Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“JUDULNNYA APA GATAU”

Untuk memenuhi tugas matakuliah

Sistem Informasi Kesehatan

diajar oleh Avid Wijaya, SST, MKM,.

Disusun oleh:

Jihan Yakaumi Solica P17421201011

Andi Malarangeng P17421203036

Galang Pradana Putra P17421203036

PROGRAM STUDI D4 PROMOSI KESEHATAN


JURUSAN KESEHATAN TERAPAN
POLTEKKES KESEHATAN KEMENKES MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya


sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Eksitensi
SIMRS Di Indonesia” dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah ini disususn
untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia dengan dosen pengampu
Avid Wijaya, SST, MKM,. Makalah ini dibuat dengan berfokuskan terhadap
keadaan sekarang yang krusial untuk membahas SIMRS atau Sistem Informasi
Kesehatan Rumah Sakit.

Dalam penulisan makalah ini tidak terlepas bantuan dadi berbagai pihak.
Untuk itu, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan. Penulis mengharap
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis maupun pembaca, Amin.

Malang, September 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Informasi Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang


meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi, dan
sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu
untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam
mendukung pembangunan kesehatan.
Sistem Informasi Kesehatan merupakan salah satu bagian penting
yang tidak dapat dipisahkan dari Sistem Kesehatan di suatu negara.
Kemajuan atau kemunduran Sistem Informasi Kesehatan selalu berkorelasi
dan mengikuti perkembangan Sistem Kesehatan, kemajuan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) bahkan mempengaruhi Sistem
Pemerintahan yang berlaku di suatu negara. Kemajuan dalam bidang TIK
yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas praktik kedokteran
maupun pelayanan kesehatan sebagai penunjang untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi keadministrasian maupun memudahkan komunikasi.
Sistem Informasi Kesehatan merupakan tulang punggung dari e-
Kesehatan karena merupakan sistem pengelolaan data dan informasi
kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara sistematika dan terintegasi
untuk mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan sistem informasi
kesehatan yang baik maka akan membuat masyarakat mengerti dengan
semua permasalahan kesehatan, akan mendapatkan info yang akurat, tepat
dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga bisa dijadikan dasar dalam
pengambilan keputusan. Semoga dengan diangkatnya topik “Sistem
Informasi Kesehatan” pada volume kali ini dapat menambah wawasan kita
tentang perkembangan sistem infomasi kesehatan baik di pusat maupun di
daerah. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam penyusunan Buletin “Sistem Informasi
Kesehatan”.
Salah satu bidang kesehatan yang saat ini sudah berkembang di
berbagai negara dalam mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) yaitu e-Kesehatan (e-Health). e-Kesehatan menurut WHO1 secara
singkat adalah penggunaan TIK untuk kesehatan. Dalam arti luas, e-
Kesehatan berhubungan dengan upaya meningkatkan arus informasi,
melalui sarana elektronik, untuk mendukung pelayanan kesehatan dan
pengelolaan sistem kesehatan. Istilah e-Kesehatan harus diartikan secara
holistik, tidak hanya terkait pada aspek teknis, tetapi juga menyangkut
sikap dan pola pikir yang berwawasan global dengan melihat pemanfaatan
TIK tidak semata-mata untuk menunjang pelayanan kesehatan dalam
hubungan dengan kepentingan lokal ataupun nasional, namun juga dalam
kaitannya dengan kepentingan regional maupun dunia.
Penataan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Kementerian
Kesehatan sudah diawali sejak tahun 1982 oleh unit kerja setingkat eselon
3 yaitu Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data di Biro Perencanaan.
Sejalan dengan semakin meningkatnya peran pengelolaan data dan
perkembangan kebutuhan organisasi, maka pada tahun 1985 dibentuk Pusat
Data Kesehatan (Pusdakes) yang merupakan unit kerja setingkat eselon 2.
Dalam perjalanannya Pusdakes mengalami beberapa kali pergantian nama
sampai akhirnya pada tahun 2010 ditetapkan menjadi Pusat Data dan
Informasi (Pusdatin) sebagai pelaksana tugas Kementerian Kesehatan di
bidang data dan informasi kesehatan. Sebagai sekretariat SIK, Pusdatin
telah melakukan inisiatif penyusunan regulasi dan standar SIK berupa
rancangan peraturan pemerintah dan NSPK yaitu panduan ROADMAP
(Peta Jalan) Rencana Aksi Penguatan SIK.
Untuk memperkuat penyusunan standar dan regulasi SIK dibentuk
Komite Ahli dan Tim Perumus Penyusunan Peraturan Pemerintah,
Pedoman dan Roadmap Sistem Informasi Kesehatan yang terdiri dari para
ahli yang berasal dari berbagai institusi/sektor yang mempunyai kaitan dan
peran dalam Sistem Informasi Kesehatan. Setelah tugasnya selesai, komite
ini akan dilebur menjadi Komite Ahli SIK. Pada tahun 2016, dalam tahap
awal pelaksanaan pembangunan kesehatan yang telah dijabarkan dalam
bentuk kegiatan, indikator, target, sampai dengan kerangka pendanaan dan
kerangka regulasinya sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Aksi
Kegiatan (RAK) Pusat Data dan Informasi tahun 2015 - 2019 yang
diterbitkan Pusdatin, terjadi reorganisasi Kementerian Kesehatan RI9 .
Struktur organisasi Pusdatin mengalami sedikit perubahan pada nama,
tugas dan fungsi bidang dan sub bidang. Bersamaan dengan masa transisi
perubahan struktur organisasi dan pejabat di lingkungan Pusdatin,
pemerintah menetapkan Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan
Kesehatan tahun 2016, yaitu : Memperkuat upaya promotif dan preventif;
Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan; Pembiayaan kesehatan;
Penyediaan, distribusi, dan mutu sediaan farmasi, alkes, dan makanan;
Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan; Penguatan sistem
informasi, manajemen, dan penelitian dan pengembangan kesehatan;
Penyediaan, persebaran dan kualitas SDM kesehatan; Mempercepat
perbaikan gizi masyarakat;Meningkatkan pelayanan keluarga berencana dan
kesehatan reproduksi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, pada makalah ini penulis
merumuskan beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut:

1. apa yang dimaksud data dan informasi kesehatan?


2. apa saja Jenis data informasi kesehatan?
3. bagaimana pengelompokan data dan informasi kesehatan yang berkaitan
dengan
makalah sebelumnya?
4. bagaimana kelemahan dan tantangan dari data dan informasi
kesehatan?

1.3 TUJUAN

Pada dasarnya makalah ini akan bertujuan untuk meneliti dari


permasalahan yang ada. Akan tetapi, tujuan-tujuan tersebut memiliki poin-
poin, yaitu untuk:

1. mengetahui pemahaman data dan informasi kesehatan,


2. mengidentifikasi jenis data informasi kesehatan,
3. mengidentifikasi pengelompokan data dan informasi kesehatan yang
berkaitan dengan makalah sebelumnya, dan
4. mengetahui kelemahan dan tantangan dari data dan informasi
kesehatan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data dan Informasi Kesehatan

Data dan informasi merupakan sumber daya yang sangat strategis bagi
suatu organisasi yang melaksanakan prinsip-prinsip manajemen modern. Data
dan informasi digunakan sebagai masukan dalam proses pengambilan suatu
kebijakan. Di bidang kesehatan, kebutuhan akan data dan informasi yang
evidence based sangat besar baik di Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Pusat.

Di Kabupaten/Kota di gunakan untuk operasionalisasi program, di


Provinsi untuk penentuan strategi program dan di pusat untuk menentukan
kebijakan nasional. Kebutuhan data dan informasi kesehatan dapat dipenuhi
melalui penyelenggaraan sistem informasi kesehatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi


Kesehatan (SIK) yang menjelaskan bahwa Sistem Informasi Kesehatan (SIK)
adalah suatu sistem pengelolan data dan informasi kesehatan di semua tingkat
pemerintah secara sistematis dan terintegrasi untuk mendukung manajemen
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dalam hal ini data dan informasi kesehatan sangat penting dalam membangun
sistem informasi kesehatan yang berguna.

Sistem Informasi Kesehatan (SIK) bertujuan untuk mengembangkan


Sistem Informasi Kesehatan yang komprehensif berhasil guna dan berdaya
guna dalam mendukung pembangunan kesehatan mencapai masyarakat sehat
yang mandiri dan berkeadilan. Sasaranya adalah tersedianya informasi yang
akurat, tepat waktu, lengkap dan sesuai dengan kebutuhan sebagai bahan
dalam proses pengambilan keputusan untuk perumusan kebijakan, perencanan,
pegerakan pelaksanan, pengendalian, pengawasan dan penilaian program
kesehatan disemua tingkat administrasi di unit pelayanan kesehatan.

2.2 Jenis Data dan Informasi Kesehatan

Data adalah bukti nyata yang menggambarkan kondisi atau fakta yang
sebenarnya di lapangan atau di masyarakat. Informasi adalah hasil dari
pengolahan data dalam bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi
penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian sehingga akan berguna
untuk pengambilan keputusan.
Data dapat dikumpulkan dengan berbagai macam cara, yaitu: (1)
metode rutin, dan (2) metode non-rutin. Pengumpulan data secara rutin
dilakukan untuk data yang berasal dari fasilitas kesehatan. Data ini
dikumpulkan atas dasar catatan atau rekam medik pasien/klien baik yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan maupun yang dilayani di luar
gedung fasilitas pelayanan kesehatan. Pengumpulan data secara rutin
umumnya dilakukan oleh petugas kesehatan. Akan tetapi pengumpulan data
secara rutin juga dapat dilakukan oleh masyarakat (kader kesehatan). Bentuk
lain dari pengumpulan data secara rutin adalah registrasi vital. Adapun
pengumpulan data secara non-rutin umumnya dilakukan melalui survei, sensus,
evaluasi cepat (kuantitatif atau kualitatif), dan studi-studi khusus/penelitian.
Intervensi kesehatan tidak efektif dan tidak tepat sasaran tanpa informasi dan
data yang akurat dan tepat waktu.
Sumber data kesehatan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang
bersumber dari fasilitas dan masyarakat
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Sumber data kesehatan yang berasal dari fasilitas terdiri dari :
a. Fasilitas kesehatan
Data di fasilitas kesehatan didapatkan dari format pencatatan dan
pelaporan yang telah ditetapkan. Data di fasiltas kesehatan mencakup
data kegiatan dan data sumber daya. Fasilitas kesehatan melingkupi
fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta seperti praktek swasta,
Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, UPT kesehatan lain, dll.

b. Fasilitas selain kesehatan.


Fasilitas selain kesehatan yang dimaksud di sini antara lain : BPS,
Dinas Pendidikan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dll.

2. Masyarakat
Data yang bersumber dari masyarakat biasanya digunakan untuk
mengevaluasi dampak (derajat kesehatan, lingkungan sehat, perilaku sehat,
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan). Data ini dapat dikumpulkan
melalui kajian cepat (rapid asessment) seperti observasi, wawancara dan
diskusi kelompok terfokus (FGD) dan Survei seperti Riskesdas, SKRT,
Susenas, SDKI, sistem registrasi penduduk dan lain-lain. Data berbasis
masyarakat dapat menangkap informasi tentang latar belakang sosial
budaya masyarakat, harapan, perilaku, dan lain-lain secara lebih lengkap.
Kedua sumber data tersebut berfungsi saling melengkapi.

2.3 Pengelompokan Data dan Informasi Kesehatan


Dalam makalah sebelumnya Data dan informasi yang dihasilkan dari rekam
medis merupakan sumber utama untuk pembuatan laporan rumah sakit.
Pelaporan rumah sakit merupakan suatu alat organisasi yang bertujuan untuk
dapat menghasilkan laporan secara cepat, tepat dan akurat. Jenis laporan
dapat dibedakan menjadi dua yaitu laporan internal dan laporan eksternal.
Laporan internal yaitu laporan yang dibuat sebagai masukan untuk menyusun
konsep Rancangan Dasar Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dan
hanya bagian internal rumah sakit yang mengetahui

Indikasi laporan adalah :

1) Sensus harian

2) Prosentase pemakaian TT

3) Kegiatan persalinan

4) Kegiatan pembedahan dan tindakan medis lainnya

5) Kegiatan rawat jalan penunjang

Sedangkan laporan eksternal yaitu pelaporan yang wajib dibuat oleh rumah
sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang dilaporkan kepada Dinkes
Kabupaten/kota.

Pelaporan yang dibuat sesuai kebutuhan Depkes RI, meliputi :

1) Data Kegiatan Rumah Sakit (RL 1)

2) Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap (RL 2a)

3) Data Keadaan Morbiditas penyakit Khusus Pasien Rawat Inap (RL


2a1)

4) Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan (RL 2b)

5) Data Keadaan Morbiditas Penyakit Khusus Pasien Rawat Jalan (RL


2b1)
6) Data individual Morbiditas Pasien Rawat Inap

7) Data Inventaris Rumah Sakit (RL3)

8) Data Keadaan ketenagaan RS (RL 4)

9) Data individual Ketenagaan RS (RL 4a)

10) Data Peralatan Rumah Sakit (RL 5)

Oleh karena itu, dapat dikelompokkan sebagai berikut

Fasilitas Pelayanan Fasilitas Pelayanan Masyarakat


Kesehatan Non Kesehatan
1) Sensus harian - -
2) Prosentase pemakaian
TT
3) Kegiatan persalinan
4) Kegiatan
pembedahan dan
tindakan medis
lainnya
5) Kegiatan rawat jalan
penunjang
6) Data Kegiatan
Rumah Sakit (RL 1)
7) Data Keadaan
Morbiditas Pasien
Rawat Inap (RL 2a)
8) Data Keadaan
Morbiditas penyakit
Khusus Pasien
Rawat Inap (RL
2a1)
9) Data Keadaan
Morbiditas Pasien
Rawat Jalan (RL 2b)
10) Data Keadaan
Morbiditas Penyakit
Khusus Pasien
Rawat Jalan (RL
2b1)
11) Data individual
Morbiditas Pasien
Rawat Inap
12) Data Inventaris
Rumah Sakit (RL3)
13) Data Keadaan
ketenagaan RS (RL
4)
14) Data individual
Ketenagaan RS (RL
4a)
15) Data Peralatan
Rumah Sakit (RL 5)
16) Indikator Statistik
Unit Rawat Inap
17) Indikator Efisiensi
Rawat Inap
18) BOR (Bed
Occupancy Rate)
19) AvLOS (Average
Length of Stay)
20) TOI (Turn Over
Interval)
21) BTO (Bed Turn
Over)

2.4 Kelemahan dan Tantangan Data dan Informasi Kesehatan

Dalam pelaksanaannya sistem informasi kesehatan di Indonesia memiliki


permasalahan yang cukup kompleks, Permasalahan mendasar Sistem Informasi
Kesehatan di Indonesia saat ini antara lain :

1. Faktor Pemerintah
2. Standar SIK belum ada sampai saat
3. Pedoman SIK sudah ada tapi belum seragam
4. Belum ada rencana kerja SIK nasional
5. Pengembangan SIK di kabupaten atau kota tidak seragam
6. Fragmentasi
7. Terlalu banyak sistem yang berbeda-beda di semua jenjang administasi
(kabupaten atau kota, provinsi dan pusat), sehingga terjadi duplikasi data,
data tidak lengkap, tidak valid dan tidak conect dengan pusat.
8. Kesenjangan aliran data (terfragmentasi, banyak hambatan dan tidak tepat
waktu)

Hasil penelitian di NTB membuktikan bahwa : Puskesmas harus mengirim lebih dari
300 laporan dan ada 8 macam software sehingga beban administrasi dan beban
petugas terlalu tinggi. Hal ini dianggap tidak efektif dan tidak efisien.
Format pencatatan dan pelaporan masih berbeda-beda dan belum standar secara
nasional.

1. Sumber daya masih minim. Faktor kelemahan juga merupakan faktor internal
sistem informasi kesehatan nasional. Faktor ini jika tidak diintervensi akan
berdampak negatif pada keberlangsungan sistem informasi kesehatan. Sehingga
sedapat mungkin faktor ini harus diminimalisasi atau diintervensi. Faktor
kelemahan kritis yang diidentifikasi secara garis besar adalah sebagai berikut:
2. Aspek legal masih lemah. Adanya landasan hukum untuk mendukung
keberhasilan berjalannya sebuah sistem informasi mutlak diperlukan. Hal ini juga
merupakan bentuk komitmen dari seluruh komponen yang terlibat dalam suatu
sistem informasi. Peraturan perundang-undangan untuk penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan baik di tingkat transaksi layanan kesehatan maupun di
tingkat pelaporan dirasa masih lemah. Peraturan perundang-undangan yang ada
juga belum secara spesifik menjawab kebutuhan integrasi sistem informasi
kesehatan. Di beberapa kabupaten/kota belum ada landasan hukum yang cukup
kuat untuk mengimplementasi sistem informasi kesehatan di daerah yang
seharusnya berlaku secara terintegrasi. Walaupun beberapa peraturan
perundangundangan yang ada seperti UU ITE, UU KIP, PP PSTE, PP SIK, dan
lain-lain dapat dijadikan acuan. Namun peraturan perundang-undangan yang
spesifik mengatur secara teknis penyelenggaraan sistem informasi kesehatan perlu
disiapkan seperti peraturan perundang-undangan terkait rekam medis/kesehatan
elektronik.
3. Sistem informasi kesehatan masih terfragmentasi. Sebagaimana diketahui bahwa
di bidang kesehatan telah berkembang berbagai sistem informasi sejak lama
tetapi satu sama lain kurang terintegrasi. Setiap sistem informasi tersebut
cenderung untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan langsung dari
fasilitas pelayanan kesehatan yang paling bawah dengan menggunakan cara dan
format pelaporan sendiri. Akibatnya setiap operasional seperti Puskesmas dan
Rumah Sakit yang harus mencatat data dan melaporkannya sehingga Puskesmas
dan Rumah Sakit menjadi sangat terbebani. Dampak negatifnya adalah berupa
kurang akuratnya data dan lambatnya pengiriman laporan.
4. Pendanaan untuk sistem informasi kesehatan di daerah masih terbatas. Aspek
pendanaan dapat dinilai sebagai faktor kekuatan, namun terdapat beberapa hal
yang dapat pula dikategorikan sebagai faktor kelemahan. Alokasi dana untuk
operasional, pemeliharaan, dan peremajaan sistem informasi baik di pusat maupun
di daerah, belum menjadi prioritas penganggaran rutin sehingga dapat
mengakibatkan operasional dan pemeliharaan sistem tidak dapat dilakukan secara
baik untuk menjaga kesinambungan sistem informasi. Kemampuan pendanaan
daerah yang bervariasi dalam memperkuat sistem informasi kesehatan di daerah
berdampak pula pada keberhasilan penguatan sistem informasi kesehatan secara
keseluruhan.
5. Kemampuan daerah dalam pengembangan sistem informasi kesehatan dan
pengelolaan data/informasi yang bervariasi. Fakta di lapangan menunjukkan
bahwa sebagian besar kabupaten/kota dan provinsi belum memiliki kemampuan
yang memadai dalam mengembangkan sistem informasi kesehatannya, sehingga
perlu dilakukan fasilitasi. Untuk sebagian daerah yang telah memiliki
kemampuanpun tampaknya pengembangan yang dilakukan masih kurang mendasar
dan komprehensif serta belum mengatasi masalah-masalah mendasar dalam sistem
informasi kesehatan. Setiap upaya pengembangan cenderung menciptakan sistem
informasi kesehatan sendiri dan kurang memperhatikan keberlangsungan sistem
dan konsep integrasi sistem untuk efisiensi. Kondisi geografis, khususnya pada
daerah terpencil dan perbatasan juga berdampak pada kemampuan untuk
membangun sistem informasi kesehatan daerah serta optimalisasi pemanfaatan
infrastruktur teknologi informasi dan kemampuan sumberdaya lainnya. Sementara
itu, kemampuan untuk melakukan manajemen data mulai dari pengumpulan,
pengolahan, dan analisis data serta penyajian dan diseminasi informasi baik di
pusat dan daerah masih belum optimal. Kemampuan untuk menghasilkan
indikator dan informasi kesehatan yang valid dan reliabel juga masih perlu
ditingkatkan.
6. Pemanfaatan TIK dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dan
pengelolaan data yang belum optimal. Hampir sebagian besar daerah dan pusat
telah memiliki infrastruktur TIK untuk mendukung pelaksanaan sistem informasi
kesehatan, namun fasilitas TIK tersebut belum secara optimal dimanfaatkan. Hal
ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti kemampuan sumber daya
manusia yang masih terbatas, tidak berfungsinya perangkat keras dan perangkat
lunak aplikasi pengelolaan data kesehatan, tidak tersedianya prosedur
pengoperasian (SOP) atau petunjuk manual untuk mengoperasikan perangkat keras
maupun perangkat lunak aplikasi pengolahan data. Banyak pula fasilitas komputer
dan infrastruktur TIK yang akhirnya kadaluarsa atau rusak sebelum SIK
diimplementasikan. Fasilitas yang digunakan pada umumnya tidak mempunyai
standar minimum kebutuhan dan cenderung bervariasi baik dalam spesifikasi
perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Hal ini dapat mengakibatkan
ketidaksesuaian ketika akan dilakukan integrasi.
7. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia masih rendah. Sumber daya manusia
memegang peranan penting dalam keberhasilan implementasi sistem informasi
kesehatan. Namun kondisi saat ini baik di pusat maupun daerah masih terdapat
keterbatasan baik dalam hal kuantitas maupun kualitas tenaga pengelola sistem
informasi kesehatan. Selama ini, di beberapa daerah, pengelola data dan
informasi umumnya adalah tenaga yang merangkap jabatan atau tugas lain, yang
dalam kenyataannya mereka tidak dapat sepenuhnya bekerja mengelola data dan
informasi karena insentif yang tidak sesuai sehingga mereka memilih pekerjaan
paruh waktu di tempat lain. Kelemahan ini masih ditambah lagi dengan
kurangnya keterampilan dan pengetahuan mereka di bidang informasi, khususnya
teknologi informasidan pemanfaatannya. Selama ini sudah terdapat jabatan-jabatan
fungsional untuk para pengelola data dan informasi, seperti pranata komputer,
statistisi, epidemiolog, keamanan informasi, dan seterusnya. Namun belum
dimanfaatkan betul.
8. Mekanisme monitoring dan evaluasi masih lemah. Kelemahan-kelemahan dan
berbagai permasalahan pada penyelenggaraan sistem informasi kesehatan tentunya
dapat diidentifikasi dengan mekanisme monitoring dan evaluasi serta audit sistem
informasi kesehatan. Sayangnya, mekanisme monitoring dan evaluasi belum ditata
dan dilaksanakan dengan baik.
REFRENSI BAB II

https://dinkes.ntbprov.go.id/berita/data-informasi-kesehatan-satu-pintu-upaya-
mendukung-program-kesehatan-di-ntb/

Budiarto, M. (2007). Penyempurnaan Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota.

Hidayat, F. (2020). Konsep Dasar Sistem Informasi Kesehatan. Deepublish.

Indonesia, K. R. (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017.

Mathar, I. (2018). Manajemen Informasi Kesehatan: Pengelolaan Dokumen Rekam Medis.


Deepublish.

Sanjoyo, R. (2007). Sistem Informasi Kesehatan. KTI. Yogyakarta: UGM.

Siregar, P. A., Mawar, L., Chairunnisa, W. R., Rezkiah, M., Hidayah, A. N., & Purba, R. D.
(2019). Evaluasi Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas Kota Matsum di Medan
Menggunakan Pendekatan Instrumen Health Metrics Network. Contagion: Scientific Periodical
Journal of Public Health and Coastal Health, 1(01).

Sudra, R. I., Dewi, R. K., Widiyanto, W. W., Sihotang, J. I., Jamaludin, J., Argaheni, N. B., ... &
Purnawinadi, I. G. (2021). Manajemen Informasi Kesehatan. Yayasan Kita Menulis.

Anda mungkin juga menyukai