1.643 1.315 838 1.209 18 162 187 633 831 18.593
18 Nusa Tenggara Barat 344 150 424 314 192 360 617 134 0 9 0 0 0 2.544
19 Nusa Tenggara Timur 689 49 2.199 1.490 406 2.134 638 406 15 122 0 9 158 8.315
20 Kalimantan Barat 4.202 294 2.874 4.418 1.136 1.041 1.298 1.125 5 47 16 105 567 17.128
21 Kalimantan Tengah 1.380 205 2.829 1.714 879 1.498 431 580 11 28 1 2 216 9.774
22 Kalimantan Selatan 2.028 275 3.827 1.989 1.383 1.534 547 316 0 0 0 85 282 12.266
23 Kalimantan Timur 2.400 323 3.790 2.007 1.355 796 628 940 62 12 0 13 574 12.900
24 Sulawesi Utara 313 2 517 923 240 295 124 124 0 4 0 1 0 2.543
25 Sulawesi Tengah 141 20 126 220 70 43 66 11 0 0 0 0 4 701
26 Sulawesi Selatan 8.288 281 5.614 4.264 1.983 1.985 1.511 1.666 33 121 0 10 1.321 27.077
27 Sulawesi Tenggara 2.131 265 5.348 1.720 836 1.029 432 301 0 48 0 0 0 12.110
28 Gorontalo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Maluku 538 9 830 1.229 214 277 145 63 3 0 0 59 0 3.367
31 Maluku Utara 991 74 683 660 126 608 48 7 0 0 0 52 4 3.253
32 Papua Barat 302 70 308 240 92 136 131 32 0 0 0 0 18 1.329
33 Papua 245 44 959 404 258 560 318 104 0 0 0 0 50 2.942
Indonesia 169.106 57.919 210.111 113.598 55.144 92.979 44.375 64.506 2.327 7.230 4.151 14.897 24.084 858.613
Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.32

JUMLAH KUNJUNGAN PESERTA JAMKESMAS DI PUSKESMAS MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Sasaran (Kuota)
No Provinsi RJTP (Kunjungan) RITP (Orang) Rujukan (Orang)
Masyarakat Miskin
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Aceh 2.682.285 3.222.807 44.207 104.549
2 Sumatera Utara 4.124.247 2.228.574 49.008 38.595
3 Sumatera Barat 1.361.281 1.028.026 7.302 41.925
4 Riau 1.230.911 874.162 15.872 15.732
5 Jambi 784.842 263.415 2.595 14.586
6 Sumatera Selatan 2.793.317 5.535.897 8.190 14.875
7 Bengkulu 632.098 325.661 2.285 12.957
8 Lampung 3.146.184 2.407.779 9.423 55.512
9 Kepulauan Bangka Belitung 116.726 28.696 507 1.415
10 Kepulauan Riau 277.589 75.148 6.896 13.109
11 DKI Jakarta 675.718 t.a.d t.a.d t.a.d
12 Jawa Barat 10.700.175 9.039.865 201.321 897.075
13 Jawa Tengah 11.715.881 8.003.131 128.098 439.333
14 DI Yogyakarta 942.129 1.048.609 460.630 64.756
15 Jawa Timur 10.710.051 6.639.855 137.687 200.664
16 Banten 2.910.506 3.081.746 17.386 64.008
17 Bali 548.617 214.801 14.061 11.756
18 Nusa Tenggara Barat 2.028.491 2.098.753 59.597 17.326
19 Nusa Tenggara Timur 2.798.871 3.063.457 300.403 26.959
20 Kalimantan Barat 1.584.451 1.197.807 16.041 38.290
21 Kalimantan Tengah 763.556 244.927 17.740 1.537
22 Kalimantan Selatan 843.837 513.814 1.880 25.665
23 Kalimantan Timur 910.925 381.698 10.478 20.334
24 Sulawesi Utara 485.084 520.907 2.448 11.884
25 Sulawesi Tengah 851.027 564.962 7.229 12.603
26 Sulawesi Selatan 2.449.737 4.198.263 65.900 149.761
27 Sulawesi Tenggara 1.144.447 2.153.047 39.839 3.788
28 Gorontalo 431.299 366.528 2.959 10.710
29 Sulawesi Barat 473.817 345.458 2.093 3.705
30 Maluku 840.680 580.299 3.566 7.693
31 Maluku Utara 302.436 232.332 39.839 1.137
32 Papua Barat 521.558 416.531 7.039 968
33 Papua 1.943.517 893.663 8.446 3.530
Indonesia 73.726.290 61.790.618 1.690.965 2.326.737

Anak terlantar, panti jompo, masyarakat


2.673.710
yang belum memiliki KTP

Jumlah 76.400.000
Sumber : Pusat Pembiayaan & Jaminan Kesehatan Kemenkes RI, 2012
Keterangan: RJTP = Rawat Jalan Tingkat Pertama, RITP = Rawat Inap Tingkat Pertama
Lampiran 4.33

JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT JALAN TINGKAT LANJUT (RJTL)


PESERTA JAMKESMAS MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjut


No Provinsi Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan
(1) (2) (3) (4) (5)

1 Aceh 158.908 232.027 390.935


2 Sumatera Utara 141.942 152.749 294.691
3 Sumatera Barat 70.104 90.600 160.704
4 Riau 18.463 25.958 44.421
5 Jambi 18.072 21.422 39.494
6 Sumatera Selatan 64.551 80.044 144.595
7 Bengkulu 15.788 16.788 32.576
8 Lampung 42.722 49.258 91.980
9 Kepulauan Bangka Belitung 4.102 5.591 9.693
10 Kepulauan Riau 10.348 12.219 22.567
11 DKI Jakarta 38.372 47.973 86.345
12 Jawa Barat 334.899 438.130 773.029
13 Jawa Tengah 461.767 605.335 1.067.102
14 D.I.Yogyakarta 71.115 94.830 165.945
15 Jawa Timur 300.484 407.021 707.505
16 Banten 63.346 71.102 134.448
17 Bali 62.995 50.566 113.561
18 Nusa Tenggara Barat 47.798 50.617 98.415
19 NusaTenggara Timur 47.102 54.712 101.814
20 Kalimantan Barat 44.501 45.365 89.866
21 Kalimantan Tengah 9.823 10.353 20.176
22 Kalimantan Selatan 22.365 22.705 45.070
23 Kalimantan Timur 41.356 30.588 71.944
24 Sulawesi Utara 13.209 15.872 29.081
25 Sulawesi Tengah 14.176 16.457 30.633
26 Sulawesi Selatan 95.456 116.777 212.233
27 Sulawesi Tenggara 22.256 28.495 50.751
28 Gorontalo 7.310 11.824 19.134
29 Sulawesi Barat 5.667 7.298 12.965
30 Maluku 7.587 8.367 15.954
31 Maluku Utara 3.371 3.337 6.708
32 Papua Barat 33.519 40.923 74.442
33 Papua 38.517 46.921 85.438
Indonesia 2.331.991 2.912.224 5.244.215
Sumber: Pusat Pembiayaan & Jaminan Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.34

JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT INAP TINGKAT LANJUT (RITL)


PESERTA JAMKESMAS MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Rawat Inap Tingkat Lanjut


No Provinsi Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan
(1) (2) (3) (4) (5)

1 Aceh 30.602 45.087 75.689


2 Sumatera Utara 30.812 39.175 69.987
3 Sumatera Barat 11.821 18.209 30.030
4 Riau 4.186 6.472 10.658
5 Jambi 4.403 5.644 10.047
6 Sumatera Selatan 8.231 12.306 20.537
7 Bengkulu 5.762 5.565 11.327
8 Lampung 16.679 20.484 37.163
9 Kep.Bangka Belitung 777 1.057 1.834
10 Kepulauan Riau 1.548 2.422 3.970
11 DKI Jakarta 2.502 3.333 5.835
12 Jawa Barat 57.066 81.735 138.801
13 Jawa Tengah 106.094 147.492 253.586
14 D.I.Yogyakarta 12.262 17.801 30.063
15 Jawa Timur 53.749 81.751 135.500
16 Banten 12.540 14.921 27.461
17 Bali 11.620 12.397 24.017
18 Nusa Tenggara Barat 14.627 20.570 35.197
19 NusaTenggara Timur 23.652 38.770 62.422
20 Kalimantan Barat 13.650 15.061 28.711
21 Kalimantan Tengah 3.179 3.613 6.792
22 Kalimantan Selatan 4.834 5.974 10.808
23 Kalimantan Timur 9.701 7.370 17.071
24 Sulawesi Utara 3.046 3.821 6.867
25 Sulawesi Tengah 6.332 8.592 14.924
26 Sulawesi Selatan 22.750 30.078 52.828
27 Sulawesi Tenggara 6.746 10.897 17.643
28 Gorontalo 4.080 6.820 10.900
29 Sulawesi Barat 1.653 2.235 3.888
30 Maluku 2.588 4.041 6.629
31 Maluku Utara 1.576 1.799 3.375
32 Papua Barat 6.196 10.970 17.166
33 Papua 4.671 8.022 12.693
Indonesia 499.935 694.484 1.194.419
Sumber: Pusat Pembiayaan & Jaminan Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.35

JUMLAH KUNJUNGAN PESERTA JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Sasaran Jampersal Ante Natal Care (ANC) Post Natal Care (PNC) Persalinan
No Provinsi
Pasca
Ibu Hamil Ibu Bersalin Ibu Nifas K1 K4 KF1 KF2 KF3 Normal Tidak Maju
Keguguran
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)

1 Aceh 107.966 103.058 103.058 67.754 70.084 67.754 68.169 64.798 60.710 1.216 188
2 Sumatera Utara 328.621 313.684 313.684 115.045 121.060 115.045 111.485 106.521 116.476 1.258 317
3 Sumatera Barat 116.016 110.743 110.743 26.771 34.916 26.771 27.303 21.521 27.744 1.451 118
4 Riau 145.098 138.503 138.503 32.730 37.980 32.730 31.246 27.818 34.736 1.008 162
5 Jambi 72.911 69.597 69.597 19.133 21.974 19.133 17.515 16.779 12.999 572 99
6 Sumatera Selatan 174.421 166.493 166.493 46.309 60.185 46.309 42.375 37.203 53.642 338 30
7 Bengkulu 40.186 38.359 38.359 10.296 13.182 10.296 10.074 9.671 12.605 254 22
8 Lampung 174.415 166.487 166.487 64.860 71.218 64.860 75.976 58.467 69.885 1.947 179
9 Kepulauan Bangka Belitung 29.752 28.400 28.400 8.265 7.568 8.265 7.546 7.254 3.751 353 t.a.d
10 Kepulauan Riau 48.589 46.380 46.380 977 1.731 977 803 584 1.238 34 80
11 DKI Jakarta 187.417 178.898 178.898 8.423 15.840 8.423 7.088 4.397 11.390 951 t.a.d
12 Jawa Barat 917.553 875.846 875.846 239.493 241.967 239.493 214.852 175.691 246.286 13.799 2.815
13 Jawa Tengah 617.067 589.019 589.019 169.600 150.553 169.600 191.342 142.419 169.852 20.652 2.193
14 DI Yogyakarta 58.637 55.972 55.972 4.633 21.297 4.633 3.301 2.779 5.779 2.224 293
15 Jawa Timur 632.421 603.675 603.675 58.976 47.269 58.976 209.537 228.041 225.878 19.273 4.997
16 Banten 232.844 222.260 222.260 53.801 63.131 53.801 52.152 43.253 56.947 3.107 833
17 Bali 72.928 69.613 69.613 7.607 7.416 7.607 5.842 3.117 10.363 1.368 49
18 Nusa Tenggara Barat 111.130 106.079 106.079 111.977 123.082 111.977 69.335 73.114 93.014 7.095 2.809
19 Nusa Tenggara Timur 130.591 124.655 124.655 58.350 62.356 58.350 55.609 52.743 53.157 1.466 1.308
20 Kalimantan Barat 98.894 94.399 94.399 29.441 32.930 29.441 27.298 26.219 28.457 773 327
21 Kalimantan Tengah 48.426 46.225 46.225 19.519 15.642 19.519 19.042 18.320 15.929 1.147 295
22 Kalimantan Selatan 84.077 80.255 80.255 14.241 16.268 14.241 13.945 13.366 11.393 2.898 36
23 Kalimantan Timur 89.242 85.186 85.186 11.564 15.025 11.564 12.319 10.762 11.607 434 324
24 Sulawesi Utara 44.401 42.383 42.383 30.353 32.788 30.353 29.963 27.846 22.063 1.179 255
25 Sulawesi Tengah 62.360 59.525 59.525 27.240 30.052 27.240 26.404 26.077 24.812 1.656 578
26 Sulawesi Selatan 178.545 170.429 170.429 82.075 109.776 82.075 82.661 78.174 78.523 4.180 1.352
27 Sulawesi Tenggara 61.167 58.387 58.387 19.893 20.110 19.893 19.065 17.408 18.749 959 56
28 Gorontalo 23.975 22.885 22.885 29.606 11.695 29.606 28.935 27.851 11.251 619 271
29 Sulawesi Barat 30.090 28.722 28.722 15.718 13.028 15.718 13.413 11.543 13.967 208 153
30 Maluku 41.108 39.239 39.239 26.014 27.518 26.014 23.269 21.994 19.470 234 115
31 Maluku Utara 26.975 25.749 25.749 12.417 15.976 12.417 22.598 12.289 11.057 493 113
32 Papua Barat 21.184 20.221 20.221 4.267 5.002 4.267 4.219 4.008 5.492 40 23
33 Papua 51.630 49.283 49.283 39.256 22.166 39.256 39.760 37.993 33.529 96 315

Indonesia 5.060.637 4.830.609 4.830.609 1.466.604 1.540.785 1.466.604 1.564.441 1.410.020 1.572.751 93.282 20.705

Sumber: Pusat Pembiayaan & Jaminan Kesehatan Kemenkes RI, 2012


Lampiran 4.36

PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN GRATIS SELAMA 6 BULAN REFERENSI
MENURUT JENIS KARTU YANG DIGUNAKAN DAN PROVINSI TAHUN 2010
Perkotaan + Perdesaan
% Rumah Tangga yang
No Provinsi Mendapat Pelayanan Jamkesmas Kartu Sehat Surat Miskin Lainnya Jumlah
Kesehatan Gratis
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 42,14 81,01 2,87 3,97 12,15 100,00
2 Sumatera Utara 11,52 48,02 14,92 9,13 27,94 100,00
3 Sumatera Barat 21,11 61,82 8,53 5,31 24,34 100,00
4 Riau 15,77 33,91 19,18 12,23 34,68 100,00
5 Jambi 13,00 51,56 20,77 7,95 19,72 100,00
6 Sumatera Selatan 16,49 52,74 7,78 11,52 27,96 100,00
7 Bengkulu 15,42 61,64 9,76 6,10 22,50 100,00
8 Lampung 14,31 63,50 7,68 6,07 22,75 100,00
9 Kepulauan Bangka Belitung 27,75 23,67 5,35 2,04 68,93 100,00
10 Kepulauan Riau 20,03 28,97 10,30 6,06 54,67 100,00
11 DKI Jakarta 5,22 10,27 16,15 20,30 53,29 100,00
12 Jawa Barat 15,69 61,07 8,77 7,39 22,76 100,00
13 Jawa Tengah 20,14 63,12 6,95 4,47 25,46 100,00
14 DI Yogyakarta 17,49 74,43 5,37 6,18 14,02 100,00
15 Jawa Timur 14,98 63,38 7,95 6,92 21,75 100,00
16 Banten 14,55 66,07 10,22 8,01 15,70 100,00
17 Bali 19,68 26,81 4,29 6,74 62,16 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 25,43 76,30 4,78 6,29 12,64 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 45,53 84,22 4,98 3,45 7,35 100,00
20 Kalimantan Barat 21,71 72,87 4,88 7,91 14,35 100,00
21 Kalimantan Tengah 19,75 51,22 8,44 7,33 33,02 100,00
22 Kalimantan Selatan 21,58 36,08 12,95 5,10 45,88 100,00
23 Kalimantan Timur 22,21 39,51 11,93 13,89 34,67 100,00
24 Sulawesi Utara 16,11 61,44 7,92 6,60 24,04 100,00
25 Sulawesi Tengah 20,77 58,42 11,60 9,49 20,50 100,00
26 Sulawesi Selatan 29,82 49,05 5,46 6,16 39,33 100,00
27 Sulawesi Tenggara 26,18 76,53 4,60 6,39 12,47 100,00
28 Gorontalo 32,91 69,50 2,19 5,09 23,22 100,00
29 Sulawesi Barat 38,05 48,83 6,07 7,01 38,08 100,00
30 Maluku 21,74 67,70 13,42 7,05 11,83 100,00
31 Maluku Utara 25,76 29,63 19,61 5,83 44,93 100,00
32 Papua Barat 32,75 49,13 18,18 10,69 22,00 100,00
33 Papua 24,87 45,55 12,66 22,92 18,87 100,00
Indonesia 18,17 59,75 8,28 7,05 24,93 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
Lampiran 4.37

PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN GRATIS SELAMA 6 BULAN REFERENSI
MENURUT JENIS KARTU YANG DIGUNAKAN DAN PROVINSI TAHUN 2010
Perkotaan
% Rumah Tangga yang
No Provinsi Mendapat Pelayanan Jamkesmas Kartu Sehat Surat Miskin Lainnya Jumlah
Kesehatan Gratis
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 31,53 68,13 5,07 4,22 22,58 100,00
2 Sumatera Utara 12,10 49,01 13,74 6,37 30,89 100,00
3 Sumatera Barat 22,13 61,55 6,20 4,73 27,52 100,00
4 Riau 14,66 30,04 16,41 10,51 43,04 100,00
5 Jambi 15,48 49,33 16,96 5,78 27,94 100,00
6 Sumatera Selatan 17,76 49,82 6,39 6,82 36,96 100,00
7 Bengkulu 18,55 48,46 9,84 2,01 39,69 100,00
8 Lampung 22,26 64,75 6,09 3,28 25,88 100,00
9 Kepulauan Bangka Belitung 27,58 24,05 5,67 2,85 67,42 100,00
10 Kepulauan Riau 18,56 23,84 11,24 4,84 60,09 100,00
11 DKI Jakarta 5,22 10,27 16,15 20,30 53,29 100,00
12 Jawa Barat 15,23 56,53 8,57 7,42 27,47 100,00
13 Jawa Tengah 21,20 59,88 7,37 4,25 28,49 100,00
14 DI Yogyakarta 11,22 67,61 5,73 8,60 18,06 100,00
15 Jawa Timur 16,07 55,35 9,43 6,46 28,76 100,00
16 Banten 12,96 63,31 11,67 6,84 18,18 100,00
17 Bali 14,15 19,11 5,57 6,52 68,80 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 24,04 71,14 3,94 8,75 16,17 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 25,83 59,56 9,59 5,01 25,85 100,00
20 Kalimantan Barat 20,10 61,70 5,03 3,70 29,57 100,00
21 Kalimantan Tengah 16,72 40,67 14,08 5,80 39,46 100,00
22 Kalimantan Selatan 20,54 35,73 12,99 2,93 48,35 100,00
23 Kalimantan Timur 21,97 30,87 16,14 10,13 42,86 100,00
24 Sulawesi Utara 13,87 56,48 10,32 4,91 28,28 100,00
25 Sulawesi Tengah 16,50 49,79 12,06 12,76 25,38 100,00
26 Sulawesi Selatan 24,46 48,67 6,80 5,84 38,68 100,00
27 Sulawesi Tenggara 20,84 74,00 6,45 5,65 13,90 100,00
28 Gorontalo 29,18 72,19 2,59 2,75 22,47 100,00
29 Sulawesi Barat 37,74 49,65 7,19 8,23 34,93 100,00
30 Maluku 13,45 70,09 8,93 7,47 13,50 100,00
31 Maluku Utara 12,07 29,91 22,76 10,88 36,45 100,00
32 Papua Barat 23,05 42,73 11,58 14,10 31,60 100,00
33 Papua 21,08 36,98 16,24 9,55 37,24 100,00
Indonesia 16,21 53,36 9,09 6,65 30,90 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
Lampiran 4.38

PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN GRATIS SELAMA 6 BULAN REFERENSI
MENURUT JENIS KARTU YANG DIGUNAKAN DAN PROVINSI TAHUN 2010
Perdesaan
% Rumah Tangga yang
No Provinsi Mendapat Pelayanan Jamkesmas Kartu Sehat Surat Miskin Lainnya Jumlah
Kesehatan Gratis
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 46,25 84,42 2,29 3,90 9,39 100,00
2 Sumatera Utara 10,97 46,99 16,15 12,00 24,86 100,00
3 Sumatera Barat 20,47 62,01 10,10 5,69 22,20 100,00
4 Riau 16,47 36,08 20,75 13,21 29,96 100,00
5 Jambi 11,95 52,79 22,87 9,15 15,19 100,00
6 Sumatera Selatan 15,82 54,46 8,60 14,27 22,66 100,00
7 Bengkulu 14,05 69,30 9,71 8,47 12,53 100,00
8 Lampung 11,78 62,75 8,64 7,75 20,86 100,00
9 Kepulauan Bangka Belitung 27,91 23,30 5,04 1,23 70,43 100,00
10 Kepulauan Riau 27,55 46,61 7,07 10,25 36,06 100,00
11 DKI Jakarta t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d
12 Jawa Barat 16,51 68,58 9,10 7,34 14,97 100,00
13 Jawa Tengah 19,30 65,98 6,57 4,66 22,78 100,00
14 DI Yogyakarta 30,96 79,73 5,09 4,30 10,87 100,00
15 Jawa Timur 14,04 71,32 6,49 7,39 14,80 100,00
16 Banten 18,08 70,47 7,91 9,88 11,73 100,00
17 Bali 28,51 32,90 3,28 6,91 56,91 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 26,43 79,67 5,32 4,68 10,33 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 50,29 87,28 4,41 3,26 5,05 100,00
20 Kalimantan Barat 22,39 77,08 4,82 9,49 8,61 100,00
21 Kalimantan Tengah 21,29 55,42 6,19 7,93 30,45 100,00
22 Kalimantan Selatan 22,32 36,30 12,93 6,52 44,25 100,00
23 Kalimantan Timur 22,61 53,39 5,16 19,91 21,53 100,00
24 Sulawesi Utara 17,99 64,67 6,36 7,70 21,28 100,00
25 Sulawesi Tengah 22,14 60,49 11,49 8,70 19,33 100,00
26 Sulawesi Selatan 32,82 49,21 4,90 6,29 39,60 100,00
27 Sulawesi Tenggara 28,22 77,25 4,08 6,60 12,07 100,00
28 Gorontalo 34,87 68,31 2,02 6,12 23,56 100,00
29 Sulawesi Barat 38,14 48,60 5,75 6,67 38,98 100,00
30 Maluku 27,02 66,94 14,84 6,92 11,29 100,00
31 Maluku Utara 31,04 29,59 19,14 5,07 46,20 100,00
32 Papua Barat 36,85 50,82 19,93 9,79 19,46 100,00
33 Papua 26,17 47,90 11,68 26,60 13,82 100,00
Indonesia 20,10 64,84 7,63 7,36 20,17 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
Lampiran 4.39

PERSENTASE KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN DI SELURUH INDONESIA


BULAN DESEMBER 2011

Ketersediaan Ketersediaan
No Nama Obat Kemasan Kebutuhan Ketersediaan No Nama Obat Kemasan Kebutuhan Ketersediaan
(%) (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Alopurinol tablet 100 mg 100 tablet/strip/blister, kotak 8.551.907 8.049.560 94 37 Etakridin larutan 0,1% Botol 300 ml 2.216.258 1.997.868 90
2 Aminofilin tablet 200 mg 100 tablet / botol 6.785.351 6.148.063 91 38 Fenitoin Natriun injeksi 50 mg/ml ampul @ 2 ml 1.257.334 1.246.561 99
3 Aminofilin injeksi 24 mg/ml 30 ampul / kotak 270.250 231.189 86 39 Fenobarbital injeksi I.m/I.v 50 mg/ml 30 ampul / kotak 890.196 742.931 83
4 Amitripilin tablet salut 25 mg (HCL) 100 tablet/strip/blister , kotak 1.160.835 1.006.792 87 40 Fenobarbital tablet 30 mg 1.000 tablet / botol 6.766.624 6.125.670 91
5 Amoksisilin kapsul 250 mg 120 kapsul/strip/blister, kotak 28.591.389 25.896.913 91 41 Fenoksimetil Penisilin tablet 250 mg 100 tablet / kotak 623.494 519.345 83
6 Amoksisilin kaplet 500 mg 100 kaplet/strip, kotak 134.802.623 112.253.433 83 42 Fenoksimetil Penisilin tablet 500 mg 100 tablet / kotak 606.940 511.007 84
7 Amoksisilin sirup kering 125 mg/ 5 mg Botol 60 ml 53.920.312 46.534.437 86 43 Fenol Gliserol tetes telinga 10% 24 btl @ 5 ml / kotak 653.147 524.689 80
8 Metampiron tablet 500 mg 1.000 tablet / botol 47.147.417 38.382.627 81 44 Fitomenadion (Vit. K1) injeksi 10 mg/ml 30 ampul / kotak 846.200 676.645 80
9 Metampiron injeksi 250 mg 30 ampul / kotak 2.734.559 2.403.309 88 45 Fitomenadion (Vit. K1) tablet salut gula 10 mg 100 tablet / botol 3.261.298 2.751.489 84
10 Antasida DOEN I tablet kunyah, kombinasi: Aluminium Botol 1.000 tablet 55.806.774 53.459.577 96 46 Furosemid tablet 40 mg ktk 20 x 10 tablet 3.145.964 2.810.024 89
Hidroksida 200 mg + Magnesium Hidroksida 200 mg
11 Anti Bakteri DOEN saleb kombinasi: Basitrasin 500 25 tube @ 5 g / kotak 2.055.339 1.908.022 93 47 Gameksan lotion 1 % Botol 30 ml 891.672 751.948 84
IU/g + polimiksin 10.000 IU/g
12 Antihemoroid DOEN kombinasi: Bismut Subgalat 150 10 supp / kotak 885.077 806.496 91 48 Garam Oralit I serbuk kombinasi Natrium 0,70 g , 100 kantong/kotak tahan 8.739.343 7.628.905 87
mg + Heksaklorofen 250 mg Kalium Klorida 0,30 g, Trinatrium Sitrat Dihidrat 0,58 g lembab
13 Antifungi DOEN kombinasi: Asam Benzoat 6% + 24 pot @ 30 g / kotak 2.744.440 2.617.879 95 49 Gentian Violet larutan 1 % Botol 10 ml 4.344.808 3.987.965 92
Asam Salisilat 3%
14 Antimigren : Ergotamin Tartrat 1 mg + Kofein 50 mg 100 tablet / botol 1.289.585 1.187.264 92 50 Glibenklamida tablet 5 mg 100 tablet / kotak 8.336.364 7.016.176 84
15 Antiparkinson DOEN tablet kombinasi : Karbidopa 25 ktk 10 x 10 tablet 538.462 488.360 91 51 Gliseril Guaiakolat tablet 100 mg 1.000 tablet / botol 56.616.996 51.212.710 90
mg + Levodopa 250 mg
16 Aqua Pro Injeksi Steril, bebas pirogen 10 vial @20 ml / kotak 1.138.976 1.030.472 90 52 Gliserin btl 100 ml 162.582 143.571 88
17 Asam Askorbat (Vitamin C) tablet 50 mg 1.000 tablet / botol 40.693.688 38.945.269 96 53 Glukosa larutan infus 5% btl 500 ml 7.187.881 6.540.657 91
18 Asam Asetisalisilat tablet 100 mg (Asetosal) ktk 10 x 10 tablet 505.007 466.849 92 54 Glukosa larutan infus 10% btl 500 ml 1.505.774 1.320.693 88
19 Asam Asetisalisilat tablet 500 mg (Asetosal) ktk 10 x 10 tablet 1.984.709 1.886.592 95 55 Glukosa larutan infus 40% steril (produk lokal) 10 amp @ 25 ml, kotak 267.963 235.398 88
20 Atropin Sulfat tablet 0,5 mg 500 tablet / botol 1.649.999 1.556.944 94 56 Griseofulvin tablet 125 mg, micronized ktk 10 x 10 tablet 9.273.467 8.495.004 92
21 Atropin tetes mata 0,5% 24 btl @ 5 ml / kotak 271.605 269.234 99 57 Haloperidol tablet 0,5 mg ktk 10 x 10 tablet 411.875 388.772 94
22 Atropin injeksi l.m/lv/s.k. 0,25 mg/mL - 1 mL (sulfat) 30 ampul / kotak 3.135.847 2.500.101 80 58 Haloperidol tablet 1,5 mg ktk 10 x 10 tablet 881.990 776.389 88
23 Betametason krim 0,1 % 25 tube @ 5 g / kotak 1.467.643 1.292.728 88 59 Haloperidol tablet 5 mg ktk 10 x 10 tablet 331.976 300.701 91
24 Deksametason injeksi I.v. 5 mg/ml 100 ampul /kotak 1.657.432 1.445.406 87 60 Hidroklorotiazida tablet 25 mg 1.000 tablet / botol 10.906.392 9.424.445 86
25 Deksametason tablet 0,5 mg 1.000 tablet / botol 92.741.669 84.448.787 91 61 Hidrokortison krim 2,5% 24 tube @ 5 g / kotak 3.666.430 3.221.922 88
26 Dekstran 70-larutan infus 6% steril Botol 500 ml 385.421 327.417 85 62 Ibuprofen tablet 200 mg 100 tablet / botol 11.899.307 10.367.668 87
27 Dekstrometorfan sirup 10 mg/5 ml (HBr) Botol 60 ml 23.717.274 21.465.236 91 63 Ibuprofen tablet 400 mg ktk 10 x 10 tablet 24.954.922 20.792.794 83
28 Dekstrometorfan tablet 15 mg (HBr) 1.000 tablet / botol 36.455.619 33.814.710 93 64 Isosorbid Dinitrat tablet sublingual 5 mg ktk 10 x 10 tablet 2.774.797 2.412.438 87
29 Diazepam Injeksi 5mg/ml 30 ampul / kotak 301.653 230.154 76 65 Kalsium Laktat (Kalk) tablet 500 mg 1.000 tablet / botol 48.978.656 42.583.955 87
30 Diazepam tablet 2 mg 1.000 tablet / botol 25.271.795 22.783.564 90 66 Kaptopril tablet 12,5 mg ktk 10 x 10 tablet 8.360.181 7.129.827 85
31 Diazepam tablet 5 mg 250 tablet / botol 1.544.883 1.326.714 86 67 Kaptopril tablet 25 mg ktk 10 x 10 tablet 24.777.046 23.791.926 96
32 Difenhidramin injeksi I.M. 10 mg/ml (HCL) 30 ampul / kotak 2.374.355 1.814.906 76 68 Karbamazepim tablet 200 mg ktk 10 x 10 tablet 1.081.286 944.743 87
33 Digoksin tablet 0,25 mg 100 tablet / kotak 2.416.721 1.783.608 74 69 Ketamin injeksi 10 mg/ml 10 vial @ 20 ml, kotak 202.451 181.661 90
34 Efedrin tablet 25 mg (HCL) 1.000 tablet / botol 14.113.236 12.789.504 91 70 Klofazimin kapsul 100 mg microzine 100 kapsul / botol 1.461.402 1.439.252 98
35 Ekstrak Belladona tablet 10 mg 1.000 tablet / botol 7.298.904 6.237.516 85 71 Kloramfenikol kapsul 250 mg 250 kapsul / botol 27.637.611 24.279.309 88
36 Epinefrin (Adrenalin) injeksi 0,1% (sebagai HCL) 30 ampul /kotak 661.976 537.617 81 72 Kloramfenikol tetes telinga 3 % 24 botol @ 5 ml / kotak 2.597.998 2.098.757 81

Sumber: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, Kemenkes RI, 2012


Lampiran 4.40

PERSENTASE KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN DI SELURUH INDONESIA


BULAN DESEMBER 2011

Ketersediaan Ketersediaan
No Nama Obat Kemasan Kebutuhan Ketersediaan No Nama Obat Kemasan Kebutuhan Ketersediaan
(%) (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (1) (2) (3) (4) (5) (6)
73 Klorfeniramin Maleat (CTM) tablet 4 mg 1.000 tablet / botol 118.244.020 108.424.300 92 109 Povidon Iodida larutan 10 % Botol 30 ml 3.109.389 2.842.564 91
74 Klorpromazin injeksi i.m 5 mg/ml-2ml (HCL) 30 ampul / kotak 405.040 391.195 97 110 Povidon Iodida larutan 10 % Botol 300 ml 1.935.411 1.712.224 88
75 Klorpromazin injeksi i.m 25 mg/ml (HCL) 30 ampul / kotak 163.702 152.823 93 111 Prednison tablet 5 mg 1.000 tablet / botol 63.117.211 57.173.592 91
76 Klorpromazin tablet salut 25 mg (HCL) 1.000 tablet / botol 702.320 578.863 82 112 Primakuin tablet 15 mg 1.000 tablet / botol 1.897.705 1.625.488 86
77 Klorpromazin HCl tablet salut 100 mg (HCL) 1.000 tablet / botol 1.855.256 1.329.747 72 113 Propiltiourasil tablet 100 mg 100 tablet / botol 1.311.239 1.043.697 80
Anti Malaria DOEN kombinasi Pirimetamin 25 mg +
78 100 tablet / kotak 1.736.825 1.455.483 84 114 Propanol tablet 40 mg (HCL) 100 tablet / botol 2.745.337 2.559.606 93
Sulfadoksin 500 mg
Kotrimoksazol Suspensi kombinasi : Sulfametoksazol
79 botol 60 ml 38.761.251 36.997.718 95 115 Reserpin tablet 0,10 mg 250 tablet / botol 2.764.159 2.499.434 90
200 mg + Trimetoprim 40 mg/ 5 ml
Kotrimoksazol DOEN I (dewasa) kombinasi:
80 ktk 10 x 10 tablet 37.124.662 31.171.839 84 116 Reserpin tablet 0,25 mg 1.000 tablet /botol 5.446.174 4.367.765 80
Sulfametoksazol 400 mg, Trimetoprim 80 mg
Kotrimoksazol DOEN II (pediatrik) kombinasi:
81 ktk 10 x 10 tablet 4.466.612 4.112.939 92 117 Ringer Laktat larutan infus btl 500 ml 18.579.917 18.332.232 99
Sulfametoksazol 100 mg, Trimetoprim 20 mg
Salep 2-4, kombinasi: Asam Salisilat 2% + Belerang
82 Kuinin (Kina) tablet 200 mg ktk 60 tablet 976.507 764.950 78 118 24 pot @ 30 g / kotak 2.026.650 1.947.991 96
endap 4%
83 Kuinin Dihidroklorida injeksi 25%-2 ml 30 ampul / kotak 193.037 143.152 74 119 Salisil bedak 2% 50 gram / kotak 12.416.968 11.704.485 94

84 Lidokain injeksi 2% (HCL) + Epinefrin 1 : 80.000-2 ml 30 vial / kotak 2.734.233 2.244.957 82 120 Serum Anti Bisa Ular Polivalen injeksi 5 ml (ABU I) 10 vial / kotak 750.723 630.721 84

85 Magnesium Sulfat injeksi (IV) 20%-25 ml 10 vial / kotak 123.241 107.748 87 121 Serum Anti Bisa Ular Polivalen injeksi 50 ml (ABU II) 1 vial / kotak 3.856 2.832 73
86 Magnesium Sulfat injeksi (IV) 40%-25 ml 10 vial / kotak 94.076 82.075 87 122 Serum Anti Difteri injeksi 20.000 IU/vial (A.D.S.) 10 vial / kotak 2.542.110 2.015.550 79
87 Magnesium Sulfat serbuk 30 gram 10 sase @ 30 gr / kotak 113.839 106.519 94 123 Serum Anti Tetanus injeksi 1.500 IU/ampul (A.T.S.) 10 ampul / kotak 768.798 487.331 63
88 Mebendazol sirup 100 mg / 5 ml Botol 30 ml 384.662 353.744 92 124 Serum Anti Tetanus injeksi 20.000 IU/vial (A.T.S.) 10 vial / kotak 1.175.676 1.109.061 94
89 Mebendazol tablet 100 mg ktk 5 x 6 tablet 664.460 592.427 89 125 Sianokobalamin (Vitamin B12) injeksi 500 mcg 100 ampul / kotak 3.048.868 2.874.193 94
Metilergometrin Maleat (Metilergometrin) tablet salut
90 ktk 10 x 10 tablet 6.276.528 5.320.749 85 126 Sulfasetamida Natrium tetes mata 15 % ktk 24 btl @ 5 ml 1.421.062 1.148.256 81
0,125 mg
91 Metilergometrin Maleat injeksi 0,200 mg -1 ml 30 ampul / kotak 915.477 824.440 90 127 Tetrakain HCL tetes mata 0,5% ktk 24 btl @ 5 ml 1.326.662 1.004.680 76
92 Metronidazol tablet 250 mg 100 tablet / kotak 14.637.739 13.905.553 95 128 Tetrasiklin kapsul 250 mg 1.000 kapsul / botol 23.069.009 20.852.700 90
93 Natrium Bikarbonat tablet 500 mg 1.000 tablet / botol 11.830.517 10.287.752 87 129 Tetrasiklin kapsul 500 mg ktk 10 x 10 kapsul 4.586.525 4.186.853 91
94 Natrium Fluoresein tetes mata 2 % 24 botol @ 5 ml / kotak 955.665 914.704 96 130 Tiamin (vitamin B1) injeksi 100 mg/ml ktk 30 amp @ 1 ml 1.591.633 1.565.763 98
95 Natrium Klorida larutan infus 0,9 % Botol / plastik 500 ml 3.180.697 2.628.637 83 131 Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg (HCL/Nitrat) 1.000 tablet / botol 64.201.517 59.311.228 92
96 Natrium Thiosulfat injeksi I.v. 25 % ktk 10 amp @ 10 ml 812.652 769.611 95 132 Tiopental Natrium serbuk injeksi 1000 mg/amp Ampul @ 10 ml 65.554 50.497 77
97 Nistatin tablet salut 500.000 IU/g ktk 10 x 10 tablet salut 521.661 444.725 85 133 Triheksifenidil tablet 2 mg ktk 10 x 10 tablet 1.491.918 1.185.360 79
98 Nistatin Vaginal tablet salut 100.000 IU/g ktk 10 x 10 tablet Vaginal 886.078 692.272 78 134 Vaksin Rabies Vero 1 kuur / set 372.106 341.666 92
99 Obat Batuk Hitam ( O.B.H.) Botol 100 ml 28.227.179 25.690.643 91 135 Vitamin B Kompleks tablet 1.000 tablet / botol 85.292.284 71.187.402 83
100 Oksitetrasiklin HCL salep mata 1 % 25 tube @ 3,5 g / kotak 2.346.931 2.068.615 88 VAKSIN
101 Oksitetrasiklin injeksi I.m. 50 mg/ml-10 ml 10 vial / kotak 491.460 429.587 87 136 BCG 1.101.710 1.063.542 97
102 Oksitosin injeksi 10 UI/ml-1 ml 30 ampul / kotak 2.591.294 2.199.942 85 137 T T 296.150 238.433 81
103 Paracetamol sirup 120 mg / 5 ml Botol 60 ml 47.219.120 45.475.697 96 138 D T 573.220 329.610 58
104 Paracetamol tablet 100 mg 100 tablet / botol 3.467.807 3.042.248 88 139 CAMPAK 10 Dosis 1.412.921 1.622.847 115
105 Paracetamol tablet 500 mg 1000 tablet / botol 122.881.960 112.792.644 92 140 POLIO 10 Dosis 2.816.890 1.942.099 69
106 Pilokarpin tetes mata 2 % (HCL/Nitrat) botol @ 5 ml 914.892 825.241 90 141 DTP-HB 2.237.720 1.689.818 76
107 Pirantel tablet Score (base) 125 mg ktk 30 x 2 score 3.743.392 3.455.327 92 142 HEPATITIS B 0,5 ml ADS 1.472.960 1.384.062 94
108 Piridoksin (Vitamin B6) tablet 10 mg (HCL) 1000 tablet / botol 60.545.338 59.750.478 99 143 POLIO 20 Dosis 1.061.000 12.520 1
144 CAMPAK 20 Dosis 1.022.180 11.890 1
Sumber: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.41

ANGKA KEMATIAN JEMAAH HAJI PER 1.000 JEMAAH


DAN PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN PEMERIKSAAN
DAN PEMBINAAN KESEHATAN HAJI SESUAI STANDAR MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Persentase Kab/Kota Melaksanakan


Angka Kematian Jemaah
No Provinsi Pemeriksaan dan Pembinaan Kesehatan
Haji per 1.000 Jemaah
Haji Sesuai Standar (%)
(1) (2) (3) (4)
1 Aceh 3,43 52,17
2 Sumatera Utara 2,41 39,39
3 Sumatera Barat 2,34 52,63
4 Riau 3,69 58,33
5 Jambi 4,43 63,64
6 Sumatera Selatan 3,13 60,00
7 Bengkulu 1,14 50,00
8 Lampung 3,04 64,29
9 Kepulauan Bangka Belitung 3,31 100,00
10 Kepulauan Riau 0,00 57,14
11 DKI Jakarta 2,19 83,33
12 Jawa Barat 1,61 100,00
13 Jawa Tengah 2,76 100,00
14 DI Yogyakarta 1,92 100,00
15 Jawa Timur 2,22 100,00
16 Banten 1,98 100,00
17 Bali 3,55 33,33
18 Nusa Tenggara Barat 2,98 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 5,15 9,52
20 Kalimantan Barat 3,18 35,71
21 Kalimantan Tengah 1,14 14,29
22 Kalimantan Selatan 2,05 61,54
23 Kalimantan Timur 1,69 35,71
24 Sulawesi Utara 2,43 13,33
25 Sulawesi Tengah 5,45 27,27
26 Sulawesi Selatan 1,67 62,50
27 Sulawesi Tenggara 4,42 16,67
28 Gorontalo 1,91 33,33
29 Sulawesi Barat 4,69 40,00
30 Maluku 0,00 18,18
31 Maluku Utara 5,86 33,33
32 Papua Barat 1,16 18,18
33 Papua 0,76 6,90
Indonesia 2,38 54,33
Sumber: Pusat Kesehatan Haji, Setjen, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 4.42

JUMLAH KABUPATEN/KOTA MELAKSANAKAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL,


ALTERNATIF, DAN KOMPLEMENTER MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN TAHUN 2011

Jumlah Kabupaten/Kota Persentase Kabupaten/Kota Jumlah Puskesmas


No Provinsi Jumlah Kabupaten/Kota
Melaksanakan Pelayanan Melaksanakan Pelayanan Melaksanakan Pelayanan

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


1 Aceh 23 2 8,7 4
2 Sumatera Utara 33 2 6,1 5
3 Sumatera Barat 19 4 21,1 8
4 Riau 12 4 33,3 8
5 Jambi 11 3 27,3 6
6 Sumatera Selatan 15 3 20,0 6
7 Bengkulu 10 2 20,0 6
8 Lampung 14 3 21,4 6
9 Kepulauan Bangka Belitung 7 3 42,9 6
10 Kepulauan Riau 7 3 42,9 7
11 DKI Jakarta 6 5 83,3 14
12 Jawa Barat 26 6 23,1 12
13 Jawa Tengah 35 8 22,9 18
14 DI Yogyakarta 5 3 60,0 7
15 Jawa Timur 38 4 10,5 9
16 Banten 8 4 50,0 11
17 Bali 9 3 33,3 6
18 Nusa Tenggara Barat 10 3 30,0 8
19 Nusa Tenggara Timur 21 2 9,5 4
20 Kalimantan Barat 14 2 14,3 4
21 Kalimantan Tengah 14 2 14,3 4
22 Kalimantan Selatan 13 2 15,4 4
23 Kalimantan Timur 14 2 14,3 4
24 Sulawesi Utara 15 2 13,3 7
25 Sulawesi Tengah 11 2 18,2 4
26 Sulawesi Selatan 24 4 16,7 8
27 Sulawesi Tenggara 12 3 25,0 6
28 Gorontalo 6 2 33,3 4
29 Sulawesi Barat 5 3 60,0 7
30 Maluku 11 2 18,2 4
31 Maluku Utara 9 1 11,1 2
32 Papua Barat 11 1 9,1 2
33 Papua 29 2 6,9 4
Indonesia 497 97 19,5 215
Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.1

JUMLAH PUSKESMAS DAN RASIONYA TERHADAP PENDUDUK


MENURUT PROVINSI TAHUN 2007 - 2011

Rasio Puskesmas
No Provinsi Jumlah Puskesmas per 100.000 Penduduk
2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 311 301 309 315 325 7,36 7,01 7,08 7,01 7,14
2 Sumatera Utara 463 495 500 506 542 3,61 3,80 3,77 3,90 4,13
3 Sumatera Barat 228 227 242 246 254 4,85 4,77 5,01 5,08 5,17
4 Riau 156 183 176 193 203 3,08 3,53 3,32 3,48 3,54
5 Jambi 148 158 163 169 174 5,40 5,67 5,75 5,47 5,49
6 Sumatera Selatan 259 278 284 293 304 3,69 3,90 3,93 3,93 4,01
7 Bengkulu 140 142 167 170 178 8,66 8,65 10,02 9,91 10,21
8 Lampung 248 253 264 265 269 3,40 3,42 3,52 3,48 3,49
9 Kepulauan Bangka Belitung 51 50 55 58 58 4,61 4,45 4,83 4,74 4,60
10 Kepulauan Riau 51 59 61 66 67 3,66 4,06 4,03 3,93 3,80
11 DKI Jakarta 341 351 339 341 341 3,76 3,84 3,68 3,55 3,50
12 Jawa Barat 1.002 999 1.008 1.028 1.045 2,48 2,44 2,43 2,39 2,38
13 Jawa Tengah 871 842 849 867 867 2,69 2,58 2,58 2,68 2,67
14 DI Yogyakarta 117 120 119 121 121 3,41 3,46 3,40 3,50 3,47
15 Jawa Timur 929 940 944 946 955 2,52 2,53 2,53 2,52 2,53
16 Banten 180 194 196 217 225 1,91 2,02 2,00 2,04 2,06
17 Bali 112 114 114 114 114 3,22 3,24 3,21 2,93 2,87
18 Nusa Tenggara Barat 134 142 145 150 152 3,12 3,25 3,27 3,33 3,34
19 Nusa Tenggara Timur 253 278 288 309 342 5,69 6,13 6,23 6,60 7,16
20 Kalimantan Barat 211 224 229 231 234 5,05 5,27 5,30 5,25 5,28
21 Kalimantan Tengah 163 169 169 174 179 8,04 8,21 8,10 7,87 7,95
22 Kalimantan Selatan 204 214 213 214 224 6,01 6,21 6,09 5,90 6,06
23 Kalimantan Timur 192 205 207 217 215 6,35 6,62 6,54 6,11 5,83
24 Sulawesi Utara 142 144 159 170 170 6,49 6,52 7,13 7,49 7,40
25 Sulawesi Tengah 145 144 165 160 173 6,05 5,91 6,65 6,07 6,44
26 Sulawesi Selatan 374 395 395 416 422 4,86 5,06 4,99 5,18 5,19
27 Sulawesi Tenggara 153 208 223 233 249 7,53 10,02 10,53 10,44 10,93
28 Gorontalo 55 73 75 76 86 5,73 7,51 7,62 7,31 8,09
29 Sulawesi Barat 66 70 77 81 86 6,49 6,78 7,35 6,99 7,23
30 Maluku 142 153 135 156 170 10,91 11,58 10,08 10,17 10,79
31 Maluku Utara 64 91 96 100 115 6,78 9,48 9,85 9,63 10,82
32 Papua Barat 83 96 105 106 126 11,59 13,15 14,12 13,94 15,99
33 Papua 246 236 266 297 336 12,20 11,48 12,68 10,48 11,26
Indonesia 8.234 8.548 8.737 9.005 9.321 3,61 3,65 3,74 3,79 3,86
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.2

JUMLAH PUSKESMAS PERAWATAN DAN PUSKESMAS NON PERAWATAN


MENURUT PROVINSI TAHUN 2007 - 2011

Jumlah Puskesmas Perawatan Jumlah Puskesmas Non Perawatan


No Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 Aceh 125 66 115 116 137 186 235 194 199 188
2 Sumatera Utara 122 144 129 140 153 341 351 371 366 389
3 Sumatera Barat 84 68 81 85 86 144 159 161 161 168
4 Riau 49 45 51 53 55 107 138 125 140 148
5 Jambi 59 51 56 59 62 89 107 107 110 112
6 Sumatera Selatan 86 77 80 82 86 173 201 204 211 218
7 Bengkulu 35 35 37 39 43 105 107 130 131 135
8 Lampung 80 37 51 58 60 168 216 213 207 209
9 Kepulauan Bangka Belitung 19 14 20 18 19 32 36 35 40 39
10 Kepulauan Riau 17 24 24 26 26 34 35 37 40 41
11 DKI Jakarta 50 54 51 52 52 291 297 288 289 288
12 Jawa Barat 150 140 171 237 220 852 859 837 791 826
13 Jawa Tengah 269 232 234 252 265 602 610 615 615 602
14 DI Yogyakarta 38 41 41 42 40 79 79 78 79 81
15 Jawa Timur 365 392 365 396 400 564 548 579 550 556
16 Banten 34 42 46 50 53 146 152 150 167 173
17 Bali 23 24 27 28 28 89 90 87 86 86
18 Nusa Tenggara Barat 58 86 80 81 84 76 56 65 69 68
19 Nusa Tenggara Timur 111 69 93 110 123 142 209 195 199 219
20 Kalimantan Barat 71 82 94 93 94 140 142 135 138 141
21 Kalimantan Tengah 54 47 55 69 69 109 122 114 105 110
22 Kalimantan Selatan 40 42 46 48 48 164 172 167 166 176
23 Kalimantan Timur 82 96 100 93 94 110 109 107 124 121
24 Sulawesi Utara 65 66 72 84 85 77 78 87 86 85
25 Sulawesi Tengah 64 67 63 68 72 81 77 102 92 101
26 Sulawesi Selatan 189 168 205 208 218 185 227 190 208 203
27 Sulawesi Tenggara 48 63 69 70 74 105 145 154 163 175
28 Gorontalo 18 17 22 23 23 37 56 53 53 63
29 Sulawesi Barat 24 22 31 35 35 42 48 46 46 51
30 Maluku 59 29 48 56 56 83 124 87 100 114
31 Maluku Utara 30 27 27 27 28 34 64 69 73 87
32 Papua Barat 33 26 36 36 39 50 70 69 70 87
33 Papua 132 45 84 86 92 114 191 182 211 242
Indonesia 2.683 2.438 2.704 2.920 3.019 5.551 6.110 6.033 6.085 6.302
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Ditjen. Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.3

JUMLAH PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT DENGAN PELAYANAN PENGEMBANGAN


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Puskesmas Rumah Sakit


No Provinsi Pelayanan
Pelayanan Obstetrik
Pelayanan Obstetrik Kesehatan
Upaya Kesehatan dan Neonatal
Jumlah dan Neonatal Pelayanan Kesehatan Upaya Kesehatan Tradisional,
Upaya Kesehatan Kerja Tradisional, Alternatif Emergensi
Puskesmas Emergensi Dasar Peduli Remaja (PKPR) Olahraga Alternatif dan
dan Komplementer Komprehensif
(PONED) Komplementer
(PONEK)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Aceh 325 63 69 0 0 4 17 1
2 Sumatera Utara 542 95 138 16 0 5 25 2
3 Sumatera Barat 254 77 114 0 8 8 13 1
4 Riau 203 42 143 17 0 8 14 1
5 Jambi 174 45 38 0 0 6 12 1
6 Sumatera Selatan 304 94 72 16 8 6 16 1
7 Bengkulu 178 38 47 0 0 6 7 1
8 Lampung 269 64 25 16 8 6 10 1
9 Kepulauan Bangka Belitung 58 13 48 0 8 7 4 1
10 Kepulauan Riau 67 21 12 19 0 7 7 1
11 DKI Jakarta 341 17 33 19 16 14 10 4
12 Jawa Barat 1.045 153 368 52 43 12 32 1
13 Jawa Tengah 867 210 203 53 8 18 37 1
14 DI Yogyakarta 121 55 55 0 8 7 6 1
15 Jawa Timur 955 253 271 70 53 9 41 5
16 Banten 225 54 110 35 12 11 5 1
17 Bali 114 55 56 16 8 7 9 2
18 Nusa Tenggara Barat 152 48 40 0 0 8 6 1
19 Nusa Tenggara Timur 342 69 77 0 0 4 6 1
20 Kalimantan Barat 234 25 70 16 7 4 9 1
21 Kalimantan Tengah 179 36 31 16 0 4 12 1
22 Kalimantan Selatan 224 58 52 19 8 4 14 1
23 Kalimantan Timur 215 70 35 16 7 4 9 1
24 Sulawesi Utara 170 51 32 0 5 7 7 2
25 Sulawesi Tengah 173 60 29 0 4 4 10 1
26 Sulawesi Selatan 422 83 72 16 6 8 20 1
27 Sulawesi Tenggara 249 44 48 0 0 6 7 3
28 Gorontalo 86 19 24 0 0 4 3 1
29 Sulawesi Barat 86 36 32 0 0 7 3 1
30 Maluku 170 32 34 0 0 5 3 3
31 Maluku Utara 115 19 11 0 0 2 4 1
32 Papua Barat 126 19 21 0 0 2 3 1
33 Papua 336 19 19 0 0 4 7 1
Indonesia 9.321 2.037 2.429 412 217 218 388 47
Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012
Catatan: PONED = Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
PONEK = Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
Lampiran 5.4

JUMLAH RUMAH SAKIT DI INDONESIA


MENURUT PENGELOLA DAN PROVINSI TAHUN 2011

Rumah Sakit Publik Rumah Sakit Privat

Kemenkes/Pemda TNI/POLRI Kementerian Lain Swasta Non Profit Swasta BUMN Semua RS
No Provinsi
RS RS RS RS RS RS RS RS RS RS RS RS RS RS
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Umum Khusus Umum Khusus Umum Khusus Umum Khusus Umum Khusus Umum Khusus Umum Khusus
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23)

1 Aceh 22 4 26 4 0 4 0 0 0 9 2 11 1 0 1 3 0 3 39 6 45
2 Sumatera Utara 31 5 36 8 0 8 0 0 0 72 8 80 11 0 11 17 1 18 139 14 153
3 Sumatera Barat 19 2 21 3 0 3 0 0 0 9 10 19 1 0 1 1 0 1 33 12 45
4 Riau 17 1 18 4 0 4 0 0 0 4 1 5 8 3 11 4 0 4 37 5 42
5 Jambi 12 1 13 2 0 2 0 0 0 1 1 2 3 0 3 2 0 2 20 2 22
6 Sumatera Selatan 20 4 24 2 0 2 0 0 0 6 2 8 1 1 2 5 0 5 34 7 41
7 Bengkulu 11 1 12 3 0 3 0 0 0 2 0 2 1 0 1 0 0 0 17 1 18
8 Lampung 12 1 13 2 0 2 0 0 0 11 3 14 6 1 7 0 0 0 31 5 36
9 Kepulauan Bangka Belitung 7 1 8 0 0 0 0 0 0 2 0 2 1 0 1 0 0 0 10 1 11
10 Kepulauan Riau 8 0 8 2 0 2 0 0 0 4 2 6 3 1 4 2 0 2 19 3 22
11 DKI Jakarta 9 7 16 8 1 9 2 0 2 33 24 57 25 18 43 4 1 5 81 51 132
12 Jawa Barat 36 8 44 13 0 13 0 0 0 50 22 72 46 18 64 6 1 7 151 49 200
13 Jawa Tengah 49 9 58 11 0 11 0 0 0 86 45 131 15 7 22 3 0 3 164 61 225
14 DI Yogyakarta 7 1 8 2 0 2 0 0 0 15 18 33 7 0 7 0 1 1 31 20 51
15 Jawa Timur 50 8 58 20 1 21 1 0 1 58 24 82 9 1 10 13 2 15 151 36 187
16 Banten 8 1 9 2 0 2 0 0 0 7 5 12 13 8 21 2 0 2 32 14 46
17 Bali 10 2 12 2 0 2 0 0 0 15 5 20 7 2 9 0 0 0 34 9 43
18 Nusa Tenggara Barat 8 3 11 2 0 2 0 0 0 2 0 2 2 0 2 0 0 0 14 3 17
19 Nusa Tenggara Timur 18 0 18 3 0 3 0 0 0 11 2 13 0 0 0 0 0 0 32 2 34
20 Kalimantan Barat 13 2 15 4 0 4 0 0 0 6 3 9 2 2 4 1 0 1 26 7 33
21 Kalimantan Tengah 14 0 14 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 15
22 Kalimantan Selatan 14 1 15 4 0 4 0 0 0 2 4 6 2 0 2 2 0 2 24 5 29
23 Kalimantan Timur 16 3 19 4 0 4 0 0 0 5 1 6 5 0 5 2 0 2 32 4 36
24 Sulawesi Utara 13 1 14 3 0 3 0 0 0 14 0 14 1 0 1 0 0 0 31 1 32
25 Sulawesi Tengah 12 1 13 2 0 2 0 0 0 4 4 8 0 0 0 0 0 0 18 5 23
26 Sulawesi Selatan 28 9 37 7 0 7 0 0 0 11 9 20 1 0 1 1 1 2 48 19 67
27 Sulawesi Tenggara 13 1 14 2 0 2 0 0 0 4 0 4 0 1 1 1 0 1 20 2 22
28 Gorontalo 6 1 7 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 8 1 9
29 Sulawesi Barat 5 0 5 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 7 0 7
30 Maluku 12 1 13 4 0 4 0 0 0 6 1 7 0 0 0 0 0 0 22 2 24
31 Maluku Utara 10 0 10 2 0 2 0 0 0 3 0 3 0 0 0 0 0 0 15 0 15
32 Papua Barat 6 0 6 2 0 2 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 11 0 11
33 Papua 17 2 19 4 0 4 0 0 0 4 0 4 1 0 1 0 0 0 26 2 28
Indonesia 533 81 614 132 2 134 3 0 3 459 196 655 175 63 238 70 7 77 1.372 349 1.721
Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Keterangan :
Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS
Lampiran 5.5

JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM DAN TEMPAT TIDUR


MENURUT PENGELOLA TAHUN 2007 - 2011

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011
No Pengelola
Jumlah Tempat Tidur Jumlah Tempat Tidur Jumlah Tempat Tidur Jumlah Tempat Tidur Jumlah Tempat Tidur
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 Kementerian Kesehatan 13 8.777 13 9.044 13 9.131 13 8.873 14 9.724

2 Pemerintah Provinsi 43 13.182 43 13.605 44 14.029 45 13.854 47 14.065

3 Pemerintah Kab/Kota 345 37.575 375 41.285 416 47.811 445 43.341 472 52.536

4 TNI/POLRI 110 10.836 110 10.907 123 11.821 129 11.771 132 12.272

5 Kementerian Lain dan BUMN 71 6.851 71 6.643 71 6.747 72 6.925 73 8.535

6 Swasta dan Swasta Non Profit 451 45.074 467 47.266 535 52.064 591 52.306 634 52.694

Jumlah 1.033 122.295 1.079 128.750 1.202 141.603 1.295 137.070 1.372 149.826

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012


Keterangan :
Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS
Lampiran 5.6

JUMLAH RUMAH SAKIT KHUSUS DAN TEMPAT TIDUR


MENURUT JENIS RUMAH SAKIT TAHUN 2007 - 2011

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011
No Jenis Rumah Sakit
RS TT RS TT RS TT RS TT RS TT
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 RS Jiwa 51 8.726 51 8.781 51 9.206 52 8.760 52 7.541

2 RS Kusta 22 2.133 22 2.168 22 2.224 23 2.326 23 1.854

3 RS Tuberkulosa Paru 10 757 11 782 10 731 10 757 10 778

4 RS Mata 10 418 10 418 11 423 12 448 13 519

5 RS Bersalin 57 2.635 57 2.577 61 2.475 62 2.453 65 2.334

6 RS Ibu dan Anak 74 3.556 79 3.804 95 4.591 106 4.809 114 5.267

7 RS Khusus Lainnya 62 2.187 62 2.258 71 2.427 72 2.521 72 2.537

Jumlah 286 20.412 292 20.788 321 22.077 337 22.074 349 20.830

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI


Keterangan :
Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS
Lampiran 5.7

JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM DAN KHUSUS MILIK KEMENTERIAN KESEHATAN/PEMERINTAH DAERAH DAN JUMLAH TEMPAT TIDUR
MENURUT KELAS RUMAH SAKIT DAN PROVINSI TAHUN 2011

Kelas A Kelas B Kelas C Kelas D Belum Ditetapkan Kelas Total

No Provinsi Jumlah Tempat Tidur Jumlah Tempat Tidur Jumlah Tempat Tidur Jumlah Tempat Tidur Jumlah Tempat Tidur Jumlah Tempat Tidur
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

1 Aceh 2 366 5 779 12 885 5 284 2 111 26 2.425


2 Sumatera Utara 2 859 9 1.812 18 1.287 3 133 4 212 36 4.303
3 Sumatera Barat 0 0 5 1.923 13 1.516 3 167 0 0 21 3.606
4 Riau 1 182 1 602 11 1.047 5 322 0 0 18 2.153
5 Jambi 0 0 2 531 9 662 2 164 0 0 13 1.357
6 Sumatera Selatan 3 916 3 350 8 980 9 598 1 30 24 2.874
7 Bengkulu 0 0 2 495 3 179 7 231 0 0 12 905
8 Lampung 0 0 3 669 8 580 2 100 0 0 13 1.349
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0 1 120 4 452 3 186 0 0 8 758
10 Kepulauan Riau 0 0 0 0 7 545 1 50 0 0 8 595
11 DKI Jakarta 6 2.948 9 2.576 0 0 0 0 1 127 16 5.651
12 Jawa Barat 6 1.396 19 4.369 15 1.803 4 201 0 0 44 7.769
13 Jawa Tengah 6 2.761 21 5.321 22 3.445 7 356 2 158 58 12.041
14 DI Yogyakarta 2 1.237 4 728 1 125 1 50 0 0 8 2.140
15 Jawa Timur 4 1.706 25 5.182 22 2.700 5 187 2 254 58 10.029
16 Banten 1 241 4 1.018 4 208 0 0 0 0 9 1.467
17 Bali 2 858 4 822 5 495 0 0 1 32 12 2.207
18 Nusa Tenggara Barat 0 0 2 604 6 628 1 50 2 55 11 1.337
19 Nusa Tenggara Timur 0 0 1 383 6 620 11 834 0 0 18 1.837
20 Kalimantan Barat 1 120 3 1.073 7 514 4 200 0 0 15 1.907
21 Kalimantan Tengah 0 0 2 444 6 405 6 192 0 0 14 1.041
22 Kalimantan Selatan 1 60 2 513 10 951 2 100 0 0 15 1.624
23 Kalimantan Timur 0 0 7 1.863 8 648 3 110 1 80 19 2.701
24 Sulawesi Utara 1 300 1 825 6 652 6 341 0 0 14 2.118
25 Sulawesi Tengah 0 0 3 1.020 7 532 3 80 0 0 13 1.632
26 Sulawesi Selatan 2 949 7 1.463 20 2.342 3 144 5 239 37 5.137
27 Sulawesi Tenggara 0 0 3 401 6 460 5 359 0 0 14 1.220
28 Gorontalo 0 0 2 411 1 50 3 150 1 60 7 671
29 Sulawesi Barat 0 0 0 0 2 242 2 90 1 50 5 382
30 Maluku 0 0 2 285 3 203 8 384 0 0 13 872
31 Maluku Utara 0 0 1 160 2 118 7 350 0 0 10 628
32 Papua Barat 0 0 0 0 4 555 2 264 0 0 6 819
33 Papua 0 0 1 444 6 729 10 647 2 45 19 1.865

Indonesia 40 14.899 154 37.186 262 26.558 133 7.324 25 1.453 614 87.420
Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Keterangan :
Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS
Lampiran 5.8

JUMLAH TEMPAT TIDUR DI RUMAH SAKIT UMUM DAN KHUSUS


MENURUT KELAS PERAWATAN DAN PROVINSI TAHUN 2011

Kelas Perawatan

No Provinsi Total Tempat VVIP VIP Kelas I Kelas II Kelas III


Tidur
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1 Aceh 3.491 132 3,78 295 8,45 609 17,44 1.124 32,20 1.331 38,13
2 Sumatera Utara 14.000 547 3,91 1.053 7,52 2.438 17,41 5.045 36,04 4.917 35,12
3 Sumatera Barat 4.986 219 4,39 493 9,89 854 17,13 1.546 31,01 1.874 37,59
4 Riau 3.439 144 4,19 346 10,06 357 10,38 742 21,58 1.850 53,79
5 Jambi 1.957 137 7,00 225 11,50 231 11,80 478 24,43 886 45,27
6 Sumatera Selatan 4.582 254 5,54 534 11,65 742 16,19 1.614 35,22 1.438 31,38
7 Bengkulu 1.420 51 3,59 132 9,30 246 17,32 358 25,21 633 44,58
8 Lampung 2.774 305 10,99 244 8,80 522 18,82 1.030 37,13 673 24,26
9 Bangka Belitung 993 35 3,52 73 7,35 181 18,23 386 38,87 318 32,02
10 Kepulauan Riau 1.812 92 5,08 179 9,88 323 17,83 708 39,07 510 28,15
11 DKI Jakarta 17.492 1.816 10,38 2.240 12,81 3.331 19,04 4.937 28,22 5.168 29,54
12 Jawa Barat 19.462 965 4,96 2.003 10,29 3.810 19,58 5.248 26,97 7.436 38,21
13 Jawa Tengah 24.012 1.456 6,06 2.577 10,73 4.455 18,55 6.344 26,42 9.180 38,23
14 D.I. Yogyakarta 5.057 382 7,55 537 10,62 696 13,76 1.460 28,87 1.982 39,19
15 Jawa Timur 20.378 740 3,63 2.152 10,56 3.758 18,44 6.187 30,36 7.541 37,01
16 Banten 3.577 286 8,00 465 13,00 771 21,55 1.044 29,19 1.011 28,26
17 Bali 3.839 337 8,78 459 11,96 663 17,27 918 23,91 1.462 38,08
18 Nusa Tenggara Barat 1.718 100 5,82 152 8,85 230 13,39 617 35,91 619 36,03
19 Nusa Tenggara Timur 2.914 120 4,12 241 8,27 345 11,84 917 31,47 1.291 44,30
20 Kalimantan Barat 3.344 51 1,53 169 5,05 399 11,93 793 23,71 1.932 57,78
21 Kalimantan Tengah 1.090 79 7,25 100 9,17 121 11,10 288 26,42 502 46,06
22 Kalimantan Selatan 2.569 133 5,18 248 9,65 439 17,09 723 28,14 1.026 39,94
23 Kalimantan Timur 4.000 259 6,48 372 9,30 612 15,30 1.122 28,05 1.635 40,88
24 Sulawesi Utara 3.636 53 1,46 171 4,70 427 11,74 1.283 35,29 1.702 46,81
25 Sulawesi Tengah 2.076 53 2,55 202 9,73 309 14,88 538 25,92 974 46,92
26 Sulawesi Selatan 7.443 475 6,38 735 9,88 1.026 13,78 1.993 26,78 3.214 43,18
27 Sulawesi Tenggara 1.530 42 2,75 105 6,86 163 10,65 424 27,71 796 52,03
28 Gorontalo 771 39 5,06 22 2,85 49 6,36 155 20,10 506 65,63
29 Sulawesi Barat 481 17 3,53 40 8,32 44 9,15 185 38,46 195 40,54
30 Maluku 1.597 54 3,38 102 6,39 211 13,21 624 39,07 606 37,95
31 Maluku Utara 852 54 6,34 53 6,22 102 11,97 196 23,00 447 52,46
32 Papua Barat 1.061 54 5,09 26 2,45 155 14,61 614 57,87 212 19,98
33 Papua 2.303 55 2,39 127 5,51 240 10,42 1.060 46,03 821 35,65
Indonesia 170.656 9.536 5,59 16.872 9,89 28.859 16,91 50.701 29,71 64.688 37,91
Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Keterangan :
Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS
Lampiran 5.9

JUMLAH SARANA PRODUKSI


BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2010-2011

Industri Farmasi Industri Obat Industri Kecil Obat Produksi Alat Perbekalan Kesehatan Industri Kosmetika
No Provinsi Tradisional (IOT) Tradisional (IKOT) Kesehatan dan Rumah Tangga (PKRT)

2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011
(1) (2) (4) (5) (7) (8) (10) (11) (13) (14) (16) (17) (19) (20)

1 Aceh 0 0 0 0 19 10 0 0 1 2 5 0

2 Sumatera Utara 9 9 2 2 98 102 9 9 32 33 56 52

3 Sumatera Barat 1 1 0 0 15 21 0 0 1 0 16 2

4 Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 Jambi 0 0 0 0 4 3 0 0 2 0 1 1

6 Sumatera Selatan 1 1 0 0 0 0 1 1 3 0 2 0

7 Bengkulu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 Lampung 0 0 0 0 2 4 0 0 3 0 1 4

9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 Kepulauan Riau 0 0 0 0 0 0 4 4 1 0 0 0

11 DKI Jakarta 46 45 9 10 173 176 35 35 62 62 46 53

12 Jawa Barat 95 87 37 42 191 207 80 114 194 266 115 135

13 Jawa Tengah 23 22 14 15 281 289 23 11 40 22 38 38

14 DI Yogyakarta 1 1 0 0 61 64 6 7 5 3 0 8

15 Jawa Timur 45 45 15 15 136 136 25 27 46 44 113 113

16 Banten 30 1 20 19 57 64 19 23 86 71 100 109

17 Bali 0 0 0 1 18 16 0 0 0 0 12 12

18 Nusa Tenggara Barat 0 0 0 0 11 9 2 2 0 0 0 0

19 Nusa Tenggara Timur 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 0 0

20 Kalimantan Barat 0 0 0 0 13 13 0 1 0 0 1 0

21 Kalimantan Tengah 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0

22 Kalimantan Selatan 0 0 1 1 26 26 0 0 3 0 20 21

23 Kalimantan Timur 0 0 0 0 15 15 0 0 0 0 0 0

24 Sulawesi Utara 0 0 0 0 9 9 0 0 1 1 0 0

25 Sulawesi Tengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

26 Sulawesi Selatan 0 0 0 2 9 26 0 0 1 4 0 5

27 Sulawesi Tenggara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

28 Gorontalo 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0

29 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

30 Maluku 0 0 0 0 11 12 0 0 0 0 0 0

31 Maluku Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

32 Papua Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

33 Papua 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL 251 212 98 107 1.152 1.205 204 234 481 509 526 553
Sumber: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.10

JUMLAH SARANA DISTRIBUSI


BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2010-2011

Pedagang Besar Apotek Toko Obat Penyalur


No Provinsi Farmasi Alat Kesehatan (PAK)

2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011


(1) (2) (4) (5) (7) (8) (10) (11) (13) (14)

1 Aceh 62 70 254 168 596 637 0 0

2 Sumatera Utara 107 115 971 971 805 805 36 12

3 Sumatera Barat 49 51 419 464 360 305 18 47

4 Riau 89 91 452 117 434 325 0 0

5 Jambi 54 34 206 218 161 161 0 0

6 Sumatera Selatan 98 98 309 355 136 147 4 0

7 Bengkulu 20 22 140 155 76 78 0 1

8 Lampung 54 56 321 350 79 46 0 0

9 Kepulauan Bangka Belitung 14 15 91 105 103 98 0 0

10 Kepulauan Riau 34 37 154 182 341 207 2 2

11 DKI Jakarta 357 372 1.862 1.987 544 544 564 564

12 Jawa Barat 362 446 2.420 3.207 1.281 1.281 132 589

13 Jawa Tengah 327 337 2.514 1.819 381 381 22 35

14 DI Yogyakarta 43 51 418 471 47 47 4 6

15 Jawa Timur 492 224 2.418 2.422 298 297 47 34

16 Banten 89 82 561 349 111 111 52 16

17 Bali 73 74 466 525 203 206 5 5

18 Nusa Tenggara Barat 39 40 207 253 116 158 0 0

19 Nusa Tenggara Timur 39 33 157 154 141 125 0 0

20 Kalimantan Barat 54 54 163 28 327 111 0 1

21 Kalimantan Tengah 14 15 157 162 128 127 0 0

22 Kalimantan Selatan 55 53 227 260 426 790 0 4

23 Kalimantan Timur 47 51 392 425 233 237 3 3

24 Sulawesi Utara 47 47 165 123 101 57 0 1

25 Sulawesi Tengah 25 27 178 217 161 181 0 0

26 Sulawesi Selatan 118 90 319 411 366 377 0 0

27 Sulawesi Tenggara 16 16 150 175 106 113 0 0

28 Gorontalo 7 8 74 78 53 37 0 0

29 Sulawesi Barat 1 0 60 60 45 45 0 0

30 Maluku 13 16 86 106 95 112 0 0

31 Maluku Utara 0 9 31 86 21 23 0 0

32 Papua Barat 13 14 96 122 52 52 0 0

33 Papua 43 47 165 210 21 26 0 0


TOTAL 2.855 2.695 16.603 16.735 8.348 8.247 889 1.320
Sumber: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.11

JUMLAH UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT (UKBM) MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2011

Persentase
RW, Desa dan Rasio Posyandu Rasio Kader/Toma
Jumlah Desa dan RW, Desa dan Poskesdes yang Kader / Toma / Toga
No Provinsi Jumlah Desa Jumlah Kelurahan Kelurahan Siaga Posyandu terhadap Terlatih terhadap
Kelurahan Kelurahan Siaga Beroperasi Terlatih
Aktif Desa/Kelurahan Desa/Kelurahan
Aktif (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 6.321 108 6.429 1.033 16,1 2.090 7.039 4.500 1,09 0,70
2 Sumatera Utara 5.025 662 5.687 1.143 20,1 3.644 13.861 3.548 2,44 0,62
3 Sumatera Barat 711 303 1.014 507 50,0 2.345 6.680 - 6,59 0,00
4 Riau 1.426 203 1.629 524 32,2 1.142 4.679 200 2,87 0,12
5 Jambi 1.253 153 1.406 163 11,6 881 2.992 1.950 2,13 1,39
6 Sumatera Selatan 2.755 371 3.126 2.448 78,3 2.394 5.775 7.487 1,85 2,40
7 Bengkulu 1.300 148 1.448 279 19,3 1.509 1.818 4.010 1,26 2,77
8 Lampung 2.249 174 2.423 1.331 54,9 1.424 7.480 7.488 3,09 3,09
9 Kepulauan Bangka Belitung 300 61 361 129 35,7 282 948 714 2,63 1,98
10 Kepulauan Riau 218 133 351 108 30,8 196 859 1.968 2,45 5,61
11 DKI Jakarta - 267 267 1.073 51,7 1.176 4.241 12.283 15,88 46,00
12 Jawa Barat 5.227 636 5.863 3.997 68,2 5.412 45.632 37.622 7,78 6,42
13 Jawa Tengah 7.820 769 8.589 4.111 47,9 7.600 47.763 3.750 5,56 0,44
14 DI Yogyakarta 392 46 438 249 56,8 420 5.359 1.635 12,24 3,73
15 Jawa Timur 7.741 782 8.523 6.618 77,6 8.474 45.637 4.086 5,35 0,48
16 Banten 1.273 262 1.535 480 31,3 517 10.184 8.969 6,63 5,84
17 Bali 634 80 714 658 92,2 472 4.719 780 6,61 1,09
18 Nusa Tenggara Barat 826 136 962 367 38,1 737 6.133 2.664 6,38 2,77
19 Nusa Tenggara Timur 2.612 313 2.925 259 8,9 602 5.792 600 1,98 0,21
20 Kalimantan Barat 1.869 89 1.958 207 10,6 1.105 4.057 199 2,07 0,10
21 Kalimantan Tengah 1.339 130 1.469 456 31,0 438 2.262 - 1,54 0,00
22 Kalimantan Selatan 1.842 142 1.984 127 6,4 1.668 3.692 5.549 1,86 2,80
23 Kalimantan Timur 1.245 215 1.460 625 42,8 639 4.455 515 3,05 0,35
24 Sulawesi Utara 1.307 327 1.634 593 36,3 1.016 2.361 4.515 1,44 2,76
25 Sulawesi Tengah 1.593 147 1.740 153 8,8 1.106 3.154 7.599 1,81 4,37
26 Sulawesi Selatan 2.187 768 2.955 533 18,0 2.686 9.151 2.520 3,10 0,85
27 Sulawesi Tenggara 1.626 345 1.971 214 10,9 1.019 2.783 1.968 1,41 1,00
28 Gorontalo 628 72 700 212 30,3 287 1.228 612 1,75 0,87
29 Sulawesi Barat 507 63 570 131 23,0 88 1.441 660 2,53 1,16
30 Maluku 869 33 902 23 2,5 590 1.634 1.432 1,81 1,59
31 Maluku Utara 950 112 1.062 34 3,2 225 1.318 - 1,24 0,00
32 Papua Barat 1.295 78 1.373 31 2,3 625 1.122 360 0,82 0,26
33 Papua 3.909 88 3.997 716 18,3 41 2.190 1.200 0,55 0
Indonesia 69.249 8.216 77.465 29.532 32,3 52.850 268.439 131.383 3,47 1,70
Sumber : Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Keterangan :
Jumlah desa siaga di Provinsi DKI Jakarta merupakan jumlah RW siaga dan jumlah desa siaga di Provinsi Sumatera Barat merupakan jumlah desa siaga ditambah nagari siaga
Lampiran 5.12

LAYANAN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON (TRM)


MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN TAHUN 2011

Jumlah Layanan Total


No Provinsi Puskesmas Rumah Sakit Lapas/Rutan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Aceh 0 0 0 0
2 Sumatera Utara 1 1 1 3

3 Sumatera Barat 0 0 0 0
4 Riau 0 1 0 1

5 Jambi 0 0 0 0
6 Sumatera Selatan 1 1 0 2

7 Bengkulu 0 0 0 0

8 Lampung 0 0 0 0
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0 0 0

10 Kepulauan Riau 0 1 0 1
11 DKI Jakarta 12 2 4 18

12 Jawa Barat 3 5 2 10

13 Jawa Tengah 2 3 0 5
14 DI Yogyakarta 3 2 0 5

15 Jawa Timur 4 4 0 8
16 Banten 4 0 1 5

17 Bali 4 1 1 6

18 Nusa Tenggara Barat 0 0 0 0


19 Nusa Tenggara Timur 0 0 0 0
20 Kalimantan Barat 0 3 0 3

21 Kalimantan Tengah 0 0 0 0
22 Kalimantan Selatan 0 0 0 0
23 Kalimantan Timur 0 0 0 0
24 Sulawesi Utara 0 0 0 0
25 Sulawesi Tengah 0 0 0 0

26 Sulawesi Selatan 3 2 0 5
27 Sulawesi Tenggara 0 0 0 0
28 Gorontalo 0 0 0 0
29 Sulawesi Barat 0 0 0 0

30 Maluku 0 0 0 0
31 Maluku Utara 0 0 0 0
32 Papua Barat 0 0 0 0

33 Papua 0 0 0 0
Indonesia 37 26 9 72
Sumber: Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.13

JUMLAH JURUSAN/PROGRAM STUDI DIPLOMA III INSTITUSI POLITEKNIK KESEHATAN (POLTEKKES)


MENURUT JURUSAN DAN PROVINSI TAHUN 2011

Jurusan / Program Studi


Keperawatan Kefarmasian Kesmas Gizi Keterapian Fisik Keteknisian Medis
Total

Kesehatan Gigi

Radiodiagnosti
Analis Farmasi

Okupasi Terapi

Terapi Wicara

Elektromedik
Keperawatan

Lingkungan

Akupunktur

Teknik Gigi
& Makanan

Fisioterapi
Kebidanan

Kesehatan

Kesehatan

Kesehatan
Informasi
No Poltekkes

Prostetik

Perekam
Farmasi

Ortotik
Teknik

Teknik
Analis
Jamu

Gizi

k
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21)
1 Aceh 3 3 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10
2 Medan 1 3 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 9
3 Padang 2 2 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7
4 Riau 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
5 Jambi 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
6 Palembang 3 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 8
7 Bengkulu 2 2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 7
8 Tanjung Karang 2 2 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 10
9 Tanjung Pinang 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
10 Pangkal Pinang 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
11 Jakarta I 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 4
12 Jakarta II 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 7
13 Jakarta III 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 5
14 Bandung 2 3 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 10
15 Tasikmalaya 2 2 1 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 10
16 Semarang 5 4 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 2 0 0 1 16
17 Surakarta 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 8
18 DI Yogyakarta 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 6
19 Surabaya 4 3 1 0 0 0 2 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 13
20 Malang 3 3 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 8
21 Banten 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3
22 Denpasar 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 6
23 Mataram 2 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 5
24 Kupang 3 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 9
25 Pontianak 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 6
26 Palangkaraya 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
27 Banjarmasin 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 6
28 Kalimantan Timur 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4
29 Manado 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 7
30 Palu 2 2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
31 Makassar 2 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 9
32 Kendari 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4
33 Gorontalo 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
34 Mamuju 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
35 Maluku 3 2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 8
36 Ternate 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 5
37 Jayapura 7 4 0 1 0 0 2 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 16
38 Sorong 3 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
Jumlah 71 62 18 10 1 1 26 32 2 1 1 1 23 2 3 2 2 4 262
% 27,1 23,7 6,9 3,8 0,4 0,4 9,9 12,2 0,8 0,4 0,4 0,4 8,8 0,8 1,1 0,8 0,8 1,5 100,0
Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.14

JUMLAH PROGRAM STUDI DIPLOMA IV INSTITUSI POLITEKNIK KESEHATAN (POLTEKKES)


MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN DESEMBER TAHUN 2011

Kesehatan
Keperawatan Kefarmasian Masyarakat Gizi Keterapian Fisik Keteknisian Medis

Elektromedik
Keperawatan

Keperawatan

Radiodiagno
Akupunktur
Lingkungan

Teknik Gigi

Perekam &
Informatika
Kesehatan
Kebidanan

Fisioterapi

Kesehatan

Kesehatan
Prostetik
Okupasi
Farmasi

Ortotik
Teknik

Teknik
Wicara

Analis
Terapi
Terapi
Gizi
Gigi

stik
No Poltekkes Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (19) (20)

1 Aceh 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
2 Medan 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
3 Padang 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
4 Riau 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
5 Jambi 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
6 Palembang 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
7 Bengkulu 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
8 Tanjung Karang 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4
9 Tanjung Pinang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Pangkal Pinang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Jakarta I 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1
12 Jakarta II 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 4
13 Jakarta III 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3
14 Bandung 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 6
15 Tasikmalaya 2 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
16 Semarang 2 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 8
17 Surakarta 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 7
18 DI Yogyakarta 2 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 6
19 Surabaya 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 5
20 Malang 2 3 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
21 Banten 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Denpasar 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
23 Mataram 2 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 5
24 Kupang 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
25 Pontianak 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 5
26 Palangkaraya 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
27 Banjarmasin 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 6
28 Kalimantan Timur 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
29 Manado 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
30 Palu 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
31 Makassar 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 7
32 Kendari 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
33 Gorontalo 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
34 Mamuju 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
35 Maluku 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
36 Ternate 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 5
37 Jayapura 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
38 Sorong 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
Total 33 36 8 1 13 16 2 1 1 1 10 3 2 0 2 0 129
Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.15

JUMLAH INSTITUSI NON POLITEKNIK KESEHATAN (NON-POLTEKKES)


MENURUT JURUSAN/PROGRAM STUDI DAN PROVINSI TAHUN 2011

Keperawatan Kefarmasian Kesmas Gizi Keterapian Fisik Keteknisian Medis


Jumlah

Kardiovaskuler
AKUPUNTUR
AKAFARMA

D-I PTTD
APIKES
AKFAR
AKPER

AKBID

AKFIS

SMAK

ATRO

ATEM
SPRG

SMKF

AKZI

ARO
ATW
AKG

AAK
ATG
AKL
SPK

D-III

D-III
No Provinsi

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25)

1 Aceh 1 0 15 33 0 1 1 2 1 0 2 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 60

2 Sumatera Utara 1 0 43 61 0 4 3 1 1 2 2 0 0 1 0 2 1 1 0 1 0 0 124

3 Sumatera Barat 0 0 13 11 0 1 1 3 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 2 0 0 0 35

4 Riau 0 0 7 22 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 37

5 Jambi 0 0 7 6 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 15

6 Sumatera Selatan 0 0 12 19 0 1 0 2 2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 38

7 Bengkulu 0 0 4 5 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11

8 Lampung 0 0 5 10 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 17

9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0 2 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7

10 Kepulauan Riau 0 0 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 5

11 DKI Jakarta 4 2 34 24 1 12 2 4 1 2 2 1 0 3 1 0 1 3 2 1 1 1 102

12 Jawa Barat 1 0 14 20 0 62 0 2 0 0 1 1 0 1 0 2 1 1 1 0 0 0 107

13 Jawa Tengah 3 0 44 58 0 19 3 12 3 2 4 0 0 3 0 4 1 2 6 2 0 0 166

14 DI Yogyakarta 0 0 5 2 0 1 0 2 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 2 1 1 0 17

15 Jawa Timur 2 1 42 32 0 13 3 4 1 2 2 0 3 2 1 4 0 1 2 0 0 0 115

16 Banten 1 0 4 9 0 5 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20

17 Bali 1 0 1 4 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 9

18 Nusa Tenggara Barat 2 0 4 10 1 0 0 3 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2 0 0 0 24

19 Nusa Tenggara Timur 2 0 5 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8

20 Kalimantan Barat 0 0 6 5 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12

21 Kalimantan Tengah 0 0 3 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 7

22 Kalimantan Selatan 0 0 6 8 0 4 0 2 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 0 23

23 Kalimantan Timur 7 0 6 7 0 4 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 27

24 Sulawesi Utara 0 0 5 2 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 11

25 Sulawesi Tengah 1 0 5 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7

26 Sulawesi Selatan 37 1 29 30 0 13 0 1 1 1 0 0 0 3 0 1 1 0 1 1 0 0 120

27 Sulawesi Tenggara 0 0 6 5 0 1 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15

28 Gorontalo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

29 Sulawesi Barat 2 0 2 2 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8

30 Maluku 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

31 Maluku Utara 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

32 Papua Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

33 Papua 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 5

Jumlah Institusi Non-Poltekkes 65 4 333 398 3 145 15 51 14 10 18 2 3 16 3 25 10 9 21 7 2 1 1.155

Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012


Keterangan :
Jumlah Institusi Non-Poltekkes Jenjang Pendidikan Menengah (JPM) dan Jenjang Pendidikan Tinggi (JPT)
Lampiran 5.16

JUMLAH JURUSAN/PROGRAM STUDI POLITEKNIK KESEHATAN (POLTEKKES)


MENURUT AKREDITASI, STRATA DAN PROVINSI TAHUN 2011

Strata Belum Terakreditasi


No Poltekkes Jumlah Jurusan / Jurusan Terakreditasi A B C
Program Studi
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1 Aceh 10 10 100,0 1 10,0 9 90,0 0 0,0 0 0,0
2 Medan 9 9 100,0 2 22,2 7 77,8 0 0,0 0 0,0
3 Padang 7 7 100,0 5 71,4 2 28,6 0 0,0 0 0,0
4 Riau 3 3 100,0 0 0,0 3 100,0 0 0,0 0 0,0
5 Jambi 4 4 100,0 2 50,0 2 50,0 0 0,0 0 0,0
6 Palembang 8 8 100,0 2 25,0 6 75,0 0 0,0 0 0,0
7 Bengkulu 7 7 100,0 2 28,6 5 71,4 0 0,0 0 0,0
8 Tanjung Karang 10 10 100,0 5 50,0 5 50,0 0 0,0 0 0,0
9 Tanjung Pinang 3 3 100,0 0 0,0 3 100,0 0 0,0 0 0,0
10 Pangkal Pinang 4 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 4 100,0
11 Jakarta I 4 4 100,0 2 50,0 2 50,0 0 0,0 0 0,0
12 Jakarta II 7 7 100,0 4 57,1 3 42,9 0 0,0 0 0,0
13 Jakarta III 5 5 100,0 5 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
14 Bandung 10 9 90,0 8 88,9 1 11,1 0 0,0 1 10,0
15 Tasikmalaya 10 5 50,0 5 100,0 0 0,0 0 0,0 5 50,0
16 Semarang 16 14 87,5 6 42,9 0 0,0 0 0,0 2 12,5
17 Surakarta 8 7 87,5 11 157,1 3 42,9 0 0,0 1 12,5
18 DI Yogyakarta 6 6 100,0 3 50,0 4 66,7 0 0,0 0 0,0
19 Surabaya 13 12 92,3 10 83,3 2 16,7 0 0,0 1 7,7
20 Malang 8 7 87,5 5 71,4 2 28,6 0 0,0 1 12,5
21 Banten 3 3 100,0 1 33,3 2 66,7 0 0,0 0 0,0
22 Denpasar 6 6 100,0 4 66,7 2 33,3 0 0,0 0 0,0
23 Mataram 5 5 100,0 4 80,0 1 20,0 0 0,0 0 0,0
24 Kupang 9 9 100,0 0 0,0 9 100,0 0 0,0 0 0,0
25 Pontianak 6 6 100,0 2 33,3 4 66,7 0 0,0 0 0,0
26 Palangkaraya 3 3 100,0 0 0,0 3 100,0 0 0,0 0 0,0
27 Banjarmasin 6 6 100,0 3 50,0 3 50,0 0 0,0 0 0,0
28 Kalimantan Timur 4 4 100,0 1 25,0 3 75,0 0 0,0 0 0,0
29 Manado 7 6 85,7 0 0,0 6 100,0 0 0,0 1 14,3
30 Palu 6 4 66,7 0 0,0 3 75,0 0 0,0 2 33,3
31 Makassar 9 9 100,0 0 0,0 4 44,4 0 0,0 0 0,0
32 Kendari 4 3 75,0 2 66,7 7 233,3 0 0,0 1 25,0
33 Gorontalo 3 3 100,0 0 0,0 3 100,0 0 0,0 0 0,0
34 Mamuju 4 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 4 100,0
35 Maluku 8 6 75,0 0 0,0 6 100,0 0 0,0 2 25,0
36 Ternate 5 3 60,0 0 0,0 3 100,0 0 0,0 2 40,0
37 Jayapura 16 8 50,0 0 0,0 6 75,0 2 25,0 8 50,0
38 Sorong 6 4 66,7 0 0,0 3 75,0 1 25,0 2 33,3
Jumlah 262 225 85,9 95 42,2 127 56,4 3 1,3 37 14,1
Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.17

JUMLAH INSTITUSI NON POLITEKNIK KESEHATAN (NON-POLTEKKES) JENJANG PENDIDIKAN TINGGI (JPT)
MENURUT AKREDITASI, STRATA DAN PROVINSI TAHUN 2011

Strata

No Provinsi Jumlah Institusi A B C Telah Terakreditasi Belum Terakreditasi

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)

1 Aceh 58 0 0,0 24 80,0 6 20,0 30 51,7 28 48,3

2 Sumatera Utara 118 6 6,3 77 80,2 13 13,5 96 81,4 22 18,6

3 Sumatera Barat 34 2 9,5 16 76,2 3 14,3 21 61,8 13 38,2

4 Riau 35 2 11,8 15 88,2 0 0,0 17 48,6 18 51,4

5 Jambi 15 0 0,0 9 100,0 0 0,0 9 60,0 6 40,0

6 Sumatera Selatan 37 7 25,0 16 57,1 5 17,9 28 75,7 9 24,3

7 Bengkulu 10 1 20,0 4 80,0 0 0,0 5 50,0 5 50,0

8 Lampung 17 0 0,0 11 91,7 1 8,3 12 70,6 5 29,4

9 Kepulauan Bangka Belitung 7 0 0,0 2 100,0 0 0,0 2 28,6 5 71,4

10 Kepulauan Riau 5 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 5 100,0

11 DKI Jakarta 81 8 11,4 61 87,1 1 1,4 70 86,4 11 13,6

12 Jawa Barat 43 3 15,0 17 85,0 0 0,0 20 46,5 23 53,5

13 Jawa Tengah 141 20 17,7 88 77,9 5 4,4 113 80,1 28 19,9

14 DI Yogyakarta 16 1 14,3 6 85,7 0 0,0 7 43,8 9 56,3

15 Jawa Timur 97 28 30,8 60 65,9 3 3,3 91 93,8 6 6,2

16 Banten 14 1 20,0 4 80,0 0 0,0 5 35,7 9 64,3

17 Bali 7 0 0,0 6 100,0 0 0,0 6 85,7 1 14,3

18 Nusa Tenggara Barat 22 1 25,0 3 75,0 0 0,0 4 18,2 18 81,8

19 Nusa Tenggara Timur 6 0 0,0 3 100,0 0 0,0 3 50,0 3 50,0

20 Kalimantan Barat 12 2 18,2 9 81,8 0 0,0 11 91,7 1 8,3

21 Kalimantan Tengah 7 0 0,0 3 100,0 0 0,0 3 42,9 4 57,1

22 Kalimantan Selatan 19 3 30,0 7 70,0 0 0,0 10 52,6 9 47,4

23 Kalimantan Timur 15 2 20,0 8 80,0 0 0,0 10 66,7 5 33,3

24 Sulawesi Utara 8 0 0,0 4 80,0 1 20,0 5 62,5 3 37,5

25 Sulawesi Tengah 8 1 14,3 5 71,4 1 14,3 7 87,5 1 12,5

26 Sulawesi Selatan 66 1 2,3 31 72,1 11 25,6 43 65,2 23 34,8

27 Sulawesi Tenggara 15 0 0,0 7 100,0 0 0,0 7 46,7 8 53,3

28 Gorontalo 5 0 0,0 4 100,0 0 0,0 4 80,0 1 20,0

29 Sulawesi Barat 0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 100,0

30 Maluku 1 0 0,0 1 100,0 0 0,0 1 100,0 0 0,0

31 Maluku Utara 2 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 2 100,0

32 Papua Barat 0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 100,0

33 Papua 4 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 4 100,0

Jumlah 925 89 13,9 501 78,3 50 7,8 640 69,2 285 30,8
Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.18

JUMLAH INSTITUSI DIKNAKES NON-POLTEKKES


MENURUT STATUS KEPEMILIKAN TAHUN 2011

No Institusi Diknakes Non-Poltekkes Pemda TNI / Polri Swasta Jumlah


(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A KEPERAWATAN
1 Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) 2 4 59 65
2 Akademi Keperawatan (AKPER) 56 19 258 333
3 Akademi Kebidanan (AKBID) 13 1 384 398
4 Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG) 0 3 1 4
5 Akademi Kesehatan Gigi (AKG) 0 1 2 3
Sub Total 71 28 704 803
B KEFARMASIAN
1 Sekolah Menengan Kejuruan Farmasi (SMKF) 0 3 142 145
2 Akademi Analis Farmasi dan Makanan (AKAFARMA) 0 0 15 15
3 Akademi Farmasi (AKFAR) 2 1 48 51
Sub Total 2 4 205 211
C KESEHATAN MASYARAKAT
1 Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) 1 0 13 14
Sub Total 1 0 13 14
D GIZI
1 Akademi Gizi (AKZI) 1 0 9 10
Sub Total 1 0 9 10
E KETERAPIAN FISIK
1 Akademi Fisioterapi (AKFIS) 0 0 18 18
2 Akademi Terapi Wicara (ATW) 0 0 2 2
3 Akademi Akupunktur 0 0 3 3
Sub Total 0 0 23 23
F KETEKNISIAN MEDIS
1 Sekolah Menengah Analis Kesehatan (SMAK) 1 1 14 16
2 Akademi Analis Kesehatan (AAK) 2 0 23 25
3 Akademi Tekniker Gigi (ATG) 0 1 2 3
4 D-I Pendidikan Teknik Transfusi Darah (PTTD) 0 0 2 2
5 Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi (ATRO) 0 0 10 10
6 Akademi Perekam Informasi Kesehatan (APIKES) 0 0 21 21
7 Akademi Teknik Elektromedik (ATEM) 0 1 6 7
8 Akademi Refraksionis Optisi (ARO) 0 0 9 9
9 Akademi Teknik Kardiovaskuler 0 0 1 1
Sub Total 3 3 88 94
Total 78 35 1.042 1.155
% 6,8 3,0 90,2 100,0
Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.19

REKAPITULASI PESERTA DIDIK POLTEKKES MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN


TAHUN AJARAN 2011/2012

No Institusi Poltekkes Peserta Didik Poltekkes Jumlah


Tingkat I Tingkat II Tingkat III
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A KEPERAWATAN
1 Akademi Keperawatan (AKPER) 7.339 7.192 7.065 21.596
2 Akademi Kebidanan (AKBID) 5.541 5.443 5.339 16.323
3 Akademi Kesehatan Gigi (AKG) 1.635 1.635 1.620 4.890
Sub Total 14.515 14.270 14.024 42.809
B KEFARMASIAN
1 Akademi Analis Farmasi dan Makanan (AKAFARMA) 80 80 125 285
2 Akademi Farmasi (AKFAR) 680 680 725 2.085
Sub Total 760 760 850 2.370
C KESEHATAN MASYARAKAT
1 Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) 2.245 2.245 2.300 6.790
Sub Total 2.245 2.245 2.300 6.790
D GIZI
1 Akademi Gizi (AKZI) 2.260 2.260 2.545 7.065
Sub Total 2.260 2.260 2.545 7.065
E KETERAPIAN FISIK
1 Akademi Fisioterapi (AKFIS) 225 225 140 590
2 Akademi Okupasi Terapi (AOT) 100 100 50 250
3 Akademi Terapi Wicara (ATW) 60 60 40 160
4 Akademi Akupunktur 60 60 40 160
Sub Total 445 445 270 1.160
F KETEKNISIAN MEDIS
1 Akademi Analis Kesehatan (AAK) 1.340 1.380 1.375 4.095
2 Akademi Tekniker Gigi (ATG) 120 120 140 380
3 Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi (ATRO) 295 295 285 875
4 Akademi Perekam Informasi Kesehatan (APIKES) 60 60 0 120
5 Akademi Teknik Elektromedik (ATEM) 245 245 225 715
6 Akademi Ortotik Prostetik (AOP) 120 120 80 320
Sub Total 2.180 2.220 2.105 6.505
Total 22.405 22.200 22.094 66.699
Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.20

REKAPITULASI PESERTA DIDIK NON POLTEKKES MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN


TAHUN AJARAN 2011/2012

No Institusi Diknakes Non Poltekkes Peserta Didik Non Poltekkes Jumlah


Tingkat I Tingkat II Tingkat III
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A KEPERAWATAN
1 Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) 1.680 1.360 1.760 4.800
2 Akademi Keperawatan (AKPER) 33.945 33.363 31.980 99.288
3 Akademi Kebidanan (AKBID) 29.241 27.770 28.908 85.919
4 Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG) 400 400 400 1.200
5 Akademi Kesehatan Gigi (AKG) 140 140 100 380
Sub Total 65.406 63.033 63.148 191.587
B KEFARMASIAN
1 Sekolah Menengah Farmasi (SMF) 6.265 5.880 6.013 18.158
2 Akademi Analis Farmasi dan Makanan (AKAFARMA) 1.690 1.690 1.655 5.035
3 Akademi Farmasi (AKFAR) 3.900 3.775 3.780 11.455
Sub Total 11.855 11.345 11.448 34.648
C KESEHATAN MASYARAKAT
1 Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) 1.260 1.100 1.100 3.460
Sub Total 1.260 1.100 1.100 3.460
D GIZI
1 Akademi Gizi (AKZI) 695 695 605 1.995
Sub Total 695 695 605 1.995
E KETERAPIAN FISIK
1 Akademi Fisioterapi (AKFIS) 1.300 1.240 1.320 3.860
2 Akademi Terapi Wicara (ATW) 100 100 100 300
3 Akademi Akupunktur 220 220 220 660
Sub Total 1.620 1.560 1.640 4.820
F KETEKNISIAN MEDIS
1 Sekolah Menengah Analis Kesehatan (SMAK) 960 810 950 2.720
2 Akademi Analis Kesehatan (AAK) 2.030 1.870 1.950 5.850
3 Akademi Tekniker Gigi (ATG) 200 200 200 600
4 D-I Pendidikan Teknik Transfusi Darah (PTTD) 160 160 160 480
5 Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi (ATRO) 860 780 800 2.440
6 Akademi Perekam Informasi Kesehatan (APIKES) 1.725 1.685 1.769 5.179
7 Akademi Teknik Elektromedik (ATEM) 610 600 640 1.850
8 Akademi Refraksionis Optisi (ARO) 640 640 680 1.960
9 Akademi Teknik Kardiovaskuler 60 60 60 180
Sub Total 7.245 6.805 7.209 21.259
Total 88.081 84.538 85.150 257.769
Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.21

REKAPITULASI LULUSAN DIKNAKES POLTEKKES DAN NON POLTEKKES


MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2011

No Institusi Diknakes Poltekkes Non Poltekkes Jumlah


(1) (2) (3) (4) (5)
A KEPERAWATAN
1 Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) 0 1.305 1.305
2 Akademi Keperawatan (AKPER) 7.276 26.880 34.156
3 Akademi Kebidanan (AKBID) 5.025 10.938 15.963
4 Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG) 0 360 360
5 Akademi Kesehatan Gigi (AKG) 1.655 0 1.655
Sub Total 13.956 39.483 53.439
B KEFARMASIAN
1 Sekolah Menengah Farmasi (SMF) 0 3.013 3.013
2 Akademi Analis Farmasi dan Makanan (AKAFARMA) 125 1.200 1.325
3 Akademi Farmasi (AKFAR) 625 2.181 2.806
Sub Total 750 6.394 7.144
C KESEHATAN MASYARAKAT
1 Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) 2.065 613 2.678
Sub Total 2.065 613 2.678
D GIZI
1 Akademi Gizi (AKZI) 2.265 490 2.755
Sub Total 2.265 490 2.755
E KETERAPIAN FISIK
1 Akademi Fisioterapi (AKFIS) 190 975 1.165
2 Akademi Okupasi Terapi (AOT) 50 0 50
3 Akademi Terapi Wicara (ATW) 40 50 90
4 Akademi Akupunktur 0 101 101
Sub Total 280 1.126 1.406
F KETEKNISIAN MEDIS
1 Sekolah Menengah Analis Kesehatan (SMAK) 0 684 684
2 Akademi Analis Kesehatan (AAK) 1.105 1.431 2.536
3 Akademi Tekniker Gigi (ATG) 100 150 250
4 D-I Pendidikan Teknik Transfusi Darah (PTTD) 0 130 130
5 Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi (ATRO) 100 499 599
6 Akademi Perekam Informasi Kesehatan (APIKES) 0 1.056 1.056
7 Akademi Teknik Elektromedik (ATEM) 225 450 675
8 Akademi Refraksionis Optisi (ARO) 0 690 690
9 Akademi Ortotik Prostetik (AOP) 20 0 20
10 Akademi Teknik Kardiovaskuler 0 60 60
Sub Total 1.550 5.150 6.700
Total 20.866 53.256 74.122
Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.22

JUMLAH LULUSAN DIKNAKES POLTEKKES


MENURUT JURUSAN/PROGRAM STUDI DAN PROVINSI TAHUN AJARAN 2011/2012

Jurusan / Program Studi

No Poltekkes Kesehatan Kesehatan Analisis Teknik Teknik Okupasi Ortotik Terapi Teknik
Keperawatan Kebidanan Gizi Farmasi Teknik Gigi AKAFARMA Fisioterapi Akupunktur Jumlah
Lingkungan Gigi Kesehatan Elektromedik Diagnostik Terapi Prostetik Wicara Radio Terapi

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)

1 Banda Aceh 325 100 100 100 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 725


2 Medan 125 325 100 100 80 100 90 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 920

3 Padang 225 250 125 125 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 785


4 Pekanbaru 160 160 0 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 380
5 Jambi 125 100 100 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 425

6 Bengkulu 185 125 0 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 370


7 Palembang 300 100 0 100 100 100 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 800
8 Tanjung Karang 161 120 100 50 40 0 80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 551

9 Jakarta I 125 100 0 0 125 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 350


10 Jakarta II 0 0 125 125 0 125 0 100 0 100 125 0 0 0 0 100 0 800
11 Jakarta III 375 250 0 0 0 0 125 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 750

12 Bandung 375 450 125 125 125 0 125 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.325


13 Tasikmalaya 200 200 0 0 80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 480
14 Semarang 575 250 125 125 125 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.200
15 Surakarta 80 80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 90 50 20 40 0 0 360

16 Yogyakarta 125 100 125 125 125 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 700


17 Malang 350 350 0 125 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 825

18 Surabaya 475 325 225 0 125 0 125 125 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.400


19 Denpasar 125 100 125 100 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 550

20 Mataram 200 90 0 50 0 0 50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 390

21 Kupang 300 140 50 80 50 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 720


22 Pontianak 60 160 50 40 60 0 50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 420

23 Palangkaraya 100 100 0 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 260

24 Banjarmasin 125 100 125 125 100 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 675


25 Samarinda 80 40 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 180

26 Manado 125 120 100 80 60 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 585


27 Palu 200 100 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 400

28 Makassar 160 100 100 125 100 100 100 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0 885
29 Kendari 150 150 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 400

30 Ambon 140 140 0 80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 a 0 0 0 360


31 Ternate 345 100 100 80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 625
32 Gorontalo 100 100 0 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 260
33 Jayapura 780 100 65 65 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.010
Jumlah 7.276 5.025 2.065 2.265 1.655 625 1.105 225 0 100 125 190 50 20 40 100 0 20.866
Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.23

REKAPITULASI LULUSAN DIKNAKES NON POLTEKKES DIKNAKES


MENURUT PROGRAM STUDI DAN PROVINSI TAHUN AJARAN 2011/2012

Keperawatan Kefarmasian Kesmas Gizi Keterapian Fisik Keteknisian Medis


No Provinsi Jumlah
AKAFA Kardiovas Ortotik
SPK SPRG AKPER AKBID AKG SMF AKFAR AKL AKZI AKFIS AOT ATW Akupunktur SMAK ATG AAK ATRO ARO APIKES ATEM PTTD
RMA kuler Prostetik
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (14) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (23) (23) (24) (25) (26)

1 Aceh 160 0 610 440 0 0 60 80 60 0 100 0 0 0 0 0 80 80 0 60 50 0 0 0 1.780

2 Sumatera Utara 280 0 3.620 1.971 0 400 170 60 0 0 160 0 0 0 100 0 120 80 80 0 80 0 0 0 7.121

3 Sumatera Barat 0 0 1.205 560 0 100 80 260 0 80 60 0 0 0 0 0 100 0 100 160 0 0 0 0 2.705

4 Riau 0 0 482 353 0 80 11 50 0 0 15 0 0 0 54 0 0 0 0 20 0 0 0 0 1.065

5 Jambi 0 0 287 49 0 0 0 50 0 0 0 0 0 0 0 0 47 0 0 0 0 0 0 0 433

6 Sumatera Selatan 0 0 960 839 0 80 0 84 50 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.113

7 Bengkulu 0 0 237 49 0 80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 366

8 Lampung 0 0 500 360 0 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 960

9 Kepulauan Bangka Belitung 100 0 100 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 260

10 Kepulauan Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 DKI Jakarta 80 160 2.499 822 0 478 130 160 0 50 130 0 50 0 130 50 0 80 130 100 60 70 60 0 5.239

12 Jawa Barat 0 0 890 0 0 320 0 50 0 0 50 0 0 0 0 0 180 60 100 16 0 0 0 0 1.666

13 Jawa Tengah 200 0 4.300 1.945 0 425 360 500 280 200 160 0 0 0 200 0 360 80 180 460 180 0 0 0 9.830

14 DI Yogyakarta 0 0 718 0 0 117 60 60 0 0 0 0 0 0 0 0 39 59 0 60 0 60 0 0 1.173

15 Jawa Timur 0 100 4.055 1.100 0 558 229 179 0 160 100 0 0 101 100 100 385 100 80 0 0 0 0 7.347

16 Banten 0 0 400 480 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 880

17 Bali 100 0 0 180 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 380

18 Nusa Tenggara Barat 125 0 345 180 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 750

19 Nusa Tenggara Timur 160 0 260 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 420

20 Kalimantan Barat 0 0 650 200 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 950

21 Kalimantan Tengah 0 0 300 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 0 420

22 Kalimantan Selatan 0 0 595 240 0 125 0 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.020

23 Kalimantan Timur 0 0 380 0 0 0 0 48 50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 478

24 Sulawesi Utara 0 0 480 0 0 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 580

25 Sulawesi Tengah 0 0 525 0 0 0 0 180 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 705

26 Sulawesi Selatan 100 100 2.000 1.110 0 150 0 100 37 0 0 0 0 0 0 0 0 60 0 100 80 0 0 0 3.837

27 Sulawesi Tenggara 0 0 402 0 0 0 0 40 36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 478

28 Gorontalo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

29 Maluku 0 0 80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 80

30 Maluku Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

31 Papua 0 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 100 0 60 0 0 0 0 0 0 0 220

Jumlah 1.305 360 26.880 10.938 0 3.013 1.200 2.181 613 490 975 0 50 101 684 150 1.431 499 690 1.056 450 130 60 0 53.256

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012


Lampiran 5.24

REKAPITULASI SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) KESEHATAN MENURUT PROVINSI


KEADAAN DESEMBER 2011

Medis Keperawatan Kefarmasian Kesehatan Masyarakat


No Provinsi Bidan Tenaga Keterapian Keteknisian Analis Jumlah Tenaga Total SDM
Gizi Fisik Medis Kesehatan Tenaga Non Tenaga Kesehatan
Dokter Dokter Perawat Asisten
Dokter Umum Perawat Farmasi Sarjana Kesmas Sanitarian Kesehatan Kesehatan
Spesialis Gigi Gigi Farmasi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (19) (20)

1 Aceh 340 1,137 216 7,507 505 8,920 771 379 3,356 1,010 811 318 340 497 26,107 2,964 29,071

2 Sumatera Utara 1,279 2,724 813 12,416 621 12,956 1,158 352 3,100 773 1,334 214 519 643 38,902 5,207 44,109

3 Sumatera Barat 470 1,001 377 6,619 516 4,418 878 165 1,954 436 478 147 477 472 18,408 2,565 20,973

4 Riau 229 904 316 4,321 213 3,644 375 175 1,176 306 245 44 174 279 12,401 2,077 14,478

5 Jambi 204 639 169 3,293 358 2,775 391 155 1,402 478 207 59 125 317 10,572 1,900 12,472

6 Sumatera Selatan 189 767 124 4,334 353 3,798 399 133 3,036 674 381 60 211 254 14,713 1,782 16,495

7 Bengkulu 148 374 88 3,458 118 2,334 357 335 1,678 500 315 58 163 109 10,035 1,458 11,493

8 Lampung 263 881 249 5,394 554 3,398 285 214 1,497 516 260 44 121 326 14,002 2,810 16,812

9 Kepulauan Bangka Belitung 12 226 55 1,741 114 667 112 50 567 112 113 59 68 81 3,977 747 4,724

10 Kepulauan Riau 104 459 128 3,951 376 1,084 145 70 396 115 105 20 79 102 7,134 983 8,117

11 DKI Jakarta 4,232 2,484 1,067 19,609 345 2,121 1,142 508 999 248 458 346 624 591 34,774 10,631 45,405

12 Jawa Barat 1,477 2,860 1,112 13,984 1,497 10,496 748 272 1,669 1,195 1,084 93 312 651 37,450 9,702 47,152

13 Jawa Tengah 2,489 4,186 1,154 23,267 1,172 15,833 2,759 1,393 3,963 1,304 1,634 587 1,491 2,098 63,330 23,045 86,375

14 DI Yogyakarta 843 1,252 448 5,124 338 1,588 948 652 238 307 308 114 449 600 13,209 6,291 19,500

15 Jawa Timur 651 2,822 1,253 18,944 1,347 12,718 1,686 511 2,210 1,208 1,279 184 489 1,067 46,369 16,913 63,282

16 Banten 727 679 218 8,428 389 5,744 1,168 789 757 605 625 167 941 462 21,699 4,557 26,256

17 Bali 848 943 273 4,760 313 2,386 440 132 1,106 452 394 58 242 216 12,563 5,194 17,757

18 NTB 133 579 143 4,410 226 2,051 246 163 711 530 531 40 154 387 10,304 3,361 13,665

19 NTT 42 575 143 4,124 426 2,696 422 103 863 596 380 46 127 251 10,794 1,709 12,503

20 Kalimantan Barat 162 526 116 10,874 968 2,204 364 108 932 353 403 38 165 376 17,589 2,953 20,542

21 Kalimantan Tengah 71 443 86 3,727 255 1,772 192 129 861 279 313 46 75 169 8,418 1,316 9,734

22 Kalimantan Selatan 410 526 191 5,487 419 2,541 576 142 1,236 380 558 37 272 299 13,074 1,773 14,847

23 Kalimantan Timur 203 855 296 4,396 175 1,851 327 160 1,181 324 246 42 124 195 10,375 2,779 13,154

24 Sulawesi Utara 436 901 52 4,620 276 1,373 356 147 390 419 356 81 86 15 9,508 2,349 11,857

25 Sulawesi Tengah 57 414 88 5,458 259 2,112 236 170 1,520 482 153 35 79 113 11,176 1,170 12,346

26 Sulawesi Selatan 509 1,135 488 8,052 668 4,652 387 429 3,198 817 737 136 464 457 22,129 2,105 24,234

27 Sulawesi Tenggara 57 388 94 3,147 190 1,667 165 194 1,144 522 545 52 110 84 8,359 868 9,227

28 Gorontalo 38 239 34 1,296 82 645 144 113 758 207 210 35 102 29 3,932 867 4,799

29 Sulawesi Barat 17 226 98 1,884 71 902 85 126 555 270 271 51 49 75 4,680 511 5,191

30 Maluku 45 332 107 5,060 109 1,137 48 62 393 199 259 14 26 33 7,824 668 8,492

31 Maluku Utara 21 219 43 3,530 250 1,029 57 129 711 83 203 21 32 45 6,373 298 6,671

32 Papua Barat 30 177 36 1,869 29 600 46 42 320 107 103 2 7 38 3,406 202 3,608

33 Papua 100 619 89 5,491 69 2,052 185 174 1,613 357 417 44 107 464 11,781 1,582 13,363

Total 16,836 32,492 10,164 220,575 13,601 124,164 17,598 8,676 45,490 16,164 15,716 3,292 8,804 11,795 545,367 123,337 668,704
Total Per Kategori 59,492 234,176 124,164 26,274 61,654 15,716 3,292 8,804 11,795 545,367 123,337 668,704
Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Update : 11 April 2012
Lampiran 5.25

JUMLAH SDM KESEHATAN DI PUSKESMAS


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Tenaga Kesehatan


No Provinsi Tenaga Non Total SDM
Dokter Dokter Perawat Asisten Apoteker & Keterapian Keteknisian Analis Kesehatan Kesehatan
Dokter Gigi Perawat Bidan Kesmas Sanitarian Gizi Jumlah
Spesialis Umum Gigi Apoteker S1 Farmasi Fisik Medis Kesehatan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)

1 Aceh 1 773 156 4.984 394 7.977 513 235 1.955 747 484 159 59 311 18.748 1.253 20.001

2 Sumatera Utara 6 1.442 529 6.688 472 11.080 574 85 1.077 423 746 47 39 281 23.489 707 24.196

3 Sumatera Barat 3 585 287 2.590 365 3.838 383 34 906 305 284 39 141 229 9.989 707 10.696

4 Riau 6 578 217 2.672 176 3.078 228 70 492 192 154 3 29 174 8.069 543 8.612

5 Jambi 1 318 108 1.885 278 2.445 212 23 472 246 120 25 64 168 6.365 353 6.718

6 Sumatera Selatan 7 458 93 3.392 308 3.565 287 54 1.588 468 269 20 102 190 10.801 794 11.595

7 Bengkulu 38 226 61 1.952 81 1.917 252 119 649 133 162 3 43 43 5.679 237 5.916

8 Lampung 4 512 191 3.160 378 2.981 188 61 724 330 162 0 11 178 8.880 582 9.462

9 Kepulauan Bangka Belitung 0 132 42 1.032 90 539 65 6 238 74 70 27 15 49 2.379 253 2.632

10 Kepulauan Riau 7 322 96 1.960 211 813 71 21 184 71 69 3 11 54 3.893 364 4.257

11 DKI Jakarta 34 645 484 2.458 235 1.029 144 101 386 192 144 6 51 68 5.977 1.181 7.158

12 Jawa Barat 9 1.888 806 8.392 1.250 9.644 489 112 926 890 795 10 46 379 25.636 3.907 29.543

13 Jawa Tengah 9 1.859 714 7.374 932 13.118 834 231 1.745 876 932 86 239 692 29.641 5.650 35.291

14 DI Yogyakarta 1 365 177 863 245 776 149 16 93 163 165 17 93 185 3.308 1.265 4.573

15 Jawa Timur 31 1.832 945 10.335 977 11.374 872 184 971 835 886 47 72 592 29.953 8.367 38.320

16 Banten 0 79 34 2.688 86 4.169 130 162 331 318 399 6 312 210 8.924 571 9.495

17 Bali 0 320 170 1.058 213 1.296 108 12 409 213 129 5 21 69 4.023 512 4.535

18 Nusa Tenggara Barat 0 254 105 2.583 186 1.645 116 42 348 387 366 8 36 219 6.295 1.187 7.482

19 Nusa Tenggara Timur 0 370 109 2.999 370 2.361 302 23 485 491 294 18 14 173 8.009 692 8.701

20 Kalimantan Barat 3 314 79 5.702 651 1.845 204 40 543 282 291 3 37 216 10.210 690 10.900

21 Kalimantan Tengah 2 273 58 2.554 209 1.496 103 46 368 177 229 0 20 92 5.627 384 6.011

22 Kalimantan Selatan 58 408 124 2.819 362 2.159 257 54 807 316 331 3 108 181 7.987 497 8.484

23 Kalimantan Timur 1 479 209 2.700 151 1.559 178 70 622 198 176 6 32 95 6.476 991 7.467

24 Sulawesi Utara 1 479 26 1.852 223 1.025 125 63 176 276 242 23 0 2 4.513 209 4.722

25 Sulawesi Tengah 0 242 63 3.613 201 1.866 134 71 855 355 95 1 7 42 7.545 362 7.907

26 Sulawesi Selatan 46 671 374 4.927 464 4.004 256 225 1.903 654 576 39 141 323 14.603 879 15.482

27 Sulawesi Tenggara 10 265 70 2.234 111 1.387 105 84 558 341 383 16 53 26 5.643 227 5.870

28 Gorontalo 0 121 21 655 46 453 91 47 382 143 132 1 3 3 2.098 291 2.389

29 Sulawesi Barat 0 151 64 1.139 56 775 47 42 270 174 154 22 9 45 2.948 173 3.121

30 Maluku 1 219 91 3.533 93 981 26 22 257 155 196 7 4 12 5.597 257 5.854

31 Maluku Utara 0 143 33 1.883 152 796 30 52 424 70 148 6 8 19 3.764 123 3.887

32 Papua Barat 2 85 18 1.487 25 521 26 16 170 77 79 1 2 32 2.541 57 2.598

33 Papua 0 344 56 3.121 36 1.639 76 41 409 174 221 4 33 196 6.350 268 6.618

Total 281 17.152 6.610 107.284 10.027 104.151 7.575 2.464 21.723 10.746 9.883 661 1.855 5.548 305.960 34.533 340.493
Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Update : 11 April 2012
Lampiran 5.26

RASIO DOKTER UMUM, DOKTER GIGI, PERAWAT DAN BIDAN TERHADAP JUMLAH PUSKESMAS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Rasio Dokter Rasio Dokter Gigi Rasio Perawat Rasio Bidan


No Provinsi Jumlah Puskesmas Dokter Umum Dokter Gigi Perawat Bidan Umum terhadap terhadap terhadap terhadap
Puskesmas Puskesmas Puskesmas Puskesmas

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1 Aceh 325 773 156 4,984 7,977 2.38 0.48 15.34 24.54
2 Sumatera Utara 542 1,435 524 6,663 11,003 2.65 0.97 12.29 20.30
3 Sumatera Barat 254 581 285 2,583 3,828 2.29 1.12 10.17 15.07
4 Riau 203 578 217 2,672 3,078 2.85 1.07 13.16 15.16
5 Jambi 174 318 108 1,885 2,445 1.83 0.62 10.83 14.05
6 Sumatera Selatan 304 457 93 3,392 3,561 1.50 0.31 11.16 11.71
7 Bengkulu 178 226 61 1,952 1,917 1.27 0.34 10.97 10.77
8 Lampung 269 512 191 3,160 2,981 1.90 0.71 11.75 11.08
9 Kepulauan Bangka Belitung 58 132 42 1,032 539 2.28 0.72 17.79 9.29
10 Kepulauan Riau 67 322 96 1,960 813 4.81 1.43 29.25 12.13
11 DKI Jakarta 341 645 484 2,458 1,029 1.89 1.42 7.21 3.02
12 Jawa Barat 1,045 1,888 806 8,392 9,644 1.81 0.77 8.03 9.23
13 Jawa Tengah 867 1,859 714 7,374 13,118 2.14 0.82 8.51 15.13
14 DI Yogyakarta 121 365 177 863 776 3.02 1.46 7.13 6.41
15 Jawa Timur 955 1,832 945 10,335 11,374 1.92 0.99 10.82 11.91
16 Banten 225 79 34 2,688 4,169 0.35 0.15 11.95 18.53
17 Bali 114 320 170 1,058 1,296 2.81 1.49 9.28 11.37
18 Nusa Tenggara Barat 152 254 105 2,583 1,645 1.67 0.69 16.99 10.82
19 Nusa Tenggara Timur 342 370 109 2,999 2,361 1.08 0.32 8.77 6.90
20 Kalimantan Barat 234 314 79 5,702 1,845 1.34 0.34 24.37 7.88
21 Kalimantan Tengah 179 273 58 2,554 1,496 1.53 0.32 14.27 8.36
22 Kalimantan Selatan 224 408 124 2,819 2,159 1.82 0.55 12.58 9.64
23 Kalimantan Timur 215 479 209 2,700 1,559 2.23 0.97 12.56 7.25
24 Sulawesi Utara 170 479 26 1,852 1,025 2.82 0.15 10.89 6.03
25 Sulawesi Tengah 173 242 63 3,613 1,866 1.40 0.36 20.88 10.79
26 Sulawesi Selatan 422 671 374 4,927 4,004 1.59 0.89 11.68 9.49
27 Sulawesi Tenggara 249 265 70 2,234 1,387 1.06 0.28 8.97 5.57
28 Gorontalo 86 121 21 655 453 1.41 0.24 7.62 5.27
29 Sulawesi Barat 86 151 64 1,139 775 1.76 0.74 13.24 9.01
30 Maluku 170 219 91 3,533 981 1.29 0.54 20.78 5.77
31 Maluku Utara 115 143 33 1,883 796 1.24 0.29 16.37 6.92
32 Papua Barat 126 85 18 1,487 521 0.67 0.14 11.80 4.13
33 Papua 336 343 56 3,110 1,639 1.02 0.17 9.26 4.88
Total 9,321 17,139 6,603 107,241 104,060 1.84 0.71 11.51 11.16
Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Update : 11 April 2012
Lampiran 5.27

JUMLAH SDM KESEHATAN DI RUMAH SAKIT


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Jumlah Tenaga Kesehatan


Jumlah Tenaga Total
No Provinsi Rumah Sakit* Non SDM
Dokter Dokter Perawat Apoteker & Asisten Keterapian Keteknisian Analis
Dokter Gigi Perawat Bidan Kesmas Kesling Gizi Jumlah Kesehatan Kesehatan
Spesialis Umum Gigi S1 Farmasi Apoteker Fisik Medis Kesehatan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)

1 Aceh 47 243 259 38 1.824 78 720 127 75 292 75 147 132 200 130 4.340 915 5.255

2 Sumatera Utara 165 954 901 189 4.361 104 1.235 345 129 338 110 238 146 335 208 9.593 2.454 12.047

3 Sumatera Barat 60 443 350 74 3.653 143 426 438 82 349 63 144 100 313 223 6.798 1.504 8.302

4 Riau 44 189 288 86 1.377 200 496 114 54 142 37 60 45 133 97 3.314 1.302 4.616

5 Jambi 20 146 250 52 979 55 216 96 42 193 63 37 25 34 82 2.270 683 2.953

6 Sumatera Selatan 38 176 264 27 702 37 153 60 42 229 40 49 37 86 39 1.941 381 2.322

7 Bengkulu 20 96 115 19 1.119 29 342 46 122 451 142 102 46 108 42 2.779 508 3.287

8 Lampung 37 243 308 52 1.963 266 311 70 95 274 95 68 43 104 127 4.016 1.953 5.969

9 Kepulauan Bangka Belitung 7 9 66 7 370 12 77 19 17 47 14 23 24 35 16 736 161 897

10 Kepulauan Riau 14 5 16 4 250 27 56 5 5 10 2 4 2 6 6 398 89 487

11 DKI Jakarta 133 4.174 1.789 559 17.106 110 1.082 983 386 545 51 303 338 572 518 28.516 9.241 37.757

12 Jawa Barat 112 1.429 805 270 5.290 221 673 198 74 197 135 195 82 257 164 9.990 4.227 14.217

13 Jawa Tengah 246 2.328 1.788 333 14.244 186 1.726 1.184 402 638 200 505 425 1.140 1.106 26.205 12.663 38.868

14 DI Yogyakarta 58 686 440 169 3.628 54 538 375 119 37 55 106 81 299 269 6.856 3.330 10.186

15 Jawa Timur 106 605 826 254 8.288 364 1.078 589 166 447 198 312 134 403 422 14.086 6.454 20.540

16 Banten 56 713 593 183 5.470 285 1.388 922 499 159 101 159 147 559 231 11.409 3.783 15.192

17 Bali 47 836 546 90 3.621 89 1.030 305 87 257 103 228 53 220 133 7.598 4.130 11.728

18 Nusa Tenggara Barat 19 127 262 29 1.609 31 271 92 61 48 44 98 31 98 121 2.922 1.409 4.331

19 Nusa Tenggara Timur 24 41 185 27 973 49 260 65 33 54 30 45 28 109 63 1.962 625 2.587

20 Kalimantan Barat 34 158 190 30 5.012 310 351 143 53 244 62 105 34 122 131 6.945 2.092 9.037

21 Kalimantan Tengah 13 67 138 18 1.060 38 237 61 45 109 26 56 44 47 58 2.004 485 2.489

22 Kalimantan Selatan 28 263 111 65 2.242 57 356 244 61 265 47 173 32 156 99 4.171 1.079 5.250

23 Kalimantan Timur 31 202 305 65 1.572 22 232 116 52 90 23 45 36 86 87 2.933 1.111 4.044

24 Sulawesi Utara 34 427 308 23 2.503 45 283 105 55 52 53 77 54 86 9 4.080 1.818 5.898

25 Sulawesi Tengah 23 55 157 23 1.722 57 221 83 68 332 70 48 34 69 54 2.993 606 3.599

26 Sulawesi Selatan 60 461 431 101 3.079 200 619 113 148 628 102 124 96 317 123 6.542 883 7.425

27 Sulawesi Tenggara 17 18 59 10 502 13 127 25 45 115 37 59 21 38 21 1.090 164 1.254

28 Gorontalo 11 36 110 13 608 36 182 43 42 145 33 56 34 99 24 1.461 442 1.903

29 Sulawesi Barat 6 17 54 15 673 13 117 28 48 59 20 33 21 37 29 1.164 235 1.399

30 Maluku 23 43 102 14 1.465 16 146 18 26 94 22 53 5 20 13 2.037 252 2.289

31 Maluku Utara 14 21 66 10 1.523 84 229 20 63 124 12 50 15 24 26 2.267 130 2.397

32 Papua Barat 12 28 67 15 271 4 47 11 5 23 5 7 0 2 4 489 37 526

33 Papua 25 38 115 14 895 14 175 32 24 211 27 59 19 28 77 1.728 222 1.950

Total 1.584 15.276 12.263 2.877 99.954 3.248 15.399 7.075 3.225 7.198 2.097 3.767 2.364 6.142 4.752 185.633 65.367 251.000

Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012


Keterangan : * Rumah Sakit yang melaporkan data ketenagaannya
Lampiran 5.28

REKAPITULASI DOKTER UMUM, DOKTER SPESIALIS, DOKTER GIGI DAN DOKTER GIGI SPESIALIS YANG MEMILIKI SURAT TANDA REGISTRASI (STR)
MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN DESEMBER TAHUN 2011

Spesialis Dasar Spesialis Penunjang Medik Spesialis Dasar

Spesialis Bedah
No Provinsi Total

Spesialis Rekam

Kedokteran Gigi

Kedokteran Gigi
Spesialis Bedah

Konservasi Gigi
Penyakit Dalam

Spesialis Anak

Penyakit Mulut
Patologi Klinik

Spesialis Lain
Dokter Umum

Anestesiologi

Prostodonsia
Maksilofasial
Obstetri dan

Periodonsia
Dokter Gigi

Ortodonsia
Ginekologi

Mulut dan

Spesialis

Radiologi
Radiologi
Spesialis

Spesialis

Spesialis
Spesialis

Spesialis

Spesialis

Spesialis

Spesialis

Spesialis

Spesialis

Spesialis

Spesialis
Anatomi
Patologi
Medis

Anak
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23)
1 Aceh 1.605 37 38 19 36 9 7 2 5 4 98 181 2 3 2 1 1 2 1 0 2.053
2 Sumatera Utara 5.783 165 136 114 204 42 28 3 58 28 424 1.446 9 5 3 20 3 2 0 0 8.473
3 Sumatera Barat 2.033 70 50 42 67 16 5 2 18 10 154 527 1 1 1 4 1 2 0 0 3.004
4 Riau 1.789 35 47 31 55 12 5 1 7 5 95 487 2 2 1 2 1 1 0 0 2.578
5 Jambi 685 18 14 18 25 5 4 0 3 2 39 170 0 0 0 1 1 0 0 0 985
6 Sumatera Selatan 1.790 73 68 43 87 11 11 3 5 15 155 271 2 0 0 4 1 1 0 0 2.540
7 Bengkulu 447 8 6 7 8 2 1 0 1 2 10 73 0 0 0 1 0 0 0 0 566
8 Lampung 1.198 21 27 28 31 8 9 0 8 6 53 229 2 0 0 3 1 0 0 0 1.624
9 Kepulauan Bangka Belitung 277 7 7 4 9 1 2 0 0 0 14 58 1 1 0 0 0 0 0 0 381
10 Kepulauan Riau 562 12 27 12 28 12 3 1 3 2 29 149 2 0 0 1 2 0 0 0 845
11 DKI Jakarta 13.683 471 574 293 610 267 171 56 122 63 2.095 4.812 80 119 44 169 74 73 23 0 23.799
12 Jawa Barat 12.659 323 445 242 414 185 142 40 123 42 1.087 3.391 75 49 13 80 47 54 7 1 19.419
13 Jawa Tengah 8.004 293 257 209 273 144 97 27 53 24 759 1.497 16 28 5 19 8 9 0 0 11.722
14 DI Yogyakarta 2.426 122 101 82 102 45 36 5 30 18 279 830 23 33 9 31 11 24 1 0 4.208
15 Jawa Timur 10.686 309 306 240 370 153 155 39 136 55 1.282 3.404 31 128 30 88 63 49 13 2 17.539
16 Banten 3.716 68 119 41 106 51 25 5 22 6 268 1.240 14 11 4 12 13 20 1 0 5.742
17 Bali 2.282 100 101 85 128 52 17 3 14 13 251 702 3 4 2 4 3 5 1 1 3.771
18 Nusa Tenggara Barat 564 15 17 9 18 4 4 1 3 2 29 139 0 0 0 2 0 2 0 0 809
19 Nusa Tenggara Timur 448 13 8 10 13 1 3 0 4 1 13 110 0 0 0 0 0 0 0 0 624
20 Kalimantan Barat 608 20 17 17 19 6 7 1 8 2 45 152 2 0 0 0 1 1 0 0 906
21 Kalimantan Tengah 432 10 8 7 9 1 4 0 3 0 15 74 1 0 0 0 0 1 0 0 565
22 Kalimantan Selatan 874 25 22 19 27 9 2 1 7 4 52 178 0 1 0 1 0 0 1 0 1.223
23 Kalimantan Timur 1.216 39 35 36 56 17 12 7 12 6 93 349 3 2 0 5 2 2 0 0 1.892
24 Sulawesi Utara 1.725 47 48 24 42 10 6 7 2 7 100 67 2 2 0 1 0 1 0 0 2.091
25 Sulawesi Tengah 378 16 10 10 17 4 3 0 3 0 17 68 1 0 0 0 0 0 0 527
26 Sulawesi Selatan 3.056 104 83 83 111 39 46 2 34 18 320 1.135 7 6 3 6 6 4 0 0 5.063
27 Sulawesi Tenggara 321 8 6 6 14 2 2 0 4 1 11 104 0 0 0 0 0 1 0 0 480
28 Gorontalo 236 8 6 5 6 0 3 0 3 0 10 32 1 0 0 0 0 0 0 0 310
29 Sulawesi Barat 96 3 3 1 5 0 0 0 1 0 4 35 0 0 0 0 0 0 0 0 148
30 Maluku 203 4 4 7 5 0 1 0 1 0 10 50 0 0 0 0 0 1 0 0 286
31 Maluku Utara 140 5 5 3 3 0 0 0 1 0 5 24 0 1 0 0 0 0 0 0 187
32 Papua Barat 154 5 7 7 6 0 2 0 2 0 3 26 0 0 0 0 0 0 0 0 212
33 Papua 515 10 12 15 10 5 3 0 5 1 17 85 1 0 1 0 0 0 0 0 680
Indonesia 80.591 2.464 2.614 1.769 2.914 # 1.113 816 206 701 337 # 7.836 22.095 281 396 118 455 239 255 48 4 125.252
Sumber: Konsil Kedokteran Indonesia, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.29

REKAPITULASI PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN INDONESIA KE LUAR NEGERI


MENURUT JENIS TENAGA DAN NEGARA TAHUN 2011

No Negara Dokter Umum Sanitarian Perawat Perawat Anak Fisioterapis Bidan Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Brunei Darussalam 2 1 9 0 0 0 12
2 Malaysia 2 1 6 1 0 0 10
3 Singapura 2 2 5 0 0 0 9
4 Timor Leste 0 0 0 0 0 16 16
5 Samoa Papua 0 0 1 0 0 0 1
6 Hongkong 0 0 3 0 0 0 3
7 Jepang 0 1 48 1 0 0 50
8 Taiwan 0 0 480 0 0 0 480
9 Cina 0 1 0 0 0 0 1
10 Makau 0 0 2 0 0 0 2
11 Bahrain 0 0 11 0 0 0 11
12 Iran 1 0 0 0 0 0 1
13 Kuwait 1 0 269 0 0 0 270
14 Oman 0 0 29 0 0 0 29
15 Qatar 1 0 29 0 0 0 30
16 Turki 0 0 2 0 0 0 2
17 Saudi Arabia 4 0 365 6 1 0 376
18 Uni Emirat Arab 0 1 84 0 0 0 85
19 Yordania 0 0 1 0 0 0 1
20 Inggris 1 0 0 0 0 0 1
21 Republik Ceko 0 0 2 0 1 0 3
22 Spanyol 0 2 0 0 0 0 2
23 Amerika Serikat 0 1 0 0 0 0 1
24 Bahamas 0 0 1 0 0 0 1
25 Kanada 0 0 1 0 0 0 1
26 Meksiko 0 1 0 0 0 0 1
27 Australia 0 0 2 0 0 0 2
Total 7 5 783 6 2 0 1.387
Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.30

REKAPITULASI KEBERADAAN DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER GIGI SPESIALIS SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2011

No Provinsi Dokter Spesialis Dokter Gigi Spesialis Total


Biasa Terpencil Sangat Terpencil Jumlah Biasa Terpencil Sangat Terpencil Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1 Aceh 0 3 0 3 0 0 0 0 3

2 Sumatera Utara 1 1 1 3 0 0 0 0 3

3 Sumatera Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4 Riau 0 2 0 2 0 0 0 0 2

5 Jambi 1 0 0 1 1 0 0 1 2

6 Sumatera Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Bengkulu 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 Lampung 0 1 0 1 0 0 0 0 1

9 Kepulauan Bangka Belitung 0 1 0 1 0 0 0 0 1

10 Kepulauan Riau 1 7 0 8 0 0 0 0 8

11 DKI Jakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12 Jawa Barat 3 0 0 3 0 0 0 0 3

13 Jawa Tengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0

14 DI Yogyakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 Jawa Timur 0 0 0 0 0 0 0 0 0

16 Banten 0 0 0 0 0 0 0 0 0

17 Bali 0 0 0 0 0 0 0 0 0

18 Nusa Tenggara Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 Nusa Tenggara Timur 0 3 0 3 0 0 0 0 3

20 Kalimantan Barat 0 4 0 4 0 0 0 0 4

21 Kalimantan Tengah 3 6 0 9 0 0 0 0 9

22 Kalimantan Selatan 0 1 2 3 0 0 0 0 3

23 Kalimantan Timur 0 2 0 2 0 0 0 0 2

24 Sulawesi Utara 0 3 0 3 0 0 0 0 3

25 Sulawesi Tengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0

26 Sulawesi Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0

27 Sulawesi Tenggara 0 0 0 0 0 0 0 0 0

28 Gorontalo 0 0 0 0 0 0 0 0 0

29 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0

30 Maluku 0 0 0 0 0 0 0 0 0

31 Maluku Utara 0 2 0 2 0 0 0 0 2

32 Papua Barat 0 4 0 4 0 0 0 0 4

33 Papua 0 6 0 6 0 0 0 0 6

Jumlah 9 46 3 58 1 0 0 1 59
Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.31

REKAPITULASI KEBERADAAN DOKTER UMUM SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2011

Biasa Terpencil Sangat Terpencil


No Provinsi Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Aceh 21 6,7 124 39,5 169 53,8 314

2 Sumatera Utara 36 17,7 113 55,7 54 26,6 203

3 Sumatera Barat 4 4,6 47 54,0 36 41,4 87

4 Riau 24 33,3 36 50,0 12 16,7 72

5 Jambi 8 8,6 54 58,1 31 33,3 93

6 Sumatera Selatan 7 13,7 42 82,4 2 3,9 51

7 Bengkulu 0 0,0 46 50,0 46 50,0 92

8 Lampung 5 5,3 67 70,5 23 24,2 95

9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0,0 5 62,5 3 37,5 8

10 Kepulauan Riau 1 4,0 12 48,0 12 48,0 25

11 DKI Jakarta 24 100,0 0 0,0 0 0,0 24

12 Jawa Barat 28 100,0 0 0,0 0 0,0 28

13 Jawa Tengah 49 100,0 0 0,0 0 0,0 49

14 DI Yogyakarta 10 100,0 0 0,0 0 0,0 10

15 Jawa Timur 45 100,0 0 0,0 0 0,0 45

16 Banten 7 100,0 0 0,0 0 0,0 7

17 Bali 13 100,0 0 0,0 0 0,0 13

18 Nusa Tenggara Barat 4 8,0 22 44,0 24 48,0 50

19 Nusa Tenggara Timur 0 0,0 57 11,5 440 88,5 497

20 Kalimantan Barat 0 0,0 31 26,3 87 73,7 118

21 Kalimantan Tengah 0 0,0 53 43,1 70 56,9 123

22 Kalimantan Selatan 0 0,0 64 52,0 59 48,0 123

23 Kalimantan Timur 4 3,8 54 51,4 47 44,8 105

24 Sulawesi Utara 0 0,0 39 29,8 92 70,2 131

25 Sulawesi Tengah 0 0,0 41 31,3 90 68,7 131

26 Sulawesi Selatan 17 14,9 67 58,8 30 26,3 114

27 Sulawesi Tenggara 0 0,0 26 10,6 219 89,4 245

28 Gorontalo 0 0,0 44 49,4 45 50,6 89

29 Sulawesi Barat 0 0,0 8 11,4 62 88,6 70

30 Maluku 1 0,5 3 1,4 212 98,1 216

31 Maluku Utara 0 0,0 12 11,3 94 88,7 106

32 Papua Barat 0 0,0 8 5,6 135 94,4 143

33 Papua 0 0,0 39 13,4 251 86,6 290

Jumlah 308 8,2 1.114 29,6 2.345 62,3 3.767


Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.32

REKAPITULASI KEBERADAAN DOKTER GIGI SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2011

No Provinsi Biasa Terpencil Sangat Terpencil Total


Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Aceh 0 0,0 14 23,7 45 76,3 59


2 Sumatera Utara 2 4,3 32 69,6 12 26,1 46
3 Sumatera Barat 0 0,0 24 64,9 13 35,1 37
4 Riau 0 0,0 22 59,5 15 40,5 37
5 Jambi 0 0,0 13 40,6 19 59,4 32
6 Sumatera Selatan 0 0,0 10 83,3 2 16,7 12
7 Bengkulu 0 0,0 5 21,7 18 78,3 23
8 Lampung 1 3,6 17 60,7 10 35,7 28
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0,0 4 66,7 2 33,3 6
10 Kepulauan Riau 0 0,0 7 46,7 8 53,3 15
11 DKI Jakarta 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0
12 Jawa Barat 3 100,0 0 0,0 0 0,0 3
13 Jawa Tengah 4 100,0 0 0,0 0 0,0 4
14 DI Yogyakarta 5 100,0 0 0,0 0 0,0 5
15 Jawa Timur 36 100,0 0 0,0 0 0,0 36
16 Banten 3 100,0 0 0,0 0 0,0 3
17 Bali 5 100,0 0 0,0 0 0,0 5
18 Nusa Tenggara Barat 0 0,0 13 76,5 4 23,5 17
19 Nusa Tenggara Timur 0 0,0 6 5,2 109 94,8 115
20 Kalimantan Barat 0 0,0 2 10,5 17 89,5 19
21 Kalimantan Tengah 0 0,0 5 31,3 11 68,8 16
22 Kalimantan Selatan 0 0,0 19 43,2 25 56,8 44
23 Kalimantan Timur 0 0,0 15 39,5 23 60,5 38
24 Sulawesi Utara 0 0,0 3 33,3 6 66,7 9
25 Sulawesi Tengah 0 0,0 4 15,4 22 84,6 26
26 Sulawesi Selatan 0 0,0 29 64,4 16 35,6 45
27 Sulawesi Tenggara 0 0,0 4 5,3 72 94,7 76
28 Gorontalo 0 0,0 5 22,7 17 77,3 22
29 Sulawesi Barat 0 0,0 4 19,0 17 81,0 21
30 Maluku 0 0,0 2 2,9 67 97,1 69
31 Maluku Utara 0 0,0 2 11,1 16 88,9 18
32 Papua Barat 0 0,0 1 5,3 18 94,7 19
33 Papua 0 0,0 5 16,1 26 83,9 31
Jumlah 59 6,3 267 28,5 610 65,2 936
Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.33

REKAPITULASI KEBERADAAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF


MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2011

No Provinsi Biasa Terpencil Sangat Terpencil Total


Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Aceh 258 7,3 3.001 84,6 288 8,1 3.547

2 Sumatera Utara 2.243 43,8 2.865 56,0 12 0,2 5.120


3 Sumatera Barat 1.192 67,5 554 31,4 20 1,1 1.766

4 Riau 382 28,7 946 71,2 1 0,1 1.329


5 Jambi 243 22,4 818 75,5 23 2,1 1.084

6 Sumatera Selatan 689 73,4 250 26,6 0 0,0 939


7 Bengkulu 52 7,2 664 91,8 7 1,0 723

8 Lampung 1.389 76,6 408 22,5 17 0,9 1.814

9 Kepulauan Bangka Belitung 45 58,4 32 41,6 0 0,0 77


10 Kepulauan Riau 63 30,1 133 63,6 13 6,2 209

11 DKI Jakarta 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0


12 Jawa Barat 1.960 82,6 414 17,4 0 0,0 2.374

13 Jawa Tengah 4.718 99,9 3 0,1 0 0,0 4.721

14 DI Yogyakarta 268 99,6 1 0,4 0 0,0 269


15 Jawa Timur 3.203 95,8 140 4,2 2 0,1 3.345

16 Banten 749 70,1 320 29,9 0 0,0 1.069


17 Bali 408 94,4 24 5,6 0 0,0 432

18 Nusa Tenggara Barat 191 50,1 187 49,1 3 0,8 381


19 Nusa Tenggara Timur 3 0,5 640 97,6 13 2,0 656
20 Kalimantan Barat 13 3,2 320 79,0 72 17,8 405

21 Kalimantan Tengah 0 0,0 199 95,2 10 4,8 209


22 Kalimantan Selatan 3 1,4 216 98,6 0 0,0 219
23 Kalimantan Timur 83 26,8 227 73,2 0 0,0 310
24 Sulawesi Utara 0 0,0 28 100,0 0 0,0 28
25 Sulawesi Tengah 2 0,4 563 99,1 3 0,5 568
26 Sulawesi Selatan 859 59,9 561 39,1 13 0,9 1.433

27 Sulawesi Tenggara 1 0,1 734 94,3 43 5,5 778


28 Gorontalo 0 0,0 179 98,9 2 1,1 181
29 Sulawesi Barat 3 0,8 358 91,6 30 7,7 391
30 Maluku 1 0,6 147 84,5 26 14,9 174

31 Maluku Utara 0 0,0 268 93,1 20 6,9 288


32 Papua Barat 0 0,0 102 89,5 12 10,5 114

33 Papua 0 0,0 7 100,0 0 0,0 7


Jumlah 19.021 54,4 15.309 43,8 630 1,8 34.960
Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.34

REKAPITULASI KEBUTUHAN DAN REALISASI PENGANGKATAN DOKTER SPESIALIS SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT)
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2011

No Provinsi Pengangkatan Bulan April, Juni dan Oktober Perpanjangan Tahun 2010 Total tahun 2011
Kriteria Kriteria Kriteria
Jumlah Jumlah Jumlah
Biasa Terpencil Sangat Terpencil Biasa Terpencil Sangat Terpencil Biasa Terpencil Sangat Terpencil
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1 Aceh 0 2 0 2 0 1 0 0 0 3 0 3
2 Sumatera Utara 1 1 0 2 0 0 1 0 1 1 1 3
3 Sumatera Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Riau 0 1 0 1 0 1 0 0 0 2 0 2
5 Jambi 2 0 0 2 0 0 0 0 2 0 0 2
6 Sumatera Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Bengkulu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Lampung 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1
9 Kep. Bangka Belitung 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1
10 Kepulauan Riau 1 7 0 8 0 0 0 0 1 7 0 8
11 DKI Jakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Jawa Barat 3 0 0 3 0 0 0 0 3 0 0 3
13 Jawa Tengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 DI Yogyakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Jawa Timur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Banten 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Bali 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 Nusa Tenggara Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Nusa Tenggara Timur 0 2 0 2 0 1 0 0 0 3 0 3
20 Kalimantan Barat 0 2 0 2 0 2 0 0 0 4 0 4
21 Kalimantan Tengah 2 5 0 7 1 1 0 0 3 6 0 9
22 Kalimantan Selatan 0 1 2 3 0 0 0 0 0 1 2 3
23 Kalimantan Timur 0 1 0 1 0 1 0 0 0 2 0 2
24 Sulawesi Utara 0 1 0 1 0 2 0 0 0 3 0 3
25 Sulawesi Tengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 Sulawesi Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 Sulawesi Tenggara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 Gorontalo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Maluku 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Maluku Utara 0 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0 2
32 Papua Barat 0 3 0 3 0 1 0 0 0 4 0 4
33 Papua 0 2 0 2 0 4 0 0 0 6 0 6
Jumlah 9 29 2 40 1 17 1 0 10 46 3 59
Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.35

REKAPITULASI PENGANGKATAN DOKTER UMUM SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT)


MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2011

No Provinsi Biasa Terpencil Sangat Terpencil Total


Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Aceh 12 3,8 130 41,0 175 55,2 317


2 Sumatera Utara 10 5,3 119 63,3 59 31,4 188
3 Sumatera Barat 0 0,0 49 53,8 42 46,2 91
4 Riau 9 15,3 38 64,4 12 20,3 59
5 Jambi 2 2,2 57 62,6 32 35,2 91
6 Sumatera Selatan 0 0,0 42 95,5 2 4,5 44
7 Bengkulu 0 0,0 52 52,5 47 47,5 99
8 Lampung 3 3,2 68 71,6 24 25,3 95
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0,0 5 62,5 3 37,5 8
10 Kepulauan Riau 0 0,0 12 50,0 12 50,0 24
11 DKI Jakarta 16 100,0 0 0,0 0 0,0 16
12 Jawa Barat 6 100,0 0 0,0 0 0,0 6
13 Jawa Tengah 11 100,0 0 0,0 0 0,0 11
14 DI Yogyakarta 6 100,0 0 0,0 0 0,0 6
15 Jawa Timur 9 100,0 0 0,0 0 0,0 9
16 Banten 3 100,0 0 0,0 0 0,0 3
17 Bali 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0
18 Nusa Tenggara Barat 3 5,8 25 48,1 24 46,2 52
19 Nusa Tenggara Timur 0 0,0 67 12,5 470 87,5 537
20 Kalimantan Barat 0 0,0 34 27,0 92 73,0 126
21 Kalimantan Tengah 0 0,0 59 44,7 73 55,3 132
22 Kalimantan Selatan 0 0,0 69 51,9 64 48,1 133
23 Kalimantan Timur 0 0,0 55 50,9 53 49,1 108
24 Sulawesi Utara 0 0,0 39 29,1 95 70,9 134
25 Sulawesi Tengah 0 0,0 51 33,3 102 66,7 153
26 Sulawesi Selatan 12 9,9 81 66,9 28 23,1 121
27 Sulawesi Tenggara 0 0,0 27 10,5 229 89,5 256
28 Gorontalo 0 0,0 48 51,1 46 48,9 94
29 Sulawesi Barat 0 0,0 11 13,9 68 86,1 79
30 Maluku 0 0,0 3 1,1 274 98,9 277
31 Maluku Utara 0 0,0 11 9,2 108 90,8 119
32 Papua Barat 0 0,0 9 5,1 167 94,9 176
33 Papua 0 0,0 44 11,7 333 88,3 377
Jumlah 102 2,6 1.205 30,6 2.634 66,8 3.941
Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012
Keterangan :
Gabungan Pengangkatan + Pengangkatan Kembali
Lampiran 5.37

REKAPITULASI PENGANGKATAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT)


MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2011

No Provinsi Biasa Terpencil Total


Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Aceh 102 6,6 1.445 93,4 1.547


2 Sumatera Utara 1.088 41,3 1.547 58,7 2.635
3 Sumatera Barat 219 60,5 143 39,5 362
4 Riau 202 32,0 430 68,0 632
5 Jambi 113 24,2 353 75,8 466
6 Sumatera Selatan 101 55,5 81 44,5 182
7 Bengkulu 29 7,6 352 92,4 381
8 Lampung 608 76,8 184 23,2 792
9 Kepulauan Bangka Belitung 17 37,0 29 63,0 46
10 Kepulauan Riau 20 32,8 41 67,2 61
11 DKI Jakarta 0 0,0 0 0,0 0
12 Jawa Barat 727 79,6 186 20,4 913
13 Jawa Tengah 1.777 100,0 0 0,0 1.777
14 DI Yogyakarta 144 100,0 0 0,0 144
15 Jawa Timur 1.465 97,5 38 2,5 1.503
16 Banten 239 57,7 175 42,3 414
17 Bali 196 86,3 31 13,7 227
18 Nusa Tenggara Barat 71 46,1 83 53,9 154
19 Nusa Tenggara Timur 0 0,0 445 100,0 445
20 Kalimantan Barat 7 6,9 94 93,1 101
21 Kalimantan Tengah 0 0,0 181 100,0 181
22 Kalimantan Selatan 1 0,6 171 99,4 172
23 Kalimantan Timur 23 9,5 219 90,5 242
24 Sulawesi Utara 0 0,0 22 100,0 22
25 Sulawesi Tengah 0 0,0 382 100,0 382
26 Sulawesi Selatan 308 59,0 214 41,0 522
27 Sulawesi Tenggara 0 0,0 529 100,0 529
28 Gorontalo 0 0,0 176 100,0 176
29 Sulawesi Barat 0 0,0 97 100,0 97
30 Maluku 0 0,0 83 100,0 83
31 Maluku Utara 0 0,0 222 100,0 222
32 Papua Barat 0 0,0 75 100,0 75
33 Papua 0 0,0 6 100,0 6
Jumlah 7.457 48,1 8.034 51,9 15.491
Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012
Keterangan :
Gabungan Pengangkatan + Pengangkatan Kembali
Lampiran 5.38

REKAPITULASI KEBUTUHAN DAN REALISASI PENGANGKATAN DOKTER UMUM SEBAGAI PTT


MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2011

Pengangkatan Bulan April, Juni dan Oktober


No Provinsi Kebutuhan Realisasi Persentase Realisasi terhadap Kebutuhan
Kriteria Kriteria Kriteria
Jumlah Jumlah
Biasa Terpencil Sangat Terpencil Biasa Terpencil Sangat Terpencil Biasa Terpencil Sangat Terpencil
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1 Aceh 16 139 121 276 14 139 121 274 87,5 100,0 100,0
2 Sumatera Utara 12 134 45 191 12 130 45 187 100,0 97,0 100,0
3 Sumatera Barat 0 70 48 118 0 70 48 118 0,0 100,0 100,0
4 Riau 8 47 12 67 4 43 12 59 50,0 91,5 100,0
5 Jambi 2 51 32 85 2 51 32 85 100,0 100,0 100,0
6 Sumatera Selatan 2 58 4 64 0 58 4 62 0,0 100,0 100,0
7 Bengkulu 14 71 41 126 0 71 41 112 0,0 100,0 100,0
8 Lampung 3 71 11 85 3 71 11 85 100,0 100,0 100,0
9 Kep. Bangka Belitung 0 3 5 8 0 3 5 8 0,0 100,0 100,0
10 Kepulauan Riau 0 18 14 32 0 18 14 32 0,0 100,0 100,0
11 DKI Jakarta 0 0 0 0 32 0 0 32 0,0 0,0 0,0
12 Jawa Barat 1 0 0 1 1 0 0 1 100,0 0,0 0,0
13 Jawa Tengah 0 0 0 0 4 0 0 4 0,0 0,0 0,0
14 DI Yogyakarta 6 0 0 6 6 0 0 6 100,0 0,0 0,0
15 Jawa Timur 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0
16 Banten 0 0 0 0 6 0 0 6 0,0 0,0 0,0
17 Bali 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0
18 Nusa Tenggara Barat 14 32 23 69 6 32 23 61 42,9 100,0 100,0
19 Nusa Tenggara Timur 0 90 485 575 0 90 485 575 0,0 100,0 100,0
20 Kalimantan Barat 4 31 60 95 0 31 60 91 0,0 100,0 100,0
21 Kalimantan Tengah 0 85 71 156 0 75 71 146 0,0 88,2 100,0
22 Kalimantan Selatan 0 93 52 145 0 93 52 145 0,0 100,0 100,0
23 Kalimantan Timur 8 69 58 135 0 69 58 127 0,0 100,0 100,0
24 Sulawesi Utara 0 63 84 147 0 51 80 131 0,0 81,0 95,2
25 Sulawesi Tengah 2 81 78 161 0 53 78 131 0,0 65,4 100,0
26 Sulawesi Selatan 32 117 26 175 24 93 24 141 75,0 79,5 92,3
27 Sulawesi Tenggara 0 48 217 265 0 36 205 241 0,0 75,0 94,5
28 Gorontalo 0 71 51 122 0 71 51 122 0,0 100,0 100,0
29 Sulawesi Barat 0 16 59 75 0 16 59 75 0,0 100,0 100,0
30 Maluku 0 6 197 203 0 6 197 203 0,0 100,0 100,0
31 Maluku Utara 0 19 117 136 0 17 117 134 0,0 89,5 100,0
32 Papua Barat 0 5 160 165 0 5 160 165 0,0 100,0 100,0
33 Papua 2 78 349 429 0 54 295 349 0,0 69,2 84,5
Jumlah 126 1.566 2.420 4.112 114 1.446 2.348 3.908 90,5 92,3 97,0
Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.39

REKAPITULASI KEBUTUHAN DAN REALISASI PENGANGKATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PTT


MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2011

Pengangkatan Bulan April, Juni dan Oktober


Kebutuhan Realisasi Persentase Realisasi terhadap Kebutuhan
No Provinsi
Kriteria Kriteria Kriteria
Jumlah Jumlah
Biasa Terpencil Sangat Terpencil Biasa Terpencil Sangat Terpencil Biasa Terpencil Sangat Terpencil
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1 Aceh 0 38 32 70 0 12 15 27 0,0 31,6 46,9
2 Sumatera Utara 0 48 14 62 0 30 7 37 0,0 62,5 50,0
3 Sumatera Barat 0 29 13 42 0 19 8 27 0,0 65,5 61,5
4 Riau 0 23 11 34 0 19 10 29 0,0 82,6 90,9
5 Jambi 0 27 14 41 0 11 9 20 0,0 40,7 64,3
6 Sumatera Selatan 0 24 2 26 0 9 0 9 0,0 37,5 0,0
7 Bengkulu 0 41 13 54 0 5 7 12 0,0 12,2 53,8
8 Lampung 0 56 4 60 0 17 2 19 0,0 30,4 50,0
9 Kep. Bangka Belitung 0 2 0 2 0 2 0 2 0,0 100,0 0,0
10 Kepulauan Riau 0 5 5 10 0 4 5 9 0,0 80,0 100,0
11 DKI Jakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0
12 Jawa Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0
13 Jawa Tengah 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0
14 DI Yogyakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0
15 Jawa Timur 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0
16 Banten 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0
17 Bali 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0
18 Nusa Tenggara Barat 0 18 5 23 0 11 1 12 0,0 61,1 20,0
19 Nusa Tenggara Timur 0 11 126 137 0 5 47 52 0,0 45,5 37,3
20 Kalimantan Barat 0 12 25 37 0 0 6 6 0,0 0,0 24,0
21 Kalimantan Tengah 0 30 36 66 0 4 8 12 0,0 13,3 22,2
22 Kalimantan Selatan 0 47 14 61 0 13 10 23 0,0 27,7 71,4
23 Kalimantan Timur 0 30 13 43 0 15 12 27 0,0 50,0 92,3
24 Sulawesi Utara 0 31 29 60 0 3 4 0 0,0 9,7 13,8
25 Sulawesi Tengah 0 26 32 58 0 3 9 12 0,0 11,5 28,1
26 Sulawesi Selatan 0 28 12 40 0 17 7 24 0,0 60,7 58,3
27 Sulawesi Tenggara 0 12 45 57 0 2 35 37 0,0 16,7 77,8
28 Gorontalo 0 22 11 33 0 4 10 14 0,0 18,2 90,9
29 Sulawesi Barat 0 3 21 24 0 3 8 11 0,0 100,0 38,1
30 Maluku 0 2 45 47 0 2 28 30 0,0 100,0 62,2
31 Maluku Utara 0 5 11 16 0 3 8 11 0,0 60,0 72,7
32 Papua Barat 0 0 23 23 0 0 12 12 0,0 0,0 52,2
33 Papua 0 15 50 65 0 4 18 22 0,0 26,7 36,0
Jumlah 0 585 606 1.191 0 217 286 496 0,0 37,1 47,2
Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2012
Lampiran 5.40

REKAPITULASI PENGANGKATAN TENAGA PENUGASAN KHUSUS D-III KESEHATAN


DI KABUPATEN PRIORITAS DTPK DAN DBK MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

Kesehatan Kesehatan Perekam Analis


No Provinsi Perawat Gigi Bidan Farmasi Tenaga Gizi Lingkungan Fisioterapis Radiografer Infokes Kesehatan Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)

1 Aceh 72 8 2 12 17 24 0 1 1 17 154
2 Sumatera Utara 19 0 4 4 4 5 0 0 0 1 37
3 Sumatera Barat 3 0 0 0 1 1 0 0 0 1 6
4 Riau 23 0 0 3 0 0 0 0 0 1 27
5 Jambi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Sumatera Selatan 3 0 0 0 3 3 0 0 0 3 12
7 Bengkulu 32 0 0 0 7 1 0 0 0 6 46
8 Lampung 2 1 2 0 0 1 0 0 0 0 6
9 Kepuluan Bangka Belitung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Kepulauan Riau 26 0 0 0 7 10 0 0 0 2 45
11 DKI Jakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Jawa Barat 17 4 0 0 1 2 0 0 0 2 26
13 Jawa Tengah 2 0 0 0 2 2 0 0 0 1 7
14 DI Yogyakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Jawa Timur 6 1 3 1 3 5 0 0 0 5 24
16 Banten 27 0 0 0 0 2 0 0 0 0 29
17 Bali 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 Nusa Tenggara Barat 31 0 6 2 7 5 0 0 0 7 58
19 Nusa Tenggara Timur 138 0 0 20 28 29 1 0 0 20 236
20 Kalimantan Barat 84 7 3 1 4 4 0 0 0 0 103
21 Kalimantan Tengah 9 0 2 2 3 0 0 0 0 0 16
22 Kalimantan Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 Kalimantan Timur 63 0 0 0 0 6 0 0 0 2 71
24 Sulawesi Utara 56 0 0 1 2 5 0 0 0 0 64
25 Sulawesi Tengah 38 0 0 3 2 8 0 0 0 2 53
26 Sulawesi Selatan 11 0 0 1 3 1 0 0 0 0 16
27 Sulawesi Tenggara 31 0 0 5 6 4 0 0 0 3 49
28 Gorontalo 24 0 0 0 5 0 0 0 0 0 29
29 Sulawesi Barat 45 0 0 0 5 4 0 0 0 0 54
30 Maluku 29 0 0 0 9 9 0 0 0 0 47
31 Maluku Utara 29 0 0 1 9 0 0 0 0 2 41
32 Papua Barat 13 0 0 2 3 1 0 0 0 0 19
33 Papua 90 1 2 3 8 8 0 0 0 4 116
Total 923 22 24 61 139 140 1 1 1 79 1.391
Lampiran 5.41

ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI


MENURUT ESELON I TAHUN 2011

Anggaran Kementerian Kesehatan

No Unit Eselon I Kantor Pusat Kantor Daerah Dekonsentrasi Tugas Pembantuan


Jumlah Alokasi (Rp) Jumlah Realisasi (Rp) %
Alokasi (Rp) Realisasi (Rp) % Alokasi (Rp) Realisasi (Rp) % Alokasi (Rp) Realisasi (Rp) % Alokasi (Rp) Realisasi (Rp) %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (21) (22) (23)

1 Sekretariat Jenderal 2.674.332.773.000 2.304.763.987.528 86,18 125.412.500.000 112.302.240.658 89,55 25.000.000.000 24.562.500.000 98,25 2.824.745.273.000 2.441.628.728.186 86,44

2 Inspektorat Jenderal 88.352.641.000 72.660.647.087 82,24 88.352.641.000 72.660.647.087 82,24

3 Ditjen Bina Gizi dan KIA 541.117.831.000 442.733.229.572 81,82 20.327.676.000 16.736.874.589 82,34 332.674.421.000 299.485.625.672 90,02 1.032.672.969.000 796.496.783.459 77,13 1.926.792.897.000 1.555.452.513.292 80,73

4 Ditjen Bina Upaya Kesehatan 7.835.475.946.000 7.349.338.170.670 93,80 8.250.247.481.000 7.366.385.138.691 89,29 19.800.000.000 18.125.352.292 91,54 2.833.930.000.000 2.542.360.770.076 89,71 18.939.453.427.000 17.276.209.431.729 91,22

5 Ditjen Pengendaliaan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 1.586.952.093.000 948.905.165.688 59,79 509.401.874.000 456.334.553.602 89,58 72.352.083.000 62.415.901.839 86,27 103.184.173.000 85.869.554.754 83,22 2.271.890.223.000 1.553.525.175.883 68,38

6 Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 1.424.578.873.000 1.291.379.966.563 90,65 26.400.000.000 24.734.791.627 93,69 1.450.978.873.000 1.316.114.758.190 90,71

7 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 405.314.774.000 310.086.882.201 76,51 156.623.766.000 141.650.578.948 90,44 561.938.540.000 451.737.461.149 80,39

8 Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan 1.002.586.219.000 645.823.908.643 64,42 1.765.829.448.000 1.581.489.575.718 89,56 86.702.400.000 67.592.687.562 77,96 2.855.118.067.000 2.294.906.171.923 80,38

Kementerian Kesehatan 15.558.711.150.000 13.365.691.957.952 85,90 10.702.430.245.000 9.562.596.721.548 89,35 663.341.404.000 584.656.599.650 88,14 3.994.787.142.000 3.449.289.608.289 86,34 30.919.269.941.000 26.962.234.887.439 87,20

Sumber: Biro Keuangan dan BMN, Kemenkes RI, 2012


Lampiran 5.43

DATA CAKUPAN KEPESERTAAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2011

Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (Jiwa)

No Provinsi Askes PNS Asuransi Asuransi Swasta


Jumlah Penduduk* Jamkesmas Jamsostek Jamkesda Total Jaminan %
dan TNI Polri Perusahaan dan lain-lain

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 Aceh 4.944.398 2.682.285 524.638 5.550 - - 1.731.925 4.944.398 100,00
2 Sumatera Utara 12.937.868 4.124.247 743.606 664.091 - 193.573 1.051.403 6.776.920 52,38
3 Sumatera Barat 4.697.764 1.361.281 535.646 98.829 - - 279.272 2.275.028 48,43
4 Riau 5.422.961 1.230.911 299.421 42.669 - - 2.042.651 3.615.652 66,67
5 Jambi 3.092.265 784.842 253.517 49.196 - 13.941 200.779 1.302.275 42,11
6 Sumatera Selatan 7.297.622 2.793.317 487.956 - - - 4.016.349 7.297.622 100,00
7 Bengkulu 1.713.393 632.098 196.209 19.107 - - 80.500 927.914 54,16
8 Lampung 8.129.250 3.146.184 416.025 199.512 - - 339.594 4.101.315 50,45
9 Kepulauan Bangka Belitung 1.135.891 116.726 85.602 23.333 - 61.472 739.027 1.026.160 90,34
10 Kepulauan Riau 1.764.440 277.589 66.829 161.996 - - 967.059 1.473.473 83,51
11 DKI Jakarta 9.146.181 675.718 857.007 1.560.213 - - 341.000 3.433.938 37,55
12 Jawa Barat 42.693.951 10.700.175 2.357.903 414.243 - 175 5.002.792 18.475.288 43,27
13 Jawa Tengah 32.770.455 11.715.881 2.096.440 214.304 - 67.792 1.172.875 15.267.292 46,59
14 D.I. Yogyakarata 3.434.533 942.129 392.563 68.223 - 350.477 204.157 1.957.549 57,00
15 Jawa Timur 37.432.020 10.710.051 2.189.495 698.482 - 1.596.912 1.291.881 16.486.821 44,04
16 Banten 10.579.005 2.910.506 421.326 560.648 - - 37.978 3.930.458 37,15
17 Bali 3.529.789 548.617 356.332 88.954 - - 2.535.886 3.529.789 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 4.434.012 2.028.491 297.138 7.844 - 366 572.976 2.906.815 65,56
19 Nusa Tenggara Timur 4.256.200 2.798.871 220.773 646 - - 725.824 3.746.114 88,02
20 Kalimantan Barat 4.319.142 1.584.451 361.345 2.484 - 425.369 585.157 2.958.806 68,50
21 Kalimantan Tengah 2.236.278 763.556 218.143 174.975 - 43.773 421.962 1.622.409 72,55
22 Kalimantan Selatan 3.588.444 843.837 323.033 47.624 - 19.551 980.848 2.214.893 61,72
23 Kalimantan Timur 3.366.060 910.925 304.310 285.758 - 124.015 1.342.361 2.967.369 88,16
24 Sulawesi Utara 2.228.856 485.084 272.693 51.948 - 6.357 339.323 1.155.405 51,84
25 Sulawesi Tengah 2.633.420 851.027 241.357 14.849 - 14.154 336.601 1.457.988 55,36
26 Sulawesi Selatan 8.074.253 2.449.737 849.237 53.333 - - 4.721.946 8.074.253 100,00
27 Sulawesi Tenggara 1.953.478 1.144.447 220.191 87 - 60.683 89.643 1.515.051 77,56
28 Gorontalo 1.038.585 431.299 93.145 9.024 - - 202.374 735.842 70,85
29 Sulawesi Barat 1.163.342 473.817 88.550 - - - 14.500 576.867 49,59
30 Maluku 1.530.602 840.680 165.044 4.040 - 3.372 436.574 1.449.710 94,72
31 Maluku Utara 1.035.480 302.436 146.789 33.590 - 6.268 170.151 659.234 63,66
32 Papua Barat 729.962 521.558 80.962 - - 602.520 82,54
33 Papua 2.679.569 1.943.517 187.437 12.608 - 7.950 2.151.512 80,29
Pusat 2.673.710 854.854 - 15.351.532 2.856.539 21.736.635 9,21
Indonesia 235.989.469 76.400.000 17.205.516 5.568.160 15.351.532 5.844.789 32.983.318 153.353.315 64,98
% 32,37 7,29 2,36 6,51 2,48 13,98 64,98 82636154,00
Sumber: Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemenkes RI, 2012
Keterangan :
* Didapat dari Dinas Kesehatan Provinsi
Lampiran 5.44

ALOKASI DAN REALISASI BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK)


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011

No Provinsi Alokasi (Rp) Realisasi (Rp) %

(1) (2) (3) (4) (5)


1 Aceh 23.585.000.000 21.297.201.276 90,3
2 Sumatera Utara 38.017.500.000 36.599.028.718 96,3
3 Sumatera Barat 18.517.500.000 14.612.866.151 78,9
4 Riau 13.950.000.000 13.861.029.521 99,4
5 Jambi 12.680.000.000 12.195.049.137 96,2
6 Sumatera Selatan 21.830.000.000 21.040.004.884 96,4
7 Bengkulu 12.750.000.000 12.279.174.150 96,3
8 Lampung 19.875.000.000 17.866.444.041 89,9
9 Kepulauan Bangka Belitung 4.355.000.000 2.808.105.750 64,5
10 Kepulauan Riau 4.955.000.000 3.437.554.600 69,4
11 DKI Jakarta 25.575.000.000 17.929.321.550 70,1
12 Jawa Barat 76.875.000.000 60.735.297.468 79,0
13 Jawa Tengah 64.217.500.000 61.114.196.787 95,2
14 DI Yogyakarta 9.075.000.000 8.743.070.971 96,3
15 Jawa Timur 71.012.500.000 60.742.976.788 85,5
16 Banten 16.050.000.000 15.074.465.734 93,9
17 Bali 8.555.000.000 7.686.275.910 89,8
18 Nusa Tenggara Barat 37.250.000.000 30.404.606.175 81,6
19 Nusa Tenggara Timur 77.250.000.000 61.968.061.197 80,2
20 Kalimantan Barat 23.100.000.000 21.722.368.331 94,0
21 Kalimantan Tengah 17.400.000.000 14.058.189.475 80,8
22 Kalimantan Selatan 21.400.000.000 15.194.123.504 71,0
23 Kalimantan Timur 21.730.000.000 12.554.882.681 57,8
24 Sulawesi Utara 17.000.000.000 16.672.430.793 98,1
25 Sulawesi Tengah 16.000.000.000 15.290.264.274 95,6
26 Sulawesi Selatan 41.200.000.000 39.826.490.132 96,7
27 Sulawesi Tenggara 22.700.000.000 22.289.754.050 98,2
28 Gorontalo 7.600.000.000 6.821.781.724 89,8
29 Sulawesi Barat 8.100.000.000 8.004.563.898 98,8
30 Maluku 31.200.000.000 26.238.605.800 84,1
31 Maluku Utara 20.000.000.000 19.543.213.516 97,7
32 Papua Barat 26.500.000.000 25.694.054.308 97,0
33 Papua 74.250.000.000 66.067.668.000 89,0

Indonesia 904.555.000.000 790.373.121.294 87,38

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2012


Keterangan :
Data kumulatif sampai dengan 30 Desember 2011
Lampiran 6.1
PERBANDINGAN BEBERAPA DATA KEPENDUDUKAN DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2011

Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk Persentase Persentase Persentase GNI PPP per
No Negara Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk Angka Beban kapita
(Juta Jiwa) Penduduk di Daerah Usia 0-14 Usia 15 - 64 Usia 65 Tahun Tanggungan (US$) Tahun
Pertengahan 2011 (per Km²) Perkotaan 1990-2010 2010-2030 Tahun Tahun Ke Atas (%) 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 Brunei Darussalam 0,4 71 72 2,3 1,3 27 70 3 43 -

2 Filipina 95,7 319 63 2,1 1,5 36 60 4 67 3.540

3 Kamboja 14,7 81 20 2,0 1,0 33 63 4 59 1.820

4 Laos 6,3 26 27 2,0 1,1 41 55 4 82 2.200

5 Malaysia 28,9 88 64 2,2 1,4 30 65 5 54 13.710

6 Singapura 5,2 7.565 100 2,6 0,8 17 74 9 35 49.780

7 Vietnam 87,9 265 30 1,3 0,7 25 68 7 47 2.790

8 Indonesia 238,2 * 125 43 1,3 0,8 28 66 6 52 3.720

9 Myanmar 54,0 80 31 1,0 0,6 28 67 5 49 -

10 Thailand 69,5 135 31 1,0 0,3 21 70 9 43 7.640

11 Bangladesh 150,7 1.046 25 1,7 1,0 31 64 5 56 1.550

12 Bhutan 0,7 15 33 1,3 1,1 31 64 5 56 5.290

13 India 1241,3 378 29 1,7 1,1 33 62 5 61 3.280

14 Korea Utara 24,5 203 60 0,9 0,4 23 68 9 47 -

15 Maladewa 0,3 1.091 35 1,8 1,0 28 67 5 49 5.250

16 Nepal 30,5 207 17 2,3 1,4 37 59 4 69 1.180

17 Sri Lanka 20,9 318 15 0,9 0,5 26 68 6 47 4.720

18 Timor Leste 1,2 80 22 2,1 2,9 45 52 3 92 4.730


Sumber : - World Population Data Sheet, USAID, 2011
- The State of The Worlds Children, 2012 : Laju pertumbuhan penduduk
Ket: *) Hasil sensus penduduk 2010 : 237.6 juta jiwa
Lampiran 6.2
ANGKA KELAHIRAN, ANGKA KEMATIAN, DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI NEGARA ASEAN & SEARO

Peringkat IPM Indeks Peringkat IPM Indeks Usia Harapan Hidup Waktu Angka Kelahiran Angka Kematian Angka Kematian Angka Kematian Angka Kematian
No Negara dunia Pembangunan dunia Pembangunan Lahir Total Fertility Kasar Kasar Bayi Balita Maternal
(dari 187 Manusia (dari 187 Manusia Rate (TFR) per 1000 per 1000 (AKB) per 1000 (AKABA) per 1000 (per 100.000 lahir
L P L+P
negara) negara) Penduduk Penduduk lahir hidup lahir hidup hidup)
2010 2011 2011 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)

1 Brunei Darussalam 37 0,805 33 0,838 77 80 78 1,7 16 3 6 7 24

2 Filipina 97 0,638 112 0,644 65 72 68 3,2 25 6 23 29 99

3 Kamboja 124 0,494 139 0,523 60 64 62 3,0 26 8 43 51 250

4 Laos 122 0,497 138 0,524 64 69 65 3,9 31 8 42 54 470

5 Malaysia 57 0,744 61 0,761 72 77 74 2,6 21 5 5 6 29

6 Singapura 27 0,846 26 0,866 79 84 81 1,2 9 4 2 3 3

7 Vietnam 113 0,572 128 0,593 70 76 73 2,0 17 7 19 23 59

8 Indonesia 108 0,600 124 0,617 69 74 71 * 2,3 19 6 27 * 35 * 220

9 Myanmar 132 0,451 149 0,483 62 67 64 2,3 20 8 50 66 200

10 Thailand 92 0,654 103 0,682 70 77 74 1,6 12 7 11 13 48

11 Bangladesh 129 0,469 146 0,500 68 69 69 2,4 22 6 38 48 240

12 Bhutan - - 141 0,522 68 69 69 2,6 22 8 44 56 180

13 India 119 0,519 134 0,547 63 65 64 2,6 23 7 48 63 200

14 Korea Utara - - - - 64 72 68 2,0 15 9 26 33 81

15 Maladewa 107 0,602 109 0,661 73 74 73 2,4 23 4 14 15 60

16 Nepal 138 0,428 157 0,458 67 68 68 2,9 25 6 41 50 170

17 Sri Lanka 91 0,658 97 0,691 71 78 74 2,3 18 6 14 17 35

18 Timor Leste 120 0,502 147 0,495 61 62 62 5,7 40 10 46 55 300

Sumber : - World Population Data Sheet, USAID, 2011


- Human Development Report 2011: Indeks Pembangunan Manusia
- World Health Statistics 2012 WHO: AKABA, Angka kematian maternal
Lampiran 6.3
HUMAN DEVELOPMENT INDEX (HDI) DAN GENDER INEQUALITY INDEX (GII) DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2010 - 2011

HDI GII HDI GII

No Negara 2010 2008 2011


Angka Peringkat Angka Peringkat Angka Peringkat Angka Peringkat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

1 Brunei Darussalam 0,805 37 - - 0,838 33 - -

2 Filipina 0,638 97 0,623 78 0,644 112 0,427 75

3 Kamboja 0,494 124 0,672 95 0,523 139 0,500 99

4 Laos 0,497 122 0,650 88 0,524 138 0,513 107

5 Malaysia 0,744 57 0,493 50 0,761 61 0,286 43

6 Singapura 0,846 27 0,255 10 0,866 26 0,086 8

7 Vietnam 0,572 113 0,530 58 0,593 128 0,305 48

8 Indonesia 0,600 108 0,680 100 0,617 124 0,505 100

9 Myanmar 0,451 132 - - 0,483 149 0,492 96

10 Thailand 0,654 92 0,586 69 0,682 103 0,382 69

11 Bangladesh 0,469 129 0,734 116 0,500 146 0,550 112

12 Bhutan - - - - 0,522 141 0,495 98

13 India 0,519 119 0,748 122 0,547 134 0,617 129

14 Korea Utara - - - - - - - -

15 Maladewa 0,602 107 0,533 59 0,661 109 0,320 52

16 Nepal 0,428 138 0,716 110 0,458 157 0,558 113

17 Sri Lanka 0,658 91 0,599 72 0,691 97 0,419 74

18 Timor Leste 0,502 120 - - 0,495 147 - -


Sumber : - World Health Statistics 2011-2012

HDI Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia)


GII Gender Inequality Index (Indeks Ketidaksetaraan Gender)
Lampiran 6.4
PENDUDUK YANG MENGGUNAKAN SUMBER AIR BERSIH DAN YANG MENGGUNAKAN SARANA SANITASI SEHAT
DI NEGARA ASEAN & SEARO TAHUN 2008

(%) (%)
No Negara Penduduk Yang Menggunakan Sumber Air Bersih Penduduk Yang Menggunakan Sarana Sanitasi Sehat

Perkotaan Perdesaan Total Perkotaan Perdesaan Total


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Brunei Darussalam - - - - - -

2 Filipina 93 87 91 80 69 76

3 Kamboja 81 56 61 67 18 29

4 Laos 72 51 57 86 38 53

5 Malaysia 100 99 100 96 95 96

6 Singapura 100 - 100 100 - 100

7 Vietnam 99 92 94 94 67 75

8 Indonesia 89 71 80 67 36 52

9 Myanmar 75 69 71 86 79 81

10 Thailand 99 98 98 95 96 96

11 Bangladesh 85 78 80 56 52 53

12 Bhutan 99 88 92 87 54 65

13 India 96 84 88 54 21 31

14 Korea Utara 100 100 100 - - -

15 Maladewa 99 86 91 100 96 98

16 Nepal 93 87 88 51 27 31

17 Sri Lanka 98 88 90 88 92 91

18 Timor Leste 86 63 69 76 40 50
Sumber : The State of The Worlds Children, 2012
Lampiran 6.5
PERBANDINGAN DATA TUBERKULOSIS DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2009/2010

Proporsi Kasus TB Paru melalui DOTS


Prevalensi TB Paru Insidens TB Paru Kematian yang berhubungan dengan TB
No Negara per 100.000 Penduduk per 100.000 Penduduk Paru per 100.000 Penduduk
Case Detection Rate Succes Rate

2010 2009 2010 2010 2009


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Brunei Darussalam 91 68 1,7 [1,4-2,2] 2,7 88 71

2 Filipina 502 275 35 [23-49] 33,0 65 89

3 Kamboja 660 437 71 [50-95] 61,0 65 95

4 Laos 130 90 12 [6,8-19] 11,0 72 93

5 Malaysia 107 82 8,6 [6,4-11] 8,5 80 78

6 Singapura 44 35 2,3 [1,9-3,0] 2,3 87 82

7 Vietnam 334 199 36 [21-56] 34,0 54 92

8 Indonesia 289 189 27 [16-41] 27,0 66 91

9 Myanmar 525 384 59 [36-87] 41,0 71 85

10 Thailand 182 137 18 [11-27] 16,0 70 86

11 Bangladesh 411 225 51 [37-68] 43,0 46 92

12 Bhutan 181 151 8,3 [4,5-17] 9,2 120 92

13 India 256 185 23 [14-36] 26,0 59 88

14 Korea Utara 399 345 25 [13-45] 23,0 100 89

15 Maladewa - - 2,6 [1,4-4,6] 3,4 83 47

16 Nepal 238 163 21 [13-24] 21,0 72 90

17 Sri Lanka 101 66 9,2 [5,3-15] 9,1 69 86

18 Timor Leste 643 498 66 [36-107] 46,0 - -

Sumber : World Health Statistics 2012, WHO


Keterangan : - CDR = Case Detection Rate (Penemuan kasus baru)
- SR = Succes Rate (Angka kesembuhan)
Lampiran 6.6
ANGKA ESTIMASI HIV DAN AIDS DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2009

1. Angka Estimasi HIV 2. Kematian Akibat AIDS

No Negara Dewasa dan Anak-anak Dewasa (15+) Dewasa (15–49) Rate (%) Wanita (15+) Dewasa dan Anak-anak

(estimasi rendah – (estimasi rendah – (estimasi rendah – (estimasi rendah – (estimasi rendah –
Estimasi Estimasi Estimasi Estimasi Estimasi
estimasi tinggi) estimasi tinggi) estimasi tinggi) estimasi tinggi) estimasi tinggi)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1 Brunei Darussalam … … … … … … … … … …

2 Filipina 8.700 [ 6.100 - 13.000 ] 8.600 [ 6.000 - 13.000 ] <0,1 [ < 0,1 - <0,1 ] 2.600 [ 1.800 - 3.900 ] < 200 [ <100 - <500 ]

3 Kamboja 63.000 [ 42.000 - 90.000 ] 56.000 [ 38.000 - 82.000 ] 0,5 [ 0,4 - 0,8 ] 35.000 [ 23.000 - 52.000 ] 3 100 [ 1.000 - 5.600 ]

4 Laos 8.500 [ 6.000 - 13.000 ] 8.300 [ 5.800 - 12.000 ] 0,2 [ 0,2 - 0,4 ] 3 500 [ 2.400 - 5.500 ] < 200 [ <100 - <500 ]

5 Malaysia 100.000 [ 83.000 - 120.000 ] 100.000 [ 83.000 - 120.000] 0,5 [ 0,4 - 0,6 ] 11.000 [ 8.600 - 15.000 ] 5.800 [ 4.500 - 7.200 ]

6 Singapura 3.400 [ 2.500 - 4.400 ] 3.300 [ 2.400 - 4.300 ] 0,1 [ 0,1 - 0,1 ] 1.000 [ <1.000 - 1.300] < 100 [ <100 - <500 ]

7 Vietnam 280.000 [ 220.000 - 350.000 ] 270.000 [ 220.000 - 350.000] 0,4 [ 0,3 - 0,5 ] 81.000 [ 63.000 - 100.000 ] 14.000 [ 9.500 - 20.000 ]

8 Indonesia 310.000 [ 200.000 - 460.000 ] 300.000 [ 200.000 - 460.000 ] 0,2 [ 0,1 - 0,3 ] 88.000 [ 58.000 - 130.000 ] 8.300 [ 3.800 - 15.000 ]

9 Myanmar 240.000 [ 200.000 - 290.000 ] 230.000 [ 190.000 - 280.000 ] 0,6 [ 0,5 - 0,7 ] 81 000 [ 67.000 - 96.000 ] 18 000 [ 13.000 - 23.000 ]

10 Thailand 530.000 [ 420.000 - 660.000 ] 520.000 [ 410.000 - 640.00 ] 1,3 [ 1,0 - 1,6 ] 210.000 [ 160.000 - 260.000 ] 28 000 [ 21.000 - 37.000 ]

11 Bangladesh 6.300 [ 5.200 - 8.300 ] 6.200 [ 5.100 - 8.100 ] <0,1 [ < 0,1 - <0,1] 1.900 [ 1.500 - 2.400 ] < 200 [ <100 - <500 ]

12 Bhutan < 1000 [ <1000 - 1.500] < 1000 [ <1000 - 1.500] 0,2 [ 0,1 - 0,3 ] < 500 [ < 200 - <500] < 100 [ <100 - <100 ]

13 India 2.400.000 [ 2.100.000 - 2.800.000 ] 2.300.000 [ 2.000.000 - 2.600.000 ] 0,3 [ 0,3 - 0,4 ] 880.000 [ 730.000 - 1.000.000 ] 170 000 [ 150.000 - 200.000 ]

14 Korea Utara … … … … … … … … … …

15 Maladewa <100 [ <100 ] <100 [ <100 ] <0,1 [ < 0,1 -<0,1 ] <100 [ <100 ] < 100 [ <100 - <100 ]

16 Nepal 64.000 [ 51.000 - 80.000 ] 60.000 [ 48.000 - 75.000 ] 0,4 [ 0,3 - 0,5 ] 20.000 [ 16.000 - 25.000 ] 4.700 [ 3.800 - 5.700 ]

17 Sri Lanka 2.800 [ 2.100 - 3.800 ] 2.800 [ 2.100 - 3.700 ] <0,1 [ < 0,1 -<0,1 ] <1000 [ <500 - <1.000 ] < 200 [ <100 - <500 ]

18 Timor Leste … … … … … … … … … …

Sumber: Global Report 2010, UNAIDS Report on the Global AIDS Epidemic
Lampiran 6.7
JUMLAH KASUS DAN KEMATIAN AKIBAT AVIAN INFLUENZA
DI NEGARA-NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2003-2011

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total
NO NEGARA K M K M K M K M K M K M K M K M K M K M
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22)

1 Kamboja 0 0 0 0 4 4 2 2 1 1 1 0 1 0 1 1 8 8 18 16

2 Laos 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2

3 Vietnam 3 3 29 20 61 19 0 0 8 5 6 5 5 5 7 2 0 0 119 59

4 Indonesia 0 0 0 0 20 13 55 45 42 37 24 20 21 19 9 7 12 10 183 151

5 Myanmar 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0

6 Thailand 0 0 17 12 5 2 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 17

7 Bangladesh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 0 3 0

ASEAN 3 3 46 32 90 38 60 50 54 45 31 25 27 24 17 10 20 18 348 245

SEARO 0 0 17 12 25 15 58 48 43 37 25 20 21 19 9 7 14 10 212 168


Sumber : http://www.who.int/influenza/human_animal_interface/EN_GIP_20120706CumulativeNumberH5N1cases.pdf (diakses 1 Agustus 2012)
Lampiran 6.8
JUMLAH KASUS PENYAKIT MENULAR YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI
DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2011

Tetanus
No Negara Difteri Pertusis Tetanus Neonatorum Campak Polio

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Brunei Darussalam 0 1 0 0 0 0

2 Filipina 107 62 1.140 166 6.368 0

3 Kamboja 3 372 - 9 1.156 0

4 Laos 34 6 14 6 153 0

5 Malaysia 3 41 28 3 73 0

6 Singapura 0 8 0 0 50 0

7 Vietnam 6 81 196 32 2.809 0

8 Indonesia 385 - 137 114 16.529 0

9 Myanmar 4 0 96 32 190 0

10 Thailand 65 6 172 1 2.534 0

11 Bangladesh 27 17 710 98 788 0

12 Bhutan 0 0 - 0 97 0

13 India 3.123 38.493 1.574 653 29.808 1

14 Korea Utara - 80 - - - 0

15 Maladewa 0 0 0 0 0 0

16 Nepal 146 2.293 547 95 190 0

17 Sri Lanka 0 2 11 0 79 0

18 Timor Leste 0 0 9 2 50 -
A S E A N 607 577 1.783 363 29.862 0

S E A R O 3.750 40.891 3.256 995 50.265 1


Sumber : WHO vaccine-preventable diseases monitoring system, 2012 global summary (12 Juli 2012 updated: http://apps.who.int/immunization_monitoring/en/globalsummary/countryprofileresult.cfm)
Lampiran 6.9
PERBANDINGAN CAKUPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI
DI NEGARA ASEAN & SEARO TAHUN 2010

No Negara BCG (%) DPT3 (%) Polio3 (%) Campak (%) Hepatitis B3 (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Brunei Darussalam 95 95 99 94 96

2 Filipina 90 87 86 88 85

3 Kamboja 94 92 92 93 92

4 Laos 72 74 76 64 74

5 Malaysia 99 94 94 96 95

6 Singapura 99 97 97 95 96

7 Vietnam 94 93 94 98 88

8 Indonesia 97 83 93 89 83

9 Myanmar 93 90 90 88 90

10 Thailand 99 99 99 98 98

11 Bangladesh 94 95 95 94 95

12 Bhutan 96 91 92 95 91

13 India 87 72 70 74 37

14 Korea Utara 98 93 99 99 93

15 Maladewa 97 96 97 97 97

16 Nepal 94 82 83 86 82

17 Sri Lanka 99 99 99 99 99

18 Timor Leste 71 72 72 66 72
Sumber : WHO Immunization Summary, 2012: A Statistical Reference Containing Data through 2010
Lampiran 6.10
PERBANDINGAN UPAYA KESEHATAN DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2005 - 2011

Pemeriksaan antenatal (4 Persalinan oleh tenaga Anak dengan ASI eksklusif (6


Persentase KB aktif pada PUS
kali) kesehatan bulan)
No Negara
2011 2005-2011 2005-2011 2005-2011
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Brunei Darussalam - 100 100 -

2 Filipina 34 78 62 34

3 Kamboja 35 59 71 74

4 Laos 29 - 37 26

5 Malaysia - - 99 -

6 Singapura 55 - 100 -

7 Vietnam 68 - 84 17

8 Indonesia 57 82 77 32

9 Myanmar 38 43 71 -

10 Thailand 77 80 99 15

11 Bangladesh 48 23 27 43

12 Bhutan 65 77 58 49

13 India 47 50 58 46

14 Korea Utara 58 94 100 89

15 Maladewa 27 85 95 48

16 Nepal 44 29 36 53

17 Sri Lanka 53 93 99 76

18 Timor Leste 21 55 30 52
Sumber : - World Health Statistics 2012, WHO
- World Population Data Sheet, USAID, 2011 : Persentase KB aktif
Lampiran 6.11
PEMBIAYAAN KESEHATAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2009

Persentase Pengeluaran
Persentase Keseluruhan Persentase Pengeluaran Sektor Persentase Pengeluaran Pengeluaran per Kapita
No Negara Pengeluaran di Bidang Pemerintah di Bidang Swasta di Bidang Pemerintah di Bidang di Bidang Kesehatan Oleh
Kesehatan terhadap Produk Kesehatan terhadap Kesehatan terhadap Kesehatan terhadap Pemerintah (PPP int.
Domestik Bruto Seluruh Pengeluaran di Seluruh Pengeluaran di Seluruh Pengeluaran $)
Bidang Kesehatan Bidang Kesehatan Pemerintah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Brunei Darussalam 3,0 85,2 14,8 7,5 1.291

2 Filipina 3,6 35,1 64,9 7,1 47

3 Kamboja 5,3 36,6 63,4 9,8 40

4 Laos 4,3 28,3 71,7 5,9 26

5 Malaysia 4,6 55,7 44,3 8,4 350

6 Singapura 4,1 36,1 63,9 8,3 762

7 Vietnam 6,9 37,5 62,5 7,8 76

8 Indonesia 2,5 46,1 53,9 6,8 46

9 Myanmar 2,1 11,3 88,7 1,0 4

10 Thailand 4,2 74,6 25,4 13,3 244

11 Bangladesh 3,4 33,0 67,0 7,4 18

12 Bhutan 5,1 86,5 13,5 12,1 220

13 India 4,2 30,3 69,7 3,7 38

14 Korea Utara - - - - -

15 Maladewa 6,4 60,7 39,3 7,9 277

16 Nepal 5,5 32,0 68,0 7,7 20

17 Sri Lanka 3,2 46,2 53,8 5,9 69

18 Timor Leste 11,9 66,1 33,9 7,8 68


Sumber : World Health Statistics 2012, WHO
Lampiran 6.10
PREVALENSI BALITA MENURUT STATUS GIZI DI NEGARA ASEAN & SEARO
TAHUN 2006 - 2010

Underweight (WHO) Wasting (WHO) Stunting (WHO)


No Negara
Moderate & Severe Severe Moderate & Severe Moderate & Severe
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Brunei Darussalam - - - -

2 Filipina 22 - 7 32

3 Kamboja 28 7 11 40

4 Laos 31 9 7 48

5 Malaysia 13 - - 17

6 Singapura - - - -

7 Vietnam 20 - 10 31

8 Indonesia 18 5 14 37

9 Myanmar 23 6 8 35

10 Thailand 7 1 5 16

11 Bangladesh 41 12 17 43

12 Bhutan 13 3 6 34

13 India 43 16 20 48

14 Korea Utara 19 4 5 32

15 Maladewa 17 3 11 19

16 Nepal 39 11 13 49

17 Sri Lanka 21 4 15 17

18 Timor Leste 45 15 19 58
Sumber : - The State of The Worlds Children, 2012
Badan Pusat Statistik. 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2002-2003. Calverton, Maryland, USA.

___________. 2004. Statistik Indonesia 2003. BPS, Jakarta.

___________. 2005. Beberapa Indikator Penting Sosial-Ekonomi Indonesia 2005. BPS,


Jakarta.

___________. 2005. Statistik Indonesia 2004. BPS, Jakarta.

___________. 2006. Estimasi Parameter Demografi SUPAS 2005. BPS, Jakarta.

___________. 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. BPS, Jakarta.

___________. 2006. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2005. BPS, Jakarta.

___________. 2007. Beberapa Indikator Penting mengenai Indonesia. BPS, Jakarta.

___________. 2007. Statistik Indonesia 2007. BPS, Jakarta.

___________. 2007. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2006. BPS, Jakarta.

___________. 2008.. Pedoman Millenium Development Goals. BPS, Jakarta.

___________. 2008.. Press Release BPS 2008: Jumlah Kemiskinan. www.bps.go.id,


Jakarta.

___________. 2008. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2007. BPS, Jakarta.

___________. 2009. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2008. BPS, Jakarta.

___________. 2010. Analisis Dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2010. BPS,


Jakarta.

___________. 2010. Berita Resmi Statistik, BPS, No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010.

___________. 2010.. Data Strategis BPS, BPS, Jakarta.

233
___________. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010, Data Agregat Per Provinsi, BPS,
Jakarta.

___________. 2010. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi


Indonesia. BPS, Jakarta.

___________. 2011. Data Strategis BPS. BPS, Jakarta.

___________. 2011. Statistik Indonesia 2010. BPS, Jakarta.

___________. 2011. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2010. BPS, Jakarta.

___________. 2012. Statistik Indonesia 2011. BPS, Jakarta.

___________.2011. Berita Resmi Statistik, BPS, No. 72/11/Th. XIV, 7 November 2011.
BPS, Jakarta.

___________.2011. Hasil Sensus Penduduk 2010, Data Agregat Per Provinsi. BPS,
Jakarta.

___________.2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi


Indonesia. BPS, Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS) dan Macro International, 1998. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997. Calverton, Maryland, USA.

___________. 2008. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007. Macro.
Calverton, Maryland, USA.

Badan Pusat Statistik, BAPPENAS, UNFPA. 2005. Proyeksi Penduduk Indonesia


(Indonesia Population Projection 2000 - 2025). BPS, Jakarta.

Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar. 2011. Data 101 Puskesmas Prioritas
Nasional DTPK Tahun 2007-2010 Edisi 5. Kemenkes, Jakarta.

Kementerian Dalam Negeri. 2010. Kode Dan Data Wilayah Administrasi


Pemerintahan 2010. Depdagri, Jakarta. www.depdagri.goid

___________. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2011 Tentang
Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Kementerian Dalam Negeri,
Jakarta.

Kementerian Kesehatan. 1996. Publikasi Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga


1995. Badan Litbangkes, Jakarta.

___________.2000. Indonesia Sehat 2010, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

___________.2005. Pencegahan dan Pemberantasan DBD di Indonesia, Ditjen PPPL


Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

234
___________. 2005. Publikasi Hasil Analisis Data Survei Kesehatan Nasional 2004.
Badan Litbangkes, Depkes RI, Jakarta.

___________. 2006. Profil Pendidikan Tenaga Kesehatan Tahun 2006. Pusdiknakes,


Depkes RI, Jakarta.

___________. 2006. Profil Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia


Kesehatan 2005. Depkes, Jakarta.

___________. 2006. Statistik Rumah Sakit Di Indonesia Seri 1: Kegiatan Pelayanan.


Depkes, Jakarta.

___________. 2006. Statistik Rumah Sakit Di Indonesia Seri 2: Ketenagaan. Depkes,


Jakarta.

___________. 2006. Statistik Rumah Sakit Di Indonesia Seri 3:Morbiditas/Mortalitas.


Depkes, Jakarta.

___________. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS Indonesia


Tahun 2007. Depkes, Jakarta.

___________. 2010. Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat


(Jamkesmas) 2010. Depkes, Jakarta.

___________.2008. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA, Departemen


Kesehatan RI, Jakarta.

___________. 2008. Profil Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan 2007.


Depkes, Jakarta.

___________. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Departemen Kesehatan RI,


Jakarta.

___________. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS Indonesia


Tahun 2010. Kemenkes, Jakarta.

___________. 2010. Pendataan SDM Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Kemenkes RI,
Badan PPSDM Kesehatan, Jakarta.

Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal RI, 2010. Strategi Nasional


Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal 2004-2009. Jakarta.

PRB, 2011. The World Population Data Sheet 2011. Population Reference Bureau.

Pusat Data dan Informasi. 2011. Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan
Kesehatan 2011-2014. Kemenkes, Jakarta.

The United Nations Development Programme. 2008. Human Development Report


2011. UNDP, New York.

UNAIDS. 2010. 2010 Report on The Global AIDS Epidemic. UNAIDS/WHO.


235
UNICEF. 2012. Immunization Summary: A Statistical Reference Containing Data
Through 2010 (The 20011 Edition). UNICEF/WHO, New York.

___________. 2008. Incidence Series Immunization 2007. UNICEF/WHO, New York.

___________. 2012. The State of the World’s Children 2012. UNICEF/WHO, New York.

WHO. 2012. World Health Statistics 2012. WHO Press, Geneva.

___________. 2010. WHO Vaccine – Preventable Diseases, Monitoring System. WHO,


New York.

___________. 2010. Cumulative Number of Confirmed Human Cases of Avian


Influenza A/(H5N1) Repoerted to WHO 13 May 2011
(http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/country/cases_table_2011_05_13/en/i
ndex.html diakses 20 Juni 2011)

***

236

Anda mungkin juga menyukai