Anda di halaman 1dari 14

PROSES DASAR PENGGARAPAN SISTEM INFORMASI

KESEHATAN DENGAN BENAR

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Matrikulasi Sistem Informasi Kesehatan
Program Studi Profesi Bidan

Dosen Pembimbing:
Siti Saadah Mardiah, SST, MPH

Disusun Oleh:
Nani Muniroh
Nopi Nurlela
Ria Amalia Kusmawati

KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
TASIKMALAYA JURUSAN KEBIDANAN TASIKMALAYA
2023KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, atas karunia dan hidayah-Nya
tim penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul “Sistem
Pencatatan dan Pelaporan sebagai Sumber Data Sistem Informasi Kesehatan”.
Makalah ini dipergunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah matrikulasi (Sistem
Informasi Kesehatan) dalam kegiatan pembelajaran Program Studi Profesi Bidan
Poltekkes Tasikmalaya.
Pada kesempatan ini, tim penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen pembimbing Siti Saadah Mardiah, SST, MPH., yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya untuk penulisan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Oleh karena itu kami sangat memerlukan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata, kami barharap semoga makalah ini bemanfaat khususnya bagi kami
dan umumnya bagi seluruh mahasiswa dan pembaca. Kami menyadari bahwa
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, untuk itu kami menerima kritik dan saran
yang membangun. Terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Tasikmalaya, 26 Juli 2023

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa provinsi di
bawah koordinasi dari pemerintahan pusat. Dengan banyaknya provinsitersebut,
maka dalam proses untuk melihat derajat kesehatan dari setiapindividu dalam
populasi tersebut perlu sebuah sistem yang mendukung, yaitu Sistem Informasi
Kesehatan ". Sejak ditetapkannya Indonesia Sehat 2010 sebagi visi Kesehatan, maka
Indonesia telah menetapkan pembaharuan kebijakan dalam pembangunan
kesehatan,yaitu paradigma sehat yang inti pokoknya adalah menekankan pentingnya
kesehatan sebagai hak asasi manusia, kesehatan sebagai investasi bangsa dan
kesehatan sebagai titik sentral pembangunan nasional. Untuk mendukung
keberhasilan pembaharuan kebijakan pembangunan tersebut telah disusun Sistem
Informasi Kesehatan Nasional yang baru mampu menjawab dan merespon berbagai
tantangan pembangunan kesehatan masa kini maupun untuk masa mendatang.
Seiring dengan era desentralisasi berbagai sistem informasi kesehatan telah
dikembangkan baik pemerintah pusat atau daerah, sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik daerah masing-masing. Selain melaksanakan program pemerintah pusat
melalui kementerian kesehatan, pemerintah daerah juga diberikan otonomi untuk
mengembangkan sistem informasinya, baik di tingkat dinas kesehatan dan
puskesmas mau pun rumah sakit. Dengan demikian, maka pengembangan sistem
informasi kesehatan nasional (SIKNAS) diharapkan merupakan pengembangan
sistem informasi kesehatan yang menyeluruh dan terintegrasi di setiap tingkat
administrasi kesehatan, yang akan menghasilkan data/informasi yang akurat yang
dapat menunjang Indonesia Sehat. Pengembangan sistem informasi kesehatan
tersebut harus sejalan dengan kebijakan desentralisasi sebagaimana diatur dalam UU
nomor 22 tahun 1999.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran sistem kesehatan nasional?
2. Bagaimana sistem informasi kesehatan nasional?
3. Bagaimana gambaran sistem informasi kesehatan provinsi?
4. Bagaimana gambaran sistem informasi kesehatan kabupaten/ kota

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran sistem kesehatan nasional
2. Untuk mengetahui gambaran sistem informasi kesehatan nasional
3. Untuk mengetahui gambaran sistem informasi kesehatan provinsi
4. Untuk mengetahui gambaran sistem informasi kesehatan kabupaten/ kota
BAB II
ISI

A. Sistem Kesehatan Nasional


1. Pengertian
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya deraja kesehatan masyarakat seting-
tingginya (Perpres no. 72 tentang Sistem Kesehatan Nasional). Banyak tantangan
yang dihadapi dalam membangun sistem kesehatan yang kuat dan handal,
diantaranya kurangnya tenaga kesehatan, kurangnya koordinasi antar lembaga dan
pembiayaan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. SKN yang lemah sangat
berbahaya ketika diperhadapkan dengan kondisi tidak normal (bencana dan krisis
kesehatan). Kebijakan dari SKN ini telah banyak melakukan perubahan, salah
satunya dalam hal perubahan sub sistem upaya kesehatan dan pembiayaan
kesehatan. Namun demikian, permasalahan kesehatan yang terus berkembang
menuntut SKN menjadi suatu tatanan yang kuat dalam pembangunan kesehatan.
Penguatan SKN harus mampu memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat baik
dalam kondisi normal dan kondisi tidak normal. Laman ini akan menampilkan sub
sistem kesehatan nasional, peraturan, buku, dan jurnal terkait sistem kesehatan
nasional.

B. Gambaran Sistem Informasi Kesehatan Nasional


Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) adalah sistem informasi yg
berhubungan dengan sistem-sistem informasi lain baik secara nasional maupun
internasional dalam rangka kerjasama yang saling menguntungkan. Kerjasama diatur
sedemikian rupa sehingga tidak mengabikan kepentingan bangsa yang lebih luas dan
rahasia-rahasia negara.
SIKNAS bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan merupakan
bagian dari sistem kesehatan. Oleh karena itu, SIK di tingkat pusat merupakan
bagian dari sistem kesehatan nasional, di tingkat provinsi merupakan bagian dari
sistem kesehatan provinsi, dan di tingkat kabupaten atau kota merupakan bagian dari
sistem kesehatan kabupaten atau kota. SIKNAS di bagun dari himpunan atau
jaringan sistem1sistem informasi kesehtan provinsi dan sistem informasi kesehatan
provinsi di bangun darihimpunan atau jarngan sistem-sistem informasi kesehatan
kabupaten atau kota.
Adapun peraturan perundang-undangan yang menyebutkan SIK adalah:
1. Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi
desentralisasi bidang kesehatan.
Desentralisasi pelayanan publik merupakan salah satu langkah strategis yang
cukup populer dianut oleh negara-negara di Eropa Timur dalam rangka
mendukung terciptanya good governance. Salah satu motivasi utama diterapkan
kebijaksanaan ini adalah bahwa pemerintahan dengan sistem perencanaan yang
sentralistik seperti yang telah dianut sebelumnya terbukti tidak mampu
mendorong terciptanya suasana yang kondusif bagi partisipasi aktif masyarakat
dalam melakukan pembangunan. Tumbuhnya kesadaran akan berbagai kelemahan
dan hambatan yang dihadapi dalam kaitannya dengan struktur pemerintahan yang
sentralistik telah mendorong dipromosikannya pelaksanaan strategi desentralisasi.
2. Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk
pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten kota.
Salah satu yang menyebabkan kurang berhasilnya Sistem Informasi Kesehatan
dalam mendukung upaya-upaya kesehatan adalah karena SIK tersebut dibangun
secara terlepas dari sistem kesehatan. SIK dikembangkan terutama untuk
mendukung manajemen kesehatan. Pendekatan sentralistis di waktu lampau juga
menyebabkan tidak berkembangnya manajemen kesehatan di unit-unit kesehatan
di daerah.
Terdapat 7 komponen yang saling terhubung dan saling terkait dengan adanya
jaringan SIKNAS, yaitu
1. Sumber data manual
Fasilitas pelayanan kesehatan yang masih memakai sistem manual akan melakukan
pencatatan, penyimpanan dan pelaporan berbasis kertas .
2. Sumber data komputerisasi
Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi online, data individual langsung dikirim
ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang telah ditentukan.
3. Sistem informasi dinas kesehatan
Laporan yang masuk ke dinkes kabupaten/kota dari semua fasilitas kesehatan
(kecuali milik pemerintah provinsi dan pemerintah pusat) berupa laporan softcopy
dan laporan hardcopy. Laporan hardcopy dientri ke dalam aplikasi SIKDA generik.
Laporan softcopy diimpor ke aplikasi SIKDA Generik, selanjutnya semua bentuk
laporan diunggah ke Bank Data Kesehatan Nasional.
4. Sistem informasi pemangku kepentingan
Sistem informasi yang dikelola oleh pemangku kepentingan terkait kesehatan. Mekanisme
pertukaran data terkait kesehatan dengan pemangku kepentingan di semua tingkatan
dilakukan dengan mekanisme yang disepakati.
5. Bank data kesehatan nasional
Didalamnya tercakup semua data kesehatan dari sumber data (fasilitas kesehatan).
6. Pengguna data oleh Kemetrian Kesehatan
Data yang ada dalam bank data kesehatan nasional dimanfaatkan oleh unit program di
Kemkes dan UPTnya, dan Dinkes dan UPTnya.
7. Pengguna data
Pengguna data dapat mengakses infokes pada bank data kes. website Kemkes.
Jaringan SIKNAS adalah sebuah koneksi/jaringan virtual sistem informasi
kesehatan elektronik yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan dan hanya bisa
diakses bila telah dihubungkan. Jaringan SIKNAS merupakan infrastruktur jaringan
komunikasi data terintegrasi dengan menggunakan Wide Area Network (WAN),
jaringan telekomunikasi mencakup area yang luas sertadigunakan untuk mengirim
data jarak jauh antara Local Area Network (LAN) yang berbeda, dan arsitektur
jaringan lokal komputer lainnya. Pengembangan jaringan komputer (SIKNAS)
online ditetapkan melalui keputusan Mentri Kesehata (KEPMENKES) No. 837
Tahun 2007.

C. Gambaran Sistem Informasi Kesehatan Provinsi


Sistem informasi kesehatan di dinas kesehatan merupakan sistem informasi
kesehatan yang dikelola oleh dinas kesehatan baik kabupaten/kota dan provinsi.
Laporan yang masuk ke dinas kesehatan kabupaten/kota dari semua fasilitas kesehatan
(kecuali milik pemerintah provinsi dan pemerintah pusat) dapat berupa laporan
softcopy dan laporan hardcopy. Laporan hardcopy dientri ke dalam aplikasi SIKDA
generik. Laporan softcopy diimpor ke dalam aplikasi SIKDA Generik, selanjutnya
semua bentuk laporan diunggah ke Bank Data Kesehatan Nasional. Dinas kesehatan
provinsi melakukan hal yang sama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk
laporan dari fasilitas kesehatan milik provinsi.
Seperti diketahui bersama bahwa Informasi yang disiapkan dengan baik di unit-
unit kesehatanakan membantu pembuatan keputusan keputusan dalam unit kesehatan
tersebut karenadapat berfungsi sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan.
Disadari bahwa perkembangan sistem informasi kesehatan sangatlah cepat, tidak hanya
disebabkan karena perubahan teknologi informasi yang sedemikian pesatnya, akan
tetapi juga metode-metode pemanfaatan data untuk pengelolaan pelayanan kesehatan
dan sumber daya kesehatan selalu mengalami perkembangan.
Efisiensi dalam pengelolaan informasi kesehatan menjadi sangat penting karena
menyangkut pengendalian biaya pelayanan kesehatan dan efisiensi waktu. Dalam hal
ini, pemanfaatan data dalam pengelolaan kasus klinis untuk level individu maupun
dalam tingkat kesehatan masyarakat menjadi mutlak diperlukan. Seiring dengan
perkembangan sistem informasi, kebutuhan data/informasi yang akurat makin
meningkat, namun ternyata sistem informasi yang ada saat ini masih belum dapat
menghasilkan data yang akurat, lengkap dan tepat waktu. 
Berbagai permasalahan yang masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan saat sekarang ini. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab
bersama untuk memperbaiki /melengkapi bahkan menyempurnakan sistem yang ada
saat ini menjadi sesuatu yang optimal yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak.
Sistem Informasi Kesehatan propinsi memiliki tanggungjawab untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan :
1. Mengolah data dari DKK, unit-unit pelayanan kesehatan milik daerah propinsi dan
sumber-sumber lain
2. Menyelenggarakan survei / penelitian bilamana diperlukan
 

3. Membuat profil kesehatan propinsi untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian


propinsi sehat
4. Mengirim laporan berkala / profil kesehatan propinsi ke pemerintah pusat
5. Memelihara bank data
6. Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen klien, manajemen
unit dan manajemen sistem kesehatan kabupaten/ kota
7. Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya di wilayah kerjanya
D. Gambaran Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/ Kota
Pengembangan sistem informasi kesehatan sebenarnya telah dimulai PELITA I
melalui sistem informasi  kesehatan nasional pada kantor wilayah kementerian
kesehatan (KemenKes RI; 2007)   semenjak   diterapkannya   kebijakannya-kebijakan  
desentralisasi   kesehatan,   berbagai kalangan menilai bahwa sistem informasi
kesehatan Kementerian kesehatan dalam input data dari propinsi, kabupaten/kota sangat
kurang. Di sisi lain beberapa daerah mengatakan bahwa penerapan sistem informasi
kesehatan semenjak era desentralisasi memberi dampak yang lebih baik. Hal ini
ditunjukkan dengan semakin tingginya motivasi dinas kesehatan untuk
mengembangkan SIK, semakin banyak puskesmas yang memiliki computer,
tersedianya jaringan LAN di dinas kesehatan mapun teknologi informasi lainnya.
Adanya desentralisasi ini pula, mengakibatkan pencatatan dan pelaporan sebagai
produk dari era sentralisasi menjadi  overlaps, hal ini tentu saja menjadi beban bagi
kabupaten/ kota. Melalui keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 511 tahun 2002
tentang kebijakan dan strategiI pengembangan   SIKNAS   dan   Nomor   932   tahun  
2002   tentang   petunjuk   pelaksanaan pengembangan   sistem   informasi   kesehatan  
daerah   di   kabupten/kota   dikembangkan   beragai strategi, yaitu :
1. Integrasi  dan simplifkasi pencatatan dan pelaporan yan ada.
2.  Penetapan dan pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan.
3. Fasilitasi pengembangan sistem-sistem informasi kesehatan daerah
4. Pengembangan teknologi dan sumber daya;
5. Pengembangan   pelayanan   data   dan   informasi   untuk   managemen   dan  
pengambilan keputusan
6. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk masyarakat.
Selanjutnya,   pada  melalui   keputusan  menteri   kesehatan  RI   Nomor   837  
tahun   2007 tentang pengembangan jaringan computer online SIKNAS di rencanakan
beberapa hal dalam setiap tahunnya; yaitu
1. Terselenggaranya jaringan komunikasi data terintegrasi antara 80 % dinas
kesehatan kabupaten/kota dan 100 % dinas provinsi dengan kementerian kesehatan
pada tahun 2007.
2.  Terselenggaranya   jaringan   komunikasi   data   online   terintegrasi   antara   90  
%   dinas kesehatan kabupaten/kota,  100 % dinas kesehatan provinsi, 100 % rumah
sakit pusat, 100 % unit pelaksana teknis (UPT) pusat dengan kementerian kesehatan
tahun 2009.
3.  Terselenggaranya   jaringan   komunikasi   data   online   terintegrasi   antara  
seluruh   dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan  provinsi, rumah sakit 
pusat,   dan   UPT   pusat kementeri an kesehatan pada tahun 2010
4. Dari beberapa hal tersebutlah, maka pemerintah daerah pun
berupaya mengembangkan sistem   informasi   yang   sesuai   dengan   keunikan  
dan   karakteristiknya. Pengembangan   system informasi kesehatan daerah melalui
software atau web seperti SIMPUS, SIMRS, SIKDA dan sebagainya.
Sejatinya   suatu   sistem   informasi   yang terintegrasi harus memenuhi
kebutuhan berbagai lintas sector dan lintas program yang dapat di akses   sebagai  
informasi   yang   dapat   menjadi   pertimbangan   dalam   pengambilan  
berbagai keputusan   dan   kebijakan.   Seperti   aplikasi   komunikasi   data,   dapat  
dilihat   bahwa   data   dan informasi kesehatan yang disediakan tidak memenuhi
dengan kebutuhan baik provinsi atau kabupaten/kota,   sehingga   kabupaten/kota   pun  
berupaya   mengembangkan   sistem   informasi sendiri.
SP2TP pun sejatinya dapat digantikan dengan SIMPUS online ternyata di
lapangan puskesmas   pun   masih   menyampaikan   laporannya   secara   manual  
setiap   bulannya.   Hal   ini mengakibatkan beban kera bagi petugas dan informasi yang
diberikan tidaklah dalam hitungan hari, melainkan bulan.Suatu sistem yang diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan baik pusat atau daerah, pengambilan keputusan dapat
mengakses informasi secara cepat dan tepat sehingga kebiakan dapat efektif dan
efisien. Sebagai   dampak   dari   desentralisasi,   daerah   masih   menganggap  
kebutuhan   system informasi   berbasis   web   atau   komputerisasi   bukanlah  
prioritas. Memang pada awalnya pelaksana  sistem  informasi membutuhkan banyak
biaya, akan tetapi dalam perjalanannya juga memerlukan perawatan dan pemeliharaan
yang tidak sedikit. Kondisi geografis juga sangat mempengaruhi, masih
banyak puskesmas di daerah  yang sangat terbatas akses informasinya.
Dalam rangka mewujudkan SIK Terintegrasi, dikembangkan model SIK Nasional
yang menggantikan sistem yang saat ini masih diterapkan di Indonesia. Model ini
memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tetapi tetap dapat
menampung SIK Manual untuk fasilitas kesehatan yang masih mempunyai keterbatasan
infrastruktur (seperti pasokan listrik dan peralatan komputer serta jaringan internet).
Kedepan semua pemangku kepentingan SIK bisa bergerak menuju ke arah SIK
Komputerisasi dimana proses pencatatan, penyimpanan dan diseminasi informasi bisa
lebih efisien dan efektif serta keakuratan data dapat ditingkatkan.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang masih memakai sistem manual akan
melakukan pencatatan, penyimpanan dan pelaporan berbasis kertas. Laporan
dikirimkan dalam bentuk hardcopy (kertas) berupa data rekapan/agregat ke dinas
kesehatan kabupaten/kota.
Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi offline, laporan dikirim
dalam bentuk softcopy berupa data individual ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi online, data individual
langsung dikirim ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang telah
ditentukan.
Petugas kesehatan di lapangan (bidan desa, perawat desa/perawat perkesmas,
posyandu, polindes) melapor kepada puskesmas yang membinanya, berupa data
rekapan/agregat sesuai jadwal yang telah ditentukan. Selanjutnya akan dikembangkan
program mobile health (mHealth) dengan teknologi informasi dan komunikasi sehingga
data individual dapat langsung masuk ke Bank Data Kesehatan Nasional.
Di dinas kesehatan kabupaten/kota, laporan hardcopy dari semua fasilitas
pelayanan kesehatan (kecuali milik pemerintah provinsi dan pemerintah pusat) akan
dientri ke dalam aplikasi SIKDA generik. Laporan softcopy yang diterima, akan
diimpor ke dalam aplikasi SIKDA Generik selanjutnya semua bentuk laporan diunggah
ke Bank Data Kesehatan Nasional.
Dinas kesehatan provinsi melakukan hal yang sama dengan dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk laporan dari unit pelayanan kesehatan milik Provinsi.
Informasi yang bersumber dari luar fasilitas kesehatan (misalnya kependudukan)
akan diambil dari sumber yang terkait (contohnya BPS) dan dimasukkan ke dalam
Bank Data Kesehatan Nasional. Semua pemangku kepentingan yang membutuhkan
informasi kesehatan dapat mengakses informasi yang diperlukan dari bank Data
Kesehatan Nasional melalui website Kemenkes.
Sistem Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik ini adalah upaya dari Kemenkes
dalam menerapkan standarisasi Sistem Informasi Kesehatan, sehingga dapat tersedia
data dan informasi kesehatan yang akurat, tepat dan cepat, dengan mendayagunakan
teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam
bidang kesehatan di Kabupaten/Kota, Provinsi dan Kementerian Kesehatan. SIKDA
Generik merupakan aplikasi elektronik yang dirancang untuk mampu menjembatani
komunikasi data antar komponen dalam sistem kesehatan nasional yang meliputi
puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan
Kementerian Kesehatan.
1. Sistem Informasi Kesehatan Daerah Sistem kesehatan di Indonesia dapat
dikelompokkan dalam beberapa tingkat sebagai berikut:
Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar
lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah
sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya
2. Tingkat Provinsi, dimana terdapat dinas kesehatan provinsi, rumah sakit provinsi,
dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder lainnya.
3. Tingkat Pusat, dimana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan
Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnya. SIKDA Generik terdiri dari 3 aplikasi
sistem informasi elektronik yaitu Sistem Informasi Manajemen Puskesmas, Sistem
Informasi Manajemen Dinas Kesehatan, dan Sistem Informasi Manajemen Rumah
Sakit. SIKDA Generik ini akan didistribusikan kepada seluruh fasilitas kesehatan
dalam rangka pengembangan SIK komputerisasi.
Dalam hal ini Pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk menetapkan strategi
pengembangan dan pengelolaan SIK. Semua pemangku kepentingan SIK mempunyai
kewajiban untuk mengikuti penetapan dan kebijakan yang ditentukan serta mempunyai
peran untuk memperkuat SIK di Indonesia. Koordinasi lintas sektor merupakan hal
yang penting karena SIK bukan hanya tanggung jawab bidang kesehatan tetapi juga
bidang lain yang terkait di setiap jenjang. Di tingkat provinsi/kabupaten/kota,
pelaksanaan SIK juga harus didukung oleh suatu kebijakan yang memperkuatnya
sebagai pijakan pelaksanaan bagi pengelola SIK di daerah. Setiap daerah (provinsi dan
kabupaten/kota) membuat peraturan daerah mengenai SIK yang sejalan dengan SIK
Nasional. Selain itu Kepala fasilitas pelayanan kesehatan juga dapat mengeluarkan
keputusan terkait SIK sesuai wilayah kerjanya, untuk memastikan pelaksanaan
operasional.
Pengelolaan SIK merupakan suatu hal yang penting dan tidak mudah sehingga
memerlukan unit khusus yang fokus dan kompeten. Pengelolaan SIK diselenggarakan
oleh semua tingkatkan manajemen kesehatan di pusat maupun daerah dan melibatkan
semua pemangku kepentingan (bidang kesehatan dan selain bidang kesehatan). Berikut
ini diuraikan organisasi penyelenggara di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan
pelayanan kesehatan.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 267/Menkes/SK/III/2008 tentang
petunjuk teknis pengorganisasian dinas kesehatan daerah, organisasi yang menangani
data dan informasi di dinas kesehatan kabupaten/kota seyogyanya dibentuk UPT Dinas
(UPTD). Dalam rangka penyelenggaraan SIK di tingkat Kabupaten/Kota perlu juga
dibentuk Tim SIKDA. Tim SIKDA terdiri dari
1. Penanggung jawab: Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
2. Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung jawab terhadap data dan
informasi.
3. Sekretaris: Pejabat Eselon IV yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi
4. Anggota: Semua pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota

DAFTAR PUSTAKA
Edu, Academia. 2019. SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional). Diakses : 03
November 2019 (18.23 WIB). https://www.academia.edu/5312688/

https://sistemkesehatan.net/sistem-kesehatan-nasional/

http://queenmidwife.blogspot.com/2017/10/gambaran-sistem-informasi-kesehatan-
di.html

Anda mungkin juga menyukai