Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS SITUASI TERHADAP SISTEM INFORMASI

KESEHATAN NASIONAL

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Matrikulasi Sistem Informasi Kesehatan
Program Studi Profesi Bidan

Dosen Pembimbing:
Siti Saadah Mardiah, SST, MPH

Disusun Oleh:
Nani Muniroh
Nopi Nurlela
Ria Amalia Kusmawati

KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
TASIKMALAYA JURUSAN KEBIDANAN TASIKMALAYA
2023KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, atas karunia dan hidayah-
Nya tim penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul “Analisis
Situasi terhadap Sistem Informasi Kesehatan Nasional”. Makalah ini dipergunakan
untuk memenuhi tugas mata kuliah matrikulasi (Sistem Informasi Kesehatan)
dalam kegiatan pembelajaran Program Studi Profesi Bidan Poltekkes Tasikmalaya.
Pada kesempatan ini, tim penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen pembimbing Siti Saadah Mardiah, SST, MPH., yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya untuk penulisan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Oleh karena itu kami sangat memerlukan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata, kami barharap semoga makalah ini bemanfaat khususnya bagi
kami dan umumnya bagi seluruh mahasiswa dan pembaca. Kami menyadari bahwa
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, untuk itu kami menerima kritik dan
saran yang membangun. Terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Tasikmalaya, 25 Juli 2023

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa provinsi
di bawah koordinasi dari pemerintahan pusat. Dengan banyaknya provinsitersebut,
maka dalam proses untuk melihat derajat kesehatan dari setiapindividu dalam
populasi tersebut perlu sebuah sistem yang mendukung, yaitu Sistem Informasi
Kesehatan ". Sejak ditetapkannya Indonesia Sehat 2010 sebagi visi Kesehatan,
maka Indonesia telah menetapkan pembaharuan kebijakan dalam pembangunan
kesehatan,yaitu paradigma sehat yang inti pokoknya adalah menekankan
pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia, kesehatan sebagai investasi
bangsa dan kesehatan sebagai titik sentral pembangunan nasional. Untuk
mendukung keberhasilan pembaharuan kebijakan pembangunan tersebut telah
disusun Sistem Informasi Kesehatan Nasional yang baru mampu menjawab dan
merespon berbagai tantangan pembangunan kesehatan masa kini maupun untuk
masa mendatang.
Seiring dengan era desentralisasi berbagai sistem informasi kesehatan telah
dikembangkan baik pemerintah pusat atau daerah, sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik daerah masing-masing. Selain melaksanakan program pemerintah
pusat melalui kementerian kesehatan, pemerintah daerah juga diberikan otonomi
untuk mengembangkan sistem informasinya, baik di tingkat dinas kesehatan dan
puskesmas mau pun rumah sakit. Dengan demikian, maka pengembangan sistem
informasi kesehatan nasional (SIKNAS) diharapkan merupakan pengembangan
sistem informasi kesehatan yang menyeluruh dan terintegrasi di setiap tingkat
administrasi kesehatan, yang akan menghasilkan data/informasi yang akurat yang
dapat menunjang Indonesia Sehat. Pengembangan sistem informasi kesehatan
tersebut harus sejalan dengan kebijakan desentralisasi sebagaimana diatur dalam
UU nomor 22 tahun 1999.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sistem informasi kesehatan nasional?
2. Apa visi, misi, tujuan dan sasaran strategi Kemenkes?
3. Apa standar pelayanan minimal?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem informasi kesehatan nasional
2. Untuk mengetahui visi, misi, tujuan dan sasaran strategi Kemenkes
3. Untuk mengetahui standar pelayanan minimaltujuan sistem informasi kesehatan
BAB II
ISI

A. Sistem Informasi Kesehatan Nasional


Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) adalah sistem informasi
yg berhubungan dengan sistem-sistem informasi lain baik secara nasional maupun
internasional dalam rangka kerjasama yang saling menguntungkan. Kerjasama
diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengabikan kepentingan bangsa yang lebih
luas dan rahasia-rahasia negara.
SIKNAS bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan merupakan
bagian dari sistem kesehatan. Oleh karena itu, SIK di tingkat pusat merupakan
bagian dari sistem kesehatan nasional, di tingkat provinsi merupakan bagian dari
sistem kesehatan provinsi, dan di tingkat kabupaten atau kota merupakan bagian
dari sistem kesehatan kabupaten atau kota. SIKNAS di bagun dari himpunan atau
jaringan sistem1sistem informasi kesehtan provinsi dan sistem informasi
kesehatan provinsi di bangun darihimpunan atau jarngan sistem-sistem informasi
kesehatan kabupaten atau kota.
Adapun peraturan perundang-undangan yang menyebutkan SIK adalah:
1. Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi
desentralisasi bidang kesehatan.
Desentralisasi pelayanan publik merupakan salah satu langkah strategis yang
cukup populer dianut oleh negara-negara di Eropa Timur dalam rangka
mendukung terciptanya good governance. Salah satu motivasi utama
diterapkan kebijaksanaan ini adalah bahwa pemerintahan dengan sistem
perencanaan yang sentralistik seperti yang telah dianut sebelumnya terbukti
tidak mampu mendorong terciptanya suasana yang kondusif bagi partisipasi
aktif masyarakat dalam melakukan pembangunan. Tumbuhnya kesadaran akan
berbagai kelemahan dan hambatan yang dihadapi dalam kaitannya dengan
struktur pemerintahan yang sentralistik telah mendorong dipromosikannya
pelaksanaan strategi desentralisasi.
2. Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang
petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan
kabupaten kota. Salah satu yang menyebabkan kurang berhasilnya Sistem
Informasi Kesehatan dalam mendukung upaya-upaya kesehatan adalah karena
SIK tersebut dibangun secara terlepas dari sistem kesehatan. SIK
dikembangkan terutama untuk mendukung manajemen kesehatan. Pendekatan
sentralistis di waktu lampau juga menyebabkan tidak berkembangnya
manajemen kesehatan di unit-unit kesehatan di daerah.
Terdapat 7 komponen yang saling terhubung dan saling terkait dengan
adanya jaringan SIKNAS, yaitu
1. Sumber data manual
Fasilitas pelayanan kesehatan yang masih memakai sistem manual akan melakukan
pencatatan, penyimpanan dan pelaporan berbasis kertas .
2. Sumber data komputerisasi
Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi online, data individual langsung
dikirim ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang telah ditentukan.
3. Sistem informasi dinas kesehatan
Laporan yang masuk ke dinkes kabupaten/kota dari semua fasilitas kesehatan
(kecuali milik pemerintah provinsi dan pemerintah pusat) berupa laporan softcopy
dan laporan hardcopy. Laporan hardcopy dientri ke dalam aplikasi SIKDA
generik. Laporan softcopy diimpor ke aplikasi SIKDA Generik, selanjutnya semua
bentuk laporan diunggah ke Bank Data Kesehatan Nasional.
4. Sistem informasi pemangku kepentingan
Sistem informasi yang dikelola oleh pemangku kepentingan terkait kesehatan.
Mekanisme pertukaran data terkait kesehatan dengan pemangku kepentingan di semua
tingkatan dilakukan dengan mekanisme yang disepakati.
5. Bank data kesehatan nasional
Didalamnya tercakup semua data kesehatan dari sumber data (fasilitas kesehatan).
6. Pengguna data oleh Kemetrian Kesehatan
Data yang ada dalam bank data kesehatan nasional dimanfaatkan oleh unit program di
Kemkes dan UPTnya, dan Dinkes dan UPTnya.
7. Pengguna data
Pengguna data dapat mengakses infokes pada bank data kes. website Kemkes.
Jaringan SIKNAS adalah sebuah koneksi/jaringan virtual sistem informasi
kesehatan elektronik yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan dan hanya bisa
diakses bila telah dihubungkan. Jaringan SIKNAS merupakan infrastruktur
jaringan komunikasi data terintegrasi dengan menggunakan Wide Area Network
(WAN), jaringan telekomunikasi mencakup area yang luas sertadigunakan untuk
mengirim data jarak jauh antara Local Area Network (LAN) yang berbeda, dan
arsitektur jaringan lokal komputer lainnya. Pengembangan jaringan komputer
(SIKNAS) online ditetapkan melalui keputusan Mentri Kesehata (KEPMENKES)
No. 837 Tahun 2007.

B. Perkembangan Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia


Masing-masing era Sistem Informasi Kesehatan memiliki karakteristik yang
berbeda sebagai bentuk adaptasi dengan perkembangan zaman (kemajuan
Teknologi Informasi dan Komunikasi– TIK).
1. Era Manual(sebelum 2005)
Aliran data terfragmentasi. Aliran data dari sumber data (fasilitas kesehatan)
ke pusat melalui berbagai jalan. Data dan informasi dikelola dan disimpan oleh
masing-masing Unit di Departemen Kesehatan.
a. Bentuk data : agregat.
b. Sering terjadi duplikasi dalam pengumpulan data.
c. Sangat beragamnya bentuk laporan.
d. Validitas diragukan.
e. Data sulit diakses.
f. Karena banyaknya duplikasi, permasalahan kelengkapan dan
validitas, maka data sulit dioah dan dianalisis.
g. Pengiriman data masih banyak menggunakan kertas sehingga tidak ramah
lingkungan.
2. Era Transisi(2005 – 2011)
a. Komunikasi data sudah mulai terintegrasi (mulai mengenal prinsip 1 pintu,
walau beberapa masih terfragmentasi).
b. Sebagian besar data agregat dan sebagian kecil data individual.
c. Sebagian data sudah terkomputerisasi dan sebagian masih manual.
d. Keamanan dan kerahasiaan data kurang terjamin.
3. Era Komputerisasi (mulai 2012)
a. Pemanfaatan data menjadi satu pintu (terintegrasi).
b. Data 10ias10ic101010 (disagregat).
c. Data dari Unit Pelayanan Kesehatan langgsung diunggah (uploaded) ke bangk
data di pusat (e-Helath).
d. Penerapan teknologi m-Health dimana data dapat langsung diunggah ke bank
data.
e. Keamanan dan kerahasiaan data terjamin (memakai secure login).
f. Lebih cepat, tepat waktu dan efisien.
g. Lebih ramah lingkungan.

C. Perkembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) saat ini


Pengembangan sistem informasi kesehatan sebenarnya telah dimulai
PELITA I melalui sistem informasi kesehatan nasional pada kantor wilayah
kementerian kesehatan (KemenKes RI; 2007) semenjak diterapkannya
kebijakannya-kebijakan desentralisasi kesehatan, berbagai kalangan menilai
bahwa sistem informasi kesehatan. Kementerian kesehatan selalu mengeluh
bahwa input data dari propinsi, kabupaten/kota sangat berkurang. Di sisi lain
beberapa daerah mengatakan bahwa penerapan sistem inormasi kesehatan
semenak era desentralisasi member dampak yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan
dengan semakin tingginya motivasi dinas kesehatan untuk mengembangkan SIK,
semakin banyak puskesmas yang memiliki computer, tersedianya jaringan LAN
di dinas kesehatan mapun teknologi informasi lainnya. Adanya desentralisasi ini
pula, mengakibatkan pencatatan dan pelaporan sebagai produk dari era sentralisasi
menjadi overlaps hal ini tentu saja menjadi beban bagi kabupaten.kota. melalui
keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 511 tahun 2002 tentang
kebijakan strategi pengembangan SIKNAS dan Nomor 932 tahun 2002 tentang
petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem informasi kesehatan daerah di
kabupten/kota dikembangkan beragai strategi, yaitu :
1. Integrasi dan simplifkasi pencatatan dan pelaporan yan ada;
2. Penetapan dan pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan;
3. Fasilitasi pengembangan sistem-sistem informasi kesehatan daerah;
4. Pengembangan teknologi dan sumber daya;
5. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk managemen dan pengambilan
keputusan
6. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk masyarakat.
Selanjutnya, pada melalui keputusan menteri kesehatan RI Nomor 837 tahun
2007 tentang pengembangan jaringan computer online SIKNAS di rencanakan
beberapa dalam setiap tahunnya; yaitu :
1. Terselenggaranya jaringan komunikasi data terintegrasi antara 80 % dinas
kesehatan kabupaten/kota dan 100 % dinas provinsi dengan kementerian
kesehatan pada tahun 2007.
2. Terselenggaranya jaringan komunikasi data online terintegrasi antara 90 %
dinas kesehatan kabupaten/kota, 100 % dinas kesehatan provinsi, 100 %
rumah sakit pusat, 100 % unit pelaksana teknis (UPT) pusat dengan
kementerian kesehatan tahun 2009.
3. Terselenggaranya jaringan komunikasi data online terintegrasi antara seluruh
dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, rumah sakit pusat,
dan UPT pusat kementeri an kesehatan pada tahun 2010.
Dari beberapa hal tersebutlah, maka pemerintah daerah pun berupaya
mengembangkan sistem informasi yang sesuai dengan keunikan dan
karakteristiknya.Pengembangan sistem informasi kesehatan daerah melalui
software atau web. Seperti SIMPUS, SIMRS, SIKDA dan sebagainya.

D. Pengembangan SIKNAS
Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) merupakan
pengembangan sistem informasi kesehatan yang menyeluruh dan terintegrasi di
setiap tingkat administrasi kesehatan, yang akan menghasilkan data informasi
yang akurat yang dapat menunjang Indonesia Sehat. Pengembangan sistem
informasi kesehatan tersebut harus sejalan dengan kebijakan desentralisasi
sebagaimana diatur dalam UU nomor 22 tahun 1999, yang antara lain
kewenangannya dalam sistem in!ormasi kesehatan adalah dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan kabupaten/kota
2. Pemerintah Propinsi melakukan bimbingan dan pengendalian, dan penyel
enggaraan sistem informasi kesehatan propinsi.
3. Pemerintah pusat membuat kebijakan nansional, bimbingan pengendalian dan
penyelenggaraan sistem informasi kesehatan nasional
SIKNAS bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan merupakan
bagian dari Sistem Kesehatan. Oleh karena itu, Sistem Informasi Kesehatan di
tingkat pusat merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional,di tingkat
Provinsi merupakan bagian dari Sistem kesehatan provinsi, dan ditingkat
Kabupaten/Kota merupakan bagian dari Sistem Kesehatan kabupaten/kota.
SIKNAS dibangun dari himpunan atau jaringan Sistem1siste m Informasi
Kesehatan Provinsi dan Sistem Informasi Kesehatan Provinsi di bangun dari
himpunan tingkat, system informasi kesehatan juga merupakan jaringan yang
memiliki pusat jaringan dan anggota-anggota jaringan.
Untuk mewujudkan Sistem Informasi Kesehatan yang diharapkan, sampai
saat ini masih dijumpai sejumlah permasalahan yang bersifat klasik antara lain:
1. Sistem Informasi Kesehatan masih terfragmentasi
2. Sebagian besar daerah belum memiliki kemampuan memadai
3. Pemanfaatan data dan informasi oleh manajemen belum optimal

E. Tantangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)


Pelaksanaan SIKNAS di era desentralisasi bukan menjadi lebih baik tetapi
malah berantakan. Hal ini dikarenakan belum adanya infrastruktur yang memadai
di daerah dan juga pencatatan dan pelaporan yang ada (Produk Sentralisasi)
banyak overlaps sehingga diraxakan sebagai beban oleh daerah.

F. Masalah Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)


Melihat Sistem Informasi Kesehatan yang ada di Indonesia, maka kita bisa
menilai bahwa penerapannya masih cukup kurang. Khususnya untuk
Surveilans yang berfungsi untuk menggambarkan segala situasi yang
adakhususnya perkembangan penyakit sehingga berpengaruh terhadap derajat
kesehatan setiap individu di dalam populasi yang ada. Perkembangan dan masalah
sistem informasi kesehatan antara lain :
1. Upaya kesehatan
Akses pada pelayanan kesehatan secara nasional mengalami peningkatan.
Namun pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, serta pulau-pulau kecil
terdepan dan terluar masih rendah.
2. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan sudah semakin meningkat dari tahun ke tahun,namun
persentase terhadap seluruh APBN belum meningkat.
3. Sumber Daya Manusia Kesehatan
Upaya pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan belum
memadai. Baik jumlah, jenis, maupun kualitas tenaga kesehatan yang
dibutuhkan. Selain itu, distribusi tenaga kesehatan masih belummerata. Jumlah
dokter Indonesia masih termasuk rendah.
4. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan
Pasar sediaan farmasi masih di dominasi oleh produksi domestik, sementara itu
bahan baku impor mencapai 85 %dari kebutuhan. DiIndonesia terdapat 9.600
jenis tanaman berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis
tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku. Penggunaan obat nasional
belum dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, masih banyak
pengobatan yang dilakukan tidak sesuai dengan Formularium.
5. Manajemen dan Informasi Kesehatan
Perencanaan pembangunan kesehatan antara Pusat dan Daerah belumsinkron.
Sistem informasi kesehatan menjadi lemah setelah menerapka kebijakan
desentralisasi. Data dan informasi kesehatan untuk perencanaan tidak tersedia
tepat waktu. Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) yang berbasis
fasilitas sudah mencapai tingkat kabupaten kota namun belum dimanfaatkan.
Hasil penelitian kesehatan belum banyak dimanfaatkan sebagai dasar
perumusan kebijakan dan perencanaan program. Surveilans belum
dilaksanakan secara menyeluruh.

G. Kendala Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)


Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Indonesia belum berjalan secara
optimal. SIK sebagai bagian fungsional dari Sistem kesehatan yang komprehensif
belum mampu berperan dalam memberikan informasi yang diperlukan dalam
proses pengambilan keputusan di berbagai tingkat Sistem Kesehatan, mulai dari
Puskesmas di Tingkat Kecamatan sampai dengan Kementrian Kesehatan di
Tingkat Pusat. Hal tersebut disebabkan karena Informasi kesehatan saat ini masih
terfragmentasi, belum dapat diakses dengan cepat, tepat, setiap saat dan belum
teruji keakuratan dan validitasnya. Padahal informasi tersebut sangat penting dan
diperlukan keberadaannya dalam menentukan arah kebijakan dan strategi
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan nasional.
Pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan masih belum didukung
oleh data yang kuat, Pengelolaan sistem informasi yang baik dapat
mendukung tersedianya data dan informasi kesehatan yang valid yang dapat
mendukung dalam penentuan kebijakan pembangunan kesehatan di berbagai
bidang seperti yang tercantum dibawah ini :
1. Peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan, terutama pada daerah dengan aksesibilitas
relatif rendah.
2. Perbaikan dan penanggulangan gizi masyarakat dengan fokus utama pada
ibu hamil dan anak hingga usia 2 tahun.
3. Pengendalian penyakit menular, terutama TB, malaria, HIV/AIDS, DBD
dan diare serta penyakit zoonotik, seperti kusta, frambusia, filariasis,
schistosomiasis.
4. Pembiayaan dan efisiensi penggunaan anggaran kesehatan, serta
pengembangan jaminan pelayanan kesehatan.
5. Peningkatan jumlah, jenis, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan untuk
pemenuhan kebutuhan nasional serta antisipasi persaingan global yang
didukung oleh sistem perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan
secara sistematis dan didukung oleh peraturan perundangan.
6. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, mutu, dan penggunaan obat.
7. Manajemen kesehatan dan pengembangan di bidang hukum dan
administrasi kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan,
penapisan teknologi kesehatan dan pengembangan sistem informasi
kesehatan.
Peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
Pengembangan sistem informasi kesehatan daerah merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah. Namun dikarenakan kebijakan dan standar pelayanan bidang
kesehatan masing-masing pemerintah daerah berbeda-beda, maka sistem
informasi kesehatan yang dibangun pun berbeda pula. Perbedaan tersebut
menimbulkan berbagai permasalahan dalam pengelolaan Sistem Informasi
Kesehatan Nasional (SIKNAS) secara umum, diantaranya :
1. Akurasi data tidak terjamin
2. Kontrol dan verifikasi data tidak terlaksana dengan baik.
3. Ketidakseragaman data dan informasi yang diperoleh.
4. Adanya keterlambatan dalam proses pengiriman laporan kegiatan
puskesmas/rumah sakit/pelaksana kesehatan lainnya, baik itu ke Dinas
Kesehatan maupun ke Kementrian Kesehatan sehingga informasi yang diterima
sudah tidak up to date lagi.
5. Proses integrasi data dari berbagai puskesmas/rumah sakit/pelaksana kesehatan
lainnya sulit dilakukan karena perbedaaan tipe data dan format pelaporan.
6. Informasi yang diperoleh tidak lengkap dan tidak sesuai dengan kebutuhan
manajemen di tingkat Kabupaten/Kota, Propinsi maupun di tingkat Kementrian
Kesehatan.
7. File data tersimpan secara terpisah,
8. Proses data dilakukan secara manual dan komputer sehingga menyebabkan
tidak mudah dalam akses, informasi yang dihasilkan lambat dan tidak lengkap.
Selain itu Puskesmas sebagai pelaksana kesehatan terendah, mengalami
kesulitan dalam melakukan pelaporan, dengan banyaknya laporan yang harus
dibuat berdasarkan permintaan dari berbagai program di Kementrian Kesehatan,
dimana data antara satu laporan dari satu program dengan laporan lain dari
program lainnya memiliki dataset yang hampir sama, sedangkan aplikasi untuk
membuat berbagai laporan tersebut berbeda-beda. Sehingga menimbulkan
tumpang tindih dalam pengerjaannya, yang menghabiskan banyak sumberdaya
dan waktu dari petugas puskesmas.
Melihat berbagai kondisi diatas maka dibutuhkan suatu Sistem Informasi
Kesehatan untuk digunakan di daerah (Puskesmas dan Dinas Kesehatan) yang
sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan berbagai pihak, mulai dari tingkat
Puskesmas hingga ke Kementrian Kesehatan dengan standar minimum atau
disebut Sistem Informasi Kesehatan Daerah Generik (SIKDA Generik).
Sistem informasi kesehatan yang mampu menampilkan informasi secara
cepat, akurat dan terkini sesuai dengan kebutuhan berbagai pihak dalam
pengambilan keputusan manajemen.
H. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (Berdasarkan
Periodenya)
Peranan SIK dalam Sistem Kesehatan, Menurut WHO, Sistem Informasi
Kesehatan merupakan salah satu dari 6 “building blocks” atau komponen utama dalam
Sistem Kesehatan di suatu negara. Keenam komponen (iasic blocks) Sistem Kesehatan
tersebut ialah :
1. Servis Delivery (Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan)
2. Medical product, vaccines, and technologies (Produk Medis, vaksin, dan
Teknologi Kesehatan)
3. Health Workforce (Tenaga Medis)
4. Health System Financing (Sistem Pembiayaan Kesehatan)
5. Health Information System (Sistem Informasi Kesehatan)
6. Leadership and Governance (Kepemimpinan dan Pemerintahan)
Kekurangan Permasalahan mendasar Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia
saat ini antara lain :
1 Faktor Pemerintah
a. Standar SIK belum ada sampai saat
b. Pedoman SIK sudah ada tapi belum seragam
c. Belum ada rencana kerja SIK nasional
d. Pengembangan SIK di kabupaten atau kota tidak seragam
2 Fragmentasi
Terlalu banyak sistem yang berbeda-beda di semua jenjang administasi
(kabupaten atau kota, provinsi dan pusat), sehingga terjadi duplikasi data, data tidak
lengkap, tidak valid dan tidak iasic dengan pusat.
Kesenjangan aliran data (terfragmentasi, banyak hambatan dan tidak tepat waktu)
Hasil penelitian di NTB membuktikan bahwa : Puskesmas harus mengirim lebih dari
300 laporan dan ada 8 macam software RR sehingga beban administrasi dan beban
petugas terlalu tinggi. Hal ini dianggap tidak efektif dan tidak efisien, format
pencatatan dan pelaporan masih berbeda-beda dan belum standar secara nasional.
3 Sumber daya masih minim

I. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategi Kemenkes


1. Visi Misi
Visi dan Misi Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024 menjabarkan visi dan
misi Presiden tahun 2020-2024 di bidang kesehatan, yaitu :
Visi
"Menciptakan manusia yang sehat, produktif, mandiri dan berkeadilan"
Misi
a. Menurukan angka kematian ibu dan bayi;
b. Menurunkan angka stunting pada balita;
c. Memperbaiki pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional; dan
d. Meningkatkan kemandirian dan penggunaan produk farmasi dan alat kesehatan
dalam negeri.
2. Tujuan Strategis Kementerian Kesehatan
a. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pendekatan siklus hidup
b. Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
c. Peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit dan pengelolaan kedaruratan
kesehatan masyarakat
d. Peningkatan sumber daya kesehatan

J. Standar Pelayanan Minimal


Pasal 18 ayat (6) amandemen UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pemerintahan
Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya. Peraturan terakhir yang mengatur tentang
pembagian urusan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah UU Nomor
23 Tahun 2014 yang merupakan pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004.
Pada UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kesehatan adalah satu
dari enam urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar; yaitu:
1. Pendidikan
2. Kesehatan
3. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
4. Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman
5. Ketentraman dan ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat; dan
6. Sosial.
Semua sudah maklum bahwa  kondisi kemampuan sumber daya Pemerintahan
Daerah di seluruh Indonesia tidak sama dalam melaksanakan keenam urusan tersebut,
maka untuk menyamakannya dalam pelaksanaan urusan tersebut diatur dengan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) untuk memastikan ketersediaan layanan tersebut bagi
seluruh warga negara.
SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal.
SPM Bidang Kesehatan Mengalami Perubahan Kemenkes telah mengeluarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 tentang SPM Bidang Kesehatan
yang memuat 12 jenis pelayanan dasar yang harus dilakukan Pemerintah
Kabupaten/Kota, yaitu:
1. Pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar pelayanan antenatal
2. Pelayanan kesehatan ibu bersalin;
3. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
4. Pelayanan Kesehatan Balita;
5. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
6. Pelayanan kesehatan pada usia produktif;
7. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
8. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
9. Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes Mellitus;
10. Pelayanan Kesehatan Orang dengan Gangguan Jiwa Berat;
11. Pelayanan Kesehatan Orang dengan Tuberkulosis (TB); dan
12. Pelayanan Kesehatan Orang dengan Risiko Terinfeksi HIV.
Prinsip Dasar SPM Bidang Kesehatan:
1. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia;
2. Pemenuhan kebutuhan dasar dapat dipenuhi sendiri oleh warga negara, atau oleh
pemerintah daerah;
3. Merupakan pelayanan dasar yang menjadi kewenangan daerah;
4. Merupakan kewajiban bagi pemerintah daerah untuk menjamin setiap warga
negara memperoleh kebutuhan dasarnya; serta
5. Berlaku secara nasional.
SPM yang baru ini mengalami perubahan yang cukup mendasar dari  SPM
sebelumnya. Pada SPM yang lalu pencapaian target-target SPM lebih merupakan
kinerja program kesehatan,  pada SPM ini pencapaian target-target tersebut lebih
diserahkan kepada kewenangan Pemerintah Daerah. SPM yang mengalami perubahan
dari Kinerja Program Kementerian menjadi Kinerja Pemda yang memiliki konsekuensi,
Pemda diharapkan memastikan tersedianya sumber daya (sarana, prasarana, alat, tenaga
dan uang/biaya) yang cukup agar proses penerapan SPM berjalan adekuat.
SPM merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara
secara minimal. SPM merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda
untuk rakyatnya, maka target SPM harus 100% setiap tahunnya.
SPM juga merupakan salah satu program strategis nasional sehingga harus
menjadi perhatian’, disebutkan dalam pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah bahwa Kepala Daerah yang tidak melaksanakan program
strategis nasional akan dikenai sanksi yaitu sanksi administratif, diberhentikan
sementara selama 3 (tiga) bulan, sampai dengan diberhentikan sebagai kepala daerah
DAFTAR PUSTAKA

Edu, Academia. 2015. Tugas Makalah SIK. Diakses : 03 November 2019 (19.10 WIB).
https://www.academia.edu/19639255/TUGAS_MAKALAH_sik
Edu, Academia. 2019. SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional). Diakses : 03
November 2019 (18.23 WIB). https://www.academia.edu/5312688/
SIKNAS_Sistem_Informasi_Kesehatan_Nasional_
Edu, Academia. 2014. Contoh Makalah SIK Perkembangan SIKNAS. Diakses : 03
November 2019 (19.16 WIB). https://www.academia.edu/8338296/
contoh_MAKALAH_SIK_PERKEMBANGAN_SIKNAS
https://dinkes.gunungkidulkab.go.id/standar-pelayanan-minimal-bidang-kesehatan/
https://www.kemkes.go.id/article/view/13010100001/profil-visi-dan-misi.html

Anda mungkin juga menyukai