Anda di halaman 1dari 40

WALK THROUGH SURVEY

PT. PUTRA BINTANG LIMA

17 Oktober 2019

KESEHATAN KERJA DAN ERGONOMI

Disusun oleh:
Kelompok A2

dr. Aishah Shalimar Putri dr. Hazazi Nur Adli Aroli


dr. Amelia Welinda dr. Ikhsan Nurul Huda
dr. Ane Dwi Sari dr. Kevin Liputra
dr. Aulia Rahmi dr. Kevin Sastra Dhinata
dr. Dezy Dwi Putri Aldelya dr. Kristin Tjandra
dr. Fadilla Loviana Irwan dr. Martharika Karinda W.
dr. Felisa Putri Sucipto dr. Nabila Fitri Ariyati
dr. Fetri Svetri L. dr. Rosi Maulini
dr. Firdaini dr. Wina Hidayati

Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja


Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia
Periode 14-18 Oktober 2019
Jakarta

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME atas berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan Walk Through Survey PT. Putra Bintang Lima yang dilaksanakan pada hari
Kamis, tanggal 17 Oktober 2019 dengan baik. Pada survey ini, penulis mendapatkan pengetahuan
baru tentang praktik ilmu keselamatan kerja dan ergonomi dengan mengamati secara langsung
setiap proses produksi di PT. Putra Bintang Lima. Tentunya hal ini akan berguna bagi penulis
untuk bekerja sebagai dokter perusahaan.
Semua proses ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan dari:
- Pihak PT. Bina Okupasi Indonesia yang telah memfasilitasi penulis dalam melakukan
kunjungan ke PT. Putra Bintang Lima
- Pihak PT. Putra Bintang Lima, HRD, dan segenap staff yang telah menerima dan
memberikan banyak informasi kepada penulis
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yan telah disebutkan di atas.
Semoga laporan ini bermanfaat kepada pengembangan ilmu kedokteran okupasi dan dapat
memberikan masukan untuk kemajuan PT. Putra Bintang Lima.

Jakarta, 17 Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Dasar Hukum 5
1.3 Profil Perusahaan 6
1.4 Alur Produksi dan Pelaksanaan 6
1.5 Landasan Teori 14
BAB II PELAKSANAAN 25
2.1 Tanggal dan Waktu Pelaksanaan Survey 25
2.2 Lokasi Pelaksaanaan Survey 25
BAB III HASIL PENGAMATAN 26
3.1 Fasilitas Pelayanan Kesehatan 26
3.2 Program Kesehatan 26
3.3 Pencegahan HIV AIDS dan Narkoba 28
3.4 Pemeriksaan Kesehatan Awal, Berkala, dan Khusus 28
3.5 Kesesuaian Pekerja dengan Alat 29
3.6 Program Pemenuhan Gizi 31
3.7 Sepuluh Besar Penyakit pada Pelayanan Kesehatan 32
3.8 Penyakit Akibat Kerja 32
3.9 Sarana P3K 32
3.10 Personil Kesehatan 33
BAB IV PEMECAHAN MASALAH 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 38
5.1 Kesimpulan 38
5.2 Saran 39
BAB VI PENUTUP 40

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Semakin berkembangnya pembangunan nasional diiringi dengan perkembangan industri,
ditandai dengan adanya modernisasi produksi yaitu peningkatan penggunaan mesin, pesawat,
teknologi tinggi, serta bahan-bahan berbahaya. Secara linear, kemudahan dalam proses produksi
diiringi dengan meningkatnya jenis dan jumlah bahaya yang terjadi di tempat kerja.
Setiap pekerjaan selalu mengandung potensi risiko bahaya dalam bentuk kecelakaan kerja.
Besarnya potensi kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut tergantung dari jenis produksi,
teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan, tata ruang, dan lingkungan bangunan, serta kualitas
manajemen, dan tenaga pelaksana. Sepanjang tahun 2018, BPJS Ketenagakerjaan telah
mengantongi data kecelakaan kerja sebanyak 157.313 kasus.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala kegiatan yang menjamin dan
melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Menurut UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, dinyatakan bahwa
setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Kesehatan
kerja berdasarkan Permenkes No. 48 tahun 2016 adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi karyawan di semua jabatan, perlindungan karyawan
dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, serta penempatan dan pemeliharaan karyawan
dalam suatu ruang lingkup kerja.
Ruang lingkup dari keselamatan dan kesehatan kerja meliputi pencegahan kecelakaan,
pencegahan kebakaran, pencegahan peledakan, pemasangan jalur evakuasi, pelaksanaan P3K,
manajemen APD, pemantauan lingkungan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, pemantauan
penerangan tempat kerja, pemantauan iklim kerja, pemasanan ventilasi, pelaksanaan sanitasi
industri dan pemeriksaan kesehatan, pelaksanaan ergonomi, K3 angkat angkut, K3 konstruksi, K3
bongkar muat dan penempatan barang, K3 listrik dan K3 di tempat kerja beresiko tinggi. Semua
lingkup tersebut dibagi menjadi 4 sektor, yaitu keselamatan kerja, higien industri, ergonomi, dan
kesehatan kerja.
Ergonomi merupakan salah satu hazard yang dapat berpotensi menimbulkan penyakit
akibat kerja (PAK). Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ergos = kerja dan nomos = norma,

4
aturan. Ergonomi adalah studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang
ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikoogi, teknikal, manajemen, dan disain / perancangan.
Laporan kunjungan perusahaan di PT. Putra Bintang Lima ini dibuat sebagai salah satu
syarat tugas pelatihan HIPERKES periode 14 - 18 Oktober 2019, dalam rangka mempelajari K3
khususnya aspek kesehatan dan ergonomi.

1.2 DASAR HUKUM


Dengan alasan untuk melindungi para tenaga kerja dan pengembangan usaha demi
tercapainya tidak adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka ada beberapa landasan yang
digunakan oleh perusahaan, sebagai berikut :
1. UU No.I tahun 1970 tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
2. UU No 13 tahun 2003 pasal 86 dan 87 tentang ketenagakerjaan.
3. UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan.
4. UU No 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja.
5. Permenakertrans No.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja.
6. Kepres RI No.22 tahun 1993 tentang penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja.
7. Kepmenakertrans No.68 tahun 2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
di tempat kerja.
8. Permenakertrans No.11/Men/VI/2005 tentang pencegahan penyalahgunaan narkoba,
psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja.
9. Permenakertrans No.01/Men/1976 tentang kewajiban pelatihan hiperkes bagi dokter
perusahaan.
10. Permenakertrans No.01/Men/1979 tentang kewajiban pelatihan hiperkes bagi paramedic
perusahaan.
11. Permenakertrans No.Per 02/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam
penyelanggaraan keselamatan kerja.
12. Permenakertrans No.Per 03/Men/1983 tentang pelayanan kesehatan kerja.
13. SE.Menakertrans No.SE.01/Men/1979 tentang pengadaan kantin dan ruang makan.
14. SE.Dirjen binawas No.SE.86/BW/1989 tentang perusahaan catering yang mengelola
makanan bagi tenaga kerja.
15. Permenakertrans No.Per 05/MEN/VIII/2008 tentang pertolongan pertama pada kecelakaan
di tempat kerja.

5
1.3 PROFIL PERUSAHAAN
a. Sejarah perusahaan
PT Putra Bintang Lima adalah perusahaan industri topi baret di Indonesia, berdomisili
di kawasan Cakung yang didirikan pada tahun 2013
b. Customers
Instansi POLRI dan TNI di wilayah Jakarta
c. Jumlah pegawai perusahaan
Jumlah pegawai kurang lebih 200 orang.
d. Jam kerja
Senin-Jumat 08.00 – 17.00 , Sabtu 08.00 – 12.30
e. Asuransi
BPJS Ketenagakerjaan untuk semua pekerja tetap, sedangkan pekerja kontrak ditanggung
perusahaan

1.4 ALUR PRODUKSI DAN PELAKSANAAN


1.4.1 Spesifikasi dan Metode Pelaksanaan Pekerjaan dalam Pembuatan Baret
a. Bahan :
- Material Baret : 100% Wool
- Kain rajut pelipit / Tatakan Keringat : 100% Polyester
- Benang Jahit : 100% Spun Polyester
- Mata Ayam / Ventilator : Kuningan Oksidasi Hitam
- Pelapis Mata Ayam / Ventilator : Original Kulit
- Pelindung Emblem : Busa EVA
- Pembungkus Pelindung Emblem :100% Rayon Filamen (Satin)
- Pita Webing Pengikat Lingkar Kepala :100% Polyester
- Label :100% Satin Polyester
- Lembaran Penutup Label : Plastik

b. Kontruksi:
● Bentuk : Topi Baret
● Ukuran : Size 53 – 60

6
Tabel 1.1 Ukuran Baret
Keliling Lingkaran Panjang Penampang penutup
Ukuran Lubang Kepala luar kepala Keterangan
(ukuran dalam cm) (ukuran dalam cm)

53 53± 0,5 41 ± 0,2 Panjang pita webbing pengikat


lingkar kepala ditambah 10 cm
54 54± 0,5 41± 0,2
dari keliling lingkaran lubang
55 55± 0,5 42 ± 0,2 kepala.

56 56± 0,5 42 ± 0,2

57 57± 0,5 42 ± 0,2

58 58± 0,5 43 ± 0,2

59 59± 0,5 43 ± 0,2

60 60± 0,5 43 ± 0,2

c. Cara dan Metode Pembuatan


Cara dan metode pembuatan Baret sebagai berikut :
1. Persiapan
- Persiapan awal untuk proses pembuatan baret adalah dimulai dari bahan baku baret
yang terbuat dari 100% Wool. Benang ini dikumpulkan berdasarkan masing –
masing LOT. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan permasalahan
yang akan didapatkan diproses pewarnaan.
- Setelah bahan baku berupa benang wool sudah terkumpul berdasarkan LOT nya,
kemudian dilanjut dengan proses perajutan
2. Perajutan
- Proses perajutan adalah proses pembuatan benang dari berupa gulungan benang
menjadi bentuk baret. Proses ini adalah awal pembentukan baret sebelum berlanjut
ke proses berikutnya.
- Proses perajutan ini dilakukan di mesin knitting atau mesin rajut khusus benang ,
mesin di setting sedemikian rupa untuk menghasilkan bentuk baret yang di inginkan
- Setelah proses perajutan selesai, selanjutnya hasil yang didapat kemudian di
kumpulkan sesuai dengan LOT masing – masing supaya tidak tercampur,
kemudian dilanjutkan dengan proses linking.

7
Gambar 1.1 Proses Perajutan

3. Linking
- Proses linking ini adalah proses untuk menyambung hasil rajutan benang yang
masih berbentuk setengan lingkaran yang dihasilkan dari proses perajutan di awal
tadi. Setelah hasil rajutan di-linking maka benang wool akan menjadi bentuk
lingkaran penuh.
- Hasil benang rajutan yang sudah di-linking harus dikumpulkan sesuai dengan LOT
masing-masing yang kemudian akan di proses dengan tahap berikutnya yaitu soom.

8
Gambar 1.2 Proses Linking

4. Soom
- Proses soom ini adalah bagian proses yang dilakukan setelah perajutan dan linking.
Proses ini adalah bagian untuk menutup bagian atas rajutan yang masih berlubang.
- Lubang dari hasil rajutan di-soom atau dijelujur mengikuti arah jalur hasil rajutan
sehingga tidak ada bagian yang berlubang lagi.
- Hasil yang sudah di-soom dikelompokan kembali sesuai LOT masing – masing
untuk kemudian berlanjut ke proses penimbangan.

Gambar 1.3 Proses Soom

9
5. Penimbangan
- Proses penimbangan ini dilakukan untuk mengelompokan berat rajutan setiap
buahnya. Pengelompokan berat dilakukan sesuai permintaan pemesanan .
- Proses penimbangan dilakukan supaya setiap topi baret menjadi sama rata.
- Pengelompokan berat dikumpulkan berdasarkan LOT masing – masing, untuk
selanjutnya masuk ke proses pencelupan.

Gambar 1.4 Proses Penimbangan


6. Pencelupan
- Proses pencelupan ini adalah proses dimana hasil rajutan menjadi berwarna sesuai
dengan warna yang diinginkan. Proses pewarnaan ini dilakukan harus per LOT dan
berat yang sama, hal ini supaya mendapatkan hasil warna yang sama.
- Setiap proses pencelupan terdiri dari 150-250 buah, disesuaikan dengan kapasitas
mesin celupnya. Hasil yang sudah dicelup dikelompokkan berdasarkan LOT warna
dan berat untuk dilanjutkan ke proses moulding/cetak.

Gambar 1.5 Proses Pencelupan

10
7. Moulding / Pembentukan Baret
- Proses moulding ini adalah proses dimana hasil pencelupan dibentuk menjadi baret
dengan ukuran yang sudah disesuaikan .
- Proses moulding dilakukan berdasarkan kelompok berat, hal ini dilakukan untuk
mempermudah proses pembentukan dan pengelompokan ukuran yang diinginkan.
- Setelah dilakukan proses moulding, baret dimasukkan ke dalam oven untuk
dilakukan proses pemanasan.

Gambar 1.6 Proses Moulding


8. Pemanasan / Pengovenan
- Pada proses ini baret dimasukan ke oven untuk dipanaskan sampai baret menjadi
kering.
- Suhu panas yang digunakan berdasarkan kebutuhan dan disesuaikan dengan
kondisi baretnya, setelah proses pemanasan selesai kemudian berlanjut ke
pencukuran.

Gambar 1.7 Proses Pemanasan

11
9. Pencukuran
- Proses pencukuran ini dilakukan untuk menghilangkan serat dan bulu yang timbul
dari hasil pencelupan dan moulding.

Gambar 1.8 Proses Pencukuran


10. Pengepresan
- Proses pengepresan ini adalah proses untuk membentuk sudut pinggiran baret yang
telah dicukur menjadi lebih rapi sehingga baret memiliki model yang khas.

Gambar 1.9 Proses Pengepresan


11. Pemasangan Mur/Ring

Gambar 1. 10 Proses Pemasangan Mur/Ring

12. Penjahitan dan Setting

12
- Proses penjahitan ini adalah proses dimana pelipit kepala dipasangkan di baret,
pelipit yang digunakan disesuaikan dengan permintaan, ada yang berbentuk webing
tape atau berbentuk kulit asli.
- Proses penjahitan juga dilakukan untuk pemasangan tali pengikat kepala .
- Proses penjahitan ini sekaligus dilakukan bersama dengan proses setting, untuk
mendapakan ukuran lingkar kepala yang disesuaikan dengan jumlah yang di
inginkan.
- Proses penjahitan dan setting dilakukan untuk mendapatkan ukuran kepala baret.
Setelah proses penjahitan dan setting ini selesai, dilanjutkan ke tahap finishing.

Gambar 1.11 Proses Penjahitan dan Setting


12. Finishing & Pengepakan
- Proses finishing adalah proses pembersihan benang hasil penjahitan sebelumnya.
- Setelah proses buang benang atau pembersihan sisa-sisa benang jahit, kemudian
berlanjut ke proses pengemasan. Pengemasan dilakukan untuk memasukan baret
ke dalam plastik. Setelah proses ini selesai, maka proses dilanjutkan dengan
pengepakan.
- Pengepakan adalah proses pemasukan baret yang sudah di-finishing ke dalam
karton box atau peti, sesuai dengan permintaan.
- Proses pengepakan ini dilakukan sesuai permintaan apakah isinya solid size (ukuran
sama semua) atau assorted size (ukuran campur-campur ).

13
Gambar 1.11 Proses Finishing & Pengepakan

Gambar 1.12 Baret

1.5 LANDASAN TEORI


1.5.1 Ergonomi
Ergonomi menurut Badan Buruh Internasional (ILO=International Labor Organization)
adalah penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian
bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum agar bermanfaat demi efisiensi dan
kesejahteraan. Pada prosesnya dibutuhkan kerjasama antara lingkungan kerja (ahli hiperkes),
manusia (dokter dan paramedik) serta mesin perusahaan (ahli tehnik). Kerjasama ini disebut
segitiga ergonomi. Tujuan dari ergonomi adalah efisiensi dan kesejahteraan yang berkaitan erat
dengan produktivitas dan kepuasan kerja. Adapun sasaran dari ergonomi adalah seluruh tenaga
kerja baik sektor formal, informal dan tradisional.
Pendekatan ergonomi mengacu pada konsep total manusia, mesin dan lingkungan yang
bertujuan agar pekerjaan dalam industri dapat berjalan secara efisien, selamat dan nyaman. Dengan
demikian dalam penerapannya harus memperhatikan beberapa hal yaitu: tempat kerja, posisi

14
kerja, proses kerja.
Adapun tujuan penerapan ergonomi adalah sebagai berikut: 1) meningkatkan kesejahteraan
fisik dan mental, dengan meniadakan beban kerja tambahan (fisik dan mental), mencegah penyakit
akibat kerja, dan meningkatkan kepuasan kerja, 2) meningkatkan kesejahteraan sosial dengan jalan
meningkatkan kualitas kerjasama sesama pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan
menghidupkan sistem kebersamaan dalam tempat kerja, 3) berkontribusi di dalam keseimbangan
rasional antara aspek-aspek teknik, ekonomi, antropologi dan budaya dari sistem manusia-mesin
untuk tujuan meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin.
Adapun manfaat pelaksanaan ergonomi adalah menurunnya angka kesakitan akibat kerja,
menurunnya kecelakaan kerja, biaya pengobatan dan kompensasi berkurang, stress akibat kerja
berkurang, produktivitas membaik, alur kerja bertambah baik, rasa aman karena bebas dari
gangguan cedera, kepuasan kerja meningkat.
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi :
1. Teknik
2. Fisik
3. Pengalaman psikis
4. Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan
persendian
5. Anthropometri
6. Sosiologi
7. Fisiologi, terutama berhubungan dengan temperatur tubuh, Oxygen up take dan
aktivitas otot.
8. Desain, dll.
Aplikasi/penerapan Ergonomik pada tenaga kerja:
1. Posisi Kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak terbebani
dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana
posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua
kaki.
2. Proses Kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja
dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri
barat dan timur.
3. Tata Letak Tempat Kerja

15
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol
yang berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada kata-kata.
4. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu,
tangan, punggung, dll. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang
punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis teratur. Supervisi medis
yang biasanya dilakukan terhadap pekerja antara lain :
1. Pemeriksaan sebelum bekerja.
Bertujuan untuk menyesuaikan dengan beban kerjanya.
2. Pemeriksaan berkala
Bertujuan untuk memastikan pekerja sesuai dengan pekerjaannya dan mendeteksi bila ada
kelainan.
3. Nasehat
Harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan, khususnya pada wanita muda dan yang
sudah berumur.

1.5.2 Kesehatan Kerja


Kesehatan kerja adalah upaya penyeserasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya
sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU
Kesehatan 1992 Pasal 23). Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik, mental dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat yang
berada di lingkungan perusahaan. Aplikasi kesehatan kerja berupa upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Promosi kesehatan merupakan ilmu pengetahuan dan seni yang membantu seseorang untuk
mengubah gaya hidup menuju kesehatan yang optimal, yaitu terjadinya keseimbangan kesehatan
fisik, emosi, spiritual dan intelektual. Tujuan promosi kesehatan di tempat kerja adalah terciptanya
perilaku dan lingkungan kerja sehat juga produktivitas yang tinggi. Tujuan dari promosi kesehatan
adalah:
- Mengembangkan perilaku kerja sehat
- Menumbuhkan lingkungan kerja sehat
- Menurunkan angka absensi sakit
- Meningkatkan produktivitas kerja

16
- Menurunnya biaya kesehatan
- Meningkatnya semangat kerja
Upaya preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh alat/mesin dan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan kerja ataupun
penyakit menular umumnya yang bisa terjangkit pada saat melakukan pekerjaan yang diakibatkan
oleh pekerja. Upaya preventif diperlukan untuk menunjang kesehatan optimal pekerja agar didapat
kepuasan antara pihak pekerja dan perusahaan sehingga menimbulkan keuntungan bagi kedua
belah pihak. Aplikasi upaya preventif diantaranya pemakaian alat pelindung diri dan pemberian
gizi makanan bagi pekerja.
Upaya kuratif merupakan langkah pemeliharaan dan peningkatan kesehatan bagi pekerja.
Upaya penatalaksanaan penyakit yang timbul pada saat bekerja merupakan langkah untuk
meningkatkan kepuasan pekerja dalam bekerja, sekaligus memberi motivasi untuk pekerja supaya
memiliki kesehatan yang optimal. Penyakit yang sering timbul dalam suatu lokasi pekerjaan dapat
menjadi tolak ukur dalam mengambil langkah promosi dan pencegahan, sehingga tujuan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kerja optimal dilaksanakan.
Salah satu aspek yang harus diimplementasikan dalam kesehatan kerja adalah adanya
pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja, baik sejak awal sebelum bekerja, selama bekerja,
maupun sesudah bekerja. Tujuan dari pemeriksaan kesehatan ini ditujukan agar selain tenaga kerja
yang diterima di awal berada dalam kondisi kesehatan setinggi-tingginya,juga untuk memantau
status kesehatan pekerja dan juga meminimalisir dan mendeteksi dini apakah ada penyakit akibat
kerja yang ditimbulkan akibat proses produksi.
Sarana P3K di tempat kerja diatur dalam Permenakertrans RI No. 15/MEN/VIII/2008.
Dalam Permenakertrans tersebut, dijabarkan bahwa Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di
tempat kerja (P3K) adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada
pekerja/buruh/dan/atau orang lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami sakit atau cidera
di tempat kerja.
Fasilitas P3K yang dimaksud dalam Permenakertrans ini meliputi ruang P3K, kotak P3K
dan isinya sesuai standar, alat evakuasi dan alat transportasi, fasilitas tambahan berupa alat
pelindung diri dan/atau peralatan khusus di tempat kerja yang memiliki potensi bahaya yang
bersifat khusus. Pengusaha wajib menyediakan ruang P3K dalam hal proses produksi
mempekerjakan pekerja/buruh 100 orang atau lebih atau kurang dari 100 orang dengan potensi
bahaya tinggi.
Ruang P3K juga diatur standarnya, salah satunya meliputi lokasi yang harus dekat dengan
toilet/kamar mandi, jalan keluar, mudah dijangkau, dan dekat dengan tempat parkir kendaraan.

17
Kotak P3K juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu terbuat dari bahan yang
kuat dan mudah dibawa, berwarna dasar putih dengan lambang P3K berwarna putih dengan
lambang P3K berwarna hijau dengan isi kotak sesuai dengan Permenakertrans yang mengatur.
Penempatan kotak P3K juga harus pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau dengan diberi
tanda arah yang jelas dan cukup cahaya serta mudah diangkat apabila digunakan dan disesuaikan
dengan jumlah tenaga kerja yang ada, dan dalam hal tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500
meter atau lebih masing-masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai jumlah
pekerja/buruh.

1.5.3 Gizi Kerja


Gizi kerja adalah gizi/nutrisi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan
sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja tambahan. Gizi kerja menjadi masalah disebabkan
beberapa hal yaitu rendahnya kebiasaan makan pagi, kurangnya perhatian pengusaha, kurangnya
pengetahuan tenaga kerja tentang gizi, tidak mendapat uang makan, serta jumlah, kapan dan apa
dimakan tidak diketahui. Efek dari gizi kerja yang kurang bagi pekerja adalah:
- Pekerja tidak bekerja dengan maksimal
- Pertahanan tubuh terhadap penyakit berkurang
- Kemampuan fisik pekerja yang berkurang
- Berat badan pekerja yang berkurang atau berlebihan
- Reaksi pekerja yang lamban dan apatis,
- Pekerja tidak teliti
- Efisiensi dan produktivitas kerja berkurang

Jenis pekerjaan dan gizi yang tidak sesuai akan menyebabkantimbulnya berbagai
penyakit seperti obesitas, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit degenerative, arteriosklerotik,
hipertensi, kurang gizi dan mudah terserang infeksi akut seperti gangguan saluran nafas.
Ketersediaan makanan bergizi dan peran perusahaan untuk memberikan informasi gizi makanan
atau pelaksanaan pemberian gizi kerja yang optimal akan meningkatkan kesehatan dan
produktivitas yang setinggi-tingginya.

1.5.4. Penyakit Akibat Kerja (PAK)


Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian PAK merupakan penyakit yang
artifisial atau man made disease.

18
Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya
sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU
Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23). WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja:
a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis
b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma
Bronkhogenik.
c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor
penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya,
misalnya asma.
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang
diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi
menyangkut PAK yaitu penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat
dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
Penyebab beberapa penyakit tersebut timbul karena suatu faktor, tergantung pada bahan
yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin
disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
- Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat
tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
- Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun
yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan,
awan atau kabut.
- Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur
- Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara
kerja
- Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

PAK juga perlu dilakukan beberapa tahap diagnosa, yang sebelumnya perlu dilakukan
pendekatan sistematisuntuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya
secara tepat yaitu sebagai berikut :
- Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan
fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis

19
suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut
apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
- Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu
dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang
mencakup:

- Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara
khronologis
- Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan Bahan yang diproduksi
- Materi (bahan baku) yang digunakan
- Jumlah pajanannya
- Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
- Pola waktu terjadinya gejala
- Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label,
dan sebagainya)
- Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan
tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak
dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang
mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat
menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
- Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka
pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan
membandingkannya dengankepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis
penyakit akibat kerja.
- Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang
dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan

20
serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif
terhadap pajanan yang dialami.
- Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah
penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit.
Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk
menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
- Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-
kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini
perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan
sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya
pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.Sedangkan
pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul
pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya
memperberat penyakit.

1.5.5 Narkoba dan HIV-AIDS


a. Narkoba
Banyak sekali orang mendengar kata narkoba,tetapi mereka tak tahu apa itu
narkoba,banyak yang mengartikan narkoba adalah kepanajangan dari kata narkotika dan obat
berbahaya,namun itu kepnjangan yang salah,yang benar adalah singkatan dari narkotika,
psikotropika, dan bahan aditif lainnya.
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba",
istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesiaa
adalah napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif .Semua
istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya
memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan,narkoba sebenarnya
adalah senyawasenyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak
dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu.

21
Melalui pertolongan dokter, banyak jenis narkoba yang bermanfaat untuk kesembuhan dan
keselamatan manusia. Masalahnya, apabila narkoba disalahgunakan, bukan manfaat yang didapat,
melainkan malapetaka. Jadi,yang harus hindari adalah penyalahgunaannya, bukan narkobanya.
Jasa narkotika dan psikotropika sangat besar dimasa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Tindakan oprasi (pembedahan) yang dilakukan oleh dokter harus didahului dengan
pembiusan, padahal obat bius tergolong narkotika. Kemudian, Orang yang mengalami stress atau
gangguan jiwa diberi obat-obatan yang tergolong psikotropika oleh dokter agar dapat sembuh.
Dengan perhatian seperti itu, narkoba tidak selalu memberikan dampak buruk. Banyak
sekali jenis-jenis narkoba yang bermanfaat dalam bidang kedokteran. Maka, sikap anti narkoba
adalah keliru, yang benar adalah anti penyalahgunaanya. Jadi, yang harus kita hindari bukanlah
narkoba, melainkan penyalahgunaannya.
Narkoba memiliki berbagai jenis diantaranya narkotika, psikotropika, dan bahan aditif
lainnya.
a) Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang bersal dari tanaman atau bahan tanaman, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa.Narkotika memiliki
daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran
(penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan), ketiga sifat narkotika inilah yang
menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari cengkramannya.
b) Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alami maupun sintesis, yang
memiliki sifat proaktif melalui pengaruh selektif pda susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat
yang dugunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche). Berdasarkan
undang-undang no. 5 tahun 1997, psikotropika dapat dikelompokan ke dalam 4 golongan.
1. Golongan petama adalah psikotropika dengan daya aditif yang sangat kuat, belum
diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang di teliti khasiatnya. Contoh
adalah Ekstasi.
2. Golongan kedua adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin,
metakualon, dan sebagainya.
3. Golongan ketiga adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumbal, buprenorsina,
flenitrazepam, dan sebagainya.

22
4. Golongan keempat adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contonya adalah nitrazepan (mogadon,
dumolid), diazepam, dan lain-lain.
c) Prekursor narkotika
Prekursor narkotika adalah zat atau bahn pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
dalam pembuatan narkotika.
d) Bahan adiktif lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat yang dapat menimbulkan ketergantungan.
Contohnya rokok, kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan, dan thinner dan zat-zat lainnya.

1.5.6 HIV/AIDS
Prinsip – prinsip kunci dari ILO tentang HIV/AIDS dan dunia kerja yang berlaku bagi
semua aspek pekerjaan dan semua tempat kerja, termasuk sektor kesehatan:
1) Isu Tempat Kerja
HIV/ AIDS adalah isu tempat kerja, karena dia mempengaruhi angkatan kerja, dan karena
tempat kerja dapat memainkan peran vital dalam membatasi penularan dan dampak
epideminya.
2) Non Diskriminasi
Tidak ada diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan status HIV yang nyata atau dicurigai.
3) Kesetaraan Gender
Hubungan gender yang lebih setara dan pemberdayaan wanita adalah penting untuk
mencegah penularan HIV dan membantu masyarakat mengelola dampaknya
4) Lingkungan Kerja yang Sehat
Tempat kerja harus meminimalkan risiko pekerjaan, dan disesuaikan dengan kesehatan dan
kemampuan pekerja.
5) Dialog Sosial
Kebijakan dan program HIV/AIDS yang sukses membutuhkan kerjasama dan saling
percaya antara pengusaha, pekerja dan pemerintah
6) Tidak boleh melakukan skrining untuk tujuan rekrutmen
Tes HIV di tempat kerja harus dilaksanakan secara sukarela dan rahasia, tidak boleh
digunakan untuk menskrining pelamar atau pekerja.
7) Kerahasiaan

23
Akses kepada data perseorangan, termasuk status HIV pekerja, harus dibatasi oleh aturan
dan kerahasiaan.
8) Melanjutkan Hubungan Pekerjaan
Pekerja dengan penyakit yang berkaitan dengan HIV harus dibolehkan bekerja dalam
kondisi yang sesuai selama dia mampu secara medik.
9) Pencegahan
Mitra sosial mempunyai posisi yang unik untuk mempromosikan upaya pencegahan
melalui informasi, pendidikan dan dukungan bagi perubahan perilaku.
10) Kepedulian dan dukungan
Pekerja berhak mendapat pelayanan kesehatan yang terjangkau.

24
BAB II
PELAKSANAAN

2.1. Tanggal dan Waktu Pelaksanaan Survey


Kunjungan perusahaan ke PT Putra Bintang Lima ini dilakukan pada hari Kamis, 17
Oktober 2019 pukul 09.00-11.00 WIB.

2.2 Lokasi Pelaksaanaan Survey


PT Putra Bintang Lima, Jl. Raya Penggilingan Komplek Aneka Elok No. 44 RT 002/
RW 007, Kel. Penggilingan, Kec. Cakung, Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia.

25
BAB III
HASIL PENGAMATAN

3.1 FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

Fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di PT. Putra Bintang Lima yaitu :
a. Klinik kesehatan:
Tidak ada klinik kesehatan di PT. Putra Bintang Lima.
b. Dokter perusahaan:
Tidak ada dokter perusahaan di PT. Putra Bintang Lima.
Jika ada pekerja yang sakit, perusahaan membawa pekerja tersebut ke klinik atau Puskesmas yang
jaraknya dekat dengan perusahaan.

3.2 PROGRAM KESEHATAN

a. Program Promotif

Tidak ada penyuluhan kesehatan maupun poster mengenai penggunaan APD yang benar
ataupun kesehatan kerja. Namun terdapat poster dilarang merokok yang telah pudar dan poster
prosedur pertolongan pertama tersengat aliran listrik yang tidak terpasang di dinding. Poster
dilarang merokok tersebut terletak di pintu besi pabrik.

Gambar 3.1 Poster di PT. Bintang Lima

26
b. Program Preventif

Tidak ada dokter perusahaan yang berwenang melakukan pemeriksaan para pekerja secara
berkala. Penggunaan APD tidak berjalan dengan baik di perusahaan. Pada tahap pemintalan,
mesin-mesin tampak bising tetapi tim tidak memiliki sound level meter sehingga tidak dapat
mengukur tingkat kebisingan. Jika termasuk bising, maka diperlukan adanya APD atau rotasi
pekerja. Pada area pengepresan yang menggunakan mesin yang panas, pekerja hanya
menggunakan sarung tangan pada bagian kanan saja sedangkan yang kiri yang juga menyentuh
bagian topi yang telah dipres tidak memakai sarung tangan. Pekerja mengatakan bahwa
menggunakan sarung tangan kiri memperlambat pekerjaannya. Pada tahap linking dan soom,
pekerja tidak menggunakan sarung tangan sehingga rentan terkena tusukan jarum.

Gambar 3.2 Pekerja yang tidak menggunakan APD

c. Program Kuratif

Jika terdapat pekerja yang sakit atau terjadi kecelakaan kerja, pekerja diobati dengan sarana
P3K yang tersedia di perusahaan, atau pasien berobat ke klinik swasta atau Puskesmas yang
berlokasi dekat dengan perusahaan. Jika kasus berat atau yang memerlukan penanganan lebih
lanjut, pekerja langsung dibawa ke RS terdekat. BPJS Ketenagakerjaan diberikan pada pekerja
tetap, sedangkan pekerja kontrak biayanya ditanggung oleh perusahaan.

27
Gambar 3.3 Klinik terdekat dimana pekerja dapat berobat.

d. Program Rehabilitatif

Para pekerja yang mengalami keluhan diberikan waktu untuk istirahat dengan syarat adanya
surat keterangan dokter dan diupayakan dapat bekerja kembali di lingkungan sebelumnya.

3.3 PENCEGAHAN HIV/AIDS DAN NARKOBA

Perusahaan PT. Putra Bintang Lima tidak memiliki program khusus untuk pencegahan HIV/
AIDS dan narkoba. Penyuluhan dan pemeriksaan terkait HIV/AIDS dan narkoba dari klinik mitra
dan puskesmas setempat tidak ada.

3.4 PEMERIKSAAN KESEHATAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Bpk. Aja Sukarja selaku HRD
PT. Putra Bintang Lima, pemeriksaan kesehatan baik awal pada saat penerimaan pekerja,
pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus belum dilakukan. Status
kesehatan pekerja hanya diketahui berdasarkan hasil wawancara pekerja yang menanyakan
mengenai kondisi kesehatan saat ini dan riwayat pengobatan sebelumnya. Selain itu, tidak
ditemukan juga adanya tenaga kesehatan maupun dokter yang bertugas sebagai penanggung jawab
kesehatan di tempat kerja. Data pelaporan mengenai status kesehatan pekerja juga tidak
ditemukan.

28
3.5 KESESUAIAN PEKERJA DENGAN ALAT

a. Sikap Kerja
Hasil pengamatan mengenai sikap kerja dari tenaga kerja menunjukkan adanya
ketidaksesuaian dari aspek ergonomis. Hal ini terbukti dari tidak sesuainya tinggi meja dan kursi
dengan tubuh pekerja, sehingga posisi duduk pekerja membungkuk. Kursi yang disediakan tanpa
senderan dengan bahan kayu dan plastik serta tinggi dan pendeknya tidak dapat disesuaikan.

Gambar 3.4 Posisi Kerja

b. Cara Kerja
Hasil pengamatan mengenai cara kerja, terdapat dua posisi bekerja yaitu bekerja dalam posisi
duduk dan berdiri .

1. Posisi kerja kurang ergonomis karena pekerja yang tinggi harus membungkukkan badan
dan pekerja yang memiliki postur pendek juga tidak bekerja dalam kondisi ergonomis.
2. Proses kerja hampir seluruh pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri yang
disediakan oleh perusahaan. Penggunaan masker banyak digunakan pekerja di tahap
pencukuran dan sewing. Penggunaan sarung tangan tahan panas digunakan oleh pekerja di
tahap pewarnaan.
3. Tidak ada safety shoes.
4. Pada tempat pengepresan, pekerja hanya menggunakan sarung tangan di satu tangan saja.

29
c. Beban Kerja
Hasil pengamatan didapatkan, karyawan pabrik bekerja:

Hari Senin-Jumat pk. 08.00 – 17.00 WIB, dengan waktu istirahat 12.00 – 13.00. Hari Sabtu
pk. 08.00 – 12.30. Waktu kerja ini dapat berubah apabila ada target pengiriman yang tidak tercapai,
pekerja dapat bekerja sampai dengan pukul 20.00.

Beban kerja setiap bagian, monoton karena tidak ada rolling ke bagian lain. Namun, pekerja
harus menguasai semua skills di setiap tahapan karena dapat dipindahkan ke bagian lain untuk
membantu menyelesaikan target permintaan barret.

d. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja sempit sehingga karyawan tidak dapat bergerak leluasa dan efisien. Tidak
ada ruangan lain untuk menyimpan hasil produksi, sehingga kardus-kardus yang berisi hasil
produksi disimpan di ruang proses produksi. Pada bagian perajutan dan press tidak tersedia tempat
duduk untuk pekerja. Pada bagian perajutan dan pemasangan mur/ring dipenuhi dengan mesin
sehingga menghasilkan kebisingan. Sebagian besar tempat kerja berdebu, terutama di bagian
pencukuran dan perajutan sehingga diperlukan pemakaian APD selama bekerja di lingkungan
kerja. Ada pendingin ruangan (AC) di ruang perajutan, dan kipas angin di ruang lain namun
jumlahnya tidak mencukupi. Di ruang pewarnaan, tidak ada pendingin ruangan walaupun panas
mesin yang digunakan untuk pewarnaan, moulding dan press mencapai 200 derajat Celsius. Bagian
pengecatan tersedia respirator mask, namun hanya dipakai untuk mencampurkan pewarna.

Gambar 3.5 Respirator mask

30
Gambar 3.6 Kepatuhan Penggunaan APD

Gambar 3.7 Lingkungan Kerja (Panas)

3.6 PROGRAM PEMENUHAN GIZI

PT. Putra Bintang Lima belum mempunyai program untuk pemenuhan gizi para karyawan,
terlihat bahwa belum tersedianya sarana seperti dapur karyawan, kantin, ataupun pengadaan
catering perusahaan. Sebagai kompensasi, perusahaan memberikan uang makan kepada para
karyawan dan memberikan susu setiap pagi. Mayoritas karyawan di PT. Putra Bintang Lima
menyiapkan sendiri bekal makanan dari rumah untuk dibawa ke pabrik dan sebagian kecil lain
biasa membeli makanan dari para penjual di sekitar pabrik.

Selain itu, perusahaan juga telah menyiapkan konsumsi air minum (dispenser) diganti
setiap 2-3 hari sekali atau pekerja biasanya membawa sendiri air mineral botol.

31
3.7 SEPULUH BESAR PENYAKIT PADA PELAYANAN KESEHATAN

Jumlah penyakit terbanyak yang diderita tenaga kerja di perusahaan PT. Putra Bintang Lima
tidak dapat diketahui, dikarenakan tidak terdapat sarana pelayanan kesehatan di perusahaan serta
sistem pencatatan penyakitnya.

3.8 PENYAKIT AKIBAT KERJA

Tidak ada laporan yang akurat tentang penyakit akibat kerja yang terjadi di perusahaan PT.
Putra Bintang Lima, karena tidak ada sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Hasil wawancara
yang dilakukan pada beberapa pekerja banyak yang mengeluh nyeri punggung bawah namun
hilang dengan istirahat.

3.9 SARANA P3K

PT Putra Bintang lima menyediakan sarana P3K di kantor HRD. Adapun isi kotak P3K
tersebut hanya berisis obat-obatan sederhana seperti obat diare, obat maag dll. Kotak P3K
digunakan jika terjadi kecelakaan akibat kerja yang ringan yang masih dapat ditangani sendiri atau
sebelum dirujuk ke Klinik/Rumah Sakit terdekat.

Gambar 3.8 Kotak P3K yang tersedia pada area pabrik.

32
3.10 PERSONIL KESEHATAN

PT Putra Bintang Lima tidak memiliki klinik dan tenaga kesehatan di perusahaannya (dokter
maupun paramedik). Jika ada tenaga kerja yang sakit maka mereka ke P3K untuk mendapat obat-
obatan dan jika butuh pemeriksaan dokter mereka akan diperiksakan di klinik dekat perusahaan
seperti klinik Mitra yang berjarak ± 100 meter. Lebih lanjut, apabila diperlukan pekerja dapat
dirujuk ke Rumah sakit Pondok Kopi. Pada perusahaan ini, belum ada pelatihan K3 untuk pegawai
perusahaan sehingga dapat kita ketahui bahwa belum ada upaya perusahaan untuk mengadakan
pelayanan kesehatan dan penyediaan tenaga kesehatan di perusahaannya dalam menjaga
kesehatan pekerjanya.

33
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

4.1 Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Fasilitas pelayanan kesehatan di PT. Putra Bintang Lima masih belum memadai. Dari hasil
survey yang dilakukan, terdapat kekurangan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Masalah yang ada adalah belum adanya klinik kesehatan serta dokter perusahaan, serta paramedis
yang berada dalam lokasi perusahaan. Peranan tenaga kesehatan sangat penting dan diharapkan
akan mampu menjawab kompleksnya bahaya yang ada di lingkungan perusahaan. Maka dari itu
saran yang diberikan kepada perusahaan adalah sebaiknya perusahaan menyediakan klinik di
lokasi perusahaan. Jika masih belum bisa mengadapat klinik sendiri, perusahan bisa melakukan
kerja sama dengan klinik terdekat dan melengkapi sarana dan prasarana paling tidak untuk
pertolongan pertama pada kecelakaan.

4.2 Program Kesehatan


PT Aneka Bumi Pratama belum melaksanakan edukasi bahaya HIV/AIDS, narkoba dan
merokok seperti yang tertera dalam PP no 38 tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan, Permen no 11 tahun 2005 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan
dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif lainnya di Tempat Kerja serta
Kepmen no 68 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
Selain itu, perusahaan perlu membuat logo Kawasan Tanpa Merokok di tempat kerja

4.3 Edukasi Bahaya HIV/AIDS, Narkoba dan Merokok

PT Aneka Bumi Pratama perlu memberikan edukasi bahaya HIV/AIDS, narkoba dan
merokok seperti yang tertera dalam PP No. 38 tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan, Permen No. 11 tahun 2005 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalagunaan
dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif Lainnya di Tempat Kerja serta
Kepmen No. 68 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja
yakni bekerjasama dengan instansi kesehatan terdekat seperti Puskesmas. Selain itu, perusahaan
perlu membuat logo Kawasan Tanpa Merokok di tempat kerja sebagai salah satu tindakan promotif
kesehatan di tempat kerja.

4.4 Pemeriksaan Kesehatan

Dalam pelaksanaan program kesehatan kerja, terdapat kewajiban terhadap pelaksanaan


pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja. Dimana pemeriksaan kesehatan untuk tenaga kerja

34
dilakukan oleh dokter perusahaan yang ditunjuk oleh pengusaha dan telah memenuhi syarat sesuai
dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Koperasi No. Per. 01/MEN/1976.
Namun, karyawan PT. Putra Bintang Lima belum mendapatkan pemeriksaan kesehatan, baik pada
pemeriksaan kesehatan awal, berkala, maupun khusus. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan
kesehatan bagi setiap tenaga kerja baik pada pemeriksaan awal sebagai screening untuk
mengetahui status kesehatan pekerja sebelum bekerja di perusahaan dan sebagai bahan
rekomendasi penempatan tenaga kerja di tempat kerja sesuai dengan kesehatan fisik, mental, dan
sosialnya. Selain itu pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus bagi tenaga kerja juga bermanfaat
sebagai sarana deteksi dini berbagai jenis penyakit sehingga dapat diatasi lebih cepat, mudah,
murah, dan mencegah timbulnya kecacatan. Hal ini akan menghasilkan tenaga kerja yang sehat
dan produktif serta mencegah terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.

4.5 Kesesuaian Pekerja dengan Alat

Pada saat walk through survey ditemukan banyak pekerja yang bekerja dengan sikap yang
tidak ergonomis, seperti pekerja di bagian linking dan som duduk dengan posisi membungkuk
karena meja yang tidak sesuai dengan tinggi badan pekerja. Selain itu, tempat duduk pekerja juga
tidak sesuai dengan norma ergonomi. Sebaiknya perusahaan membuat meja dan kursi sesuai
dengan sikap tubuh dalam bekerja dalam norma-norma ergonomi yang telah disepakati Hasil
Lokakarya Ergonomi Tahun 1978 di Cibogo agar pekerja lebih nyaman dalam bekerja dan
mengurangi keluhan seperti nyeri punggung.

4.6 Program Pemenuhan Gizi

Program penyelenggaraan gizi kerja belum diterapkan di PT Putra Bintang Lima. Hal
tersebut dapat dilihat dari belum tersedianya tempat makan di perusahaan tersebut sehingga tidak
ada yang mengatur gizi pekerja perusahaan. Perusahaan ini tidak sesuai dengan Surat Edaran
Menteri Tenaga Kerjadan Transmigrasi No. SE. 01/Men/1979 tentang Pengadaan Kantin dan
Ruang Makan yang menganjurkan kepada semua perusahaan yang memperkerjakan buruh antara
50 sampai 200 orang supaya menyediakan tempat makan di perusahaan yang bersangkutan.
Diharapkan perusahaan menyediakan tempat makan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi pekerja
perusahaan.

4.7 Sepuluh Besar Penyakit pada Pelayanan Kesehatan

PT. Putra Bintang Lima belum menyediakan klinik mandiri, dimana hanya tersedia klinik
disekitar PT. Putra Bintang Lima yang hanya digunakan jika terjadi kecelakaan kerja dan penyakit

35
saat bekerja, bukan untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja. Tenaga kerja di PT.
Putra Bintang Lima juga tidak memiliki BPJS ketenagakerjaan, mereka hanya memiliki BPJS
kesehatan mandiri. Saat ini klinik tersebut belum mempunyai data sepuluh besar penyakit pada
pekerja dikarenakan setiap pekerja yang datang berobat ke klinik tidak dilakukan pencatatan
dengan baik, sehingga tidak diketahui variasi dari penyakit yang diderita pekerja dan tidak dapat
dikelompokan menjadi sepuluh besar penyakit. Diharapkan klinik dapat memperbaiki sistem
pencatatan dan pelaporan dari penyakit yang diderita tenaga kerja sehingga dapat melengkapi data
tersebut.

4.8 Penyakit Akibat Kerja

Dalam rangka mengidentifikasi Penyakit Akibat Kerja (PAK) maka perlu dibentuk P2K3
perusahaan sebagai penanggungjawab dalam pelaksanaan dan pemantauan kejadian PAK. Upaya
lain yang dapat dilakukan adalah bekerjasama dengan klinik-klinik terdekat dalam rangka
pelaporan PAK sesuai dengan Perpres No. 7 tahun 2019, pembuatan peraturan terkait pemaaian
APD sesuai dengan jenis lingkungan pekerjaan dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Perusahaan
juga perlu memberlakukan pemeriksaan kesehatan awal (Medical Check-Up), pemeriksaan
kesehatan berkala serta pemeriksaan khusus untuk pegawai.

4.9 Sarana P3K


Pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat kerja selanjutnya disebut dengan P3K di te
mpat kerja adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja/
buruh dan atau orang lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami sakit/cidera di tempat ker
ja. Menurut Permenakertrans no.15 tahun 2008 tentang P3K di tempat kerja pasal 2, pengusaha w
ajib menyediakan petugas P3K dan fasilitas P3K yang baik. Perusahaan seharusnya menyediakan
fasilitas P3K berupa ruang P3K, kotak P3K dan isi, alat evakuasi dan alat transportasi dan fasilita
s tambahan berupa APD atau peralatan khusus yang memiliki potensi bahaya. Perusahaan juga pe
rlu menunjuk petugas P3K yang memiliki lisensi dan buku kegiatan P3K dari kepala instansi yan
g bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

Berikut ini merupakan ketentuan petugas P3K serta kotak P3K dalam perusahaan sesuai dengan j
umlah pegawai:

36
4.10 Personil Kesehatan
Belum ada dokter perusahaan maupun paramedis di PT Putra Bintang Lima. Pada PT Putr
a Bintang Lima juga belum ada pelatihan K3 untuk pegawai perusahaan. Pada peraturan Mentri K
etenagakerjaan no 01 tahun 1976 dan Peraturan Mentri Ketenagakerjaan no 01 tahun 1979 bahwa
setiap perusahaan diwajibkan untuk mengirimkan dokter dan paramedic untuk mendapat pelatiha
n hiperkes. Maka dari itu disarankan kepada perusahaan untuk menyediakan dokter dan paramedi
s yang telah bersertifikat hiperkes di perusahaan. Dalam undang undang nomor 1 tahun 1970 di a
tur tentang upaya perlindungan terhdap tenaga kerja, dimana pasal 3 memuat syarat keselamatan
kerja, yang salah satunya dalah member pertolongan pertama pada kecelakaan. Untuk memenuhi
amanat undang undang tersebut, maka di harapkan kepada perusahaan untuk menyediakan dokter
dan paramedic dilokasi perusahaan.

37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil walk through survey yang kami lakukan adalah:

a. Perusahaan bekerja sama dengan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dengan lokasi perusahaan,
yakni Klinik dan Puskesmas Cakung untuk menangani masalah kesehatan pada pekerja menggunakan
fasilitas BPJS Kesehatan.

Program kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif)

1. Promotif: terdapat 1 (satu) buah poster promosi kesehatan di area pabrik.


2. Preventif: penggunaan APD untuk tindakan preventif belum memadai. Di lapangan telah
disediakan beberapa APD meskipun belum lengkap, namun pekerja belum seluruhnya memiliki
kesadaran untuk menggunakan APD pada saat bekerja.
3. Kuratif: perusahaan bekerja sama dengan fasilitas kesehatan terdekat terhadap penanganan
kesehatan pekerja dan setiap pekerja mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan.
4. Rehabilitatif: perusahaan memberikan waktu istirahat kepada pekerja yang sakit, sesuai dengan
surat keterangan dokter.
b. Perusahaan belum melakukan pemeriksaan kesehatan awal, berkala, dan khusus pada pekerja.
c. Perusahaan belum melakukan pencegahan HIV/AIDS dan Narkoba.
d. Kesesuaian pekerja dengan alat masih kurang, ditandai dengan sikap dan cara kerja yang tidak
ergonomis.
e. Beban waktu kerja sudah sesuai, tidak melebihi batas maksimal waktu kerja per hari.
f. Lingkungan kerja kurang kondusif untuk bekerja.
g. Pemenuhan gizi pekerja, kantin, atau ruang makan belum tersedia di lokasi perusahaan, sehingga
pekerja mencari makan di luar.
h. Perusahaan belum menyediakan pencatatan penyakit pada karyawan perusahaan.
i. Sarana P3K sudah tersedia di satu lokasi di dalam wilayah perusahaan.
j. Belum ada personil kesehatan terlatih atau tenaga kesehatan medis khusus di lingkungan perusahaan

38
5.2 SARAN
Dari hasil walk through survey yang kami lakukan, maka kami ajukan beberapa saran, yaitu:

a) Perusahaan harus mempunyai P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang
sesuai dengan PERMENAKER RI Nomor PER.04/MEN/1987 yang terdiri dari ketua, sekretaris,
dan anggota.
b) Perusahaan sebaiknya memiliki klinik perusahaan dan dokter perusahaan untuk menjadi
penanggung jawab kesehatan dan kecelakaan kerja, serta agar pekerja yang sakit dapat segera
tertangani.
c) Perusahaan memberikan penyuluhan hiperkes dan kesehatan kerja (K3) secara berkala kepada
pekerja dan memasang media promosi kesehatan di tempat yang mudah dilihat.
d) Perusahaan melengkapi sarana APD bagi tenaga kerja dan menertibkan tenaga kerja yang tidak
menggunakan APD pada saat bekerja.
e) Perusahaan melakukan pencegahan penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif Lainnya) sesuai dengan PerMenakerTrans No. PER.11/MEN/VI/2005 tentang Pencegahan
dan Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap NAPZA di Tempat Kerja.
f) Perusahaan melakukan upaya pencegahan HIV/AIDS sesuai KepMenakertrans No. 68 tahun 2004
tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
g) Perusahaan melakukan pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus pada tenaga kerja
h) Perusahaan membuat pelaporan hasil pemeriksaan kesehatan dan pencatatan jumlah penyakit yang
diderita serta angka kecelakaan kerja yang dialami oleh tenaga kerja.
i) Perusahaan melakukan pengadaan ruang makan atau kantin guna memenuhi kebutuhan gizi tenaga
kerja serta meningkatkan efisiensi waktu istirahat pekerja.
j) Perusahaan memasang pemberitahuan mengenai nama dan lokasi kotak P3K di tempat kerja pada
tempat yang mudah terlihat dan terjangkau.

BAB VI
PENUTUP

39
Berdasarkan kegiatan walk through survey yang telah kami lakukan di PT. Putra Bintang Lima
pada tanggal 17 Oktober 2019, kami menemukan bahwa sistem manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja (SMK3) di PT. Putra Bintang Lima masih memiliki beberapa kekurangan sehingga perlu dilakukan
perbaikan pada sistem SMK3 tersebut.

Kami harapkan makalah ini dapat memberikan manfaat serta masukan pada perkembangan
SMK3 perusahaan di lingkungan PT. Putra Bintang Lima agar dapat menjadi lebih baik.

40

Anda mungkin juga menyukai