Disusun oleh:
2021
KATA PENGANTAR
Dalam penulisan makalah ini tidak terlepas bantuan dadi berbagai pihak.
Untuk itu, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan. Penulis mengharap
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis maupun pembaca, Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
PEMBAHASAN
Data dan informasi merupakan sumber daya yang sangat strategis bagi
suatu organisasi yang melaksanakan prinsip-prinsip manajemen modern. Data
dan informasi digunakan sebagai masukan dalam proses pengambilan suatu
kebijakan. Di bidang kesehatan, kebutuhan akan data dan informasi yang
evidence based sangat besar baik di Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Pusat.
Data adalah bukti nyata yang menggambarkan kondisi atau fakta yang
sebenarnya di lapangan atau di masyarakat. Informasi adalah hasil dari
pengolahan data dalam bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi
penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian sehingga akan berguna
untuk pengambilan keputusan.
Data dapat dikumpulkan dengan berbagai macam cara, yaitu: (1)
metode rutin, dan (2) metode non-rutin. Pengumpulan data secara rutin
dilakukan untuk data yang berasal dari fasilitas kesehatan. Data ini
dikumpulkan atas dasar catatan atau rekam medik pasien/klien baik yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan maupun yang dilayani di luar
gedung fasilitas pelayanan kesehatan. Pengumpulan data secara rutin
umumnya dilakukan oleh petugas kesehatan. Akan tetapi pengumpulan data
secara rutin juga dapat dilakukan oleh masyarakat (kader kesehatan). Bentuk
lain dari pengumpulan data secara rutin adalah registrasi vital. Adapun
pengumpulan data secara non-rutin umumnya dilakukan melalui survei, sensus,
evaluasi cepat (kuantitatif atau kualitatif), dan studi-studi khusus/penelitian.
Intervensi kesehatan tidak efektif dan tidak tepat sasaran tanpa informasi dan
data yang akurat dan tepat waktu.
Sumber data kesehatan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang
bersumber dari fasilitas dan masyarakat
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Sumber data kesehatan yang berasal dari fasilitas terdiri dari :
a. Fasilitas kesehatan
Data di fasilitas kesehatan didapatkan dari format pencatatan dan
pelaporan yang telah ditetapkan. Data di fasiltas kesehatan mencakup
data kegiatan dan data sumber daya. Fasilitas kesehatan melingkupi
fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta seperti praktek swasta,
Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, UPT kesehatan lain, dll.
2. Masyarakat
Data yang bersumber dari masyarakat biasanya digunakan untuk
mengevaluasi dampak (derajat kesehatan, lingkungan sehat, perilaku sehat,
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan). Data ini dapat dikumpulkan
melalui kajian cepat (rapid asessment) seperti observasi, wawancara dan
diskusi kelompok terfokus (FGD) dan Survei seperti Riskesdas, SKRT,
Susenas, SDKI, sistem registrasi penduduk dan lain-lain. Data berbasis
masyarakat dapat menangkap informasi tentang latar belakang sosial
budaya masyarakat, harapan, perilaku, dan lain-lain secara lebih lengkap.
Kedua sumber data tersebut berfungsi saling melengkapi.
1) Sensus harian
2) Prosentase pemakaian TT
3) Kegiatan persalinan
Sedangkan laporan eksternal yaitu pelaporan yang wajib dibuat oleh rumah
sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang dilaporkan kepada Dinkes
Kabupaten/kota.
1. Faktor Pemerintah
2. Standar SIK belum ada sampai saat
3. Pedoman SIK sudah ada tapi belum seragam
4. Belum ada rencana kerja SIK nasional
5. Pengembangan SIK di kabupaten atau kota tidak seragam
6. Fragmentasi
7. Terlalu banyak sistem yang berbeda-beda di semua jenjang administasi
(kabupaten atau kota, provinsi dan pusat), sehingga terjadi duplikasi data,
data tidak lengkap, tidak valid dan tidak conect dengan pusat.
8. Kesenjangan aliran data (terfragmentasi, banyak hambatan dan tidak tepat
waktu)
Hasil penelitian di NTB membuktikan bahwa : Puskesmas harus mengirim lebih dari
300 laporan dan ada 8 macam software sehingga beban administrasi dan beban
petugas terlalu tinggi. Hal ini dianggap tidak efektif dan tidak efisien.
Format pencatatan dan pelaporan masih berbeda-beda dan belum standar secara
nasional.
1. Sumber daya masih minim. Faktor kelemahan juga merupakan faktor internal
sistem informasi kesehatan nasional. Faktor ini jika tidak diintervensi akan
berdampak negatif pada keberlangsungan sistem informasi kesehatan. Sehingga
sedapat mungkin faktor ini harus diminimalisasi atau diintervensi. Faktor
kelemahan kritis yang diidentifikasi secara garis besar adalah sebagai berikut:
2. Aspek legal masih lemah. Adanya landasan hukum untuk mendukung
keberhasilan berjalannya sebuah sistem informasi mutlak diperlukan. Hal ini juga
merupakan bentuk komitmen dari seluruh komponen yang terlibat dalam suatu
sistem informasi. Peraturan perundang-undangan untuk penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan baik di tingkat transaksi layanan kesehatan maupun di
tingkat pelaporan dirasa masih lemah. Peraturan perundang-undangan yang ada
juga belum secara spesifik menjawab kebutuhan integrasi sistem informasi
kesehatan. Di beberapa kabupaten/kota belum ada landasan hukum yang cukup
kuat untuk mengimplementasi sistem informasi kesehatan di daerah yang
seharusnya berlaku secara terintegrasi. Walaupun beberapa peraturan
perundangundangan yang ada seperti UU ITE, UU KIP, PP PSTE, PP SIK, dan
lain-lain dapat dijadikan acuan. Namun peraturan perundang-undangan yang
spesifik mengatur secara teknis penyelenggaraan sistem informasi kesehatan perlu
disiapkan seperti peraturan perundang-undangan terkait rekam medis/kesehatan
elektronik.
3. Sistem informasi kesehatan masih terfragmentasi. Sebagaimana diketahui bahwa
di bidang kesehatan telah berkembang berbagai sistem informasi sejak lama
tetapi satu sama lain kurang terintegrasi. Setiap sistem informasi tersebut
cenderung untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan langsung dari
fasilitas pelayanan kesehatan yang paling bawah dengan menggunakan cara dan
format pelaporan sendiri. Akibatnya setiap operasional seperti Puskesmas dan
Rumah Sakit yang harus mencatat data dan melaporkannya sehingga Puskesmas
dan Rumah Sakit menjadi sangat terbebani. Dampak negatifnya adalah berupa
kurang akuratnya data dan lambatnya pengiriman laporan.
4. Pendanaan untuk sistem informasi kesehatan di daerah masih terbatas. Aspek
pendanaan dapat dinilai sebagai faktor kekuatan, namun terdapat beberapa hal
yang dapat pula dikategorikan sebagai faktor kelemahan. Alokasi dana untuk
operasional, pemeliharaan, dan peremajaan sistem informasi baik di pusat maupun
di daerah, belum menjadi prioritas penganggaran rutin sehingga dapat
mengakibatkan operasional dan pemeliharaan sistem tidak dapat dilakukan secara
baik untuk menjaga kesinambungan sistem informasi. Kemampuan pendanaan
daerah yang bervariasi dalam memperkuat sistem informasi kesehatan di daerah
berdampak pula pada keberhasilan penguatan sistem informasi kesehatan secara
keseluruhan.
5. Kemampuan daerah dalam pengembangan sistem informasi kesehatan dan
pengelolaan data/informasi yang bervariasi. Fakta di lapangan menunjukkan
bahwa sebagian besar kabupaten/kota dan provinsi belum memiliki kemampuan
yang memadai dalam mengembangkan sistem informasi kesehatannya, sehingga
perlu dilakukan fasilitasi. Untuk sebagian daerah yang telah memiliki
kemampuanpun tampaknya pengembangan yang dilakukan masih kurang mendasar
dan komprehensif serta belum mengatasi masalah-masalah mendasar dalam sistem
informasi kesehatan. Setiap upaya pengembangan cenderung menciptakan sistem
informasi kesehatan sendiri dan kurang memperhatikan keberlangsungan sistem
dan konsep integrasi sistem untuk efisiensi. Kondisi geografis, khususnya pada
daerah terpencil dan perbatasan juga berdampak pada kemampuan untuk
membangun sistem informasi kesehatan daerah serta optimalisasi pemanfaatan
infrastruktur teknologi informasi dan kemampuan sumberdaya lainnya. Sementara
itu, kemampuan untuk melakukan manajemen data mulai dari pengumpulan,
pengolahan, dan analisis data serta penyajian dan diseminasi informasi baik di
pusat dan daerah masih belum optimal. Kemampuan untuk menghasilkan
indikator dan informasi kesehatan yang valid dan reliabel juga masih perlu
ditingkatkan.
6. Pemanfaatan TIK dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dan
pengelolaan data yang belum optimal. Hampir sebagian besar daerah dan pusat
telah memiliki infrastruktur TIK untuk mendukung pelaksanaan sistem informasi
kesehatan, namun fasilitas TIK tersebut belum secara optimal dimanfaatkan. Hal
ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti kemampuan sumber daya
manusia yang masih terbatas, tidak berfungsinya perangkat keras dan perangkat
lunak aplikasi pengelolaan data kesehatan, tidak tersedianya prosedur
pengoperasian (SOP) atau petunjuk manual untuk mengoperasikan perangkat keras
maupun perangkat lunak aplikasi pengolahan data. Banyak pula fasilitas komputer
dan infrastruktur TIK yang akhirnya kadaluarsa atau rusak sebelum SIK
diimplementasikan. Fasilitas yang digunakan pada umumnya tidak mempunyai
standar minimum kebutuhan dan cenderung bervariasi baik dalam spesifikasi
perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Hal ini dapat mengakibatkan
ketidaksesuaian ketika akan dilakukan integrasi.
7. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia masih rendah. Sumber daya manusia
memegang peranan penting dalam keberhasilan implementasi sistem informasi
kesehatan. Namun kondisi saat ini baik di pusat maupun daerah masih terdapat
keterbatasan baik dalam hal kuantitas maupun kualitas tenaga pengelola sistem
informasi kesehatan. Selama ini, di beberapa daerah, pengelola data dan
informasi umumnya adalah tenaga yang merangkap jabatan atau tugas lain, yang
dalam kenyataannya mereka tidak dapat sepenuhnya bekerja mengelola data dan
informasi karena insentif yang tidak sesuai sehingga mereka memilih pekerjaan
paruh waktu di tempat lain. Kelemahan ini masih ditambah lagi dengan
kurangnya keterampilan dan pengetahuan mereka di bidang informasi, khususnya
teknologi informasidan pemanfaatannya. Selama ini sudah terdapat jabatan-jabatan
fungsional untuk para pengelola data dan informasi, seperti pranata komputer,
statistisi, epidemiolog, keamanan informasi, dan seterusnya. Namun belum
dimanfaatkan betul.
8. Mekanisme monitoring dan evaluasi masih lemah. Kelemahan-kelemahan dan
berbagai permasalahan pada penyelenggaraan sistem informasi kesehatan tentunya
dapat diidentifikasi dengan mekanisme monitoring dan evaluasi serta audit sistem
informasi kesehatan. Sayangnya, mekanisme monitoring dan evaluasi belum ditata
dan dilaksanakan dengan baik.
REFRENSI BAB II
https://dinkes.ntbprov.go.id/berita/data-informasi-kesehatan-satu-pintu-upaya-
mendukung-program-kesehatan-di-ntb/
Siregar, P. A., Mawar, L., Chairunnisa, W. R., Rezkiah, M., Hidayah, A. N., & Purba, R. D.
(2019). Evaluasi Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas Kota Matsum di Medan
Menggunakan Pendekatan Instrumen Health Metrics Network. Contagion: Scientific Periodical
Journal of Public Health and Coastal Health, 1(01).
Sudra, R. I., Dewi, R. K., Widiyanto, W. W., Sihotang, J. I., Jamaludin, J., Argaheni, N. B., ... &
Purnawinadi, I. G. (2021). Manajemen Informasi Kesehatan. Yayasan Kita Menulis.