Anda di halaman 1dari 37

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Gangguan Jiwa

2.1.1 Definisi Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah gangguan alam: cara berpikir (cognitive),

kemauan (volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor). Gangguan

jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik

yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan

tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu: gangguan jiwa (Neurosa) dan

sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala

yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan

murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive),

hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran

buruk (Maramis, 2010). Sedangkan menurut (Yosep, 2009), gangguan Jiwa

menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan,

tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain

atau merusak/menyakiti dirinya sendiri.

2.1.2 Faktor Penyebab Gangguan Jiwa

Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan jiwa

terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan

(somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik), ataupun psikis (psikogenik),

(Maramis, 2010). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi

beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling


7

mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan

badan ataupun gangguan jiwa. Menurut Stuart & Sundeen (2008) penyebab

gangguan jiwa dapat dibedakan atas:

1. Faktor Biologis/Jasmaniah

a. Keturunan

Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas

dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi

hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang

tidak sehat.

b. Jasmaniah

Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang berhubungan

dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh

gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang

yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia.

c. Temperamen

Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan

dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan

jiwa.

d. Penyakit dan cedera tubuh

Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker, dan

sebagainya mungkin dapat menyebabkan merasa murung dan sedih.

Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa

rendah diri.
8

2. Ansietas dan Ketakutan

Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan yang tidak

menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa terancam,

ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya terancam.

3. Faktor Psikologis

Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang

dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian kasih

sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras akan

menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki kepribadian yang

bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.

4. Faktor Sosio-Kultural Beberapa penyebab gangguan jiwa menurut

Wahyu (2012) yaitu

a. Penyebab primer (primary cause)

Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan

jiwa, atau kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa

tidak akan muncul.

b. Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)

Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk

gangguan jiwa.

c. Penyebab yang pencetus (precipatating cause)

Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang

langsung dapat menyebabkan gangguan jiwa atau mencetuskan

gangguan jiwa.
9

d. Penyebab menguatkan (reinforcing cause)

Kondisi yang cenderung mempertahankan atau mempengaruhi

tingkah laku maladaptif yang terjadi.

e. Multiple cause

Serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling

mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa jarang

disebabkan oleh satu penyebab tunggal, bukan sebagai hubungan

sebab akibat, melainkan saling mempengaruhi antara satu faktor

penyebab dengan penyebab lainnya.

5. Faktor Presipitasi

Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan seseorang.

Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu mempersepsikan dirinya

melawan tantangan, ancaman, atau tuntutan untuk koping. Masalah khusus

tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi dimana individu tidak

mampu menyesuaikan. Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri dan

komponennya. Lingkungan dan stressor yang dapat mempengaruhi

gambaran diri dan hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses patologi

penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan

prosedur tindakan serta pengobatan (Stuart&Sundeen, 2008).

2.1.3 Proses Perjalanan Penyakit

Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal

sampai dengan umur pertengahan dengan melalui beberapa fase antara lain:
10

1. Fase prodromal: berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun,

gangguan dapat berupa self care, gangguan dalam akademik,

gangguan dalam pekerjaan, gangguan fungsi social, gangguan pikiran

dan persepsi.

2. Fase Aktif: berlangsung kurang lebih 1 bulan, gangguan dapat berupa

gejala psikotik, halusinasi, delusi, disorganisasi proses berpikir,

gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan neurokimiawi.

3. Fase Residual: klien mengalami minimal 2 gejala, gangguan afek dan

gangguan peran, serangan biasanya berulang

Perubahan-perubahan pada neurotransmitter dan reseptor di sel-sel saraf

otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamine dan serotonin ternyata

mempengaruhi alam piker, perasaan dan perilaku yang menjelma dalam

bentuk gejala-gejala positif dan negative.

Selain perubahan yang sifatnya neurokimiawi, perubahan pola anatomi otak

pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran

lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan dan atrofi otak kecil.

2.1.4 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

Tanda dan gejala gangguan jiwa (Yosep, 2009), sebagai berikut:

a. Gangguan kognisi

Kognisi adalah proses mental yang dengannya seseorang individu

menyadari dan mempertahankan hubungan dengan lingkungannya

baik lingkunga dalam maupun lingkungan luar. Gangguan kognisi,


11

meliput gangguan sensasi (hiperestasia, anestesia, hipersormia) dan

gangguan persepsi (ilusi, halusinasi, depersonalisasi)

b. Gangguan perhatian

Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energi menilai dalam

suatu proses kognitif yang timbul dari luar akibat rangsang, seperti

distraktibiliti, aproseksia dan hiperproseksia.

c. Gangguan ingatan

Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk mencatat,

menyimpan, memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran, seperti

amnesia, hipernemsia dan paramnesia.

d. Gangguan asosiasi

Asosiasi adalah proses mental yang dengannya suatu perasaan,

kesan atau gambaran ingatan cenderung untuk menimbulkan kesan

atau gambaran ingatan respon atau konsep lain, yang memang

sebelumnya berkaitan dengannya, seperti retardasi, perseversi, flight

of ideas, inkohorensi dan blocking.

e. Gangguan pertimbangan

Pertimbangan (penilaian) adalah suatu proses mental untuk

membandingkan atau menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka

kerja dengan memberikan nilai-nilai untuk memutuskan maksud dan

tujuan dari suatu aktivitas, seperti aparat sensori dan aparat motorik.
12

f. Gangguan pikiran

Pikiran umum adalah meletakkan hubungan antara berbagai bagian

dari pengetahuan seseorang, beberapa bentuk proses pikir, yaitu

gangguan bentuk pikiran (pikiran deristik, autistik, obsesif), arus pikir

(fligt of ideas, persevarasi, circumstantiality, inkoheren, kogorea,

neologisme), dan gangguan isi pikiran (waham, fobi)

g. Gangguan kesadaran

Kesadaran adalah kemampuan seseorang untuk mengadakan

hubungan dengan lingkungan serta dirinya sendiri melalui panca

indera dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungan serta

dirinya sendiri, seperti apatis, somnolen, sopor, dan koma.

h. Gangguan kemauan

Kemauan adalah suatu proses dimana keinginan-keinginan

dipertimbangkan untuk kemudian diputuskan untuk dilaksanakan

sampai mencapai tujuan, seperti abulia, negativisme dan kompulsi.

i. Gangguan emosi dan afek

Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan

pengaruh pada aktivitas tubuh dan menghasilkan sensasi organis dan

kinetis, seperti euforia, elasi, apasti, cemas dan depresi.

j. Gangguan psikomotor

Psikomotor adalah gerakan badan yang dipengaruhi oleh keadaan

jiwa, sehingga merupakan afek bersama yang mengenai badan dan


13

jiwa, seperti aktivitas yang meningkat seperti hiperaktivitas, gaduh

gelisah sampai agresif.

2.1.5 Jenis-Jenis Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang

psikologik dari unsur psikis Maramis, (2010). Jenis-jenis gangguan jiwa

menurut Keliat, (2009): Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia,

gangguan skizotipal, gangguan waham, gangguan suasana perasaan,

gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang

berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan

kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan

perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset

masa kanak dan remaja. Menurut Keliat, (2009) jenis-jenis gangguan jiwa

yaitu:

1. Skizofrenia

Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan

disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan

suatubentuk psikosa yang sering dijumpai dimanamana sejak dahulu kala.

Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan

patogenisanya sangat kurang. Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai

kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal.

Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi

sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna


14

dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas

yang rusak “cacat”.

2. Depresi

Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan

dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,

kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Depresi

juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada

alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan

gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.

Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan

penderitaan, dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau

perasaan marah yang mendalam. Depresi adalah gangguan patologis

terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam

perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri,

pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan

yang negatif dan takut pada bahaya yang akandatang. Depresi menyerupai

kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat

dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti

rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan

dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi. Individu yang menderita

suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan

kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah


15

dan berkurangnya aktifitas. Depresi dianggap normal terhadap banyak stress

kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa

penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar

orang mulai pulih.

3. Kecemasan

Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah

dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi

masalah yang dihadapi sebaik-baiknya. Suatu keadaan seseorang merasa

khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik.

Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak

dikenali.Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan

sampai tingkat berat. Menurut Stuart & Sundeen (2008) mengidentifikasi

rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi

kecemasan ringan, sedang, berat, dan kecemasan panik.

4. Gangguan Kepribadian

Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian

(psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-

orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa

gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagian besar

tidak tergantung pada satu dan yang lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi

gangguan kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau

siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik


16

atau obsesif-konpulsif, kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian

antisosial, kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate.

5. Gangguan mental organik

Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang

disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fungsi jaringan

otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai

otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas,

maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung

pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi

tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan

sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi

psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak

pada suatu penyakit tertentu dari pada pembagian akut dan menahun.

6. Gangguan kepsikomatik

Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi

badaniah. Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan

sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh

yang dikuasai oleh susunan saraf vegetative. Gangguan psikosomatik dapat

disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena

biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga

gangguan psikofisiologik.
17

7. Retardasi mental

Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang

terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hilangnya

keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada

tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif,

bahasa, motorik, dan sosial.

8. Gangguan perilaku masa anak dan remaja

Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak

sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat. Anak

dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan

pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari

lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling memengaruhi.

Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian yang

umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada gangguan otak

seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan

perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku

anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah,

maka dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau

dicegah.

2.1.6 Penanganan Gangguan Jiwa

a) Penanganan Di Rumah Sakit

Beberapa diantaranya untuk menangani keluarga yang menderita

gangguan jiwa yaitu sebagai berikut.


18

1. Psikofarmakologi

Farmakoterapi adalah pemberian terpai dengan menggunamakan

obat. Obat yang digunakan untuk gangguna jiwa disebut dengan

psikofarmaka/psikoterapi/phrenotropika. Terapi gangguan jiwa dengan

menggunakan obat-obatan disebut dengan medikasi

psikoterapi/psikofarmakoterapi yaitu obat yang mempunyai efek

terapeutik langsung pada proses mental penderita karena kerjanya

pada otak/system saraf pusat. Obat yang bekerjanya secara efektif

pada SSP dan mempunyai efek utama terhadap aktifitas mental, serta

mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku,

digunakan untuk terapi gangguan psikiatri (Kusumawati, 2010)

Jenis obat psikiatri yang digunakan untuk pasien gangguan jiwa dalah

sebagai berikut:

a. Antipsikotik atipikal, contohnya: clozapine (clozaril), risperidone

(risperdal).

b. Antipsikotik tipikal: butiforenon (haloperidol/haldol), fenotazine

(chlorpromazine, peprhenazine (trilafon)). Menurut Iyus (2009),

pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5

mg, im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelah itu

klien biasanya diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.

c. Obat antipsikosis jenis neuroleptika: chlorpromozine,

thloridazine, haloperidol, trifluoperazine. Obat biasanya diberikan


19

per oral, kondisi akut biasanya diberikan 3x100 mg, apabila

kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada

malam hari saja (Iyus, 2009).

Efek samping:

1. Gejala ekstrapiramidal: otot kaku atau spasme, wajah topeng,

disfagia, sakit kepala, kejang.

2. Takikardia, aritmia, hipertensi, dan hipotensi orthostatic.

3. Mata: pandangan kabur, glukoma.

4. Sering buang air kecil, retensi urine, ipotensi, amenore.

5. Hematologi: anemia, dan leucopenia.

6. Kulit: rash, dermatitis, fotosensitif.

7. Sindrom neuroleptika maligna (SNM)

Kontraindikasi

1. gangguan kejang

2. glukoma

3. klien usia lanjut

4. wanita hamil atau sedang menyusui

Peran keluarga:

Memantau sebarapa jauh tanggung jawab ini dapat ditunaikan oleh

pasien. Pada titik tertentu pasien teledor maka keluarga bukan

sekedar memantau tetapi memberikan penekanan ulang terhadap


20

tanggung jawab ke-ajegan minum obat ini secara persuasif untuk

mencapai perubahan perilaku internal (Pitoyo, 2012).

2. Psikoterapi

Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah

diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana

kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri

sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain

psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan,

semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan

semangat juangnya.Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk

memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki

kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapi perilaku adalah terapi

yang secara langsung bertujuan menghilangkan perilaku atau sikap

yang maladaptif dan menggantinya dengan pola perilaku yang baru,

psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali

kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh

seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan untuk

memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional

sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika.

Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan

perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan


21

diri, psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita

dan keluarganya (Maramis, 1990)

Peran keluarga:

Peka Terhadap Kemungkinan Reaksi Emosional Penderita yaitu:


Keluarga pasien gangguan jiwa perlu peka terhadap setiap keputusan,

tingkah laku dan sikap yang akan terespon secara emosional atau

fisikal oleh anggota keluarga yang sakit (Pitoyo, 2012).

3. Terapi Psikososial

Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali

beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri,

mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak

menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi

psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat

psikofarmaka (Hawari, 2007).

Peran keluarga:

Terbuka terhadap Lingkungan Sosial


Selanjutnya keluarga sebagai lingkaran terdalam dari interaksi

pasien bertanggung jawab untuk melakukan ’edukasi’ terhadap

komunitas lingkaran lebih luar dari interaksi pasien dengan melakukan

pendekatan-pendekatan melalui kemungkinan kesempatan yang ada

ataupun kesempatan yang direncanakan. Mengidentifikasi dan

mengenali orang penting pasien diluar keluarga dan mengoptimalkan

perannya dalam perubahan komunitas interaksi pasien. Sebelum


22

pasien tiba di rumah menjelaskan secara terbuka tentang apa yang

terjadi dan peran yang diharapkan atas mereka. Contoh: Ciptakan

lingkungan yang mendukung penderita, mengajak kerja bakti bila ada

kegiatan (Pitoyo, 2012).

4. Terapi Psikoreligius

Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti

sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan,

ceramah keagamaan, kajian kitab suci. Menurut Ramachandran dalam

Yosep (2007), telah mengatakan serangkaian penenelitian terhadap

pasien pasca epilepsi sebagian besar mengungkapkan pengalaman

spiritualnya sehingga semua yang dirasa menjadi sirna dan

menemukan kebenaran tertinggi yang tidak dialami pikiran biasa

merasa berdekatan dengan cahaya illahi.

Peran keluarga:

Mengajak berdzikir dan berdoa, dengan bacaan do’a dan berdzikir

orang akan menyerahkan segala permasalahan yang dihadapinya

kepada Yang Maha Penolong sehingga beban stress yang

menghimpitnya mengalami penurunan. Selanjutnya seseorang akan

menjadi tenang hatinya sehingga sekresi hormone corrtsional akan

terkontrol sesuai dengan kebutuhan (Yosep, 2009)

Mengajak pasie sholat berjamaah, karena shalat berjamaah

mempunyai dimensi psikologis tersendiri antara lain: rasa diperhatikan


23

dan berarti, kebersamaan, tidak adanya jarak personal, pengalihan

perhatian, dan interdependensi (Haryanto dalam Yosep, 2009)

5. Rehabilitasi

Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan

penempatan kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini

biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di suatu

rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai

kegiatan antara lain; dengan terapi kelompok yang bertujuan

membebaskan penderita dari stress dan dapat membantu agar dapat

mengerti jelas sebab dari kesukaran dan membantu terbentuknya

mekanisme pembelaan yang lebih baik dan dapt diterima oleh

keluarga dan masyarakat, menjalankan ibadah keagamaan bersama,

kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan,

berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi (Maramis, 1990).

Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan.

Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi

sebelum penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada

saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat

(Hawari, 2007). Selain itu peran keluarga juga penting, keluarga

adalah orang-orang yang sangat dekat dengan pasien dan dianggap

paling banyak tahu kondisi pasien serta dianggap paling banyak

memberi pengaruh pada pasien. Sehingga keluarga sangat penting

artinya dalam perawatan dan penyembuhan pasien. (Yosep, 2007).


24

Peranan keluarga:

a. Keluarga perlu menerima perubahan kondisi pasien. Tidak

menuntut berlebihan. Namun memberi dukungan sosial dan

aktivitas untuk relasi dan kebermaknaan diri.

b. Keluarga mengajak rekreasi dan hiburan ke tempat-tempat wisata

ataupun diberikan hiburan film motivasi yang membangun.

b) Penanganan Gangguan Jiwa Lingkup Keluarga

1. Penanganan gangguan jiwa lingkup keluarga merupakan

problem psikososial yang terjadi di keluarga maupun di

masyarakat, pada umumnya masyarakat menganggap penderita

gangguan jiwa tidak akan mempunyai masa depan dan tidak

produktif. Hal ini cenderung menghasilkan tindakan yang kurang

baik terhadap penderita (Simanjuntak, 2008). Penanganan yang

biasanya dilakukan keluarga adalah dengan cara memasung

penderita, cara pemasungan yang dilakukan oleh keluarga

terhadap penderita gangguan jiwa karena keluarga menganggap

bahwa penderita selalu mengamuk di rumah maupun di lingkungan

masyarakat sehingga penanganannya dilakukan dengan cara

dipasung, sikap seperti inilah yang dapat memperburuk kondisi

penderita, masalah lainnya adalah suatu anggapan keliru terhadap

penderita gangguan jiwa, dimana penderita dianggap sebagai

kutukan dari Tuhan atau guna-guna, sehingga keluarga mencari

pengobatan gangguan jiwa yang dilakukan dengan terapi eksorsis


25

(pengusiran terhadap roh jahat) sehingga biasanya keluarga

membawa penderita gangguan jiwa di lakukan pergi ke dukun dan

penanganan dilakukan oleh dukun (Simanjuntak, 2008). Perilaku

pencarian pengobatan pada saat awal pasien terkena gangguan

jiwa yang dilakukan oleh keluarga berbeda-beda, diantaranya

dengan membawa penderita ke dukun, dan sebagian lagi berobat

ke rumah sakit jiwa. Perbedaan perilaku ini dipengaruhi oleh

pengetahuan keluarga sebagai mengambil keputusan dalam

mencari pengobatan penderita. Pengetahuan ini ditentukan

berdasarkan tingkat pendidikan keluarga (Notoatmojo, 2007).

2. Salah satu faktor penting dalam pemulihan adalah adanya

keluarga, saudara dan teman yang percaya bahwa seorang

penderita gangguan jiwa bias pulih dan kembali hidup produktif di

masyarakat. Mereka bias memberikan harapan, semangatm dan

dukungan sumber daya yang diperlukan untuk pemulihan. Melalui

dukungan yang terciptanya lewat jaringan persaudaraan dan

pertemanan, maka penderita gangguan jiwa bisa mengubah

hidupnya, dari keadaan kurang sehat dan tidak sejahtera dan

mempunyai peran di masyarakat. Keluarga, pemberi pelayanan

kesehatan jiwa dan anggota masyarakat perlu memperlakukan

penderita gangguan jiwa dengan sikap yang bias menumbuhkan

dan mendukung tumbuhnya harapan dan optimisme (Friedman,


26

2010). Penanganan yang tepat juga bisa membuat klien gangguan

jiwa bias pulih dengan cepat.

Adapaun beberapa penanganan keluarga terhadap penderita

gangguan jiwa. Berdasarkan workshop keperawatan jiwa ke

delapan pada bulan Agustus 2014 Fakultas ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Keluarga memberikan bimbingan kepada penderita dengan

cara spiritual: mengajak beribadah.

b. Keluarga memberikan obat sesuai dengan waktu yang

ditentukan (pagi, siang, malam).

c. Keluarga memberikan obat dengan cara yang sesuai misal:

obat diminum, tidak disuntikkan

d. Keluarga memberikan obat sesuai anjuran, misal sebelum

makan atau sesudah makan.

e. Keluarga memberi obat secara rutin dan terus menerus ke

penderita selama penderita masih mengalami gangguan jiwa.

f. Keluarga berusaha menciptakan lingkungan yang nyaman dan

tenang.

g. Obat yang dikonsumsi oleh pasien adalah antipsikotik atipikal,

antipsikotik tipikal, antipsikosis. Ketika obat pasien akan habis

keluarga langsung membawa ke rumah sakit atau puskesmas

(pelayanan kesehatan) untuk kontrol. Jika obat tersebut


27

dihentikan tanpa intruksi dokter maka sangat beresiko untuk

mengalami kekambuhan.

2.2 Konsep Dasar Keluarga

2.2.1 Pengertian Keluarga

Pengertian keluarga sangat variatif sesuai dengan orientasi teori yang

menjadi dasar pendefisiannya. Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta

(kulo dan warga) kulowarga yang berarto anggota kelompok kerabat. Banyak

ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan perkembangan sosial

masyarakat. Pendapat yang menganut teori interaksional, memandang

keluarga sebagai suatu arena berlangsungnya interaksi kepribadian,

sedangkan mereka yang berorientasi pada perspektif sistem sosial

memandang keluarga sebagai bagian terkecil yang terdiri dari seperangkat

komponen yang tergantung dan dipengaruhi oleh struktur intenal dan sistem-

sistem lain (Padila, 2012)

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah

tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka

saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai perSan masing-masing

dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Friedman, 2010).

2.2.2 Tipe Keluarga

Menurut Setyowatidan Murwani (2008), keluarga yang memerlukan

pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai


28

dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang mengikutinya,

agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat

kesehatan maka perawat perlu mengetahui beberapa tipe keluarga. Berikut

ini disampaikan berbagai tipe keluarga:

1. Tipe keluarga tradisional

a. Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terduru dari suami,

istri, dan anak (kandung atau anak angkat)

b. Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah keluarga lain yang

mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, keponakan,

paman, bibi.

c. Keluarga Dyad, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami

dan istri tanpa anak.

d. Single Parent, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu

orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat) kondisi ini

dapat diakibatkan oleh perceraian atau kematian

e. Single Adult, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri

seorang dewas (seoarang yang telah dewasa kemudian tinggal

kost untuk bekerja atau kuliah)

2. Tipe keluarga non tradisional

a. The unmarried teenage mather

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak

dari hubungan tanpa nikah.

b. The stepparent family


29

Keluarga dengan orang tua tiri.

c. Commune family

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada

hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber

dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama; sosialisai anak

dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak

bersama.

d. The nonmarital heterosexual cohibitang family

keluarga yang hidup besamadan berganti-ganti pasangan tanpa

melalui pernikahan.

2.2.3 Fungsi keluarga

Friedman (2010) mendefinisikan fungsi dasar keluarga dalah untuk

memenuhi kebutuhan anggota kelaurganya dan masyarakt yang lebih luas,

meliputi;

1. Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian dengan

memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan

psikologis anggota keluarga, peran keluarga dilaksanakan dengan

baik dengan penuh kasih sayang

2. Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialiasi primer anggota

keluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota keluarga yang

produktif dan memberikan status pada anggota keluarga, keluarga

temoat melaksakan sosialisasi dan interaksi dengan anggotanya.


30

3. Fungsi reproduksi adalah fungsi utnuk mempertahankan generasi

dan menjaga kelangsungan hidup keluarga, dan menambah

sumberdaya manusia.

4. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan untuk

meningkatkan penghasian dalam memenuhi kebutuhan

keluarganya.

5. Fungsi perawatan mempertahankan keadaan kesehatan anggota

keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini

dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.

2.2.4 Tugas keluarga dalam kesehatan

Menurut Setyowati dan Murwani (2008), fungsi pemeliharaan

kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu

dipahami dan dilakukan, yaitu;

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh

diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu akan tidak

berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber

daya dan dana keluarga habis. Keluarga perlu mengenal keadaan

kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota

kelaurga secara tidak langsung menjadi perhatian kelaurga.

Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat


31

kapan terjadinya, perubahan apa yang terjai dan seberapa besar

perubahannya.

2. Memutuskan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan kelaurga,

dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.

Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan

tepat, agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan dapat

teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta

bantuan kepda orang di lingkungan tinggal keluarga agar

memperoleh bantuan.

3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan

benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui

oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang

mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan

lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak dapat

terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan

atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan

melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.

4. Memodifikasi lingkungan keluarga


32

untuk menjamin keluarga sehat. Modifikasi lingkungan

dilakukan agar keluarga merasa nyaman dan aman. Modifikasi

lingkungan yang dapat dilakukan seperti membuat suasana rumah

selalu nyaman, aman, tenang, selalu bersih, banyak tanaman dan

bunga sebagai aroma terapi serta lingkungan yang bebas dari

suasanan keributan.

5. Memanfaatkan fasilitasi kesehtan di sekitarnya bagi keluarga.

Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas yang ada disekitarnya

seperti puskesmas yang dapat digunakan sebagai sumber

informasi serta pengobatan awal.

2.2.5 Penanganan Odgj Oleh Keluarga di Masyarakat

Penanganan penderita gangguan jiwa belum memuaskan, disebabkan

ketidaktahuan (ignorancy) keluarga maupun masyarakat terhadap jenis

gangguan jiwa. Diantaranya adalah masih terdapatnya pandangan yang

negative (stigma) dan bahwa gangguan jiwa bukanlah suatu penyakit yang

dapat diobati dan disembuhkan. Sikap keluarga dan masyarakat yang

menganggap bahwa bila salah seorang anggota keluarganya menderita

gangguan jiwa, hal ini merupakan aib bagi keluarga. Oleh karena itu,

seringkali penderita gangguan jiwa disembunyikan bahkan dikucilkan karena

rasa malu (Hawari, 2009).

Banyak sekali orang yang percaya bahwa gangguan jiwa tidak mungkin

bisa disembuhkan dan orang yang menderitanya tidak mungkin bisa


33

berfungsi secara normal di masyarakat. Persepsi yang muncul kemudian

dalam taraf yang lebih jauh akan menyebabkan orang tidak mau untuk

mengetahui permasalahan kesehatan jiwa baik dalam dirinya sendiri maupun

orang lain. Di Indonesia, pengetahuan seseorang tentang gangguan jiwa

dipengaruhi erat oleh kultur budaya. Seseorang dengan gangguan jiwa sering

dianggap terkena guna-guna, menderita suatu dosa ataupun terkena

pengaruh setan atau makhluk halus lainnya (Hawari, 2009)

2.3 Konsep Dasar Pengetahuan

2.3.1 Definisi

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2007)..

2.3.2 Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang di cakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkat menurut Notoadmotjo (2011), yakni:


34

1. Tahu (Know)

Berisi kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan,

definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar,

dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi tersebut secara sebenarnya.

4. Analisis (Analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen. Komponen, tetapi masih

didalam satu struktur organisasi, dan masih ada keterkaitan satu

sama yang lainya.

5. Sintesis ( Synthesis)

Sintesis merunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.


35

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Health (2009 dalam Linawati, 2013) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain:

1. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Namun perlu

ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak

berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu

obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negative.

Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang

terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang

diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.

2. Media massa/informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non

formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact)

sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya

teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai

sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat

kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap


36

pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi

sebagai tugas pokonya, media massa membawa pula pesan-pesan yang

berisi segesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi

baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi

terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3. Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui

penalaran apalah yang dilakukan baik atu buruk. Dengan demkian seseorang

akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status

ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang

diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status social ekonomi ini akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun social. Lingkungan berpengaruh terhadap

proses masuknya pengatahuan ke dalam individu yang berada dalam

lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik

ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5. Pengalaman

Pengetahuan dapat dipereroleh dari pengalaman baik dari

pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain. Pengalaman ini

merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.


37

6. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola piker seseorang.

Semakin bertambah usia berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,

sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Pada usia tengah

(41-60 tahun) seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai

pada usia dewasa sedangkan pada usia tua (>60 tahun) adalah usia tidak

produktif lagi hnaya menikmati hasil dari prestasinya (Cuwin, 2009).

7. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang mendapatkan

pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak

langsung (Rahayu, 2010).

2.3.4 Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2011) untuk mengetahui rasa ingin tahunya,

manusia menggunakkan berbagi macam cara untuk memperoleh kebenaran

yang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Cara tradisional

a. Cara coba salah (trial and eror)

Cara yang paling tradisional yang pernah digunakan oleh manusia

dalam memperoleh ilmu pengetahuan adalah melalui cara coba

salah atau dengan kata lain “trial and error”. Cara ini merupakan

cara yang paling tradisional yaitu upaya pemecahanya dilakukan


38

dengan cara coba-coba, bila suatu cara tidak berhasil dicoba cara

yang lain.

b. Cara kekuasaan (otoritis)

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasan

dan tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran

apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-

kebiasaan ini biasanya diwariskan secara turun temurun dari

generasi ke generasi berikutnya. Pengetahuan diperoleh

berdasarkan pada otoritis atau kekuasaan baik tradisi, otoritis

pemerintah, otoritis pemimpin agama ahli ilmu pengetahuan.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah sumber pengetahuan atau pengalaman

merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagi upaya memperoleh

pengetahuan. Hal ini dilakuan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan

yang dihadapi pada masa lalu.

d. Melalui jalan pikiran

Kebenaran pengetahuan dapat diperoleh manusia dengan

menggunakkan jalan pikiranya, baik melalui induksi maupun

deduksi yang merupakam cara melahirkan pemikiran secara tidak

langsung melalui pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dan

dicari hubungan sehingga dapat dibuat kesimpulan.


39

2. Cara modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini

lebih sistematis, logis dan ilmiah.

a. Pengukuran tingkat pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawacara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur

dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan

yang ingin kita ketahui dapat disesuaikan dengan tingkat

pengetahuan (Notoatmodjo,2007)

2.3.5 Cara mengukur Pengetahuan

Menurut Arikunto,2010 pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan wawancara atau angket yang menanyakkan isi materi yang akan di

ukur dari subjek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin

diukur dan sesuai dengan tingkatanya. Adapun jenis pertanyaan yang dapat

digunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dibagi menjadi 2

jenis yaitu:

a. Pertanyaan subjektif

Penggunaan pertanyaan subjektif dengan jenis pertanyaan essay

digunakan dengan penilaian yang melibatkan faktor subjektif dari

penilai, sehingga hasil nilai akan berbeda dari setiap nilai dari

waktu ke waktu.

b. Pertanyaan Objektif
40

Jenis pertanyaan seperti pilihan ganda (multiple chooice), betul

salah dan pertanyaan menjodohkan dapat dinilai secara pasti oleh

penilai.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan

seperangkat alat tes atau kuesioner tentang obyek pengetahuan yang mau di

ukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari

masing-masing pertanyaan diberi nilai 5 dan jika salah diberi nilai 0. Penilaian

dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor

yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya

prosentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:

𝑆𝑃
𝑁 = 𝑆𝑀x100%

Keterangan:

N: Nilai pengetahuan

SP: Skor yang di dapat

SM: Skor tertinggi maksimum

Selanjutnya prosentase jawaban yang di interpretsikan dalam kalimat

kualitatif dengan cara sebagai berikut:

Baik : 76-100%

Cukup : 56-75%

Kurang: ≤55% (Arikunto, 2010).


41

2.4 Kerangka Konsep


Etiologi ODGJ:
1. Faktor
Biologis
2. Faktor
Psikologis
3. Faktor
Tingkat Pengetahuan: Sosio-
1. Tahu kultural
4. Faktor
2. Memahami
Prestipasi
3. Aplikasi
4. Analisis
5. Sintesis
6. Evaluasi ODGJ

Faktor Yang
Mempengaruhi
Pengetahuan Pengetahuan Penanganan ODGJ:
Keluarga Dalam Keluarga Dalam
Penanganan ODGJ a. Psikofarmakol
Penanganan ODGJ:
ogi
1. Faktor internal: b. Psikoterapi
a. Pendidikan c. Terapi
b. Umur Psikosoial
c. Pekerjaan d. Terapi
2. Faktor eksternal: Psikoreligius
a. Lingkungan e. Rehabilitasi
Kriteria :
b. Sosial budaya a. Pengetahuan
Baik:76%-100%
b. Pengetahuan
Cukup: 56%-75%
c. Pengetahuan
Kurang: <56%
42

Keterangan:

= Tidak di teliti

= Di teliti

= Berpengaruh

Definisi Operasional

ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) disebabkan oleh faktor biologis,

faktor psikologis, faktor sosio-kultural, dan faktor prestipasi. Sedangkan

penanganan odgj terdiri dari psikofarmakologi, piskoterapi, terapi psikososial,

terapi psikoreligius, dan rehabilitasi. Dalam penanganan pasien odgj di

pengaruhi juga oleh pengetahuan keluarga, pengetahuan keluarga juga

meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesi, dan evaluasi. Juga dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, pendidikan, social ekonomi,

informasi, pengalaman dan lingkungan. Pengetahuan keluarga dalam

penanganan odgj dapat di kategorikan menjadi baik jika responden

menjawab >76-100% dengan benar dari total jawaban pertanyaan. Cukup

jika responden menjawab 56-75% dengan benar dari total jawaban

pertanyaan. Kurang jika responden menjawab <56% dengan benar dari total

pertanyaan.

Anda mungkin juga menyukai